BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain."

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain. Interpersonal merupakan suatu hubungan antar individu dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang efektif seperti persahabatan, jika mereka memiliki kemampuan-kemampuan dalam membina hubungan interpersonal. Kemampuan tersebut secara khusus oleh Buhrmester dkk (1988) disebut sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Nashori, 2008) kompetensi interpersonal adalah kemampuan seorang individu untuk melakukan komunikasi yang efektif. Kompetensi interpersonal di sini terdiri atas kemampuankemampuan yang diperlukan untuk membentuk suatu interaksi yang efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan. Di dalamnya termasuk pengetahuan tentang konteks yang ada dalam interaksi, pengetahuan tentang perilaku nonverbal orang lain, kemampuan untuk menyesuaikan komunikasi dengan konteks dari interaksi yang tengah berlangsung, menyesuaikan dengan orang yang ada dalam interaksi tersebut, dan kemampuan-kemampuan lainnya. Jhonson dan Myers

2 mengartikan kompetensi interpersonal sebagai jumlah keseluruhan kompetensi seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif (dalam Amelia, 2008). Dari pengertian di atas, Lukman (2000) mengemukakan bahwa kompetensi interpersonal merupakan kecakapan yang mendukung hubungan antar individu dengan individu lainnya. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat berinteraksi maupun membina hubungan yang hangat dan nyaman melalui komunikasi yang efektif dan efisien dengan individu lainnya. 2. Aspek Kompetensi Interpersonal Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2008) mengemukakan lima aspek kompetensi interpersonal yaitu: a) Kemampuan berinisiatif Menurut Buhrmester dkk (dalam Nashori, 2008) inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar dan tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berinisiatif adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memulai suatu interaksi dan

3 membina hubungan dengan maksud untuk memperluas pengalaman tentang dunia luar. b) Kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure) Menurut Buhrmester (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) pengungkapan bagian dalam diri (innerself) antara lain berupa pengungkapan ide-ide, pendapat, minat, pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya kepada orang lain. Dengan hanya menyimpan ide-ide yang kita miliki maka akan membuat suatu hubungan menjadi tidak berkembang. Pada saat pengungkapan diri individu untuk sementara waktu merendahkan pertahanannya (defens) dan memberikan gambaran tentang diri yang sebenarnya. Self-disclosure dapat mengubah suatu perkenalan yang tidak mendalam menjadi suatu hubungan yang lebih serius dan diperolehnya teman baru, utamanya pengungkapan diri yang sifatnya hal-hal pribadi/evaluative. Kemampuan membuka diri sangat berguna agar perkenalan yang sudah berlangsung dapat berkembang ke hubungan yang lebih pribadi dan mendalam. Oleh Kartono dan Gulo (dalam Nashori, 2008) diungkapkan bahwa self-disclosure adalah suatu proses yang dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. Orang melakukan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain (Sears dkk, 1994). Dalam pengungkapan diri, menurut Wrighstman dan Deaux (dalam Nashori, 2008) yaitu seseorang mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain, sebagai suatu bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan terjadinya sharing. Dengan

4 adanya self-disclosure ini terkadang seseorang menurunkan pertahanan dirinya dan membiarkan orang lain mengetahui dirinya secara lebih mendalam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self-disclosure adalah kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan ide-ide, perasaanperasaannya dan informasi yang bersifat pribadi untuk dapat lebih memahami satu sama lainnya. c) Kemampuan untuk bersikap asertif Menurut Buhrmester (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) kemampuan untuk mempertahankan diri dari tuduhan yang tidak benar atau tidak adil, kemampuan untuk mengatakan tidak terhadap permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dan kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan saat diperlukan. Menurut Perlman dan Cozby (dalam Nashori, 2008) asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella (dalam Nashori, 2008) bahwa kemampuan bersikap asertif adalah kemampuan untuk meminta orang lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk melakukan hal yang tidak diinginkan. Kemampuan bersikap asertif ini dapat mempermudah individu dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk bersikap asertif adalah kemampuan bersikap tegas dengan maksud untuk mempertahankan hak-haknya, menolak permintaan-permintaan yang tidak

5 diinginkan tanpa melukai perasaan orang lain dan meminta bantuan saat diperlukan. d) Kemampuan memberikan dukungan emosional Menurut Buhrmester, ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain. Dukungan emosional juga mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberikan perasaan nyaman kepada orang lain yang sedang dalam kondisi tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini erat hubungannya dengan kemampuan untuk memberikan afeksi dan empati (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Kemampuan memberi dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Menurut Barker dan Lamle (dalam Nashori, 2008) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Menurut Kartono dan Gulo (dalam Nashori, 2008) empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Perasaan ini akan diterima oleh orang lain sebagai sikap yang hangat, dan ini akan menjadi dasar yang penting bagi tumbuhnya sikap menolong. Orang yang memiliki kemampuan untuk berempati tinggi akan memiliki keinginan untuk menolong yang tinggi pula. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan memberikan dukungan emosional adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan kepada orang lain melalui perhatian, simpati, empati dan penghargaan untuk

6 memberikan rasa nyaman ketika dalam kondisi tertekan dan mendapat masalah. e) Kemampuan mengatasi konflik Cara atau strategi untuk menyelesaikan adanya pertentangan dengan orang lain yang mungkin terjadi saat melakukan hubungan interpersonal. Walaupun konflik dapat merusak hubungan sosial tetapi ada cara-cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan hal-hal tersebut. Konflik dapat disalurkan dan dibangun secara konstruktif sehingga meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi. Teknik-teknik pengendalian dan kemampuan verbal individu dapat digunakan sebagai media untuk menangani konflik dan mengarahkannya menuju akhir yang konstruktif (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik atau perbedaan kepentingan. Oleh Johnson (dalam Nashori, 2008) dikatakan bahwa konflik merupakan situasi yang ditandai oleh adanya tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat, dan mengganggu tindakan pihak lain. Menurut Baron dan Byrne dalam situasi konflik terjadi empat kemungkinan yaitu memutuskan mengakhiri hubungan, mengharapkan keadaan membaik dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk, dan berusaha menyelesaikan permasalahan (dalam Nashori, 2008). Apabila melakukan hal yang terakhir ini, maka seseorang memiliki kemampuan mengatasi konflik. Termasuk kemampuan mengatasi konflik adalah menyambut atau merespons secara positif isyarat penyelesaian konflik yang disampaikan orang lain.

7 Sebaliknya, bila orang memilih mengakhiri hubungan, secara pasif mengharapkan kebaikan terjadi dengan sendirinya, dan menungggu konflik lebih memburuk maka hal itu menunjukkan kemampuan mengelola dan menyelesaikan konflik tidak dimiliki orang yang bersangkutan. Kemampuan mengatasi konflik itu diperlukan agar tidak merugikan suatu hubungan yang telah terjalin karena akan memberikan dampak yang negatif. Kemampuan mengatasi konflik ini meliputi sikap-sikap untuk menyusun suatu penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atas suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan dalam mengatasi konflik adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan orang lain agar tidak memberikan dampak negatif terhadap hubungan telah terjalin dan dapat meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi dengan orang lain. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Interpersonal Berbagai pandangan dan penelitian menunjukkan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat eksternal dan internal. Yang tergolong faktor-faktor eksternal (Nashori, 2008) yaitu: a) Kontak dengan orangtua Menurut Hetherington dan Parke (dalam Nashori, 2008) kontak anak dengan orangtua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak di antara mereka menjadikan anak belajar dari lingkungan

8 sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Salmah (2007) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal pada remaja dapat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua, dalam hal ini yaitu pola asuh yang mengarah pada gaya demokratis. Pola asuh pada penelitian tersebut mencakup keseluruhan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak, meliputi: cara pemberian aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritas dan perhatian serta tanggapan yang dilakukan untuk membentuk perilaku anak demi mencapai perkembangan yang maksimal. Pola hubungan antara anak dan orangtua mampu mempengaruhi bagian-bagian paling penting dari kompetensi interpersonal yang mulai terbentuk dalam awal hubungan yang pertama kali di dalam lingkungan keluarga. Kompetensi dan perilaku yang kelak akan diterapkan remaja dalam hubungan pertemanan hingga kemudian berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas merupakan apa yang telah mereka bentuk melalui hubungan awal mereka dengan orangtua. Di dalam keluarga terjadi pembentukan pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial yang lebih luas. b) Interaksi dengan teman sebaya Sebagaimana diungkapkan oleh Kramer dan Gottman (dalam Nashori, 2008) individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina

9 hubungan interpersonal. Lebih khusus, Nurrahmati (dalam Nashori, 2008) menemukan bahwa ada hubungan antara gaya kelekatan aman dengan teman sebaya dan kompetensi interpersonal. Remaja yang memiliki gaya kelekatan aman, yang ditandai oleh adanya model mental yang positif, meyakini tersedianya respons yang positif dari lingkungannya. Dari sana berkembanglah kompetensi interpersonal. c) Aktivitas dan partisipasi sosial Partisipasi sosial juga memiliki pengaruh terhadap kompetensi interpersonal. Menurut Hurlock (2000) semakin besar partisipasi sosial semakin besar kompetensi interpersonalnya. Selain itu, diketahui perlakuan khusus dapat meningkatkan kompetensi interpersonal, seperti pelatihan asertivitas, pelatihan inisiatif sosial, dan seterusnya. Pandangan Hurlock di atas diperkuat oleh hasil penelitian Danardono (dalam Nashori, 2008). Danardono menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kepecintaanalaman memiliki perbedaan yang signifikan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam kepecintaanalam, khususnya dalam hal kompetensi interpersonal. Mahasiswa pecinta alam lebih tinggi kompetensi interpersonalnya dibanding mahasiswa bukan pecinta alam. Kompetensi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat internal, disamping faktor-faktor yang bersifat eksternal sebagaimana telah dijelaskan (dalam Nashori, 2008) yaitu:

10 a) Jenis kelamin Diungkapkan oleh Nashori (2008) bahwa anak-anak dan remaja laki-laki terbukti memiliki tingkat gerakan-gerakan yang aktif lebih tinggi dibanding anak-anak perempuan. Pada gilirannya nanti gerakan-gerakan yang aktif itu menjadi modal untuk berinisiatif melakukan hubungan sosial-interpersonal, bersikap asertif dan aktif menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapi. b) Kematangan Selain itu kematangan juga mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dibutuhkan kematangan tertentu, sekurang-kurangnya pada usia remaja, agar seseorang memiliki kompetensi interpersonal secara baik. Nashori (2000) menemukan bahwa kematangan beragama berkorelasi positif dengan kompetensi interpersonal. Orang yang matang dalam beragama memiliki kesabaran terhadap perilaku orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. c) Tipe kepribadian Kepribadian juga diduga berpengaruh, karena sebagaimana diungkapkan oleh Adler, ada individu yang berorientasi ke dalam (intrinsik) dan ada pula yang berorientasi ke luar (ekstrinsik). Individu yang berorientasi ke luar banyak berusaha untuk berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu wujud kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri dapat diartikan sebagai pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Nashori (2000) menemukan bahwa konsep diri berkorelasi dengan kompetensi

11 interpersonal. Orang yang konsep dirinya positif merasa dirinya setara dengan orang lain dan peka terhadap kebutuhan orang lain (dalam Nashori, 2008). 4. Manfaat Kompetensi Interpersonal Menurut Amelia (2008) bahwa manfaat yang diperoleh seseorang dalam melakukan hubungan interpersonal antara lain: a) Menghindari kesepian b) Menstimulasi rasa aman c) Memahami diri dan meningkatkan kebehargaan diri d) Meningkatkan rasa nyaman dan meminimalisir rasa sakit Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat berinteraksi maupun membina hubungan yang hangat dan nyaman melalui komunikasi yang efektif dan efisien dengan individu lainnya. Aspek-aspek kompetensi interpersonal yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure), kemampuan untuk bersikap asertif dan kemampuan mengatasi konflik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor yang bersifat eksternal dan internal. Faktor yang bersifat eksternal yaitu kontak dengan orangtua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial. Faktor yang bersifat internal yaitu jenis kelamin, kematangan dan tipe kepribadian. Manfaat kompetensi interpersonal yaitu menghindari kesepian, menstimulasi rasa aman, memahami diri dan

12 meningkatkan keberhargaan diri, meningkatkan rasa nyaman dan meminimalisir rasa sakit. B. PERKEMBANGAN REMAJA DI PANTI ASUHAN Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta melaksanakan pelayanan pengganti, atau perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa, sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Pusat Penelitian Kependudukan, LPPM UNS dengan UNICEF, 2009). Knudsen (2001) mengatakan bahwa panti asuhan yaitu lembaga sosial yang menampung anak-anak yang tidak memiliki orang tua, terpisah dari orangtuanya karena bencana alam atau kerusuhan, kemiskinan, atau kekerasan dalam rumah tangga. Panti asuhan memegang peranan penting bagi kesejahteraan sosial anak-anak yang tidak mempunyai keluarga lagi untuk mengasuh mereka. Penelitian Knudsen (2001) mengatakan bahwa ada peningkatan jumlah panti asuhan sejak tahun 1999 dan bertambah banyaknya anak yang dikirim ke panti asuhan. Hasil penelitian Bowlby (dalam Hartini, 2000) menyatakan bahwa perkembangan anak yang sehat secara fisik, psikologis dan sosial membutuhkan

13 suatu hubungan yang harmonis antara tiga unsur pokok yaitu: hubungan antara ibu dan anak, hubungan antara anak dan keluarga, hubungan antara anak dan lingkungan sosialnya. Selain itu, Margareth (dalam Hartini, 2000) dalam laporan hasil penelitiannya juga menyimpulkan bahwa perawatan anak di yayasan sangat tidak baik, karena anak dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial. Padahal selain pemenuhan kebutuhan fisiologis, anak membutuhkan, kasih sayang bagi perkembangan psikis yang sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologisnya. Hasil penelitian Hartini (2000) menunjukkan gambaran psikologis anak yang tinggal di panti asuhan seperti, misal: terbentuknya kepribadian anak yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Disamping itu mereka menunjukkan perilaku negatif, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan antara jumlah pengasuh dan anak asuh yang terlalu besar, maka hubungan individu hubungan individu secara pribadi dan hangat kurang memungkinkan untuk dijalin. Mengingat usia mereka yang relatif lebih mudah sehingga perubahan ke arah positif dari aspek kepribadiannya masih dimungkinkan. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa jumlah anak-anak yang terlantar semakin meningkat, sementara hanya sebagaian kecil dari mereka (kirakira 15%) yang mampu ditampung di panti asuhan, baik swasta maupun pemerintah. Realitas juga menunjukkan bahwa mereka yang beruntung (diasuh di

14 panti asuhan) saja menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang memuaskan, dapat dibayangkan keadaan yang lebih memprihatinkan lagi pada anak-anak terlantar yang belum terjangkau penanganan dari pihak yang berwenang. Sementara masyarakat sering memberi cap negatif pada anak-anak panti asuhan tanpa melihat lebih jauh, kenapa atau bagaimana halhal negatif pada anak-anak itu bisa terjadi. Oleh karenanya, dengan mendasarkan diri pada persepsi masyarakat dan pendapat beberapa ahli bahwa dalam kehidupan di panti asuhan, anak-anak tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya (Referensi kesehatan, 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan remaja di panti asuhan tidak begitu baik karena anak-anak di panti asuhan yang diperhatikan hanya kebutuhan biologis dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya dan juga anak-anak tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya. C. KELUARGA DAN PERKEMBANGAN REMAJA Menurut Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 Bab I ayat 1 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu, menurut Tirtaraharja (1995) keluarga diartikan sebagai kelompok primer yang terdiri atas sejumlah orang, karena hubungan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan primer bagi individu, sejak lahir sampai ia

15 meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antarmanusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya (Sarwono, 2000). Menurut Brown (dalam Yusuf, 2004) keluarga dapat diartikan dalam dua macam yaitu: a) Dalam arti luas Keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan marga. b) Dalam arti sempit Keluarga meliputi orangtua dan anak Bentuk atau Pola Keluarga. Menurut Yusuf (2004), terdapat dua pola keluarga yaitu a) Keluarga inti (nuclear family) Keluarga yang terdiri dari suami/istri, istri/ibu dan anak-anak yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga termasuk anak tiri jika ada. b) Keluarga luas (extended family) Keluarga yang keanggotaannya tidak hanya meliputi suami istri dan anak-anak yang belum menikah tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam sebuah rumah tangga bersama, seperti mertua, adik, kakak ipar dan yang lainnya yang tinggal menumpang. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama di mana anak lahir, dibesarkan, berkembang dan mengalami proses menjadi, pada dasarnya

16 memikul beragam fungsi. Selama masa bayi dan kanak-kanak, fungsi-fungsi dan tanggung jawab keluarga yang utama adalah mengasuh/memelihara, melindungi, mendidik dan sosialisasi. Seiring dengan terjadinya perubahan progressif pada remaja, maka bergeser pula fungsi-fungsi keluarga itu sebagai dampak penyesuaian terhadap perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan anak. Sementara fungsi-fungsi di atas masih sangat penting sepanjang usia remaja namun terjadi pergeseran kebutuhan di sana. Remaja lebih membutuhkan dukungan (support) daripada pengasuhan (nurturance), bimbingan (guidance) daripada peelindungan (protection) dan pengarahan (direction) daripada socialization (dalam Barus, 2003). Hubungan orangtua dan remaja serta peran yang dimainkan orangtua dalam perkembangan remaja merupakan aspek-aspek yang penting dalam telaah psikologi. Piaget (dalam Hurlock, 2000) menyebutkan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah masa di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dalam hubungan itu, remaja mengharapkan orangtuanya menaruh perhatian dan menolong, memberikan kebutuhan-kebutuhan akan komunikasi, cinta kasih, dukungan, penerimaan, kepercayaan, kemandirian, bimbingan dan keteladanan. Harapan-harapan remaja itu kadang sulit dipenuhi karena kebersamaan dengan itu sering terjadi ketegangan antara remaja dan orangtuanya yang menimbulkan kasulitan-kesulitan bagi kedua belah pihak (Rice dalam Barus, 2003).

17 Banyak penelitian menyangkut generation gap menunjukkan bahwa meskipun beberapa remaja dan orangtua terlibat dalam masalah-masalah interpersonal yang serius, sebagian besar remaja menyatakan masih merasa akrab dengan orangtua mereka, menghormati penilaian-penilaian orangtua mereka, merasa bahwa orangtua mencintai dan merawat mereka dan tetap menghormati orangtua sebagai individu (Steinberg dalam Barus, 2003). Dalam hal nilai-nilai dan sikap, remaja dan orangtua mereka tidak terlalu larut dalam pertentangan itu. Remaja dan orangtua mereka memiliki keyakinan-keyakinan yang sama menyangkut pentingnya kerja keras tentang ambisi-ambisi pendidikan dan pekerjaan juga tentang kualitas-kualitas dan sifat-sifat kepribadian yang mereka anggap penting dan diinginkan (Conger dalam Barus, 2003). Argyle dan Henderson (dalam Barus, 2003) mengatakan bahwa dukungan pengasuhan yang positif terkait dengan eratnya hubungan antara remaja dan orangtua/saudara-saudaranya, tingginya harga diri, keberhasilan akademik dan kemajuan perkembangan moral. Sebaliknya, ketiadaan dukungan pengasuhan akan mengakibatkan rendahnya harga diri, prestasi sekolah yang buruk, perilaku yang impulsive, penyesuaian sosial yang jelek, perilaku anti sosial atau kenakalan (Popkin dalam Barus, 2003). Keutuhan orangtua dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Keluarga dikatakan utuh apabila disamping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya terutama oleh anak-anaknya. Keutuhan dan keseimbangan keluarga memberikan pengaruh positif dalam pribadi anak (Schohib, 1998).

18 Hurlock (2000) mengatakan bahwa dalam keluarga utuh, orangtua dapat mengembangkan kepribadian anak secara baik. Hal ini karena kedua orangtua banyak memberikan reinforcement positif kepada anak seperti mencintai, memperhatikan, mendukung serta mampu menjalin hubungan yang dekat dengan anaknya. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi ketimpangan dalam salah satu perkembangannya. Sikap orangtua bisanya tercermin dalam beberapa perilaku seperti sebagai berikut: terlibat dengan anak, memperhatikan rencana dan cita-cita anak, menunjukkan kasih sayang, berdialog secara baik dengan anak, menerima anak sebagai individu (person), memberikan bimbingan dan semangat, tidak menuntut berlebihan dan merasa cemas jika anak sakit. Pengaruh keluarga utuh terhadap anak adalah anak merasa dicintai, dipahami, diberikan perasaan aman, adanya penerimaan dan kelekatan hubungan melalui intimacy, hubungan jangka panjang dan interaksi secara langsung. Juga adanya dukungan setiap saat dari anggota keluarga jika terjadi masa krisis psikologis dan distress emosional (Schohib, 1998). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat dimana anak pertama kali bagaimana mempelajari interaksi sosial dan memperoleh kasih sayang dari orangtuanya dimana hal ini nantinya menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orang lain. Hubungan sosial dimulai sejak anak berada di lingkungan rumah bersama keluarganya. Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan remaja.

19 D. PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN YANG TINGGAL DENGAN KELUARGA Komunikasi dapat berjalan karena adanya interaksi sosial antar manusia. Untuk dapat menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang memampukan individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi (Lukman, 2000). Kecakapan ini dikenal juga dengan istilah kompetensi interpersonal. Menurut Larasati (dalam Nashori, 2008) sekitar 73 persen komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal. Individu yang dapat melakukan komunikasi interpersonal secara efektif disebut memiliki kompetensi interpersonal. Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari persoalan yang dihadapi namun jika yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kepada orang lain maka kemampuan-kemampuan tersebut menjadi tidak berguna, kompetensi interpersonal merupakan kunci bagi individu untuk mengkomunikasikan ide-ide cemerlangnya kepada orang lain. Lebih lanjut Golson menyatakan bahwa orang yang memiliki kemampuan sosial dan dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu yang lama cenderung lebih berhasil dibanding dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan tersebut dan salah satu faktor yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal.

20 Hubungan interpersonal yang efektif seperti persahabatan, jika mereka memiliki kemampuan-kemampuan dalam membina hubungan interpersonal. Kemampuan tersebut secara khusus oleh Buhrmester dkk (1988) disebut sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Almesa dkk, 2007) kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif. Kemampuan ini ditandai adanya karakteristikkarakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan yang memuaskan antarpribadi. Spitzberg dan Cupach juga mengemukakan bahwa individu yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik memiliki pengetahuan mengenai perilaku nonverbal orang lain. Disamping itu, mereka juga dapat menyesuaikan komunikasi dengan konteks interaksi dan menyesuaikan dengan orang lain yang ada dalam interaksi tersebut. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila remaja mampu berinteraksi sosial karena remaja secara psikologis dan sosial berada dalam situasi peka dan kritis (Hurlock, 2000). Keterampilan interpersonal akan menunjukkan kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Semua kemampuan interpersonal akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Pada keterampilan komunikasi mencakupi keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis efektif. Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik (model busana) yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya (William Kay dalam Agustiani, 2006).

21 Menurut Hetherington dan Parke (dalam Nashori, 2008) kontak anak dengan orangtua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak di antara mereka menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Keluarga merupakan lingkungan primer bagi individu, sejak lahir sampai ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antarmanusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya (Sarwono, 2000). Ketika interaksi antara anak dan orangtua selalu diwarnai dengan sikap saling memberi dan menerima, mendengarkan dan didengarkan maka akan cenderung mengakibatkan kompetensi interpersonal yang adekuat pada anak terutama karena interaksinya diwarnai dengan kehangatan (Santrock, 2007). Hurlock (2000) mengatakan bahwa dalam keluarga utuh, orangtua dapat mengembangkan kepribadian anak secara baik. Hal ini karena kedua orangtua banyak memberikan reinforcement positif kepada anak seperti mencintai, memperhatikan, mendukung serta mampu menjalin hubungan yang dekat dengan anaknya. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi ketimpangan dalam salah satu perkembangannya. Sikap orangtua bisanya tercermin dalam beberapa perilaku seperti berikut ini: terlibat dengan anak, memperhatikan rencana dan cita-cita anak, menunjukkan kasih sayang, berdialog secara baik dengan anak, menerima anak sebagai individu (person), memberikan bimbingan dan semangat, tidak menuntut berlebihan dan merasa cemas jika anak sakit. Keluarga dikatakan utuh

22 apabila disamping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya terutama oleh anak-anaknya. Keutuhan dan keseimbangan keluarga memberikan pengaruh positif dalam pribadi anak (Schohib, 1998). Adanya kompetensi interpersonal ini membuat seseorang merasa mampu dan terampil untuk menjalin hubungan yang efektif dengan orang lain dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam situasi hubungan antarpribadi. Sebaliknya, kurangnya kompetensi interpersonal tersebut dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri dan terganggunya kehidupan sosial seseorang. Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih luas sebenarnya telah dimulai sejak seseorang memasuki periode remaja. Memasuki periode remaja, seseorang mulai mengurangi intensitasnya untuk berinteraksi dengan orangtua dan mulai menuju ke arah teman sebaya untuk membina hubungan yang lebih akrab (Leny & Tommy, 2006). Pada periode ini, kebutuhan dan keinginan untuk dapat berkomunikasi dan memperoleh teman yang banyak juga semakin meningkat. Remaja mulai membentuk kelompok sahabat yang memiliki minat, kesukaan dan nilai-nilai yang sama serta banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang dan menginginkan kedekatan emosional dalam kelompoknya (Mastuti dalam Leny & Tommy, 2006). Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja yang tinggal di panti asuhan. Pentingnya peran orangtua bagi perkembangan kepribadian individu tentu saja tidak akan didapatkan oleh anakanak yang tinggal di panti asuhan. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan sejak

23 kecilnya tentu saja tidak akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari pihak lembaga. Para perawat di panti asuhan memiliki keterbatasan untuk memperhatikan seluruh anak-anak dan para remaja yang tinggal di sana. Para perawat yang bekerja di panti asuhan mengalami kesulitan apabila harus memperhatikan setiap aspek perkembangan dari masing-masing anak dan remaja yang tinggal di sana secara adil. Perhatian yang bisa mereka berikan biasanya hanya sebatas perkembangan fisik, seperti mencukupi kebutuhan makan, pakaian dan keperluan sekolah (dalam Sudrajat, 2008). Di sisi lain dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Pada kenyataannya tidak semua anak dapat memperoleh pemenuhan kebutuhan, misalnya anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Anakanak yang tinggal di panti asuhan adalah mereka yang tidak memiliki keluarga lagi atau juga bisa disebabkan karena orangtua yang bercerai atau sudah meninggal dunia. Hasil penelitian Hartini (2000) menunjukkan gambaran psikologis anak yang tinggal di panti asuhan seperti, misal: terbentuknya kepribadian anak yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Disamping itu mereka menunjukkan perilaku negatif, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Groza (2011) mengatakan bahwa panti asuhan dapat berdampak terhadap perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan fisik anak selama beberapa periode tertentu. Anak yang tinggal di panti

24 asuhan dapat mengalami masalah emosional dan perilaku, seperti agresif, perilaku antisosial, dan menyebabkan mereka kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai dunia luar. Remaja yang tinggal di panti asuhan biasanya kaku dalam berhubungan sosial dengan orang lain dan sebagian dari remaja mengalami kesulitan dalam menjalin interaksi sosial. Menurut Hurlock (2000) status sosial ekonomi yang rendah dianggap remaja sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman sebaya dan pada akhirnya mereka akan merasa minder dan tidak berharga. Salah satu akibat yang juga terjadi ketika remaja tidak mampu membina hubungan interpersonal yang memuaskan adalah perasaan kesepian serta perasaan tidak bahagia dan nyaman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buhrmester (1988) bahwa kurangnya kompetensi interpersonal akan memberikan ketidakpuasan dalam suatu hubungan yang akan mengakibatkan berkembanganya perasaan kesepian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam kehidupan anak dan bagian terpenting dari jaringan sosial anak sekaligus sebagai lingkungan pertama anak selama tahuntahun pertama anak untuk memperoleh pengalaman sosial dini yang berperan penting dalam menentukan hubungan sosial di masa depan dan juga perilakunya terhadap orang lain. Interaksi antara anak dengan orangtua yang diwarnai dengan kehangatan akan mempengaruhi kompetensi interpersonal pada anak. Hal ini tidak didapatkan oleh anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari

25 pihak panti asuhan karena pengasuh di panti asuhan memiliki keterbatasan untuk memperhatikan seluruh anak-anak yang ada di panti asuhan. Padahal perhatian, kebutuhan untuk dikasihi serta diakui keberadaannya sangat diperlukan oleh anakanak panti asuhan. Hal ini akan mempengaruhi anak dalam menjalin interaksi dengan orang lain. Oleh karena itu, ada tidaknya kontak interaksi antara anak dengan orangtua akan mempengaruhi terbentuknya kompetensi interpersonal pada anak. E. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa penelitian yang diajukan adalah ada perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan keluarga, dimana kompetensi interpersonal pada remaja yang tinggal dengan keluarga lebih tinggi daripada remaja yang tinggal di panti asuhan.

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan istilah zoon politicon. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini menuntut manusia agar selalu berusaha untuk melakukan interaksi sosial dan menjalin hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Definisi Kesepian Rotenberg, Peplau and Perlman mendefinisikan kesepian sebagai reaksi kognitif dan afektif individu terhadap ancaman dari hubungan sosial. Komponen

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri memegang peranan yang sangat penting dalam meraih kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu mengaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia salah satunya memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan perilaku

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA MENGENAI HARGA DIRI DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL USIA REMAJA AKHIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA MENGENAI HARGA DIRI DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL USIA REMAJA AKHIR BAB II KAJIAN PUSTAKA MENGENAI HARGA DIRI DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL USIA REMAJA AKHIR A. Konsep Harga Diri 1. Definisi Harga Diri Harga diri yang dimiliki individu menunjukkan bagaimana seorang individu

Lebih terperinci

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan fondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci