KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUH PADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL AZHAR ANAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUH PADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL AZHAR ANAS"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUH PADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL AZHAR ANAS DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Azhar Anas. E Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si. Bambu merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pengganti kayu. Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.). Sebelum menentukan kegunaan suatu bahan baku, perlu diperhatikan sifat-sifat dasar bahan baku tersebut, yaitu sifat anatomi, sifat fisis, dan sifat mekanis. Beberapa penelitian sifat-sifat dasar bambu untuk engineering telah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut sebagian besar menggunakan contoh uji berupa bilah bambu. Sementara itu, bambu sering digunakan dalam bentuk buluh utuh, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah pengujian dengan bilah bambu setara dengan nilai bambu utuhnya. Penelitian ini menggunakan bambu tali dan ampel. Pengujian anatomi mengacu pada Pedoman Penuntun Praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu yang disusun oleh Pandit (1991), sedangkan sifat fisis berdasarkan Nuryatin (2000). Sementara contoh uji sifat mekanis pada bilah bambu mengacu pada standar ASTM D , sedangkan contoh uji sifat mekanis pada buluh utuh berdasarkan pada ISO : 2004 yang dimodifikasi. Pengamatan sifat anatomi menunjukkan ikatan vaskuler pada bambu tali dan ampel memiliki ikatan bertipe III dan IV. Jumlah vaskuler/ mm 2 dan proporsi luas vaskuler bambu tali dan bambu ampel menurun dari tepi ke dalam dan meningkat dari pangkal ke ujung. Pada bagian ruas bambu memiliki rata-rata KA 17,54%, BJ 0,69, kerapatan 0,81 g/cm 3, penyusutan tebal 4,81%, penyusutan lebar 4,48%, pengembangan tebal 4,07%, pengembangan lebar 2,16%, MOE kgf/cm 2, MOR kgf/cm 2, kekuatan tekan sejajar serat 466 kgf/cm 2, kekuatan tarik sejajar serat kgf/cm 2, dan kekuatan geser sejajar serat 101 kgf/cm 2. Sedangkan bagian buku bambu memiliki rata-rata KA 18,52%, BJ 0,71, kerapatan 0,84 g/cm 3, penyusutan tebal 4,32%, penyusutan lebar 5,68%, pengembangan tebal 2,48%, pengembangan lebar 1,64%, MOE kgf/cm 2, MOR kgf/cm 2, kekuatan tekan sejajar serat 387 kgf/cm 2, kekuatan tarik sejajar serat 959 kgf/cm 2, dan kekuatan geser sejajar serat 89 kgf/cm 2. MOE pada buluh utuh lebih kecil 109,67% dari bilahnya dan MOR buluh utuh lebih kecil 228,69% dari bilahnya. Sedangkan kekuatan sejajar serat buluh utuh lebih besar 14,53% dari bilahnya. Kata Kunci: sifat dasar bambu, ruas, buku, bilah bambu, dan buluh utuh.

3 E/THH The Characteristic of Bamboo Blade and Whole Bamboo on Tali and Ampel By: Azhar Anas 1), Naresworo Nugroho 2), Effendi Tri Bahtiar 3) INTRODUCTION : Bamboo is a natural resources that can be used as the source of basic commodity to substitute a wood. Bamboo spesies that widely used by Indonesian people are tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) and ampel (Bambusa vulgaris Schrad.). Before we determine the use of one basic commodity, we need to pay more attention on the basic characteristic of bamboo, that are the anatomy, physical, and mechanical properties. Some research of that topic, especially for engineering purpose has been done, but the majority of those research are used sample experiment in form of bamboo culm, so we need to evaluate in order to find out whether the experiment that used bamboo strip, equivalent with the value of the bamboo culm. MATERIALS AND METHOD : This research used tali and ampel. The test of anatomy according to Manual Guide Practical Work of Anatomy and Wood Identification arranged by Pandit (1991), while the test of physical characteristic based on the Nuryatin s research (2000). Sample experiment of mechanical characteristic on the bamboo were meanwhile based on ASTM D and modified of ISO :2004. RESULT AND DISCUSSION : The observation of anatomy characteristic shows that the vascular on tali and ampel have the type III and IV. The number of vascular/mm 2 and the proportion area of vascular of tali and ampel decrease from the edge to inside and increase from the base to the top. On the internode of bamboo has the average of MC 17,54%, SG 0,69, density 0,81 g/cm 3, the shrinkage on of thick 4,81%, the shrinkage of wide 4,48%, the swelling of thick 4,07%, the swelling of wide 2,16%, MOE kgf/cm 2, MOR kgf/cm 2, τ Tk// 466 kgf/cm 2, τ Tr// kgf/cm 2, and τ Gs// 101 kgf/cm 2. While the node of bamboo has the average of MC 18,52%, SG 0,71, density 0,84 g/cm 3, the shrinkage of thick 4,32%, the shrinkage of wide 5,68%, the swelling of thick 2,48%, the swelling of wide 1,64%, MOE kgf/cm 2, MOR kgf/cm 2, τ Tk// 387 kgf/cm 2, τ Tr// 959 kgf/cm 2, and τ Gs// 89 kgf/cm 2. The MOE on the bamboo culm was smaller 109,67% than the bamboo strip and the MOR of the bamboo culm was smaller 228,69% than the bamboo strip. While τ Tk// of the bamboo culm was bigger 14,53% than the bamboo strip. Keywords: the basic characteristic of bamboo, internode, node, bamboo strip, and bamboo culm 1) Student of Forest Products Department,, Faculty of Forestry, IPB 2) Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

4 KARAKTERISTIK BILAH BAMBU DAN BULUH UTUH PADA BAMBU TALI DAN BAMBU AMPEL Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor AZHAR ANAS E DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Azhar Anas NRP. E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP : Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel : Azhar Anas : E Menyetujui: Komisi Pembimbing, Ketua, Anggota Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M. Sc. NIP Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si. NIP Mengetahui: Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP Tanggal:

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan hidayah, karunia, cinta, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel merupakan laporan akhir dari penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2011-April 2012, disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya harapan besar dari penulis atas kritik dan saran yang dapat disampaikan untuk pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bogor, Mei 2012 Penulis

8 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tapanuli, pada tanggal 17 Juni 1988 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Oloan dan Rosminah. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Karet Jaya ( ), SLTP N 1 Buay Pemaca ( ), dan SMA N 1 Muaradua ( ). Pada tahun 2007 penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan kesempatan untuk menekuni mayor Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Divisi Perekonomian LDK Al-Hurriyyah ( ), ketua Departemen Kewirausahaan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (OMDA IKAMUSI) ( ), ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Mahasiswa ( ), anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) (2008), staf Departemen Rumah Tangga LDF DKM Ibaadurrahmaan ( ), ketua LDF DKM Ibaadurrahmaan ( ), staf Divisi Kaderisasi Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI) ( ), dan Majelis Syuro LDF DKM Ibaadurrahmaan ( ), serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur dan Papandayan tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) di Sukabumi tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang di PT. Intracawood Manufacturing di Tarakan Kalimantan Timur tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: Karakteristik Bilah Bambu dan Buluh Utuh pada Bambu Tali dan Bambu Ampel dibawah bimbingan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc. dan Efendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan hidayah, karunia, cinta dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat diselesaikan atas kerja keras dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Oloan, Ibunda Rosminah, Bang Hendri, Bang Wadi, Kak Siah, Kak Ida dan adikku tersayang Nopi serta keluarga lainnya atas do a, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Dr. Ir. Muhdin, M.Sc selaku dosen penguji dan Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc. F.Trop selaku ketua sidang yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen Hasil Hutan. 5. Seluruh teman-teman HI 44: Hafidz, Arief, Agus, V-del, Haris, Rirey (Ria), Eji (Age), Nut (Fina), dan Bundo (Lilis), serta adik-adik Asy- Syajaroh 45, Macaca 46 dan Risalah 47 atas kebersamaan dan ukhwahnya selama-lamanya. 6. Oci, Kindi, Dayat, bayu, Ridho, Aep, Akhir, Endang, Destia, Mega, Sarah, Puspa, Retno, Sidik, Ridwan, Ka Hafizh, Ka Oki, Ka Ari, Ka Okta, Ka Dani, teman-teman Patriot 44, Pengurus Al-Hurriyyah 07, Pasukan Padi 09 dan Pasukan Bintang 11, TIME , serta teman-teman IKAMUSI atas persahabatan dan ukhwah selamalamanya. 7. Seluruh Keluarga besar DKM Ibaadurrahmaan. 8. Penghuni Wisma Krakatau dan Rakata atas canda-tawanya selama tinggal di Bogor.

10 9. Ust. Apip, Nasir, Kuspri, Firman, Ka Hafizh, dan Ka Iman atas pertemuan tiap pekannya. 10. Satria dan Mb E (Ria) sebagai rekan satu bimbingan, Prof, Baron (Rudi), Vetri, Rima, Agustiana, Desi, Linda, Ferry, Iftor, Ana, Dina, Ika, Topik, Ikhsan, Esi, Harisfan, Gilang dan rekan- rekan THH 44 lebih punya taste yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuan, dukungan dan do a yang telah diberikan selama ini. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam melaksanakan dan penyusunan skripsi ini. Bogor, April 2012 Penulis

11 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bambu Potensi Bambu di Indonesia Bambu Tali Bambu Ampel Sifat Anatomi Bambu Sifat Fisis Bambu Kadar Air Berat Jenis (BJ) dan Kerapatan Penyusutan dan Pengembangan Dimensi Sifat Mekanis Bambu MOE dan MOR Keteguhan Tekan Sejajar Serat Keteguhan Tarik Sejajar Serat Keteguhan Geser Sejajar Serat BAB III METODELOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Bambu Pembuatan Contoh Uji Contoh Uji Sifat Anatomi Contoh Uji Sifat Fisis Contoh Uji Sifat Mekanis Pengujian Bambu Pengujian Sifat Anatomi... 17

12 ii Pengujian Sifat Fisis Pengujian Sifat Mekanis Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Anatomi Bambu Bentuk Batang Bambu Ikatan Vaskuler Bambu Distribusi Vaskuler Bambu Sifat Fisis Bambu Kadar Air BJ dan Kerapatan Penyusutan Dimensi Pengembangan Dimensi Sifat Mekanis Bambu MOE MOR Tarik Sejajar Serat Tekan Sejajar Serat Geser Sejajar Serat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

13 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Sifat fisis dan mekanis bambu Kelas kuat kayu berdasarkan PKKI Pembagian contoh uji Tipe ikatan vaskuler pada masing-masing bagian bambu tali dan bambu ampel Jumlah dan luas proporsi vaskuler Kadar air kering udara bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung MOE buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel MOR buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung... 42

14 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Diagram sebaran bambu di Indonesia Tipe ikatan pembuluh pada bambu Pembagian batang bambu Contoh uji anatomi Contoh uji KA, BJ, kerapatan, susut dan pengembangan Contoh uji MOE dan MOR pada bilah bambu dan bulu utuh Contoh uji tekan sejajar serat pada bilah bambu dan bulu utuh Contoh uji tarik sejajar serat Contoh uji geser sejajar serat Batang Bambu tali Batang bambu ampel Tipe ikatan vaskuler bambu tali Tipe ikatan vaskuler bambu ampel Jumlah vaskuler /mm 2 pada arah horizontal Proporsi luas vaskuler pada arah horizontal Jumlah vaskuler /mm 2 pada arah vertikal Proporsi luas vaskuler pada arah vertikal KA bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan Ujung BJ bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Kerapatan bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung MOE bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Grafik elastisitas buluh utuh dan bilah bambu Bentuk kerusakan buluh utuh pada pengujian MOE dan MOR MOR bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian

15 v pangkal, tengah, dan ujung Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Bentuk kerusakan bambu pada pengujian kekuatan tarik Nilai geser sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung... 42

16 vi No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik bentuk batang bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengamatan sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengujian KA, BJ, dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengujian penyusutan dimensi bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengujian pengembangan dimensi bambu tali dan bambu 6 ampel Penurunan rumus MOE dan MOR pada pengujian one point loading buluh utuh Data hasil pengujian MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel Data hasil uji korelasi MOE buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku Data hasil uji korelasi MOR buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku Data hasil pengujian kekuatan tari sejajar serat bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengujian kekutan tekan pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel Data hasil pengujian kekuatan geser buluh utuh pada bambu tali dan bambu ampel Anatomi bambu tali Anatomi bambu ampel Dokumentasi penelitian... 64

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia mengakibatkan kebutuhan akan sumberdaya kayu semakin meningkat. Namun produksi kayu dari hutan alam dan hutan tanaman belum mampu menutupi kebutuhan tersebut. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2007) diacu dalam Winarno dan Waluyo (2007), kebutuhan kayu nasional saat ini sebesar 57,1 juta m 3 per tahun, sedangkan hutan alam dan hutan tanaman hanya mampu menyediakan 45,8 juta m 3 per tahun, sehingga terjadi kekurangan pasokan kayu sebesar 11,3 juta m 3 per tahun. Untuk memenuhi kekurangan kayu tersebut perlu dicari bahan baku alternatif pengganti kayu. Bambu merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pengganti kayu. Beberapa kelebihan bambu yaitu pertumbuhannya cepat dan mudah dibentuk (Kurz 1876 diacu dalam Dransfield dan Widjaja 1995). Salah satu jenis bambu yang banyak digunakan adalah bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.). Penggunaan bahan baku yang sesuai dengan sifat dasarnya, yaitu sifat anatomi, fisis, dan mekanis akan memberikan manfaat yang lebih besar, sehingga penggunaan bahan baku akan menjadi lebih efisien dan efektif. Beberapa penelitian mengenai sifat dasar bambu untuk rekayasa bangunan telah banyak dilakukan, antara lain Lestari (1994), Nuryatin (2000), dan Damayanti (2006). Namun penelitian tersebut menggunakan contoh uji berupa bilah bambu. Sementara itu, bambu sering digunakan dalam bentuk buluh utuh, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah kekuatan pengujian dengan bilah bambu setara dengan kekuatan pengujian bambu utuhnya. 1.2 Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel, yaitu tipe ikatan veskuler, jumlah vaskuler/mm 2, dan proporsi luas vaskuler pada arah

18 2 horizontal (tepi, inti, dan dalam) dan arah vertikal (pangkal, tengah, dan ujung). 2. Membandingkan sifat fisis dan mekanis pada bagian buku (node) dan ruas (internode) pada bambu tali dan bambu ampel. 3. Membandingkan nilai hasil pengujian sifat mekanis bilah bambu tali dan bambu ampel dengan buluh utuhnya. 1.3 Manfaat Penelitian Memberikan informasi sifat-sifat dasar (anatomi, fisis dan mekanis) pada buku (node) dan ruas (internode) bambu tali dan bambu ampel. Penelitian ini juga sangat penting untuk aplikasi rekayasa bangunan, karena dapat digunakan untuk menentukan faktor koreksi dari sifat mekanis bilah ke buluh utuhnya.

19 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk pedang dan pelepah yang menonjol. Bambu adalah tumbuhan yang batang-batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang, dan mempunyai daur buluh yang menonjol (Dransfield dan Widjaja 1995). Kurz (1876) diacu dalam Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dengan sebaran yang luas. Selain itu, bambu memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah dibentuk, dan telah digunakan secara luas oleh masyarakat Asia. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kerusakan pada rumpun bambu adalah teknik penebangan. Waktu penebangan bambu yang baik adalah pada akhir musim hujan dan awal musim kemarau. Bila penebangan dilakukan di luar waktu tersebut akan menggangu pertumbuhan tunas-tunas muda, sehingga merusak rumpun bambu (Wijaya et al. 1988). Di Indonesia minimal terdapat 10 jenis bambu yang cocok untuk dijadikan bahan baku anyaman. Umur bambu yang paling baik untuk bahan baku anyaman adalah ketika berumur 1-1,5 tahun. Bila bambu terlalu tua akan sulit untuk diraut, sedangkan bila bambu terlalu muda akan mudah mengerut dan dimakan bubuk (Wijaya et al. 1988). Sedangkan menurut Sutiyono (2006), bambu baru akan dipanen pada usia 4 tahun. Setelah 4 tahun, pemanenan bambu baru bisa dilakukan secara keberlanjutan, yang artinya bambu dapat dipanen setiap tahunnya. Selain teknik penebangan, teknik pengawetan bambu juga harus diperhatikan agar batang bambu tidak diserang bubuk. Ada beberapa cara tradisional untuk mengawetkan bambu, yaitu direndam dalam air mengalir, diangin-anginkan di tempat yang teduh, dan direbus di dalam air yang mendidih. Selain dengan pengawetan tradisional, ada juga pengawetan dengan menggunakan bahan kimia, antara lain formaldehid, belerang, dan boraks (Wijaya et al. 1988).

20 4 Saat ini, bambu digunakan sebagai bahan baku material untuk pulp dan kertas, papan semen, papan partikel, sumpit, flower stick, tusuk gigi, keranjang buah, lumbung padi, bangunan restoran tradisional, bahan kontruksi bangunan di area perkotaan dan kota kecil (Sutiyono 2006). Menurut Mc Clure (1953) diacu dalam Nuryatin (2000), sifat-sifat yang menentukan kegunaan bambu adalah rata-rata dimensi batang, keruncingan batang, kelurusan batang, ukuran dan distribusi cabang, panjang ruas batang, bentuk dan proporsi ruas, proporsi relatif jaringan yang ada, kerapatan dan kekuatan kayu, serta kemudahan diserang jamur dan serangga. 2.2 Potensi Bambu di Indonesia Sumberdaya alam bambu berasal dari hutan bambu, bambu masyarakat dan perkebunan bambu. Hutan bambu adalah tanaman bambu yang tumbuh secara alami di hutan, sangat potensial, dan memiliki banyak buluh dalam satu rumpun. Sedangkan bambu masyarakat merupakan tanaman bambu yang tumbuh di halaman dan lapangan, dengan ciri berpotensi besar, batang yang bagus, mudah dikontrol, dan pertumbuhan teratur. Serta perkebunan bambu adalah tanaman bambu yang ditanam secara intensif di suatu tempat dengan pemilihan jenis unggulan, jarak tanam yang teratur, serta produksi batang yang terkontrol (Sutiyono 2006). Menurut Sutiyono (2006), Indonesia memiliki 76 spesies bambu dari 17 genus. Genus Arundinaria memiliki 1 spesies, Bambusa (19 spesies), Cephalostachyum (1 spesies), Chimonobambusa (2 spesies), Dendrocalamus (6 spesies), Dinochloa (1 spesies), Gigantochloa (18 Spesies), Melocana (1 spesies), Nastus (3 spesies), Neololeba (1 spesies), Phyllostachys (3 spesies), Pleioblatus (2 spesies), Pseudosasa (1 spesies), Schizostachyum (14 spesies), Semiarundinaris (1 spesies), Shibatea (1 spesies), dan Thytsostachys (1 spesies). Hasil listing sensus pertanian menunjukkan bahwa di Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang memiliki tanaman bambu dengan populasi mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52 % diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang (Dephut dan BPS 2004).

21 5 Menurut Dephut dan BPS (2004), tanaman bambu lebih banyak ditanam di Jawa, yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83 % dari total populasi bambu di Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun (23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi, yaitu Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %), dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di Luar Jawa, tanaman bambu terdapat di propinsi Sulawesi Selatan (3,69 %), seperti disajikan pada Gambar 1. Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang memiliki tanaman bambu di Jawa jauh lebih besar dibanding di Luar Jawa, tetapi rata-rata pengusahaan tanaman per rumah tangga tidak ada perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (di Jawa) dan 7,65 rumpun (di Luar Jawa). Lainnya 27% Jawa Barat 28% Sulawesi Selatan 4% Jawa Timur 19% Jawa Tengah 22% Gambar 1 Sebaran bambu di Indonesia. Sumber: Dephut dan BPS (2004) 2.3 Bambu Tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz) Bambu tali merupakan jenis bambu yang memiliki batang tegak dan banyak anakan. Ciri-ciri batang bambu tali antara lain tinggi m, memiliki panjang buku cm, dan tebal dinding batangnya 0,6-1,3 cm. Selain itu, bambu tali memiliki pelepah dengan miang berwana coklat kehitaman yang mengkilap. Pelepah ini tidak mudah jatuh, walau batangnya sudah tua (Sudarnadi 1996). Bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh Indonesia. Umumnya bambu tali tumbuh di dataran rendah dan dapat juga tumbuh dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 m dpl. Jenis bambu

22 6 ini merupakan jenis yang banyak dibudidayakan, karena memiliki kegunaan yang sangat banyak. Kegunaan bambu tali antara lain untuk kerajinan anyaman seperti nyiri, kukusan, besek, bilik, kipas dan lain-lain (Sudarnadi 1996). Selain itu, kegunaan bambu tali lainnya adalah sebagai bahan baku kerajianan hiasan rumah tangga (Sastrapradja et al. 1987). Beberapa ahli pernah mencoba bambu ini untuk bahan baku pembuatan kertas tetapi hasilnya kurang memuaskan sebab kertas yang dihasilkan tidak berwarna putih (Sastrapradja et al. 1987). Bambu tali merupakan jenis yang paling baik untuk dijadikan bahan baku anyaman, karena memiliki serat-serat yang panjang, halus, dan mudah lentur. Namun jenis bambu ini tidak baik digunakan untuk membuat alat musik bambu, karena mempunyai buku-buku atau (node) yang cekung, sehingga menyebabkan terjadinya gaung yang tidak beraturan (Wijaya et al. 1988). Selain memiliki banyak kegunaan, bambu ini juga memiliki kekurangan. Bambu tali tidak tahan terhadap serangan serangga tertentu. Salah satu cara tradisional untuk meningkatkan keawetan bambu tali adalah dengan melakukan perendaman selama 30 hari (Sudarnadi 1996). Perbanyakan yang umum dilakukan yaitu dengan rimpang atau potongan buluh. Perbanyakan dengan biji belum pernah dilakukan karena biji-biji jarang ditemukan (Sastrapradja et al. 1987). Perbanyakan bambu tali dapat dilakukan dengan menggunakan rimpang, stek cabang, stek buluh, dan biji. Perbanyakan yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan rimpang, karena selain keberhasilannya tinggi juga cepat diperoleh ukuran buluh dengan diameter maksimum. Jika menggunakan stek buluh, hasil yang baik adalah dengan mengunakan buluh yang berumur 1-2 tahun dengan 2 buku dan ditanam secara rebah (Handoko 1996). 2.4 Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad.) Bambu ampel merupakan bambu yang memiliki banyak anakan. Ciri batang bambu ampel antara lain tinggi m, panjang buku antara cm, diameter 4-10 cm, dan tebal dinding 1-1,5 cm (Sudarnadi 1996). Buluhnya berwarna kuning, hijau bertotol coklat, hijau mengkilat atau kuning bergaris hijau. Percabangan terdapat pada buku-buku bagian atas, tapi tidak jarang dijumpai

23 7 percabangan pada buku-buku bagian bawah. Bambu ampel memiliki cabang yang terletak berselang seling. Cabang primer lebih besar dibandingkan cabang yang lain. Pelepah buluhnya bermiang hitam, dengan pelepah buluh yang menempel. Daun pelepah buluh berbentuk bundar telur melebar. Jenis ini ditanam dengan tujuan sebagai tanaman hias dan dapat dipakai untuk campuran obat penyakit kuning. Buluhnya sangat kuat, akan tetapi bambu ini tidak tahan serangan serangga Dinoderus (Sastrapraja et al. 1987). Menurut Farrely (1984), kandungan pati pada B. vulgaris tergolong tinggi, sehingga sangat rentan terhadap serangan serangga. Meskipun demikian pemanenan atau penebangan setelah tanaman berumur tiga tahun lebih dapat mengurangi serangan serangga. Bambu ini dapat menghasilkan bubur kayu yang baik untuk bahan pembuatan kertas (Sastrapraja et al. 1987). Sedangkan menurut Sudarnadi (1996), bambu ampel biasanya digunakan sebagai bahan baku alat rumah tangga (kursi dan meja), kerajinan tangan, dan lantai rumah. 2.5 Sifat Anatomi Bambu Hasil penelitian sifat anatomi (panjang serabut, diameter sel, diameter lumen, dan tebal dinding sel) bambu betung yang berasal dari Darmaga dan Bekasi telah diteliti oleh Lestari (1994). Hasil penelitian menunjukan bahwa panjang serabut pada bagian tengah batang paling panjang (4,42 mm), sedangkan tebal dinding sel pada bagian pangkal lebih tebal (2,91 µm) jika dibandingkan bagian tengah dan ujung. Menurut Liese dan Groser (1973) diacu dalam Setiadi (2009), pada umumnya jenis bambu mempunyai ikatan serabut (fibre bundle) yang terpisah pada sisi dalam atau sisi luar ikatan vaskular pusat. Ada empat tipe ikatan pembuluh (Gambar 2), yaitu: a. Tipe I, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat (central vascular strand) yang hanya didukung oleh jaringan selubung sklerenkim dan ruang interseluler. b. Tipe II, ikatan pembuluh terdiri atas satu bagian yaitu ikatan pembuluh pusat yang hanya didukung oleh jaringan seperti selubung sklerenkim dan selubung ruang interseluler yang lebih besar dari ketiga tipe lainnya.

24 8 c. Tipe III, ikatan pembuluh terdiri atas dua bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan satu ikatan serabut. Ikatan serabut terletak di sebelah dalam ikatan vaskular pusat. Selubung ruang interseluler umumnya lebih kecil dari yang lain. d. Tipe IV, ikatan pembuluh terdiri atas tiga bagian yaitu ikatan pembuluh pusat dan dua ikatan serabut yang terletak di sebelah dalam dan luar dari ikatan vaskular pusat. a b c d Gambar 2 Tipe ikatan pembuluh pada bambu, a = Tipe I, b = Tipe II, c = Tipe III, dan d = Tipe IV. Sumber: Liese dan Groser (1973) diacu dalam Setiadi (2009). 2.6 Sifat Fisis Kayu Bambu Menurut Frick (2004) diacu dalam Bachtiar (2008), sifat fisis dan mekanis bambu tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, waktu penebangan, kelembaban udara (kadar air kesetimbangan), dan bagian bambu yang diteliti (pangkal, tengah, atau ujung serta bagian dalam atau bagian tepi/luar) Kadar Air Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) kadar air bambu adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Air

25 9 dalam bahan berkayu terdapat pada dinding sel berupa air terikat dan lumen sel berupa air bebas. Kadar air batang bambu merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis. Kadar air batang bambu segar berkisar 50-99% dan pada bambu muda %, sementara pada bambu kering bervariasi antara % (Dransfield dan Widjaja 1995) Berat Jenis (BJ) dan Kerapatan Menurut Brown et al. (1949) diacu dalam Pandit (2002), berat jenis merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu terhadap kerapatan benda standar. Sedangkan kerapatan adalah perbandingan massa atau berat benda terhadap volumenya (IAWA 2008). Berat kayu meliputi berat kayu sendiri, berat zat ekstraktif, berat air yang konstan, sedangkan jumlah airnya berubah-ubah. Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan, semakin kuat bahan berkayu tersebut (Mardikanto et al. 2011). Hasil pengukuran BJ bambu menunjukkan BJ bambu pada tiap ruas bertambah besar dengan bertambahnya ketinggian ruas batang, kemudian nilainya konstan (Subiyanto et al. 1994). Menurut Brown (1952) diacu dalam Ganie (2008) pada dasarnya sifat-sifat fisik kayu ditentukan oleh faktor-faktor yang inheren pada struktur kayu. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Banyaknya zat dinding sel yang ada pada sepotong kayu. b. Susunan serta arah mikrofibril dalam sel-sel dan jaringan-jaringan. c. Susunan kimia zat dinding sel Penyusutan dan Pengembangan Dimensi Menurut Prawiroatmodjo (1976) diacu dalam Ganie (2008), perubahan dimensi bambu tidak sama dari ketiga arah stuktur radial, tangensial, dan longitudinal sehingga bambu bersifat anisotropis. Kedua jenis perubahan dimensi mempunyai arti yang sama penting, tetapi berdasarkan pengalaman praktis yang lebih sering menggunakan bambu dalam keadaan basah, maka pengerutan bambu menjadi perhatian yang lebih besar dibanding pengembangannya. Angka pengerutan total untuk kayu atau bambu normal berkisar antara 4,5% - 14% dalam arah radial, 2,1% - 8,5% dalam arah tangensial dan 0,1% - 0,2% dalam arah longitudinal.

26 Sifat Mekanis Sifat mekanis adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan gaya yang datang dari luar yang biasa disebut gaya luar atau beban. Sifat-sifat mekanis tersebut meliputi kekuatan kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, kekuatan lentur, sifat kekakuan, sifat keuletan, sifat kekerasan dan sifat ketahan belah (Mardikanto et al. 2011). Sifat-sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis bambu, umur, kelembaban (KA kesetimbangan), bagian buluh bambu (pangkal, tengah, dan ujung), serta letak dan jarak ruas. Bambu yang dapat digunakan bahan banguan adalah bambu dengan KA 12% (Frick 2004). Tabel 1 Sifat fisis dan mekanis bambu No. Sifat yang diuji Jenis Bambu Betung Kuning Tali 1 Berat Jenis 0,61 0,52 0,65 2 Penyusutan Volume (%) Basah-KU 10,62 11,29 12,45 KU-KT 4,99 4,74 4,60 Penyusutan tebal (%) Basah-KU 6,02 4,31 5,83 KU-KT 4,30 5,47 5,32 Penyusutan lebar (%) Basah-KU 4,81 3,19 6,30 KU-KT 4,83 4,19 3,60 3 MOR (kgf/cm 2 ) * ) 4 MOE (kgf/cm 2 ) * ) 5 Tekan // (kgf/cm 2 ) * ) 6 Tarik // (kgf/cm 2 ) Sumber: Syafi i (1984) diacu dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994) Catatan: *) tidak dapat dibuat spesimen percobaan karena dinding bambu tali terlalu tipis Berdasarkan sifat fisis dan mekanis bambu pada Tabel 1, bila dibandingkan dengan kelas kuat kayu pada Tabel 2 yang dikeluarkan PKKI (1961), maka bambu betung, bambu kuning, dan bambu tali termasuk pada kelas kuat II. Namun kekuatan MOR bambu betung mampu mencapai kelas kuat I. Tabel 2 Kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis, kekuatan lentur, dan kekuatan tekan Kelas Kuat Berat Jenis Kering Udara Kukuh Lentur Mutlak (kgf/ cm 2 ) I 0, II 0,90 0, III 0,60 0, IV 0,40 0, V 0, Sumber : PKKI 1961 Kukuh Tekan Mutlak (kgf/ cm 2 )

27 Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) kekakuan atau Modulus of Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan renggangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan. Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjang, dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Makin tinggi MOE akan semakin kurang defleksi balok atau gelagar dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Sedangkan kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture (MOR) hasil dari beban maksimum dalam uji lentur. Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untuk MOE (Haygreen dan Bowyer 1993). Jansen (1990) diacu dalam Dransfield dan Widjaja (1995) memaparkan semua nilai sifat-sifat kekuatan bambu meningkat seiring dengan menurunnya kadar air dan berkolerasi positif dengan berat jenis. MOE bambu berhubungan secara langsung dengan jumlah serat. Oleh karena itu pada batang, nilai parameter ini menurun dari sisi luar menuju bagian dalam. Kisaran normal untuk bambu kering udara adalah kgf/cm 2 dan untuk batang segar kgf/cm 2. Nilai rata-rata MOR adalah 0,14 x kerapatan (dalam kg/m 3 ) untuk kondisi kering udara (KA 12%) dan 0,11 x kerapatan untuk bambu basah Kekuatan Tekan Sejajar Serat Keteguhan tekan batang bambu berbeda-beda pada bagian buku dan bagian ruas. Kekuatan tekan bambu pada ruas lebih besar 8-45% daripada bagian buku (Frick 2004). Bagian ruas memiliki kekuatan tekan dipengaruhi oleh persentase sel-sel skelenkrim, kadar air, dan posisi dalam batang. Sedangkan keteguhan lenturnya dipengaruhi oleh dalamnya batang dan keberadaan buku (Janssen 1980 diacu dalam Haris 2008).

28 Kekuatan Tarik Sejajar Serat Kekuatan tarik serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya-gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Mardikanto et al. (2011), menyatakan bahwa keteguhan tarik adalah kemampuan benda untuk menahan beban tarik. Besarnya kekuatan tergantung sifat kohesi benda tersebut. Ada 2 macam pengujian yang dilakukan yaitu tarik tegak lurus serat dan tarik sejajar serat. Keteguhan tarik dipengaruhi ukuran /dimensi bambu, kekuatan serat, dan susunan serat. Kekuatan tarik pada bagian ujung bambu lebih kuat 12% daripada bagian pangkal (Frick 2004) Keteguhan Geser Sejajar Serat Kekuatan geser adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan gaya yang cenderung untuk menggeser satu bagian dengan bagian yang lain pada bahan yang sama (Mardikanto et al. 2011). Kekuatan geser dipengaruhi oleh tebalnya dinding batang bambu dan posisi ruas (internode) atau buku (node). Kekuatan geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah dari pada dinding bambu setebal 6 mm, serta bagian ruas memiliki kekuatan geser lebih besar 50% daripada bagian buku (Frick 2004).

29 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain timbangan elektronik, desikator, oven, kaliper, mikroskop, UTM (Universal Testing Machine) merk Instron, arm circular saw, dan circular saw. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah bambu tali dan bambu ampel yang berjumlah 3 batang dengan rata-rata diameter pangkal 9 10 cm dan usia 4 tahun, yang berasal dari Arboretum Bambu Kampus IPB Darmaga. 3.3 Metode Penelitian Persiapan Bambu Bambu yang digunakan adalah bambu tali dan ampel yang diambil dari arboretum bambu IPB Darmaga dengan panjang buluh sekitar 10-10,5 m. Masingmasing jenis diambil 3 batang sebagai pengulangan. Batang bambu dibagi menjadi 3 bagian: bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung. Masingmasing bagian dibagi kembali menjadi tiga bagian lagi, yaitu pangkal (a), tengah (b), dan ujung (c). Pembagian batang bambu dapat dilihat pada Gambar 3. Pa Pb Pc Ta Tb Tc Ua Ub Uc Keterangan: Pa : Bambu pangkal bagian pangkal Pb : Bambu pangkal bagian tengah Pc : Bambu pangkal bagian ujung Gambar 3 Pembagian batang bambu. Ta : Bambu tengah bagian pangkal Tb: Bambu tengah bagian tengah Tc : Bambu tengah bagian ujung Ua : Bambu ujung bagian pangkal Ub : Bambu ujung bagian tengah Uc : Bambu ujung bagian ujung Selanjutnya bambu Pb, Tb, dan Ub dipisahkan untuk dilakukan pengujian sifat dasar bambu berupa bilah bambu pada buku (node) dan ruas (internode). Pengujian sifat dasar meliputi pengamatan struktur anatomi, pengukuran KA, BJ,

30 14 kerapatan, penyusutan dimesi, pengembangan dimensi, Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), kekuatan tekan, dan kekuatan tarik. Bambu yang tersisa dipisahkan kembali untuk dilakukan pengujian Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), kekuatan tekan sejajar serat, dan kekuatan geser sejajar serat dengan menggunakan buluh utuh. Pembagian contoh uji buluh bambu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pembagian contoh uji bambu Bilah Bambu Buluh Utuh No Kode Anatomi, KA, BJ, Kerapatan, Pengembangan, Penyusutan, MOE, MOR, Tekan, dan Tarik Geser Tekan MOE dan MOR Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas 1 Pa1 X 2 Pb1 X X 3 Pc1 X X X X 4 Ta1 X X X X 5 Tb1 X X 6 Tc1 X 7 Ua1 X 8 Ub1 X X 9 Uc1 X X X X 10 Pa2 X X X X 11 Pb2 X X 12 Pc2 X 13 Ta2 X 14 Tb2 X X 15 Tc2 X X X X 16 Ua2 X X X X 17 Ub2 X X 18 Uc2 X 19 Pa3 X 20 Pb3 X X 21 Pc3 X X X X 22 Ta3 X X X X 23 Tb3 X X 24 Tc3 X 25 Ua3 X 26 Ub3 X X 27 Uc3 X X X X Pembuatan Contoh Uji Contoh uji sifat anatomi mengacu pada Pedoman Penuntun Praktikum Anatomi dan Identifikasi Kayu (Pandit 1991 diacu dalam Nuryatin 2000), sedangkan sifat fisis berdasarkan penelitian Nuryatin (2000). Sementara contoh uji sifat mekanis pada bilah mengacu pada standar ASTM D (2008).

31 15 Sedangkan contoh uji sifat mekanis pada buluh utuh penelitian ini berdasarkan modifikasi ISO : Contoh Uji Sifat Anatomi Contoh uji sifat anatomi berukuran 3 x 2 x tebal bambu seperti terlihat pada Gambar 4. (a) (b) Gambar 4 (a) contoh uji anatomi pada buku dan (b) contoh uji anatomi pada ruas Contoh Uji Sifat Fisis Contoh uji sifat fisis untuk uji KA, BJ, Kerapatan, dan penyusutan bambu berukuran 3 x 2 x tebal bambu, sedangkan contoh uji sifat fisis untuk uji pengembangan berukuran 4 x 2 x tebal bambu. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 5. (a) (b) (c) (d) Gambar 5 (a) Contoh uji KA, BJ, kerapatan dan penyusutan pada buku, (b) Contoh Uji KA, BJ, kerapatan dan penyusutan pada ruas, (c) Contoh uji pengembangan pada buku, dan (d) Contoh uji pengembangan pada ruas Contoh Uji Sifat Mekanis 1. Contoh Uji MOE dan MOR Contoh uji MOE dan MOR pada bilah bambu berukuran 30 x 2 x tebal bambu. Sedangkan contoh uji MOE dan MOR pada buluh utuh yang seharusnya berukuran tinggi (diameter) x panjang (15 kali diameter = ± 150 cm), namun dikarenakan panjang contoh uji tidak mencukupi, maka panjang contoh uji MOE dan MOR pada buluh utuh dibuat menjadi 100 cm. Untuk lebih jelas, contoh uji MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh dapat dilihat Gambar 6.

32 16 (a) (b) (c) Gambar 6 (a) Contoh uji MOE dan MOR pada buku bilah bambu, (b) Contoh uji MOE dan MOR pada ruas bilah bambu, dan (c) Contoh uji MOE dan MOR pada buluh utuh. 2. Contoh Uji Tekan Sejajar Serat Contoh uji tekan sejajar serat pada bilah berukuran 4 x 2 x tebal bambu, sedangkan contoh uji pada buluh utuh berbentuk tabung dengan tinggi = diameter bambu. Pada pengujian ini contoh uji buluh utuh terjadi modifikasi pada contoh uji. Hal ini disebabakan alat UTM merk Instron hanya mampu memberi beban maksimal kurang dari 5000 kgf, sedangkan beban maksimal yang bisa ditahan buluh utuh lebih dari 5000 kgf. Sehingga contoh uji dibagi menjadi 4 seperti pada Gambar 7 (c) dan (d). (a) (b) (c) (d) Gambar 7 (a) Contoh uji tekan sejajar serat pada buku bilah bambu (b) Contoh uji tekan sejajar serat pada ruas bilah bambu (c) Contoh uji tekan sejajar serat pada buku buluh utuh dan (d) Contoh uji tekan sejajar serat pada ruas buluh utuh. 3. Contoh Uji Tarik Sejajar Serat Contoh uji tarik sejajar serat didasarkan pada ASTM D Contoh uji tarik sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b).

33 17 Keterangn: a: Lebar terkecil b: Tebal terkecil (a) Keterangn: a: Lebar terkecil b: Tebal terkecil (b) Gambar 8 (a) Contoh uji tarik sejajar serat pada buku dan (b) Contoh uji tarik sejajar serat pada ruas. 4. Contoh Uji Geser Sejajar Serat Pada contoh uji geser sejajar serat terjadi dimodifikasi. Hal ini dikarenakan ketidaktersediaan alat, sehingga contoh uji bulat dibagi menjadi 2. Contoh uji geser sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 9 (a) dan (b). (a) (b) Gambar 9 (a) Contoh uji geser sejajar serat pada buku dan (b) Contoh uji geser sejajar serat pada ruas Pengujian Contoh Uji Sifat Anatomi Bambu Contoh uji anatomi yang berukuran 3 x 2 x tebal bambu yang disayat bagian cross sectionnya, kemudian diletakkan di atas mikroskop. Sampel diamati dengan mikroskop perbesaran 10 kali, kemudian difoto dengan software Motic Images Plus 2.0 ML. Pengukuran yang dilakukan pada uji anatomi meliputi penentuan tipe ikatan vaskuler, jumlah vaskuler/mm 2, dan proporsi luas vaskuler pada arah horizontal (tepi, inti, dan dalam) dan vertikal (pangkal, tengah, dan ujung). Vaskular yang terdapat pada sampel dihitung jumlahnya dan diukur diameternya. Perhitungan jumlah dilakukan pada seluruh vaskuler yang terdapat pada penampang, sedangkan pengukuran diameter vaskuler untuk menghitung luas proporsi vaskuler hanya diambil sebagian.

34 Sifat Fisis Bambu 1. Kadar Air Contoh uji KA berukuran 3 x 2 x tebal bambu, ditimbang beratnya (BB) dengan timbangan digital, selanjutnya dioven pada suhu 103±2 o C hingga mencapai berat konstan. Setelah dioven, contoh uji diletakkan dalam desikator hingga suhunya mencapai suhu ruangan, selanjutnya ditimbang berat kering tanurnya (BKT). Nilai kadar air (KA) dihitung menggunakan rumus: KA(%) = BB BKT BKT Keterangan : BB = berat basah (g) 2. Berat Jenis BKT x 100% = berat kering tanur (g) Penentuan berat jenis bambu tali dan ampel dilakukan dengan contoh uji berukuran 3 cm x 2 cm x tebal bambu. Contoh uji diukur dimensi panjang, lebar, dan tebal, kemudian dioven pada suhu 103±2 o C hingga beratnya konstan, lalu ditimbang berat kering tanur (BKT). Berat Jenis dihitung berdasarkan rumus : BJ = Keterangan : BJ = Berat Jenis 3. Kerapatan BKT p l t BKT p x l x t = Berat Kering Tanur (g) = panjang contoh uji (cm) = lebar contoh uji (cm) = tebal contoh uji (cm) Penentuan kerapatan bambu tali dan ampel dilakukan dengan contoh uji berukuran 3 cm x 2 cm x tebal bambu. Contoh uji tersebut ditimbang pada keadaan kering udara (BKU), kemudian diukur dimensi panjang, lebar dan tebal. Kerapatan dihitung berdasarkan rumus : Kr = BKU p x l x t

35 19 Keterangan : Kr = Kerapatan (g/ cm 3 ) BKU = Berat Kering Udara (g) P = panjang contoh uji (cm) l = lebar contoh uji (cm) t = tebal contoh uji (cm) 4. Penyusutan Dimensi Contoh uji diukur dimensi lebar (L1) dan tebal (T1) dalam keadaan kering udara dengan kaliper. Kemudian dioven pada suhu 103±2 o C hingga beratnya konstan, lalu diukur kembali dimensi lebar (L2) dan tebal (T2). Penyusutan dimensi dihitung dengan menggunakan rumus: ST = x 100% SL = x 100% Keterangan : ST = Penyusutan dimensi tebal (%) T1 = Tebal saat BKU (cm) T2 = Tebal saat BKT (cm) SL = Penyusutan dimensi lebar (%) T1 = Lebar saat BKU (cm) T2 = Lebar saat BKT (cm) 5. Pengembangan Dimensi Contoh uji diukur dimensi tebal (T1) dan lebar (L1) dalam keadaan kering udara dengan kaliper. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 7 x 24 jam (satu minggu). Setelah direndam, ukur kembali dimensi tebal (T2) dan lebar (L2). Nilai pengembangan dihitung menggunakan rumus : PT = x 100% PL = x 100% Keterangan : PT = Pengembangan dimensi tebal (%) T1 = Tebal saat kering udara (cm) T2 = Tebal setelah perendaman (cm) PL = Pengembangan dimensi lebar (%) L1 = Lebar saat kering udara (cm) L2 = Lebar setelah perendaman (cm)

36 Sifat Mekanis Bambu 1. Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) Pengujian ini dilakukan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Laju pembebanan tidak melebihi 6 mm per menit. Span yang digunakan adalah 28 cm untuk bilah bambu dan 90 cm untuk buluh utuh. Pengujian MOE dan MOR dengan menggunakan center point loading. Nilai MOE dan MOR pada bilah bambu dapat dihitung menggunakan rumus: MOE = ΔPL3 4Δybh 3 MOR = 3 P maks L 2bh 2 Nilai MOE dan MOR pada contoh bambu utuh dapat dihitung menggunakan rumus: 3 = 12 ( 4 4 ) Keterangan : MOE = keteguhan lentur (kg/cm 2 ) MOR = keteguhan patah (kg/cm 2 ) P y Pmaks L b h π = 3,14 R r = selisih beban (kgf) MOR = Pmaks L R π (R 4 r 4 ) = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) = beban maksimum (kgf) = panjang bentang (cm) = lebar contoh uji (cm) = tebal contoh uji (cm) = jari-jari luar 2. Keteguhan Tekan sejajar serat penampang = jari-jari dalam Contoh uji kecil berukuran 3 x 2 x tebal bambu. Lalu dicari luas cross sectionnya dengan mengalikan lebar dan tebal bambu. Sedangkan pengujian tekan pada buluh utuh contoh uji diambil dari bambu bulat yang dibelah empat. Untuk menghitung besar keteguhan tekan sejajar serat menggunakan rumus: τ // = P A

37 21 Keterangan: τ Tk// = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm 2 ) P maks = Beban tekan maksimum (kg) A = Luas penampang (cm 2 ) 3. Keteguhan tarik sejajar serat (τtr//) Bambu dibentuk seperti Gambar 8 (a) dan 8 (b). Lalu dicari luas penampang terkecilnya dengan mengalikan tebal terkecil dan lebar terkecil. Untuk menghitung besar keteguhan tarik sejajar serat menggunakan rumus: τ // = P A Keterangan: τ Tr // = Keteguhan tarik sejajar serat (kg/cm 2 ) P maks = Beban tarik maksimum (kg) A = Luas penampang terkecil (cm 2 ) 4. Keteguhan geser sejajar serat Bambu dibentuk seperti Gambar 9 (a) dan 9 (b). Lalu dicari luas penampangnya dengan mengalikan terbal bambu dan a (a = x tinggi bambu). Untuk menghitung besar keteguhan geser sejajar serat menggunakan rumus: τ // = P A Keterangan: τ Gs // = Keteguhan tarik sejajar serat (kg/cm 2 ) P maks = Beban tarik maksimum (kg) A = Luas penampang terkecil (cm 2 ) 3.4 Analisis Data Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan metode deskriptif melalui pemaparan grafik yang ada. Grafik dihasilkan dari pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel Sedangkan hubungan antara sifat mekanis buluh utuh dengan bilahnya dilakukan dengan menggunakan regresi berganda.

38 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode). Jarak antar buku pada bambu tali lebih besar dibandingkan jarak antar buku pada bambu ampel. Bentuk penampakan bambu tali dan ampel dapat dilhat pada Gambar 10 dan 11. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. (a) (b) (c) Gambar 11 (a) Bambu ampel bagian pangkal, (b) Bambu ampel bagian tengah, dan (c) Bambu ampel bagian ujung. Bambu memiliki diameter luar yang semakin besar dari pangkal ke ujung. Selain itu, bambu tali dan ampel juga memiliki tebal yang semakin kecil dari pangkal ke ujung. Karakteristik bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Lampiran 1.

39 Ikatan Vaskuler Pembuluh Keberadaan ikatan pembuluh bervariasi dalam jumlah dan bentuk, baik arah horizontal maupun aksial (vertikal) dari batang. Ikatan pembuluh mempunyai ukuran yang semakin besar ke arah bagian dalam. Jumlah total ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke bagian ujung (Liese 1980). Hasil pengamatan tipe ikatan vaskuler dengan mikroskop terhadap penampang melintang bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tipe ikatan vaskuler pada masing-masing bagian bambu tali dan bambu Ampel Jenis Bambu Tali Ampel Bagian Horizontal Bagian Vertikal Pangkal Tengah Ujung Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tepi III III III III III III Inti III IV III III III III Dalam III IV III III III III Tepi IV III IV III III III Inti IV III IV III III III Dalam IV III IV III III III Pola ikatan vaskuler pada bambu tali berbeda pada bagian horizontal dan vertikal. Ikatan vaskuler bambu tali didominasi oleh vaskuler dengan ikatan tipe III dan IV. Ikatan vaskuler dengan tipe IV hanya terdapat pada bagian inti dan dalam ruas pangkal bambu, sedangkan bagian lainnya memiliki vaskuler dengan ikatan bertipe III. Untuk membedakan ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu tali dapat dilihat pada Gambar 12 (a), 12 (b), dan 12 (c). D T D T D T (a) (b) (c) Gambar 12 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah dalam bambu tali, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruas bagian pangkal sebelah inti bambu tali, dan (c) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian tengah sebelah tepi bambu tali. Pada bambu ampel, ikatan vaskulernya lebih teratur. Ikatan vaskuler bambu ampel terdiri dari ikatan bertipe III dan IV. Vaskuler dengan ikatan tipe IV terdapat pada buku pangkal dan tengah bagian tepi, inti, dan dalam. Sedangkan

40 24 bagian lainnya memiliki vaskuler dengan ikatan bertipe III. Untuk membedakan ikatan vaskuler tipe III dan IV pada bambu ampel dapat dilihat pada Gambar 13 (a), 13 (b), dan 13 (c). D T D T D T (a) (b) (c) Gambar 13 (a) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada ruas bagian pangkal sebelah dalam bambu ampel, (b) Vaskuler dengan ikatan tipe IV pada ruas bagian tengah sebelah inti bambu ampel, dan (c) Vaskuler dengan ikatan tipe III pada buku bagian ujung sebelah tepi bambu ampel Distribusi Vaskuler Pembuluh Distribusi vaskuler meliputi jumlah vaskuler/mm 2 vaskuler pada arah horizontal dan vertikal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan luas proporsi vaskuler dan proporsi luas Parameter Julmah Vaskuler /mm 2 Proporsi luas vaskuler (%) Jenis bambu Tali Ampel Tali Ampel Arah Horizontal Bagian pangkal Arah Vertikal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tepi 3,79 3,23 3,51 7,02 4,92 4,87 4,56 Inti 1,67 1,42 1,84 1,67 1,33 1,95 1,65 Dalam 0,83 1,00 0,91 1,42 0,58 1,59 1,06 Rata-rata 1,99 2,73 2,54 2,42 Tepi 3,02 3,79 3,27 2,93 2,24 3,19 3,07 Inti 0,78 1,81 1,55 1,98 1,98 2,58 1,78 Dalam 0,69 1,03 1,03 1,38 1,03 2,07 1,20 Rata-rata 1,85 2,02 2,18 2,02 Tepi 65,85 77,04 71,2 79,6 76,29 80,82 75,13 Inti 52,94 61,37 59,95 69,54 58,3 76,02 63,02 Dalam 42,05 46,49 38,52 58,44 41,11 77,98 50,76 5 Rata-rata 57,62 62,88 68,42 62,97 Tepi 69,44 77,61 67,89 75,38 64,49 81,4 72,70 Inti 33,39 64,69 49,74 73,99 72,19 75,2 61,53 Dalam 31,3 45,97 40,42 63,41 54,1 71,18 51,06 Rata-rata 53,73 61,80 69,76 61,77

41 25 Dari Tabel 5 terlihat bambu tali memiliki rata-rata jumlah vaskuler dan proporsi luas vaskuler lebih besar dibandingkan bambu ampel. Perbedaan jumlah vaskuler/mm 2 bambu tali dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat pada Gambar 14. Jumlah Vaskuler/mm Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Tepi Inti Dalam Jenis dan Bagian Bambu Gambar 14 Jumlah vaskuler / mm 2 pada arah horizontal. Dari Gambar 14 terlihat bahwa bambu tali dan ampel memiliki jumlah vaskuler/mm 2 yang semakin banyak dari dalam ke tepi. Begitu juga bagian ruas bambu tali dan bambu ampel memiliki jumlah vaskuler/mm 2 lebih banyak dibandingkan dengan bagian buku. Sedangkan proporsi luas vaskuler bambu tali dan bambu ampel pada arah horizontal dapat dilihat pada Gambar 15. Proporsi Luas Vaskuler (%) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Tepi Inti Dalam Gambar 15 Proporsi luas vaskuler pada arah horizontal. Dari Gambar 15 terlihat pola yang sama dengan Gambar 14. Bagian tepi memiliki luas proporsi yang lebih besar dibandingkan bagian tengah dan dalam, namun selisih jumlah vaskuler/mm 2 bagian tepi ke dalam lebih curam dibandingkan proporsi luas vaskuler. Hal ini dikarenakan bagian tepi memiliki ukuran vaskuler yang lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan ujung. Hal ini senada dengan Liese (1980) yang menyatakan bahwa pada bagian tepi, ikatan

42 26 pembuluh berukuran kecil dan berjumlah banyak. Sedangkan Pada bagian dalam ikatan pembuluh berukuran besar dan berjumlah sedikit. Perbedaan jumlah vaskuler/mm 2 dan proporsi luas vaskuler juga terjadi pada arah vertikal. Perbedaan jumlah vaskuler/mm 2 dan proporsi luas vaskuler pada arah vertikal dapat dilihat pada Gambar 16. Jumlah Vaskuler/mm Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 16 Jumlah vaskuler /mm 2 pada arah vertikal. Dari Gambar 16 terlihat pola sebaran jumlah vaskuler/mm 2 tidak sama pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Pada buku bambu tali dan ampel memiliki pola yang berbeda dengan ruas bambu tali dan ampel. Pada buku bambu tali dan ampel memiliki pola semakin ke atas semakin banyak jumlah vaskuler/mm 2. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tebal buluh yang semakin kecil dari pangkal ke ujung. Menurut Grosser dan Liese (1971) diacu dalam Nuryatin (2012), semakin sempit dinding buluh bambu maka terlihat ukuran dan jumlah ikatan vaskuler juga akan semakin kecil, sehingga nilai kerapatan akan semakin meningkat dari pangkal ke ujung buluh. Sedangkan pada bagian ruas bambu tali dan ampel memiliki pola jumlah vaskuler/mm 2 yang mengalami peningkatan dari pangkal ke tengah, namun mengalami sedikit penurunan pada bagian ujung. Hal ini diduga, pertumbuhan vaskuler pada bambu mengalami puncak pada bagian tengah dan menurun pada ujung buluh. Selain itu, pada bambu tali dan ampel memiliki standar deviasi yang sangat tinggi. Bahkan pada bagian ujung buku bambu tali memiliki standar deviasi yang lebih besar dibandingkan rata-rata jumlah vaskuler /mm 2. Hal ini disebabakan perbedaan jumlah vaskuler/mm 2 yang begitu besar pada bagian tepi dan dalam, sehingga menyababkan standar deviasi menjadi besar. Proporsi luas vaskuler bambu tali dan ampel pada arah vertikal dapat dilihat pada Gambar 17.

43 27 Proporsi Luas Vaskuler (%) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 17 Proporsi luas vaskuler pada arah vertikal. Dari Gambar 17 terlihat bahwa porporsi luas vaskuler pada semua bagian, baik bambu tali maupun ampel memiliki pola yang sama. Proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari pangkal ke ujung. Jika dibandingkan dengan Gambar 16 dengan Gambar 17, terlihat pola yang berbeda antara keduanya. Pada Gambar 16, jumlah vaskuler/mm 2 tidak selalu mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke ujung. Namun pada Gambar 17, proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke ujung pada semua posisi bambu tali dan ampel. 4.2 Sifat Fisis Bambu Kadar air (KA) Hasil perhitungan KA kering udara pada bagian pangkal, tengah, dan ujung baik pada buku maupun ruas, tersaji pada Tabel 6 dan Gambar 18. Tabel 6 Kadar air kering udara bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Kadar Air (%) Jenis Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung bambu Rata-rata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tali 20,77 19,20 19,18 17,75 17,58 16,82 18,55 Ampel 19,29 17,87 17,74 16,42 16,56 16,02 17,32 Dari Tabel 6 terlihat adanya perbedaan KA pada masing-masing bagian. Bambu tali memiliki KA 16,82% hingga 20,77% denga rata-rata 18,55%. Sedangkan pada bambu ampel, KA-nya berkisar 16,02 hingga 19,29% dengan rata-rata 17,32%. Selain terdapat perbedaan antar jenis, terdapat pula perbedaan KA antar bagian bambu. Untuk memperjelas perbedaan antar bagian dapat dilihat pada Gambar 18.

44 28 KA (%) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 18 KA bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Berdasarkan Gambar 18, pada bambu tali dan ampel terlihat bahwa terdapat penurunan KA dari bagian pangkal ke ujung. Menurut Nuryatin (2000), hal ini diakibatkan pada bagian ujung memiliki proporsi ikatan serabut yang lebih banyak dan didukung oleh proses lignifikasi yang lebih banyak sehingga lebih stabil dan mengakibatkan kandungan KA yang relatif lebih rendah dibandingkan bagian tengah dan pangkal. Bagian buku bambu tali dan ampel memiliki KA lebih besar daripada bagian ruas. Selain itu, KA bambu tali lebih besar dibandingkan KA bambu ampel. Menurut Sattar (1995) diacu dalam Nuryatin (2000), perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi dan komposisi kimia antar jenis yang mempengaruhi besarnya volume udara dalam batang bambu. Nilai KA pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Nuryatin (2000), nilai KA pada bambu tali sebesar 13,93% pada bagian pangkal dan 12,02% pada bagian ujung. Selain itu, hasil penelitian ini juga jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian penelitian Bachtiar (2008) yang memperoleh KA pada pangkal sebesar 12,20% dan pada tengah sebesar 12,15%. Perbedaan ini diduga disebabakan oleh pada saat pengujian curah hujan di Bogor sangat tinggi, sehingga mempengaruhi nilai KA. Menurut Habib (2010), Bambu cenderung menyerap jumlah air yang besar bila terendam atau tertimpa hujan dan bila hal ini berlangsung pada waktu yang cukup lama, bambu dapat menyerap hingga 100% dari berat keringnya BJ dan Kerapatan Hasil pengujian BJ dan kerapatan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tersaji pada Tabel 7, Gambar 19, dan Gambar 20.

45 29 Tabel 7 BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Sifat Fisis BJ Kerapatan (g/cm 3 ) Jenis bambu Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tali 0,66 0,67 0,70 0,72 0,70 0,73 0,70 Ampel 0,78 0,70 0,71 0,64 0,73 0,65 0,70 Tali 0,79 0,80 0,83 0,85 0,83 0,85 0,83 Ampel 0,92 0,83 0,83 0,79 0,85 0,76 0,83 Rata-rata Besarnya BJ pada bambu tali adalah 0,66-0,73 dengan rata-rata 0,70. Sedangkan pada bambu ampel BJ-nya berkisar 0,65-0,78 dengan rata-rata 0,70. Sedangkan kerapatan pada masing-masing bambu adalah 0,79-0,85 g/cm 3 dengan rata-rata kerapatan 0,83 g/cm 3 pada bambu tali dan 0,76-0,92 g/cm 3 dengan ratarata kerapatan 0,83 g/cm 3 pada bambu ampel. Perbedaan BJ pada masing-masing bagian bambu yang dapat dilihat pada Gambar 19. BJ Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 19 BJ bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Menurut Nuryatin (2012), BJ bambu dipengaruhi oleh kandungan sklerenkim pada bambu. Vaskuler dengan ikatan bertipe III dan IV relatif memiliki sklerenkim yang hampir sama, walaupun memiliki jumlah rantai serabut yang berbeda. Sehingga vaskuler dengan tipe ikatan III dan IV tidak memiliki perbedaan BJ yang signifikan. Dari Gambar 19, pada bambu tali terlihat bahwa BJ semakin meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung. Struktur anatomi bambu erat kaitannya dengan sifat-sifat fisis dan mekanis bambu. Bila dikaitkan dengan proporsi luas vaskuler, maka BJ bambu tali memiliki pola yang sama dengan pola proporsi luas vaskuler, yaitu semakin meningkat dari pangkal ke ujung.

46 30 Hal berbeda terjadi pada bambu ampel yang memilki BJ cenderung menurun dari bagian pangkal ke ujung. Sedangkan pada buku bambu ampel memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Jika dikaitkan dengan proporsi luas vaskuler, BJ bambu ampel memiliki pola yang berbeda dengan proporsi luas vaskuler. Pada bambu ampel, mengalami penurunan dari bagian pangkal ke bagian ujung. Sedangkan proporsi luas vaskuler mengalami peningkatan dari bagian pangkal ke bagian ujung. Hal yang sama juga terlihat pada perbadingan BJ antara bagian buku dan bagian ruas. Pada bagian buku bambu ampel memiliki BJ yang lebih besar dibandingkan ruasnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan zat ekstaktif bambu ampel mengalami penurunan dari pangkal ke ujung. Zat ekstraktif bambu ampel pada pangkal dan buku diduga lebih besar dibandingkan tengah dan ujung, serta ruas. Sehingga menyebabkan BJ bagian pangkal lebih besar dibandingkan bagian tengah dan ujung, serta BJ bagian buku lebih besar dibandingkan bagian ruas. Perbedaan besarnya kerapatan pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 20. Kerapatan (g/cm 3 ) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 20 Kerapatan bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Berdasarkan Gambar 20, besar kerapatan bambu tali dan ampel memiliki pola yang sama dengan BJ-nya. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995), susunan serat pada ruas memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang, sehingga mentebabkan kerapatan yang semakin besar dari pangkal ke ujung Penyusutan Dimensi Penyusutan adalah penurunan dimensi akibat penurunan kadar air di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer 1993). Besar penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 21.

47 31 Tabel 8 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu Tali Ampel Penyusutan Dimensi Bambu (%) Arah Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung penyusutan Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tebal 4,80 2,89 3,78 4,95 4,65 6,38 4,58 Lebar 4,27 4,29 5,19 4,75 5,29 3,74 4,59 Tebal 3,17 3,73 5,37 5,98 4,18 4,13 4,43 Lebar 5,77 4,69 4,84 4,61 8,71 4,79 5,57 Dari Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata penyusutan tebal bambu tali dan ampel lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata penyusutan lebarnya. Selain itu, rata-rata penyusutan tebal bambu tali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata penyusutan tebal bambu ampel. Sedangkan rata-rata penyusutan lebar bambu tali lebih kecil dibandingkan rata-rata penyusutan lebar bambu ampel. Rata-rata penyusutan tebal bambu tali dan ampel adalah 4,58% dan 4,43%. Sedangkan ratarata penyusutan lebar bambu tali dan ampel adalah 4,59% dan 5,57%. Untuk melihat perbedaan penyusutan dimensi pada masing-masing bagian, dapat dilihat pada Gambar 21. Penyusutan (%) Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 21 Penyusutan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 21 terlihat bahwa penyusutan dimensi pada masing-masing bagian bambu tali dan ampel memiliki pola yang berbeda-beda pada masingmasing dimensi. Hasil pengamatan Yap (1967) diacu dalam Nuryatin (2000), untuk bambu yang ditebang pada musim penghujan penyusutan hingga kondisi

48 32 kering udara besarnya adalah sekitar 10-20% (penyusutan tangensial atau penyusutan lebar) dan 15-30% (penyusutan radial atau penyusutan tebal). Sedangkan pada bambu dewasa, dengan KA 20%, penyusutan bambu sebesar 4-14% pada bagian tebal dan 3-12% pada bagian diameter/tebal (Dransfield dan Widjaja 1995). Hasil penelitian Nuryati (2000), besarnya penyusutan tebal bambu tali sebesar 19,85% pada bagian pangkal dan 12,48% pada bagian ujung. Selain itu penyusutan lebar sebesar 19,19% pada bagian pangkal dan 12,69% pada bagian ujung. Sedangkan pada bambu ampel besar penyusutan hingga KA 11,3% adalah 9,7-14% pada penyusutan tebal dan 6,0-11,9 % pada penyusutan lebar (Dransfield dan Widjaja 1995). Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Perbedaan dalam penyusutan contoh uji dari spesies yang sama di bawah kondisi yang sama diakibatkan oleh tiga faktor, yaitu: a. Ukuran dan bentuk potongan. Hal ini mempengaruhi orientasi serat dalam potongan dan keseragaman kandungan air di seluruh tebal. b. Kerapatan contoh uji. Semakin tinggi kerapatan contoh uji, semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut. c. Laju pengeringan contoh uji. Di bawah kondisi pengeringan yang cepat, terjadi tegangan internal karena perbedaan penyusutan. Hal ini sering mengakibatkan penyusutan yang lebih besar bila dibandingkan saat tidak terjadi tegangan internal. Penyusutan pada bambu berbeda jika dibandingkan penyusutan kayu. Karena pada bambu, penyusutan dimulai pada saat pengeringan atau di atas titik jenuh serat. Hal ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi antara kayu dan bambu. Pada bambu strukturnya didominasi oleh parenkim sebagai jaringan dasar yang dindingnya cukup tipis sehingga pada saat pengeringan (masih di atas titik jenuh serat), air bebas yang keluar dari rongga sel parenkim mengakibatkan tahanan dalam lumen akan menjadi berkurang. Sehingga dinding sel parenkim yang tipis akan melisut (collapse) dan proses penyusutan akan dimulai sebelum dinding sel menyusut. Dengan demikian pada tanaman bambu, besarnya penyusutan akan lebih besar dibandingkan kayu (Nuryatin 2000).

49 Pengembangan Dimensi Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), Pengembangan merupakan proses saat air memasuki struktur dinding sel. Secara sederhana pengembangan adalah kebalikan dari proses penyusutan. Besar pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 22. Tabel 9 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu Tali Ampel Arah pengembangan Pengembangan Dimensi Bambu (%) Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tebal 2,96 2,65 2,37 3,35 2,32 3,19 2,97 Lebar 2,42 3,09 1,31 1,92 1,62 1,55 1,99 Tebal 2,39 1,96 1,54 4,26 3,33 6,50 3,33 Lebar 0,92 1,85 1,79 3,10 1,75 1,45 1,81 Terlihat pada Tabel 9, rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pengembangan tebalnya. Selain itu, rata-rata pengembangan tebal bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan ampel. namun rata-rata pengembangan lebar bambu tali lebih besar dibandingkan lebar ampel. Rata-rata pengembangan tebal bambu tali dan bambu ampel adalah 2,97% dan 1,99% dan rata-rata pengembangan lebar bambu tali dan ampel adalah 3,33% dan 1,81%. Perbedaan pengembangan dimensi pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar Pengembangan (%) Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Pangkal Tengah Ujung Buku Ruas Buku Ruas Tali Jenis dan Bagian Bambu Ampel Gambar 22 Pengembangan tebal dan lebar bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.

50 34 Dari Gambar 22 terlihat bahwa kecenderungan pengembangan tebal lebih besar dari pada pengembangan lebar,serta pengembangan pada bagian ruas lebih besar dari pada bagian buku. 4.3 Sifat Mekanis Bambu Modulus of Elastisity (MOE) Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah berat jenis bambu. Berat jenis bambu merupakan ungkapan banyaknya zat kayu atau sel dinding sel. Bambu yang mempunyai berat jenis besar berarti mempunyai jumlah zat dinding sel persatuan volume yang besar. Selanjutnya zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu berarti jumlah sel sklerenkim pada bambu tersebut. Besar nilai MOE pada masing-masing bagian pada bambu tali dan ampel disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jenis Bambu Tali Ampel MOE buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel Nilai MOE (kgf/cm 2 ) Bentuk Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Bilah Buluh Bilah Buluh Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa MOE bilah bambu tali berkisar kgf/cm 2 dengan rata-rata kgf/cm 2 dan MOE pada bilah bambu ampel nilai MOE berkisar kgf/cm 2 dengan rata-rata kgf/cm 2. Sedangkan rata-rata MOE pada buluh utuh bambu tali dan bambu ampel adalah kgf/cm 2 dan kgf/cm 2. Bila dikaitkan dengan BJ, besar BJ bambu tali sama dengan BJ bambu ampel. Namun kekuatan MOE bilah bambu tali cenderung lebih besar dari pada bilah bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan bambu ampel lebih banyak mengandung zat ekstraktif dibandingkan bambu tali. Hasil penelitian Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) diacu dalam Krisdianto et al. (2007), menyebutkan bahwa kandungan silika dan abu pada bambu tali sebesar 0,37% dan 2,75%, jauh

51 35 lebih kecil dibandingkan kandungan silika dan abu pada bambu ampel sebesar 1,78% dan 3,09%. Besarnya kadungan zat ekstraktif pada bambu ampel menyebabkan bambu ampel memiliki BJ yang besar namun MOE yang lebih kecil, karena zat ekstraktif tidak memberikan tambahan kekuatan pada bambu ampel. Perbedaan besar nilai MOE pada masing-masing bagian pangkal, tengah dan ujung, serata bagian buku dan ruas dapat terlihat jelas pada Gambar 23. MOE (kgf / cm 2 ) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Tali Ampel Bilah Buluh Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 23 MOE bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Mengamati perbedaan besarnya MOE pada Gambar 23, pada bambu tali terdapat kecendrungan bagian ujung bambu memiliki nilai MOE lebih besar daripada pangkal. Hasil yang sama juga diperoleh Nuriyatin (2000) yang menunjukan kecenderungan peningkakan nilai MOE dari bagian pangkal ke ujung pada 4 dari 5 jenis bambu yang diuji. Menurut Liese (2003) diacu dalam Nuryatin (2012), panjang serabut berkolerasi sangat kuat terhadap MOE. Serabut tersusun dari sejumlah lapisan dengan berbagai orientasi mikrofibril. Susunan sel serabut tersebut akan memberikan kotribusi yang besar terhadap fleksibelitas bambu. Perbedaan besar MOE juga berbeda pada bagian buku dan ruas. Pada bambu tali, ruas bambu memiliki MOE lebih besar dari pada bagian buku. Namun kecendrungan yang berbeda terdapat pada bambu ampel. Pada bambu ampel, bagian pangkal meliliki kecendrungan MOE lebih besar dari pada bagian ujung. Menurut Jansen (1981) diacu dalam Nuryatin (2000), nilai MOE ditentukan oleh % skelerenkim. Karena adanya perbedaan % skelerenkim ini dicermin kan oleh perbedaan BJ. Sedangkan menurut Liese (1980), batang bambu terdiri atas bagian buku dan ruas. Pada bagian ruas, orientasi sel semuanya aksial tidak ada yang radial sedangkan sklerenkim pada buku dilengkapi oleh sel radial.

52 36 MOE buluh bambu tali lebih kecil dibandingkan dengan buluh bambu ampel. Sedangkan bilah bambu ampel memiliki MOE yang lebih kecil dari bilah bambu tali. Hal ini dikarenakan jarak antar buku pada bambu ampel lebih pendek dibandingkan bambu tali. Sehingga diduga menyebabkan MOE pada buluh utuh bambu ampel menjadi lebih besar dibandingkan dengan bambu tali. Pola yang berbeda juga terjadi antara besar MOE bilah bambu ampel dengan buluhnya. MOE bilah bambu ampel memiliki kecenderungan semakin kecil dari pangkal ke ujung, sedangkan MOE buluh bambu ampel memiliki kecenderungan semakin besar dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga dipengarugi oleh jarak antar buku pada contoh uji. Saat membandingkan besar MOE pada buluh utuh dengan bilah bambu, terlihat bahwa MOE pada buluh utuh lebih kecil dibandingkan dengan bilahnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kekuatan belah bambu yang sangat lemah. Sehingga menyebabkan sebelum bambu mengalami kerusakan patah, bambu sudah mengalami kerusakan belah. Hal ini terlihat dari pola grafik elastisitas pengujian buluh utuh yang menyerupai gergaji. Grafik elastisitas buluh utuh dapat dilihat pada Gambar 24. Beban (kgf) Defleksi (cm) Bilah Buluh Utuh 1 Buluh Utuh 2 Gambar 24 Grafik elastisitas buluh utuh dan bilah bambu. Gambar 24 memperlihatkan bahwa saat bilah bambu mengalami kerusakan, yaitu ketika beban mencapai maksimum, beban akan langsung turun. Sedangkan pada grafik elastisitas buluh utuh, terlihat bahwa setelah buluh mengalami kerusakan pada saat beban mencapai maksimum, beban akan jatuh

53 37 namun mampu naik kembali bahkan mampu melewati beban maksimum sebelumnya (Gambar 24 pada buluh utuh 2). Hal ini diduga kerusakan yang terjadi pada bambu saat beban maksimum berupa belah pada bambu bukan patah pada bambu, sehingga bambu masih mampu menahan beban yang ada. Bentuk kerusakan pada buluh utuh dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25 Bentuk kerusakan buluh utuh pada pengujian MOE dan MOR..Bila dikaitkan dengan jumlah buku, MOE pada ruas, dan MOE pada buku bilah, maka rumus regresi yang dapat digunakan untuk menduga kekuatan MOE buluh utuh adalah Y = 4507, ,48 X X 2 +0,34 X 3, dengan Y adalah MOE pada buluh utuh, X 1 adalah jumlah buku, X 2 adalah MOE pada ruas bilah, dan X 3 adalah MOE pada buku bilah. Namun dari ketiga faktor ini, tidak ada faktor yang berpengaruh nyata terhadap MOE buluh utuh. Diduga masih ada faktor lain yang lebih mempengaruhi kekuatan MOE buluh utuh Modulus of Rupture (MOR) Tegangan pada batas patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai MOR pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 MOR buluh utuh dan bilah bambu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu tali dan bambu ampel Jenis Bambu Tali Ampel Nilai MOR (kgf/cm 2 ) Bentuk Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Bilah Buluh Bilah Buluh Berdasarkan Tabel 11, MOR pada bilah bambu tali berkisar antara kgf/cm 2 dengan rata-rata kgf/cm 2. Pada bilah bambu ampel MOR

54 38 berkisar antara kgf/cm 2 dengan rata-rata kgf/cm 2. Sedangkan rata-rata MOR pada buluh bambu tali adalah 260 kgf/ cm 2 dan rata-rata MOR pada bulug bambu ampel adalah 483 kgf/ cm 2. Untuk mengetahui perbedaan MOR pada masing-masing bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 26. MOR (kgf / cm 2 ) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Tali Ampel Bilah Buluh Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 26 MOR bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 26 terlihat bahwa pada bilah dan buluh bambu tali dan ampel memiliki kecenderungan pola yang sama dengan pola nilai MOE. Menurut Nuryatin (2000), beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara nilai MOE dan MOR, sehingga pendugaan MOR dengan MOE dapat dilakukan. MOR buluh utuh juga bisa diduga dengan mengaitkan jumlah buku, MOR pada ruas bilah, dan MOR pada buku bilah. Persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menduga MOR buluh utuh adalah Y = -286, ,05 X 1 0,28 X 2 + 0,56 X 3, dengan Y adalah MOR pada buluh utuh, X 1 adalah jumlah buku, X 2 adalah MOE pada ruas bilah, dan X 3 adalah MOE pada buku bilah. Dari ketiga faktor tadi, jumlah buku dan MOR pada buku bilah memberikan pengaruh nyata, sedangkan MOR pada ruas bilah tidak berpengaruh nyata Tekan sejajar serat Besarnya kekuatan tekan yang dialami bambu tergantung pada luasan daerah tekan atau potongan melintang bambu yang ditekan. Tekan sejajar arah serat pada batang perlu mempertimbangkan gejala terjadinya tekuk (buckling). Besarnya nilai kekuatan tekan sejajar serat pada bambu tali dan ampel dapat dilihat pada Tabel 12.

55 39 Tabel 12 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu Tali Ampel Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm 2 ) Bentuk Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Bilah Buluh Bilah Buluh Dari Tabel 12 terlihat bahwa besar kekuatan tekan sejajar serat pada bilah bambu tali berkisar kgf/cm 2 dengan rata-rata 381 kgf/cm 2 dan besar kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara kgf/cm 2 dengan rata-rata 462 kgf/cm 2. Sedangkan pada bambu ampel besar nilai kekuatan tekan sejajar serat pada bilah berkisar antara kgf/cm 2 dengan rata-rata 451 kgf/cm 2 dan kekuatan tekan sejajar serat pada buluh utuhnya berkisar antara kgf/cm 2 dengan rata-rata 490 kgf/cm 2. Perbedaan besar nilai kekuatan tekan sejajar serat pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 27. Tekan Sejajar Serat (kgf / cm 2 ) Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Tali Ampel Bilah Buluh Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 27 Kekuatan tekan sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 27 terlihat bahwa kekuatan tekan sejajar serat bilah bambu tali dan lebih kecil dibandingkan kekuatan tekan buluh utuhnya. Hal ini dikarenakan pada buluh utuh bambu tali dan ampel memiliki kekuatan tekuk yang lebih besar sehingga menyebabkan kekuatan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel lebih besar.

56 40 Selain itu, kekutan tekan bagian buku bambu tali dan ampel memiliki kekuatan tekan lebih kecil dibandingkan pada bagian ruas. Pada buku, serat-serat ini saling bertautan dan sebagian memasuki diafragma dan cabang-cabang. Sebagai akibat dari diskontinyuitas ini buku-buku pada umumnya merupakan titik terlemah dari batang bambu (Ghavami 1988 diacu dalam Habib 2010) Tarik Sejajar Serat Kekuatan tarik sejajar serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya-gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Besarnya kekuatan tarik sejajar serat pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu Nilai tarik sejajar serat (kgf/cm 2 ) Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Rata-rata Tali Ampel Dari Tabel 13 terlihat bahwa kisaran kekuatan tarik sejajar serat bambu tali adalah kgf/cm 2 dengan rata-rata 1837 kgf/cm 2. Sedangkan pada bambu ampel kekuatan tarik sejajar serat berkisar anrata kgf/cm 2 dengan ratarata kgf/cm 2. Perbedaan kekuatan tarik sejajar serat pada masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 28. Tarik Sejajar Serat (kgf / cm 2 ) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 28 Kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.

57 41 Besarnya nilai kekuatan tarik pada bambu tali memiliki kecenderungan yang yang serupa dengan nilai kecenderungan nilai MOE. Hal ini dikarenakan luas proporsi vaskuler dan BJ bambu tali memiliki pola yang sama. Sedangkan pada bambu ampel memiliki kecenderungan yang agak berbeda dengan pola MOE namun pada bagian ruas bambu ampel memiliki pola yang sama dengan proporsi luas vaskuler bambu ampel. Kekutan tarik bagian buku bambu tali lebih kecil bila dibandingkan dengan kekuatan tarik bambu ampel. Hal ini diduga disebabkan ikatan serabut yang terjadi pada buku bambu ampel lebih kuat dibandingkan dengan ikatan serabut pada bambu tali. Menurut Wangaard (1950) diacu dalam Nuryatin (2000) menyatakan bahwa keteguhan tarik sejajar serat sangat tergantung pada kekuatan serabut (sifat kohesi) dan dipengaruhi oleh dimensi kayu, elemen penyusun dan susunannya dalam kayu. Kekuatan tarik terbesar akan diperoleh spesimen dengan serabut lurus serta berdinding tebal. Serat miring akan mengurangi kekuatan tarik. Menurut Liese (1980), pada bagian ruas (internode) memiliki sel-sel yang berorientasi aksial. Sedangkan pada bagian buku (node), orientasi seratnya adalah transversal interkoneksi. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan contoh tarik sejajar serat pada Gambar 29. (a) (b) (c) Gambar 29 (a) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada buku, (b) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada ruas bambu tali, (c) Kerusakan uji tarik sejajar serat pada ruas bambu ampel. Dari Gambar 29 terlihat bahwa kerusakan pada contoh uji tarik sejajar serat berupa buku (a), kerusakan terjadi tepat di tengah (buku). Sedangkan kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas tidak terjadi tepat di tengah. Pada bambu tali, yang memiliki pangjang ruas rata-rata lebih besar dari panjang contoh uji tarik sejajar serat, kerusan terjadi pada spanjang areal tertipis. Sedangkan kerusakan contoh uji tarik sejajar serat pada ruas bambu ampel terjadi

58 42 pada buku. Hal ini dikarenakan rata-rata panjang ruas bambu ampel lebih pendek dibandingkan pangjang contoh uji dan titik terlemah dari bambu berada di buku Geser Sejajar Serat Kekuatan geser pada bambu lebih besar dibandingkan kekuatan geser pada kayu. Besarnya nilai kekuatan geser sejajar serat pada bambu tali dan bambu ampel dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan bambu ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung Jenis Bambu Nilai Tekan sejajar serat (kgf/cm 2 ) Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung Ratarata Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Dari Tabel 14 terlihat bahwa rata-rata kekuatan geser sejajar serat bambu tali lebih kecil dibandingkan kekutan geser bambu ampel. Kekuatan geser sejajar serat bambu tali sebesar 81 kgf/cm 2, sedangkan kekuatan geser bambu ampel sebesar 108 kgf/cm 2. Perbedaan kekuatan geser sejajar serat pada masing-masing bagian bambu dapat dilihat pada Gambar 30. Geser Sejajar Serat (kgf / cm 2 ) Buku Ruas Buku Ruas Tali Ampel Jenis dan Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Gambar 30 Kekuatan geser sejajar serat bambu tali dan ampel pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. Dari Gambar 30 terlihat bahawa kekuatan geser pada bagian ruas lebih besar dibandingkan kekutan geser pada bagian buku. Hal ini diduga disebakan oleh orientasi serat pada buku bambu memiliki orientasi yang transversal interkoneksi. Selain itu, perbedaan kekuatan geser juga terjadi pada bagian

59 43 pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung. Pada bagian ruas bambu tali dan bambu ampel, kekuatn geser semakin meningkat dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga disebabkan oleh proporsi luas vaskuler yang semakin besar dari bagian pangkal ke bagian ujung. Sedangkan pada bagian buku bambu memiliki kecenderungan yang berlawanan. Pada bagian buku bambu kekutan geser serat memiliki kecenderungan semakin kecil dari pangkal ke ujung. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaar ikan serat yang terjadi pada buku bambu.

60 44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pengamatan sifat anatomi menunjukkan vaskuler pada bambu tali dan bambu ampel memiliki ikatan bertipe III dan IV. Jumlah vaskuler/ mm 2 dan proporsi luas vaskuler bambu tali dan bambu ampel menurun dari tepi ke dalam dan meningkat dari pangkal ke ujung. 2. Sifat fisis pada bagian ruas bambu tali cenderung baik buruk daripada bagian buku, namun sifat fisis pada bagian ruas bambu ampel cenderung lebih baik daripada bagian buku. Sedangkan sifat mekanis pada bagian ruas bambu tali dan ampel lebih baik daripada bagian buku. 3. MOE dan MOR buluh utuh lebih kecil dibandingkan bilahnya, namun kekuatan tekan sejajar serat buluh utuh lebih besar dibandingkan bilahnya. MOE pada buluhutuh lebih kecil 109,67% dari bilahnya dan MOR buluh utuh lebih kecil 228,69% dari bilahnya. Sedangkan kekuatan sejajar serat buluh utuh lebih besar 14,53% dari bilahnya. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian terhadap sifat kimia bambu tali dan bambu ampel pada bagian buku (node) dan ruas (internode) bambu agar melengkapi hasil penelitian ini. 2. Perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh perlakuan pengawetan tehadap sifat dasar bambu tali dan ampel. 3. Perlu dilakukan penelitian serupa terhadap jenis bambu yang berbeda agar diketahui potensi diversivikasi kayu ke bambu ditinjau dari sifat fisis dan mekanisnya.

61 45 DAFTAR PUSTAKA ASTM Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. Serial Designation D ASTM. Philladelphia. Bachtiar G Pemanfaat Buluh Bambu Tali Sebagai Komponene pada Konstruksi Rangka Batang Ruang [Disertasi]. Program Pasca Sarjan IPB. Bogor. Damayanti E Sifat Fisik dan Mekanik Bambu untuk Penajo pada Sero do Tanjung Pasir Tangerang [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Dephut dan BPS Potensi Hutan Rakyat Indonesia Jakarta. Dransfield S, Widjaja EA Plant Resources of South East Asia (PROSEA) No.7: Bamboos. Leiden: Backhuys Publisher. Farrely D The Book of Bamboo. Sierra Club Book. San Fransisco. Frick H Ilmu Kontruksi Bangunan Bambu. KANISIUS. Yogyakarta. Ganie CN Pengaruh Isian Mortar Terhadap Kuat Tekan Bambu Wulung [Skripsi]. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Habib Bambu. Diakses /06/05/bambu/ [16 Maret 2012]. Handoko J Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap Persentase Tumbuh Stek Buluh Satu Buku bambu Ampel (Bambusa vulgaris), Bambu Tali (Gigantochloa apus), dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper) pada Kultur Air [Skripsi]. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Haris A Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Konstruksi Menggunakan ISO : 2004 [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Haygreen JG, Bowyer JL Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. UGM Press. Yogyakarta IAWA Ciri Mikroskopis untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Badan Litbang Kehutanan. Bogor. ISO : 2004 (E). Laboratory Manual on Testing Methods for Determination of physical and mechanical properties of bamboo. Published Switzerland. Krisdianto, Sumarni G., Ismanto A Sari Hasil Penelitian Bambu. Diakses. Lestari B Hubungan Sifat Anatomi terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

62 46 Liese W Anatomy of Bamboo. Dalam: Bamboo Research in Asia. Proceeding of a Workshop Held in Singapore, May Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET Sifat Mekanis Kayu. IPB Press. Bogor. Nuryatin N Studi Analisa Sifat-Sifat Dasar Bambu pada Beberapa Tujuan Penggunaan [Tesis]. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor Pola Ikatan Pembuluh Bambu sebagai Penduga Pemanfaatan Bambu [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Pandit IKN, Hikmah R Anotomi Kayu. Bogor. Yayasan penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. PKKI Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI Yayasan Penyelidik Masalah bangunan. Bandung. Sastrapraja S, Wijaya E A, Prawiroatmojo S, Soenarko S Beberapa Jenis Bambu. Peroyek Sumberdaya Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan. Bogor. Setiadi A Sifat Kimia Beberapa Jenis bambu pada Empat Tipe Ikatan Pembuluh [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Subiyanto B, Subyakto, Prasetya B, Sudiono Pengembangan Papan Bambu Komposit. Dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. Sudarnadi H Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya. Jakarta. Surjokusumo S, Nugroho N Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. Sutiyono Bamboo Cultivation. Proceeding of the International Seminar on Palntation Forest Researech and Development in Yogyakarta. Campus of FORDA. Bogor. Wijaya EA, Mahyar UW, Utomo SS Tumbuhan Anyaman di Indonesia. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. Winarno B, Waluyo EA Potensi Pengembangan Hutan Rakyat dengan Jenis Tanaman Kayu Lokal. Departemen Kehutanan. Jakarta.

63 LAMPIRAN 47

64 48 Lampiran 1 Karakteristik bentuk batang bambu tali dan bambu ampel Jenis Bambu Tali Ampel Diameter Pangkal (cm) Diameter Ujung (cm) Tebal (cm) Taper (%) Diameter Pangkal (cm) Diameter Ujung (cm) Tebal (cm) Taper (%) Parameter Bagian Bambu Pangkal Tengah Ujung Maks Min Rata-rata St. Dev Maks Min Rata-rata St. Dev Maks Min Rata-rata St. Dev Luar 9,94 9,24 9,47 0,40 9,17 8,44 8,84 0,37 8,92 7,32 7,98 0,83 Dalam 7,43 7,24 7,35 0,10 7,43 6,87 7,23 0,42 7,30 5,77 6,53 0,76 Luar 9,81 8,76 9,16 0,57 8,63 8,44 8,57 0,11 8,60 7,26 7,83 0,69 Dalam 7,65 6,68 7,07 0,51 7,11 6,58 6,84 0,26 7,27 6,13 6,53 0,64 Pangkal 1,25 0,92 1,06 0,17 1,03 0,65 0,81 0,20 0,81 0,60 1,06 0,17 Ujung 1,12 0,94 1,04 0,10 0,93 0,76 0,86 0,09 0,76 0,54 1,04 0,10 Luar 0,48 0,13 0,31 0,17 0,54 0,00 0,28 0,27 0,32 0,06 0,15 0,15 Dalam 0,55-0,23 0,28 0,44 0,85-0,24 0,39 0,56 0,38-0,42-0,01 0,40 Luar 8,44 7,74 8,05 0,36 8,60 7,10 7,78 0,76 7,01 5,73 6,37 0,64 Dalam 6,91 5,55 6,08 0,73 7,23 5,84 6,42 0,72 5,91 4,75 5,33 0,58 Luar 8,12 7,39 7,77 0,37 8,12 6,59 7,45 0,78 6,53 4,94 5,73 0,80 Dalam 6,33 5,09 5,57 0,66 6,60 5,47 6,00 0,57 5,28 3,91 4,65 0,69 Pangkal 1,10 0,76 0,98 0,19 0,73 0,63 0,68 0,05 0,55 0,49 0,52 0,03 Ujung 1,26 0,90 1,10 0,18 0,85 0,56 0,73 0,15 0,63 0,49 0,54 0,07 Luar 0,34 0,16 0,27 0,07 0,51 0,00 0,33 0,28 0,79 0,48 0,64 0,16 Dalam 0,58 0,46 0,51 0,07 0,62 0,24 0,41 0,20 0,83 0,58 0,68 0,13 48

65 49 Lampiran 2 Data hasil pengamatan sifat anatomi bambu tali dan bambu ampel Parameter Luas Penampang foto (mm 2 ) Jumlah vaskuler bundel (buah) Jumlah vaskuler bundel (buah/mm 2 ) Diameter terkecil (mm) Diameter terbesar (mm) Luas ratarata (mm 2 ) Luas total (mm 2 ) Jenis Bambu Tali Ampel Tali Ampel Tali Ampel Tali Ampel Tali Ampel Tali Ampel Tali Bagian Bambu Posisi Bambu Pangkal Tengah Ujung Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Buku 8,44 12,01 12,01 5,99 5,99 12,02 9,15 11,99 12,02 Ruas 8,99 12,01 11,99 5,98 5,98 12,01 5,13 5,13 10,68 Buku 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 Ruas 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 11,61 Buku Ruas Buku Ruas Buku 3,79 1,67 0,83 3,50 1,82 0,92 4,92 1,34 0,58 Ruas 3,23 1,42 1,00 7,02 1,67 1,42 4,88 1,95 1,59 Buku 3,02 0,78 0,69 3,27 1,55 1,03 2,24 1,98 1,03 Ruas 3,79 1,81 1,03 2,93 1,98 1,38 3,19 2,58 2,07 Buku 0,40 0,67 0,64 0,38 0,62 0,70 0,23 0,59 0,81 Ruas 0,31 0,57 0,75 0,20 0,69 0,64 0,34 0,65 0,70 Buku 0,35 0,66 0,49 0,38 0,56 0,65 0,49 0,61 0,79 Ruas 0,37 0,57 0,46 0,36 0,50 0,70 0,36 0,41 0,60 Buku 0,69 0,81 0,86 0,60 0,69 0,76 0,60 0,89 0,85 Ruas 0,24 0,43 0,46 0,11 0,42 0,41 0,18 0,39 0,49 Buku 0,72 0,82 0,90 0,61 0,74 0,80 0,71 0,80 0,84 Ruas 0,20 0,36 0,44 0,26 0,37 0,46 0,26 0,29 0,34 Buku 0,17 0,32 0,50 0,20 0,33 0,42 0,16 0,44 0,71 Ruas 0,24 0,43 0,46 0,11 0,42 0,41 0,18 0,39 0,49 Buku 0,23 0,43 0,45 0,21 0,32 0,39 0,29 0,36 0,52 Ruas 0,20 0,36 0,44 0,26 0,37 0,46 0,26 0,29 0,34 Buku 5,56 6,36 5,05 4,26 3,59 4,63 6,98 6,99 4,94 Ruas 6,92 7,37 5,57 4,76 4,16 7,02 4,14 3,90 8,33 49

66 50 Lampiran 2 (Lanjutan) Parameter Luas total (mm 2 ) Proporsi luas (%) Proporsi luas rata-rata (%) Jenis Bambu Ampel Tali Ampel Tali Ampel Bagian Bambu Posisi Bambu Pangkal Tengah Ujung Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Luar Tengah Dalam Buku 8,06 3,88 3,63 7,88 5,77 4,70 7,48 8,38 6,28 Ruas 9,01 7,51 5,34 8,75 8,59 7,36 9,45 8,73 8,26 Buku 65,85 52,94 42,05 71,20 59,95 38,52 76,29 58,30 41,11 Ruas 77,04 61,37 46,49 79,60 69,54 58,44 80,82 76,02 77,98 Buku 69,44 33,39 31,30 67,89 49,74 40,42 64,49 72,19 54,10 Ruas 77,61 64,69 45,97 75,38 73,99 63,42 81,40 75,20 71,18 Buku 53,61 56,55 58,56 Ruas 61,63 69,19 78,27 Buku 44,709 52,68 63,59 Ruas 62,756 70,93 75,93 50

67 51 Lampiran 3 Data hasil pengujian KA, BJ dan kerapatan bambu tali dan bambu ampel No. Kode Ruas Buku BKU BKT Volume KA BJ Kerapatan Tebal Tebal Pj Lb pj lb Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku TLP1 1,20 1,26 3,13 1,98 1,39 1,55 1,48 3,09 2,00 6,27 7,09 5,26 5,89 7,62 9,09 19,19 20,33 0,69 0,65 0,82 0,78 2 TLT1 0,75 0,76 3,14 2,03 1,12 1,23 1,06 3,02 1,97 4,32 5,82 3,68 4,86 4,80 6,75 17,55 19,77 0,77 0,72 0,90 0,86 3 TLU1 0,61 0,60 3,09 1,97 1,31 1,20 1,24 3,08 1,99 3,13 6,99 2,67 5,93 3,70 7,63 16,87 17,93 0,72 0,78 0,85 0,92 4 TLP2 0,99 0,99 3,12 1,95 1,17 1,22 1,12 3,14 2,00 4,51 5,94 3,77 4,92 6,00 7,35 19,45 20,83 0,63 0,67 0,75 0,81 5 TLT2 0,68 0,68 3,12 1,99 1,09 1,34 1,28 3,11 2,01 3,50 6,12 2,94 5,14 4,22 7,75 19,00 19,08 0,70 0,66 0,83 0,79 6 TLU2 0,62 0,60 3,13 1,88 1,02 1,11 0,93 3,14 2,01 3,06 4,75 2,61 4,05 3,55 6,44 17,21 17,27 0,74 0,63 0,86 0,74 7 TLP3 0,92 0,92 3,14 1,88 1,36 1,44 1,23 3,14 1,92 4,53 6,41 3,81 5,29 5,43 8,07 18,95 21,16 0,70 0,66 0,84 0,79 8 TLT3 0,78 0,71 3,12 1,99 1,04 1,16 1,01 3,11 2,11 3,82 5,96 3,27 5,02 4,61 7,04 16,70 18,69 0,71 0,71 0,83 0,85 9 TLU3 0,54 0,54 3,10 1,90 0,80 0,81 0,73 3,10 1,92 2,67 3,87 2,30 3,29 3,18 4,64 16,38 17,53 0,72 0,71 0,84 0,83 10 AMP1 0,91 0,91 2,92 2,08 1,24 1,40 1,18 3,19 2,01 3,93 6,92 3,36 5,71 5,53 8,17 16,96 21,20 0,61 0,70 0,71 0,85 11 AMT1 0,65 0,66 3,11 1,96 0,83 1,15 1,00 3,11 2,03 2,76 4,49 2,34 3,83 3,97 6,24 17,66 17,37 0,59 0,61 0,70 0,72 12 AMU1 0,53 0,54 3,14 2,03 0,61 0,74 0,67 3,11 1,96 2,47 3,48 2,13 3,00 3,40 4,11 16,26 16,06 0,63 0,73 0,73 0,85 13 AMP2 0,94 0,94 3,06 2,05 1,43 1,53 1,19 3,09 2,15 4,96 8,45 4,14 7,06 5,90 9,19 19,62 19,66 0,70 0,77 0,84 0,92 14 AMT2 0,71 0,71 3,18 1,99 0,94 1,06 0,85 3,21 1,97 3,36 5,32 2,90 4,43 4,50 6,00 15,91 19,96 0,64 0,74 0,75 0,89 15 AMU2 0,53 0,53 3,13 2,02 0,84 1,01 0,62 3,14 2,12 2,47 4,60 2,14 3,94 3,35 5,47 15,37 16,59 0,64 0,72 0,74 0,84 16 AMP3 1,08 1,09 3,11 2,07 1,16 1,42 1,35 3,25 2,08 6,49 8,88 5,55 7,59 6,98 8,84 17,03 17,00 0,80 0,86 0,93 1,00 17 AMT3 0,74 0,72 3,15 1,91 0,95 1,17 0,96 3,13 2,05 3,53 5,82 3,06 5,02 4,40 6,56 15,68 15,88 0,70 0,77 0,80 0,89 18 AMU3 0,51 0,51 3,14 1,91 0,78 0,96 0,79 3,03 2,12 2,44 4,63 2,10 3,96 3,04 5,41 16,42 17,02 0,69 0,73 0,80 0,86 Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, pj = Panjang, lb = Lebar, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 51

68 52 Lampiran 4 Data hasil pengujian penyusutan dimensi bambu tali dan bambu ampel Ruas Buku Penyusutan No. Kode Sebelum Oven (KU) Setelah Oven (KT) Sebelum Oven (KU) Setelah Oven (KT) Ruas Buku Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar 1 TLP1 1,21 1,98 1,175 1,875 1,51 2,00 1,45 1,93 2,89 5,30 3,98 3,50 2 TLT1 0,765 2,025 0,725 1,915 1,18 1,97 1,15 1,87 5,23 5,43 1,98 5,08 3 TLU1 0,625 1,97 0,575 1,89 1,24 1,99 1,16 1,89 8,00 4,06 6,47 5,03 4 TLP2 1 1,945 0,95 1,86 1,22 2,00 1,17 1,89 5,00 4,37 4,09 5,67 5 TLT2 0,71 1,99 0,67 1,9 1,24 2,01 1,19 1,92 5,63 4,52 4,02 4,80 6 TLU2 0,62 1,875 0,585 1,815 1,04 2,01 0,98 1,89 5,65 3,20 5,45 6,14 7 TLP3 0,94 1,875 0,91 1,815 1,37 1,92 1,28 1,85 3,19 3,20 6,33 3,65 8 TLT3 0,75 1,985 0,72 1,9 1,12 2,11 1,06 1,99 4,00 4,28 5,34 5,69 9 TLU3 0,545 1,895 0,515 1,82 0,82 1,92 0,80 1,83 5,50 3,96 2,04 4,69 10 AMP1 0,91 2,075 0,88 1,975 1,27 2,01 1,26 1,90 3,30 4,82 0,53 5,79 11 AMT1 0,65 1,96 0,6 1,86 0,99 2,03 0,94 1,93 7,69 5,10 5,07 4,93 12 AMU1 0,54 2,03 0,52 1,945 0,72 1,96 0,70 1,86 3,70 4,19 2,33 4,93 13 AMP2 0,96 2,045 0,915 1,95 1,41 2,15 1,35 2,04 4,69 4,65 4,48 5,12 14 AMT2 0,725 1,99 0,685 1,91 0,93 1,97 0,90 1,89 5,52 4,02 3,58 4,22 15 AMU2 0,52 2,02 0,5 1,915 0,80 2,12 0,77 1,81 3,85 5,20 4,17 14,60 16 AMP3 1,09 2,065 1,055 1,97 1,33 2,08 1,27 1,95 3,21 4,60 4,50 6,41 17 AMT3 0,74 1,91 0,705 1,82 1,03 2,05 0,95 1,94 4,73 4,71 7,47 5,37 18 AMU3 0,515 1,91 0,49 1,815 0,83 2,12 0,78 1,98 4,85 4,97 6,05 6,60 Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 52

69 53 Lampiran 5 Data hasil pengujian pengembangan dimensi bambu tali dan bambu ampel No. Kode Ruas Buku Pengembangan Sebelum perendaman Setelah Perendaman Sebelum perendaman Setelah Perendaman Ruas Buku Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar 1 TLP1 1,13 2,01 1,16 2,05 1,42 2,02 1,46 2,06 2,65 1,99 2,82 1,98 2 TLT1 0,785 2,035 0,815 2,075 1,10 1,99 1,13 2,01 3,82 1,97 2,11 1,00 3 TLU1 0,615 1,95 0,63 1,965 1,01 1,90 1,02 1,92 2,44 0,77 1,32 1,23 4 TLP2 1,01 2,04 1,055 2,15 1,21 1,98 1,24 2,02 4,46 5,39 2,47 2,02 5 TLT2 0,825 2,12 0,855 2,16 1,07 1,90 1,09 1,94 3,64 1,89 2,19 1,93 6 TLU2 0,59 2,075 0,61 2,115 0,94 1,87 0,97 1,91 3,39 1,93 3,18 2,14 7 TLP3 0,935 1,855 0,985 1,89 1,21 1,84 1,26 1,90 5,35 1,89 3,57 3,25 8 TLT3 0,805 2,085 0,85 2,125 1,07 2,00 1,10 2,02 5,59 1,92 2,80 1,00 9 TLU3 0,535 2,04 0,555 2,08 0,81 2,00 0,83 2,03 3,74 1,96 2,47 1,50 10 AMP1 1,025 1,93 1,055 1,985 1,12 2,06 1,14 2,09 2,93 2,85 2,09 1,78 11 AMT1 0, ,66 2,1 0,81 2,10 0,82 2,14 7,32 5,00 0,82 1,75 12 AMU1 0,5 2,105 0,55 2,145 0,69 2,04 0,71 2,07 10,00 1,90 2,42 1,80 13 AMP2 0,995 2,03 1,015 2,075 1,30 2,01 1,36 2,02 2,01 2,22 4,62 0,50 14 AMT2 0,73 1,955 0,755 1,98 0,88 1,98 0,91 2,03 3,42 1,28 3,03 2,18 15 AMU2 0,53 2 0,56 2,015 0,80 1,96 0,81 1,98 5,66 0,75 1,24 1,02 16 AMP3 1,075 2,035 1,085 2,045 1,41 2,06 1,42 2,07 0,93 0,49 0,47 0,49 17 AMT3 0,74 1,99 0,755 2,05 0,87 2,07 0,88 2,10 2,03 3,02 0,76 1,45 18 AMU3 0,52 2,06 0,54 2,095 0,74 2,06 0,78 2,11 3,85 1,70 6,33 2,42 Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 53

70 54 Lampiran 6 Penurunan rumus MOE dan MOR pada pengujian one point loading buluh utuh 1. MOE MOE =... (1) I = π ( )...(2) Substitusi persamaan (2) ke persamaan (1) MOE = π ( ) MOE = π ( )...(3) 2. MOR MOR =...(1) Untuk 0 < X < L M = PL...(2) Untuk L < X < L M = 1 2 Px P x 1 2 L M = Px Px + PL M = PL Px M = P (L x)...(3) M terjadi saat x = L M menggunakan persamaan (2)atau persamaan (3)

71 55 Lampiran 6 (Lanjutan) M = 1 2 P X 1 2 L M = PL...(4) Centroid pada buluh utuh berada pada D C = R...(5) I = π ( )...(6) Substitusi persamaan (4), (5), dan (6) ke persamaan (1) MOR = 1 4 P L R π (R r ) 4 MOR = π ( )...(7) Keterangan: MOE = keteguhan lentur (kg/cm 2 ) MOR = keteguhan patah (kg/cm 2 ) P = selisih beban (kgf) y = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) Pmaks = beban maksimum (kgf) L = panjang bentang (cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm) π = 3,14 R = jari-jari luar r = jari-jari dalam

72 56 Lampiran 7 Data hasil pengujian MOE dan MOR pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel No. Kode Ruas Buku Span Δp/Δy P maks MOE MOR Tbp Tbu Lebar Tbp Tbb Tbp Lebar (L) Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku 1 TLP1 1,12 1,12 2,08 1,06 1,46 1,01 2, ,99 62, TLT1 0,95 0,75 2,06 0,79 1,12 0,77 2, ,80 35, TLU1 0,61 0,65 2,04 0,56 0,90 0,64 2, ,28 18, TLP2 1,13 1,14 2,00 1,05 1,39 1,04 1, ,75 56, TLT2 0,68 0,71 2,11 0,80 1,17 0,81 1, ,40 32, TLU2 0,55 0,59 1,93 0,66 1,07 0,70 2, ,02 22, TLP3 0,87 1,01 1,91 0,88 1,27 0,84 1, ,65 38, TLT3 0,75 0,78 1,98 0,68 1,14 0,76 2, ,17 29, TLU3 0,59 0,53 1,91 0,67 1,07 0,63 1, ,41 18, AMP1 0,82 1,04 2,05 1,02 1,38 0,96 2, ,45 56, AMT1 0,72 0,61 2,02 0,60 0,96 0,61 1, ,58 13, AMU1 0,53 0,52 2,01 0,50 1,22 0,49 1, ,13 10, AMP2 1,04 1,23 2,00 0,95 1,27 0,91 1, ,22 49, AMT2 0,77 0,95 2,08 0,71 1,11 0,68 2, ,70 22, AMU2 0,67 0,55 2,00 0,55 1,22 0,56 2, ,28 14, AMP3 1,14 1,17 2,04 0,99 1,42 0,94 2, ,94 66, AMT3 0,85 0,74 2,04 0,75 1,14 0,70 2, ,79 28, AMU3 0,66 0,66 2,08 0,48 0,68 0,50 2, ,31 10, Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, Tbp = Tebal bagian pangkal Tbb = Tebal bagian buku Tbu = Tebal bagian ujung, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 56

73 57 Lampiran 8 Data hasil uji korelasi MOE buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 9 ANOVA Df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept Jumlah Buku MOE pada Ruas MOE pada Buka

74 58 Lampiran 9 Data hasil uji korelasi MOR buluh utuh dengan jumlah buku, MOE bilah pada ruas dan buku SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 18 ANOVA Df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept Jumlah Buku MOR pada Ruas MOR pada Buka

75 59 Lampiran 10 Data hasil pengujian kekuatan tarik sejajar serat bambu tali dan bambu ampel No. Kode Ruas Buku Luas P maks Kekuatan Tarik a b a b Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku 1 TLP1 0,28 0,95 0,3 0,88 0,27 0, TLT1 0,27 0,9 0,37 0,91 0,24 0, TLU1 0,27 0,99 0,28 0,88 0,27 0, TLP2 0,28 0,81 0,36 0,85 0,23 0, TLT2 0,29 1,06 0,35 0,88 0,31 0, TLU2 0,28 0,95 0,41 1,02 0,27 0, TLP3 0,24 0,96 0,37 0,86 0,23 0, TLT3 0,29 1,07 0,43 0,92 0,31 0, TLU3 0,26 0,99 0,41 0,92 0,26 0, AMP1 0,29 0,94 0,36 0,83 0,27 0, AMT1 0,28 0,93 0,42 0,79 0,26 0, AMU1 0,29 0,84 0,44 0,79 0,24 0, AMP2 0,31 0,89 0,39 0,89 0,28 0, AMT2 0,26 0,92 0,38 0,88 0,24 0, AMU2 0,3 0,94 0,37 0,89 0,28 0, AMP3 0,3 1,06 0,42 0,88 0,32 0, AMT3 0,39 0,99 0,44 0,87 0,39 0, AMU3 0,31 0,85 0,36 0,87 0,26 0, Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, a = Lebar terkecil, b = Tebal terkecil, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 59

76 60 Lampiran 11 Data hasil pengujian kekutan tekan pada bilah dan buluh utuh bambu tali dan bambu ampel Bilah Buluh Luas Pmaks Kekuatan tekan Ruas Buku Ruas Buku Bilah Buluh Bilah Buluh Bilah Buluh No. Kode Diameter Diameter T L T L Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Luar Dalam Luar Dalam 1 TLP1 1,14 1,98 1,58 2,00 9,92 8,01 9,77 7,32 2,26 3,17 26,91 32, TLT1 0,91 2,09 1,29 2,22 9,59 7,88 9,41 7,58 1,90 2,86 23,47 24, TLU1 0,72 2,09 1,27 1,85 7,31 5,76 7,65 6,13 1,61 2,34 15,92 16, TLP2 0,98 1,95 1,37 1,98 8,85 6,90 8,69 6,72 1,92 2,71 24,09 23, TLT2 0,81 2,31 1,24 2,10 8,24 6,81 8,51 6,71 1,86 2,61 16,90 21, TLU2 0,60 2,02 0,98 2,10 7,94 6,68 7,22 5,87 1,21 2,05 14,46 13, TLP3 0,97 1,91 1,26 2,03 8,83 7,08 8,85 6,80 1,85 2,57 21,91 25, TLT3 0,74 2,08 1,16 2,03 8,79 7,27 8,78 6,99 1,51 2,37 19,14 22, TLU3 0,63 2,07 0,84 1,93 7,17 5,97 6,67 5,39 1,29 1,63 12,40 12, AMP1 1,00 2,06 1,33 2,03 6,37 5,18 7,71 5,50 2,04 2,69 10,77 22, AMT1 0,68 1,98 0,98 1,97 7,48 6,28 7,46 6,17 1,34 1,93 12,95 13, AMU1 0,55 2,07 0,74 1,94 6,93 5,76 7,13 5,91 1,15 1,44 11,69 12, AMP2 0,98 2,23 1,35 2,04 7,72 6,11 7,95 6,33 2,15 2,74 17,48 18, AMT2 0,66 1,96 0,92 2,09 7,37 5,93 7,62 6,07 1,30 1,93 15,04 16, AMU2 0,54 2,05 0,80 2,11 5,36 3,06 6,75 5,44 1,10 1,68 15,19 12, AMP3 1,10 2,27 1,29 2,09 7,05 4,56 6,85 4,24 2,47 2,70 22,77 22, AMT3 0,83 1,96 0,97 2,23 6,84 5,37 6,94 5,11 1,69 2,17 14,06 17, AMU3 0,54 2,02 0,77 1,98 4,88 3,89 6,58 5,24 1,07 1,54 6,84 12, Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 60

77 61 Lampiran 12 Data hasil pengujian kekuatan geser buluh utuh pada bambu tali dan bambu ampel No. Kode Ruas Buku Luas P maks Tebal Tinggi Tebal Tinggi Tebal Tinggi Tebal Tinggi Kekuatan Geser Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku 1 TLP1 0,94 5,84 6,15 6,39 2,42 1,18 0,98 2,61 4,93 2,17 1,53 1,10 1,98 5,03 11,87 14, TLT1 1,13 6,14 6,05 6,56 2,01 1,42 1,21 1,93 5,31 1,86 1,32 1,17 1,92 4,99 13,47 14, TLU1 0,67 4,37 4,41 3,25 1,51 1,09 0,68 1,23 4,39 1,90 1,06 0,60 1,46 4,27 6,17 8, TLP2 1,10 6,49 6,09 7,33 2,01 1,49 1,25 1,72 5,07 1,80 1,41 1,17 1,69 6,14 14,46 16, TLT2 0,70 5,06 4,88 3,19 1,82 0,99 0,68 1,50 5,36 1,70 0,95 0,78 1,49 5,45 6,74 10, TLU2 0,65 4,79 5,14 3,25 1,88 1,13 0,63 1,21 5,01 1,93 1,05 0,63 1,56 5,08 6,37 10, TLP3 0,98 4,93 4,93 4,25 1,79 1,25 0,93 2,30 5,94 1,85 1,20 0,89 1,50 5,84 9,09 14, TLT3 0,72 4,91 5,96 4,61 1,53 1,31 0,91 1,59 4,95 1,62 1,35 0,92 2,65 4,57 8,13 12, TLU3 0,54 3,89 4,39 2,67 1,44 0,97 0,55 1,63 4,73 1,56 1,26 0,53 1,63 4,72 4,76 9, AMP1 0,96 5,74 5,80 6,46 1,84 1,50 1,11 1,38 5,49 1,92 1,08 0,90 1,26 5,56 11,94 13, AMT1 0,62 5,61 5,56 3,01 1,33 0,77 0,57 0,96 5,07 1,26 0,96 0,57 1,51 5,49 6,50 8, AMU1 0,64 3,46 4,38 2,49 1,69 1,00 0,56 1,02 4,65 1,71 0,91 0,57 1,20 4,55 4,68 8, AMP2 0,72 5,09 4,81 3,94 1,71 1,29 0,84 1,56 5,83 1,75 1,02 0,73 1,47 5,34 7,61 12, AMT2 0,63 4,78 4,92 3,74 2,00 1,40 0,72 1,61 4,44 1,50 1,07 0,70 1,21 4,72 6,73 10, AMU2 0,54 3,87 3,95 1,95 1,07 0,79 0,52 1,63 4,53 1,66 1,00 0,58 2,78 4,47 4,03 8, AMP3 0,99 5,34 5,29 6,91 2,01 1,47 0,98 1,50 5,07 2,26 1,70 1,24 1,99 5,02 12,22 15, AMT3 0,63 5,33 5,45 3,39 1,45 0,95 0,62 1,85 5,29 1,59 0,97 0,60 1,56 5,14 6,76 9, AMU3 0,55 3,63 3,68 2,18 1,48 0,77 0,57 1,25 3,52 1,37 0,87 0,60 1,22 3,88 4,18 6, Keterangan: TL = Bambu tali, AM = Bambu ampel, P = Pangkal, T = Tengah, U = Ujung, 1, 2, 3 = urutan contoh uji. 61

78 62 Lampiran 13 Anatomi bambu tali Posis Bambu Dalam Inti Tepi Buku Pangkal (a) (b) (c) Ruas (d) (e) (f) Buku Tengah (g) (h) Ruas (i) (j) Buku Ujung (k) (l) (m) Ruas (n) (0)

79 63 Lampiran 14 Anatomi bambu ampel Posis Bambu Dalam Inti Tepi Buku Pangkal (a) (b) (c) Ruas (d) (e) (f) Buku Tengah (g) (h) (i) Ruas (j) (k) (l) Buku Ujung (m) (n) (o) Ruas (p) (q) (r)

80 64 Lampiran 15 Dokumentasi penelitian (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (a) Penyiapan bambu, (b) Pengujian tekan sejajar serat pada buluh utuh, (c) Contoh uji geser sejajar serat, (d) Pengujian tarik sejajar serat, (e) Pengujian MOE dan MOR buluh utuh, (f) Pengujian MOE dan MOR bilah bambu, (g) Kerusakan pada pengujian MOE dan MOR bilah bambu, (h) Pengujian tekan sejajar serat pada bilah bambu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Bambu Bambu merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Graminaeae sub-famili Bambusoideae, dari suku Bambuceae. Bambu merupakan rumputrumputan berkayu yang tumbuh

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Heyne 1987).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) HASIL PENELITIAN Oleh : TRISNAWATI 051203021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN SKRIPSI FRANS JANUARI HUTAGALUNG 051203045 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVESITAS SUMATERA UTARA 2010 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor dan UPT Biomaterial LIPI - Cibinong Science Centre. Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari 2007. Contoh bambu betung (Dendrocalamus asper) yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN SKRIPSI Oleh: MARIAH ULFA 101201035 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005 .;.. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPIIIEIEN HISIL HUliN Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTAN Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251)

Lebih terperinci

DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH, SIFAT FISISS MEKANIS BILAH BAMBU DAN BAMBU LAMINASI DUA DEA DARA AUGISTYRA

DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH, SIFAT FISISS MEKANIS BILAH BAMBU DAN BAMBU LAMINASI DUA DEA DARA AUGISTYRA DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH, SIFAT FISISS MEKANIS BILAH BAMBU DAN BAMBU LAMINASI DUA LAPIS DEA DARA AUGISTYRA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH,

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper)

PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) SKRIPSI Oleh: ANNISA NADIA 101201040 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI

PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI (Tectona grandis. Linn. f.) IRFAN HANDRIAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang tergolong : Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH Oleh/By Muhammad Faisal Mahdie Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM

PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM (Gigantochloa atroviolaceae) DAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) INDAH PRATIWI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR PEREKAT DAN JENIS BAMBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL

PENGARUH KADAR PEREKAT DAN JENIS BAMBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL PENGARUH KADAR PEREKAT DAN JENIS BAMBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL THE EFFECT OF GLUE CONCENTRATION AND VARIETY OF BAMBOOS ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL OF PARTICLE BOARD Arhamsyah*

Lebih terperinci

PROTOTYPE PARQUET DARI LIMBAH BATANG AREN Arenga pinnata (Wurmb) Merrill SKRIPSI. Oleh: ANDRO TARIGAN

PROTOTYPE PARQUET DARI LIMBAH BATANG AREN Arenga pinnata (Wurmb) Merrill SKRIPSI. Oleh: ANDRO TARIGAN PROTOTYPE PARQUET DARI LIMBAH BATANG AREN Arenga pinnata (Wurmb) Merrill SKRIPSI Oleh: ANDRO TARIGAN 041203010 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PROTOTYPE PARQUET

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA HASIL PENELITIAN Oleh: Zul Rahman Arief 061203037 / Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG HASIL PENELITIAN Oleh: Satria Muharis 071203013/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton Endang Kasiati, Boedi Wibowo Staft Pengajar Program Studi DiplomaTeknik Sipil FTSP ITS Email: en_kas@ce.its.ac.id, boewi_boy@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong dan Laboratorium Laboratorium Bahan, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang PU, Bandung.

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BULUH BAMBU SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI MENGGUNAKAN ISO : 2004 ABDUL HARIS

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BULUH BAMBU SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI MENGGUNAKAN ISO : 2004 ABDUL HARIS PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BULUH BAMBU SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI MENGGUNAKAN ISO 22157-1: 2004 ABDUL HARIS DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN SIFAT

Lebih terperinci

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 224 KAJIAN SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS BAMBU DI KECAMATAN TONGGAUNA KABUPATEN KONAWE Oleh: Niken Pujirahayu 1) ABSTRACT The purpose this research is to find out of phisical properties of some culm of bamboo

Lebih terperinci

SIFAT FISIS, MEKANIS DAN PEMESINAN KAYU RARU (Cotylelobium melanoxylon) SKRIPSI

SIFAT FISIS, MEKANIS DAN PEMESINAN KAYU RARU (Cotylelobium melanoxylon) SKRIPSI ii SIFAT FISIS, MEKANIS DAN PEMESINAN KAYU RARU (Cotylelobium melanoxylon) SKRIPSI Oleh: Agnesia Claudia Agita Putri Siregar 071203012 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji 5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan satu dari empat macam bambu yang dianggap paling penting dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, serta umum dipasarkan

Lebih terperinci

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 1, Maret 2016 ISSN : 1412 6885 SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG Kusno Yuli Widiati

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu ABSTRAK ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurzt) NUR ISLAMIAH LATIF

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurzt) NUR ISLAMIAH LATIF PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurzt) NUR ISLAMIAH LATIF DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 3(1): 1-7 (2010)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 3(1): 1-7 (2010) 1 SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL KEBUN AEK PANCUR- SUMATERA UTARA Physical and Mechanical Properties of Palm Oil Trunk from Aek Pancur Farming-North Sumatera

Lebih terperinci

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI 1 VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI SKRIPSI ANDRIAN TELAUMBANUA 111201059/TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologis Bambu Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae (rumput-rumputan). Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah batang (buluh) yang

Lebih terperinci