3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat"

Transkripsi

1 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari Contoh bambu betung (Dendrocalamus asper) yang digunakan diambil dari Kebun Bambu Percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampus IPB Darmaga Pintu II pada akhir Juli hingga awal Agustus Pemotongan contoh bambu dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Uji sifat mekanis bambu contoh dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. 3.2 Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper) dari Kebun Bambu Percobaan IPB (Lampiran 1). Batang bambu dipilih yang sudah dewasa, berumur sekitar 4-5 tahun. Peralatan yang digunakan adalah 1) Alat pemotong (Gambar 28) dan peraut (Gambar 29) bambu ; 2) Alat pengukur panjang bambu, seperti penggaris logam 50 cm dengan skala terkecil 1 mm dan jangka sorong ; 3) Tanggem yang besar sebagai alat penjepit bambu (Gambar 30) ; 4) Mesin Uji Universal Instron (Gambar 31) dengan berbagai assesoris untuk keperluan uji kekuatan lentur, kekuatan tarik dan kekuatan tekan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium. Langkah yang dilakukan (Gambar 32) adalah :

2 Mesin pemotong bambu Parang, alat pembelah bambu Gergaji, alat pemotong bambu Gambar 28. Alat pemotong bambu. Pisau potong Alat pemotong contoh uji Gambar 29. Alat pemotong/peraut spesimen. 50

3 Tampak belakang Tampak samping Tampak atas Gambar 30. Tanggem, alat penjepit bambu. Gambar 31. Universal Testing Machine (UTM) Instron. Studi pustaka Survei lapangan Pengering-udaraan bambu uji Penebangan bambu uji Pembuatan spesimen untuk uji Pengujian sifat mekanis : Penghitungan data 1. Uji tarik 2. Uji tekan 3. Simple bending test 4. Cantilever bending test Pengolahan dan analisis data Interpretasi dan penulisan hasil penelitian Gambar 32. Diagram alir tahapan penelitian. 51

4 1) Persiapan spesimen dan peralatan uji ; 2) Pelaksanaan uji sifat mekanis ; 3) Prosedur perhitungan data dari spesimen; 4) Analisis data ; 5) Penulisan hasil uji. Uji laboratorium dilakukan dengan membedakan lima perlakuan, yaitu 1) uji lentur sederhana; 2) uji lentur cantilever; 3) uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat; serta 4) uji tarik. Bahan uji dikelompokkan sebagai berikut: 1) Batang bambu dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian pangkal, tengah dan bagian ujung bambu, 2) Ukuran lebar spesimen dibedakan menjadi dua, yaitu perbandingan tebal dan lebar bambu sebesar 1:1 dan 1:½, 3) Posisi spesimen saat pelaksanaan uji dibedakan menjadi tiga, yaitu posisi kulit luar bilah bambu di atas atau tepi atas, posisi kulit luar bilah bambu di bawah atau tepi bawah dan posisi kulit luar bilah bambu di samping atau tepi samping. Ketiga pengelompokan tersebut tidak diterapkan dalam setiap perlakuan, melainkan disesuaikan dengan pelaksanaan uji (Tabel 3). Perlakuan uji lentur sederhana dan uji lentur cantilever dapat dilakukan untuk semua pengelompokan, yaitu bagian batang bambu, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar saat pelaksanaan uji kecuali tepi samping. Perlakuan uji tarik hanya dilakukan untuk posisi kulit luar di samping untuk seluruh bagian batang dan ukuran lebar spesimen. Perlakuan uji tekan dibedakan menjadi uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan tegak lurus serat. Uji tekan tegak lurus serat dilakukan untuk semua pengelompokan bambu, baik bagian batang, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar bambu saat uji dilaksanakan. Sementara untuk uji tekan sejajar serat hanya dilakukan untuk setiap posisi tepi samping. Setiap tipe uji dilakukan sebanyak 18 kali ulangan. 52

