EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH The 3rd Industrial Relations Convention 2015 Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015 Mulai tanggal 1 Juli 2015 mendatang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi penuh. Hal tersebut ditandai dengan akan berlaku efektifnya Porgram Jaminan Pensiun pada tanggal 1 Juli Dengan berlakunya Program Jaminan Pensiun, maka seluruh pekerja di Indonesia akan bergabung menjadi peserta sehingga kelak mereka akan tetap mendapatkan penghasilan secara berkesinambungan di hari tua mereka. Hal yang baru dalam Program Jaminan Sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan adalah dengan ikutnya pekerja sektor informal sebagai objek penerima program Jaminan Pensiun. Meski demikian, Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan menuai pro dan kontra, menyusul ketetapan pemerintah yang akan mematok iuran program ini sebesar 8% dengan rincian 5% akan diiur oleh perusahaan dan 3% akan diiur oleh pekerja. Selain ini tidak kunjung selesainya RPP yang notabenenya sebagai payung regulasi pelaksanaan sistem jaminan pensiun pun menjadi perdebatan hangat mengingat tenggat waktu berlangsungnya program jaminan pensiun akan segara datang, yaitu 1 Juli Oleh karena itu, Apindo sebagai wakil dari pengusaha Indonesia terus melakukan berbagai upaya agar pelaksanaan Program Jaminan Pensiun dapat ditunda hingga tahun Apindo menilai bahwa Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah program Jaminan Sosial yang harus didukung keberlangsungannya karena spirit dan maksud nya yang baik, yaitu untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik untuk rakyat Indonesia. Akan tetapi teknis dan sistem pelaksanaan program yang harus diperbaiki, ditambah lagi Pemerintah dinilai kurang memperhatikan faktor kemanfaatan dan keseimbangan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

2 dalam membuat kebijakan sehingga pengusaha merasa bahwa kepentingannya tidak diakomodir. Padahal, dalam proses pelaksanaannya nanti, pengusaha adalah salah satu faktor kunci berhasilnya pelaksanaan program jaminan pensiun yang ada. Hal ini dikemukakan bukan tanpa alasan, karena Apindo melalui Apindo Training Center (ATC) telah melakukan riset yang berbasis survey dan analisis terhadap pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. M. Aditya Warman sekalu Director of Bussiness Development mengutarakan bahwa setelah dilakukan riset dengan proses yang panjang, ditemukan fakta bahwa ternyata implementasi Program Jaminan Pensiun masih menyimpan banyak PR yang harus diselesaikan, yang apabila program ini akan tetap dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2015 mendatang, maka akan mengakibatkan timbulnya kerugian yang bersifat sistematik dan domino, baik dari segi perekonomian negara hingga segi hubungan industrial. Dari hasil riset yang telah dilakukan, ditemukan ternyata ada 6 permasalahan utama yang harus segera diselesaikan. 6 permasalahan tersbeut adalah: 1. Besaran Premi yang ditetapkan pemerintah atas Program Jaminan Pensiun; 2. Skema Jaminan Pensiun; 3. Review Kepesertaan Jaminan Pensiun; 4. Mekanisme overlap atau tumpang tindih Program Jaminan Pensiun dengan DPLK/DPPK dan Program Wajib lainnya; 5. Resiko dan Dampak yang timbul akibat implementasi Jaminan Pensiun, khususnya Employee Cost; dan 6. Pentahapan Implementasi Program Jaminan Pensiun. Dengan hasil temuan riset ini tentunya masih banyak hal yang perlu dibenahi bersama sehingga tidak mungkin pelaksanaan Program Jaminan Pensiun dapat dipaksakan untuk berlaku pada tanggal 1 Juli Isa Rachmatarwata, selaku Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan mengemukakan bahwa sebenarnya belum Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

3 ada kesepakatan dari pemerintah terkait besarnya iuran Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dikarenakan pihak Kementerian Keuangan dan OJK belum sepakat mengenai penetapan iuran pensiun wajib yang sebesar 8% dari gaji pegawai oleh BPJS Ketenagakerjaan. Secara internal pemerintah belum terwujud kesepakatan, dimana Kemeterian Ketenagakerjaan menginginkan besaran iuran 8% dengan rincian pekerja 3% dari Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), lalu pengusaha menanggung 5% sisanya. Di sisi lain, Kementerian Keuangan menginginkan besaran iuran 3%, dengan rincian 2% dari pengusaha dan 1% dari pekerja, dengan catatan akan ada peningkatan prosentase atau jumlah iuran dalam jangka waktu tertentu. Menurut Beliau, perhitungan terkait premi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena hal ini akan berimbas pada masa depan Indonesia kedepannya. RPP Iuran Jaminan Pensiun pun tidak dapat disahkan apabila tidak mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan sebelum nantinya diajukan ke Presiden. Sementara itu, Bambang Purwoko selaku Anggota DJSN mengemukakan bahwa besaran premi yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam RPP merupakan hasil dari perhitungan yang dilakukan secara mendalam dengan memperhatikan situasi dan kondisi negara kita, baik demografis maupun gejolakgejolak hubungan bermasyarakat yang ada saat ini. Pernyataan Bambang Purwoko didukuung oleh Rahma Iryanti selaku Direktur Bappenas, dimana beliau menambahkan bahwa dalam hal apapun setiap perubahan dan sistem baru pasti terdapat kekurangan dan kelebihan yang melekat padanya. Sehingga pelaksanaan Program Jaminan Pensiun harus dapat dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditentukan karena hal tersebut merupakan amanah dari UU SJSN. Kemudian, beliau pun meminta bagi seluruh pihak untuk dapat mendukung apa yang menjadi amanah dan membantu proses pelaksanaan Jaminan Pensiun sehingga kekurangan yang ada dapat terminimalisir. Ditengah segala pro kontra yang ada, termasuk segala kritik tajam yang dialamatkan kepada BPJS Ketenagakerjaan selaku badan pelaksana Program Jaminan Pensiun, Evelyn G. Massaya selaku Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa seyogyanya BPJS Ketenagakerjaan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

4 hanyalah sebagai perpanjangan tangan atas amanat yang diberikan UU SJSN untuk menyelenggaran sistem jaminan sosial nasional yang lebih baik. BPJS Ketenagakerjaan pun telah melakukan berbagai upaya agar pelaksanaan program yang ada dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Di sisi yang lain, Odang Mochtar selaku Ahli Jaminan Sosial mengemukakan bahwa sebenarnya Iuran Jaminan Pensiun akan menambah biaya tenaga kerja pada 65 jenis sektor industri manufaktur skala besar dan menengah. Penambahan tersebut berbeda di masing-masing sektor dan akibat kenaikkannya justru pada sektor industri padat karya, sehingga dapat diprediksi apa yang akan terjadi apabila besar iuran tidak dimusyawarahkan dengan baik dan dihitung secara benar: akan banyak perusahaan padat karya yang gulung tikar dan melonjaknya tingkat pengangguran. Odang Mochtar pun mempertanyakan apakah sebenarnya perdebatan panjang ini telah sampai ke meja Presiden, karena jangan sampai Presiden memberikan persetujuan atas RPP Jaminan Pensiun tanpa mengetahui kisah di balik perumusannya. Keputusan apapun yang diambil presiden nanti tentunya akan berpengaruh kepada 40 juta pekerja dan hukum serta politis yang ada, sehingga penting bagi Presiden untuk mengetahui dan memahami benar apa yang sedang terjadi sekarang ini. Pernyataan Odang Mochtar diamini oleh Anton Supit, selaku DPN Apindo. Beliau menekankan bahwa Apindo benar-benar mendukung pelaksanaan Program Jaminan Pensiun, akan tetapi tentunya demi kemaslahatan bersama tentunya program baru ini perlu dievaluasi dan diperbaiki bersama-sama sistem yang ada demi kebaikan Indonesia di masa depan, sehingga menjadi tidak dewasa apabila di tengah keterbatasan dan kekurangan sistem yang harus banyak diperbaiki, Program Jaminan Pensiun tetap dilaksanakan pada bulan Juli mendatang. Ditambah lagi ternyata memang harus diakui belum ada kesiapan dari semua pihak terkait, baik BPJS Ketenagakerjaan selaku badan penyelenggara, Pengusaha sebagai pelaku pelaksanaan dan sebagai tokoh kunci dalam pelaksanaan iuran program jaminan pensiun, dan pekerja sebagai salah satu pelaku dan objek program jaminan pensiun yang seharusnya sudah disosialisasikan jauh hari sebelumnya. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

5 Hal senada disampaikan oleh J Kristiadi selaku Pengamat Politik yang menyatakan dalam pelaksanaan Program Jaminan Pensiun, khususnya bagi pekerja sangat tergantung pada kemauan politik pemerintah dan kesadaran pengusaha. Dalam hal ini sebenarnya pemerintah dapat memperhatikan lebih suara pengusaha dan pekerja sehingga dapat membuat kebijakan yang mengakomodir kepentingan seluruh pihak. Tanpa persiapan yang baik Program Jaminan Pensiun akan mendatangkan berbagai krisis yang akan berdampak sistemik kepada seluruh aspek kehidupan di Indonesia. Jadi alih-alih mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik, tanpa perencanaan yang matang, kesejahteraan rakyat Indonesia akan berada di ujung tanduk. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk kemudian mengkaji kembali kebijakan yang telah dibuatnya dengan memperhatikan suara pekerja dan pengusaha scara proporsional sehingga implementasinya nanti dapat berjalan sesuai harapan semua pihak. Sekarang, sebelum terlambat sama sekali. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

6 Executive Summary SPEAK UP SPESIAL The 3 rd Industrial Relations Convention 2015 Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015 Sama halnya dengan negara lain, Indonesia mempunyai keyakinan bahwa negara wajib melindungi rakyatnya agar terhindar dari ketiadaan penghasilan atau konsumsi pada usia lanjut yang disebabkan ketidaksiapan mereka dalam melakukan perencanaan keuangan jangka panjang. Keyakinan ini diwujudkan dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang kemudian dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara berdasarkan undang-undang turunannya yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun Badan penyelenggara yang berperan dalam memastikan kesejahteraan perlindungan bagi tenaga kerja menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan. Perwujudan keyakinan negara akan jaminan pensiun harus dilalui dengan pendekatan kebijakan yang dapat diadaptasi dengan mempertimbangkan kebutuhan, prioritas, dan sumber daya nasional suatu negara. Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara itu memberikan berbagai pelajaran penting. Pelajaran yang terpenting adalah bahwa kebijakan nasional tentang perlindungan sosial memperoleh manfaat dari pengembangan kebijakan jangka panjang, dan rencana implementasimnya harus didasarkan pada konsesnsus nasional. Rencana tersebut perlu menetapkan langkah priorotas untuk mencapai tujuan. Keberhasilan dalam merancang dan menetapkan prioritas untuk elemen-elemen landasan ini memang sangat tergantung pada pemahaman tentang tujuan dari program-program tunjangan dan dampak dari kondisi sewaktu melakukan pembayaran tunjangan. Regulasi yang menjadi acuan atas dasar pelaksanaan jaminan pensiun belum direalisasikan, padahal pelaksanaan program ini tinggal menghitung hari saja. Beberapa kajian dilakukan untuk memberikan rekomendasi atas rancangan perwujudan keyakinan negara atas pengimplementasian program jaminan pensiun yang merupakan program baru. berdasarkan hasil riset Apindo Training Center yang dilakukan selama setahun penuh, ada 6 big problem yang menjadi akar masalah atas pelaksanaan jaminan pensiun ini, yaitu Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

7 1. Besarnya premi 2. Skema jaminan pensiun 3. Kepesertaan 4. Mekanisme overlap DPPK/DPLK 5. Risk dan impact yang akan dibebankan pada employee cost suatu perusahaan 6. Pentahapan implementasi Hasil temuan mengenai permasalahan ini membuat ATC melakukan diskusi dengan beberapa pakar untuk mendapatkan pandangan strategis atas rancangan yang belum final. Diskusi yang menghasilkan keragaman pandangan menjadi acuan untuk dapat merancang rekomendasi yang baik atas pelaksanaan jaminan pensiun ini. diskusi ini disajikan untuk memuaskan para pembaca yang masih menyimpan pertanyaanpertanyaan mengenai pelaksanaan jaminan pensiun yang pelaksanaan sudah kian di depan mata. Hitungan hari yang tidak akan terasa cepatnya, membuat kita harus kejarkejaran dengan waktu dalam membahas secara lebih detail mengenai pelaksanaan Jaminan Pensiun ini. diskusi yang menghasilkan pro-kontra terhadap 2 hal yang menjadi concern utama mengenai pelaksanaan jaminan pensiun per 1 juli 2015 dan iuran 8% yang akan dibebankan kepada perusahaan dan pekerjanya. Pemerintah selaku perancang dan pelaksana dan pengawas atas jaminan pensiun ini mempunyai wewenang untuk menentukan besaran iuran, penetapan usia pensiun, pentahapan, dan skema jaminan pensiun. Pemerintah yang terdiri dari kemenakertrans, kemenkeu, ojk, dan DJSN mencanangkan bahwa iuran yang sesuai sebesar 8%, dengan penetapan usia pensiun di term awal 56 tahun yang kemudian akan mengalami perubahan secara periodik dengan maksimal 3tahun sekali hingga mencapai usia 65 tahun. Akan tetapi, sesungguhnya iuran 8% belum sampai pada level sepakat antara Kemenaker, Kemenkeu, dan OJK. Kemenkeu dan OJK berpendapat bahwa iuran yang akan dimulai pada term awal setidaknya bisa dimulai dengan angka yang lebih rendah, misalnya 3% atau 4%. Bambang purwoko berpenadangan bahwa iuran yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 8% untuk mendapatkan manfaat sebesar 75%, sedangkan negara lain saja untuk iuran jaminan pensiunnya sudah mencapai 16%. Dengan iuran sebesar 8% ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebesar 16% dengan manfaat Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

8 seperti ini ; No Persentase Manfaat Pensiun Masa Iur (tahun) ,00 0,150 0,200 0,250 0, ,50 0,225 0,300 0,375 0, ,00 0,300 0,400 0,500 0, ,50 0,375 0,500 0,625 0,750 Rata2 1,75 0,262 0,350 0,437 0,525 BPJS Ketenagakerjaan yang diwakilkan oleh Bapak Agus Supriyadi, selaku pelaksana terhadap program jaminan pensiun ini berpendapat, selaku operator pelaksana akan memberikan pelayanan yang sangat maksimal dengan transparasi yang bisa diakses kapan saja. Perdebatan mengenai iuran dan skema jaminan pensiun tidak akan menjadi suatu masalah yang sangat berarti, karena keputusan tersebut berada di tangan Pemerintah. Sebagai badan pelaksana, BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai dasar pelaksana. Berbeda dengan pandangan yang dilontarkan oleh Aktuaris Bapak Steven Tanner, UU No. 13 Tahun 2003 yang sampai saat ini masih berlaku dan masih mempunyai pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dengan baik, membutuhkan harmonisasi. Apabila hingga 1 juli 2015 ini Pemerintah tetap bersikukuh melaksanakan Jaminan Pensiun, maka sebaiknya undang-undangnya diselesaikan terlebih dahulu. Rancangan terhadap UU ini pun harus dibicarakan dengan lebih seksama. Program ini harus dimulai dengan berbagai perbaikan pada regulasi sehingga pelaksanaannya tidak akan simpang siur dan menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Dalam program jaminan pensiun ini, manfaat pasti merupakan asas manfaat yang sudah sangat lebih baik. Dengan catatan DPPK dan DPLK tetap dipertahankan. Skema iuran yang dibebankan kepada peserta jaminan pensiun sebaiknya dimulai dari angka yang lebih rendah untuk menghindari employee cost yang cukup besar bagi Perusahaan. Pengkajian atas pelaksanaan jaminan pensiun ini tak hentinya dilakukan oleh Bappenas, Ibu Rahma Iryanti berpendapat, pelaksanaan atas jaminan pensiun ini pada dasarnya Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

9 belum terlalu siap. Apabila Pemerintah mau menarik mundur pelaksanaan jaminan pensiun ini, membuahkan banyak waktu dalam perancangan regulasi pelaksanaan jaminan pensiun. Sehingga regulasi yang akan menjadi landasan pelaksanaan jaminan pensiun akan sesuai dan tidak menimbulkan dampak dimana-mana. Penentuan batas iuran pun harus dilakukan dengan hati-hati, agar kondisi pasar tenaga kerja kondusif dan tidak menimbulkan dampak investasi. Jika memang 8% adalah nilai yang disepakati dengan perhitungan yang sudah memadai, maka perhitungan tersebut harus dibuka didepan public sehingga semua pihak dapat memahami perhitungan ini. Ibu Ninasapti selaku perwakilan dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan berpendapat, iuran dan skema yang dicanangkan harus diperhatikan benefitnya dan jangan sampai membuat pekerja itu sendiri tidak mampu bayar. Kepesertaan yang diaturpun harus mencapai semua sektor industry, baik formal maupun informal. Jika muncul pertanyaan apakah program ini sudah siap, maka Ibu Ninasapti akan mengatakan ini merupakan program yang sudah cukup siap dalam level minimal. Sama halnya dengan pandangan serikat pekerja, Bapak Timboel Siregar berpendapat, iuran yang ditentukan dalam program ini harus dengan perhitungan yang sangat matang dan tidak memberatkan pekerja. Bukan berarti dengan iuran yang telah ditetapkan sebesar 8% ini, membuat beberapa pekerja harus kehilangan lapangan pekerjaannya akibat Perusahaan tidak mampu bayar. DPN Apindo selaku perwakilan dari pengusaha melalui Bapak Anthony Hilman pun berpendapat yang sama, mengapa Pemerintah harus memulai dengan iuran yang lebih besar jika bisa dilakukan dengan iuran yang lebih kecil saja? dengan beban iuran sebesar 8% akan membawa dampak pada employee cost yang cukup besar. Bagaimana solusi dengan Perusahaan yang sudah mempunyai DPPK/ DPLK sendiri? apakah tetap dibebankan dengan iuran 8% yang menjadi acuan regulasi?. DPN Apindo berharap regulasi yan dikeluarkan mampu menciptakan hubungan industrial yang dinamis dan berkeadilan. Jika diasumsikan pensiun itu seperti naik kereta, orang akan menentukan sendiri berangkat dari mana, naik kereta apa dan berhenti di stasiun apa. Dengan demikian seharusnya, regulasi jaminan pensiun untuk sektor informal dan formal dibedakan. Bambang Purwoko selaku perwakilan dari DJSN mengajukan solusi atas pelaksanaan jaminan pensiun dengan perincian Perusahaan yang sudah mempunyai dana pensiun dengan iuran sebesar 16-20% akan dibebankan iuran sebesar 3%, sedangkan Perusahaan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

10 yang belum mempunyai dana pensiun sendiri akan mengikuti iuran 8% yang sudah ditetapkan. Odang Mochtar selaku pengamat politik yang concern mengenai hal ini berpendapat, perbedaan argumentasi diantara Pemerintah itu sendiri akan menjadi suatu masalah baru. kementerian keuangan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi apabila ditetapkan iuran sebesar 8%, maka itu diusulkan iuran dimulai dari 3% pada term awal. Akan tetapi, kemenaker yang entah karena unsur apa, tetap bersikukuh dengan perhitungan iuran sebesar 8%. Berdasarkan perhitungan berdasarkan data BPS, diperoleh informasi bahwa Iuran Jaminan Pensiun akan menambah biaya tenaga kerja pada 65 jenis sektor industri manufaktur skala besar dan menengah. Penambahan tersebut berbeda di masing-masing sektor dan akibat kenaikkannya justru pada sektor industri padat karya: a. industri pakaian jadi dari tekstil; b. industri Elektronik dan komponen; c. industri Pupuk buatan; dan d. industri Sepatu Olahraga. Sama halnya dengan pandangan Bapak J. Kristiadi, Pemerintah cenderung terlihat dengan unsur politisnya mementingkan kepentingannya sendiri dan selalu tenaga kerja beserta Perusahaan yang menjadi korban. Tetapi, dengan keahlian mengemas sesuatu menjadi cantik, Pemerintah berpendapat bahwa hal yang diperjuangkan ini merupakan pembelaan terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Apakah benar ini merupakan perjuangan yang dilakukan oleh Pemerintah? Reformasi dalam suatu sistem jaminan sosial bukanlah merupakan perkara yang mudah. Timoer Soetanto berpendapat, manfaat pasti memang skema yang sulit mengingat masih adanya gap dari perusahaan baik yang kecil dengan besar, kenaikan upah yang terkadang tidak melihat kondisi finansial dan inflasi masih menjadi suatu masalah. Iuran yang masih menjadi pertentangan sendiri dasarnya merupakan problem yang besar sehingga ketika kita memperdebatkan besaran iuran serta pelaksanaan dan skema ini, adalah suatu pekerjaan rumah yang cukup berat. Dengan pengharmonisasian di beberapa regulasi yang harusnya dilakukan dituntut sikap yang sangat hati-hati. Ahli pengupahan yang juga merupakan anggota DJSN, Bapak Soeprayitno berpendapat, dengan skala upah Indonesia yang memiliki kenaikan tak terkendali menjadi salah satu factor mengapa iuran jaminan pensiun ini harus ditetapkan dari skala paling rendah. Iuran yang sudah ditetapkan secara besar dan akan mengalami kenaikan secara periodic akan membuat buruh atau pekerja menuntut upah dengan lebih tinggi lagi. Apabila ini terjadi, maka employee cost suatu perusahaan akan semakin bertambah dan membawa Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

11 dampak penutupan perusahaan dimana-mana, jika hal ini sampai terjadi maka akan terjadi masalah dalam perekonomian. Diskusi ini tentunya, menggiring kita untuk menentukan suatu langkah besar dalam merumuskan suatu rekomendasi yang strategis mengenai jaminan pensiun ini, dengan pertimbangan : 1. Pelaksanaan jaminan pensiun dimundurkan apabila RPP belum selesai 2. RPP harus segera dituntaskan mengenai program jaminan pensiun, juklak dan juklis 3. Iuran yang masih menjadi kendala harus segera ditetapkan. 4. Adanya harmonisasi dengan regulasi yang berkaitan. 5. Pentahapan kepesertaan yang akan dimulai kapan 6. Skema mengenai jaminan pensiun ; manfaat pasti vs iuran pasti Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

12 Executive Summary atas Diskusi Panel The 3rd Industrial Relations Convention 2015 Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015 Negara kesejahteraan merupakan suatu negara yang bertanggung jawab menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya. Mengacu pada peran aktif negara dalam mengelola dan mengorganisir perekonomian. Di dalamnya tercangkup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), dirancang untuk memberikan landasan mewujudkan amanat UUD Didalamnya, terkandung semangat untuk mengakui jaminan sosial sebagai hak seluruh warga negara, untuk memperoleh " rasa aman" sosial, sejak lahir hingga meninggal dunia, sebagaimana prinsip sistem jaminan sosial yang dikenal, yang selama ini sesungguhnya juga telah dilaksanakan. Jaminan pensiun menjadi program yang sedang menjadi perdebatan antara aktor-aktor hubungan industrial. Dimana, menyisakan sejumlah permasalahan seperti : 1. Besarnya premi bagi pengusaha dan pekerja; 2. Mencari format skema yang paling objektif dan sesuai dengan kaidah kaidah dana pensiun; 3. Mereview kepesertaan jaminan pensiun; 4. Mekanisme overlap antara DPPK/DPLK dengan jaminan pensiun; 5. Risk dan impact bagi employee cost; 6. Pentahapan implementasi jaminan pensiun. Kesiapan pemerintah dalam menyusun peraturan turunan dari UU SJSN yang masih jauh dari harapan. Sementara 1 juli sudah kian di depan mata. Tantangan dan permasalahan tersebut tentu tidak mudah. Hanya karena ingin mewujudkan amanat undang-undang tanpa ada persiapan yang matang baik dari segi regulasi, infrastruktur pendukung lainnya, sampai harus melupakan kebijakan jaminan sosial dibuat untuk dapat meningkatkan jumlah kepesertaan, meningkatkan kualitas dan cakupan program yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Mengingat akan hal tersebut Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

13 diperlukan sebuah skenario makro, the road map, peta jalan bagaimana melaksanakan program jaminan pensiun ini. Sayangnya RPP yang menjadi aturan pelaksana dari UU SJSN belum dapat terselesaikan dan tidak ada yang tahu sampai sejauh mana progressnya. Jika melihat implementasi 1 juli 2015 bukan menjadi harapan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang melainkan uji nyali dari aktor-aktor hubungan industrial. Untuk itu, merupakan tanggung jawab kita semua untuk memikirkan nasib bangsa, nasib pengusaha, dan nasib pekerja dengan mencoba memberikan pandangan agar nantinya pemerintah dapat merumuskan regulasi yang tidak menjegal dunia usaha dan atau para pekerja. Pemerintah harus menyadari bahwa dalam konsep perlindungan sosial bukan hanya menjadi tanggung jawab warga negara secara individu melainkan ada tanggung jawab dari negara, khususnya pemerintah selaku wakil dari institusi. Sayangnya dalam jaminan pensiun ini, pemerintah menegaskan menyutujui akan besaran premi 8 % tanpa ada kajian lebih mendalam dan perhitungan yang jelas. Sehingga menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Pengusaha berpendapat bahwa Tidak bisa dipungkiri, perdebatan mengenai jaminan pensiun akan seputar pada manfaat yang akan diperoleh dan bagaimana peran institusi pemerintah dalam melaksanakan program ini. Berbekal pada skema yang santer beredar mengenai iuran sebesar 8% yang akan dibebankan kepada pekerja dan pengusaha, masih menimbulkan berbagai pertentangan. Sehingga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi jaminan pensiun yang menjadi concern pengusaha ; 1. Regulasi yang berupa RPP masih belum siap serta ketidaktepatan waktu menyebabkan banyak hal menjadi terbengkalai, serta kemungkinan menyebabkan terjadinya dead lock. 2. Perlunya perbaikan RPP dan rancangan teknokratis sehingga menghasilkan regulasi yang siap untuk implementasi Program Jaminan Pensiun dan sosialisasi yang baik per tanggal 1 juli Manfaat Pasti dan Perhitungan Aktuaris berdampak kepada skema, iuran dan kesiapan pencadangan dana, dimana SJSN itu adalah program negara itu selalu Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

14 ada siapapun pemerintahnya dengan prinsip jangka panjang. Manfaat pasti resikonya ada di tata kelola, investasi, goverment. kekawatiran mengenai defisit harus dapat dikaji dan dipertanggung jawabkan melalui penghitungan aktuaria secara profesional dan prudent. di Indonesia masalahnya sangat komplek dan banyak pengaturan formil. Manfaat pasti memang sulit karena ada gap dari perusahaan baik yang kecil dengan yang besar, kenaikan upah yang tidak melihat kenaikan ekonomi dan inflasi, statusnya dengan undang-undang ketenagakerjaan, adanya persoalan-persoalan seperti tenaga kerja outsoursing dan kontrak, serta banyaknya pekerja sektor informal. Usulan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh kementrian keuangan konsep dari pensiun itu adalah subsidi silang dari generasi kegenarasi sehingga tidak ada beban antar generasi. Konsep pensiun ini apabila kekurangan dana maka usianya akan diperpanjang. Yang mengandung arti bahwa ada program yang disampaikan akan secara bertahap dinaikan iurannya sampai usia 65 tahun. Yang namanya manfaat pasti jangan ditafsirkan seperti manfaat pasti yang ada saat ini. Manfaat pasti itu ditentukan didepan, sedangkan iurannya sudah di rate. Untuk skemanya lebih mendekati hampir iuran pasti dengan manfaat pasti. 4. Iuran Peserta yang belum jelas perlu ditetapkan secara clear. Penetapan besarnya iuran berdasarkan perhitungan aktuaria yang terpercaya, bukan berdasarkan perkiraan. 5. Usia Pensiun perlu ditetapkan untuk program Jaminan Pensiun, Usia pensiun diperusahaan harus kita bedakan pada usia pensiun di jaminan pensiun artinya adanya fleksibilitas untuk menambah panjang usia iyur. 6. Harmonisasi UU terkait Program Jaminan Pensiun. APINDO menyatakan perlunya harmonisasi atas Program Jaminan pensiun dengan Pesangon, Penghargaan Masa Kerja, penggantian hak dan JHT yang masih tumpang tindih regulasinya dimana berdampak kepada ; Perusahaan yang telah ikut dana pensiun DPPK/DPLK berarti harus double bayar, Adanya uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang ada dalam undangundang ketenagakerjaan yang disebabkan karena pada jaman itu jaminan pensiun belum ada regulasinya, Undang-Undang SJSN mewajibkan untuk mengikutsertakan pekerja pada jaminan pensiun sedangkan dana pensiun yang telah ada tidak bersifat wajib melainkan sukarela. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

15 7. Kompleksitas Pekerja Formal adalah dimana dari 40 juta pekerja formal dimana mendapatkan penghasilan tetap dan terus menerus menurut data BPS didefinisikan juga termasuk pekerja di warteg, dimana mereka dikategorikan sebagai tenaga formal, hal ini mempunyai makna bahwa optimalisasi pekerja formal menjadi peserta program jaminan pensiun tidak akan optimal karena yang riil yang bekerja di sektor formal tidak hanya di perusahaan perusahaan saja tetapi juga area UKM. 8. Kenaikan Upah Minimum yang tidak proposional, Kerumitan dalam implementasi jaminan pensiun adalah besarnya iuran, manfaat pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan upah minimum yang tidak proposional, penentuan besaran manfaat yang mencukupi kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena ketidakmampuan. Harmonisasi UU ketenagakerjaan tentang imbalan PHK.tidak mudah mengharmonisasikan UU ketenagakerjaan dengan UU SJSN. 9. Jaminan Pensiun Bersifat Mandatori, bagi perusahaan yang telah menjaminkan pekerjanya pada DDPK/DPLK agar tidak terjadi high cost maka disiasati dengan cara yang bersifat wajib didahulukan dan sisanya dibayarkan untuk dana pensiun yang telah ada. Apabila PHK dalam masa pensiun normal tidak mendapatkan pesangon sedangkan PHK diluar masa pensiun normal maka akan tetap mendapatkan pesangon dan uang pensiun. Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari serikat pekerja dimana berpendapat bahwa : 1. Melihat berbagai celah yang menimbulkan pertanyaan dari implementasi jaminan pensiun ada baiknya kita harus mengerti esensi dari jaminan pensiun itu sendiri. Apa tujuan dibentuk jaminan pensiun. Jelas agar pekerja setelah pensiun dapat hidup secara layak. Namun, RPP yang sekarang lagi digodok itu telah menyalahi asas. Kehadiran negara perlu dipertanyakan karena negara selaku menjamin rakyatnya tidak ada kontribusi dan keikutsertaan dalam mengiur padahal jelas dalam UU SJSN menyatakan bahwa negara dapat mengambil kebijakan agar terlaksananya program jaminan pensiun. Sehingga negara yang diwakili oleh pemerintah hanya sekedar mengumpulkan dana saja. Harapan kita semua regulasi yang akan dikeluarkan mampu menciptakan hubungan industrial Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

16 yang dinamis dan berkeadilan. Ketika kita berbicara pensiun itu seperti naik kereta dimana kita berhenti kita yang akan mentukan sendiri. Maka untuk pekerja formal dan informal itu harus ada regulasi yang berbeda. 2. Putusan politik lebih kuat daripada kajian, demi kebutuhan bersama perlu diambil sikap, sehubungan dengan menteri tidak akan hadir dalam forum-forum yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Kita harus sadar betul bahwa Jaminan pensiun akan berlanjut sampai nanti tidak seperti penetapan menteri yang bisa diganti dalam periode tertentu. Untuk itu, perlunya dukungan semua pihak, kritisi berdasarkan data dan fakta untuk kembali mengingatkan pemerintah dalam penyusunan dan pengesahan RPP jaminan pensiun Pemerintah pun memberikan penjelasan mengenai konsep jaminan pensiun sebegai berikut : Berbekal dari amanah yang didaulat oleh UUD 1945 yang tertuang dalam pasal 34 ayat 2, UU No. 3 Tahun 1992 pasal 3 ayat 2, UU No. 40 Tahun 2004, pasal 2, dan UU No. 24 Tahun 2011, pasal 6, maka Jamsostek bertransformasi sejak 1 Januari 2014 menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang akan menyelenggarakan program jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai 5 program yang terdiri dari, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun. 4 diantaranya adalah program lanjutan dari Jamsostek, dan 1 diantaranya merupakan program baru yang didesain sedemikian rupa oleh BPJS Ketenagakerjaan guna melindungi para pekerja ketika mencapai usia pensiun. Jaminan pensiun ini, merupakan program baru yang hingga detik ini RPP masih dalam tahap pembahasan. Jaminan pensiun akan mulai di operasikan paling lambat pada Juli 2015, dengan manfaat yang akan di dapat oleh peserta berupa manfaat pasti, iuran yang dikenakan adalah sebesar 8% dengan pembagian 3% dibayarkan oleh pekerja dan 5% dibayarkan oleh pengusaha. Usia pensiun dalam jaminan pensiun ini adalah setelah masa iur minimal 15 tahun. Jaminan pensiun ini, manfaat yang diterima berupa uang tunai terhadap risiko cacat total tetap, meninggal dunia, atau memasuki usia pensiun. Akumulasi dana untuk iuran dibawah 15 tahun adalah akumulasi iuran ditambah dengan hasil pengembangan. Berdasarkan hal tersebut hal. Maka terdapat beberapa hal yaitu : Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

17 Jaminan Pensiun ini tetap diselenggarakan pada 1 Juli 2015, dengan ketentuan apabila di kemudian hari akan banyak challenge menganai program ini dapat dikaji ulang dengan lebih seksama. Dalam rangka pelaksanaan SJSN melalui Program jaminan pensiun agar tidak mengalami kegagalan. Banyak negara yang mengalami kegagalan karena pembuat kebijakan terlalu optimis dalam menghitung, perlu adanya kehatihatian. Tentu ada aturan umum untuk mendesaian program jaminan pensiun seperti, usia pensiun, gaji yang harus didefiniskan secara seragam, dan ada batas minimal serta adanya akumulasi. Hal lain yang berkaitan dengan tunjangan minimal bagi pihak yang bergaji lemah, indeksasi, semua ini harus ada formula yang harus dihitung. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup kita, beberapa pilihan kebijakan yang terkait dengan periode pekerja yang menjadi penting untuk suatu penghitungan. Jika usia pensiun rendah ini juga harus dipertimbangan. Sehingga yang menjadi concern dalam mewujudkan jaminan pensiun ini adalah : 1. Tuntaskan RPP mengenai program jaminan pensiun, juklak dan juklis 2. Perlunya harmonisasi antara yang sudah dijaminkan dalam dana pensiun 3. Negoisasi tentang iuran 8% kepada pemerintah kendatipun tetap dengan 8% harus ada dasar dan alasan yang jelas 4. Perlu adanya pemahaman dan persepsi yang sama antara regulator dalam hal ini pemerintah selaku pembuat kebijakan dengan pengusaha selaku implementasi regulasi serta operator yaitu BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu langkah nyata adalah dengan mengundang masing-masing pihak untuk FGD 5. Adanya pemaparan yang mendalam antara jaminan pensiun manfaat pasti dengan iuran pasti dari aktuaria dan ahli dibidangnya sehingga ada penghitungan yang pasti dan masing-masing resiko dari skema tersebut. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO

SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli 2015 M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO Astra 1 Jaminan sosial sebagai amanat Undang Undang, mengacu kepada : 1. UUD 45, Pasal 34 ayat

Lebih terperinci

BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli Apindo training center

BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli Apindo training center 1 BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli 2015 Apindo training center Challenges atas JHT : a. Pengambilan JHT dari 5 th ke 10 th b. Pengambilan setelah 10 tahun max 10% dari JHT terhitung untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober 2015 Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Daftar isi Ketentuan program jaminan pensiun Harmonisasi program wajib dan sukarela Penyesuaian 2

Lebih terperinci

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Sosial Minimum Jaminan Sosial adalah perlindungan yang diberikan

Lebih terperinci

Jaminan Pensiun Sebagai Hak Dasar Pekerja. Oleh : Timboel Siregar

Jaminan Pensiun Sebagai Hak Dasar Pekerja. Oleh : Timboel Siregar Jaminan Pensiun Sebagai Hak Dasar Pekerja Oleh : Timboel Siregar Sistem ekonomi pasar tak terhindarkan lagi. Karenanya, negara-negara dunia mengambil langkah adaptif, agar warga negaranya tidak menjadi

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I

POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I Negara Republik Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang beradab dan bermartabat, secara konstitusional mengakui hak atas jaminan sosial dan kehidupan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN SEPULUH MASALAH REGULASI Oleh: A. A. Oka Mahendra Asih Eka Putri PENDAHULUAN Round table discussion yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UU 3/1992 Jamsostek UU 40/2004 SJSN. Kesehatan. UU 13/2003 Ketenagakerjaan PHK: Kerja

UU 3/1992 Jamsostek UU 40/2004 SJSN. Kesehatan. UU 13/2003 Ketenagakerjaan PHK: Kerja UU 3/1992 Jamsostek 1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 2. Jaminan Kecelakaan Kerja 3. Jaminan Kematian 4. Jaminan Hari Tua UU 13/2003 Ketenagakerjaan tentang Imbalan PHK: 1. Uang Pesangon 2. Uang Penghargaan

Lebih terperinci

Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia

Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia Disampaikan Oleh : Drs. Wahyu Widodo, MM Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja DASAR IMPLEMENTASI JAMINAN

Lebih terperinci

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Senin, 29 Oktober 2007 RR. Dirjen PPTKDN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dari tahun 1992 hingga kini belum mampu mewujudkan tercapainya cakupan peserta program jaminan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia (universal

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian aktuaria ini dilakukan bedasarkan permintaan permintaan pemerintah sindonesia dalam merencanakan dan melaksanakan program pensiun baru di Indonesia

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN KEPADA PEKERJA

PENINGKATAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN KEPADA PEKERJA PENINGKATAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN KEPADA PEKERJA OLEH: DIREKTUR PENGUPAHAN DAN JAMINAN SOSIAL KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN Jakarta, 4 Desember 2014 DASAR IMPLEMENTASI JAMINAN SOSIAL UUD 1945 Psl

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk

Lebih terperinci

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN 1 Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN H. Bambang Purwoko Anggota DJSN dan Guru Besar Fakultas Ekonomika

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan Bab I Pendahuluan 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang transformasi PT Jamsostek (Persero) di Harian Pelita tentang transformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Joko (bukan nama sebenarnya) baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke 55 dan pensiun dari perusahaan tempat dia mengabdikan

Lebih terperinci

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Mandat Undang Undang + Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2 Program dan Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pembangunan nasional salah satunya memiliki tujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Kunci keberhasilan

Lebih terperinci

Jaminan Pensiun SJSN: Usulan Besar Manfaat dan Iuran

Jaminan Pensiun SJSN: Usulan Besar Manfaat dan Iuran Royal Kuningan Hotel, Jakarta, 13 November 2013 Steven Tanner Jaminan Pensiun SJSN: Usulan Besar Manfaat dan Iuran Forum Diskusi Interaktif Sistem Kesejahteraan Ketentuan perundang-undangan Sektor Swasta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.651, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Jaminan Sosisal. Badan Penyelenggara. Pengawasan DJSN. Pelaksanaan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya YTKI, 10 Juli 2008 infocenter@dayamandiri.co.id http://www.dayamandiri.co.id Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya Diskusi Interaktif: Strategi Mengendalikan Risiko Keuangan DAYAMANDIRI

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi keberadaannya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan

Lebih terperinci

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN A. A. Oka Mahendra, SH. Jakarta, 13 November 2013 OUTLINE 1.Pendahuluan 2.Peraturan Terkait Jaminan Pensiun 3.Harmonisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tabungan dan Asuransi Pensiun Tabungan dan asuransi pensiun merupakan tabungan jangka panjang yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perluasan cakupan peserta dan peningkatan kolektabilitas Iuran Jamsos Bid. Ketenagakerjaan

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perluasan cakupan peserta dan peningkatan kolektabilitas Iuran Jamsos Bid. Ketenagakerjaan Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perluasan cakupan peserta dan peningkatan kolektabilitas Iuran Jamsos Bid. Ketenagakerjaan Oleh : Drs. M. FACHRUDDIN, MM Disampaikan pada Sosialisasi SJSN Novotel Banjarmasin,

Lebih terperinci

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Disampaikan oleh Hariyadi B Sukamdani Ketua DPN Apindo Bidang Pengupahan dan Jamsos 13 November 2013 ATURAN UMUM DESAIN PROGRAM PENSIUN: USIA PENSIUN

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 31 Maret 2016 1 PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 2 SEBELUM 1 JANUARI

Lebih terperinci

JAMINAN PENSIUN UNTUK SELURUH PEKERJA. Oleh : AGUS SUPRIYADI

JAMINAN PENSIUN UNTUK SELURUH PEKERJA. Oleh : AGUS SUPRIYADI JAMINAN PENSIUN UNTUK SELURUH PEKERJA Oleh : AGUS SUPRIYADI BAGIAN I Amanah UU dan Perlindungan Jaminan Sosial untuk Tenaga Kerja Indonesia Mandat Undang Undang + Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2000). Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baik BPJS Kesehatan

Lebih terperinci

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 OLEH : DR.CHAZALI H. SITUMORANG, APT, M,Sc / KETUA DJSN SJSN: Reformasi Jaminan Sosial TATA CARA SJSN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMSOS

Lebih terperinci

White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional

White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional White Paper Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional Disusun oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia Dibantu oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI 1 2012-2013 Kerugian terhadap lapangan kerja akibat krisis finansial dan ekonomi telah menyebabkan kesulitan hidup bagi pekerja perempuan dan laki-laki, keluarga dan komunitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

2 Untuk memberikan derajat kehidupan yang layak bagi Peserta dan keluarganya yang memasuki Usia Pensiun, Pemerintah menetapkan program Jaminan Pensiun

2 Untuk memberikan derajat kehidupan yang layak bagi Peserta dan keluarganya yang memasuki Usia Pensiun, Pemerintah menetapkan program Jaminan Pensiun TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Jaminan Sosial. Pensiun. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 155). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah pembahasan yang terus menjadi isu utama di Indonesia. Sejahteranya kelas pekerja dapat dianggap menjadi indikator sejahtera atau tidaknya

Lebih terperinci

Pencapaian dan Tantangan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dewan Jaminan Sosial Nasional

Pencapaian dan Tantangan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dewan Jaminan Sosial Nasional Pencapaian dan Tantangan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 28 Desember 2017 1. Pendahuluan 2. Pencapaian 3. Tantangan Implementasi JKN 1 Pendahuluan 3 Operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL

TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL Oleh: Haiyani Rumondang (Dirjen PHI dan Jamsos, Kemnaker) Disampaikan pada: Acara Diskusi Publik Nasional : Penguatan Jaminan Sosial dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional Seri Telaah MARTABAT 03/2011 16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh: A. A. Oka Mahendra Asih Eka Putri MARTABAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market atau yang lazim disebut pasar modal didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya Hotel Borobudir, Jakarrta, 10 Desember 2007 Steven Tanner Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya Dana Pensiun Sebagai Lembaga Penyelenggara Program Pensiun Untuk Kesejahteraan Hari

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta, 12 Desember 2011 1 Latar belakang SJSN SJSN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. demokratis. Kebijaksanaan sosial dapat dianggap sebagai kerangka kerja utama untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. demokratis. Kebijaksanaan sosial dapat dianggap sebagai kerangka kerja utama untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perlindungan sosial merupakan komponen penting dari kebijakan sosial yang didasari atas hak sosial dan hak ekonomi yang dinikmati oleh warga negara di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban Negara serta tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dalam memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 398, 2017 KEMENKEU. Pelaporan dan Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.03/2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita bangsa tersebut, pembangunan nasional disemua bidang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita bangsa tersebut, pembangunan nasional disemua bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

Formulir Pendaftaran Lokakarya. Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): Kajian Umum

Formulir Pendaftaran Lokakarya. Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): Kajian Umum PERSATUAN AKTUARIS INDONESIA (THE SOCIETY OF ACTUARIES OF INDONESIA) Sekretariat : Jl. Tebet Raya No.66 C Jakarta Selatan 12820 Telp. (021) 835-5105, Fax. (021) 3650-5600 Website : www.aktuaris.org, E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus kehidupan seseorang ada tiga tahapan kehidupan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus kehidupan seseorang ada tiga tahapan kehidupan yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam siklus kehidupan seseorang ada tiga tahapan kehidupan yang harus dilalui. Tahap pertama adalah ketika ia berusia kanak-kanak, dimana segala kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan

Lebih terperinci

Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Tim Pokja Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem pengupahan buruh/ pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PETA JALAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Konsep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan ketentuan

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Konsep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan ketentuan BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Konsep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial yang disingkat dengan BPJS menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

PERSATUAN AKTUARIS INDONESIA (THE SOCIETY OF ACTUARIES OF INDONESIA) Lokakarya Sehari. Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) : Kajian Umum

PERSATUAN AKTUARIS INDONESIA (THE SOCIETY OF ACTUARIES OF INDONESIA) Lokakarya Sehari. Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) : Kajian Umum PERSATUAN AKTUARIS INDONESIA (THE SOCIETY OF ACTUARIES OF INDONESIA) Lokakarya Sehari Memahami Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) : Kajian Umum KERANGKA ACUAN KEGIATAN MEMAHAMI SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PENSION & EXIT SYSTEM. Prodi Administrasi Bisnis

PENSION & EXIT SYSTEM. Prodi Administrasi Bisnis PENSION & EXIT SYSTEM Prodi Administrasi Bisnis Pemberhentian Pemberhentian Undang Undang Keinginan Perusahaan Keinginan Karyawan Kontrak kerja berakhir Kesehatan karyawan Meninggal dunia Perusahaan dilikuidasi/bangkrut

Lebih terperinci

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang tinggi untuk menjalankan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dalam mewujudkan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29 Implementasi UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang disertai larangan ekspor bijih mineral tambang (ore) pada 12 Januari 2014 mendatang bakal menjadi tantangan tersendiri bagi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016 RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN Jakarta, 31 Maret 2016 AZAS Kemanusiaan Manfaat Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

AGUS SUSANTO Direktur Utama

AGUS SUSANTO Direktur Utama Jaminan Sosial : Jembatan Kesejahteraan AGUS SUSANTO Direktur Utama Jakarta, 31 Januari 2017 KITA SUDAH DI JALUR YANG BENAR MENUJU KESEJAHTERAAN.. Image : https://suarahanura.com 2 DATA DAN FAKTA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II PROFIL BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH. ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan

BAB II PROFIL BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH. ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan BAB II PROFIL BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH A. Sejarah Ringkas Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus.

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus. DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USULAN PEMERINTAH 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Sambutan Ketua DJSN. Pada Pembukaan Kaleidoskop Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tahun 2017

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Sambutan Ketua DJSN. Pada Pembukaan Kaleidoskop Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tahun 2017 DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Sambutan Ketua DJSN Pada Pembukaan Kaleidoskop Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tahun 2017 Hotel Aryaduta, Jakarta, 28 Desember 2017 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA Nomor: 374/PS/KP-PRP/e/VIII/11 Tolak UU SJSN, RUU BPJS, dan Jamkesmas sebagai Solusi Jaminan Sosial bagi Rakyat! Tingkatkan Pajak Progresif bagi Korporasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

Pertumbuhan inklusif

Pertumbuhan inklusif Konsep Bagi Hasil Fakltorfaktor lain Faktor-faktor lain Pertumbuhan inklusif Peningkatan produktivitas produktivitas increases Kondisi kerja yang lebih baik Mekanisme intermediasi Inter-sectoral Realokasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012

KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci