KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL Oleh: Mewa Ariani Hermanto Gatoet Sroe Hardono Sugiarto Tonny Sulistiyo Wahyudi PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2013

2 KATA PENGANTAR Mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tertumpu pada kemandirian dan kedaulatan pangan telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi dan pertanian domestik. Ketahanan pangan dibangun berdasarkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan lokal yang bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pemerintah menetapkan kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti dengan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal oleh Kementerian Pertanian dengan target terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 %/tahun dan kenaikan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 1/tahun. Hal ini berarti pola pangan masyarakat Indonesia harus berdiversifikasi tidak hanya pangan pokok yang bertumpu pada beras tetapi juga diversifikasi pangan secara luas. Potensi pangan lokal sumber karbohidrat di Indonesia telah banyak dan beragam jenisnya seperti jagung, ubikayu, ubijalar, sagu, adung, gembili, pisang, sukun, talas dan lain-lain. Pangan ini dapat dikembangkan sebagai upaya mempercepat diversifikasi pangan. Pada tahun 2013, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melaksanakan kajian Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal. Kajian ini termasuk dalam ranah kegiatan Analisis Kebijakan. Hasil kajian ini diharapkan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan pangan terutama dikaitkan dengan diversifikasi pangan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan tim yang telah membantu dari persiapan dan sampai tersusunnya laporan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Desember 2013 Kepala Pusat Dr. Ir. Handewi Purwati Saliem.MS NIP I

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman i ii iii vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dasar Pertimbangan Tujuan Penelitian Keluaran Penelitian Perkiraan Manfaat dan Dampak... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Hasil-Hasil Penelitian Terkait.. 9 III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Kegiatan Lokasi Penelitian Data dan Metode Analisis Jenis dan Sumber Data Metode Analisis. 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi dan Capaian Produksi Pangan Lokal Potensi Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Perkembangan Harga Gabah, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Kebijakan, Program, Permasalahan dan Tantangan Produksi Pangan Pola Konsumsi Pangan Lokal Pangsa Pengeluaran Pangan Konsumsi Energi dan Protein Serta 45 Diversifikasi Konsumsi Pangan Tingkat Konsumsi Pangan Kebijakan, Program, Permasalahan dan Tantangan Pola Konsumsi Pangan Industri Pengolahan dan Produk Pangan Lokal II

4 Industri Pengolahan Pangan Lokal Teknologi Pengolahan Pangan Produk dan Harga Pangan Kebijakan Program, Permasalahan dan Tantangan Teknologi Industri Pangan... Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Identifikasi Unsur SWOT Alternatif Kebijakan Untuk Pengembangan Program V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan 107 DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN III

5 DAFTAR TABEL Tabel Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984 dan Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan Nasional (%).. Pangsa Pengeluaran Pangan Menurut Pulau (%)... Pangsa Pengeluaran Padi-padian Menurut Pulau... Pangsa Pengeluaran Umbi-umbian Menurut Pulau (%)... Distribusi Propinsi Menurut Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Konsumsi Energi, Protein dan Skor PPH Provinsi Banten... Pencapaian Skor PPH.... Distribusi Propinsi Berdasarkan Perubahan Skor PPH (2005 dan 2012).... Pola Pangan Masyarakat, 2011 dan 2012 Gram/Kapita/Hari)... Perkembangan Pola Konsumsi Pangan Pokok Di Indonesia Di Indonesia.. Tingkat Konsumsi Pangan: Beras, Umbi-umbian dan Terigu Menurut Wilayah (Kg/Kap/Th)... Rata-rata Tingkat Konsumsi Beras dan Terigu Menurut Pulau (Kg/Kap/Th)... Rata-rata Tingkat Konsumsi Jagung, Ubikayu dan Ubijalar Menurut Pulau (Kg/Kap/Th).... Rata-rata Tingkat Konsumsi Sagu dan Umbi Lainnya Menurut Pulau (Kg/Kap/Th)... Perkembangan Kebijakan/Program/Kegiatan Diversifikasi Konsumsi Pangan... Kinerja Umum Industri Besar dan Sedang Tahun Jumlah Industri Pangan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Tambah... Beberapa Produk Industri Pengolahan Padi, Palawija, Kacang- Kacangan, Umbi-umbian dan Pangan Sumber Karbohidrat Lain Beberapa Produk Industri Pangan Hewan Beberapa Produk Industri Pangan Nabati..... Beberapa Produk Industri Sayur Buah... Beberapa Produk Industri Minyak, Lemak dan Produk Turunannya... Halaman IV

6 Beberapa Produk Industri Gula, Produk Turunan Gula, Dan Pemanis Lain... Beberapa Produk Industri Minuman dan Penyegar Lain... Beberapa Produk Industri Pangan Lainnya... Rataan Harga Produsen Beberapa Jenis Komoditas Pangan... Matrik Urgensi Internal Dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan... Matrik Urgensi Eksternal Dalam Pengembangan Diversifikasi Pangan... Nilai Keterkaitan Antara Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Diversifikasi Pangan... Formulasi Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Berdasarkan Evaluasi Faktor Internal Eksternal V

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Perkembangan Produksi Padi Indonesia Perkembangan Produksi Padi Menurut Wilayah Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Padi Pangsa Produksi Padi Perkembangan Pangsa Produksi Padi Perkembangan Produktivitas Padi Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produksi Padi Laju Pertumbuhan Produktivitas Padi Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Jagung Perkembangan Produksi Jagung Menurut Wilayah Pangsa Produksi Jagung Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Jagung Perkembangan Produksi Ubi Kayu Indonesia Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Kayu Perkembangan Produksi Ubi Kayu Menurut Wilayah Pangsa Produksi Ubi Kayu Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Ubi Kayu Perkembangan Produksi Ubi Jalar Indonesia Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Jalar Perkembangan Produksi Ubi Jalar Menurut Wilayah Pangsa Produksi Ubi Jalar Rata-rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Ubi Jalar Perkembangan Luas Panen Padi Menurut Wilayah Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Padi Menurut Wilayah Tahun Pangsa Luas Panen Padi VI

8 Perkembangan Luas Panen Jagung Menurut Wilayah Tahun Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Jagug Menurut Wilayah Tahun Pangsa Luas Panen Jagung Perkembangan Luas Panen Ubi Kayu Menurut Wilayah Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Ubi Kayu Menurut Wilayah Pangsa Luas Panen Ubi Kayu Perkembangan Luas Panen Ubi Jalar Menurut Wilayah Rata-rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Luas Panen Ubi Jalar Menurut Wilayah Pangsa Luas Panen Ubi Jalar Pangsa Luas Panen Padi, Jagung, dan Ubi Kayu + Ubi Jalar Perkembangan Harga Gabah, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Pangsa Pengeluaran Pangan (%)... Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan Tingkat Nasional (%)... Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Perkotaan (%)... Pangsa Pengeluaran Kelompok Pangan di Pedesaan (%)... Konsumsi Energi Menurut Wilayah... Konsumsi Protein Menurut Wilayah... Konsusmi Energi dan Protein di Kab. Gunung Kidul... Capaian Skor PPH... Peran Sektor Industri Pangan Dalam Pembentukan PDB... Pencapaian Kapasitas Terpasang Industri, Dinamika Harga Komoditas Pangan Peta Kekuatan Faktor-faktor yang Dapat Menentukan Kesuksesan Pengembangan Diversifikasi Pangan Di Indonesia VII

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman Gambar Skema Pemanfaatan Ubi kayu Untuk Berbagai Produk Pangan Gambar Skema Pemanfaatan Jagung Untuk Berbagai Produk Pangan..... Gambar Skema Pemanfaatan Sagu Untuk Berbagai Produk Pangan VIII

10 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenannya, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di berbagai tingkatan wilayah, mulai dari tingkat nasional sampai rumahtangga bahkan individu sesuai konsep ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan No. 7, Terdapat 11 permasalahan mendasar di sektor pertanian diantaranya adalah masih rawannya ketahanan pangan dan belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian (2009), yang dituangkan dalam Renstra Kementerian Pertanian tahun mencanangkan empat target sukses pertanian yang salah satunya adalah peningkatan diversifikasi pangan. Pencanangan target sukses ini didasari pada masih belum tercapainya konsumsi sesuai Pola Pangan harapan (PPH). Dengan jumlah penduduk yang besar dan akan terus bertambah maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan akan memberatkan upaya pemantapan pangan secara berkelanjutan di tingkat lokalita. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendidik masyarakat untuk melakukan diversifikasi produksi dan konsumsi bahan pangan sesuai skor PPH yang dicanangkan. Dengan demikian diharapkan ketahanan pangan nasional akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Disamping itu, sumberdaya alam yang tersedia dapat dikembangkan untuk mendorong komoditas pangan lain dan bahan baku industri yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara. Dalam kebijakan terbaru seperti pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau dikenal dengan MP3EI, (Kemenko Bidang Perekonomian, 2011), juga menyebutkan akan pentingnya diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam MP3EI disebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan prasyarat penting mendukung keberhasilan pembangunan Indonesia. Ketahanan pangan yang dibangun berdasarkan prinsip- 1

11 prinsip sebagai berikut: 1) Ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi dan produksi, 2) Pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif, 3) Upaya diversifikasi konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya, 4) Diversifikasi produksi pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan potensi produksi pangan daerah, 5) Pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas di Luar Jawa dan 6) Peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan dan pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, secara eksplisit dituangkan bahwa penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2003). Ketahanan pangan diwujudkan dengan membangun kemandirian pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi domestik. Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah karena jumlah penduduk terus bertambah. Jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, dimana 53,45% berada di Pulau Jawa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49%. (BPS, 2011). Diperkirakan pada tahun 2020, penduduk Indonesia berjumlah 250 juta. Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan pangan nasional untuk memperkuat ketahanan pangan tidaklah mudah. Sumaryanto (2009) mengemukakan kendala yang dihadapi dalam peningkatan ketersediaan produksi pangan per kapita terutama adalah: (1) pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena (i) laju perluasan lahan pertanian baru sangat rendah dan (ii) konversi lahan pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, (iii) degradasi sumberdaya air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian; dan (2) adanya gejala kemandegan dalam pertumbuhan produktivitas. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih bias pada komoditas beras bahkan beras sudah menjadi makanan pokok tunggal. Provinsi yang semula mengkonsumsi pangan bukan beras beralih ke beras (Ariani dan Asari, 2003). Hal 2

12 ini yang mengakibatkan tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia relatif masih tinggi. Makmur, M (2010) mengatakan bahwa konsumsi beras total untuk Indonesia tahun 2009 sebesar 139 kg/kapita/tahun lebih besar dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Jepang, misalnya sudah dibawah angka 100 kg, yaitu masing-masing sebesar 90 kg, 80 kg dan 60 kg. Ke depan, ketahanan pangan akan rapuh jika hanya bertumpu pada beras. Konsumsi pangan secara umum merupakan pengeluaran terbesar dari rumah tangga di wilayah perdesaan yang rata-rata mencapai 58,57% dari total pengeluaran rumah tangga. Khususnya untuk konsumsi padi-padian, rumah tangga di perdesaan harus menyediakan 13,25 % dari total pendapatannya untuk membeli komoditas pangan ini. Kondisi demikian menunjukkan terjadinya ketergantungan yang tinggi terhadap konsumsi pangan padi-padian telah menyebabkan besarnya alokasi pendapatan rumah tangga. Pada tingkat nasionalpun negara Indonesia sangat tergantung kepada sumber pangan karbohidrat seperti beras dan gandum/tepung terigu. Kondisi itu dibuktikan dengan upaya melakukan impor pangan karbohidrat beras secara berkesinambungan yang melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah, yakni lebih dari 62 %. Ketergantungan negara akan pangan beras ini, merupakan cerminan dari pola konsumsi pangan masyarakat (food habits) yang cenderung ke beras, padahal sumber pangan non beras masih melimpah ruah, seperti ketela, ubi jalar, jagung, kedele dan umbi-umbi lainnya. Menyikapi kondisi demikian, pemerintah berupaya mendorong diversifikasi pangan untuk mengurangi beban konsumsi pangan karbohidrat kepada komoditi pangan lain yang lebih murah dan terjangkau. Beras adalah salah satu pangan kunci di dunia dan dimakan oleh sekitar 3 miliar orang setiap harinya. Di Asia, beras merupakan makanan pokok untuk sekitar 600 juta penduduk. Lebih dari 60 % penduduk dunia atau satu milyar orang yang tinggal di Asia tergantung pada beras sebagai makanan pokok dan hidup dalam kemiskinan serta kekurangan gizi. Oleh karena itu, jika terjadi penurunan produksi padi, maka berarti akan lebih banyak orang tergelincir ke dalam jurang kemiskinan dan kelaparan (Tim Peneliti Pangan IPSK-LIPI, 2011). 3

13 Indonesia merupakan salah satu negara megadiversitas (hasil studi United Nations Environmental Protection). Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup seperti yang disitir oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (2012) bahwa Indonesia sedikitnya memiliki 100 spesies tanaman biji-bijian, umbi-umbian, sagu, penghasil tepung dan gula sebagai sumber karbohidrat. Namun hanya beberapa pangan sumber karbohidrat yang dikenal secara luas dan dimanfaatkan untuk dikonsumsi secara intensif seperti padi, jagung, ubikayu, ubijalar, sagu dan lainnya. Bahkan beberapa pangan tersebut telah tergantikan oleh beras dan gandum. Beragam pangan lokal seperti jagung, umbi-umbian dan sagu mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu Dasar Pertimbangan Mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tertumpu pada kemandirian pangan telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi dan pertanian domestik. Ketahanan pangan dibangun berdasarkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan lokal yang bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pemerintah menetapkan kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang ditindaklanjuti dengan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal oleh Kementerian Pertanian dengan target terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,5 % per tahun dan kenaikan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 1 per tahun (Badan Ketahanan Pangan, 2009). Hal ini berarti pola pangan masyarakat 4

14 Indonesia harus berdiversifikasi tidak hanya pangan pokok yang bertumpu pada beras tetapi juga diversifikasi pangan secara luas seperti pangan sumber protein, vitamin dan mineral. Potensi pangan pokok di Indonesia telah banyak dan beragam jenisnya. Sejak lama Indonesia mempunyai pola pangan pokok yang beragam dengan menggunakan pangan lokal non beras seperti jagung, aneka umbi-umbian, pisang dan sagu. Indonesia mempunyai 11 pola pangan pokok yang tersebar di berbagai provinsi. Walaupun program diversifikasi konsumsi pangan telah digulirkan sejak tahun 1960-an, namun justru pangan pokok telah bergeser yaitu pola pangan pokok yang semula beragam dan berasal dari pangan lokal seperti jagung, ubikayu, ubijalar, sagu dan lain-lain, beralih ke pola tunggal dengan komoditas beras. Masyarakat di beberapa wilayah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras beralih ke beras. Pelaksanaan penganekaragaman konsumsi pangan menuju konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman akan memberikan manfaat yang besar, apabila mampu menggali dan mengembangkan potensi sumber-sumber pangan lokal. Namun diversifikasi pangan pokok atau pangan sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, masih sukar dilaksanakan yang ditunjukkan dengan masih tingginya konsumsi beras dan pola pangan pokok yang kearah tunggal yaitu beras. Upaya penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan lokal non beras serta peningkatan skor PPH dilakukan melalui diversifikasi konsumsi pangan pokok. Diversifikasi pangan dapat diwujudkan sesuai dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki. Selain beras dan terigu, ada lebih dari 30 jenis aneka pangan lokal non beras. Misalnya jagung dan umbi-umbian seperti talas, singkong, gadung, gembili, pisang, huwi, sukun, dan lain-lain. Umbi-umbian adalah bahan nabati yang tumbuh di dalam tanah seperti ubikayu, ubijalar, kentang, dan sebagainya. Di Indonesia ubikayu merupakan makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Ubikayu mempunyai arti ekonomi terpenting diantara jenis umbi-umbian lainnya, sebab selain dapat dikonsumsi langsung, dapat 5

15 dijadikan tepung tapioka, gaplek, pelet, tape, dekstrin, lem, kerupuk, dan lainlainnya. Selain ubikayu, terdapat pula ubijalar yang tingkat produksinya di negara kita ini cukup berlimpah, tetapi penggunaannya belum seluas ubikayu (singkong). Ubi jalar umumnya masih dikonsumsi sebagai ubijalar rebus, kolak, atau ubi bakar. Padahal, peranan ubijalar sebagai sumber karbohidrat dan zat tenaga adalah sangat penting, yaitu hampir menyamai singkong. Kelebihan yang dimiliki ubijalar ini (terutama yang berwarna merah) dibandingkan ubi-ubian lainnya seperti ganyong, kentang, singkong, suweg, talas, dan uwi adalah kandungan Vit A-nya yang sangat tinggi. Peningkatan peran pangan lokal non beras mampu mensubsitusi atau komplemen dengan beras atau gandum melalui pengembangan teknologi pengolahan produk pangan lokal non beras baik dari segi keanekaragaman produk maupun rasa, packaging, ukuran, dan lainnya. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa penganekaragaman pangan dilakukan dengan mengembangkan teknologi pengolahan dan produk pangan. Oleh karena itu, kajian terkait diversifikasi pangan non beras berbasis pangan lokal perlu dilakukan. Peran pangan non beras ini dapat sebagai pangan pokok atau pangan selingan. Kajian mencakup potensi produksi, konsumsi, teknologi pengolahan dan produk pangan lokal. Selain itu juga dianalisis mengenai permasalahan, peluang dan strategi pengembangan diversifikasi pangan lokal baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi pangan. Pangan lokal yang dimaksud adalah pangan sumber karbohidrat (umbi-umbian, jagung, sagu, dll) yang dikonsumsi dan diproduksi berbasis potensi dan kearifan lokal Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Adapun tujuan khusus adalah : 1. Menganalisis potensi produksi pangan lokal 6

16 2. Menganalisis pola konsumsi pangan lokal 3. Mengidentifikasi teknologi pengolahan dan produk pangan lokal 4. Menyusun strategi pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal 1.4. Keluaran Penelitian Secara umum keluaran penelitian ini adalah rumusan kebijakan pengembangan diversifikasi pangan lokal. Secara khusus seperti berikut: 1. Potensi dan perkembangan produksi pangan lokal 2. Pola konsumsi pangan lokal 3. Teknologi pengolahan dan produk pangan lokal 4. Strategi pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar rekomendasi dalam penyempurnaan kebijakan ketahanan pangan ke depan terutama terkait dengan kebijakan diversifikasi pangan terutama untuk pangan lokal. Selain itu juga dapat digunakan untuk dasar kebijakan pengembangan agroindustri berbasis pangan lokal. Dampak dari kegiatan ini adalah penguatan ketahanan pangan berbasis kemandirian pangan dan peningkatan pendapatan petani. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal disebutkan bahwa pangan lokal didefinisikan sebagai pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Sementara itu, pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara arau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (Badan ketahanan pangan, 2009). Dalam penelitian ini 7

17 pangan lokal dibatasi hanya pangan sumber karbohidrat yang diproduksi dan dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan ketahanan pangan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Konsep diversifikasi pangan telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar sesuai dengan kontek tujuannya. Ada yang mengartikan diversifikasi dalam arti sempit hanya pada pangan sumber karbohidrat yaitu pada pangan pokok, ada pula dalam arti luas mencakup pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Namun pada umumnya seperti ditulis oleh Cahyani, G.I (2008) bahwa diversifikasi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu diversifikasi vertikal, horizontal dan regional. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan. Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah penganekaraman antar komoditas. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pokok menjadi produk baru untuk keperluan pada tingkat konsumsi. Secara prinsip diversifikasi vertikal adalah merupakan upaya pengembangan setelah panen di dalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan limbah pertanian. Diversifikasi vertical dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna bagi kebutuhan manusia. Sementara itu Diversifikasi regional yaitu merupakan diversifikasi antar wilayah dan social budaya. Badan Ketahanan Pangan (2009) dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang Gerakan Percepatan Penganekaragan Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal mendefinisikan diversifikasi/ penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis saja tetapi terhadap bermacam-macam bahan pangan. 8

18 2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait Diversifikasi Pangan Non Beras berbasis Pangan Lokal Meskipun konsumsi beras cenderung menurun namun kontribusinya terhadap total energi masih diatas 60 % sedangkan umbi-umbian baru menyumbang energi sekitar 3 %, aneka umbi-umbian mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu (Hardinsyah dan Martianto, 2001). Seringkali pemerintah hanya menganjurkan masyarakat untuk melakukan keanekaragaman konsumsi pangan dan bersifat hanya menyuruh tanpa didukung oleh ketersediaan bahannya yang dapat diperoleh secara mudah. Dalam memenuhi permintaan konsumen, salah satu faktor yang sangat penting dalam mensukseskan program keanekaragaman pangan adalah melaksanakan product development. Produk ini merupakan upaya menciptakan suatu produk baru yang memiliki sifat antara lain sangat praktis, tersedia dalam segala ukuran, kalau digunakan tidak ada sisanya dan mudah diperoleh di mana saja. Dengan semakin sibuknya kehidupan setiap anggota rumah tangga dan tidak cukupnya waktu untuk memasak makanan maka bentuk makanan yang siap olah dan siap santap merupakan pilihan yang terbaik (Baharsyah, 1994). Hasil analisis dengan menggunakan data Susenas 1979 (Pusat Penelitian Agro Ekonomi, 1989) dan 1996 (Rachman, 2001) di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) menunjukkan bahwa: 1) semua propinsi di Indonesia pada tahun 1979 mempunyai pola pangan pokok utama beras. Pada tahun 1996, posisi tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi pada pangan kedua yaitu antara jagung dan umbi-umbian; 2) pola tunggal beras pada tahun 1979 hanya terjadi di satu propinsi yaitu Kalsel, maka pada tahun 1996 terjadi di 8 propinsi yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng (Ariani, 2010). 9

19 Ini berarti telah terjadi peningkatan preferensi dan jumlah konsumsi beras yang signifikan di propinsi tersebut, sehingga mampu menggeser peran jagung dan umbi-umbian sebagai pangan pokok seperti pada Tabel 2.1. Peran beras sebagai pangan pokok semakin kuat, yang ditunjukkan oleh tingkat partisipasi yang cukup tinggi di berbagai wilayah termasuk pada wilayah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras. Bahkan di beberapa propinsi, terjadi pergeseran pangan pokok dari beragam cenderung pola tunggal yaitu beras. Di sisi lain, pangan lokal seperti jagung dan ubikayu semakin ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti mi semakin banyak digemari oleh masyarakat yang ditunjukkan dengan kenaikan tingkat partisipasi yang signifikan. Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya diversifikasi konsumsi pangan. Diantaranya adalah : 1) beras memang lebih enak dan mudah diolah, 2) adanya konsep makan yang keliru, belum dikatakan makan kalau belum makan nasi, 3) beras sebagai komoditas superior, 4) ketersediaan beras melimpah dan harganya murah, 5) pendapatan rumah tangga, 6) terbatasnya teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras (pangan lokal), 7) kebijakan pangan yang tumpang tindih dan 8) adanya kebijakan impor gandum, jenis product development cukup banyak dan promosi yang gencar. Sayaka dkk (2005) melaksanakan penelitian di tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Hasil penelitian adalah: a) Sebagian besar penduduk di wilayah penelitian, terutama yang tinggal di pedesaan, mengkonsumsi ubikayu, jagung, dan sagu sebagai makan pokok sesuai yang dihasilkan oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam setempat. Sementara itu, sumber perolehan beras yang dikonsumsi oleh rumah tangga termasuk rumah tangga di pedesaan berasal dari pembelian. Jenis pangan lokal yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga untuk ubikayu berupa ubikayu segar, untuk jagung berupa jagung pipilan dan sagu berupa tepung sagu. Pola konsumsi pangan rumah tangga masih bias pada pangan sumber karbohidrat, belum beragam seperti dalam 10

20 PPH, demikian pula untuk konsumsi pangan pokoknya. Konsumsi pangan pokok di pedesaan lebih beragam dibandingkan di perkotaan. Tabel 2.1. Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984, dan 1996 No. Pola Makanan Pokok Beras Kalsel, DKI, NAD, Sumbar 2. Beras+umbiumbian Kaltim, NTB, Kalteng, Kalbar, Bali, DIY, Lampung, Bengkulu, Jambi, Riau, Sumsel, Sumut, Jabar DKI, NAD, Sumbar, Bengkulu Kaltim, Kalteng, Kalbar, Kalsel, Sumut, Sumsel, Riau, Jambi, Jabar NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulteng, Sulsel 3. Beras+jagung+ umbi-umbian Sulut, Jateng, Tim-Tim, Jatim Sultra 4. Beras+umbiumbian+jagung Sulut, NTT NTT, Lampung, - DIY, Bali 5. Beras+umbiumbian+sagu+ Sulsel, Jateng, Maluku - Jatim pisang 6. Beras+sagu+umb Maluku Papua - i-umbian 7. Beras+umbiumbian+sagu+ Papua - Maluku, Papua jagung 8. Beras + sagu - NTB,Sulsel, NTT, Tim-Tim Sultra 9. Beras + jagung Sulteng Beras+jagung+sa gu+umbi-umbian 11. Beras+sagu+umb i-umbian+ jagung - Sulteng - Sultra b) Sebagian besar rumah tangga mengkonsumsi ubikayu dan jagung sebagai makanan pokok dalam bentuk campuran dengan mencampur beras untuk konsumsi ubikayu, dengan ubikayu/ubijalar untuk konsumsi jagung. Sementara itu, sagu dikonsumsi dalam bentuk tunggal. Jenis makanan olahan yang menggunakan bahan baku ubikayu, jagung dan sagu yang masak oleh rumah tangga sebagai 11

21 makanan selingan relatif banyak, namun cara masaknya masih bersifat tradisional (dikukus, direbus, digoreng) dan tidak ada jenis makanan baru yang diolah. Rumah tangga juga jarang membeli makanan olahan yang menggunakan bahan baku ketiga komoditas tersebut. Pada rumah tangga perkotaan telah terjadi perubahan konsumsi pangan pokok dari pangan lokal (ubikayu, jagung dan sagu) ke beras melalui mekanisme RASKIN dan tunjangan beras PNS. Hasil analisis yang dilakukan oleh Ariani (2010) dengan menggunakan data Susenas tahun 2002, 2005 dan 2008 diperoleh hasil seperti berikut: 1) Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia cenderung pola pangan tunggal yaitu beras. Selain itu pola pangan pokok kedua, yang semula dari umbi-umbian dan jagung bergeser ke terigu dan produknya seperti mi instan, 2). Tingkat konsumsi beras langsung untuk rumahtangga masih tinggi yaitu 104,9 kg/kap/tahun. Untuk pangan pokok lainnya relatif kecil (jagung: 2,9 kg; terigu: 11,2 kg; ubikayu: 12,9 kg; ubijalar: 2,8 kg/kap/tahun), 3) Dari segi diversifikasi pangan dalam konsep Pola Pangan Harapan (PPH), konsumsi beras perlu diturunkan, sebaliknya konsumsi jagung dan umbi-umbian ditingkatkan. Oleh karena itu, diversifikasi pangan termasuk pangan pokok yang telah dicanangkan oleh pemerintah diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan oleh semua elemen masyarakat. Keberhasilan diversifikasi pangan pokok akan mengurangi konsumsi beras, dan pada gilirannya mempermudah pencapaian swasembada beras. III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia mempunyai wilayah yang beragam dengan potensi pangan lokal non beras yang beragam pula. Pangan lokal sumber karbohidrat non beras yang dikenal antara lain jagung, ubikayu, ubijalar, sagu, pisang. Pangan lokal non beras ini berpotensi menjadi subsitusi atau komplemen dengan komoditas beras baik terutama sebagai pangan pokok. Namun demikian pangan lokal non beras ini juga berpotensi untuk menjadi makanan selingan. Oleh karena itu, identifikasi potensi pangan lokal termasuk permasalahannya sangat diperlukan untuk mengetahui 12

22 seberapa besar ketersediaan pangan lokal yang dapat digunakan sebagai pijakan pengembangan produk olahannya. Peningkatan ketersediaan pangan lokal terutama dari produksi harus seiring dengan peningkatan konsumsinya agar pangan yang disediakan benar-benar dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, kondisi eksisting pola konsumsi pangan lokal baik dari sisi pengeluaran, tingkat partisipasi/tingkat konsumsi dan tingkat diversifikasi konsumsi pangan sangat diperlukan. Dalam upaya pengembangan diversifikasi pangan lokal juga harus dianalisis kondisi eksisting jenis teknologi dan produknya sehingga dapat dilakukan pengembangan teknologi pangan lokal sesuai dengan selera konsumen dan daya jangkau masyarakat. Preferensi konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi status ekonomi, pendidikan, kesadaran terhadap berbagai aspek (pangan dan gizi, keamanan pangan, kesehatan lingkungan dan agama), kondisi produk olahan (kualitas, masa simpan, ukuran, rasa, desain kemasan, kepraktisan, harga, dll) dan promosi produk. Dengan memperhatikan aspek produksi, konsumsi, jenis teknologi dan produk yang dihasilkan pada saat ini serta memperhatikan permasalahannya, akan dapat disusun suatu kebijakan pengembangan produk pangan lokal sebagai upaya pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan meliputi penyusunan proposal, penggalian data dan informasi terutama berasal dari data sekunder, serta penyusunan laporan akhir. Sementara itu, ruang lingkup substansi meliputi potensi produksi, konsumsi, teknologi pengolahan dan produk pangan lokal serta permasalahannya Lokasi Penelitian Secara umum bahasan kajian akan meliputi seluruh propinsi dengan menggunakan data sekunder, namun untuk memperdalam pembahasan dilakukan 13

23 pendalaman substansi di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta Data dan Metoda Analisis Jenis dan Sumber Data Sumber data terutama berasal dari data sekunder, namun untuk memperdalam kajian substansi dilakukan pengumpulan data primer. Dara sekunder meliputi: a) Potensi (lahan) dan perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas pangan lokal; b) Pola konsumsi pangan: pangsa pengeluaran, tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan lokal, diversifikasi konsumsi pangan dan persepsi konsumsi pangan lokal; dan c) Jenis teknologi pengolahan pangan lokal dan produknya. Sementara itu, data primer meliputi permasalahan produksi, konsumsi dan agroindustri; situasi perkembangan konsumsi dan teknologi pangan. Sumber data utama adalah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) seperti Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Statistik Indonesia berbagai tahun; Badan Ketahanan Pangan (BKP); Kementerian Perindustrian, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian; Kementerian Riset dan Teknologi; Institut Pertanian Bogor, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian tingkat Provinsi dan Kabupaten serta lembaga/instansi lainnya Metoda Analisis Data dan informasi yang terkumpul dilakukan analisis deskriptif kualitatif dengan mengungkapkan keragaan, persepsi, masalah dan peluang pengembangan dan lainnya. Pengembangan produk olahan pangan lokal non beras dianalisis secara deskriptif dengan memperhatikan aspek kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman seperti dalam analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Dengan analisis SWOT diharapkan dapat membantu mengatasi kelemahan 14

24 dan ancaman, serta memaksimalkan kekuatan yang ada. Kekuatan yang dimiliki akan mampu memanfaatkan peluang pasar (Bradford, Duncan, dan Tarcy, 2004). Untuk mengembangkan strategi berdasarkan hasil analisis SWOT digunakan Matriks SWOT. Dalam hal ini ada empat kemungkinan strategi yang dipilih, yaitu: 1. Strategi S-O : menentukan kesempatan yang sesuai dengan kekuatan perusahaan atau industri. 2. Strategi W-O : mengatasi kelemahan untuk mendapatkan kesempatan. 3. Strategi S-T : mengidentifikasi kekuatan perusahaan untuk mengatasi ancaman dari luar. 4. Strategi W-T : membuat perencanaan guna mengatasi kelemahan untuk menghindari ancaman yang lebih besar. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Potensi dan Capaian Produksi Pangan Lokal Potensi Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Padi Padi, yang kemudian diolah menjadi beras, merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu, produksi padi sangat menentukan bagi ketersediaan pangan pokok bagi penduduk Indonesia yang saat ini bejumlah lebih dari 244 juta jiwa. Perkembangan produksi padi di Indonesia selama periode tahun menunjukkan trend yang masih meningkat (Gambar 4.1.1). Pada tahun 2000, produksi padi nasional masih mencapai 51,90 juta ton, meningkat menjadi 68,59 juta ton pada tahun 2012, atau tumbuh dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,39 % pertahun. Rata-rata laju pertumbuhan produksi padi nasional tersebut masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,43 % pertahun. Kondisi ini dipertahankan dalam jangka panjang akan menjaga kemandirian dalam penyediaan beras nasional secara berkelanjutan. 15

25 Poduksi (ton) Produksi (ton) Gambar Perkembangan Produksi Padi Indonesia, Tahun 2006 Sumber data: BPS (data diolah) Jika produksi padi dilihat per wilayah pulau atau menurut kepulauan, dapat diketahui bahwa produksi padi di Jawa, sebagai pemasok utama produksi padi nasional, pada akhir-akhir ini (2010 sd 2012), pertumbuhannya sudah menunjukkan gejala leveling off (Gambar 4.1.2). Kondisi ini cukup mengkhawatirkan bagi keberlanjutan produksi padi di Jawa, jika hal ini terjadi dalam jangka yang relatif panjang. Gambar juga menunjukkan bahwa trend pertumbuhan produksi padi di Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi masih cenderung meningkat. Gambar Perkembangan Produksi Padi Menurut Wilayah, Sumatera Jawa Bali (NTB+NTT) Kalimantan Sulawesi Maluku (+Papua) Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Dilihat dari rata-rata pertumbuhan produksi padi menurut wilayah, dapat dikatakan bahwa Pulau Jawa selama periode tahun 2000 sampai dengan 2012 mengalami laju pertumbuhan produksi padi yang relatif rendah, yaitu dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata 1,85 %/tahun dan standard deviasi 3,39 %/tahun. 16

26 Laju Pertumbuhan (%/th) Di wilayah Maluku+Papua (meliputi provinsi: Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat) selama periode tahun 2000 sd 2012, mempunyai rata-rata laju pertumbuhan produksi pertahun yang tertinggi, yaitu 10,35 % pertahun, namun jika dilihat stabilitas pertumbuhannya, data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi padi di Maluku+Papua sangat tidak stabil, yaitu dengan standar deviasi 23,21 %/tahun (Gambar 4.1.3). Dengan mengacu pada besaran laju pertumbuhan produksi dan stabilitas pertumbuhannya, maka wilayah yang potensial sebagai sumber pertumbuhan baru untuk produksi padi nasional adalah wilayah Pulau Kalimantan, dengan laju pertumbuhan produksi 3,91 %/tahun dan standard deviasi 4,17, serta Pulau Sulawesi dengan laju pertumbuhan produksi padi rata-rata 3,66 %/tahun dan standard deviasi 5,09 %/tahun. Dilihat dari pangsa produksi padi nasional, Pulau Jawa masih merupakan pemasok produksi beras nasional, dengan pangsa sekitar 55 %. Pulau Sumatera mempunyai pangsa produksi sekitar 23 %. Adapun Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimatan, masing-masing memasok sekitar 10 % dan 7 % (Gambar 4.1.4). Gambar Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Padi, Average STDEV Wilayah Sumber data: BPS (data diolah) 17

27 Gambar Pangsa Produksi Pangsa Padi, Pangsa Pangsa Produksi; Produksi; Produksi; Produksi; Sulawesi; Maluku Sumatera; Kalimantan; 010; 10% (+Papua); 000; 0% 023; 23% 007; 7% Pangsa Produksi; Bali (NTB+NTT ); 005; 5% Sumber data: BPS (data diolah) Pangsa Produksi; Jawa; 054; 55% Dengan laju pertumbuhan produksi yang relatif rendah, peran Pulau Jawa sebagai pemasok beras nasional selama periode tahun relatif menurun (Gambar 4.1.5). Peran Pulau Jawa lambat laun cenderung digantikan oleh Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan. Mengingat Pulau Sumatera merupakan wilayah pengembangan komoditas perkebunan (sawit), maka pengembangan padi ke depan akan bergeser ke Kalimantan dan Sulawesi. Permasalahannya adalah bahwa pengembangan padi sawah memerlukan sarana irigasi untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman padi, sedangkan di Pulau Kalimantan ketersediaan sarana irigasi relatif terbatas. Di samping itu, ada juga permasalahan yang terkait dengan konektivitas antara daerah sentra produksi dan sentra konsumsi padi, sehingga perlu dilakukan pembangunan infrasrtuktur jalan, jembatan, pelabuhan, serta sarana transportasi dan sarana logistik di pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi, jika di kedua wilayah ini akan mengembangkan tanaman padi yang kemudian akan dikirim ke Jawa. 18

28 Pangsa Produksi (%) Gambar Perkembangan Pangsa Produksi Padi, Sumatera Jawa Bali (NTB+NTT) Kalimantan Sulawesi Maluku (+Papua) Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Dilihat dari aspek produktivitas, data menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas padi nasional adalah 41,95 kw per hektar, dengan laju pertumbuhan selama periode rata-rata sebesar 1,59 % per tahun. Angka produktivitas per wilayah tertinggi masih terdapat di Jawa, yaitu 53,76 kw per ha dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,91 % per tahun. Produktivitas padi tertinggi ke dua setelah Jawa adalah di Sulawesi, yaitu rata-rata sebesar 46,01 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,21 %per tahun. Wilayah yang mempunyai produktivitas padi tertinggi ketiga adalah wilayah Bali+NTB+NTT, yaitu sebesar 44,11 kw per hektar dengan laju pertumbuhan ratarata 0,97 % per tahun. Wilayah dengan produktivitas tertinggi ke empat adalah Sumatera, yaitu sebesar 41,60 kw per hektrar denga laju pertumbuhan rata-rata 1,60 % per tahun. Secara grafis perkembangan produktivitas padi menurut wilayah tercantum pada Gambar 4.1.6, rata-rata produktivitas padi per wilayah tercantum pada Gambar 4.1.7, serta rata-rata laju pertumbuhan produktivitas padi pada periode menurut wilayah tercantum pada Gambar

29 Laju Pertumbuhan (%/th) Produktivitas (kwt/ha) Produktivitas (kwt/ha) Gambar Perkembangan Produktivitas Padi, Sumatera Jawa Bali (NTB + NTT) Kalimantan Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Gambar Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Padi, Produktivitas STDEV Wilayah Sumber data: BPS (data diolah) Gambar Laju Pertumbuhan Produktivitas Padi, Sumatera Jawa Bali (NTB + NTT) Kalimantan Sulawesi Maluku (+Papua) Wilayah Indonesia Sumber data: BPS (data diolah) Jagung Produksi jagung secara nasional dalam periode cenderung meningkat dengan laju rata-rata 6.40 % per tahun (Gambar 4.1.9). Pertumbuhan produksi jagung yang tinggi dan relatif stabil terdapat di Kalimantan dengan laju 20

30 Laju Pertumbuhan (%/th) Produksi (ton) pertumbuhan 10,99 % per tahun (STD 13, 43 %) dan Sulawesi dengan laju pertumbuhan 10,14 (STD 15,01 % per tahun). Pertumbuhan produksi jagung di Jawa dan di Sumatera relatif kecil, yaitu masing-masing 5,23 % per tahun dan 6,40 % per tahun (Gambar ). Adapun perkembangan produksi jagung menurut wilayah secara grafis dapat dilihat pada Gambar Walaupun demikian, pangsa produksi jagung terbesar masih berada di Jawa dan Sumatera, yaitu masing-masing 57 % dan 22 % (Gambar ). Dengan mengacu pada laju pertumbuhan produksinya, dapat dikatakan bahwa wilayah Kalimantan dan Sulawesi mempunyai prospek bagi pengembangan sentra produksi jagung, menggantikan posisi Jawa. Gambar Perkembangan Produksi Jagung Indonesia, Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Gambar Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Jagung, Average STDEV Wilayah Sumber data: BPS (data diolah) 21

31 Poduksi (ton) Gambar Perkembangan Produksi Jagung Menurut Wilayah, Sumatera 2012 Jawa Bali (NTB+NTT) Kalimantan Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Pangsa Produksi; Kalimantan; 001; Pangsa 2% Produksi; Bali (NTB+NTT); 006; 6% Gambar Pangsa Produksi Jagung, Pangsa Produksi; Jawa; 057; 57% Sumber data: BPS (data diolah) Adapun produktivitas jagung tertinggi masih ditemui di Jawa dengan produktivitas rata-rata 39,11 kw per ha, dan diikuti oleh produktivitas jagung di Sumatera sebesar 37,90 kw per ha. Ditinjau dari sisi produktivitasnya, produksi jagung kedepan akan bergeser ke Sulawesi dengan produktivitas sebesar 34,77 kwt per ha dan Kalimantan dengan produktivitas 32,01 kwt per ha (Gambar ). Mengingat bahwa sentra konsumsi jagung, yang dalam hal ini adalah pabrik pakan ternak, sebgian besar terletak di Jawa, maka ke depan perlu difikirkan secara matang tentang strategi pengembangan peternakan unggas di Indonesia. Kaitannya dengan wilayah pengembangan jagung di luar Jawa ini, ada beberapa pilihan untuk pengembangan peternakan unggas. Pangsa Produksi; Maluku Pangsa (+Papua); Produksi; 000; 0% Sulawesi; 013; Pangsa 13% Produksi; Sumatera; 022; 22% Pertama adalah perusahan pakan dan peternakan tetap terkonsentrasi di Jawa, berarti jagung pipilan dari luar Jawa harus didatangkan ke Jawa. Strategi ini kemungkinan besar yang akan terjadi, karena tidak memerlukan perubahan strategi 22

32 Produktivitas (kwt/ha) investasi di perusahaan pakan dan perusahaan peternakan. Namun demikian, bukan berarti strategi ini tidak mengandung risiko. Salah satu risiko, diantaranya adalah jika biaya transportasi jagung ke Jawa ini tidak kompetitif, maka yang terjadi adalah kekurangan pasokan jagung bagi perusahaan pakan ternak di Jawa akan diisi oleh jagung impor, dan inilah kelihatannya yang berjalan selama ini. Strategi kedua adalah membangun industri pakan ternak di luar Jawa, yang kemudian produk pakannya di angkut ke Jawa. Strategi ini memerlukan strategi investasi baru untuk membangun perusahaan pakan di luar Jawa, tetapi hal ni dalam jangka menengah dan panjang bukanlah tidak mungkin dilaksanakan, mengingat bahwa harga tanah di Jawa yang semakin lama semakin tinggi bila dibanding dengan harga tanah di luar Jawa. Strategi ketiga, dan ini sudah mulai terjadi di dekat kota-kota besar di luar Jawa, yaitu mengembangkan industri pakan dan peternakan di luar Jawa dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan produksi unggas di luar Jawa. Jika industri ini berkembang bukan lah tidak mungkin surplus hasil produksi unggas di luar Jawa dipergunakan untuk memasok kebutuhan di Jawa. Gambar Rata-Rata Produktivitas dan Standard Deviasi Produktivitas Jagung, Produktivitas STDEV Wilayah Sumber data: BPS (data diolah) Ubi Kayu Secara nasional produksi ubi kayu selama periode cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan yang moderat, yaitu 3,36 % per tahun (Gambar ). Laju pertumbuhan produksi tertinggi terjadi di Sumatera dengan laju 9,03 % per tahun dan di Sulawesi 2,84 % per tahun. Laju pertumbuhan 23

33 Produksi (ton) produksi ubi kayu di Jawa sudah relatif rendah, dan sama dengan laju pertumbuhan produksi ubi kayu di wilayah Bali+NTB+NTT, yaitu 0,66 % per tahun. Pertumbuhan produksi ubi kayu di Kalimantan sudah menunjukkan tren yang menurun, yaitu dengan laju pertumbuhan 1,79 % per tahun (Gambar ). Secara grafis, pola perkembangan produksi ubi kayu menurut wilayah dapat dilihat pada Gambar Yang menarik adalah bahwa produksi ubi kayu di Jawa mulai digantikan oleh produksi ubi kayu di Sumatera sejak tahun Walaupun pada tahun 2011, produksi ubi kayu di Sumatera sudah lebih besar dari pada di Jawa, tetapi dilihat dari pangsa produksinya, Jawa masih merupakan sentra produksi ubi kayu, karena menyumbang rata-rata 51 % dari produksi nasional. Sedangkan Sumatera merupakan mpenyumbang produksi ke dua terbesar, yaitu 35 % (Gambar ). Gambar Perkembangan Produksi Ubi Kayu 2000 Indonesia, Tahun Sumber data: BPS (data diolah) 24

34 Poduksi (ton) Laju Pertumbuhan (%/th) Gambar Rata-Rata dan Standard Deviasi Pertumbuhan Produksi Ubi Kayu, Average STDEV Wilayah Sumber data: BPS (data diolah) Gambar Perkembangan Produksi Ubi Kayu Menurut Wilayah, Sumatera Jawa Bali (NTB+NTT) Kalimantan Sulawesi Maluku (+Papua) Tahun Sumber data: BPS (data diolah) Gambar Pangsa Pangsa Produksi Ubi Kayu, Produksi; Sulawesi; 004; 4% Pangsa Pangsa Produksi; Produksi; Kalimantan Bali ; 002; 2% (NTB+NTT); 006; 6% Pangsa Produksi; Jawa; 051; 51% Sumber data: BPS (data diolah) Pangsa Produksi; Maluku (+Papua); 001; 2% Pangsa Produksi; Sumatera; 035; 35% 25

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Oleh: Mewa Arifin dan Handewi P. Saliemo ABSTRAK Dengan menggunakan data Susenas disertai beberapa penyesuaian untuk menghitung konsumsi energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras

Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras Mewa Ariani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Abstrak Terkait dengan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor kehutanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN

PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN Seminar Nasional Serealia, 2013 PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN Masniah 1) dan Syamsuddin 2) 1 ) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 No. 32/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Mei 2016, NTP Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang 29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN S u t a w i Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang Ketahanan Pangan Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-11 PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 PANGAN Definisi PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Keadaan konsumsi --- Data konsumsi BPS (Susenas 3 th/ kali) Keadaan ketersediaan pngn pd tkt konsumsi --- Data ktsd Deptan + BPS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati kedua terbesar setelah Brasil dengan 77 spesies tanaman sumber karbohidrat seperti serealia,

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN. Nuhfil hanani AR

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN. Nuhfil hanani AR DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN Nuhfil hanani AR Pengertian Diversifikasi Pangan Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perekonomian suatu negara merupakan satu kesatuan yang dicirikan oleh adanya hubungan sektor ekonomi yang satu dengan sektor ekonomi yang lain. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu banyak digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penentuan jenis tanaman pangan yang sesuai ditanam pada lahan tertentu didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai pendukung pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 No. 42/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juli 2016, NTP Daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Dalam sejarah,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016 1 OUT LINE A. PENDAHULUAN B. STOK BERAS DAN SEBARANNYA C. HASIL MONITORING DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA

MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA Disampaikan pada SEMILOKA SAGU 2016 Bogor, 9-10 November 2016 MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA Oleh : Muhammad Assagaf 1, Chris Sugihono 1, Yopi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci