BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latar Belakang Pembangunan Sektor Energi Dan Ketenaga Listrikan Di Indonesia Dengan luas daratan sebesar 1,9 juta km 2 ditambah dengan luas wilayah dari zone ekonomi eksklusif sebesar tiga juta km persegi, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki hak pengelolaan eksploitasi sumber daya alam (SDA) terbesar didunia. Tetapi dalam konteks manajemen energi, luasnya wilayah dan ketimpangan pembangunan menimbulkan banyak problem. Misalnya sebagian besar lokasi pusat ketersediaan sumber daya energi primer : minyak, gas, batu bara, dan tenaga air berada jauh dari pusat-pusat konsumsi energi utama. Pulau Jawa sebagai sentral perindustrian dan perdagangan negara kita, yang luas permukaannya hanya tujuh per sen dari keseluruhan wilayah Indonesia, tetapi ditempati oleh 50 per sen dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, dengan aktivitas ekonomisnya yang paling dinamis dan paling pesat pertumbuhannya sedemikian juga dengan tingkat demand energinya, dibandingkan misal dengan Irian Jaya yang merupakan 22 per sen wilayah nasional tetapi dengan jumlah penduduk kurang satu per sen saja (Ciptomulyono, 2002) Posisi geografis Indonesia berada pada lempeng tektonis yang secara geologis sangat aktif menyebabkan sebagian wilayah Indonesia sangat kaya dengan sumber daya energi dan alam. Sumber daya alam minyak bumi dan gas misalnya menjadi tumpuan sumber devisa bagi pembangunan selama dasa warsa lalu, meskipun kontribusinya turun dari 69 per sen pada 1985 menjadi hanya 27 per sen pada 1998 (Migas, 1998 dalam Ciptomulyono, 2002).

2 8 2.2 Konsumsi Energi Primer Dan Energi Listrik Pada periode pertumbuhan cepat tahun 1985-an tingkat peningkatan konsumsi energi meningkat dengan pesat, lebih dari 16 per sen permintaan energi listrik pertahunnya, untuk rata-rata pertumbuhan GDP sebesar 7.1 per sen per tahunnya. Minyak bumi adalah bahan bakar energi listrik utama. Untuk sektor listrik berbagai peran energi alternatif seperti gas alam, panas bumi, batubara, dan hidro direncanakan akan ditingkatkan untuk mensubstitusi sumber bahan energi konvensional, minyak bumi dan gas alam yang sejak tahun 1985 sampai tahun 1997 mendominasi bahan bakar pembangkitan listrik. Seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini, peran energi berbahan bakar fosil hampir 99 per sen dari total kebutuhan energi, sementara peran tenaga hidro dan geothermal sangat rendah. Tabel 2.1. Konsumsi Energi Primer (Mtep) Tipe Sumber Energi Konsumsi Kontribusi Konsumsi Kontribusi (Mtep) (%) (Mtep) (%) Minyak Bumi Gas Alam Batu Bara Hidro Geothermal Total Mtep : Million ton ekivalen minyak bumi Sumber : Migas (1998) dalam Ciptomulyono (2002) Perlu dicatat bahwa sumber daya energi biomassa belum ditampilkan dalam table diatas. Sebagian jenis energi ini dikonsumsi didaerah pedesaan untuk keperluan energi domestik. Energi nuklir belum dipertimbangkan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik mengingat ketidaksiapan teknologi dan kegagapan sosial menerimanya, kecuali bila beban permintaan

3 9 kapasitas pembangkit di sistem Jawa Bali sudah tidak bisa dipenuhi oleh sumber energi konvensional yang ada. Sejak mulai tahun 1985 terlihat lonjakan konsumsi energi primer total dari tiga puluh lima koma empat Mtep sehingga mencapai tujuh puluh Mtep atau tumbuh sebesar tujuh per sen per tahun. Sementara minyak tumbuh sebesar 5.7 per sen per tahun (Migas, 1998 dalam Ciptomulyono, 2002). Tetapi tampak bahwa kontribusi minyak dalam pemenuhan permintaan energi terlihat menurun dan sebaliknya untuk konsumsi gas alam menaik ratarata hingga 13 per sen per tahun. Gas Turbine 6% Panas Bumi 2% Diesel 12% Hidro 15% Combine Cycle Gas 20% PLTU Batu Bara 23% PLTU BBM 5% PLTU Gas 4% Combine Cycle BBM 13% Gambar 2.1 Kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik di Indonesia Tahun 2005 ( M) 2.3 Krisis Penyediaan Kapasitas Industri Listrik Indonesia Pada tahun 1994, tingkat konsumsi tenaga listrik per kapita Indonesia di antara negara-negara ASEAN tercatat paling rendah yaitu sebesar tiga ratus tiga puluh tiga k dibandingkan dengan Malaysia sebesar seribu enam puluh tujuh kw dan Thailand sebesar lima ratus empat belas k. Jika dibandingkan dengan Prancis yang sebesar empat ribu lima ratus k per kapita maka jelas sangatlah jauh. Disisi lain, tingkat laju pertumbuhan permintaan tenaga listrik sangat kuat yaitu sebesar 17.6 enam per sen sejak 1981 sampai Pada periode yang sama tingkat

4 10 pertumbuhan kapasitas terpasang hanya sebesar 14.5 per sen per tahun. Perubahan demand listrik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomis, seperti pertumbuhan GDP, kebijakan energi nasional, aspek demografis, perkembangan tingkat kualitas hidup masyarakat, kompetivitas penggunaan bahan bakar energi, dan sistem pentarifan. Didorong pertumbuhan ekonomi yang pesat di periode yang lalu, permintaan energi listrik meningkat dalam level demand yang tinggi. Bahkan peningkatan demand energi listrik ini jauh melampaui pertumbuhan GDP. Tabel 2.3 dibawah ini menggambarkan pertumbuhan konsumsi energi listrik antara periode 1985 dan 1990 sebesar tujuh belas per sen per tahun, sebaliknya pada periode sekitar 15.6 per sen. Pada periode ini tingkat elastisitas konsumsi energi untuk setiap kenaikan GDP cenderung menurun yaitu sebesar 2.19 pada periode Hal ini menunjukkan performance industri listrik mengarah ke level yang efisien. Tabel 2.2 Pertumbuhan GDP & konsumsi tenaga listrik Indonesia (Periode ) Tingkat Pertumbuhan (%) Periode 1980/85 Periode 1985/90 Periode 1990/96 Pertumbuhan GDP (%) Pertumbuhan Permintaan Listrik (%) Elastisitas Permintaan Listrik Pertumbuhan Ekspansi Kapasitas (%) Sumber : ADB (1996) dan PLN (1998) dalam Udisubakti (2001) Tetapi bila diperbandingkan dengan tingkat ekspansi kapasitas pembangkitan, akan mengarahkan pada kondisi shortage kelangkaan energi listrik. Misalnya, pertumbuhan permintaan listrik pada periode tumbuh 15.6 per sen per tahun, pertumbuhan ekspansi kapasitas hanya sebesar 14.4 per sen per tahun.

5 Sistem Tenaga Listrik Kerangka suatu sistem tenaga listrik sangat luas dan kompleks. Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur, yaitu pembangkitan, transmisi, distribusi, dan pemakaian tenaga listrik. (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Sistem tenaga listrik Pembangkitan tenaga listrik terdiri atas berbagai jenis pusat tenaga listrik, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), dan lain sebagainya. Letak pembangkit tenaga listrik seringkali jauh-jauh dari pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri. Dengan demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pembangkit tenaga listrik, sering harus disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat pemakaian tenaga listrik. Tiba di kota, energi listrik itu harus dibagikan, atau didistribusi kepada para pemakai atau pelanggan. Pada suatu sistem yang cukup besar, tegangan yang keluar dari generator harus dinaikkan dulu dari tegangan menengah (tegangan generator) menjadi tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi (tegangan transmisi). Menyalurkan energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus dilakukan dengan tegangan yang tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik rugi energi maupun penurunan tegangan. Menurut Kadir (1998) Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syaratsyarat dasar seperti : (i) Setiap saat mampu memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan konsumen sewaktu-waktu (ii) Mempertahankan suatu tegangan yang tetap dan yang tidak dan yang tidak terlampau bervariasi, misalnya ± sepuluh per sen

6 12 (iii) Mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan tidak bervariasi lebih dari misalnya ± 0.1 Hz (iv) Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar (v) Memenuhi standar-standar keamanan dan keselamatan (vi) Tidak mengganggu lingkungan hidup 2.5 Konsep Fuzzy Kehidupan manusia sehari-hari seringkali diwarnai dengan ketidakpastian. Demikian juga dengan data serta informasi yang berhubungan dengan aktivitas pribadi dan profesional seringkali terlihat samar dan penuh ketidakpastian. Hal ini terjadi karena pengetahuan kita tentang suatu hal pada dasarnya adalah fuzzy. Seringkali kita mengerti akan suatu teori, tetapi kita tidak yakin secara mendetail. Arti dari fuzziness (kekaburan/ketidakjelasan) banyak didapatkan dalam makna-makna kualitatif yang mempunyai nilai relatif untuk individu yang berbeda. Teori himpunan fuzzy (fuzzy sets theory) yang diperkenalkan oleh Zimmermann (1996) dalam pengembangan selanjutnya merupakan suatu alat dan teknik yang tepat dalam menganalisis sistem-sistem yang kompleks serta merupakan proses pengambilan keputusan dari ketidakpastian suatu pola yang disebabkan oleh kesamaran dari suatu keacakan. Teori ini dibangun untuk memecahkan masalah dimana deskripsi atau gambaran aktivitas, observasi, dan pengambilan keputusan bersifat subjektif, samar dan tidak akurat (Mohanty et al, 2005). Konsep dasar fuzziness adalah adanya ketidaktepatan dalam mendefinisikan suatu makna yang diutarakan kedalam bentuk linguistik. Fuzzy umumnya mengarah pada situasi dimana tidak ada batas dari aktivitas dan penilaian yang dapat didefinisikan secara tepat. Misalkan, dalam kehidupan sehari-hari kita dapat dengan mudah menggolongkan seseorang yang memiliki berat badan 100 kg ke dalam kelas gemuk, sementara itu tidak mudah untuk menentukan apakah seseorang yang

7 13 memiliki berat badan seratus kg juga termasuk ke dalam kelas tersebut, karena kata gemuk tidak memiliki batasan yang jelas. Sesuatu yang bersifat fuzzy seperti ini sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti kelas penting pada tingkat kepentingan, puas untuk tingkat kepuasan pelanggan, dan sebagainya. Hal ini dapat dipresentasikan dengan baik dengan menggunakan teori fuzzy. Menurut Kusumadewi (2004) alasan penggunaan logika fuzzy oleh kebanyakan orang adalah : (i) Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. (ii) Logika fuzzy sangat fleksibel. (iii) Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data (iv) data yang tidak tepat. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi fungsi nonlinear yang sangat kompleks. (v) Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. (vi) Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik teknik kendali secara konvensional. (vii) Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. 2.6 Himpunan Fuzzy Himpunan fuzzy adalah sebuah himpunan yang didalamnya terdapat elemen yang mempunyai derajat keanggotaan yang berbeda-beda. Ide ini bertolak belakang dengan himpunan tegas (crips), karena keanggotaan dari himpunan tegas (crips) tidak akan menjadi anggota kecuali jika keanggotaannya penuh pada himpunan ini. Pada himpunan tegas (crips), nilai keanggotaan suatu item x dalam himpunan A, yang ditulis dengan µa(x), memiliki dua kemungkinan. Untuk memperjelas perbedaan antara himpunan fuzzy dan himpunan tegas (crips) akan diberi contoh sebagai berikut. Misalkan variable umur yang akan dibagi

8 14 menjadi tiga kategori yaitu muda dengan umur kurang dari tiga puluh lima tahun, parobaya dengan umur antara tiga puluh lima sampai lima puluh lima dan tua dengan umur lebih dari lima puluh lima tahun. Adapun nilai keanggotaan secara grafis himpunan muda, parobaya dan tua dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini Gambar 2.3 Himpunan keanggotaan umur Dari gambar dapat dijelaskan bahwa (i) Apabila seseorang berusia tiga puluh empat tahun, maka ia dikatakan muda (µmuda[34]=1) (ii) Apabila seseorang berusia tiga puluh lima tahun, maka ia dikatakan tidak muda (µmuda[35]=0) (iii) Apabila seseorang berusia tiga puluh lima tahun, maka ia dikatakan parobaya (µparobaya[35]=1) (iv) Apabila seseorang berusia tiga puluh empat tahun, maka ia dikatakan tidak parobaya (µparobaya[34]=0) Dari sini bisa dikatakan bahwa pemakaian himpunan tegas (crips) untuk menyatakan umur sangat tidak adil, ada perubahan kecil saja pada satu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan. Himpunan fuzzy digunakan untuk mengatasi hal tersebut. Dimana seseorang dapat masuk dalam dua himpunan yang berbeda yaitu muda, parobaya, tua dsb. Seberapa besar eksistensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat pada nilai keanggotaannya.

9 15 Gambar 2.4 Himpunan Fuzzy Untuk Variabel Umur Pada gambar dapat dilihat bahwa : (i) Seseorang yang berumur empat puluh tahun, termasuk dalam himpunan muda dengan µmuda[40]=0.25, namun dia juga termasuk dalam himpunan parobaya dengan µparobaya[40]=0.5 (ii) Seseorang yang berumur lima puluh tahun, termasuk dalam himpunan tua dengan µtua[50]=0.25, namun dia juga termasuk dalam himpunan parobaya dengan µparobaya[50]=0.5 Himpunan fuzzy memiliki dua atribut, yaitu : 1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti : muda, parobaya, tua. 2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti : tiga puluh, dua puluh, empat puluh, dsb. 2.7 Membership Function Membership function adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (yang sering disebut dengan derajat keanggotaan) dengan interval nol sampai satu. Macam-macam fungsi keanggotaan yang dikenal antara lain tipe Z, tipe Lambda, tipe S dan tipe T atau TFN. Dari berbagai tipe yang sering digunakan adalah TFN yang biasa disebut Triangular Fuzzy Number Triangular Fuzzy Number

10 16 1 Fuzzy number adalah suatu yang spesial dari fuzzy set = (x, ),x R 1, di mana x membawa nilainya kedalam garis real R 1 : - x + dan (x) merupakan penggambaran kontinu dari R 1 pada interval terdekat dari 0,1 (L.K. Chan, et al 1999). Fungsi keanggotaan yang sering dipakai dalam aplikasinya adalah fungsi T atau lebih dikenal dengan Triangular Fuzzy Number A Gambar 2.5 Triangular fuzzy number M = (a,b,c ) (L.K. Chan, et al 1999) B C Suatu TFNs yang dinotasikan dengan M = ( a,b,c), dengan a b c adalah bilangan fuzzy khusus yang menyatakan M = mendekati b, dapat didefinisikan sebagai berikut: 0 untuk x < a ( x,a,b,c) = (x-a): (b-a) untuk a x b (2.1) (c-x): (c-b) untuk b x c 0 untuk x > c Sebagai contoh, apabila seorang customer memberi penilaian pada suatu kriteria A sama dengan delapan yang berarti baik. Dari penilaian ini dapat dibuat TFNs M 8 = mendekati 8 = (7,8,9) yang direpresentasikan sebagai berikut:

11 17 0 untuk x < 7 ( x,a,b,c) = (x-7) / (7-7) untuk 7 x 8 (9-x) / (9-8) untuk 8 x 9 0 untuk x > 9 Fungsi diatas berarti kemungkinan kriteria A diberi rating delapan adalah M8 (8) = 1. Kemungkinan kriteria A diberi rating yang lebih rendah, misalkan tujuh setengah adalah M7 (7,5) = lima puluh per sen, sedangkan untuk rating lebih tinggi, misalkan delapan setengah adalah M7 (8,5) = lima puluh per sen. Menurut Chan dan u (1999), peratingan tingkat kepentingan dengan skala 1-9 oleh Saaty (1988) dapat direpresentasikan menjadi fuzzy set M 1 = mendekati satu sampai dengan M 9 = mendekati sembilan, sebagai berikut: m (x) 1 Sangat Tidak Penting Tidak Penting Sedang Penting Sangat Penting 0.5 x Gambar 2.6. Fuzzy set dari M 1 = mendekati 1 sampai M 9 = mendekati 9 (L.K. Chan, et al 1999) 2.8 Variabel Linguistik Variabel linguistik adalah variabel yang mempunyai bentuk penilaian yang diwujudkan kedalam ungkapan kata atau kalimat yang biasa digunakan didalam proses penilaian secara

12 18 kualitatif. Konsep dari variabel linguistik sangat berguna ketika digunakan dalam situasi dimana permasalahan yang dianalisa sangat rumit dan sulit untuk didefinisikan kedalam bentuk besaran kuantitatif. Sebagai contoh kata panjang adalah wujud dari variabel linguistik ketika penilaian yang diberikan merupakan bentuk penilaian kualitatif, tetapi kata panjang bisa berubah menjadi variabel numerik ketika penilaian yang digunakan menggunakan besaran kuantitatif. Ada suatu hipotesis yang dilakukan oleh para ilmuwan kognitif yang menyatakan bahwa bentuk bahasa komunikasi yang digunakan manusia untuk menggambarkan kesan mental dalam penilaian yang bersifat kualitatif lebih nyaman untuk digunakan dibandingkan menggunakan penilaian dengan besaran kuantitatif. alaupun sifat dari penilaian secara linguistik tersebut berkemungkinan mengandung unsur ketidakpastian tetapi mempunyai keunggulan bahwa model tersebut lebih mudah untuk digunakan. Menurut Zadeh (1975) dalam Chandra (2001), bahasa (linguistik) yang kita pergunakan sehari-hari telah menjadi kebiasaan bagi kita untuk dipergunakan dalam suatu penilaian. Sejak begitu banyaknya informasi yang mempengaruhi dalam proses komunikasi antar personal yang menggunakan bahasa sebagai bentuk komunikasi yang paling alamiah dimana sangat memungkinkan adanya unsur ketidakpastian didalamnya, maka konsep fuzzy dalam hal ini menawarkan sebuah mekanisme baru yang mampu menjembatani antara bentuk penilaian linguistik yang bersifat kualitatif untuk ditransformasikan kedalam bentuk kuantifikasi yang lebih dapat dianalisa secara matematis. 2.9 Defuzzifikasi Keluaran dari proses yang menggunakan algoritma fuzzy kadangkala juga membutuhkan besaran yang bernilai tunggal. Defuzzifikasi adalah sebuah model konversi dari bentuk nilai fuzzy

13 19 ke dalam besaran yang lebih presisi. Kurang lebih terdapat 7 metode di dalam literatur yang dapat digunakan dalam pengembangan model-model analisa untuk kasus yang mempunyai karakteristik ketidakpastian yang telah dikembangkan oleh para peneliti. Dalam penelitian kali ini akan digunakan metode Center of Area (Center of Gravity) atau yang sering disebut juga sebagai metode centroid. Metode ini adalah metode yang paling lazim dan paling banyak diusulkan oleh banyak peneliti yang digunakan (Sugeno, 1985;Lee, 1990 dalam Chandra, 2004). Formulasi matematis metode ini dapat diberikan sebagai berikut: 1 Z * * c ( z ) zdz ( z ) dz (2.2) c μ Z* Z Gambar 2.7 Metode Center of Area (Center of Grafity) 2.10 Multi Criteria Decision Making (MCDM) Tabucanon (1988) dalam bukunya menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan adalah pemilihan suatu alternatif dari berbagai alternatif sehingga menghasilkan pilihan terbaik berdasarkan beberapa kriteria optimasi. Kriteria disini adalah ukuran, aturan, dan standar untuk membantu proses pengambilan keputusan. Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan, maka himpunan alternatif dan kriteria terlebih dahulu harus ditetapkan. MCDM menjadi rumit dikarenakan banyaknya kriteria yang terlibat dalam permasalahan. Pada permasalahan yang hanya melibatkan satu kriteria penilaian, proses pemilihan alternatif akan relatif lebih mudah walaupun terdapat banyak alternatif yang harus dipertimbangkan. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa

14 20 tingkat kesulitan pengambilan keputusan sensitif terhadap jumlah kriteria yang dipertimbangkan. Tabucanon (1988) menyatakan bahwa suatu permasalahan tergolong MCDM jika dan hanya jika setidaknya terdapat dua kriteria yang saling bertentangan dan melibatkan dua solusi alternatif. Kriteria yang saling bertentangan (conflicting criteria) berarti kepuasan memilih suatu alternatif berdasarkan suatu kriteria tertentu akan berbeda berdasarkan kriteria yang lain. Sedangkan nonconflicting criteria memperlihatkan adanya dominasi yang kuat dari suatu alternatif terhadap alternatif lain yang diperbandingkan. Dalam optimasi multikriteria, konsep untuk menemukan nilai optimal tidak hanya secara simultan meningkatkan semua tujuan yang saling bertentangan. Konsep optimal diganti dengan satisfactory solution (solusi kompromi terbaik), dimana hal tersebut tergantung kepada pengambil keputusan dalam menentukan tujuannya. Secara umum ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam pencapaian solusi masalah pengambilan keputusan, yaitu: (i) Mendefinisikan alternatif yang akan dipertimbangkan dan formulasi permasalahan (pemilihan suatu alternatif, pemilihan suatu subset alternatif, atau perangkingan alternatif) (ii) Menetapkan sudut pandang/kriteria yang akan dijadikan dasar penilaian dan pemodelan preferensi pengambil keputusan pada tiap-tiap sudut pandang/kriteria tersebut (iii) Mensintesis informasi yang ada ke dalam suatu model global untuk mengagregasikan preferensi pengambil keputusan tersebut (iv) Mengaplikasikan suatu prosedur tertentu sesuai tujuan pengambilan keputusan Analytic Network Process (ANP)

15 21 Analytic Network Process (ANP) adalah suatu metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan Multi Criteria Decision Making (problem keputusan) yang tidak bisa dibuat struktur hirarkinya sebab melibatkan interaksi dan ketergantungan elemen-elemen atas pada elemen-elemen level bawah serta terdapatnya hubungan saling mempengaruhi antar kriteria pada level tertentu (Mohanty et al, 2005). ANP ditujukan untuk menentukan kepentingan relatif dari suatu set aktivitas dalam persoalan MCDM dengan menggunakan pairwise comparison. Didalam pelaksanaannya ANP menggunakan beberapa tenaga ahli (experts members) untuk menganalisa hubungan antar kriteria dan nilai bobot relatif antar kriteria tersebut. Kemudian dengan mengalikan bobot kriteria dan bobot alternatif proyek maka akan diperoleh bobot total untuk prioritas alternatif. Kelebihan dari metode ANP ini adalah dapat diaplikasikan untuk problem multikriteria yang diantara kriteriakriterianya terdapat hubungan innerdependence. Sehingga pada ANP memungkinkan terjadinya feedback yang tidak dapat dilakukan pada AHP. Seperti halnya AHP, ANP melibatkan hubungan secara hierarkis tetapi kontrol hirarki ini tidak membutuhkan struktur baku seperti pada AHP sehingga mampu menangani hubungan yang kompleks antara level-level keputusan dengan atribut-atribut (Meade dan Rogers, dalam Handayani, 2003). ANP memodelkan sistem dengan feedback dan sistem dimana satu level mungkin mendominasi maupun didominasi, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh level lainnya. Pada ANP juga digunakan metode perbandingan berpasangan seperti pada AHP dengan memiliki skala relatif yang dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Tingkat kepentingan Definisi Keterangan 1 Kedua elemen sama penting / disukai Elemen A1 dan A2 sama-sama disukai / penting Elemen yang satu sedikit lebih penting / disukai daripada elemen lainnya Elemen yang satu lebih penting / disukai daripada elemen lainnya Satu elemen sangat lebih penting / disukai daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting / disukai daripada elemen lainnya Elemen A1 cukup disukai / penting dibanding elemen A2 Elemen A1 lebih disukai / penting dibanding elemen A2 Elemen A1 sangat disukai / penting dibanding elemen A2 Elemen A1 mutlak disukai / penting dibanding elemen A2

16 22 ANP terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama terdiri dari kontrol hirarki atau jaringan kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi tersebut. Bagian yang kedua adalah berupa jaringan atau pengaruh yang terjadi antar elemen atau cluster. Jaringan yang terjadi antar kriteria sangat beragam dan limiting matriks untuk tiap supermatriks dihitung pada setiap kontrol kriteria. Pada akhirnya tiap supermatriks dibobotkan dengan prioritas dari masing-masing kontrol kriteria dan hasil akhir yang didapat adalah berupa penjumlahan dari semua kontrol kriteria. Konsep supermatriks digunakan untuk memperoleh bobot gabungan yang mengalahkan hubungan interrelationships yang ada (Mohanty et al, 2005). Hubungan saling mempengaruhi antar 1 set elemen dalam suatu komponen pada elemen lain dalam suatu sistem dapat direpresentasikan melalui prioritas sekali rasio yang diambil. Gambar 2.8 menggambarkan jaringan yang saling mempengaruhi antara elemen-elemen:

17 23 C1 C2 Inner dependence loop C4 C3 C6 C5 Outer dependence Loop Gambar 2.8 Jaringan feedback Pada gambar tersebut ada lima cluster yang saling berhubungan. Hubungan dalam cluster atau innerdependence terlihat pada C2 dan C6. Hal ini berarti elemen-elemen dalam cluster ini memiliki saling keterkaitan satu sama lain. Hubungan antar cluster (outer dependence) seperti yang terlihat pada C6 dan C5 dapat diartikan bahwa C6 memberikan pengaruh pada C5, begitu juga C1 memberikan pengaruh pada C4. Hubungan yang terjadi pada C1 dan C3 merupakan hubungan saling mempengaruhi yang ditunjukan dengan dua anak pada menjuju C1 dan C3. ANP dikembangkan sebagai upaya untuk memodelkan dependensi antar elemen. Prinsip pengembangan ANP menurut Saaty (2001): (i) ANP adalah pengembangan AHP. (ii) Dengan memungkinkan terjadinya saling ketergantungan, permodelan ANP menjadi lebih kompleks dibandingkan AHP. (iii) Dalam ANP terdapat dependensi dalam satu set elemen (inner dependence) dan dependensi antara elemen yang berbeda (outer dependence). (iv) Struktur jaringan dalam ANP memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan dari suatu

18 24 permasalahan tanpa memperhatikan elemen pertama dan selanjutnya yang muncul seperti pada hirarki. (v) ANP menggunakan control hierarchy atau control network untuk menangani permasalahan dengan kriteria-kriteria yang berbeda. Langkah ANP menurut Lee dan Kim (2000) dalam Handayani (2003): (i) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan (ii) Mengidentifikasikan kriteria-kriteria evaluasi (iii) Menentukan bobot kepentingan untuk mengetahui seberapa pentingnya satu kriteria evaluasi terhadap kriteria yang lain bagi pengambil keputusan didalam lingkup permasalahan yang ingin dipecahkan. Tabel 2.4 Skala penilaian tingkat kepentingan Nilai Definisi 1 Tidak Penting 3 Kurang Penting 5 Cukup Penting 7 Penting 9 Sangat Penting (iv) Menentukan bobot ketergantungan antar kriteria untuk mengetahui seberapa besar suatu kriteria tergantung pada kriteria yang lain didalam lingkup permasalahan tersebut dengan skala penilaian bobot antara 1-9. (v) Menentukan bobot prioritas kriteria untuk masing-masing kriteria dengan mengalikan bobot kepentingan kriteria dengan bobot ketergantungan kriteria.

19 Supermatriks sistem dengan feedback Asumsikan bahwa sebuah sistem yang memiliki N cluster atau komponen dimana elemen-elemen dalam tiap komponen saling berinteraksi atau memiliki pengaruh terhadap beberapa atau seluruh elemen dari komponen yang lain. Jika komponen h dinotasikan dengan C h, dimana h = 1,, N, memiliki n h elemen, yang dinotasikan dengan e h1, e h2,, e hnh. Pengaruh dari satu set elemen dalam suatu komponen pada elemen yang lain dalam suatu sistem dapat digambarkan oleh vektor prioritas skala rasio (ratio scale priority vector) yang diturunkan dari perbandingan berpasangan. Tiap vektor prioritas kemudian dibentuk pada posisi yang sesuai sehingga vektor kolom dalam sebuah supermatriks dari pengaruh yang ada, sebagai berikut : C C. C 1 2 N e e e e 1 n 1 e e n 2 N 1 Nn N C e 1 11 e N 1 n 1 1 C e e N 2 2 n 2 C e N N 1 e 1 N 2 N NN Nn N

20 26 Dimana blok i, j dari matriks ini adalah sebagai berikut : ( j i i1 ( ji i 2 ( ji ini ) ) ) ( j2 ) I1 ( j2 ) i2 ( j in i 2 ) ( j I1 ( j i2 ( j in i nj nj nj ) ) ) Pada tiap kolom merupakan eigenvector yang merepresentasikan pengaruh dari seluruh elemen dari komponen ke-1 pada tiap elemen dari komponen ke-j. Supermatriks terlebih dalu harus direduksi ke dalam suatu matriks, yang tiap kolomnya berjumlah satu, menghasilkan kolom yang stokastik atau suatu stokastik matriks. Jika matriks adalah stokastik, maka limiting priorities tergantung pada reducibility, primitivity dan cyclicity dari matriks tersebut. Irreducibility dibutuhkan dalam teorema Frobenius, berkaitan dengan fakta bahwa eigen value dari matriks yang tidak negatif adalah sederhana sehingga muncul hanya sekali. Primitivity menyakinkan bahwa tidak ada akar dimana modulinya sama dengan 1. Imprimitivity berhubungan dengan akar-akar dari kesatuan dan penjelasan dari cyclicity. Interaksi dari supermatriks diukur berdasarkan beberapa kriteria yang berbeda. Untuk menampilkan dan mengkaitkan kriteria, maka dibutuhkan kontrol hirarki yang terpisah yang melibatkan kriteria dan prioritas tersebut. Untuk tiap kriteria, akan dibuat supermatriks yang berbeda dari pengaruh-pengaruh yang ada. Stokastik matriks yang dihasilkan dikenal dengan supermatriks berbobot. Kondisi yang stokastik dibutuhkan untuk mendapatkan limiting priorities. Pada umumnya supermatriks tidaklah stokastik karena dalam tiap kolom terdiri dari beberapa eigen value yang mana jika dijumlahkan sama dengan satu sehingga seluruh kolom

21 27 matriks jika dijumlahkan hasilnya merupakan integer yang lebih dari satu. Hal umum yang dilakukan, adalah dengan menentukan pengaruh dari klaster pada tiap klaster berdasarkan pada kriteria kontrol. Prioritas dari sebuah komponen dari eigen vektor semacam itu digunakan untuk membobotkan keseluruhan elemen dalam blok dalam supermatriks yang sesuai dengan elemen-elemen dari klaster yang mempengaruhi maupun yang dipengaruhi, sehingga diperoleh supermatriks stokastik Penelitian Terdahulu Penggunaan metode fuzzy-anp untuk menyelesaikan permasalahan multikriteria merupakan suatu metode yang masih cukup baru. Penelitian-penelitian terdahulu kebanyakan masih menggunakan metode fuzzy saja ataupun metode ANP saja, sebagai contoh penelitian dari Chandra (2001) yang menerapkan metode fuzzy untuk menentukan prioritas pembinaan dan pengembangan sektor industri kecil potensial di wilayah kotamadya Surabaya, ataupun penelitian dari Findiastuti (2004) yang menerapkan metode ANP untuk menentukan prioritas pengembangan kelompok industri kecil menengah di kabupaten Bangkalan. Contoh penelitian yang menggunakan metode fuzzy-anp yang juga digunakan oleh penulis sebagai referensi dalam menyusun tugas akhir kali ini adalah penelitian dari Mohanty, et.al (2005). Penelitian ini bertujuan untuk memilih alternatif proyek Research & Development terbaik dari 3 alternatif yang ada. Dalam penelitian ini, terdapat 11 kriteria yang dikelompokkan kedalam 3 kluster. Penelitian ini juga menggunakan perbandingan berpasangan, memperhitungkan faktor biaya, dan juga menggunakan fungsi keanggotaan fuzzy triangular. Hasil akhirnya berupa nilai bobot dari tiga alternatif yang ada, dan selanjutnya dipilih alternatif yang memiliki bobot terbesar sebagai alternatif terbaik.

22 28 -Halaman Ini Sengaja Dikosongkan-

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS 3.1 Penggunaan Konsep Fuzzy Apabila skala penilaian menggunakan variabel linguistik maka harus dilakukan proses pengubahan variabel linguistik ke dalam bilangan fuzzy.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 75 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari serangkaian perhitunganperhitungan dan analisa-analisa yang telah dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada. Disamping itu disampaikan

Lebih terperinci

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 25-38 ISSN: 0854-4743 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Sri Kusumadewi, Idham Guswaludin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan pasar semakin ketat. Sebuah perusahaan dalam kegiatan pemasaran produk pasti membutuhkan konsumen untuk memilih produk yang akan dihasilkan. Oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sebuah aplikasi berupa Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) mulai dikembangkan pada tahun 1970. Decision Support Sistem (DSS) dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 LOGIKA FUZZY Titik awal dari konsep modern mengenai ketidakpastian adalah paper yang dibuat oleh Lofti A Zadeh, dimana Zadeh memperkenalkan teori yang memiliki obyek-obyek dari

Lebih terperinci

BAB III ANP DAN TOPSIS

BAB III ANP DAN TOPSIS BAB III ANP DAN TOPSIS 3.1 Analytic Network Process (ANP) Analytic Network Process atau ANP adalah teori matematis yang memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi faktor-faktor yang saling berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN NASABAH KARTU KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Fratika Aprilia Purisabara, Titin Sri Martini, dan Mania Roswitha Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan satu usaha Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan potensi daerah yang mengalami perkembangan sangat pesat. Perkembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 15 16

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas beberapa teori yang mendukung terhadap studi kasus yang akan dilakukan seperti: Strategic Planning Decision Support System (DSS) Evaluasi Supplier 2.1 Strategic

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN Sistem pendukung keputusan pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970 oleh Michael S. Scott dengan istilah management decision system yang merupakan

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN Oleh : Manis Oktavia 1209 100 024 Dosen Pembimbing : Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Sidang Tugas Akhir - 2013

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty.

Lebih terperinci

KECERDASAN BUATAN LOGIKA FUZZY

KECERDASAN BUATAN LOGIKA FUZZY KECERDASAN BUATAN LOGIKA FUZZY Pengertian adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Skema logika fuzzy Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang harus

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. By: Intan Cahyanti K, ST

LOGIKA FUZZY. By: Intan Cahyanti K, ST LOGIKA FUZZY By: Intan Cahyanti K, ST Pengertian Adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Skema Logika Fuzzy Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

Asahi Yusuf Syarif 1) ; Udisubakti Ciptomulyono 2) ; Tri Joko Wahyu Adi 1) Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Asahi Yusuf Syarif 1) ; Udisubakti Ciptomulyono 2) ; Tri Joko Wahyu Adi 1) Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya PENENTUAN PRIORITAS PROYEK PEMBANGUNAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK JANGKA PANJANG SAMPAI DENGAN TAHUN 2025 DI BALI DENGAN PENDEKATAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) Asahi Yusuf Syarif 1) ;

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Pendahuluan Alasan digunakannya Logika Fuzzy Aplikasi Himpunan Fuzzy Fungsi keanggotaan Operator Dasar Zadeh Penalaran Monoton Fungsi Impilkasi Sistem Inferensi Fuzzy Basis Data Fuzzy Referensi

Lebih terperinci

PEDEKATAN MODEL FUZZY TIME SERIES DENGAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS UNTUK PERAMALAN MAHASISWA BERPRESTASI

PEDEKATAN MODEL FUZZY TIME SERIES DENGAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS UNTUK PERAMALAN MAHASISWA BERPRESTASI PEDEKATAN MODEL FUZZY TIME SERIES DENGAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS UNTUK PERAMALAN MAHASISWA BERPRESTASI Rahmad Syah Jurusan Teknik Informatika, sekolah tinggi teknik harapan Jln. H.M Joni, Sumatera Utara,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keputusan Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan diantara pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih (Hansson,

Lebih terperinci

Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ)

Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ) J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 1, May. 2005, 17 26 Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process Dalam Seleksi Karyawan (Studi Kasus: Pemilihan Staf Administrasi Di PT. XYZ) Mardlijah,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Robbins dan Coultier (2012) menyatakan bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) PMDK adalah salah satu program penerimaan mahasiswa baru yang diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

Oleh: Putri Narita Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M. Eng. Sc

Oleh: Putri Narita Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M. Eng. Sc PEMILIHAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI KECIL MENENGAH POTENSIAL DI KABUPATEN BANGKALAN PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU DENGAN METODE DELPHI DAN ANP Oleh: Putri Narita 2505 100 117 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

Analisis Hubungan Proses Pembelajaran dengan Kepuasan Mahasiswa Menggunakan Logika Fuzzy

Analisis Hubungan Proses Pembelajaran dengan Kepuasan Mahasiswa Menggunakan Logika Fuzzy Scientific Journal of Informatics Vol. 2, No. 1, Mei 2015 p-issn 2407-7658 http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji e-issn 2460-0040 Analisis Hubungan Proses Pembelajaran dengan Kepuasan Mahasiswa

Lebih terperinci

PEMILIHAN KONTRAKTOR PERBAIKAN ROTOR DI PEMBANGKIT LISTRIK PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING

PEMILIHAN KONTRAKTOR PERBAIKAN ROTOR DI PEMBANGKIT LISTRIK PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING PEMILIHAN KONTRAKTOR PERBAIKAN ROTOR DI PEMBANGKIT LISTRIK PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING Akhmad Rusli 1, *), dan Udisubakti Ciptomulyono 2) 1, 2) Program

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 8 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran (Marketing) 2.1.1 Definisi Marketing Pemasaran (marketing) adalah suatu proses dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Proses Hirarki Analitik. Teknik analisis yang digunakan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Proses Hirarki Analitik. Teknik analisis yang digunakan adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 Penelitian Terdahulu Sukarto (2006 melakukan penelitian mengenai pemilihan model transportasi yang sesuai dalam usaha memecahkan masalah kemacetan dengan udul penelitian Pemilihan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG) Frans Ikorasaki 1 1,2 Sistem Informasi, Tehnik dan Ilmu Komputer, Universitas Potensi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Sistem Sistem adalah kumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep dan prosedur yang dimaksudkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX Daniar Dwi Pratiwi 1, Erwin Budi Setiawan 2, Fhira Nhita 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Fuzzy Pada awal tahun 1965, Lotfi A. Zadeh, seorang professor di Universitas California di Barkley memberikan sumbangan yang berharga untuk teori pembangunan sistem yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

Himpunan Tegas (Crisp)

Himpunan Tegas (Crisp) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Suatu cara untuk merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian (keraguan, ketidaktepatan, kekuranglengkapan informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian). Fuzzy System

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy 2.1.1 Pendahuluan Titik awal dari konsep modern mengenai ketidakpastian adalah paper yang dibuat oleh Lofti A Zadeh, di mana Zadeh memperkenalkan teori yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) mengakibatkan populasi penduduk kota semakin tinggi. Populasi penduduk yang tinggi mengakibatkan sulit untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Email: kustiannunu@gmail.com ABSTRAK Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Fuzzy Logic Fuzzy logic pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Teori ini banyak diterapkan di berbagai bidang, antara lain representasi pikiran manusia

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Dahriani Hakim Tanjung Sistem Informasi, Teknik dan Ilmu Kompuer, Universitas Potensi Utama JL. KL. Yos Sudarso

Lebih terperinci

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Prosiding INSAHP5 Semarang,14 Mei 2007 ISBN :... Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Evi Yuliawati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN MENGINTEGRASIKAN CLUSTER ANALYSIS, ANP DAN TOPSIS SERTA ALOKASI ORDER DENGAN BEBERAPA FUNGSI TUJUAN

PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN MENGINTEGRASIKAN CLUSTER ANALYSIS, ANP DAN TOPSIS SERTA ALOKASI ORDER DENGAN BEBERAPA FUNGSI TUJUAN Sidang Tesis PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN MENGINTEGRASIKAN CLUSTER ANALYSIS, ANP DAN TOPSIS SERTA ALOKASI ORDER DENGAN BEBERAPA FUNGSI TUJUAN Disusun oleh : Ivan Angga Shodiqi NRP : 2509 203 011 Dibimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem pendukung keputusan merupakan sistem interaktif dalam mendukung proses pengambilan keputusan melalui alternatif alternatif yang diperoleh dari hasil pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini antara lain adalah sistem pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelakupelaku dalam pengadaan paprika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab landasan teori bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai metode atau pun teori yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini, sehingga dapat membangun pemahaman yang sama antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung kepututsan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif-alternatif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PT PLN (Persero) merupakan perusahaan penyedia jasa kelistrikan terbesar di Indonesia. Proses dalam meningkatkan usahanya, PT PLN (Persero) tidak dapat melepaskan perhatiannya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Sayuran adalah salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi pengembangan pasar

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP Analytic Hierarchy Process atau AHP dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 2 Analytical Network Process (ANP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 2 Analytical Network Process (ANP) Praktikum 2 Analytical Network Process (ANP) Definisi Analyitical Network Process (ANP) Analytical Network Process (ANP) adalah teori matematis yang memungkinkan seorang pegambil keputusan menghadapi faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman maka tingkat pendidikan pada masyarakat mengalami peningkatan. Oleh karena itu masyarakat memandang bahwa pendidikan pada tingkat

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BENANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) (STUDI KASUS HOME INDUSTRY NEDY)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BENANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) (STUDI KASUS HOME INDUSTRY NEDY) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BENANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) (STUDI KASUS HOME INDUSTRY NEDY) Yani Iriani 1, Topan Herawan 2 1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual PT Saung Mirwan melihat bahwa sayuran Edamame merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan dalam negeri

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan sistem yang kompleks. Logika fuzzy memberikan rangka kerja yang kuat dalam memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto Masalah kinerja pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto sangat mendapat perhatian. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya

Lebih terperinci

: Sistem Pendukung Keputusan, Siswa berprestasi, Tsukamoto

: Sistem Pendukung Keputusan, Siswa berprestasi, Tsukamoto SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SISWA BERPRESTASI BERBASIS WEB DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA SMA INSTITUT INDONESIA Eko Purwanto Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaiknya dilakukan analisis prioritas terhadap alternatif-alternatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sebaiknya dilakukan analisis prioritas terhadap alternatif-alternatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seringkali sebuah organisasi dihadapkan dengan suatu masalah dimana organisasi tersebut mengalami kesulitan dalam memilih suatu alternatif dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Logistik Manajemen Logistik merupakan kegiatan yang unik, karena kegiatan ini merupakan kegiatan tertua dan termuda sekaligus. Manajemen Logistik disebut tertua, jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Simplikasi. Asumsi. Validasi model. Verifikasi, pengujian yang diusulkan. Implementasi solusi Gagal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Simplikasi. Asumsi. Validasi model. Verifikasi, pengujian yang diusulkan. Implementasi solusi Gagal 21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (diantara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan (Turban,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pelanggan Perasaan puas pelanggan timbul ketika konsumen membandingkan persepsi mereka mengenai kinerja produk atau jasa dengan harapan mereka. Sementara itu kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di industri jasa penerbangan membuat bisnis layanan semakin berat untuk dihadapi. Upaya PT Garuda Indonesia dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Studi Menurut penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti terdahulu, hasil menunjukkan berbagai pandangan tentang metode Fuzzy Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

Sistem Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Mengunakan Metode ANP-TOPSIS

Sistem Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Mengunakan Metode ANP-TOPSIS Sistem Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Mengunakan Metode ANP-TOPSIS Moh Ramdhan Arif Kaluku 1, Nikmasari Pakaya 2 Jurusan Teknik Informastika Universitas Negeri Gorontalo Gorontalo, Indonesia 1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR LAMBANG... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR LAMBANG... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMBANG... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

PEMILIHAN ALTERNATIF PENYEDIAAN BBK DI PT X DENGAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS)-BOCR (BENEFIT, OPPORTUNITY, COST DAN RISK)

PEMILIHAN ALTERNATIF PENYEDIAAN BBK DI PT X DENGAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS)-BOCR (BENEFIT, OPPORTUNITY, COST DAN RISK) PEMILIHAN ALTERNATIF PENYEDIAAN BBK DI PT X DENGAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS)-BOCR (BENEFIT, OPPORTUNITY, COST DAN RISK) Didien Suhardini, Adhitya Tuhagono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Analisis Metode Fuzzy Analytical Network Process untuk Sistem Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Jalan

Analisis Metode Fuzzy Analytical Network Process untuk Sistem Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Jalan 122 Analisis Metode Fuzzy Analytical Network Process untuk Sistem Pengambilan Keputusan Pemeliharaan Rizky Ardiansyah 1, M. Aziz Muslim 2, Rini Nur Hasanah 3 Abstract Road, as one of the land transportation

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier merupakan model matematik untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Kata sifat linier digunakan untuk menunjukkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming. PENENTUAN MULTI CRITERIA DECISION MAKING DALAM OPTIMASI PEMILIHAN PELAKSANA PROYEK Chintya Ayu Puspaningtyas, Alvida Mustika Rukmi, dan Subchan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PEMILIHAN PEMASOK DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP): STUDI KASUS DI PT. AI

PEMILIHAN PEMASOK DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP): STUDI KASUS DI PT. AI PEMILIHAN PEMASOK DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP): STUDI KASUS DI PT. AI Yogi Yusuf Wibisono dan Kristi D. A. Gondo Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.1.1 Kegunaan Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hal

Lebih terperinci

PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO

PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO Asrianda 1 asrianda@unimal.ac.id Abstrak Bertambahnya permintaan mahasiswa atas kebutuhan makan seharihari, berkembangnya usaha warung

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP Universitas Dharma Andalas Email: dewi.a@unidha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci

Bab II Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) M.Fajar Nurwildani Dosen Prodi Teknik Industri, Universitasa Pancasakti,

Lebih terperinci