RAGAM JENIS EKTOPARASIT PADA HEWAN COBA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY PRADIPTA NURI ADIYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAGAM JENIS EKTOPARASIT PADA HEWAN COBA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY PRADIPTA NURI ADIYATI"

Transkripsi

1 RAGAM JENIS EKTOPARASIT PADA HEWAN COBA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY PRADIPTA NURI ADIYATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

2 ABSTRACT Pradipta Nuri Adiyati Rattus norvegicus Kesumawati Hadi, MS, Ph.D drh. Supriyono. drh. Upik Rattus norvegicus Baker and Canin s systematic key echidninus Polyplax spinulosa R. norvegicus Laelaps Keywords: Rattus norvegicus

3 ABSTRAK Pradipta Nuri Adiyati Rattus norvegicus Kesumawati Hadi, MS, Ph.D drh. Supriyono. drh. Upik Rattus norvegicus echidninus Polyplax spinulosa Rattus norvegicus Laelaps Keywords: Rattus norvegicus

4 PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Ragam Jenis Ektoparasit pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 211 Pradipta Nuri Adiyati NIM B47184

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 211 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 RAGAM JENIS EKTOPARASIT PADA HEWAN COBA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY PRADIPTA NURI ADIYATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

7 HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama mahasiswa NRP : Ragam Jenis Ektoparasit pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley : Pradipta Nuri Adiyati : B47184 Disetujui Komisi Pembimbing Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua drh. Supriyono anggota Diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi yang berjudul Ragam Jenis Ektoparasit pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis ucapkan kepada : 1 Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Ajun dan Fahmi atas segala nasehat, kesabaran, dukungan, dan doanya kepada penulis. 2 drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D dan drh. Supriyono selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan ilmu-ilmunya dan bersabar dalam membimbing penulis. 3 Bima yang selalu menemani dan memberikan semangat untuk tidak pernah menyerah setiap saat. 4 Teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratoriun Entomologi yang bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir. 5 Arni, Rio, dan Ridwan yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi dan dukungannya dalam penyelesaian tugas akhir. 6 Seluruh teman-teman Gianuzzi yang telah bersama-sama selama 3 tahun menuntut ilmu di FKH IPB. 7 Dosen-dosen dan Staf Laboratorium Entomologi yang tak pernah bosan selalu membantu dan memberikan senyuman serta semangat setiap harinya. 8 Teman-teman di Tri Regina yang tak pernah lelah mendukung penulis untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 211 Pradipta Nuri Adiyati

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 1 Maret 199 dari ayah Drs. Boko Susilo, M.Kom dan ibu Rusmiyati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis dibesarkan di kota Yogyakarta dan menempuh pendidikan sekolah taman kanak-kanak di TK Aisyiah 3, Depok, kemudian melanjutkan di SD Negeri Nglarang, Yogyakarta. Namun, pada tahun 1999 penulis kembali ke Bengkulu dan melanjutkan sekolah di SD Negeri 2 Bengkulu hingga lulus di tahun 2. Di tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke bangku SMP Negeri 2 Kota Bengkulu dan lulus pada tahun 24. Tahun 27 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan sebagai program studi mayor di perguruan tinggi IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Embriologi dan Genetika Perkembangan pada tahun Penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HIMPRO HKSA) Komunitas Seni STERIL, dan Ikatan Mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta (IKAMADITA). Penulis juga merupakan aktivis di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Jendral Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (Sekjen PB IMAKAHI) periode 21/211.

10 iii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Tikus putih (Rattus norvegicus)... 3 Jenis ektoparasit pengganggu pada tikus putih (R. norvegicus)... 6 Gambaran diferensiasi sel darah putih pada tikus putih (R. norvegicus)... 9 METODOLOGI Waktu dan tempat penelitian Alat dan bahan penelitian Pengambilan sampel ektoparasit Pembuatan preparat ektoparasit Identifikasi ektoparasit Pengamatan tikus yang terinfeksi ektoparasit Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis ektoparasit Sebaran jenis-jenis ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) Sebaran ektoparasit berdasarkan regio Gambaran umum tikus putih yang terinfestasi ektoparasit Gambaran sel darah putih (leucocyte) tikus putih (R. norvegicus).. 26 Pengendalian ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUTAKA... 3 LAMPIRAN... 34

11 iv DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1 Jenis-enis ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) Sebaran ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) berdasarkan regio Gambaran sel darah putih tikus putih (R. norvegicus)... 26

12 v DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1 Morfologi Laelaps echidninus Morfologi Notoedres cati Xenopsylla cheopis Sel darah putih 13 (a) Neutrofil; (b) Eosinofil; (c) Basofil; (d) Limosit; (e) Monosit... 5 Laelaps echidninus Polyplax spinulosa Larva caplak Ixodidae... 23

13 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran pemanfaatan hewan sebagai objek percobaan juga terus berkembang. Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba di laboratorium. Beberapa contoh hewan yang biasa digunakan sebagai hewan coba adalah tikus putih (R. norvegicus) dan mencit putih (Mus musculus strain albino). Tikus putih (R. norvegicus) merupakan hewan coba yang sering digunakan pada penelitian biomedis, pengujian, dan pendidikan. Sebagai hewan rondentia (pengerat), tikus juga tidak bebas dari infestasi ektoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang berada di luar tubuh inang. Jenis ektoparasit pada tikus yang pernah dilaporkan pada studi di Sarpole- Zahab, Provinsi Kermanshah, Iran, terdapat sebanyak sembilan spesies ektoparasit yang ditemukan pada 139 ekor tikus di enam spesies yang diidentifikasi. Ektoparasit tersebut yaitu tiga jenis pinjal ( Pulex irritans, Xenopsylla buxtoni, Nosopsyllus medus), satu jenis kutu penghisap ( Polyplax spinulosa), dua jenis caplak (Rhipicephalus sp., Hyalomma sp.), dan tiga jenis tungau (Laelaps nutalli, Dermanysus sanguineus, Ornithonyssus bacoti) (Telmadarraiy et al. 27). Motevalli et al. (22) menemukan ektoparasit Echinolaelaps echidninus, Hoplopleura sp., Rhipicephalus sp., dan Nosopsyllus fasciatus pada R. norvegicus, R. rattus, Mus musculus, Glis glis, Apodemous sylvaticus, Nesokia indica, dan Arvicola terretris di wilayah Selatan Laut Kaspia. Ektoparasit dapat menimbulkan kerugian pada inangnya, yaitu terjadinya iritasi, kegatalan serta gejala lain yang mengindikasikan kondisi ketidaknyamanan. Selain itu, ektoparasit juga dapat sebagai vektor berbagai macam agen penyakit. Tubuh inang digunakan sebagai tempat untuk berkembang biak serta bertahan hidup. Keberadaan ektoparasit ini mempengaruhi kesehatan tikus sebagai hewan coba. Ektoparasit yang terdapat pada tikus juga dapat berperan sebagai vektor

14 2 berbagai macam agen penyakit. Tikus juga berperan dalam penyebaran penyakit zoonosis, seperti leptospirosis, salmonellosis, rat-bite fever, leishmaniasis, dan plague (Kia et al. 29). Tikus rentan terhadap penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteria, virus, parasit, dan jamur. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan penyakit yang terdapat pada tikus seperti plague, tripanosomiasis, dan merupakan reservoir alami penyebab epidemic haemorrhagic fever (EHF) virus (Su et al. 1989; Coutinho dan Linardi 27; Wei et al. 21). Selain itu, tikus di alam juga dapat dijadikan sebagai indikator kehadiran dan dispersal dari enam agen mikroba zoonotik, seperti Rickettsia typhi, R. Conorii, Toxoplasma sp., Coxiella burnetti, Bartonella henselae, dan Leishmania infantum (Anna et al. 21). Selain mempengaruhi kesehatan tikus putih, keberadaan ektoparasit juga dapat mempengaruhi hasil dari penelitian yang menggunakan tikus sebagai hewan coba. Oleh karena itu, sangat penting diketahui jenis-jenis ektoparasit yang terdapat pada tikus sebagai hewan coba. Info mengenai jenis-jenis ektoparasit pada tikus ini belum pernah ditemukan sehingga penelitian ini diperlukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis dan morfologi ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley sebagai hewan coba. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan dan jenis ektoparasit yang terdapat pada tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan penggunaan tikus terinfestasi ektoparasit sebagai hewan coba dan pengendalian yang tepat.

15 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tikus putih (R. norvegicus) Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal). Tikus putih (R. norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois 25). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Medway 1983). Faktor yang mempengaruhi penyebaran ekologi dan dinamika populasi tikus putih (R. norvegicus) yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang penting dalam mempengaruhi dinamika populasi tikus adalah air minum dan sarang. Air merupakan kebutuhan penting bagi tikus. Sarang memiliki beberapa fungsi untuk kehidupan tikus, seperti untuk melahirkan, membesarkan anak-anaknya, menyimpan pakan, berlindung dari lingkungan yang kurang menguntungkan, dan tempat untuk beristirahat. Cuaca tidak mempengaruhi secara langsung pada dinamika populasi tikus. Faktor biotik yang penting dalam mempengaruhi populasi tikus antara lain adalah (1) tumbuhan atau hewan kecil sebagai sumber pakan, (2) patogen (penyebab penyakit) dari golongan virus, bakteri, cendawan, nematoda, protozoa, dan sebagainya, (3) predator dari golongan reptilia, aves, dan mamalia, (4) tikus sebagai kompetitor, khususnya pada populasi tinggi, dan (5) manusia yang merupakan musuh utama bagi tikus (Priyambodo 1995) Klasifikasi Tikus Putih (R. norvegicus) Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Menurut Priyambodo (1995)

16 4 Ordo Rodentia merupakan ordo terbesar dari kelas mamalia karena memiliki jumlah spesies (4%) dari 5. spesies di seluruh mamalia. Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Myres & Armitage (24). Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Subordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub-Famili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Galur/Strain : Sprague Dawley Tikus putih merupakan strain albino dari R. norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan. Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Sprague Dawley (Inglis 198). Galur ini berasal dari peternakan Sprague Dawley, Madison, Wiscoustin Ciri Morfologi Tikus Putih (R. norvegicus) Tikus putih (R. norvegicus) yang memiliki nama lain Norway rat, termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 24 gram sedangkan betinanya mencapai 2 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara gram dan betina gram (Sirois 25). Tikus dapat mendengar hingga suara ultrasonik dengan rentang pendengaran 7 db yaitu 25 Hz-7 khz dan rentang yang paling sensitif berkisar

17 5 antara 8-32 khz. Suara ultrasonik ini sangat penting sebagai alat berkomunikasi antara induk dengan anaknya. Galur ini memiliki pertumbuhan yang cepat, tempramen yang baik dan kemampuan laktasi yang tinggi (Robinson 1979). Tikus putih (R. norvegicus) tersebar luas di beberapa tipe habitat, namun tikus putih lebih sering terlihat pada beberapa tempat yang merupakan habitat alami dari tikus putih, yaitu area pertanian, hutan alami maupun buatan, pesisir pantai, dan tempattempat yang lembab (Pagad 211) Biologi dan Perilaku Tikus Putih (R. norvegicus) Tikus termasuk binatang pemakan segala makanan (omnivora). Walaupun demikian, tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum. Air sebagai sumber minuman dapat diambil dari air bebas atau dapat diperoleh dari pakan yang banyak mengandung air. Kebutuhan air bagi tikus tergantung dari suhu, lingkungan, aktivitas, umur, dan jenis makanan. Kebutuhan air berkurang, jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air. Pada umumnya tikus makan secara teratur pada tempat tertentu. Tikus putih (R. norvegicus) biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang berdekatan dengan sumber makanan dan air. Tikus bermigrasi jika terjadi kekurangan makanan pada habitat awal yang ditempati (Priyambodo 1995). Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988) tikus memiliki masa kawin pada saat berumur delapan sampai sembilan minggu. Tikus merupakan hewan poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus terjadi selama dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Kelahiran anak pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi iklim dan cuaca yang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal.

18 6 2.2 Jenis Ektoparasit Pengganggu pada Tikus Putih (R. norvegicus) Penyakit yang dapat diderita oleh tikus salah satunya diakibatkan oleh parasit luar. Ektoparasit yang dapat menginfestasi pada tikus ini meliputi Polyplax spinulosa, Laelaps echidninus, Bdellonyssus bacoti, Notoedres cati, Otodectes cyanotis, Echidnophaga gallinacea, dan Xenopsylla cheopis (Sirois 25). Polyplax spinulosa merupakan kutu yang termasuk dalam ordo Phthiraptera dan famili polyplacidae. Kutu ini memiliki ukuran kecil, yaitu berukuran mulai 1-1 mm, bermetamorfosis tak sempurna (hemimetabola), tipe mulut untuk menusuk dan menghisap, serta tidak memiliki sayap. Kutu dapat menyebabkan hewan tidak bisa tidur (gatal-gatal), kehilangan berat badan, produksi berkurang, dan anemia (Levine 199). Selain itu, kutu juga dapat sebagai vektor penyebaran penyakit pada tikus. Penyebaran penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan dari kutu yang membawa virus, bakteri, rikketsia, dan penyakit parasitik lainnya (Omudu & Ati 21). Laelaps echidninus merupakan jenis tungau yang biasa terdapat pada tikus (Gambar 1). Tungau ini memiliki ukuran yang sangat kecil dan aktif menghisap darah. L. echidninus sendiri merupakan vektor alami dari Hepatozoon muris dan dapat juga mentransmisikan agen tularemia (Francisella tularensis) di antara rodentia lain. Infestasi tungau pada tubuh tikus dapat menyebabkan iritasi dan kegatalan. L. echidninus 1973). menyebabkan lesio pada telapak kaki tikus (Flynn

19 7 a b c d e f Gambar 1 Morfologi Laelaps echidninus (ventral). (a) Kelisera, (b) Pedipalpus, (c) Peritreme, (d) Anus, (e) Keping anal, (f) Seta. Bdellonyssus bacoti atau biasa dikenal dengan Ornithonyssus bacoti, termasuk ke dalam famili Macronyssidae dan merupakan tungau yang biasa hidup pada tikus. Bdellonyssus bacoti dapat menyebabkan dermatitis dan menularkan penyakit tifus pada manusia. Tungau ini memiliki kelisera yang lebih kuat dari pada Dermanyssus sp. dan lebih mudah terlihat di bawah mikroskop. Morfologi lain dari tungau yaitu memiliki satu keping dorsal dan anus terletak di tengah anterior keping anal. B. bacoti merupakan inang antara dari Litmosoides carinii (Bowman et al. 23). Selain itu, B. bacoti sebagai vektor mekanik Trypanosoma cruzi (Jimenez et al. 1994). Notoedres cati merupakan parasit pada kucing, tikus, kelinci, dan manusia (bersifat sementara). Tungau ini memiliki ukuran dewasa mencapai m dan memiliki empat kaki yang pendek (Gambar 2). Bagian dorsal tubuh tungau terdapat sisik, namun tidak terdapat duri. Anus N. cati terletak pada bagian dorsal antara kaki ketiga dan keempat (Flynn 1973). Tungau ini menginfestasi kucing, dan dapat berpindah ke hewan lain atau manusia, tetapi hanya dapat bertahan hidup tidak lebih dari tiga hari. Hal ini disebabkan karena tungau memiliki induk semang (inang) yang spesifik (Nahm & Corwin 1997). Peradangan dan

20 8 keratinisasi pada kulit menyebabkan kulit menjadi tebal dan berkerut (Soulsby 1982). a b c d Gambar 2 Morfologi Notoedres cati. (a) Alat penghisap, (b) sisik, (c) anus, (d) Flagela (Urquhart et al. 1987). Otodectes cynotis merupakan tungau yang termasuk ke dalam famili Psoroptidae. Tubuh O. cynotis memiliki tarsi yang pendek, pedikulus pertama dan kedua tidak memiliki segmen pada betina, serta di seluruh pedikulus pada jantan. Tungau ini menginfestasi telinga bagian luar dan kulit anjing, kucing, musang, dan rubah yang dapat menyebabkan iritasi. Karakteristik dari penyakit yang ditimbulkan oleh O. cynotis adalah produk serumen yang berwarna gelap (Bowman et al. 23). Echidnophaga gallinacea (sticktight flea), umumnya terdapat pada ayam namun dapat menyerang hewan domestik. Pinjal ini biasanya menyerang pada bagian kepala, terutama pial pada ayam. Beberapa hewan yang dapat dijadikan inang oleh E. gallinacea antara lain burung-burung lokal (kalkun, burung puyuh), tikus, anjing, kucing, dan terkadang manusia. Bentuk dewasa dari pinjal ini dapat dikenali dari bentuk kepala dan tidak adanya pronatal serta genal ktenidia (Mullen et al. 29).

21 9 Xenopsylla cheopis merupakan genus pinjal yang terdapat pada tikus serta dapat menyerang ke manusia. Ukuran tubuh pinjal kurang lebih 2,5 mm. Tubuh pinjal terdiri dari kepala, thoraks, dan abdomen. Bagian kepala dan toraks memiliki dua segmen dan abdomen memiliki delapan segmen. X. Cheopis memiliki tiga pasang kaki (Gambar 3). Kaki belakang pinjal memiliki tungkai yang panjang sehingga pinjal dapat melompat jauh. Ciri morfologi yang membedakan X. cheopis dengan genus lainnya adalah tidak memiliki rambut dan bentuk kepala yang lebih bulat. Pinjal ini berperan penting dalam penyebaran penyakit pes di Indonesia maupun di dunia (Gage & Kosoy 25). (a) (b) Gambar 3 Xenopsylla cheopis; (a) jantan; (b) betina Gambaran Diferensiasi Sel Darah Putih pada Tikus Putih (R. norvegicus) Darah merupakan jaringan sirkulasi yang menyalurkan oksigen dan nutrisi serta membuang karbondioksida dan beberapa materi yang tidak diperlukan oleh tubuh melalui pertukaran gas, aktivitas seluler, dan pertahanan tubuh. Darah tersusun dari komponen-komponen darah, yaitu sel darah dan plasma darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah (red blood cell), sel darah putih (white blood cell), dan keping darah (platelete) (Samuelson 27).

22 Sel Darah Putih (Leucocyte) Sel darah putih dikenal sebagai leukosit merupakan unit pertahanan tubuh yang dibentuk di sumsum tulang belakang dan sebagian dibentuk di jaringan limfoid. Granulosit dan monosit merupakan sel darah putih yang dibentuk di sumsum tulang belakang, sedangkan limfosit dan sel-sel plasma dibentuk di jaringan limfoid. Granulosit merupakan sel-sel polimorfonuklear yang memiliki granular, seperti neutrofil, eosinofil, dan basofil. Granulosit memiliki masa hidup empat sampai delapan jam dalam sirkulasi darah dan empat sampai lima hari berikutnya pada jaringan yang membutuhkan. Namun, pada infeksi yang berat, masa hidup keseluruhan dapat berkurang lebih cepat karena granulosit bekerja lebih cepat pada daerah yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk ke dalam proses ketika sel-sel tersebut dimusnahkan. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 1-2 jam dalam darah, sedangkan limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung dari kebutuhan tubuh terhadap limfosit (Guyton & Hall 28) Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral. Neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit berfungsi sebagai pelindung tubuh terhadap zat asing dengan cara fagositosis (seluler). Fungsi limfosit dan sel plasma berkaitan dengan sistem imun (humoral). Diferensiasi sel darah putih dapat menjadi acuan untuk mengetahui sistem kekebalan tubuh pada tikus jika terserang suatu penyakit (Guyton & Hall 28) Neutrofil Neutrofil merupakan sel darah putih yang tergolong ke dalam sel polimorfonuklear (PMN). Neutrofil dibentuk dalam sumsum tulang dan dikeluarkan dalam sistem sirkulasi. Jumlah neutrofil normal berkisar antara 1237% dari leukosit yang beredar, garis tengah sekitar 12 m, dan terdapat dua sampai lima segmen (Gambar 4a). Sitoplasma banyak diisi oleh granula-granula spesifik (,3-,8 m ) dan berwarna merah muda (Thrall et al. 24).

23 11 Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokondria, aparatus golgi rudimenter, dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, memfagosit partikel kecil dengan aktif. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi 23) Eosinofil Eosinofil merupakan sel darah putih yang termasuk ke dalam granulosit. Jumlah eosinofil hanya -6% dari leukosit dan mempunyai garis tengah 9 m, sedikit lebih kecil dari neutrofil (Mitruka & Rawnsley 1981). Inti memiliki dua segmen, retikulum endoplasma, mitokondria, dan apparatus Golgi kurang berkembang (Gambar 4b). Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid dan mampu melakukan fagositosis terhadap komplek antigen dan antibodi (Effendi 23). Pada infeksi parasit, eosinofil diproduksi dalam jumlah yang besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi. Selain itu, eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan tempat terjadinya reaksi alergi dan diduga mampu mendetoksifikasi beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil (Guyton & Hall 28) Basofil Basofil merupakan sel darah putih yang memiliki jumlah kecil di dalam darah tikus. Jumlah basofil di dalam darah berkisar antara -3% (Thrall et al. 24). Basofil umumnya berbentuk seperti huruf S (Gambar 4c). Sitoplasma basofil berisi granul yang lebih besar dan seringkali menutupi inti. Granul basofil memiliki bentuk ireguler berwarna metakromatik. Basofil merupakan sel utama yang paling banyak ditemukan pada tempat peradangan atau alergi (Caroline et al. 29). Basofil mengandung heparin dan memiliki protein reseptor pada bagian

24 12 permukaan yang dapat mengikat IgE (Imunoglobulin yang berperan dalam pertahanan terhadap alergi) (Guyton & Hall 28) Limfosit Limfosit merupakan sel yang sferis, memiliki garis tengah 6-8 m, dengan jumlah 63-84% dari leukosit darah (Mitruka & Rawnsley 1981). Secara normal, sel limfosit mempunyai inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, inti kromatin padat, anak inti baru terlihat dengan menggunakan mikroskop elektron (Gambar 4d). Limfosit memiliki sitoplasma yang sangat sedikit, sedikit basofilik, dan mengandung granula-granula azurofilik. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 1-12 m. Ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Sel limfosit berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis. Secara fungsional, limfosit dikelompokkan menjadi dua, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T dan B dibentuk dalam sumsum tulang. Limfosit T memiliki jangka waktu hidup lama dan berperan dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh sel. Limfosit B memiliki jangka waktu hidup yang bervariasi dan berperan dalam produksi antibodi (Guyton & Hall 28) Monosit Monosit merupakan sel leukosit yang berukuran besar dan terdapat sebanyak sampai 5% dari jumlah leukosit normal (Mitruka & Rawnsley 1981). Monosit memiliki diameter 9-1 m, tetapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 2 m atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda dan kromatin kurang padat (Gambar 4e). Retikulum endoplasma yang ditemui pada monosit sedikit. Monosit banyak ditemukan dalam darah dan terdapat di dalam darah selama beberapa jam (Guyton & Hall 28). Monosit tergolong fagositik mononuklear (sistem retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk ke dalam jaringan

25 13 penghubung, dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Di dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel dengan antigen (Samuelson 27). a b c d e Gambar 4 Sel darah putih (leucocyte) dan sel darah merah (erytrocyte) ; (a) Neutrofil, (b) Eosinofil, (c) Basofil, (d) Limfosit, (e) Monosit

26 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 21 dan dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan sampel, pembuatan preparat, dan identifikasi. 3.2 Pengambilan Sampel Ektoparasit Sampel ektoparasit diambil dari empat belas ekor tikus putih ( R. norvegicus) galur Sprague Dawley. Pengambilan ektoparasit pada tikus ini dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan kapas yang dibasahi dengan alkohol 7% dan pinset. Kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ini kemudian ditempelkan ke bagian tubuh tikus yang terdapat ektoparasit. Hal ini dimaksudkan supaya ektoparasit pada tubuh tikus mudah untuk didapatkan dan dikoleksi sedangkan pinset digunakan sebagai alat bantu untuk mengambil ektoparasit yang menempel pada badan tikus. Teknik pengambilan sampel dilakukan selama sepuluh menit dan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Sampel yang telah didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi alkohol 7%. Tiap-tiap sampel ektoparasit yang telah terkumpul kemudian dipisahkan dengan kotoran yang terikut di dalam cawan petri dan dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang juga berisi alkohol 7% dan diberi label. 3.3 Pembuatan Preparat Ektoparasit Pembuatan preparat dilakukan setelah sampel semua terkumpul. Spesimen yang berasal dari alkohol dikeluarkan dari botol, kemudian dicuci dengan menggunakan air dan spesimen direndam dengan menggunakan laktofenol dalam temperatur kamar selama kurang lebih tujuh hari. Setelah tujuh hari direndam

27 15 dengan larutan laktofenol, spesimen kemudian dicuci sebanyak tiga sampai empat kali sampai air tidak berkabut. Larutan Hoyer diteteskan kurang lebih satu sampai dua tetes di atas gelas objek yang akan dipakai. Lalu satu sampai dua spesimen diletakkan ke dalam larutan Hoyer dengan cara menenggelamkan ke dalam larutan. Preparat kemudian ditutup dengan gelas penutup dan jangan sampai ada gelembung udara yang masuk. Namun, jika ada gelembung udara yang masuk maka gelas objek dipanaskan di atas api secara perlahan-lahan sehingga gelembung udara ini akan menghilang. Setelah itu, slide disimpan ke dalam slide warmer selama empat sampai lima hari atau di dalam temperatur kamar selama tujuh sampai sepuluh hari. Jika preparat tersebut sudah kering, pada sekeliling gelas penutup diberikan lapisan kuteks secara merata. 3.4 Identifikasi Ektoparasit Proses identifikasi sampel ektoparasit yang dikumpulkan dilakukan dengan pengamatan di bawah mikroskop yang kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi ektoparasit Baker & Canin (1958). 3.5 Pengamatan Tikus yang Terinfestasi Ektoparasit Kondisi Umum Pengamatan kondisi umum tikus dilakukan selama sebelum diberikan perlakuan dengan melihat kondisi normal serta perilaku (behaviour) tikus tersebut Gambaran Darah Gambaran darah tikus yang terinfeksi ektoparasit dilihat diferensiasinya berdasarkan jumlah sel-sel darah putih, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Pengambilan darah dilakukan pada empat belas ekor tikus. Sebanyak satu sampai dua tetes darah diambil dari ekor tikus, kemudian diletakkan di gelas objek. Kemudian dilakukan pengulasan darah dengan mengunakan gelas objek lainnya sehingga terbentuk ulasan darah yang tipis. Lalu ulasan tersebut didiamkan selama beberapa menit agar kering dan siap untuk dilakukan pewarnaan.

28 16 Pewarnaan dilakukan dengan cara mencelupkan preparat ulasan darah ke dalam metil alkohol selama kurang lebih tiga sampai lima menit lalu dikeringkan. Setelah kering, preparat dimasukkan ke dalam larutan Giemsa selama kurang lebih tigah puluh menit kemudian dibilas dengan air yang mengalir dan dikeringkan. Hal ini bertujuan agar seluruh preparat dapat terwarnai dengan baik. Pengamatan terhadap preparat ulas darah dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1x. Metode yang digunakan adalah metode jalur sejajar, yaitu dengan menelusuri daerah yang terpilih pada lapang pandang yang digeser satu arah sehingga tidak terjadi perhitungan ulang. Setiap leukosit yang ditemukan dideferensiasi ke dalam kelompok basofil, eosinofil, neutrofil, monosit, dan limfosit sampai berjumlah 1 leukosit. 3.6 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan gambar.

29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus, kutu Polyplax spinulosa, dan larva caplak Laelaps echidninus L. echidninus merupakan tungau yang paling banyak ditemukan pada tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley. Hasil pengamatan dan pengukuran, menunjukkan bahwa jenis L. echidninus memiliki mata tunggal, berukuran satu mm, berwarna cokelat, berbentuk oval, dan terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma dan idiosoma (Gambar 5). Gnatosoma merupakan bagian anterior sedangkan idiosoma merupakan bagian posterior dari tubuh L. echidninus. Di bagian gnatosoma terdapat sepasang pedipalpus dan kelisera. Pedipalpus terletak di lateral dan memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan kelisera. Kelisera pada L. echidninus berukuran kecil namun sangat kuat. Bagian idiosoma tidak mempunyai skutum atau perisai dorsal. Abdomennya hampir ditutupi sepenuhnya seta yang terlihat menyebar rata, berukuran kecil, meruncing dan terdapat keping genital yang berbentuk konkaf. L. echidninus dewasa memiliki empat pasang kaki yang panjang, dan bentuk yang bulat sedangkan larvanya hanya memiliki tiga pasang kaki. Stigmata terletak di bagian lateral di antara kaki ketiga dan keempat. Gambaran morfologi tersebut sesuai dengan Strandtmann & Mitchell (1963) yang menyatakan bahwa L. echindinus betina memiliki panjang rata-rata kurang lebih satu mm dengan bentuk yang oval hingga bulat dan berwarna merah kecokelatan. Pilus dentilis lurus dan apendikulat berada di puncak. Tritosternum lebih lebar dibandingkan dengan piringan pada bagian basis. Seta adanal memiliki panjang yang hampir sama dengan seta post natal yaitu 1/2-2/3. seta inner basal pada trokhanter I bervariasi, mulai dari yang paling panjang hingga yang paling pendek, dan terdapat seta yang kasar tetapi tidak terlihat begitu jelas. L.

30 18 echidninus jantan memiliki rata rata panjang sekitar 88. Seta koksa berbentuk filiform dan semua seta tarsal lonjong runcing. Peritreme terletak lebih ke depan mendekati koksa II. Seluruh seta anal terlihat tipis dengan bentuk meruncing. L. echidninus tergolong parasit yang biasa terdapat pada hewan laboratorium terutama tikus putih (R. norvegicus). L. echidninus termasuk ke dalam ordo Acariformes dan famili Laelaptidae. Foreyt (21) menyatakan bahwa L. echidninus merupakan satu di antara jenis ektoparasit yang tersebar di wilayah tropis. Tungau tersebar diseluruh dunia (worldwide distribution) karena L. echidninus memiliki ukuran tubuh kecil, yaitu satu mm dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan. i h g a b c d e f Gambar 5 Laelaps echidninus. (a) pedipalpus, (b) kelisera, (c) (d) (e) coxae 1-4, (f) keping anal, (g) seta, (h) anus, (i) kuku Berdasarkan klasifikasinya, L. echidninus tergolong ke dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acariformes, famili Laelaptidae, genus Laelaps, dan spesies Laelaps echidninus (Noble & Noble 1989). L. echidninus termasuk tungau yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di tubuh inangnya. Pada tikus putih (R. norvegicus) tungau ini biasanya ditemukan dalam bentuk dewasa dan nimfa serta beberapa di antaranya dapat ditemukan dalam bentuk larva. Siklus hidup tungau terdiri dari telur, prelarva, larva, protonimfa, deutronimfa, trinimfa dan dewasa (Mullen et al. 29). Dalam

31 19 daur hidupnya, seekor tungau betina dapat menghasilkan ratusan hingga ribuan telur. Telur-telur berubah menjadi larva dan sebagian besar bertindak sebagai ektoparasit pada inangnya. L. echidninus betina merupakan tungau yang berkembang biak secara ovivar. Tungau betina akan memproduksi hexapod larva, terkadang larva tersebut parthenogenesis. Larva tungau tidak makan, namun berganti kulit (molting) sampai fase pertama dari nimfa pada 1-13 jam. Perubahan menjadi nimfa fase kedua berlangsung dalam kurun waktu hingga sebelas hari. Lalu dalam kurun waktu tiga sampai sembilan hari akan berubah menjadi fase dewasa. Jadi, seluruh siklus hidup memerlukan waktu kurang lebih dua puluh hari. Tungau betina dapat hidup selama dua sampai tiga bulan jika makan, namun hanya mampu bertahan kurang lebih satu minggu tanpa adanya makanan. L. echidninus umum ditemukan pada tikus liar. Inang alaminya adalah cotton rats dan tikus-tikus liar lainnya. Tikus laboratorium dan mencit juga peka terhadap tungau ini dan infestasi pada tikus laboratorium sering terjadi. Hal ini dikarenakan kondisi kandang tikus yang tidak bersih maupun infestasi melalui alas kandang yang terinfestasi oleh L. echidninus. Alas kandang tikus yang biasa digunakan dalam pemeliharaan tikus laboratorium adalah jerami maupun serbuk kayu yang dapat menjadi tempat berkembang biak L. echidninus. Tungau akan makan pada malam hari dengan cara merobek kulit inang kemudian menghisap darah dari inang tersebut melalui kulit yang telah dilukai. Selain menghisap darah, L. echidninus juga memakan sekresi lakrimal dan eksudat serous dari inangnya. Terkadang, tungau juga memakan larva mereka sendiri. Pada kondisi laboratorium, mereka tidak pernah terlihat melukai kulit dari inang mereka. Menurut Flynn & Baker (27) L. echidninus merupakan inang alami dari Hepatozoon muris dan vektor Francisella tularensis, penyebab penyakit tularemia. L. echidninus dapat menyebabkan urtikaria pada tikus putih (Zhao 22).

32 Polyplax spinulosa Polyplax spinulosa merupakan kutu penghisap yang termasuk ke dalam ordo Phthiraptera dan subordo Anoplura (sucking lice), famili Polyplacidae. Kutu ini biasa ditemukan pada tikus laboratorium (R. norvegicus) dan tikus liar. Menurut Burmeister (1839) P. spinulosa tergolong ke dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Phthiraptera, famili Polyplacidae, genus Polyplax, dan spesies Polyplax spinulosa. A B a b c C d e f Gambar 6 Polyplax spinulosa. (A) Kepala, (B), Toraks, (C), Abdomen, (a) mulut, (b) antena, (c) kaki, (d) kuku, (e) segmen, (f) keping pleura Hasil penelitian menunjukkan bahwa P. spinulosa memiliki ukuran tubuh mencapai 1,5 mm dengan pembagian struktur tubuh kepala, toraks, dan abdomen. P. spinulosa tidak memiliki mata. Kepala kutu berukuran kecil dan terdapat sepasang antena yang tersegmentasi menjadi tiga sampai lima bagian dan meruncing pada bagian ujung dari antena tersebut. Di bagian toraks terdapat tiga pasang kaki dengan kuku yang berbentuk seperti capit pada bagian ujung kaki. Abdomen P. spinulosa berukuran panjang dan menyerupai kerucut. Bagian abdomen memiliki tujuh keping lateral pada setiap sisi dan memiliki tujuh sampai tiga belas keping dorsal. Tubuh kutu berwarna kuning kecokelatan (Gambar 6). Suckow et al. (26) menyatakan bahwa P. spinulosa merupakan jenis kutu yang biasa dijumpai pada tikus laboratorium (R. norvegicus). Kutu ini

33 21 memiliki tubuh yang ramping dan berwarna kuning kecoklatan dan memiliki panjang tubuh,6-1,5 mm. Pada bagian kepala umumnya memiliki bentuk yang ramping dan lebih sempit dibandingkan toraks. Di bagian toraks terdapat keping ventral yang berbentuk pentagonal. Abdomen kutu dewasa berwarna kecokelatan dan memiliki sebelas segmen yang ditutupi oleh seta. P. spinulosa betina umumnya memiliki tubuh yang lebih panjang dari pada jantan yang memiliki bentuk tubuh lebih pendek dan lebar. Pada kutu betina, organ genitalnya memiliki dua pasang gonopod yang berfungsi untuk memandu, memanipulasi, dan memberikan perekat pada telur untuk diletakkan pada rambut maupun kulit inang. Organ genital P. spinulosa jantan umumnya besar dan terletak pada bagian tengah dari abdomen. Kutu memiliki enam kaki dengan kuku yang digunakan untuk mencengkeram rambut inang (Mullen et al. 29). Kutu termasuk serangga yang bermetamorfosis tidak sempurna, yaitu perkembangbiakkan yang memiliki fase hidup telur, nimfa, dan dewasa dimana fase nimfa menyerupai fase dewasa. P. spinulosa betina termasuk hewan ovivar. Sebagian besar telurnya diletakkan pada rambut inang. Telur-telur pada kutu memiliki operculum yang merupakan tempat untuk keluarnya larva, berbentuk kerucut dengan pori-pori di sepanjang operculum. Pada bagian atas dari operculum terdapat lubang kecil yang diselimuti oleh kutikula tipis berfungsi untuk tempat respirasi embrio yang sedang berkembang. Pada tahap nimfa, terdapat tiga nimfa instar dan nimfa ketiga akan berubah menjadi dewasa. Umumnya tahap ini berlangsung selama empat sampai lima belas hari, masingmasing nimfa instar selama tiga sampai delapan hari dan menjadi dewasa mencapai 35 hari. Pada kondisi yang optimal, kutu ini dapat menghasilkan sepuluh sampai dua belas generasi pertahunnya, namun jarang terjadi pada keadaan alaminya (Mullen et al. 29). P. spinulosa termasuk ke dalam kutu dengan inang yang spesifik (host specific) dan biasanya tidak dapat hidup jauh dari inangnya lebih dari empat jam atau empat hari pada sebagian kasus. P. spinulosa menghabiskan seluruh hidupnya pada tubuh inangnya. Kutu ini dapat berkembang dengan baik pada koloni tikus laboratorium dan jika infestasi terjadi dalam jumlah yang banyak

34 22 maka dapat menyebabkan pendarahan yang serius pada tikus yang menjadi inangnya sehingga terjadi anemia serta dermatitis akibat gigitan dari P. spinulosa. Selain itu, P. spinulosa merupakan vektor dari Myoplasma haemomuris (Haemobartonella muris), Rickettsia typhii, Trypanosoma lewisi, Borellia duttoni, dan Brucella brucei (Suckow et al. 26) Larva Caplak Larva caplak merupakan jenis ektoparasit ketiga yang ditemukan pada tikus putih (R. norvegicus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva caplak yang ditemukan tergolong ke dalam ordo Parasitiformes dan famili Ixodidae. Hal ini ditunjukkan oleh adanya skutum pada larva tersebut yang merupakan ciri khas dari famili Ixodidae. Ixodidae memiliki tubuh yang berbentuk bulat telur dan mempunyai integumen. Panjang bagian dari mulut sama dengan bagian basis kapituli. Segmen kedua dari palpi dan basis kapituli tidak tumbuh ke arah lateral. Caplak jantan dan betina memiliki skutum, namun pada caplak jantan skutum menutupi seluruh tubuh bagian dorsal sedangkan pada betina hanya menutupi sepertiga bagian anterior dari tubuh. Larva caplak memiliki tiga pasang kaki yang terdapat pada abdomen (Gambar 7). Caplak tergolong ke dalam famili Ixodidae (caplak keras) dan Argasidae (caplak lunak). Berdasarkan hasil penangkapan tikus di Korea, Kim et al. (21) menemukan banyak larva caplak yang berasal dari famili Ixodidae pada tikus putih (R. norvegicus). Caplak dewasa memiliki daur hidup yang diawali dari bentuk telur yang diletakkan di tanah oleh induknya. Larva yang telah menetas akan segera mencari inang untuk ditempatinya agar dapat bertahan hidup. Larva akan berubah menjadi nimfa. Larva dan nimfa caplak menghisap darah inangnya untuk dapat melakukan perubahan siklus hingga pencapaian dewasanya. Larva caplak memiliki tiga pasang kaki dan tidak berwarna. Larva caplak akan berbentuk bulat dan akan menjadi lebih besar ketika kenyang menghisap darah. Stadium larva pada caplak merupakan stadium parasitik. Infestasi larva caplak dapat menyebabkan anemia dan dermatitis. Selain itu, larva caplak memiliki peranan dalam penyebaran penyakit. Nijhof et al. (27) menyatakan

35 23 bahwa Ixodidae merupakan vektor Anaplasma phagocytophilum dan Rickettsia helvetic pada tikus. Keberadaan larva caplak pada tikus laboratorium dapat terjadi karena faktor alas kandang yang digunakan terinfestasi oleh telur caplak. Pemeliharaan tikus laboratorium dikondisikan untuk dikandangkan sehingga larva yang ditemukan hanya sedikit. a b c e d Gambar 7 Larva Caplak Ixodidae. (a) palpi (b) kapitulum, (c) basis kapituli, (d) kaki, (e) skutum. 4.2 Sebaran Jenis-Jenis Ektoparasit pada Tikus Putih (R. norvegicus) Berdasarkan hasil penelitian, jenis ektoparasit yang paling dominan terdapat pada tubuh tikus spesies R. norvegicus adalah L. echidninus. Jenis-jenis ektoparasit lain yang berhasil diidentifikasi adalah P. spinulosa, dan larva caplak (Tabel 1). L. echidninus yang berhasil diidentifikasi pada empat belas ekor tikus (R. norvegicus) sebesar sebesar 92% (46 ekor). P. spinulosa teridentifikasi sebanyak 6% (3 ekor), dan larva caplak sebanyak 2% (1 ekor).

36 24 Tabel 1 Jenis ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) No Tikus Total % Jenis Ektoparasit (ekor) Laelaps Polyplax echidninus spinulosa % 6% Larva Caplak 1 1 2% Total % L. echidninus merupakan tungau yang dominan ditemukan pada tikus putih. Hal ini terkait dengan daur hidup L. echidninus yang memiliki daur hidup metamorfosis sempurna. Larva dewasa yang bertelur akan meletakkan telurtelurnya pada permukaan tanah maupun alas kandang. Telur-telur akan berubah menjadi larva, nimfa, dan dewasa pada tubuh inang. Siklus hidup L. echidninus dewasa tergolong lama karena dapat bertahan hidup selama kurang lebih dua sampai tiga bulan. 4.3 Sebaran Ektoparasit Berdasarkan Regio Hasil penelitian menunjukkan bahwa total ektoparasit yang berhasil dikoleksi dari beberapa regio tubuh empat belas ekor tikus (R. norvegicus) galur Sprague Dawley, seperti kepala, punggung, dan ekor adalah sebanyak 5 ekor (Tabel 2). Sebesar 44% (22 ekor) ektoparasit ditemukan di regio tubuh punggung tikus putih (R. norvegicus), bagian pangkal ekor sebanyak 32% (16 ekor), dan bagian kepala sebanyak 24% (12 ekor). Hasil ini menunjukkan bahwa regio yang paling dominan ditemukan ektoparasit tersebut adalah pada bagian punggung tikus putih (R. norvegicus). Hal ini terjadi karena pada bagian punggung merupakan bagian dari tubuh yang paling jarang terjadi pergerakan, pergesekan dengan kandang dan tikus lainnya sehingga pada daerah tersebut banyak

37 25 ditemukan ektoparasit. Selain itu, pada daerah punggung merupakan daerah yang nyaman bagi kehidupan ektoparasit karena pada lokasi ini memiliki kelenturan kulit yang cukup baik sehingga memudahkan ektoparasit tersebut mengambil makanan. Tabel 2 Sebaran ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) berdasarkan regio No Tikus Total % 4.4 Jumlah Ektoparasit pada beberapa Regio (ekor) Kepala punggung Pangkal Ekor Total Gambaran Umum Tikus yang Terinfestasi Ektoparasit Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, gigitan ektoparasit dapat mempengaruhi kondisi fisiologis dari tikus putih (R. norvegicus) yaitu tikus mengalami kegelisahan, seringnya menggigit bagian dari tubuhnya, kerontokan rambut, dan lebih sering bergerak. Banyaknya jumlah ektoparasit yang menginfestasi tikus mengakibatkan terganggunya kondisi fisiologis tikus dan dermatitis. Zhao (22) menyatakan bahwa infestasi ektoparasit dapat menyebabkan urtikaria, kerusakan pada kulit, dan anaphylaxis. Perubahan fisologis tersebut dapat mengakibatkan tikus mengalami penurunan nafsu makan, stamina, dan tingkat kesehatan tikus sehingga penggunaan tikus yang terinfestasi ektoparasit akan mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, ektoparasit dapat sebagai reservoir beberapa parasit lain, seperti Coxiella tsutsugamushi, dan leptospira interrogans (Wei et al. 21). burnetii, O.

38 Gambaran Sel Darah Putih (Leucocyte) Tikus Putih (R. norvegicus) Gambaran sel darah putih memberikan informasi mengenai reaksi sel darah putih terhadap infestasi ektoparasit pada tubuh tikus. Tabel 3 menunjukkan perbandingan persentase diferensiasi sel darah putih pada jumlah normal dengan jumlah yang didapatkan pada penelitian. Tabel 3 Persentase gambaran sel darah putih tikus putih (R. norvegicus) Sel leukosit Normal (%) Hasil penelitian (%) Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil -7-7 Basofil -3-5 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah limfosit yang didapatkan adalah 74-95%. Jumlah limfosit yang terdapat pada tikus ini lebih besar dibandingkan dengan nilai normal, yaitu berkisar antara 68-84%. Hal ini kemungkinan akibat infestasi ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga tubuh tikus membentuk suatu sistem pertahanan yang spesifik. Zat asing yang berada pada tubuh tikus putih (R. norvegicus) dikenal oleh tubuh sebagai suatu antigen. Antigen yang terdapat pada tubuh tikus putih ini akan menginduksi sel T helper yang kemudian mensekresikan limfokin untuk mengaktifkan limfosit B spesifik. Limfosit B akan berdiferensiasi membentuk plasmablas yang merupakan prekusor dari sel plasma. Sel plasma tersebut nantinya akan berproliferasi dan menghasilkan antibodi. Pada penelitian ini, jumlah monosit yang terkandung di dalam darah tikus putih (R. norvegicus) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah normal, yaitu berada dalam kisaran -13%. Hal ini berkaitan dengan monosit yang memiliki peranan dalam pertahanan lokal spesifik. Monosit merupakan sel darah yang secara bebas dapat bermigrasi ke dalam jaringan yang meradang, terutama jika

39 27 terjadi inflamasi kronik. Samuelson (27) menyatakan bahwa di dalam jaringan, monosit (makrofag) bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel dengan antigen. Kisaran eosinofil yang didapatkan dari hasil pengamatan preparat darah tikus putih (R. norvegicus) menunjukkan kisaran yang sama dengan angka normal eosinofil dalam darah tikus, yaitu sebesar -7%. Eosinofil merupakan sel yang sering diproduksi dalam jumlah besar pada tubuh yang terinfeksi parasit, dan akan melakukan migrasi besar-besaran ke lokasi yang terinfeksi parasit. Namun, dalam hal ini eosinofil bekerja hanya beberapa saat setelah paparan atau gigitan ektoparasit sehingga jumlah eosinofil dalam darah tidak begitu besar sedangkan basofil merupakan sel darah putih granuler yang hanya berjumlah sedikit pada tubuh mamalia, termasuk tikus putih (R. norvegicus). Neutrofil yang didapatkan di dalam darah tikus berkisar di antara -8%. Jumlah ini cukup rendah dibandingkan dengan kisaran normal neutrofil dalam darah, yaitu 9-34%. Hal ini terjadi akibat infestasi ektoparasit pada tikus putih (R. norvegicus) sudah berlangsung cukup lama sedangkan neutrofil merupakan sel pertahanan pertama pada respon primer dan pembentukan antibodi pada beberapa jam setelah terjadi paparan pertama oleh suatu antigen. 4.6 Pengendalian Ektoparasit pada Tikus Putih (R. norvegicus) Pemeliharaan tikus dengan baik merupakan suatu tindakan pengendalian dan pencegahan yang dapat dilakukan agar tikus putih (R. norvegicus) sebagai hewan coba tidak terinfestasi ektoparasit. Pemeliharaan tikus putih sebaiknya diletakkan pada kandang yang cukup. Sebanyak empat sampai lima ekor tikus putih merupakan jumlah yang maksimal untuk diletakkan pada sebuah kandang. Selain itu, tikus putih dapat juga dilakukan dengan menempatkan sebanyak satu tikus pada satu kandang. Ukuran kandang yang dianjurkan 9 cm 2. Kandang tersebut harus dibuat dari bahan yang baik, cukup kuat, mudah dibongkar, mudah dibersihkan, mudah untuk dipasang lagi. Kandang juga harus rutin untuk dibersihkan, yaitu seminggu dua kali. Pembersihan kandang dapat dilakukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus,

Lebih terperinci

Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Menurut Priyambodo (1995)

Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Menurut Priyambodo (1995) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tikus putih (R. norvegicus) Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

Gambar 1 Ayam kampung (sumber: 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah berkembang pesat di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasit Parasit adalah organisme yang eksistensinya tergangung adanya organisme lain yang dikenal sebagai induk semang atau hospes. Organisme yang hidup sebagai parasit sperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENGGANTIAN SEKAM DENGAN KEHADIRAN EKTOPARASIT PADA MENCIT (Mus musculus) ABSTRAK

PENGARUH FREKUENSI PENGGANTIAN SEKAM DENGAN KEHADIRAN EKTOPARASIT PADA MENCIT (Mus musculus) ABSTRAK PENGARUH FREKUENSI PENGGANTIAN SEKAM DENGAN KEHADIRAN EKTOPARASIT PADA MENCIT (Mus musculus) Armansyah Maulana Harahap 1),Endang Sulistyarini Gultom 2) Ahmad Shafwan S. Pulungan 2) 1 Laboratorium Biologi,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni, dengan pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner Penyisihan Osteologi 1. Mengetahui tentang osteologi pada bagian kepala beberapa hewan 2. Mengetahui tentang osteologi pada bagian ekstremitas cranial pada beberapa hewan 3. Mengetahui tentang osteologi

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju

TINJAUAN PUSTAKA. Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gelombang Elektromagnetik SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju daerah-daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 PARASTOLOGI Tugas 1 Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1 Editor : Vivi Pratika NIM : G0C015098 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) OLEH AGUS SAMSUDRAJAT S J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci