5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji
|
|
- Fanny Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan satu dari empat macam bambu yang dianggap paling penting dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, serta umum dipasarkan di Indonesia. Bambu betung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu dewasa yang sudah berumur 4-5 tahun, sehingga tidak terjadi perubahan fisik sampai spesimen bambu diuji di laboratorium. Menurut Yap (1983), kadar air bambu yang baik digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebesar 12%, kondisi ini untuk di luar negeri. Kondisi di Indonesia memungkinkan untuk kadar air berkisar antara %, menurut wilayahnya, khusus untuk kondisi Bogor kadar air yang baik adalah 15%. Kadar air bambu uji berkisar antara 13,61 15,82 %, masuk dalam selang kadar air syarat konstruksi di dalam negeri. Berat jenis semua bambu uji berada di bawah angka satu. Berat jenis bambu umumnya lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air, sehingga bambu akan meengapung di dalam air. Keadaan ini perlu dipertimbangkan dalam pembuatan konstruksi alat penangkapan ikan, terutama yang akan dioperasikan di dasar atau di kolom perairan atau yang dioperasikan secara menetap. Untuk keadaan demikian diperlukan penambahan pemberat agar konstruksi alat tangkap dari bambu ini bisa berada pada posisinya. Frick (2004) mengemukakan berat jenis bambu berbeda menurut jenisnya, berkisar antara kg/m³. Berat jenis bambu akan cepat menurun sesuai dengan proses pengeringan. Lebih lanjut Frick (2004) menyebutkan bahwa dengan kadar air rata-rata 12 %, maka berat jenis bambu di Indonesia dianggap rata-rata sebesar 700 kg/m³. Berat jenis bambu hasil penelitian berkisar antara 0,42 0,95 g/cm³. Dengan kadar air hasil uji yang berkisar antara 13,61 15,82%, maka berat jenis bambu akan menjadi meningkat. Untuk bahan bangunan yang kering, kadar air 12 % merupakan suatu persyaratan, namun dirasa tidak demikian untuk bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan yang waktu
2 pemakaiannya mayoritas di dalam air. Keadaan ini tentunya akan ada pengaruhnya pada pemakaian di lapangan. 5.2 Proses Pengujian Pengujian lentur sederhana Pengujian lentur sederhana dilakukan dengan memberikan beban di tengah spesimen secara bertahap. Bambu dikatakan elastis apabila beban yang menyebabkan bilah melengkung dilepaskan maka bentuk bilah akan kembali seperti semula. Keadaan ini hanya terjadi selama hasil uji di dalam grafik masih dalam batas proporsional. Jika sudah melewati titik batas proporsional, maka bentuk bilah bisa berubah setelah beban dilepaskan, sehingga tidak kembali ke bentuk semula. Bagian pangkal bambu dapat mempertahankan kondisi ini lebih lama atau lebih panjang dibandingkan bagian batang bambu lainnya (Gambar 40), karena mempunyai ukuran tebal dan lebar yang lebih tinggi. Namun jika bebannya dihilangkan maka bekas kerusakan akan tampak lebih jelas pada bagian pangkal dibandingkan bagian ujung bambu. Lebar spesimen dan posisi kulit luar bambu pada saat uji dilakukan mempengaruhi tipe dan tingkat kerusakan spesimen. Tekanan beban pada permukaan spesimen pangkal tepi atas membuat bagian tepi ini melengkung tetapi tidak dapat diikuti oleh bagian bawah spesimen yang merupakan bagian dalam bambu, maka kerusakan terjadi pada bagian ini yaitu putusnya serabut di bagian permukaan spesimen yang berlawanan dengan arah datangnya beban dan seolah terjadi pada satu garis (Gambar 78). Sementara pada pangkal dengan posisi kulit luar di bawah, karena bagian yang terkena beban adalah lunak, maka terjadilah seperti cekungan, namun jika beban tetap diberikan maka bagian kulit luar bambu di bawah pun dapat rusak seperti robek tak beraturan. Kerusakan yang terjadi pada bagian tengah dan ujung agak berbeda. Pada bagian tepi atas, karena ukurannya lebih kecil di bagian atas spesimen, sering kali tidak terjadi kerusakan karena tekstur yang liat, sementara di bagian bawahnya seolah serabut yang putus terburai karena tekstur yang lunak. Minimal kerusakan yang terjadi adalah spesimen menjadi bengkok akibat slip pada saat uji berlangsung. 124
3 P Posisi kulit luar di atas P Posisi kulit luar di bawah Gambar 78. Contoh kerusakan pada uji lentur sederhana. Mencermati Gambar 40, secara umum kurva hubungan antara loaddeflection hasil uji lentur sederhana akan menunjukkan garis yang tidak berpola setelah mencapai titik maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa ada batas ketahanan beban dari spesimen untuk uji lentur sederhana ini. Ada satu spesimen yang menunjukkan garis kurva yang tetap teratur hingga batas peregangan maksimum atau belum mencapai titik beban maksimum, yaitu pada hasil spesimen bagian ujung dengan kulit luar berada di bawah dan tebal:lebar 1:1. Spesimen ini menunjukkan reaksi lain dibandingkan reaksi spesimen lain yang lebih pendek jarak maksimum peregangannya. Hal ini diduga bahwa serabut yang ada di dalam batang bambu bagian ujung begitu padat, sehingga lebih kuat menahan beban yang diberikan Pengujian lentur cantilever Pada uji lentur cantilever proses kerusakan seperti berpola sama, dengan salah satu ujungnya dijepit dan tetap sebagai penumpu, maka proses yang terjadi di satu sisi atau permukaan yang terkena beban langsung seolah bertambah panjang atau memuai atau menarik, sementara di sisi lain yang berlawanan arah beban akan menjadi pendek dan padat atau menekan. Untuk posisi posisi kulit luar di atas, karena liat, seolah-olah permukaan atas yang liat bereaksi menyesuaikan dengan besar beban yang diberikan, tidak terjadi putus, namun jika di permukaan bawah telah menjadi padat dan tidak dapat disangga lagi, lalu akan 125