5 Tabel 3. Perancangan pengujian bahan Bagian batang Kelompok Ukuran lebar specimen (Tebal:Lebar) Posisi kulit luar Lentur sederhana (Simple bending beam) Perlakuan (uji mekanis) Lentur cantilever Tarik (tension) Tekan (Compress) Tegak lurus serat Pangkal 1:1 PTA 18x 18x - 18x - Sejajar serat PTB 18x 18x - 18x - PTS x 18x 18x 1:½ PTA 18x 18x - 18x - PTB 18x 18x - 18x - PTS x 18x 18x Tengah 1:1 TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x 18x - TTS x 18x 18x 1:½ TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x - 18x - TTS x 18x 18x Ujung 1:1 UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS x 18x 18x 1:½ UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS x 18x 18x Keterangan : x = ulangan; PTA-B-S = pangkal tepi atas-bawah-samping; TTA-B-S = tengah tepi atas-bawah-samping; UTA-B-S = Ujung tepi atas-bawahsamping Penyiapan spesimen dan peralatan uji Penelitian ini menggunakan batang satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper). Bambu betung bahan penelitian dipilih yang dewasa, berumur 4-5 tahun. Yap (1983) mengemukakan bahwa umur bambu yang baik digunakan adalah yang telah berumur 3-5 tahun, karena di atas umur tersebut maka kadar air bambu lebih sedikit, sehingga bambu cenderung kering. Sementara di bawah umur tersebut, kadar air bambu sangat tinggi, sehingga bisa terjadi keadaan keriput pada bambu jika dikeringkan. Bambu betung ditebang dari Kebun Percobaan IPB sebanyak 53

6 9 (sembilan) batang. Kemudian bambu hasil tebangan dikering-udarakan selama tujuh hari dengan maksud mengurangi kandungan air di dalam batang bambu. Selanjutnya bambu uji diambil dari tiga bagian batang bambu, yaitu bagian pangkal (basal), tengah dan atas atau ujung (top). Masing-masing bagian batang bambu diambil sepanjang 1,5 meter. Bagian pangkal diambil dari ruas ke1-5, bagian tengah dari ruas ke11-16 dan bagian ujung dari ruas ke21-26 dengan diameter minimal 1 cm. Spesimen merupakan bagian batang bambu yang dibelah (Gambar 33) sedemikian rupa, lalu dibentuk dengan ukuran sesuai kebutuhan (Gambar 34). Bilah bambu untuk setiap spesimen diambil dari bagian ruasnya, kecuali spesimen untuk uji lentur catilever. Spesimen untuk uji lentur cantilever memerlukan ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang ruas bambu yang tersedia, sehingga dalam setiap spesimen terdapat bagian buku bambu. Pengaruh adanya buku dalam spesimen tersebut dalam penelitian ini diabaikan. Bagian ruas bambu Bagian buku bambu Kulit bambu bagian dalam Kulit bambu bagian luar Gambar 33. Cara pembelahan bambu untuk spesimen uji. Ukuran tebal bambu yang digunakan adalah bervariasi sesuai dengan ketebalan alami dinding bambu contoh, tidak dipotong lagi. Sementara lebar bambu digunakan dua macam, mengikuti tebal bambu yang ada dengan perbandingan tebal:lebar sebesar 1:1 dan 1:½. Spesimen bambu untuk uji lentur 54

7 sederhana dan uji tarik berbentuk balok berukuran panjang 30 cm. Spesimen bambu untuk uji lentur cantilever juga berbentuk balok dengan ukuran panjang 50 cm. Spesimen untuk uji tekan tegak lurus serat berbentuk kubus dengan ukuran panjang 2 cm dan lebar 2 cm. Sementara spesimen untuk uji tekan sejajar serat berbentuk balok dengan ukuran panjang 6 cm. Jumlah spesimen untuk masingmasing perlakuan uji adalah dua buah per batang bambu. Keseluruhan spesimen bambu untuk uji laboratorium berjumlah 972 buah. 30 cm (½-1)t A t (½-1)t D (½-1)t 30 cm 2 cm 6cm t C (½-1)t t E B 50 cm t t A = bentuk spesimen uji lentur sederhana (simple bending beam) B = bentuk spesimen uji lentur cantilever C = bentuk spesimen uji tekan tegak lurus serat D = bentuk spesimen uji tekan sejajar serat E = bentuk spesimen uji tarik t = tebal bambu Gambar 34. Bentuk dan ukuran berbagai spesimen uji. (½-1)t Keseluruhan spesimen uji bambu dikelompokkan menjadi : 1) spesimen untuk uji lentur sederhana (simple bending beam test) meliputi PTA 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PTB 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, 55

8 PTA 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, PTB 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TTA 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TTB 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TTA 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TTB 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UTA 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UTB 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 2) spesimen untuk uji lentur cantilever meliputi PCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, PCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, 56

9 TCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 3) spesimen untuk uji tekan meliputi PTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas, PTeB = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah, PTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di samping, PTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian pangkal, TTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas, TTeB = spesimen dari uji tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah, TTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat ari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di samping, TTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian tengah bambu, UTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas, 57

10 UTeB 1:1 = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah, UTeS 1:½ = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di samping, UTSS 1:½ = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian ujung bambu. 4) spesimen untuk uji tarik meliputi TP 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TP 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, TT 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TT 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, TU 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TU 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, Peralatan uji yang utama digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) Instron, namun ada penambahan kelengkapan alat dalam uji lentur cantilever. Alat tambahan dimaksud adalah sebuah tanggem dan meja dudukannya (Gambar 35). Tanggem digunakan untuk menjepit salah satu ujung spesimen bambu yang akan diuji agar uji cantilever dapat dilakukan. Gambar 35. Tanggem dan meja dudukannya. 58

11 3.3.2 Pelaksanaan uji Pelaksanaan uji dilakukan menggunakan Universal testing machine (merk Instron). Ada tiga kekuatan yang akan diuji menggunakan mesin tersebut, yaitu kekuatan lentur atau kelenturan (bending), kekuatan tekan atau tekanan (compression) dan kekuatan tarik atau tarikan (tension). Spesimen uji yang digunakan adalah bambu dalam bentuk bilah dengan struktur serat yang berbeda hampir di setiap bagiannya. Kelenturan diujikan untuk mengetahui nilai modulus elastisitas (MOE), tegangan atau kekuatan lentur dan tahanan lentur dalam aplikasi pembuatan alat penangkapan ikan. Pembebanan untuk uji kelenturan dilakukan dengan penekanan di bagian tengah spesimen dengan kedua ujung tetap atau di atas dua titik sangga selanjutnya disebutkan sebagai uji lentur sederhana atau simple bending beam test (Gambar 36), serta penekanan di salah satu bagian ujung yang berlawanan dengan satu ujung lainnya yang menetap selanjutnya disebut sebagai uji lentur cantilever (Gambar 37). 30 cm P 30 cm P 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm = Kulit luar bambu = Arah penekanan beban Gambar 36. Cara pengujian kelenturan bambu untuk simple bending beam test. Tegangan tarik diuji dengan cara satu ujung spesimen diposisikan tetap dalam jepitan dan satu ujung lainnya dijepit dan ditarik ke arah yang berlawanan (Gambar 38) hingga terlihat reaksi yang muncul pada spesimen bambu. Tegangan tekan untuk mengetahui sifat kekerasan (hardness) bambu. Cara 59

12 pengujian dan bentuk spesimen uji kekerasan bambu dilakukan dengan penekanan tegak lurus serat untuk tiga posisi dan satu posisi untuk penekanan sejajar serat (Gambar 39). P 5 cm 50 cm P 5 cm 15 cm 35 cm = Kulit luar bambu = arah penekanan beban Gambar 37. Cara pengujian kelenturan bambu model cantilever. 5 cm 20 cm 5 cm = arah penarikan Gambar 38. Cara pengujian tegangan tarik bambu. 60

13 Uji tekan sejajar serat = arah penekanan beban Uji tekan tegak lurus serat Gambar 39. Cara pengujian tegangan tekan bambu Prosedur perhitungan data dari contoh uji Nilai-nilai dari hasil uji kekuatan lentur, tekan dan tarik bambu dihitung menggunakan rumus tertentu. Selanjutnya diuraikan cara perolehan data dari beberapa sifat fisis dan mekanis bambu. (1) Kadar air dan berat jenis bambu uji Kadar air spesimen dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997): BA - BKT KA = x 100% BKT Keterangan : KA = kadar air (%) BA = berat awal spesimen (g) BKT = berat kering tanur (g) Berat jenis spesimen dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997): BJ = M kt / V ρ air Keterangan : BJ = berat jenis M kt = massa kering tanur contoh uji (g) V = volume spesimen (cm 3 ) ρ air = kerapatan air (1 g/cm 3 ) 61

14 (2) Kekuatan lentur sederhana (Simple bending beam) Modulus elastisitas (MOE) dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995): E b = PL 3 4 b h 3 y Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticity (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) y = jarak dari garis netral (cm) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tegangan lentur maksimum yang bisa diterima oleh benda atau Modulus of rupture (σ b ) atau kekuatan lentur dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995): σ b = 3 PL 2 bh 2 Keterangan σ b = Tegangan lentur - modulus of rupture (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tahanan lentur diperoleh dengan rumus: σ b = 5 % EL. faktor penyesuaian 5 % EL = MOR - 1,645 Standar deviasi Angka 1,645 diperoleh dari E tabel, yaitu nilai T untuk tingkat kepercayaan 5 % 1 Faktor penyesuaian kayu untuk sifat lentur adalah. 2,3 Nilai tahanan lentur untuk konstruksi yang selalu terendam di dalam air (Yap 1983) dihitung dengan mengalikan antara nilai tahan lentur dengan faktor ⅔. 62

15 (3) Kekuatan lentur cantilever Modulus elastis untukuji lentur cantilever dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): E b = 4 PL 3 y b.h 3 dan defleksi maksimum dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): y max = PL 3 3EI Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticitas (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) y = jarak dari garis netral (cm) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tegangan lentur dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): σ b = - 6PL bh 2 Keterangan : σ b = Tegangan lentur - modulus of rapture (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) b = lebar spesimen (cm) h L = tinggi atau tebal spesimen (cm) = panjang dari titik sangga (cm) Perhitungan tahanan lentur cantilever dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. (4) Kekuatan tekan (σ c ) Nilai modulus elastis untuk uji tekan dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995) : 63

16 P A E c = ΔL L Keterangan : E c = nilai modulus elastis (kg/cm 2 ) P = beban tekan (kg) A = luas penampang tekan (cm 2 ) L = panjang spesimen mula-mula (cm) Δ L = panjang setelah uji tekan dilakukan (cm) Perhitungan kekuatan tekan sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut (Arinana 1997) : σ c = P max A Keterangan : σ c = F c = kekuatan tekan sejajar serat (kg/cm 2 ) P max = beban tekan maksimum (kg) A = luas penampang (cm 2 ) Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tekan. Perhitungan tahanan tekan dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. Hanya ada perbedaan nilai pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tekan sejajar serat adalah 1, sedangkan 2,1 1 untuk tekan tegak lurus serat adalah. 1,67 (5) Kekuatan tarik sejajar serat (σ t ) Nilai modulus elastis untuk uji tarik dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995) : E t = P A ΔL L Keterangan : E t = nilai modulus elastis (kg/cm 2 ) P = beban tarik (kg) A = luas penampang tarik (cm 2 ) L = panjang spesimen mula-mula (cm) Δ L = panjang setelah uji tarik dilakukan (cm) 64

17 Perhitungan kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut (Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995) : σ t = P max A Keterangan : σ t = F t = kekuatan tarik sejajar serat (kg/cm 2 ) P = beban tarik maksimum (kg) A = luas penampang (cm 2 ) Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tarik. Perhitungan tahanan tarik dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. Hanya ada perbedaan nilai 1 pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tarik sejajar serat adalah. 2, Analisis data Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan, semua hasil perhitungan di atas dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Analysis of Variance digunakan untuk menyelidiki hubungan antara variabel respon (dependent) dengan satu atau beberapa variabel prediktor (independent). ANOVA tidak mempunyai koefisien atau parameter model. ANOVA yang digunakan dalam analisis data ini adalah General Linear Model (Iriawan dan Astuti 2006) dengan menggunakan tiga faktor, yaitu bagian batang bambu, posisi kulit luar spesimen bambu saat diuji dan lebar spesimen bambu. Model uji dalam ANOVA tersebut sebagai berikut : Y ijk = μ + α i + β j + γ k + ( αβ) ij + (αγ) ik + (βγ) jk + (αβγ) ijk + ε ijk keterangan : Y ijk = nilai pengamatan dalam rancangan ; μ = nilai tengah ; α i = pengaruh posisi batang (i = 1,2,3) ; β j = pengaruh posisi kulit luar bambu dalam uji (j = 1,2) ; γ k = pengaruh lebar spesimen (k = 1,2) ; 65

18 (αβ) ij = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j ; (αγ) ik = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan lebar spesimen ke-k; (βγ) jk = pengaruh interaksi antara posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar contoh uji ke-k; (αβγ) ijk = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i, posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar spesimen ke-k ; = galat percobaan. ε ijk Analisis dilakukan terhadap hubungan antara tekanan atau ketahanan (stress) dan regangan atau kemuluran (strain) material bambu untuk menentukan apakah hubungan stress-strain bambu tersebut sebagai material yang elastis mengikuti Hukum Hooke. Kesesuaian kurva hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis untuk hubungan stress-strain yang dihitung berdasarkan Hukum Hooke hubungan gaya dapat menunjukkan apakah Hukum Hooke berlaku pada bambu sebagai bahan yang elastis. Langkah analisis uji lentur sederhana (simple beam bending test) maupun uji lentur cantilever adalah sebagai berikut: 1) Membuat kurva hubungan antara load-deflection dari hasil percobaan dengan rumus P = f(δy), beban merupakan fungsi defleksi. 2) Membuat kurva hubungan antara elasticity-load dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = f(p). 3) Berdasarkan persamaan E = f(p), selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai y max atau Δy (deflection) dan membuat kurva hubungan load-deflection dari hasil perhitungan tersebut. 4) Menyandingkan kurva hubungan load-deflection dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. Langkah analisis berdasarkan Hukum Hooke pada uji tarik (tension) dan uji tekan (compression) adalah sebagai berikut: 1) Membuat kurva hubungan antara tekanan-regangan atau stress-strain dari hasil percobaan. 2) Menghitung nilai elastisitasnya menggunakan rumus E = σ/ε. Selanjutnya membuat kurva hubungan antara elasticity-stress dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = f(σ). 66

19 3) Berdasarkan persamaan E = f(σ), selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai teoritis modulus elastisitas (E) dan nilai strain (ε). 4) Menyandingkan kurva hubungan stress-strain dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. 67

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji 5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan satu dari empat macam bambu yang dianggap paling penting dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, serta umum dipasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DAFTAR SIMBOL BJ : Berat Jenis ρ : Berat Jenis (kg/cm 3 ) m : Massa (kg) d : Diameter Kayu (cm) V : Volume (cm 3 ) EMC : Equilibrium Moisture Content σ : Stress (N) F : Gaya Tekan / Tarik (N) A : Luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong dan Laboratorium Laboratorium Bahan, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang PU, Bandung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan 4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3. 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 21 Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Hery Suroso & Aris widodo Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 Agustus 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor dan UPT Biomaterial LIPI - Cibinong Science Centre. Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengaruh Susunan dan Ukuran Bilah Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Dan Bambu

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005 .;.. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPIIIEIEN HISIL HUliN Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTAN Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251)

Lebih terperinci

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6.1. Pendahuluan Pada dasarnya kekuatan komponen merupakan bagian terpenting dalam perencanaan konstruksi rangka batang ruang, karena jika komponen tidak dapat menahan beban

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya Macam-macam Tegangan dan ambangnya Tegangan Normal engetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika suatu batang prismatik,

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH

SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (218), 2337-352 (231-928X Print) G 94 Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah

Lebih terperinci

Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan

Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan Ferdy Naranda 4109100005 Dosen Pembimbing: Ir. Heri Supomo M.sc ??? LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print 1 Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Untuk Pembuatan Kapal Kayu Nur Fatkhur Rohman dan Heri Supomo

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal JURNL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) nalisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai lternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Kapal M. Bagus

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS Nama : Nova Nurfauziawati NPM : 240210100003 Tanggal / jam : 21 Oktober 2010 / 13.00-15.00 WIB Asisten : Dicky Maulana JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

BAB 2. PENGUJIAN TARIK BAB 2. PENGUJIAN TARIK Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses pengujian tarik pada material logam. Sub Kompetensi : Menguasai dan mengetahui proses pengujian tarik pada baja karbon rendah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dari bulan April sampai bulan Juni 2008 di Laboratorium Sifat Dasar Bagian Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA

INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA Muhamad Syamsuni 1 ABSTRAK - Kajian Keteguhan lentur Statik Jenis Kayu Kelas Dua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji

Lebih terperinci

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

III. TEGANGAN DALAM BALOK

III. TEGANGAN DALAM BALOK . TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia

Lebih terperinci

ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL BAJA KONSTRUKSI DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN

ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL BAJA KONSTRUKSI DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL BAJA KONSTRUKSI DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN Darmanto*, M.Nursalim, dan Imam Syafaat Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 ) PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135) Gatot Setya Budi 1) Abstrak Dalam beton bertulang komponen beton dan tulangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci