HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di seluruh bagian tubuh landak, kecuali pada bagian hidung, mulut, daun telinga, dan telapak kaki (Barthelmess 2006). Rambut halus dan duri tumbuh membentuk kelompok yang menyerupai suatu pola tertentu (Gambar 6). Fungsi dari rambut halus adalah sebagai pelindung dari cuaca panas maupun dingin, membantu mengatur proses homeostasis tubuh, dan sebagai reseptor sensoris (Akers dan Denbow 2008). Rambut peraba berwarna hitam dan putih terdapat di bawah hidung dan di sekitar pipi landak (Gambar 7). Rambut peraba merupakan rambut khusus yang tumbuh dari folikel hipodermis. Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh saraf yang responsif terhadap rangsangan mekanik seperti sentuhan atau gerakan (Aspinall dan O Reilly 2004). Gambar 6 Rambut halus pada regio lumbal (a dan b). Tanda panah hitam menunjukkan rambut-rambut halus yang berwarna putih dan tumbuh di sela-sela duri. Bar 2 cm. Duri-duri yang terdapat pada tubuh landak dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu duri pipih, duri sejati, duri transisi, dan duri berderak (Gambar 8). Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Barthelmess (2006) pada landak Afrika (Hystrix africaeaustralis). Duri-duri ini tersebar dengan pola penyebaran yang bervariasi sesuai regio tubuh dan jenis duri. Beberapa regio hanya terdiri dari satu jenis duri dan regio lainnya dapat terdiri dari dua jenis duri. Distribusi duri pada 11 regio dapat dilihat pada Tabel 2.

2 Gambar 7 Rambut peraba. Tanda panah hitam menunjukkan rambut peraba yang hanya terdapat di regio capitis (CA). Bar 10 cm. Tabel 2 Distribusi rambut dan duri pada 11 regio tubuh Jenis Rambut dan Regio Duri CA CE DS DT1 LT1 T2 LL DF PC MC AC Rambut halus Rambut peraba Duri pipih Duri sejati Duri transisi Duri berderak Keterangan: + Jenis duri tersebut terdapat pada suatu regio - Jenis duri tersebut tidak terdapat pada suatu regio CA: capitis, CE: cervical, DS: dorsal scapula, DT1: dorsal thorakal 1, LT1: lateral thorakal 1, T2: thorakal 2, LL: lumbal, DF: dorsal femur, PC: pangkal coccygeal, MC: median coccygeal, AE: apikal coccygeal. Duri pipih berbentuk gepeng dan tipis. Duri pipih memiliki ujung yang tidak terlalu tajam, dan agak fleksibel. Duri pipih dapat mempunyai empat pola warna, yaitu putih, hitam, putih belang hitam, dan putih belang hitam belang putih. Duri pipih merupakan duri-duri yang terdapat pada regio CA, CE, DS, DT1, LT1, dan ventral abdomen. Duri-duri ini diduga berfungsi seperti rambut penutup. Keberadaan duri-duri pipih pada regio LT1 landak betina tampaknya agar anak landak tidak terlukai oleh duri induknya pada saat menyusui. Landak memiliki tiga pasang mamae yang terletak pada bagian lateral thorakal (Norsuhana et al. 2008)

3 Duri sejati memiliki diameter yang cukup besar, sehingga bentuknya tebal. Selain itu, duri sejati memiliki ujung yang sangat tajam, relatif tidak fleksibel, dan memiliki penampang berbentuk bulat seperti yang digambarkan oleh Barthelmess (2006) pada landak Afrika. Duri sejati memiliki pola warna hitam belang putih dan putih belang hitam belang putih. Duri-duri sejati merupakan duri-duri yang terdapat pada regio T2, LL, DF, PC, dan MC. Duri-duri tersebut dapat menancap ke tubuh predator landak, sehingga dianggap sebagai alat pertahanan primer (Goodwin 1865). Jenis duri yang ketiga adalah duri transisi. Duri transisi memiliki penampang bulat kecil dan sangat panjang. Duri transisi merupakan duri yang memiliki diameter tengah duri terkecil, lebih fleksibel atau lentur, dan memiliki ukuran paling panjang dari ketiga jenis duri lainnya. Duri transisi hanya memiliki satu macam pola warna, yaitu putih belang hitam belang putih. Duri jenis ini terdapat di sebelah kanan atau kiri dari duri terbesar di beberapa kelompok duri pada regio LL, PC, dan MC. Duri ini hanya berjumlah satu buah pada satu kelompok duri. Barthelmess (2006) menyatakan bahwa duri transisi merupakan transisi dari duri sejati dan rambut peraba dalam hal panjang, diameter, dan fleksibilitas. Duri ini diduga memiliki fungsi sebagai alat sensoris. Selain itu, duri transisi diduga berfungsi untuk menambah volume penegangan duri-duri sejati ketika duri menegang pada regio LL, PC, dan MC. Hal ini bertujuan agar duri-duri sejati terlihat lebih banyak dan mengembang, sehingga predator menjadi takut dengan landak. Jenis duri terakhir adalah duri berderak yang terdapat pada regio AC. Duri berderak memiliki bentuk yang paling berbeda dari duri-duri lainnya. Pada landak Jawa, duri pada regio AC berbentuk seperti gelas piala kecil berwarna putih yang dapat mengeluarkan bunyi gemerincing seperti suara ular derik ketika landak merasa terancam oleh predator (Grzimek 1975). Hal ini serupa dengan landak Afrika (Barthelmess 2006). Duri pada AC akan menghasilkan bunyi karena saling tertekan atau terguncang antara duri yang satu dengan duri yang lain.

4 a b c d Gambar 8 Empat jenis duri landak. Duri pipih terdapat pada regio capitis, cervical, dorsal scapula, dorsal thorakal 1, dan lateral thorakal 1 (a). Duri sejati terdapat pada regio thorakal 2, lumbal, dorsal femur, pangkal coccygeal, dan median coccygeal (b). Duri transisi terdapat di beberapa kelompok pada regio lumbal, pangkal coccygeal, dan median coccygeal (c). Duri berderak hanya terdapat pada apikal coccygeal (d). Bar 1 cm. Duri-duri sejati merupakan duri yang paling sering rontok, baik rontok karena menancap pada musuh atau karena waktu pergantian duri (moulting). Pada mamalia, rambut akan tumbuh terus menerus selama fase anagen. Fase anagen adalah fase ketika folikel rambut mengalami proliferasi. Setelah fase anagen, rambut akan mengalami fase katagen atau fase peralihan dari fase anagen menjadi fase telogen. Proliferasi folikel rambut akan berhenti sementara ketika rambut berada pada fase telogen atau fase istirahat (Akers dan Denbow 2008). Duri sejati pada regio T2, LL, DF, PC, dan MC diduga memiliki fase anagen yang lebih dominan, sehingga laju pertumbuhan duri berlangsung cepat. Duri-duri yang terdapat pada regio CA sampai dengan LT1 dan AC diduga memiliki fase katagen dan telogen yang lebih lama dari pada regio T2 sampai dengan MC. Oleh sebab itu, duri-duri pada regio CA sampai dengan LT1 dan AC lebih jarang mengalami moulting.

5 Panjang dan Diameter Duri Pola khas yang terbentuk pada kelompok duri dapat diamati dari perubahan warna dan ukuran duri. Kesebelas regio tersebut memiliki pola yang berbeda satu sama lain, baik dilihat dari warna dan atau ukuran durinya. Hasil pengukuran diameter dan panjang duri dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil rataan pengukuran diameter dan panjang seluruh duri di tiap regio Regio Diameter (mm) Panjang (cm) a b c x y z CA 0.14± ± ± ± ± ±0.18 CE 0.24±0.02 1± ± ± ±0.47 DS 0.28± ± ± ± ± ±0.35 DT1 0.41± ± ± ± ± ±0.11 LT1 0.34±0 1.61±0 0.48± ± ± ±0.18 T2 1.02± ± ± ± ± ±0.16 LL 1.59± ± ± ± ± ±1.23 DF 0.82± ±0 0.71± ± ± ±0.06 PC 0.72± ±0 0.67±0 0.97±0 2.32± ±0.17 MC 1.07± ± ± ± ± ±0.03 AC 0.4± ±0 3.98± ± Dari Tabel 3 didapat bahwa rata-rata diameter duri terkecil 0.14 mm, 0.57 mm, 0.17 mm (a,b,c) terdapat pada regio CA. Duri-duri pada regio CA banyak didominasi oleh warna hitam. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran panjang y 3.34±0.7 cm, sedangkan x dan z hanya 0.15±0.15 cm dan 0.18±0.18 cm. Secara makroskopis, duri pada regio CA tampak seperti rambut halus (Gambar 9). Duri-duri pada regio CE dan DS memiliki ukuran diameter dan panjang yang tidak terlalu jauh berbeda satu sama lain. Pola warna duri pada regio CE dan DS juga banyak didominasi oleh warna hitam (Gambar 9). Panjang y pada regio CE dan DS adalah 4.18±0.45 cm dan 4.41±0.12 cm. Perbedaan antara duri pada regio CE dan DS terletak di panjang x. Regio CE tidak memiliki duri dengan pangkal duri yang berwarna putih (x= 0 cm), sedangkan pada regio DS terdapat beberapa kelompok duri yang memiliki pangkal duri berwarna putih (x= 0.38±0.38 cm). Duri-duri pada regio CA, CE, dan DS ini cenderung berbentuk kecil dan pipih dengan kedua ujung yang meruncing. Hal ini sesuai dengan deskripsi yang dilaporkan oleh Barthelmess (2006) pada landak Afrika.

6 Duri-duri pada regio thorakal memiliki pola warna putih belang hitam belang putih. Pada DT1 dan LT1 warna putih di kedua sisi duri relatif sedikit. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata panjang x pada DT1 hanya 0.77 cm dan pada LT1 hanya 0.87 cm. Rata-rata panjang z pada DT1 adalah 0.47 cm dan pada LT cm. Duri pada DT1 dan LT1 berbentuk pipih dan meruncing di kedua ujungnya (Gambar 9). Duri pada regio T2 mengalami peningkatan ukuran secara progresif (Gambar 9). T2 memiliki rata-rata diameter yang cukup lebar, yaitu a=1.02 mm, b= 2.64 mm, c=0.82 mm, sehingga berbentuk agak oval dengan kedua ujung yang meruncing. Pola warna duri putih belang hitam belang putih mulai terlihat jelas pada regio T2. Hal ini terlihat dari rata-rata panjang x= 1.9 cm, y= 3.93 cm, dan z= 1.19 cm. Duri-duri pada regio LL memiliki ukuran diameter dan panjang duri yang terbesar dari seluruh regio (Gambar 9). Rata-rata diameter duri regio LL adalah a= 1.59 mm, b= 3.65 mm, c= 0.95 mm. Di sisi lain, rata-rata panjang duri regio LL adalah x= 4,08 cm, y= 4.62 cm, z= 3.45 cm (gambar 9). Regio T2 memiliki rata-rata diameter dan panjang duri kedua terbesar setelah regio LL. Diameter duri mempunyai korelasi yang sebanding dengan panjang duri. Semakin besar ukuran diameter duri maka duri juga akan semakin panjang. Duri pada regio LL, DF, PC, dan MC memiliki pola warna yang mirip dengan regio T2. Selain itu, bentuk duri pada regio LL, DF, PC, dan MC juga memiliki bentuk yang mirip dengan T2, yaitu bentuk duri oval (Gambar 9).

7 CA CE DS LT1 T2 DF LL PC MC Gambar 9 Macam-macam ukuran dan pola warna duri di sepuluh regio. Regio capitis (CA) memiliki duri yang secara makroskopis terlihat seperti rambut biasa. Regio capitis (CA), cervical (CE), dorsal scapula (DS), dan lateral thorakal 1 (LT1) didominasi oleh pola warna hitam. Pada regio thorakal 2 (T2) sampai dengan regio median coccygeal (MC) memiliki duri berpenampang bulat. Ukuran duri bertambah secara signifikan dimulai dari regio thorakal 2 (T2). Regio lumbal (LL) memiliki ukuran diameter dan panjang duri yang terbesar. Bar 1 cm.

8 Duri-duri pada regio CA merupakan duri terkecil. Semakin ke kaudal secara berturut-turut dari regio CE, DS, DT1, LT1, T2, dan LL, ukuran duri akan membesar. Duri akan kembali mengecil pada regio DF, PC, dan MC. Panjang duri dari seluruh regio telah diuji dengan uji keragaman rancangan acak lengkap dan uji Duncan. Hasil dari uji keragaman adalah P= 0,000 atau sangat berbeda nyata. Hasil dari uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji Duncan dari panjang duri di seluruh regio LL T2 DF MC DS CE PC DT1 LT1 CA CA 6.56 n 2.74 n 2.26 n 1.73 n 1.46 n 0.94 n 0.90 n 0.86 n 0.18 tn - LT n 2.57 n 2.09 n 1.55 n 1.28 n 0.77 tn 0.73 tn 0.68 tn - DT n 1.88 n 1.41 n 0.87 n 0.6 tn 0.09 tn 0.05 tn - PC 5.65 n 1.84 n 1.36 n 0.83 tn 0.55 tn 0.04 tn - CE 5.61 n 1.80 n 1.32 n 0.79 tn 0.51 tn - DS 5.10 n 1.28 n 0.81 tn 0.27 tn - MC 4.83 n 1.01 n 0.53 tn - DF 4.29 n 0.48 tn - T n - LL - Keterangan n : berbeda nyata tn : tidak berbeda nyata Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa duri dari regio CA ke regio T2 rata-rata mengalami pertambahan ukuran diameter dan panjang. Regio LL memiliki hasil berbeda nyata dengan kesembilan regio lainnya karena regio LL memiliki duri terpanjang dari regio lainnya. Hal ini diduga karena duri-duri pada regio LL merupakan duri-duri pertahanan paling utama pada landak. Ukuran duri pada regio DF tidak berbeda nyata dengan T2. Demikian juga dengan duri di regio MC tidak berbeda nyata dengan duri di regio DS. Selain itu, duri-duri pada regio PC juga tidak berbeda nyata dengan duri-duri pada regio DS dan CE. Hal ini menunjukkan bahwa dari regio CA ke arah kaudal, duri terus membesar sampai dengan regio LL dan kembali mengecil pada regio DF.

9 Pola Warna Duri Pola warna duri berbeda antar spesies landak. Landak Afrika memiliki pola warna duri sejati yang hampir mirip pada beberapa regio kaudal. Pola warna putih belang hitam belang putih pada duri-duri sejati pada landak Afrika berbentuk sejajar antara duri yang satu dengan duri yang lain (Barthelmess 2006). Pada landak Jawa, pola warna duri tiap regio berbeda-beda. Persentase pola warna duri landak berkorelasi dengan pembagian daerah penghitungan panjang (x,y,z) duri landak. Persentase pola warna duri landak didapatkan dari banyaknya frekuensi ditemukannya x,y,z di tiap regio. Hasil persentase frekuensi munculnya pola warna dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 5. Tabel 5 Persentase frekuensi munculnya pola warna duri landak pada tiap regio Warna Regio Putih I (x) Hitam (y) Putih II(z) CA CE ±0.76 DS ±2.90 DT ± ±2.21 LT ± ±21.57 T ± ±0.24 LL ±6.6 DF 88.09± ±0.59 PC 75.7± ± ±10.79 MC 87.38± ±1.77 AC Keterangan: Frekuensi putih I (x) dan putih II (z) meningkat ke arah kaudal Warna hitam (y) terdapat di setiap regio kecuali pada regio apikal coccygeal. Duri memiliki berbagai macam variasi warna mulai dari hitam, putih, putih belang hitam, hitam belang putih, dan putih belang hitam belang putih. Standar deviasi yang terdapat pada Tabel 5 memiliki nilai yang sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan warna duri landak yang sangat bervariasi pula. Tiap kelompok duri pada satu regio belum tentu memiliki persentase putih I (x), hitam (y), dan putih II (z) yang sama. Namun, secara umum, duri memiliki pangkal berwarna putih. Berdasarkan Tabel 5 dapat terlihat bahwa semua regio pasti

10 memiliki warna hitam di bagian durinya, kecuali pada regio AC, axila, dan ventral cervical. Di sisi lain, tiap regio juga terdapat ujung duri yang berwarna putih. Persentase duri dengan ujung duri yang berwarna putih II (z) terbanyak terdapat pada regio MC, yaitu sebesar 96.75%, sedangkan persentase terkecil terdapat di regio CA, yaitu sebesar 17.5%. Persentase duri dengan pangkal duri yang berwarna putih I (x) paling banyak terjadi pada regio LL, yaitu sebesar 100%. Duri yang terdapat pada regio CE tidak memiliki pangkal duri yang berwarna putih. Pola warna duri pada regio CE adalah hitam belang putih. Duri pada regio CA, CE, DS, dan DT1 didominasi oleh warna hitam. Pada ventral cervical dan sternum terdapat duri berbentuk pipih yang berwarna putih. Warna duri landak berpola warna putih belang hitam, diduga terkait dengan adanya aktivitas pigmentasi kulit yang berbeda dengan siklus pigmentasi rambut. Duri memiliki periode osilasi pigmentasi kulit yang lebih pendek daripada rambut. Pigmen duri berasal dari melanosit yang didistribusikan di sekitar folikel duri. Masing-masing pola warna yang terbentuk pada duri landak mewakili pola sementara dari aktivitas melanosit lokal saat itu. Aktivitas melanosit akan selalu berubah seiring pertumbuhan duri. Kebanyakan regio memiliki warna putih di ujung duri. Hal ini berarti bahwa sinkronisasi osilasi dari aktivitas melanosit telah terjadi sejak muda. Namun, pigmentasi pada duri bagian dasar tidak memiliki fase yang sama. Misalnya, pada regio CE panjang x= 0 cm atau persentase putih I = 0%. Meskipun aktivitas pigmentasi pada bagian dasar duri tidak disinkronkan, tetapi pola warna terlihat sinkron di berbagai regio. Pola warna duri terlihat sinkron pada semua duri karena sebagian besar duri memiliki kecepatan tumbuh yang sama dengan kecepatan gelombang pigmentasi (Suzuki et al. 2003). Menurut Suzuki et al. (2003) pola warna landak Afrika memiliki kecepatan tumbuh duri yang sama dalam satu kelompok, sehingga menghasilkan belang warna hitam putih yang sama di tiap duri dalam satu kelompok. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada landak Jawa. Pada landak Jawa, kecepatan pertumbuhan duri dalam satu kelompok tidak sama. Duri yang berada di tengah dalam satu kelompok duri diduga memiliki kecepatan tumbuh duri yang paling cepat disusul oleh duri yang ada di sebelah kanan dan kirinya, sehingga landak Jawa tidak memiliki belang warna hitam putih yang seragam pada setiap kelompok duri. Hubungan antara pola pigmentasi kulit dan kecepatan tumbuh duri dapat dilihat pada gambar 10.

11 Gambar 10 Hubungan pola pigmentasi kulit dan siklus pertumbuhan duri (Suzuki et al. 2003). Pola pigmentasi duri ditentukan oleh periode osilasi pigmen. Landak memiliki periode osilasi pigmen yang pendek, sehingga duri dapat memiliki beberapa macam variasi warna. Pola Distribusi Kelompok Duri Duri landak tumbuh membentuk kelompok-kelompok atau grup-grup. Distribusi kelompok duri landak juga membentuk suatu pola. Distribusi kelompok duri landak menyerupai pola sisik pada ikan (Gambar 11). Penyebaran kelompok duri landak yang berpola seperti pola sisik pada ikan memiliki satu keuntungan. Dengan berpola seperti pola sisik pada ikan, duri terpanjang di satu kelompok pada suatu regio tidak akan menumpuk dengan duri terpanjang kelompok di bawahnya, sehingga ketika duri menegang, duri tersebut tidak akan menusuk tubuh landak. CA CE DS DT1 T2 LL DF PC MC AC Gambar 11 Pola distribusi kelompok duri di bagian dorsal tubuh landak. Pola distribusi kelompok duri menyerupai pola sisik pada ikan. Semakin besar ukuran suatu kelompok duri maka jumlah kelompok tersebut dalam suatu regio akan semakin sedikit dan berjarak renggang. Lingkaran hitam merupakan regio lateral thorakal 1 (LT1).

12 Masing-masing kelompok duri dari tiap regio memiliki jumlah duri yang berbeda-beda. Panjang kelompok di berbagai daerah akan berbeda karena panjang kelompok akan mengikuti jumlah dan diameter duri yang ada pada kelompok duri regio tersebut. Semakin banyak jumlah dan besar diameter duri, ukuran kelompok duri akan semakin panjang. Kelompok duri pipih yang terdapat pada regio CA sampai dengan LT1 memiliki jarak yang sempit antar kelompok duri. Duri sejati yang terdapat pada regio T2 sampai dengan MC memiliki jarak antar kelompok yang lebih renggang bila dibandingkan dengan kelompok duri pipih. Semakin panjang ukuran kelompok duri maka jarak antar kelompok duri semakin renggang dan jumlah kelompok duri akan semakin sedikit. AC memiliki ukuran kelompok paling kecil karena hanya memiliki satu duri tiap kelompoknya. Ukuran kelompok duri terpanjang terdapat pada regio LL. Regio LL memiliki diameter duri terbesar dan jumlah duri yang banyak. Jumlah duri tiap kelompok akan terus meningkat dari regio CA sampai dengan regio T2. Hal tersebut sebanding dengan ukuran kelompok duri. Ukuran kelompok duri terus memanjang dari regio CA sampai dengan regio LL dan kembali mengecil dari regio DF sampai dengan AC. Jumlah duri pada setiap kelompok pada 11 regio yang diamati dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah duri pada tiap kelompok duri di masing-masing regio Regio Jumlah Duri CA 3.56 ± 0.33 CE 6.1 ± 0.71 DS 6.9 ± 0.14 DT1 6.8 ± 0.85 LT1 7.2 ± 0.85 T2 10 ± 0.28 LL 9.2 ± 0.28 DF 7.5 ± 0.42 PC 7.5 ± 0.71 MC 7.5 ± 0.42 AC 1 ± 0 Pola pertumbuhan duri pada kelompok duri di setiap regio membentuk pola seperti kipas (Gambar 12). Secara umum, duri paling pendek akan selalu berada di sisi paling kanan dan kiri dari tiap kelompok. Duri memanjang dan membesar ke arah bagian tengah kelompok duri. Duri yang terbesar dan terpanjang selalu berada di tengah kelompok duri, setelah itu duri akan mengecil dan memendek ke arah lateral.

13 Gambar 12 Pola seperti kipas pada kelompok duri di regio lumbal. Duri terpendek ditunjukkan oleh nomor 1 dan 5. Duri terpendek selalu berada di sisi lateral kanan dan kiri. Duri dalam satu kelompok akan terus memanjang dan membesar hingga mencapai duri terpanjang dan terbesar yang terdapat di tengah-tengah kelompok (3). Setelah itu, ukuran duri mengecil dan memendek kembali ke arah lateral. Bar 1 cm. Kelompok duri pada regio CA, CE, dan DS memiliki bentuk seperti kipas berukuran kecil. Contoh bentuk kelompok duri yang berpola seperti kipas berukuran kecil pada regio CE dapat dilihat pada Gambar 13. Perbedaan ukuran (tinggi dan diameter) antar tiap duri dalam satu kelompok pada ketiga regio tersebut tidak nyata. Kelompok duri yang berpola seperti kipas berukuran kecil memiliki komposisi jenis duri yang homogen. Jenis duri yang terdapat pada kelompok duri berpola seperti kipas berukuran kecil adalah duri pipih. Pola duri berbentuk seperti kipas berukuran kecil yang terdapat pada ketiga regio ini telah diuji dengan uji keragaman dan hasilnya adalah P= atau tidak berbeda nyata. Gambar 13 Contoh bentuk kipas berukuran kecil pada regio cervical. Perbedaan tinggi antar duri dalam kelompok tidak nyata. Pola kipas kecil ini dapat ditemukan pula pada regio CA dan DS. Komposisi kelompok yang berpola kipas kecil adalah duri pipih yang homogen. Bar 1 cm.

14 Dilihat dari ukuran duri, regio DT1, LT1, dan MC memiliki ukuran panjang serta diameter duri yang tidak jauh berbeda. Bentuk kipas yang terbentuk dari ketiga regio ini juga mempunyai kesamaan, yaitu berbentuk seperti kipas berukuran sedang. Setelah diuji melalui uji keragaman didapat bahwa ketiga regio ini memiliki panjang dan diameter duri yang berbeda tidak terlalu nyata. Hasil uji keragaman adalah P= Perbedaan ini diuji kembali dengan menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 7. Panjang duri sebelah lateral kanan dan kiri dalam satu kelompok memiliki ukuran panjang dan diameter duri yang tidak berbeda. Ukuran duri paling lateral dan duri yang terletak di antara duri paling lateral dengan duri terbesar memiliki ukuran yang tidak terlalu berbeda nyata dengan duri terbesar. Hasil dari uji Duncan dapat menunjukkan bahwa ketiga regio tersebut memiliki bentuk kelompok duri yang berpola seperti kipas berukuran sedang (Gambar 14) Gambar 14 Contoh bentuk kipas berukuran sedang pada regio thorakal 1. Terdapat perbedaan yang tidak terlalu nyata antara tinggi duri yang satu dengan duri yang lain dalam satu kelompok. Panjang duri nomor 1 dan 5 tidak berbeda nyata dengan panjang duri nomor 2 dan 4. Namun, panjang duri nomor 1 dan 5 berbeda nyata dengan panjang duri nomor 3. Panjang duri nomor 2 dan 4 tidak berbeda nyata dengan panjang duri nomor 3. Bar 1cm Tabel 7 Hasil uji Duncan pada perbedaan ukuran duri di regio dorsal thorakal 1, lateral thorakal 1, dan median coccygeal n 1.1 tn 0.89 tn 0.15 tn n 0.95 tn 0.73 tn tn 0.22 tn tn Keterangan: 1,2,3,4, dan 5 merupakan urutan duri yang diukur pada satu kelompok untuk menentukan pola kipas n berbeda nyata tn berbeda tidak nyata

15 Pola bentuk seperti kipas berukuran besar dari duri-duri sejati terdapat pada regio T2, LL, DF, dan PC. Uji keragaman telah dilakukan pada masingmasing regio tersebut. Hasil yang didapat dari keempat uji keragaman pada masing-masing regio adalah P= atau berbeda sangat nyata. Selanjutnya, uji Duncan dilakukan pada keempat regio tersebut. Keempat regio tersebut memiliki hasil kesimpulan uji Duncan yang sama. Hasil uji Duncan pada T2 dapat dilihat pada Tabel 8 dan uji Duncan pada ketiga regio lainnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 8 Hasil uji Duncan dari perbedaan ukuran di regio thorakal n 1.94 n 1.94 n 0.52 tn n 1.42 n 1.42 n n 0 tn n Keterangan: 1,2,3,4, dan 5 merupakan urutan duri yang diukur pada satu kelompok untuk menentukan pola kipas n berbeda nyata tn berbeda tidak nyata Pada kelompok duri yang berpola seperti kipas berukuran besar terdapat perbedaan panjang yang sangat berbeda nyata antar tiap duri dalam satu kelompok (Gambar 15). Hasil yang didapat dari uji Duncan pada keempat regio ini adalah tinggi duri di kedua sisi lateral kanan dan kiri tidak berbeda nyata. Panjang duri pada sisi-sisi lateral tersebut berbeda nyata dengan duri terbesar serta duri yang berada di antara sisi lateral dan duri terbesar. Duri yang terletak di antara sisi lateral kanan dan duri terbesar memiliki tinggi yang sama atau tidak berbeda nyata dengan duri yang terletak di antara sisi lateral kiri dan duri terbesar. Namun, duriduri di antara sisi-sisi lateral dengan duri terbesar di kelompok duri tersebut memiliki panjang yang berbeda nyata. Duri terbesar pada regio T2, LL, DF, dan PC merupakan duri yang paling panjang dari antara duri-duri lainnya dalam satu kelompok dan diduga memiliki fungsi sebagai duri pertahanan paling utama dari satu kelompok duri pertahanan.

16 Gambar 15 Contoh bentuk kipas berukuran besar pada regio thorakal 2. Terdapat perbedaan nyata antara tinggi duri yang satu dengan duri yang lain dalam satu kelompok. Duri yang terletak pada nomor 1 dan 5 memiliki panjang yang berbeda nyata dengan duri pada nomor 2, 3, dan 4. Duri yang terletak pada nomor 2 dan 4 memiliki panjang yang berbeda nyata dengan duri nomor 3. Bar 1cm. Ketiga bentuk pola kipas (kecil, sedang, besar) menunjukkan adanya diferensiasi morfologi duri sesuai dengan regio dan fungsinya. Bentuk pola kipas kecil yang terdiri atas duri pipih memiliki ukuran yang homogen. Bentuk pola seperti kipas sedang yang terdapat pada regio DT1, LT1, dan MC menunjukkan bahwa duri mulai membesar dan memanjang. Selain itu, kesamaan pola antara T1 dan MC memperlihatkan bahwa ukuran duri akan kembali mengecil pada regio DF, PC, dan MC. Bentuk pola kipas yang terakhir adalah bentuk pola seperti kipas berukuran besar. Pola ini terdiri atas duri sejati yang diduga berfungsi sebagai alat pertahanan utama. Komposisi Kelompok Duri Regio LL, PC, dan MC memiliki dua komposisi kelompok duri yang berbeda. Komposisi pertama adalah komposisi kelompok duri yang hanya terdiri atas satu jenis duri yaitu kelompok duri sejati (Gambar 16). Komposisi kedua adalah komposisi kelompok duri yang terdiri atas dua jenis duri, yaitu memiliki duri sejati dan duri transisi. Ciri khas lain yang terlihat dari pola kelompok kedua ini adalah letak duri transisi selalu berada di sebelah kanan atau kiri dari duri terbesar di kelompok LL, PC, dan MC (Gambar 17).

17 Gambar 16 Contoh pola duri pertama dengan komposisi satu jenis duri pada regio thorakal 2. Pola duri pertama bisa juga terdiri atas duri pipih saja pada regio CA, CE, DS, DT1, LT1, dan ventral abdomen. Bar 1 cm. Gambar 17 Contoh pola duri kedua yang terdiri atas dua jenis duri pada regio lumbal. Pola duri kedua terdiri atas duri sejati dan duri transisi. Pola duri kedua ini terdapat pada beberapa kelompok duri di regio LL, PC, dan MC. Duri transisi akan selalu berada di samping duri terbesar pada kelompok duri (tanda panah). Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa secara umum landak Jawa memiliki empat jenis duri yang dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Kelompok duri pada landak Jawa memiliki pola dan komposisi duri yang berbeda di beberapa regio.

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

Adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Tubuh terdiri dari bagian oral (yang memiliki mulut) dan aboral (yang tidak memiliki mulut). Pada waktu masih larva tubuhnya berbentuk bilateral

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Pengamatan pertumbuhan rambut pada kelinci Data Panjang rambut (mm) hari ke Perlakuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Pengamatan pertumbuhan rambut pada kelinci Data Panjang rambut (mm) hari ke Perlakuan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Pengamatan Tabel 2. Hasil Pengamatan pertumbuhan rambut pada kelinci Data Panjang rambut (mm) hari ke Perlakuan 3 6 9 12 15 18 P1 1,2 1,6 1,9 2 2,3 2,6 P2 0,3 0,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah digunakan oleh manusia yang hidup

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG

REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG REAKSI PUTRI MALU TERHADAP RANGSANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tumbuhan putri malu sering dijumpai di sekitar sawah, kebun, rerumputan. Tumbuhan putri malu merupakan herba memanjat atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah BAHAN AJAR Tata Rias Korektif Wajah 1. Pengertian tata rias korektif wajah. Tata rias koreksi wajah adalah menonjolkan bagian wajah yang indah dan menutupi bagian wajah yang kurang sempurna. 2. Tujuan

Lebih terperinci

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading 4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading yang dilakukan mengambil bagian atas kening dan daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman Nasional Berbak Kabupaten Muaro Jambi yang telah dilakukan di laboratoriun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU LAMPIRAN 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU 1. Agrostophyllum longifolium Habitat : herba, panjang keseluruhan ± 60 cm, pola pertumbuhan monopdodial Batang : bentuk pipih,

Lebih terperinci

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE 07 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 A. TAUTAN/LINKAGE Tautan gen merupakan salah satu penyimpangan terhadap hukum Mendel. Pada peristiwa ini, dua gen atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini

Lebih terperinci

DESAIN SURAT SUARA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

DESAIN SURAT SUARA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA - 2 - Umum Kabupaten/Kota sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; 4. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang organisasi

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Durian (Durio zibethinus L.) Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak tumbuh di hutan maupun di kebun milik penduduk. Ciri buahnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantiatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h.

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h. Lokus o~o yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a 1 ), tortoiseshell (a ) dan bukan oranye (a ) dengan jumlah a 1 + a + a = n. Frekuensi alel ditentukan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun. SAMBUNGAN LAS 13.5.1 Lingkup 13.5.1.1 Umum Pengelasan harus memenuhi standar SII yang berlaku (2441-89, 2442-89, 2443-89, 2444-89, 2445-89, 2446-89, dan 2447-89), atau penggantinya. 13.5.1.2 Jenis las

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah Tata rias koreksi wajah dimaksudkan untuk menyempurnakan bentuk wajah yang kurang sempurna menjadi bentuk wajah ideal atau bentuk wajah oval (bulat telur

Lebih terperinci

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK 1. Lokasi :... 2. Bangsa Sapi 1 :... 3. Identitas : (Kalung/No. Sapi/Nama Pemilik...) *) 4. Jenis Kelamin : ( / ) *) 5. Pengenalan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM

BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM Penyandang buta warna tentu memiliki sesuatu hal yang mempengaruhinya dalam proses pembuatan karya visualnya. Adler (seperti dikutip Damajanti,

Lebih terperinci

Training guide for the identification of yellowfin and bigeye tunas to assist Indonesian port sampling and observer programs

Training guide for the identification of yellowfin and bigeye tunas to assist Indonesian port sampling and observer programs Training guide for the identification of yellowfin and bigeye tunas to assist Indonesian port sampling and observer programs Merta, G.S. 1, Itano, D.G. 2 and Proctor, C.H. 3 1 Research Institute of Marine

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BANGSA-BANGSA KERBAU PERAH

BANGSA-BANGSA KERBAU PERAH BANGSA-BANGSA KERBAU PERAH TIK : Dengan mengikuti kuliah ke-5 ini mahasiswa dapat menjelaskan tipe bangsa kerbau perah Sub Pokok Bahasan : 1. Asal usul bangsa kerbau perah 2. Sifat masing-masing bangsa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) (Boudet 2008).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) (Boudet 2008). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Landak Jawa Landak Jawa (H. javanica) termasuk ke dalam hewan mamalia yang mengerat sehingga dalam taksonomi diklasifikasikan sebagai ordo Rodentia. Landak Jawa tergolong

Lebih terperinci

BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF

BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF 86 BAB VIII TATA RIAS KOREKTIF A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah Tata rias koreksi wajah diperlukan atas prinsip dasar bahwa bentuk muka yang dianggap kurang sempurna dapat diubah sedemikian rupa, sehingga

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007)

Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007) Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007) No. Karakteristik Deskripsi Notasi Data 1 Kecambah : Panjang Sangat pendek 1 hipokotil (*) Pendek

Lebih terperinci

1. Ciri Khusus pada Hewan

1. Ciri Khusus pada Hewan Makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang membedakan beberapa makhluk hidup dengan makhluk hidup lain disebut ciri khusus. Ciri khusus tersebut berfungsi untuk mempertahankan hidup di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA

Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA 1) Sebuah barisan baru diperoleh dari barisan bilangan bulat positif 1, 2, 3, 4, dengan menghilangkan bilangan kuadrat yang ada di dalam barisan tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water BAB IV DATA 4.1. DATA KEKERASAN Gambar 4. 1. Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water 33 Gambar 4.2. Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching air 34 4.2. DATA KECEPATAN Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap LAMPIRAN Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap P2.1 P2.1 P2.1 P2.1 P0.2 P0.2 P0.2 P0.2 P3.2 P3.2 P3.2 P3.2 P1.3 P1.3 P1.3 P1.3 P0.1 P0.1 P0.1 P0.1 P4.1 P4.1 P4.1 P4.1 P4.3 P4.3 P4.3 P4.3

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 Asal : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Silsilah : Gondok x

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Nilam 1 sampai 11 MST Hasil pengamatan tentang tinggi tanaman nilam pada umur 1 sampai dengan 11 MST dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 2. Sidik ragam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

Maine Coon Published on KucingKita.com (http://www.kucingkita.com)

Maine Coon Published on KucingKita.com (http://www.kucingkita.com) Sejarah Maine Coon adalah salah satu ras kucing yang terbentuk secara alamiah. Sesuai namanya, ras ini berasal dari negara bagian Maine (Amerika serikat). Berbagai mitos dan legenda berhubungan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

DESKRIPSI TANAMAN. Acriopsis javanica Reinw.

DESKRIPSI TANAMAN. Acriopsis javanica Reinw. DESKRIPSI TANAMAN Acriopsis javanica Reinw. Marga : Acriopsis Jenis : Acriopsis javanica Reinw Batang : Bulat mirip bawang Daun : Daun 2-3 helai, tipis berbentuk pita, menyempit ke arah pangkal Bunga :

Lebih terperinci

Ini Dia Si Pemakan Serangga

Ini Dia Si Pemakan Serangga 1 Ini Dia Si Pemakan Serangga N. bicalcarata Alam masih menyembunyikan rahasia proses munculnya ratusan spesies tanaman pemakan serangga yang hidup sangat adaptif, dapat ditemukan di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 DESKRIPSI VARIETAS LADA LADA VAR. NATAR 1 SK Menteri Pertanian nomor : 274/Kpts/KB.230/4/1988 Bentuk Tangkai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Transmisi Transmisi yaitu salah satu bagian dari sistem pemindah tenaga yang berfungsi untuk mendapatkan variasi momen dan kecepatan sesuai dengan kondisi jalan dan kondisi

Lebih terperinci

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Didalam Bab 4.1 telah dijelaskan bahwa gelombang suara di dalam fluida tidak dipengaruhi oleh permukaan luarnya yang sejajar dengan arah suara propagasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks Klon BPM 1 dan PB 260 KLON Jumlah Pembuluh Lateks Diameter Pembuluh Lateks 22.00 22.19 24.00 24.09 20.00 20.29 7.00 27.76 9.00 24.13 5.00 25.94 8.00 28.00

Lebih terperinci

Kucing MAINE COON (American Snughead)

Kucing MAINE COON (American Snughead) Kucing MAINE COON (American Snughead) Kucing Maine Coon merupakan kucing berbadan besar yang anggun dan indah. Kucing Maine Coon ini merupakan kucing yang terbentuk secara alamiah. Sesuai namanya, ras

Lebih terperinci

Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak

Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak Si Musuh Kulit Kepala Anak-Anak Microsporum canis Microsporum canis termasuk ke dalam organisme fungi dermatoifit zoofilik yaitu organisme fungi yang menyerang kulit (terutama kulit kepala dan rambut)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2014 di Kecamatan Kepenuhan, Kepenuhan Hulu Dan Kecamatan Rambah Hilir di Kabupaten Rokan Hulu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN

III.METODE PENELITIAN 20 III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2015 sampai dengan bulan Februari 2016 di lahan percobaan di desa Giriharjo, Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur.

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2 1. Bagian mata yang berfungsi mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke dalam mata adalah... Pupil

Lebih terperinci