4 terjadi pembengkokan yang tetap. Pada ukuran yang lebih lebar, maka tampak lebih kokoh, pada beberapa kejadian di bagian ujung yang dijepit justru alat penjepitnya yang tidak kuat menahan beban yang diberikan, sehingga menjadi longgar atau dol dan akhirnya lepas, selanjutnya alat penjepit harus diganti. Untuk posisi kulit luar di bawah, permukaan yang lunak atau bagian dalam bambu berada pada posisi terkena beban langsung dan seolah terjadi tarikan, pada beberapa contoh uji yang tidak kuat menahan beban terjadi serabut putus atau contoh patah pas di bagian batas jepitan, sedangkan bagian contoh yang berada di dalam jepitan seolah terlindung. Pada contoh uji yang tidak lebar, akibat beban yang tidak tertahan terjadi reaksi penyimpangan atau membelok dari arah datangnya beban, karena permukaan yang liat di bagian bawah dan penjepit dapat menahan beban yang diberikan, sementara bagian ujung di posisi pembebanan dapat bergerak bebas. Oleh karena itu, untuk uji selanjutnya agar tidak terjadi reaksi penyimpangan, maka dapat dikondisikan posisi pembebanan harus membuat spesimen tidak bergeser. Selain itu, kerusakan yang terjadi untuk posisi kulit luar di bawah dengan tebal:lebat 1:½ tampak di bagian batas antara ruas dan buku bambu. Dalam hal ini, keberadaan buku bambu pada spesimen memang diabaikan, karena panjang ruas tidak memenuhi panjang spesimen yang diinginkan Pengujian tarik Kerusakan dalam proses uji tarik, awalnya selalu terjadi di bagian batas penjepit tepi spesimen yang di atas. Peningkatan beban penarikan dalam uji tarik menyebabkan proses penjepitan pada tepi spesimen menjadi lebih kuat. Hal ini menyebabkan seolah terjadi pemadatan di bagian tepi, sementara di bagian tengah tidak demikian. Pada titik maksimum pemadatan ini dapat menyebabkan putusnya serabut bambu yang ditarik di posisi batas jepitan. Sementara penarikan menyebabkan serabut bambu pada posisi bebas jepitan seolah menjadi lebih lurus, sehingga terjadi proses lepas antar serabut yang tadinya bergabung atau bersatu, putusnya serabut di bagian ujung jepitan menyebabkan bagian ini menjadi terburai. 126
5 5.2.4 Pengujian tekan Ada dua tipe uji tekan, yaitu uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat. Posisi spesimen dalam uji tekan tegak lurus serat dibedakan menjadi posisi kulit luar di atas, di bawah dan di samping. Kerusakan hasil uji pada posisi kulit luar di atas hampir sama dengan pada posisi kulit luar di bawah. Bagian dalam bambu yang awalnya berbentuk seperti melengkung pada posisi kulit luar di bawah, setelah uji tekan dilakukan menjadi seolah merata, adanya tekanan menyebabkan keadaan merata dan menyebabkan bagian samping spesimen seolah melebar dan menjadi terbelah. Hal yang sama terjadi pula pada spesimen dari bagian pangkal, tengah dan ujung dengan kulit luar di bawah. Kerusakan yang terjadi seolah sama, karena memang mendapat beban tekanan dari arah yang sama, hanya posisi kulit luar yang berbeda. Hanya pada posisi kulit luar di bawah ini, pembelahan bagian samping contoh terjadi dari bagian cekung menjadi merata, sedangkan pada posisi kulit luar di atas proses yang terjadi mulai dari bagian cembung hingga menjadi merata. Pada posisi kulit luar di atas dan di bawah seolah-olah ada selaput yang melindungi kumpulan serabut bambu di antara kulit luar dan dalam, sedangkan posisi kulit luar di samping tidak ada (Gambar 79). Pada saat tekanan diberikan maka serabut yang tadinya bersatu menjadi berlepasan dan spesimen dengan posisi kulit luar di samping seolah membelah seiring beban tekanan yang diberikan. 5.3 Pengujian Lentur Sederhana Hasil uji Secara keseluruhan nilai-nilai dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai modulus elastisitas bambu di bagian pangkal lebih rendah dibandingkan bagian batang bambu yang lain, atau dapat dikatakan bahwa bagian batang bambu ini lebih elastis atau lentur. Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke atas atau ke arah ujung, sifat bambu semakin kaku. Hal ini disebabkan struktur anatomi batang bambu yang terdiri atas sejumlah serabut memang semakin padat ke arah ujung, karena semakin kecilnya diameter bambu. 127
6 Posisi kulit luar di bawah Posisi kulit luar di atas Posisi kulit luar di samping = Arah pembebanan Gambar 79. Proses penekanan contoh uji di posisi kulit luar atas, bawah dan samping. Berdasarkan hasil perhitungan modulus elastisitas (MOE), bagian batang bambu yang paling lentur adalah bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1, sebaliknya yang paling kaku adalah bagian ujung dengan tebal:lebar 1:½. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan lentur (MOR), bagian batang bambu yang paling kuat adalah bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1, keadaan sebaliknya ada pada bagian ujung dengan tebal:lebar 1:½. Rusaknya bilah bambu dengan posisi 128
7 kulit luar di atas memerlukan nilai beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan bilah bambu dengan posisi kulit luar di bawah. Frick (2004) mengemukakan nilai tegangan lentur yang diizinkan di Indonesia untuk bahan bangunan adalah 9,80 N/mm². Sebagai bahan bangunan tentunya bambu yang digunakan dalam bentuk utuh, sehingga tidak dapat diperbandingkan dengan hasil uji dalam penelitian ini. Yap (1983) menyarankan pegangan untuk tegangan lentur referensi sebesar 100 kg/cm², Yap memberlakukan ini tampaknya secara umum, tidak menyebutkan bagaimana bentuk spesimen saat uji lentur dilakukan, tidak menyebutkan jenis bambu yang dipakai dan tidak dinyatakan untuk kondisi pemakaian seperti apa. Hasil uji dari penelitian ini lebih besar 200 % lebih, yaitu sebesar 216 kg/cm², untuk kondisi aktual yang terlindung, sementara untuk kondisi di dalam air adalah 144 kg/cm². Dalam kedua kondisi pemakaian, nilai hasil penelitian masil lebih besar dibandingkan nilai pegangan yang disarankan. Berdasarkan hasil perhitungan tahanan lentur referensi (allowable bending stress), pemasangan bilah bambu akan memberikan hasil yang lebih tahan jika menggunakan bilah dari bagian ujung dengan posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1. Hal ini dapat dimaklumi jika dikaitkan dengan struktur anatomi bilah bambu yang tersusun dari sejumlah serabut (Gambar 80), bagian kulit luar bambu lebih solid sehingga lebih liat dibandingkan dengan bagian dalam. Selain itu, susunan serabut di bagian ujung lebih rapat dibandingkan dengan susunan serabut di bagian pangkal, sehingga lebih kenyal. Hasil uji menunjukkan bahwa kekuatan bilah akan lebih tinggi jika dipasang atau diletakkan dengan posisi kulit luar di atas dibandingkan dengan posisi kulit luar di bawah. Nilai kekuatan posisi kulit luar di atas berkisar antara % lebih tinggi dibandingkan posisi kulit luar di bawah, dan semakin meningkat dari pangkal ke arah ujung. Jika memungkinkan dalam konstruksi, maka disarankan untuk memposisikan kulit luar bambu berada di atas. Kekuatan lentur di bagian pangkal, baik dengan posisi kulit luar di atas maupun posisi kulit luar di bawah, besarnya tidak lebih dari 60% dibandingkan dengan kekuatan lentur pada bagian tengah dan ujung bambu. Sementara bagian tengah bambu mempunyai kekuatan lentur mendekati 90% dari kekuatan di ujung. 129
8 Namun hal ini belum dapat diberlakukan secara umum, karena sejauh ini belum ditemui data pembandingnya, sehingga ada baiknya dilakukan beberapa uji lagi sehingga lebih akurat. Buluh bambu Kulit bambu bagian dalam Potongan melintang serabut Kulit bambu bagian luar Gambar 80. Anatomi bilah bambu Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan Pada kondisi aktual, kelenturan bilah bambu pada posisi horizontal bukan hanya disebabkan oleh adanya beban dari arah atas ke bawah, namun juga sebaliknya pada proses pengangkatan dari bawah ke atas. Kelenturan juga dapat terjadi pada arah tegak lurus dengan posisi bilah vertikal. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, maka dapat diatur pemakaian bilah bambu dalam konstruksi alat penangkapan ikan secara optimal sebagai berikut. Pada alat penangkapan ikan yang memerlukan kekakuan bahan bambu, maka disarankan menggunakan bagian ujung dengan catatan beban yang akan diletakkan di atasnya ditata tidak di satu tempat melainkan di beberapa titik, sehingga dengan ketahanan lentur sebesar 359 kg per cm 2 per titik dapat memangku beban lebih banyak. Jika seluruh bidang hanya menggunakan bilah dari satu bagian bambu misalnya ujung maka bagian batang bambu lainnya pangkal dan tengah akan tidak terpakai. Hal ini merupakan pemborosan. 130
9 Kondisi ini dapat diterapkan pada bidang datar atau dinding bawah dan dinding atas bubu, pada pelataran bagan atau sero atau alat tangkap sejenis. Batang bambu yang paling lentur dapat ditempatkan khusus pada bagian alat penangkapan ikan yang memang menghendaki keadaan yang demikian. Jika seluruh bagian alat tangkap menggunakan hanya bagian pangkal atau bagian batang bambu yang paling lentur (Gambar 81), maka akan terjadi pelendutan. Sementara bagian batang bambu yang lain tengah dan ujung akan terbuang. Pelendutan ini semakin lama dapat mempengaruhi struktur konstruksi alat tangkap di bagian yang lain, misalnya pada sambungan dengan bagian yang lain di posisi tepi. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan tidak optimalnya konstruksi alat tangkap yang dibangun. Kumpulan bilah bagian batang bambu Bagian bambu melendut karena ada beban = Arah pembebanan Gambar 81. Ilustrasi pelendutan pada bagian konstruksi alat tangkap. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata. Oleh karena itu, sifat lendut dan kaku bilah bambu ini dapat dikombinasikan dalam satu luasan konstruksi horizontal. Misalkan untuk badan bubu secara horizontal atau dinding bagian atas dan bagian bawah, bagian dasar rumah bagan, bagian dasar rumah jermal, sebaiknya digunakan bilah bambu campuran, ditata dengan baik dan seimbang antara bilah bambu yang berasal dari bagian pangkal, tengah dan ujung. Jika hanya bagian terlentur yang digunakan maka bila terjadi pelendutan dapat membuat perubahan konstruksi pada daerah sambungan atau menjadi tidak nyaman jika bagian dasar rumah bagan dan jermal diduduki. Dengan kombinasi pangkal, tengah dan ujung berselang-seling, maka sebelum bagian terlentur melendut karena beban, pada 131
10 posisi yang sejajar maka telah tertahankan oleh bagian batang yang kaku. Hal ini dapat mengurangi pemborosan dalam pemanfaatan batang bambu, dalam arti semua batang bambu akan terpakai. Kekuatan beban yang dapat ditahan dapat diambil dari nilai kekuatan yang terkecil, yaitu 216 kg/cm² atau untuk kondisi di dalam air sebesar 144 kg/cm² untuk satu titik beban. Hasil uji ini juga dapat diterapkan dalam bingkai anco atau lever net (Gambar 82). Bilah yang disarankan untuk digunakan adalah dari bagian pangkal dengan posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 untuk bingkai atas sebagai tempat mengikatkan tali anco, karena memiliki kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain. Sementara untuk bingkai bawah sebagai tempat merangkap jaring disarankan menggunakan bagian pangkal dengan posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1. Tepi bawah Tepi atas Anco Gambar 82. Ilustrasi penggunaan batang bambu pada alat tangkap anco. 5.4 Pengujian Lentur Cantilever Hasil uji Berdasarkan hasil perhitungan modulus elastisitas, bagian batang bambu lebih kaku pada ukuran tebal:lebar 1:½ dibandingkan dengan ukuran yang lebih lebar. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan lentur, bagian batang bambu, posisi kulit luar dan lebar spesimen secara bersamaan memberikan reaksi yang berbeda. Misalkan pada posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 serta posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½ tegangan bambu dengan salah satu ujung tetap menurun dari arah pangkal ke ujung bambu. Sebaliknya terjadi pada posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½, dari pangkal ke arah ujung batang bambu semakin 132
11 kuat, sedangkan pada posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1 tidak berpola seperti ketiganya. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan standar deviasi dari hasil uji terhadap spesimen bambu sebagai ulangan. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan lentur referensi dalam uji ini, maka bilah bambu bisa menahan beban lebih besar dengan penempatan beban yang tidak di satu titik dibandingkan dengan pembebanan satu titik di bagian ujung yang bebas seperti yang dilakukan dalam uji ini. Jika dibandingkan dengan patokan Yap (1983) 100 kg/cm², maka seluruh spesimen uji lentur menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari patokan tersebut, khususnya pada kondisi yang terlindung. Untuk kondisi di dalam air, beberapa spesimen menunjukkan angka yang lebih kecil dari patokan. Beberapa spesimen dengan posisi kulit luar bambu berada di atas lebih tinggi kekuatannya Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan Secara umum konstruksi tangkai pancing, serok dan anco menggunakan bambu tunggal, baik dalam bentuk bilah maupun dalam bentuk buluh bambu. Untuk konstruksi dalam bentuk bilah bambu, disarankan menggunakan bilah dari bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 dengan beban maksimum 175 kg. Posisi batang bambu ini berlawanan arah dengan posisi beban hasil tangkapan (Gambar 83). Sementara untuk konstruksi buluh bambu, sebaiknya dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu untuk menentukan besar beban yang dapat diangkat, karena spesimen dalam penelitian ini hanya berupa bilah. Posisi kulit luar bambu # Anco Serok # Posisi beban Gambar 83. Posisi kulit luar bambu pada tangkai serok dan anco. 133
12 Berdasarkan pada metode pengoperasian alat tangkap pancing gandar, serok dan anco, maka peluang sangat besar hanya terjadi pembebanan di satu titik, sehingga beban maksimum 175 kg harus betul-betul diperhatikan. Jika beban lebih besar, maka dapat menyebabkan kerusakan pada alat tangkap, akhirnya bisa jadi tangkai tersebut menjadi patah akibat keberatan beban. Istimewa pada pengoperasian pancing gandar, beban yang ditarik bisa jadi menjadi dinamis, sehingga pertimbangan beban maksimum perlu dipertimbangkan lagi akibat tarikan dari hasil tangkapan yang terkait. 5.5 Pengujian Tarik Hasil uji Hasil uji tarik untuk spesimen bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1 tidak didapatkan menggunakan mesin uji UTM Instron dengan kekuatan maksimal 5 ton. Satu dugaan hal ini disebabkan ukuran permukaan spesimen terlalu besar, sehingga tidak dapat menunjukkan data yang diharapkan. Selain untuk mengetahui kekuatan tarik bambu, uji dengan bentuk spesimen seperti ini dimaksudkan untuk melihat reaksi bambu terhadap gaya tarik yang diberikan pada saat uji berlangsung hingga terjadi kerusakan. Dengan bentuk spesimen yang demikian, maka grafik hasil uji tarik yang diperoleh menunjukkan beberapa kali titik puncak. Jadi setelah mencapai satu titik maksimum grafik akan menurun sampai titik tertentu kemudian menaik lagi hingga mencapai titik puncak kedua, demikian terjadi beberapa kali. Hal ini dapat dimengerti, karena struktur anatomi bambu yang terdiri dari sejumlah serabut. Puncak pertama diperoleh pada saat serabut pertama putus, namun spesimen tidak langsung rusak semua, ada serabut lain yang lebih kuat dan belum putus. Serabut lain inilah yang menjadi kekuatan spesimen selanjutnya, demikian satu per satu hingga semua serabut pembentuk struktur bambu putus. Nilai titik puncak yang dipakai dalam perhitungan sifat mekanis adalah nilai titik puncak yang pertama. Nilai tegangan tarik referensi yang diperoleh menunjukkan angka yang semakin tinggi dari pangkal ke arah ujung, khususnya pada tebal:lebar 1:½. Semakin tipis luas spesimen yang dijepit oleh alat uji, maka semakin mudah 134
13 melakukan uji tarik dan menyebabkan spesimen putus. Pada spesimen yang tebal diperlukan tenaga yang lebih banyak untuk membuat spesimen putus, dengan defleksi yang dibatasi, maka tenaga yang tersedia tidak cukup untuk memutuskan satu atau semua serabut spesimen, melainkan hanya cukup untuk mengencangkan kondisi jepitan. Jika disandingkan dengan nilai kekuatan tarik Yap (1983), maka nilai-nilai yang diperoleh dari hasil uji jauh lebih kecil. Tegangan tarik yang dikemukakan oleh Yap sebesar 300 kg/cm², sedangkan hasil penelitian hanya 137 kg/cm². Perbedaan ini agak sulit jika dibandingkan, karena tidak diketahui Yap menggunakan spesimen buluh atau bilah dan jenis bambu apa Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan Penerapan dalam pembuatan konstruksi alat tangkap untuk model uji tarik ini umumnya seiring dengan uji sifat mekanis yang lain, antara lain uji tekan. Secara khusus uji tarik dapat diaplikasikan pada sejumlah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara ditancapkan yang kemudian ditarik kembali pada saat hauling, misalnya rakkang yang tangkainya terbuat dari bilah bambu. Pada jenis alat tangkap bubu, kekuatan tarik umumnya seiring dengan kekuatan tekan yang terjadi, karena konstruksi bubu bambu membentuk dua bidang datar yang lebih mengandalkan interaksi dari beberapa tipe gaya. Gambar 84 menunjukkan beberapa macam gaya yang bekerja pada sebuah bambu sebagai bidang datar yang diberi beban se arah vertikal. Pada konstruksi alat tangkap yang ditancapkan yang lebih besar seperti bagan tancap, sero, jaring bandrong dan sejenisnya, bahan bambu yang digunakan tidak dalam bentuk bilah, melainkan dalam bentuk buluh. Kekuatan tarik bilah dan buluh adalah berbeda, sehingga diperlukan uji tarik tersendiri untuk kondisi buluh bambu yang utuh. 5.6 Pengujian Tekan Hasil uji Grafik hasil uji tekan yang diperoleh juga menunjukkan beberapa kali titik puncak. Jadi setelah mencapai satu titik maksimum grafik akan menurun sampai 135
14 titik tertentu kemudian menaik lagi hingga mencapai titik puncak kedua, demikian terjadi beberapa kali terjadi hingga garis pada grafik datar atau menurun. Pencapaian titik puncak dalam uji tekan terlihat jelas dalam grafik, namun agak sulit bila dilihat pada proses penekanan spesimen, karena spesimen dalam proses semakin padat hingga batas defleksi tercapai. Bahkan untuk spesimen bagian ujung yang lebih tipis dibandingkan bagian pangkal, hasil uji tekan ada yang sangat gepeng. Demikian pula yang bisa terjadi pada penerapannya dalam konstruksi alat tangkap. Sulit terlihat bahwa bambu sudah benar-benar rusak, yang tampak hanya ukuran tinggi permukaan bambu sudah berkurang dari tinggi awal. Beban maksimum yang dipakai dalam perhitungan sifat mekanis adalah nilai titik puncak yang pertama. P P 1 4 Keterangan : 1. P = beban yang diberikan 2. Gaya tekan 3. Gaya tarik 4. Garis netral = 0 5. Defleksi Gambar 84. Gaya pada bidang datar dengan beban arah vertikal Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan Uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat dapat diaplikasikan secara bersamaan dalam satu konstruksi alat penangkap ikan. Aplikasi uji tekan tegak lurus serat dalam konstruksi alat penangkap ikan secara umum lebih banyak menitikberatkan pada pembebanan secara horizontal, sedangkan tekan tegak lurus serat lebih banyak berfungsi sebagai tiang penyangga (Gambar 85). Aplikasi uji tekan tegak lurus serat dalam konstruksi alat penangkap ikan secara umum lebih 136
15 banyak menggunakan bilah dengan posisi kulit luar di atas, karena kondisi kulit luar bambu memberikan permukaan yang lebih rata dibandingkan dengan permukaan bambu bagian dalam. Tekan tegak lurus serat Beban Tekan sejajar serat Gambar 85. Ilustrasi aplikasi kekuatan tekan pada konstruksi alat penangkapan ikan. 5.7 Kombinasi hasil uji mekanis dalam aplikasinya pada konstruksi alat penangkapan ikan Sejumlah alat penangkapan ikan yang dibentuk dari bilah bambu dapat memanfaatkan hasil uji lentur sederhana, uji lentur cantilever, uji tarik dan uji tekan secara bersamaan. Jadi perhitungan kekuatan dalam konstruksi bambu juga harus mengkombinasikan lentur, tarik dan tekan. Alat penangkapan ikan yang konstruksinya terbuat dari bilah bambu antara lain sejumlah alat tangkap yang tergolong perangkap seperti pakaja (drifting fish pots), bubu tambun (fish pots), sero gantung (floating traps), umbing atau kecubang (tubular traps), sengkirai bilah (bamboo s trap), siringan (bamboo s filter), pengilar (bamboo s trap), badong (ground fish pots); kelompok jaring angkat seperti anco (mobile lever nets) dan tangkul (stationary lever net); serta panah (arrow) dan busur (bow). Lentur cantilever terutama dicerminkan dalam tangkai pancing gandar (pole and line), tangkai serok (scoop net) dan tangkai anco (mobile lever net). 137
16 Lentur cantilever dapat diaplikasikan pada alat tangkap pancing gandar, namun agak berbeda proses pembebanannya. Aplikasi pada alat tangkap serok dan anco, pembebanan yang terjadi pasif, beban yang diangkat tidak memberikan perlawanan. Pada alat tangkap pancing gandar, beban yang terkait di mata pancing umumnya memberikan reaksi perlawanan, sehingga reaksi ini perlu diperhitungkan dalam perhitungan daya tahan konstruksi. Konstruksi tangkai pancing seperti huhate biasanya menggunakan bambu utuh, hasil uji cantilever bilah ini tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perhitungan konstruksi, sehingga perlu dilakukan uji lentur tersendiri menggunakan model cantilever dengan contoh uji berbentuk buluh bambu. Untuk mengetahui tegangan lentur dari konstruksi tangkai pancing gandar dengan penggunaan bilah bambu tanpa kulit luar perlu mengadakan uji lentur tersendiri lagi menggunakan contoh uji yang sesuai dengan kondisi tangkai pancing tersebut. Dalam proses pembebanan seperti Gambar 83 yang umum terjadi dalam konstruksi alat penangkap ikan, tidak hanya proses tekan tegak lurus serat yang terjadi, melainkan juga proses pelenturan, tekan dan tarik. Kombinasi proses tekan tegak lurus serat, kekuatan lentur, kekuatan tarik dan tekan sejajar serat dapat diperhitungkan secara bersama dalam proses pembuatan konstruksi alat tangkap. Di Indonesia terdapat banyak jenis bambu, mulai dari yang berukuran diameter kecil hingga yang berdiameter lebih besar. Perbedaan jenis bambu yang dipakai tentunya akan menghasilkan nilai sifat mekanis yang berbeda. Oleh karena itu, untuk menambah khasanah pengetahuan dan memberikan informasi yang lebih banyak bagi pemakai alat penangkapan ikan dari bambu, disarankan untuk mengadakan penelitian yang sama dengan menggunakan jenis bambu yang berbeda sebagai bahan uji. Alat penangkapan ikan dari bahan bambu tidak semua dibangun dari bilah bambu, ada juga yang dibangun dari rangkaian buluh bambu. Dalam tulisan ini spesimen buluh bambu tidak dibicarakan. Alat penangkapan ikan yang terbuat dari buluh bambu antara lain adalah berbagai jenis bagan, sero, sebagian konstruksi jermal, tangkai pancing, jaring bandrong dan lainnya. Antara bilah dan buluh bambu tentunya mempunyai nilai sifat mekanis yang berbeda. Oleh karena 138
17 itu penulis menyarankan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai uji yang sama namun menggunakan spesimen berbentuk buluh. 5.8 Perhitungan elastis bambu berdasarkan Hukum Hooke Hukum Hooke mengemukakan bahwa tegangan merupakan perkalian antara elastisitas dan regangan. Berdasarkan perbandingan kurva hubungan stress dan strain yang dihitung secara teoritis dan yang dihasilkan dari uji tarik, uji tekan, simple beam bending test dan cantilever bending test bambu pada Gambar 64, 65 dan 66 untuk uji lentur sederhana, serta Gambar 68, 69 dan 70 untuk uji lentur cantilever, semua kurva yang bersangkutan menunjukkan kesesuaian. Kurva hasil uji laboratorium (experimental curve) terlihat hampir berimpitan dengan kurva hasil perhitungan (calculation curve), baik untuk uji tarik, uji tekan, uji lentur sederhana maupun uji lentur cantilever. Hal ini menunjukkan bahwa bambu yang diuji tersebut mempunyai sifat elastis yang dalam selang nilai terbatas mengikuti Hukum Hooke. Selang terbatas yang dimaksud di sini adalah selang nilai antara nol dan titik maksimum nilai stress pada kurva stress-strain yang bersangkutan. Sebagaimana dituliskan dalam pendahuluan tentang kebaruan (novelty) disertasi ini, bahwa bambu mempunyai sifat elastis dan mengikuti Hukum Hooke, maka uraian di atas membuktikan kebenaran fenomena ini. 139
3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari 2007. Contoh bambu betung (Dendrocalamus asper) yang digunakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.
22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT
Lebih terperinciHHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)
SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka
Lebih terperinci4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan
4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi
Lebih terperinci3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan
3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk
Lebih terperinciSIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH
SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar
Lebih terperincid b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek
DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput
BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput Mesin ini merupakan mesin serbaguna untuk perajang hijauan, khususnya digunakan untuk merajang rumput pakan ternak. Pencacahan ini dimaksudkan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan
Lebih terperinciBAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM
BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan
TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan
Lebih terperinci8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum
8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan
Lebih terperinciTUGAS MAHASISWA TENTANG
TUGAS MAHASISWA TENTANG o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK KANTILEVER. o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK SEDERHANA. Disusun Oleh : Nur Wahidiah 5423164691 D3 Teknik
Lebih terperinciPEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON
PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil
Lebih terperinciPENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR
Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan
Lebih terperinciKAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi
KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit
Lebih terperinciPembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT
Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal
Lebih terperinciOPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN
OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian
Lebih terperinciMacam-macam Tegangan dan Lambangnya
Macam-macam Tegangan dan ambangnya Tegangan Normal engetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika suatu batang prismatik,
Lebih terperinciTINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi
TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil
Lebih terperinci6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN
6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6.1. Pendahuluan Pada dasarnya kekuatan komponen merupakan bagian terpenting dalam perencanaan konstruksi rangka batang ruang, karena jika komponen tidak dapat menahan beban
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya
Lebih terperinciSusunan Pegas Daun. σ G = Defleksi
PEGAS DAUN Pegas daun atau biasa dikenal dengan pegas datar (flat) memiliki kelebihan dibanding dengan pegas spiral yaitu terletak pada ujung dari pegas daun yang memiliki jalur tersendiri di mana dari
Lebih terperinciJumlah serasah di lapangan
Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3
Lebih terperinciKAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F
KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciTorsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:
Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan
Lebih terperinciAnalisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 21 Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Hery Suroso & Aris widodo Jurusan
Lebih terperinciMENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN
MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN mbaran konstruksi beton untuk keperluan pelaksanaan pembangunan gedung sangat berperan. Untuk itu perlu dikuasai oleh seseorang yang berkecimpung dalam pelaksanaan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS Nama : Nova Nurfauziawati NPM : 240210100003 Tanggal / jam : 21 Oktober 2010 / 13.00-15.00 WIB Asisten : Dicky Maulana JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinciSTRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV
STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV STRUKTUR PLAT LIPAT AZRATIH HAIRUN FRILYA YOLANDA EFRIDA UMBU NDAKULARAK AGRIAN RIZKY RINTO HARI MOHAMMAD GIFARI A. PENGERTIAN STRUKTUR PLAT LIPAT Pelat adalah struktur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu
Lebih terperinciPENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan
PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah
Lebih terperinciDimana : g = berat jenis kayu kering udara
1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1.1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.
Lebih terperinciTEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI
Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka
Lebih terperinciANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR
ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana
Lebih terperinciBab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran
Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,
Lebih terperinciPerancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu
Perancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu Arusmalem Ginting Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta Jurnal Janateknika Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciKAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR
KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian
Lebih terperinciTEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN
TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar
Lebih terperinciHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
DAFTAR SIMBOL BJ : Berat Jenis ρ : Berat Jenis (kg/cm 3 ) m : Massa (kg) d : Diameter Kayu (cm) V : Volume (cm 3 ) EMC : Equilibrium Moisture Content σ : Stress (N) F : Gaya Tekan / Tarik (N) A : Luas
Lebih terperinciPENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)
PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAKSI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan
Lebih terperinciPERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013
PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan
Lebih terperinciMATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM
PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.
Lebih terperinciPENGUJIAN BAJA-TULANGAN
PENGUJIAN BAJA-TULANGAN 5.1. Umum Besi baja atau sering disebut dengan baja saja merupakan paduan antara abesi dan karbon, dengan kandungan karbon yang lebih sedikit dibandingkan pada besi tuang, tetapi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.
Lebih terperinciSTUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI
STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI DENIE SETIAWAN NRP : 9721019 NIRM : 41077011970255 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS
Lebih terperinciANALISIS DEFLEKSI BATANG LENTURMENGGUNAKAN TUMPUAN JEPIT DAN ROLPADA MATERIAL ALUMINIUM 6063 PROFIL U DENGAN BEBAN TERDISTRIBUSI
ANALISIS DEFLEKSI BATANG LENTURMENGGUNAKAN TUMPUAN JEPIT DAN ROLPADA MATERIAL ALUMINIUM 6063 PROFIL U DENGAN BEBAN TERDISTRIBUSI Basori, Syafrizal, Suharwanto Teknik Mesin, FakultasTeknik dan Sains, UniversitasNasional
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran
Lebih terperinciPUNTIRAN. A. pengertian
PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan
Lebih terperinciTata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak
Tata Cara Pengujian Beton Beton (beton keras) tidak saja heterogen, juga merupakan material yang an-isotropis. Kekuatan beton bervariasi dengan alam (agregat) dan arah tegangan terhadap bidang pengecoran.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan berbagai jenis struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan, pesawat terbang, bangunan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB II TINJAIJAN PllSTAKA
BAB II TINJAIJAN PllSTAKA Kayu memiliki perbedaan kokuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies, namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude, ). Hal tersebut di atas disebabkan oleh beberapa
Lebih terperinciTegangan Dalam Balok
Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya
Lebih terperinciCara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan
Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian
Lebih terperinciBAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR
BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan
Lebih terperinciMenguasai Konsep Elastisitas Bahan. 1. Konsep massa jenis, berat jenis dideskripsikan dan dirumuskan ke dalam bentuk persamaan matematis.
SIFAT ELASTIS BAHAN Menguasai Konsep Elastisitas Bahan Indikator : 1. Konsep massa jenis, berat jenis dideskripsikan dan dirumuskan ke dalam bentuk persamaan matematis. Hal.: 2 Menguasai Konsep Elastisitas
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (
12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas
Lebih terperinciIII. TEGANGAN DALAM BALOK
. TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PERENCANAAN
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN Penulisan ini didasarkan atas survey literatur, serta didukung dengan data perencanaan dengan berdasarkan pertimbangan effisiensi waktu pengerjaan dengan tahapan kegiatan
Lebih terperinciPd M Ruang lingkup
1. Ruang lingkup 1.1 Metode ini menentukan sifat lentur potongan panel atau panel struktural yang berukuran sampai dengan (122 X 244) cm 2. Panel struktural yang digunakan meliputi kayu lapis, papan lapis,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya
Lebih terperinciELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN
ELEMEN-ELEMEN BANGUNAN Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Fungsi struktur dapat disimpulkan
Lebih terperinciDAFTAR NOTASI. xxvii. A cp
A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang
Lebih terperinci