HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina
|
|
- Glenna Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal pada remaja di SMAN 2 Padang. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kompetensi interpersonal dan variabel independen adalah secure attachment. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala secure attachment dan kompetensi interpersonal. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 219 orang siswa. Hasil koefisien validitas pada skala kompetensi interpersonal bergerak dari r ix =0,329 sampai dengan r ix =0,683 dengan koefisien reliabilitas sebesar α=0,917, sedangkan pada skala secure attachment bergerak dari r ix =0,327 sampai dengan r ix =0,721 dengan koefisien reliabilitas sebesar α=0,936. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal, dengan nilai korelasi sebesar 0,684 dengan taraf signifikansi p=0,000. Hasil analisis sumbangan efektif secure attachment terhadap kompetensi interpersonal adalah sebesar 46%. Kata kunci :Secure Attachment, Kompetensi Interpersonal Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia, karena masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja merasakan adanya perubahan yang terjadi pada dirinya seperti perubahan fisik yang hampir menyerupai orang dewasa atau yang biasa disebut dengan masa puber, perubahan sikap, perasaan atau emosi yang sering tanpa disadari oleh remaja itu sendiri seperti rasa malu, gembira, iri hati, sedih, takut, cemas, cemburu, kasih sayang dan rasa ingin tahu. Hurlock (2004) mengemukakan tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Penyesuaian baru yang terpenting dan tersulit yang harus dibuat pada masa remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, dukungan dan penolakan sosial, dan dalam seleksi pemimpin. Menurut Sullivan (dalam santrock, 2000), persahabatan pada masa remaja sangat penting dan ada peningkatan yang dramatis dalam kadar kepentingan secara psikologis dan keakraban antar teman dekat. Semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman) teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban dan hubungan seksual. Kesuksesan menjalin relasi interpersonal atau persahabatan seiring dengan pola relasi orang tuaanak pada masa anak tersebut masih bayi, hal ini dinamakan attachment. Attachment adalah kelekatan hubungan emosi yang membentuk kesan yang mendalam. Kesan yang menyakitkan pada masa ini, akan membuat mereka takut membangun persahabatan di kemudian hari karena mereka takut dikecewakan di dalam persahabatan itu. Sebaliknya, kesan yang menyenangkan anak atau secure attachment yang dihasilkan oleh sikap ibu yang secara konsisten memberi respon yang dibutuhkan 12
2 anak, akan membuat anak hingga dewasa memiliki kemampuan dalam membangun relasi yang efektif. Menurut Conger (dalam Maentiningsih, 2008) salah satu bentuk keterikatan kasih sayang yang dimulai dari kehidupan individu adalah secure attachment. Secure attachment merupakan salah satu dari tipe-tipe attachment yang dikembangkan pertama kali oleh Bowlby. Secure attachment merupakan keterikatan yang aman berupa kasih sayang yang diberikan orangtua pada anak secara konsisten dan responsif dalam menumbuhkan rasa aman dan kasih sayang. Remaja yang matang secara fisik dan emosi tidak terlepas dari dukungan dan kasih sayang orang tua dalam bentuk keterikatan yang aman (secure attachment). Seorang remaja yang apabila di masa kanak-kanak telah memiliki karakteristik individu yang memiliki secure attachment maka seiring berjalannya waktu mereka akan tumbuh dengan karakteristik yang menurut Santrock (2002) bersikap hangat dalam berhubungan dengan orang lain, tidak terlalu bergantung dengan orang lain, lebih empati, sangat percaya serta lebih nyaman bersama orang yang disayangi. Tanpa adanya ikatan dan rasa aman, seorang remaja tidak akan tumbuh menjadi seorang individu yang mampu bersosialisasi dengan orang lain dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana remaja tinggal. Perasaan aman yang dihasilkan dari attachment yang positif (secure attachment) memiliki hubungan erat dengan kemampuan untuk mengembangkan kreativitas dan eksplorasi (menguasai lingkungan), sehingga remaja memiliki kemampuan untuk bergaul, mempercayakan diri kepada orang lain, dan memiliki hubungan sosial yang sehat. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain. Hurlock (2004) menyebutkan sebagai mahluk sosial yang perlu diperhatikan ialah manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan pergaulan dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi sosial yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, menghendaki adanya popularitas dan kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila remaja berinteraksi sosial karena remaja secara psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka terhadap perubahan, mudah terpengaruh oleh berbagai perkembangan di sekitarnya. Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1999) mengemukakan kompetensi interpersonal merupakan kemampuan menjalin hubungan antar pribadi secara efektif. Hal ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Mulyati (1997) mengemukakan bahwa perkembangan yang paling menonjol pada remaja adalah perkembangan sosial karena pada masa ini anak mulai mengembangkan lingkup pergaulannya ke luar rumah, yaitu ke lingkungan sosial yang lebih luas. Remaja mulai memiliki sahabat dan hubungan yang sukses dengan teman sebaya dapat membantu menumbuhkan perasaan berarti pada anak dan meningkatkan rasa percaya diri. Hubungan interpersonal yang efektif (seperti persahabatan), dapat terbina jika mereka memiliki kemampuankemampuan dalam membina hubungan interpersonal. Sekolah tidak hanya digunakan untuk mendapatkan keterampilan, pendidikan dan mengembangkan potensi intelektual bagi siswa tetapi juga tempat untuk bersosialisasi di mana seseorang mengembangkan keterampilan dalam hubungan interpersonalnya yaitu dengan menambah teman, memperluas pergaulan serta untuk memantapkan identitas diri. Siswa-siswi SMA berusia antara 15 sampai 18 tahun, di mana menurut Hurlock (2004) usia tersebut tergolong masa remaja. Masa remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja dibagi menjadi dua masa, yaitu masa remaja awal yang berkisar antara usia tahun dan remaja akhir yang berkisar antara usia tahun (Hurlock, 2004). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi ditemukan bahwa beberapa siswa mengalami kesulitan bersikap asertif pada teman-temannya karena takut terjadi perselisihan, hanya bisa terbuka dengan teman dekat saja, serta kurang bisa mengatasi konflik karena beberapa orang diantara mereka bertengkar dan tidak saling bertegur sapa. Selanjutnya ditemukan juga bahwa mereka sering bergantung pada orang lain, cenderung menjauhi orang lain jika mempunyai masalah dengan orang tersebut, serta sulit berempati terhadap orang lain. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal pada remaja di SMAN 2 Padang. Secure Attachment Menurut Santrock (2002) attachment adalah keterikatan (connectedness). Pennington (dalam Maentiningsih, 2010) mengemukakan attachment dapat didefinisikan sebagai kekuatan, keterikatan, cinta dan perawatan antara orang tua dengan anak. 13
3 Menurut Ainsworth (dalam Meins, 1997) attachment dibagi menjadi 3 jenis, yaitu secure attachment, anxious-insecure attachment, dan ambivalent attachment. Remaja yang matang secara fisik dan emosi tidak terlepas dari dukungan dan kasih sayang orang tua dalam bentuk keterikatan yang aman (secure attachment). Secure attachment menurut Ainsworth (dalam Meins, 1997) adalah keterikatan yang aman secara emosional antara orang tua dengan anak dan sebagai dasar perkembangan psikologis. Ainsworth (dalam Meins, 1997) menyebutkan bahwa orang tua yang memiliki kelekatan aman dengan anak memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Hangat (warm), orang tua menunjukkan antusiasme terhadap anak, hangat, dan ramah (friendly feelings). Kehangatan yang ditunjukkan oleh orang tua akan memberikan perasaan nyaman dan santai (relax). 2. Sensitif (sensitive), orang tua mampu menunjukkan pengertian simpatik terhadap anak, mengerti kebutuhan anak dari sudut pandang anak. 3. Responsif (responsive), orang tua mampu menyikapi kebutuhan anak akan rasa nyaman, rasa ingin dilindungi, dan selalu memberikan respon terhadap keinginan anak. 4. Dapat diandalkan (dependable), tempat anak menggantungkan harapan dan kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman, orang tua dapat diandalkan oleh anak terutama ketika anak membutuhkan dukungan atau dalam keadaan tertekan. Beberapa dimensi dari secure attachment, menurut Ainsworth dkk (dalam Meins, 1997) yaitu: 1. Kedekatan anak secara emosional dengan orang tuanya. 2. Kepercayaan terhadap orang tua dan orangorang di sekitarnya dalam menjalin hubungan social 3. Independen adalah anak cenderung mandiri dan tidak tergantung pada orang tuanya. 4. Supportive adalah anak cenderung sering memberikan kenyamanan dan dukungan kepada orang tua dan orang-orang di lingkungannya 5. Mempertahankan hubungan adalah anak selalu mempunyai keinginan dan usaha untuk tetap mempertahankan hubungan yang baik dengan orang tua dan lingkungannya. 6. Resolusi konflik adalah anak cenderung menggunakan cara yang positif dalam memandang orang tua dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah. Kompetensi Interpersonal Sears dkk (1994) berpendapat bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan atau kecakapan yang mendukung hubungan antara individu dengan individu lainnya. Menurut De Vito (1997) kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif dan Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif minimal menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan tindakan. Kompetensi interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1997), dapat diartikan sebagai suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif. Lebih jauh Nashori (2000) mengemukakan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk melakukan hubungan antar pribadi secara efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan melakukan dan membina hubungan antar pribadi dengan orang lain. Aspek--aspek kompetensi interpersonal, menurut Buhrmester dkk (dalam Lukman, 2000) meliputi: 1. Kemampuan berinisiatif Kemampuan untuk memulai interaksi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berinisiatif membuka hubungan (berinteraksi) dengan orang lain adalah kemampuan yang dipengaruhi oleh bagaimana individu yang bersangkutan mampu membuka hubungan dengan individu yang lain. Dengan kemampuan berinisiatif, individu akan melakukan eksplorasi, memulai suatu hubungan dan bergerak secara aktif dan mandiri. 2. Kemampuan membuka diri (self disclosure) Kemampuan individu untuk mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain. Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan kedua belah pihak dapat terpenuhi, yaitu dari pihak pertama kebutuhan untuk bercerita dan berbagi rasa dapat terpenuhi, dan di pihak kedua dapat muncul perasaan berharga dan istimewa karena dipercaya untuk mendengarkan cerita yang bersifat pribadi. 3. Kemampuan bersikap asertif Kemampuan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Perilaku asertif yang paling sederhana yaitu mampu mengatakan tidak jika diminta untuk 14
4 melakukan sesuatu yang tidak disukai. Dengan memiliki sikap asertif, individu akan diperlakukan dengan baik dan pantas oleh lingkungan sosialnya dan dianggap sebagai individu yang memiliki harga diri. 4. Kemampuan memberikan dukungan emosional Salah satu bentuk kemampuan memberikan dukungan emosional adalah empati. Dengan memiliki empati, individu lebih mampu memahami orang lain dan lebih mudah melakukan penyesuaian diri ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain empati, sikap hangat juga merupakan bentuk dukungan emosional. Sikap hangat dapat memberikan perasaan nyaman kepada orang lain dan akan sangat berarti ketika individu tersebut sedang dalam kondisi tertekan dan bermasalah. 5. Kemampuan mengelola dan mengatasi konflik Kemampuan individu dalam menyelesaikan konflik atau masalah yang timbul dalam hubungan antar individu. Konflik akan selalu ada dan dapat meningkat dalam suatu hubungan antar manusia yang disebabkan oleh adanya keinginan yan saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Remaja Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (dalam Santrock, 2002). Pada masa ini banyak perilaku remaja yang merupakan hasil keinginan untuk menunjukkan ketidaktergantungan, persamaan dengan orang dewasa dan tindakantindakan yang dicapai oleh laki-laki dan wanita dewasa. Menurut Monks, dkk (2002) remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Ausubel (Monks dkk, 2002) remaja adalah masa setelah pemasakan seksual atau yang biasa disebut pubertas. Banyak remaja yang ingin melakukan dan mengambil keputusan sendiri atas apa yang akan dilakukannya tanpa adanya campur tangan dari orang tua atau guru. Remaja ingin memenuhi keinginannya menjadi sama dengan orang dewasa lainnya. Menurut Monks (2002) remaja awal dimulai pada usia 12-16/17 tahun, sedangkan remaja akhir dimulai pada usia 17-21/awal 22 tahun. Masa pubertas juga biasa terjadi antara usia tahun pada anak laki-laki dan tahun pada anak wanita. Sedangkan menurut Hurlock (2004) masa remaja dibagi menjadi dua masa, yaitu masa remaja awal yang berkisar antara usia tahun dan remaja akhir yang berkisar antara usia tahun. Setiap tahap perkembangan manusia memiliki tugas-tugas perkembangan, yaitu sikap dan perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial dapat dilakukan oleh setiap individu dengan baik, dimana hal tersebut dapat menentukan keberhasilan dalam penyesuaian sosialnya. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004) tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: (a). Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, (b). Mencapai peran sosial maskulin dan feminin, (c) Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif, (d). Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, (e). Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi, (f). Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja, (g). Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga, (h). Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara, (i). Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosia, (j). Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal pada remaja di SMAN 2 Padang. METODE Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI di SMAN 2 Padang yang berjumlah 509 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 219 orang siswa. Alat ukur yang digunakan berupa skala kompetensi interpersonal dan secure attachment. Format respon jawaban skala secure attachment dan kompetensi interpersonal berdasarkan empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Koefisien validitas untuk skala secure attachment bergerak dari r ix =0,327 sampai dengan r ix =0,721, sedangkan untuk skala kompetensi interpersonal, diperoleh nilai koefisien validitas bergerak dari r ix =0,329 sampai dengan r ix =0,683. Koefisien reliabilitas untuk skala secure attachment diperoleh sebesar α=0,936 artinya derajat reliabilitas tinggi, sedangkan untuk skala kompetensi interpersonal diperoleh sebesar α=0,917 artinya derajat reliabilitasnya juga tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk penelitian. 15
5 HASIL Berdasarkan tabel di atas, diperoleh koefisien korelasi antara variabel secure attachment dengan kompetensi interpersonal sebesar r=0,684 dengan taraf signifikansi p=0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal pada remaja di SMAN 2 Padang. Hal ini berarti bahwa apabila remaja mempunyai secure attachment yang tinggi, baik dari segi kedekatan, kepercayaan, independen, supportif, mempertahankan hubungan dan resolusi konflik, maka remaja tersebut akan dapat dengan mudah menjalin komunikasi yang baik, sehingga remaja mempunyai kompetensi interpersonal (inisiatif, keterbukaan, asertivitas, dukungan emosional, dan pengatasan konflik) yang baik juga, begitu juga sebaliknya. Sebagaimana menurut Santrock (2002) individu memiliki karakteristik seperti bersikap hangat dalam berhubungan dengan orang lain, tidak terlalu bergantung dengan orang lain, lebih empati, sangat percaya serta lebih nyaman bersama orang yang disayangi. Tanpa adanya ikatan dan rasa aman, seorang remaja tidak akan tumbuh menjadi seorang individu yang mampu bersosialisasi dengan orang lain dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana remaja tinggal. Perasaan aman yang dihasilkan dari attachment yang positif (secure attachment) memiliki hubungan erat dengan kemampuan untuk mengembangkan kreatifitas dan eksplorasi (menguasai lingkungan), sehingga remaja memiliki kemampuan untuk bergaul, mempercayakan diri kepada orang lain, dan memiliki hubungan sosial yang sehat. Wisayanti (2010) mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kelekatan aman yang tinggi memiliki kepercayaan diri yang rata-rata tinggi dan menikmati frekuensi dan kepuasan dalam berkomunikasi dengan keluarga mereka. Mereka juga memiliki kualitas hubungan yang tinggi dengan teman sebayanya. Sebaliknya, remaja yang mengarah kepada kelompok kelekatan rendah dengan orang tua menunjukkan perasaan kemarahan dan pengasingan serta lebih emosional dalam hubungannya dengan orang tua mereka. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang kuat dan signifikan antara secure attachment dengan kompetensi interpersonal pada remaja di SMAN 2 Padang, semakin tinggi secure attachment, maka semakin tinggi pula kompetensi interpersonal. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah secure attachment maka semakin rendah pula kompetensi interpersonal. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi remaja pada umumnya, dan siswa SMAN 2 Padang khususnya, dapat mempertahankan kompetensi interpersonal dengan cara tetap berkomunikasi secara efektif dengan teman dan tetap menjaga hubungan yang akrab dengan cara menghabiskan waktu bersama atau menyalurkan hobi bersama. 2. Bagi orang tua, untuk mengetahui informasi tentang pentingnya mempertahankan secure attachment dengan anak, dengan cara tetap memberikan perhatian, tetap menjalin komunikasi yang baik, tetap memberikan dukungan kepada anak sehingga anak tetap merasa aman, nyaman, dan percaya diri yang secara tidak langsung dapat menunjang kompetensi interpersonal anak dalam hubungan sosial. 3. Bagi pihak sekolah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk mengembangkan kompetensi interpersonal, karena sebagian besar siswa menghabiskan waktunya di sekolah, yaitu dengan cara mewajibkan para siswa untuk mengikuti kegiatan organisasi lebih dari satu dan menghimbau para siswa untuk bersungguhsungguh dalam mengikuti kegiatan organisasi tersebut. Bagi guru-guru khususnya Guru Bimbingan dan Konseling, menyadari bahwa dirinya merupakan figur lekat bagi siswa selain orang tua, untuk lebih memperhatikan siswa dan memberikan pengarahan-pengarahan serta rasa aman yang dapat menunjang keberhasilan para siswa baik dalam hal pendidikan dan interaksi sosial. 4. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama, diharapkan dapat mengaitkannya dengan vaiabel-variabel lain, yang dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal, dengan melakukan penelitian yang lebih mendalam dengan faktor-faktor lain seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan interaksi teman sebaya yang diharapkan dapat memperkaya pengembangan kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial. 16
6 DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dina, Y. S Hubungan antara penerimaan diri dengan kompetensi interpersonal pada remaja panti asuhan. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadyah Surakarta De Vito, J. A Komunikasi antar Manusia. Jakarta: Erlangga Hurlock, E. B Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa : Tjandrasa, Med. Meitasari. Jakarta: Erlangga. Lukman, Muhammad Kemandirian Anak Asuh Di Panti Asuhan Yatim Islam Ditinjau dari Konsep Diri dan Kompetensi Interpersonal. Journal Psikologika. No 10, Th V 2000: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Maentiningsih, D Hubungan antara secure attachment dengan motivasi berprestasi pada remaja. Journal. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Meins, E Security of attachment and the social development of cognition: Psychology Press Ltd, UK. Monks, F. J Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: GMU Press Mulyati, R Kompetensi interpersonal pada anak panti asuhan dengan system pengasuhan tradisional dan anak panti asuhan dengan system pengasuhan ibu asuh. Journal Psikologika. No 4, Th II 1997: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Nashori & Sugiyanto Hubungan antara Kematangan Beragama dengan Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. Jurnal Psikologika. Nomor 9, Th V 2000: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Putri, Yunia Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Komunikasi Orang Tua dengan Pemecahan Masalah pada Siswa Akselerasi di SMAN 1 Padang. Skripsi. Tidak diterbitkan. Padang: Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia Rakhmat, Jalaluddin Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Santrock, W. J Life span development: Perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga Adolescence (Perkembangan Remaja). Edisi 8. Jakarta: Erlangga Sears, D.O., Freedman, J.L., dan Peplau, L.A., Psikologi sosial jilid 1. Jakarta: Erlangga Wisayanti, Suci Perilaku Lekat Terhadap Ayah Kandung pada Remaja Putri yang Memiliki Tipe Kelekatan Aman (Secure Attachment). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.. 17
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciSKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi
Lebih terperinciCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Volume 1 Nomor 1 Januari 2012 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling Halaman 1-5 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU
1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang
Lebih terperinci*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto
STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG POLA KELEKATAN REMAJA DENGAN TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK DI SLTP NEGERI 1 AYAH, KEBUMEN DESCRIPTIVE STUDY ON THE QUANTITATIVE PATTERN ADOLESCENT ATTACHMENT WITH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini menuntut manusia agar selalu berusaha untuk melakukan interaksi sosial dan menjalin hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.
BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi selalu terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia merupakan refleksi dari kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciHUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL
HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam
Lebih terperinciGAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.
51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia salah satunya memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi
Lebih terperincigolongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai
PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang
Lebih terperinciSeorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. La tar Belakang Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua potensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tulisannya, Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melalui tahap-tahap kehidupan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Salah satunya adalah tahap remaja yang memiliki pengaruh besar
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia
1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7
PENELITIAN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 Vivin Sabrina Pasaribu*, El Rahmayati*, Anita Puri* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang *Dosen
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan
1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan istilah zoon politicon. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya mengandalkan
Lebih terperinciMateri kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Menurut beberapa ahli, selain istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam
Lebih terperinciASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI
ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KELEKATAN REMAJA PUTRI DENGAN AYAHNYA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Muthmainnah Ibrahim F100110086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
Lebih terperinci