BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Djaja Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam hubungan interpersonal ditentukan oleh kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkannya Johnson (dalam Listyaningsih, 2004) Komunikasi yang efektif minimal menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan tindakan (Ristianti, 2012). Pengetahuan tentang konteks pembicaraan yang sesuai dan tidak sesuai dalam interaksi interpersonal dan pengetahuan tentang peraturanperaturan dalam perilaku nonverbal, misalnya; batasan dalam kedekatan fisik dengan orang lain dan volume suara, merupakan bagian dari kompetensi interpersonal (DeVito, 1989). Buhrmester dkk (1998) mengungkapkan bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif, kemampuan bersikap terbuka, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, dan kemampuan mengelola konflik yang muncul dalam hubungan interpersonal. 12
2 2.1.2 Aspek-Aspek Kompetensi Interpersonal Buhrmester, dkk (1988) menyatakan kompetensi interpersonal meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Kemampuan berinisiatif. Menurut Buhrmester (1988) inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. 2. Kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure), kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain. Kartono dan Gulo (1987) mengungkap bahwa pembukaan diri adalah suatu proses yang dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. diri diwujudkan dengan perilaku orang yang melakukan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. 3. Kemampuan bersifat asertif. Menurut Pearlman dan Cozby (dalam Yuanita, 2004) asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Dalam konsteks komunikasi 13
3 interpersonal seringkali seseorang harus mampu mengungkapkan ketidaksetujuannya atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. 4. Kemampuan memberikan dukungan emosional. Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komuniksi interpersonal antar dua pribadi. Baker dan Lemie (dalam Buhrmester, dkk, 1988) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan member rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. 5. Kemampuan dalam mengatasi konflik. Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Junior (dalam Idrus 2007) mengajukan komponen kompetensi interpersonal yang terdiri dari: (a) menghargai orang lain; (b) terbuka; (c) mempercayai motif orang lain; (d) menunjukkan kehangatan dalam berinteraksi. Secara singkat Junior mencirikan orang yang tidak memiliki kompetensi interpersonal sebagai seorang yang dingin. Dari paparan di atas, komponen dari kompetensi interpersonal dapat berupa (a) kemampuan untuk memulai suatu hubungan interpersonal, (b) kemampuan membuka 14
4 diri; (c) kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada orang lain; (d) kemampuan bersikap asertif; (e) empati; serta (f) kemampuan mengelola dan mengatasi konflik dengan orang lain Faktor- faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal Willis (dalam Yuanita, 2004) mengemukakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal, yaitu 1. Faktor Internal 1). Usia Semakin bertambah usia, bertambah dewasa dan semakin bertambah banyak melakukan kontak dengan orang lain dan kita belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain. 2). Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin laki- laki dengan perempuan sedikit banyak berpengaruh terhadap gaya dan tingkat kemampuan interpersonal individu dalam mengembangkan dirinya. 3). Konsep Diri Konsep diri merupakan suatu bentuk sikap dan kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Cara pandang dan konsep berfikir individu sedikit banyak dipengaruhi oleh konsep diri yang ada pada dirinya, termasuk dalam kemampuan kompetensi interpersonalnya. 4). Kemampuan menyesuaikan diri 15
5 Kemampuan menyesuaikan diri merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan penyesuaian secara wajar dengan lingkungan sekitarnya secara mandiri dan inovatif. 5). Kemampuan berempati Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk merasakan yang orang lain rasakan. 6). Kemampuan menghargai orang lain Kemampuan menghargai orang lain adalah kemampuan diri kita dalam menyikapi dan menghargai orang lain. Pada dasrnya untuk dapat diterima oleh orang lain, maka kita harus dapat untuk menghargai orang lain dengan baik terlebih dahulu. 7). Kemampuan berkomunikasi Kemampuan berkomunikasi adalah bukan bagaimana cara kita berbicara, akan tetapi cara kita berkomunikasi. Dengan melakukan kmunikasi secara baik dan benar, maka setiap pesan yang kita sampaikan kepada orang lain dapat ditangkap dengan baik oleh lawan bicara kita, sehingga orang lain dapat mengerti atas setiap hal yang ingin kita sampaikan/ inginkan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dimaksud dalam kompetensi interpersonal adalah lingkungan. Muhammad (2002) lingkungan adalah semua totalitas faktor fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. 16
6 2.2 Interaksi Teman Sebaya Remaja Dalam Kelompok Teman Sebaya Dalam masa remaja pergaulan dengan teman sebaya merupakan faktor yang penting dalam kehidupan remaja. Remaja menjadi lebih dekat dengan teman sebaya, pada umumnya remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, ini sebenarnya sedang menonjolkan apa yang membedakan dirinya dengan orang dewasa yaitu originalitasnya sebagai remaja bahkan menunjukan pertentanganya dengan orang dewasa dan solidaritas dengan teman sebaya. Bila dilihat dari perkembanganya, pada dasarnya remaja memiliki dua macam gerakan perkembangan yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman sebaya (Monks, dkk, 1994) hal ini terjadi karena perasaan negatif atau positif. Bila seseorang dari kelompok tersebut senang dengan acara disko, maka remaja akan terpengaruh pula untuk ikut dalam acara disko. Dengan demikian seorang remaja yang telah merasa cocok dengan teman atau kelompoknya tertentu cenderung untuk mengikuti gaya teman dalam kelompoknya walaupun itu dirasa buruk. Peranan teman sebaya menjadi sangat penting karena apapun teman yang mereka pilih, pastilah dipilih karena suatu alasan seperti yang diungkapkan Kenny (dalam Listyaningsih, 2004) bahwa remaja menghargai pandangan dari anak-anak yang dipilih sebagai teman sebaya. Selanjutnya Charleswood dan Hartup (dalam Walgito 2000) menyatakan bahwa remaja dalam hubunganya dengan teman sebaya mempunyai unsur 17
7 positif yaitu saling memberikan perhatian dan mufakat, membagi perasaan daln saling menerima diri, saling percaya dan saling memberikan sesuatu pada orang lain. Dengan demikian tidak semua pengaruh teman sebaya itu bersifat negatif. Remaja dalam perkembanganya akan memilih teman sebayanya sehingga, kelompok teman sebaya akan membawa terrtentu bagi kehidupan remaja. Remaja yang merasa diterima dan dihargai oleh teman sebayanya akan mengikuti segala bentuk tingkah laku yang dilakukan oleh teman-temanya. Baik itu tingkah laku yang positif maupun tingkah laku yang negatif Pengertian Interaksi Teman Sebaya Sejak lahir manusia sudah mempunyai kebutuhan untuk bergaul dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis atau kebutuhan sosial saat mencapai remaja Partowisastro (1989) mengatakan bahwa kelompok teman sebaya bukan sekadar sekumpulan anak, yang dengan keanggotaan terbatas, namun juga mengharuskan adanya interaksi satu dengan yang lain. Ditambahkannya bahwa kelompok teman sebaya ini relatif stabil untuk waktu tertentu, dengan saling membagi dan mempengaruhi nilai, norma kebiasaan di antara mereka. Dalam kelompok tersebut mereka melakukan interaksi sosial, yaitu hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi inividu yang lain (Walgito, 2000). Gerungan (1996) mengemukakan bahwa fakta menunjukan bahwa tidak ada makhluk hidup di dunia ini yang bisa hidup tanpa 18
8 membutuhkan orang lain karena kehadiran diri akan berharga bila bergaul dengan orang lain. Dimana dalam pergaulan tersebut akan terjadi suatu interaksi antara satu individu dengan individu lain atau sebaliknya. Menurut Mapiere (1982) bahwa:interaksi antara remaja satu dengan yang lain dapat terjadi baik di masyarakat, sekolah atau keluarga. Kepribadian remaja tersebut berkembang selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek biologis, psikologis atau sosiologis, anak akan mengalami perkembangan dalam dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia teman sebaya. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antar dua individu atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atu memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Boner, dalam Gerungan 1996) Model Interaksi teman sebaya Dalam tulisannya yang sama Mussen, dkk (dalam Idrus, 2007) juga membagi posisi seorang dalam kelompoknya, yaitu (1) remaja yang diterima kelompok ; (2) remaja yang diabaikan, dan (3) remaja yang ditolak kelompok teman sebayanya. Remaja yang diterima kelompoknya memiliki sifat toleran, luwes, energik, riang, memiliki rasa humor, bertingkah sewajarnya, antusias, mendorong dan merencanakan aktivitas kelompok. Sementara itu remaja yang diabaikan memiliki karakterisitik yang berlawanan dengan remaja yang diterima. Beberapa karakteristik tersebut adalah, kurang percaya diri, cenderung bereaksi secara kasar, gugup, mengisolasi diri. 19
9 Hampir sama dengan karakteristik remaja yang dilupakan, Mussen, dkk (dalam Listyaningsih 2004) memberi karakteristik mereka yang ditolak oleh teman sebayanya seperti cenderung kurang percaya diri dan sebagai pengimbangnya dia berperilaku terlalu agresif, mengganggap dirinya penting, mencari-cari perhatian, berpusat selalu pada diri, tidak mau menerima kondisi orang lain, sarkastis, bersikap kasar, egois, dan sedikit memberi kontribusi terhadap upaya-upaya yang dilakukan kelompoknya, demikian juga mereka sedikit menerima dari kelompoknya. Dalam memberi karakteristik tentang remaja yang diabaikan dan yang ditolak Mussen, dkk tampaknya hampir sama. Hanya saja Mussen, dkk menegaskan bahwa remaja yang diabaikan sebenarnya merupakan lawan remaja yang populer. Dengan kalimat lain, remaja yang diabaikan adalah kelompok remaja yang tidak populer. Berdasarkan berbagai pendapat di atas disimpulkan bahwa interaksi sosial teman sebaya adalah kedekatan hubungan antara remaja yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok teman sebaya dimana dalam hubungan tersebut terjadi proses pengaruh dan mempengruhi Aspek-Aspek Interaksi Teman Sebaya Darten (dalam Listyaningsih, 2004) mengemukakan ada enam aspek dalam interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja. Aspekaspek tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Jumlah remaja berada di luar rumah, remaja lebih banyak menggunakan waktu dengan kelompok dengan teman sebayanya. 20
10 Dengan teman-teman sebaya remaja memiliki kesempatan yang banyak untuk berbicara banyak dengan bahasa dan persoalanya sendiri. b. Keterlibatan remaja bermain dengan teman sebaya, remaja menganggap bahwa teman-teman sebayanya lebih dapat memahami keinginanya dan dapat belajar mengambil keputusanya sendiri serta ada dorongan untuk berdiri sendiri. c. Kecenderungan untuk bermain sendiri. Anak kecil cenderung memilih bermain sendiri-sendiri, sedangkan bagi remaja hanya orang yang introvert yang lebih menyukai bermain sendiri dapri pada harus berkumpul dengan orang lain, atau bila dalam menghadapi suatu tekanan dan hanya berperan sebagai penonton saja. d. Kecenderungan untuk bermain paralel. Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dimana remaja aktif bermain dengan teman sebayanya, perkembangan sosial yang semakin meningkat pada remaja tampak terlihat dalam keinginanya untuk memperoleh stimulus diluar. e. Bermain asosiatif. Remaja cenderung memiliki permainan asosiatif atau bermain bersama-sama teman sebayanya dan melepaskan diri dari lingkungan orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya. f. Sikap kerjasama pada sekelompok teman sebaya, untuk pertama kali remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama sehingga terbentuk norma-norma, nilai-nilai dan symbol-simbol tersendiri. 21
11 Sedangkan menurut Partowisastro (1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi tiga aspek yaitu: a. keterbukaan dalam kelompok individu akan menunjukan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan individual dalam kelompoknya. b. bekerjasama dalam kelompok individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. c. frekuensi dalam kelompok individu lebih banyak menggenakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat. Interaksi sosial kelompok teman sebaya merupakan proses pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran, sikap dan perilkau, bila perilaku itu terus meningkat maka akan mempengaruhi penyesuaian terhadap normanorma yang berlaku. Berdasarjan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam kelompok interaksi teman sebaya adalah (a) kontak sosial meliputi menjalin hubungan yang akrab, memperoleh penerimaan dan dukungan dari teman sebaya, teman sebagai sumber informasi baru. (b) aktifitas bersama meliputi: mengikuti kegiatan kelompok, senang bekerja sama dengan teman, mempunyai prinsip dan nilai-nilai yang dianut bersama (c) Frekuensi hubungan meliputi: menghabiskan waktu bersama teman, mengunjungi teman. 22
12 2.3 Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dengan Kompetensi Interpersonal Kuh & Terenzini (dalam Idrus 2007) menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpesonal. Penelitian Kramer dan Gottman (dalam Idrus, 2007) individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Penelitian Idrus sendiri yang berjudul interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal sebesar 0,457 (p = 0,000). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal 3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan kompetensi interpersonal pada anggota Palang Merah Remaja Wira Palang Merah Indonesia Kota Salatiga. 23
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (1998), penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tulisannya, Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk
5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.
BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Interpersonal competence
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Interpersonal Competence 1. Pengertian Interpersonal competence Sears, Freedman dan Peplau (1991) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subyek Penulisan Palang Merah Indonesia kota Salatiga merupakan salah lembaga sosial yang bergerak dibidang kemanusiaan. Markas Palang Merah Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS
7 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah perilaku yang dimiliki individu di mana perilaku itu akan muncul pada waktu individu itu berinteraksi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain di sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, kepedulian orang terhadap orang lain maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang
Lebih terperinciGAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.
51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang adalah hasil interaksi antara komponen fisik, pikiran, emosi dan keadaan lingkungan. Namun, untuk memperkuat kontrol manusia terhadap perilakunya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkah laku menolong sering muncul dalam masyarakat, dimana perilaku ini diberikan guna meringankan penderitaan orang lain, misalnya menolong orang lain yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciKomunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki
Komunikasi Interpersonal Dwi Kurnia Basuki Definisi Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang
Lebih terperinciTabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal
LAMPIRAN 1 Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal No item Validitas Kriteria 1 0,563 Item dapat dipakai 2 0,511 Item dapat dipakai 3 0,438 Item dapat dipakai 4 0,462 Item dapat dipakai 5 0,417
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang dengan orang lainnya. Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar terhadap prilaku
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone
BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan
Lebih terperinciHubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel
Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Secara umum siswa-siswi kelas enam di SDN Ujungberung Bandung tahun pelajaran 2007/2008
Lebih terperinciPENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu tidak akan pernah dapat hidup sendirian, mereka selalu membutuhkan orang lain untuk dapat diajak berteman atau pun bercerita dalam kehidupan
Lebih terperinciPerilaku Keorganisasian IT
Perilaku Keorganisasian IT-021251 UMMU KALSUM UNIVERSITAS GUNADARMA 2016 Perilaku Kelompok dan Interpersonal PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI KELOMPOK 1. Kelompok 2. Kelompok Formal 3. Kelompok Informal 4. Kelompok
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan
Lebih terperinciBAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciETIKA BERKOMUNIKASI. ALREFI, M.Pd UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016
ETIKA BERKOMUNIKASI ALREFI, M.Pd UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016 DASAR PEMIKIRAN HENDAKNYA PEMBICARAN SELALU DI DALAM KEBAIKAN (AN- NISA : 104) MENGHINDARI PERDEBATAN DAN SALING MEMBANTAH HENDAKNYA BERBICARA
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data
BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data merupakan bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk mengkaji data yang telah diperoleh peneliti dari para informan maupun pengamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa
Lebih terperinciPOLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1
POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030
Lebih terperinciKEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH
KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk dapat berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Keterampilan sosial meliputi beberapa hal, diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka kualitas individu yang terlibat dalam pendidikan tersebut akan mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan daya saing dan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya pendidikan formal yang baik, maka kualitas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara
7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI
BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anakanak. Masa remaja adalah
Lebih terperinci