White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional"

Transkripsi

1 White Paper Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional Disusun oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia Dibantu oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank (ADB)) Mr. Mitchell Wiener, Spesialis Sektor Keuangan (Dana Pensiun) 1

2 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF...4 BAGIAN RENCANA STRATEGI UNTUK RANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SJSN PENDAHULUAN FILOSOFI PERAN ADMINISTRATOR BENTUK BADAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) PERANAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN) PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN DARI BPJS PENDANAAN PROGRAM SJSN JAMINAN KESEHATAN JAMINAN KECELAKAAN KERJA JAMINAN PENSIUN JAMINAN HARI TUA (JHT) PROGRAM PENGELOLAAN ASET JAMINAN HARI TUA JAMINAN KEMATIAN HARMONISASI DENGAN PROGRAM YANG ADA PERLUASAN CAKUPAN DARI PERLINDUNGAN SEKTOR INFORMAL IURAN DAN PENGUMPULAN DATA DEFINISI MASYARAKAT MISKIN KESIMPULAN BAGIAN DESAIN RINCI PROGRAM SJSN PROYEKSI POPULASI ANGKATAN KERJA DAN PERKIRAAN JUMLAH PEKERJA RANCANGAN PROGRAM PENSIUN DAN PENDANAANNYA

3 4. RANCANGAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DAN PENDANAANNYA JAMINAN KEMATIAN JAMINAN KESEHATAN KESIMPULAN BAGIAN PRASYARAT UNTUK MEMULAI SISTEM SJSN PENDAHULUAN MANAJEMEN IMPLEMENTASI MANFAAT SJSN DAN IURANNYA FUNGSI SISTEM POKOK DAN PROSES BISNIS ADMINISTRASI PROGRAM JAMINAN PENSIUN ADMINISTRASI PROGRAM JAMINAN HARI TUA PENGELOLAAN KEUANGAN PENGELOLAAN ASET UNTUK PROGRAM JAMINAN HARI TUA PENGUMPULAN IURAN DAN DATA PENEGAKAN ATURAN DALAM PENGUMPULAN IURAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BPJS EDUKASI PUBLIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PART KESIMPULAN

4 RINGKASAN EKSEKUTIF Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan pembentukan lima program asuransi sosial wajib secara terpisah yang meliputi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan Pensiun: Program ini akan memberikan manfaat pembayaran bulanan seumur hidup kepada pekerja pada masa pensiun mereka, pekerja yang menjadi cacat, dan ahli waris dari pekerja atau penerima pensiun yang meninggal. Jaminan Hari Tua: Program ini memberikan manfaat pembayaran secara sekaligus pada saat pekerja memasuki masa pensiun, pekerja menjadi cacat, dan kepada ahli waris dalam hal pekerja meninggal dunia. Jaminan Kesehatan: Program ini akan memberikan manfaat kesehatan paripurna untuk semua penduduk Indonesia berdasarkan kebutuhan medis. Jaminan Kecelakaan Kerja: Program ini memberikan manfaat bagi pekerja yang mengalami cidera atau meninggal sebagai akibat dari kecelakaan atau sakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Jaminan Kematian: Program ini memberikan manfaat berupa pembayaran secara sekaligus kepada ahli waris dari pekerja yang meninggal untuk menutup biaya pemakaman dan memberikan kompensasi tambahan kepada ahli waris. Undang-Undang SJSN merupakan payung hukum. Undang-Undang tersebut mencantumkan struktur dasar sistem jaminan sosial yang telah direformasi, namun tidak secara spesifik menetapkan besarnya manfaat dan tingkat kontribusi untuk masing-masing jenis jaminan. Dalam analisis ini, kami terfokus pada rancang bangun masing-masing program dan keterkaitan antar program. Semua program-program tersebut perlu dikemas dalam sebuah paket yang saling melengkapi sedemikian rupa sehingga mendukung kebijakan sosial dan kebijakan fiskal pemerintah. Masing-masing program harus memiliki peran dan alasan pembentukan yang jelas dalam mendukung skim perlindungan sosial secara keseluruhan. Berdasarkan undang-undang SJSN, biaya program-program asuransi sosial ditanggung bersama diantara pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. Iuran untuk pekerja sektor formal dan pemberi kerjanya ditentukan sebesar persentase tertentu dari upah mereka. Biaya tersebut ditanggung bersama antara pemberi kerja dan para pekerja. Iuran untuk pekerja sektor informal dapat berupa sejumlah nominal tertentu atau persentase dari upah. Iuran untuk pekerja sektor informal yang tergolong miskin harus dibayar oleh pemerintah. Para pekerja di sektor informal yang tidak tergolong miskin harus membayar iuran mereka sendiri. Program-program SJSN pada dasarnya hanya akan memberikan perlindungan sosial dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Program-program SJSN masih perlu dilengkapi dengan dukungan keluarga dan program-program kesejahteraan sosial tambahan untuk golongan tertentu. Para pekerja juga dapat membeli tambahan perlindungan asuransi dan program-program pensiun dari sektor swasta. 4

5 Program-program SJSN perlu dilaksanakan secara bertahap dan hati-hati untuk memastikan bahwa program tersebut terjangkau oleh anggaran negara dan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap ketersediaan lapangan kerja dan daya saing perusahaan-perusahaan di Indonesia. Prasarana yang diperlukan juga harus disiapkan sebelum program dimulai. Diperlukan adanya transparansi, akuntabilitas, dan sistem administrasi yang efisien agar sistem ini dapat berhasil. 1. RENCANA STRATEGIS UNTUK IMPLEMENTASI SJSN Sebagai langkah awal, para pemangku kepentingan harus mencapai kesepakatan pada strategi umum dalam pelaksanaan program-program SJSN. Bagian 1 dari laporan ini membahas secara keseluruhan pendekatan strategis terhadap rancangan dan implementasi program jaminan sosial SJSN. Poin-poin penting yang ditekankan dalam bagian laporan ini adalah: Program-program SJSN memberikan perlindungan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Program-program tersebut tidak dimaksudkan untuk memenuhi semua kebutuhan dari setiap individu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manfaat SJSN harus didukung dengan bantuan keluarga, program asuransi swasta, program pensiun, dan program kesejahteraan sosial lainnya. Menurut Undang-Undang SJSN, empat persero yang ada saat ini yaitu PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes secara bersama-sama akan menjadi administrator (BPJS) dari program SJSN. Secara teknis, untuk menjalankan program SJSN tidak diperlukan empat BPJS, namun cukup satu atau dua BPJS. Sebaiknya BPJS dibedakan berdasarkan jenis program jaminan sosial yang akan dijalankan daripada dibedakan berdasarkan segmen pasar tenaga kerja seperti yang berlaku sekarang. Misalnya, lebih baik ada satu BPJS bertanggung jawab atas program jaminan pensiun bagi semua segmen pasar tenaga kerja, daripada memiliki satu BPJS yang bertanggung jawab untuk program pensiun PNS dan beberapa BPJS lain untuk program pensiun bagi pekerja sektor formal. Bentuk badan hukum BPJS harus berdasarkan pada prinsip-prinsip dana amanat (trust fund). BPJS tersebut sebaiknya bersifat nirlaba dan harus melaksanakan segala upaya untuk sebesarbesarnya kepentingan peserta. Aset peserta juga harus terpisah secara hukum dari aset BPJS untuk meningkatkan transparansi dan melindungi aset peserta terhadap klaim dari kreditur BPJS lainnya. Bentuk badan hukum calon BPJS yang ada saat ini kurang sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertanggung jawab terhadap pengawasan pelaksanaan program SJSN dan terhadap BPJS. DJSN adalah suatu badan politik yang beranggotakan perwakilan dari seluruh pemangku kepentingan ditambah dengan para ahli di bidang sistem jaminan sosial. DJSN seharusnya bertindak sebagai "trustee" yang bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan peserta dan memastikan SJSN beroperasi secara efisien dan berkelanjutan secara fiskal. Ketika bentuk hukum BPJS diubah, DJSN harus mengambil alih fungsi dan tanggung jawab pengawasan terhadap BPJS yang saat ini berada pada Kementrian Negara BUMN. Teknis operasional BPJS harus dipantau secara ketat. Sebagai badan politik, DJSN tidak memiliki keahlian teknis untuk mengawasi operasional BPJS. Untuk itu diperlukan suatu badan pengawas 5

6 yang independen dan bebas dari pengaruh politik untuk memantau operasional sehari-hari BPJS agar operasional BPJS sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lembaga yang paling sesuai untuk melaksanakan tugas ini adalah Sekretariat DJSN atau biro baru yang dapat dibentuk di Bapepam- LK yang bertugas khusus untuk mengawasi BPJS dalam melaksanakan program SJSN. Mengingat adanya keterbatasan staf dan gaji untuk anggota Sekretariat DJSN, Bapepam-LK mungkin perlu mengawasi BPJS dalam tahap awal implementasi program-program SJSN, dan selanjutnya tanggung jawab Bapepam-LK tersebut dapat dialihkan ke Sekretariat DJSN seiring waktu dan kesiapan dari Sekretariat DJSN. Besarnya iuran program-program SJSN yang merupakan persentase dari upah harus dibatasi. Iuran program-program tersebut harus terjangkau untuk para pekerja dan pemberi kerja, tidak menambah pengangguran, dan memungkinkan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mempertahankan daya saing regional dan internasional. Pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu memutuskan besarnya pendanaan program SJSN yang dapat disediakan kemudian baru merancang program sesuai dengan parameter biaya yang telah ditetapkan. Tabel di bawah ini menyajikan secara ringkas rentang besar iuran yang layak untuk setiap program. Program Iuran dalam % Upah Jaminan Kesehatan 4.0%-6.0% Jaminan Kecelakaan Kerja 0.25% % Jaminan Pensiun 5.0% - 6% Jaminan Hari Tua 3.0% -4% Jaminan Kematian 0.25% % Keseluruhan Program SJSN 12.5% % Jaminan Kesehatan akan menyediakan jaminan kesehatan yang sama seperti yang disediakan program Askes untuk PNS dan program Jamkesmas untuk masyarakat miskin. Analisis aktuaria yang cermat diperlukan untuk menentukan besarnya iuran Jaminan Kesehatan. Pertama, diperlukan suatu studi untuk menentukan tingkat dan biaya pemanfaatan rata-rata untuk berbagai jenis layanan kesehatan dan biaya rata-rata untuk berbagai jenis layanan kesehatan tersebut. Kemudian dilakukan analisis yang cermat terhadap proyeksi biaya penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan dengan mempertimbangkan dampak dari pengenalan program ini sendiri, pembiayaan pemerintah untuk infrastruktur kesehatan, perluasan secara bertahap terhadap cakupan jaminan dan pembagian beban iurannya. Jaminan Kecelakaan Kerja seharusnya memberikan manfaat yang sama dengan program Jamsostek dan Taspen yang berlaku saat ini. Pemberi kerja harus membayar seluruh iuran untuk program ini. Tarif premi dibedakan berdasarkan jenis industri dan pekerjaan, serta didasarkan pada pengalaman klaim masing-masing pemberi kerja. Desain sistem Jaminan Kecelakaan Kerja 6

7 harus mendorong dan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berinvestasi dalam keselamatan kerja. Jaminan Pensiun merupakan program yang lebih penting daripada Jaminan Hari Tua karena Jaminan Pensiun akan memberikan jaminan pendapatan bulanan seumur hidup untuk pekerja yang pensiun atau berhenti kerja karena cacat, dan untuk ahli warisnya. Besarnya manfaat pensiun untuk setiap tahun iuran dapat berupa persentase dari rata-rata gaji atau nominal tertentu. Setelah dibayarkan, besarnya manfaat pensiun tersebut harus disesuaikan dengan tingkat inflasi. Pada awal implementasi program SJSN, usia pensiun disarankan untuk ditetapkan pada usia 60 tahun, dan kemudian harus disesuaikan dengan tingkat harapan hidup. Berdasarkan Undang-undang SJSN, untuk dapat memperoleh manfaat pensiun, pekerja harus telah mengikuti program pensiun sekurang-kurangnya selama 15 tahun. Ketentuan ini bukan merupakan rancangan yang baik karena menyebabkan banyak orang tua dan pekerja yang telah berusia lanjut tidak dapat menikmati manfaat pensiun. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk memperhitungkan masa kerja sebelum berlakunya program jaminan pensiun SJSN dan memberikan manfaat pensiun secara cuma-cuma kepada mereka yang berada di atas usia pensiun ketika program SJSN dilaksanakan. Jaminan Hari Tua menyediakan manfaat pembayaran sekaligus kepada peserta pada saat pensiun. Jaminan ini akan membantu keuangan pekerja pada masa transisi dari saat aktif bekerja ke masa pensiun. Iuran Jaminan Hari Tua sebaiknya ditetapkan rendah pada awalnya dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Hal yang lebih penting adalah fokus kepada Jaminan Pensiun, karena Jaminan Pensiun menyediakan pendapatan seumur hidup di usia tua. Untuk program Jaminan Hari Tua, manajemen aset merupakan salah satu kunci keberhasilan program. Perbedaan kecil tingkat hasil investasi tahunan dapat berdampak besar terhadap besarnya pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua pada saat pensiun. Langkah-langkah penting dalam proses manajemen aset meliputi: merancang kebijakan investasi yang tepat, mengembangkan strategi alokasi aset yang optimal, dan memilih sekuritas yang tepat. DJSN dan BPJS mengembangkan kebijakan umum investasi, sementara pengelolaan investasi sehari-hari dilakukan oleh manajer investasi swasta untuk meningkatkan tingkat hasil investasi, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, dan membatasi intervensi politik dalam proses pengelolaan investasi. Jaminan Kematian memberikan manfaat secara sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia. Program ini tidak membayarkan manfaat kematian apabila yang meninggal adalah anggota keluarga pekerja. Manfaat Jaminan Kematian tidak perlu dalam jumlah besar karena ahli waris dari pekerja yang meninggal dunia masih akan menerima manfaat bulanan dari program jaminan pensiun. Besarnya manfaat dapat ditetapkan dalam jumlah tertentu atau sebagai kelipatan tertentu dari upah. Diskusi lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas peran dari program jaminan kematian, apakah untuk sekedar menyediakan biaya pemakaman atau menyediakan manfaat yang lebih besar. Harmonisasi dengan program yang telah ada harus dilakukan untuk menghindari duplikasi manfaat dan untuk mengontrol biaya. Program-program yang telah ada untuk sektor formal dan PNS perlu disesuaikan pada saat program SJSN dimulai. Penyesuaian juga harus dilakukan terhadap program pesangon berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Manfaat yang dijanjikan dalam program-program yang ada saat ini setidaktidaknya harus dikurangi dengan manfaat yang dijanjikan dalam program-program SJSN. Sebagai 7

8 contoh, manfaat pesangon berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 harus dikurangi dengan nilai dari manfaat pensiun SJSN, dan manfaat pensiun yang dibayarkan kepada PNS dari APBN akan dikurangi dengan manfaat pensiun SJSN. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan "carve-out karena manfaat pensiun SJSN dikurangkan dari jumlah manfaat yang dapat dibayarkan berdasarkan program yang ada saat ini. Dengan demikian, besar manfaat dari program yang ada saat ini tidak akan berkurang. Jumlah manfaat yang dibayarkan dari program SJSN dan program non SJSN akan sama besar dengan jumlah manfaat yang dibayarkan berdasarkan program jaminan yang ada saat ini. Reformasi lebih lanjut atas program-program yang telah ada tentu mungkin untuk dilakukan. Sektor informal akan menimbulkan masalah khusus karena: kurangnya hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, sulitnya mengukur pendapatan, dan sulitnya mengumpulkan data dan iuran bulanan. Isu keuangan akan timbul berkaitan dengan penetapan kriteria golongan masyarakat miskin dan pembayaran iuran program jaminan sosial SJSN bagi masyarakat golongan miskin. Program bantuan sosial untuk orang miskin yang telah ada saat ini juga perlu disesuaikan jika program SJSN mulai diterapkan. Sebagai langkah awal, pemerintah dan para pemangku kepentingan harus mencapai kesepakatan pada seluruh hal-hal yang strategis dalam rancangan dan administrasi program-program SJSN. Saat ini telah tercapai kesepakatan dalam berbagai masalah pokok, namun masalah-masalah lain masih tetap menjadi perdebatan, antara lain masalah bentuk badan hukum BPJS, tugas dan tanggung jawab BPJS, badan pengawas operasional BPJS, dan struktur manajemen aset untuk program Jaminan Hari Tua. 2. RANCANGAN TERPERINCI DAN PENDANAAN Departemen Keuangan bertanggung jawab secara khusus dalam perancangan dan pendanaan Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kematian. Fokus dari laporan ini adalah pada tiga program tersebut dan tidak mencakup analisis keuangan dan aktuaria untuk program Jaminan Kesehatan atau Jaminan Kecelakaan Kerja. Perancangan dan pembiayaan program Jaminan Kesehatan memerlukan suatu studi komprehensif yang terpisah. 2.1 PROYEKSI DEMOGRAFIS Analisis pendanaan jangka panjang program Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kematian dimulai dengan memproyeksikan seluruh populasi dan angkatan kerja. Khusus untuk program jaminan pensiun, analisis dilakukan setidaknya untuk rentang waktu 75 tahun karena karakteristik demografi penduduk Indonesia akan berubah secara signifikan selama rentang waktu tersebut. Populasi akan menua sehingga proporsi penduduk usia tua dibanding penduduk usia produktif dan anak-anak akan semakin tinggi. Iuran yang dibayar oleh pekerja juga digunakan untuk membiayai manfaat jaminan sosial bagi penduduk usia tua, dengan demikian maka proporsi jumlah penduduk usia tua terhadap pekerja akan memiliki dampak yang signifikan terhadap pendanaan program SJSN. 8

9 Grafik di bawah ini menunjukkan proyeksi perubahan komposisi usia penduduk dari waktu ke waktu. Grafik tersebut menunjukkan bahwa persentase jumlah penduduk usia tua (lebih dari 60 tahun) akan bertambah dengan pesat sementara jumlah penduduk usia muda menurun. Proyeksi ini dibuat berdasarkan asumsi adanya penurunan tingkat kesuburan dari 2,27 anak per perempuan pada saat ini menjadi 1,84 anak per perempuan pada tahun Dalam proyeksi ini juga diasumsikan adanya penurunan tingkat kematian akibat perbaikan kondisi ekonomi dan kualitas pelayanan medis. 2.2 PEMBIAYAAN PROGRAM PENSIUN Program jaminan pensiun dapat memberikan replacement ratio sekitar 20% dari rata-rata upah jika iuran ditetapkan sebesar 5% dari upah. Jika iuran ditingkatkan menjadi 6%, maka dimungkinkan untuk memperhitungkan masa kerja sebelum diberlakukannya SJSN bagi pekerja usia tua dan memberikan jaminan pensiun bagi penduduk yang saat ini sudah memasuki usia pensiun. Dalam rentang waktu analisis 75 tahun, iuran rata-rata akan mencapai 5-6% dari upah, namun iuran akan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awal dimulainya implementasi program SJSN, besarnya iuran hampir nol karena belum ada pekerja yang memasuki usia pensiun dan sejumlah kecil pekerja yang mengalami cacat atau meninggal. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, jumlah pensiunan akan meningkat tajam karena penuaan populasi dan adanya manfaat pensiun yang jatuh tempo. Sementara itu, pertumbuhan jumlah pengiur melambat dan bahkan menurun. Grafik di bawah ini membandingkan proyeksi jumlah penerima manfaat pensiun dengan jumlah pengiur dari waktu ke waktu. 9

10 Tujuan analisis pendanaan program jaminan pensiun adalah untuk merancang sebuah program yang memberikan manfaat yang cukup berarti dengan tetap menjaga tingkat iuran sebesar 6% dari upah atau kurang. Sebagai titik awal, dalam laporan ini digunakan asumsi sebagai berikut: Usia pensiun : 60 tahun dengan lama masa mengiur 15 tahun Rumusan Manfaat : 0,5% dari rata-rata pendapatan untuk setiap Past Service Credit : Tidak ada (Masa kerja sebelum SJSN) Pensiun sosial bagi penduduk usia tua : Tidak ada Manfaat minimum : Tidak ada tahun masa mengiur Dalam jangka panjang, rata-rata iuran program jaminan pensiun akan mencapai 5,27% dari upah, namun iuran aktual dari tahun ke tahun akan berfluktuasi seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Pada 15 tahun pertama program jaminan pensiun, biaya hampir nol karena belum ada pekerja yang memasuki usia pensiun. Di antara tahun 2030 dan tahun 2050, biaya program pensiun akan meningkat tajam karena adanya manfaat pensiun yang jatuh tempo dan penuaan populasi. Pada tahun 2070, biaya program ini mendekati 10% dari upah Persentase dari GDP Iuran yang diperlukan 0.0% 0.1% 0.5% 2.0% 2.9% 0.0% 0.2% 1.7% 6.3% 9.8% Pola biaya ini menimbulkan masalah dalam pendanaan progam jaminan pensiun SJSN. Jika biaya ratarata sebesar 5,27% dikenakan dalam rentang waktu 75 tahun maka akan terjadi kelebihan pendapatan dibandingkan dengan pengeluaran pada awal tahun implementasi program SJSN. Dana yang terkumpul akan mencapai lebih dari 30% dari PDB dan harus diinvestasikan secara tepat dan aman untuk mengantisipasi adanya kekurangan iuran pada tahun-tahun yang akan datang. 10

11 Jika pemerintah menetapkan iuran berdasarkan biaya sebenarnya bukan berdasarkan biaya rata-rata, maka iuran dari program pensiun, sebagai persentase dari gaji, akan meningkat pesat seiring waktu. Hal ini akan menimbulkan keberatan dari pekerja dan pemberi kerja karena iuran yang harus dibayarkan meningkat secara signifikan. Solusi yang paling mungkin untuk mengatasi masalah perancangan dan pendanaan adalah dengan mengkombinasikan beberapa elemen berikut: Memperhitungkan masa kerja sebelum diberlakukannya SJSN bagi pekerja usia tua sehingga mereka dapat menerima manfaat pensiun pada saat memasuki usia pensiun. Pekerja usia tua juga akan mendapatkan manfaat pensiun bukan sekedar mendapatkan pengembalian iuran. Dengan demikian manfaat yang mereka peroleh akan lebih besar daripada yang seharusnya. Membayarkan pensiun sosial untuk penduduk usia tua yang telah ada saat ini, sehingga mereka akan memiliki jaminan pendapatan bulanan untuk hidup. Manfaat pensiun sosial ini dibayarkan kepada masyarakat Indonesia yang telah mencapai usia pensiun sebelum program jaminan pensiun SJSN diberlakukan Meningkatkan usia pensiun seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup Menggunakan skim pendanaan pay-as-you-go (iuran diharapkan cukup untuk membayar manfaat pensiun dan pengeluaran lain) pada awal implementasi program jaminan pensiun dan kemudian secara bertahap akan beralih ke skim prefunding agar tingkat iuran program ini tidak melonjak tajam. Tabel di bawah ini menunjukkan dampak kenaikan usia pensiun, adanya masa kerja sebelum program pensiun SJSN diberlakukan yang diperhitungkan, dan adanya jaminan pensiun sosial terhadap besarnya iuran. Dalam semua skenario, kecuali skenario pertama, usia pensiun diasumsikan meningkat dari usia 60 tahun pada saat implementasi SJSN dan menjadi usia 65 tahun pada tahun Skenario Usia pensiun Past service credit Pensiun sosial Tingkat kontribusi 1 60 None Tidak 5.27% > 65 None Tidak 4.48% > 65 None Ya 4.64% > tahun Tidak 5.69% > tahun Ya 5.85% > 65 All years Tidak 6.02% > 65 All years Ya 6.18% Dalam skenario di atas, seluruh masa kerja sebelum implementasi program SJSN dapat diperhitungkan dengan masa kerja maksimal yang diperhitungkan selama 15 tahun. 11

12 Sebagai ilustrasi, kita misalkan terdapat seorang pekerja berusia 50 tahun pada saat program pensiun SJSN dimulai dan ia mulai bekerja pada usia 25 tahun. Pada saat sistem dimulai, pekerja sudah memiliki masa kerja 25 tahun, namun pekerja tersebut tentunya belum pernah membayar iuran program jaminan pensiun SJSN. Menurut Undang-Undang SJSN, masa kerja yang dimiliki pekerja selama 25 tahun tersebut tidak berpengaruh dalam perhitungan besarnya manfaat pensiun. Ketika pekerja memasuki usia pensiun pada usia 60 tahun, ia hanya mengiur selama 10 tahun dalam program jaminan pensiun SJSN. Oleh karena itu, perkerja tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat pensiun. Pekerja dimaksud hanya akan memperoleh pengembalian iuran yang telah dibayar selama 10 tahun dan hasil pengembangannya, tanpa mendapatkan manfaat pensiun. Namun, apabila sebagian atau seluruh masa kerja sebelum program jaminan pensiun SJSN dimulai dapat diperhitungkan, pekerja akan berhak menerima manfaat pensiun SJSN. Jika masa kerja yang telah dijalani dapat diperhitungkan selama 15 tahun, maka manfaat pensiun yang akan diterima pekerja pada usia 60 akan didasarkan iuran selama 25 tahun, walaupun iuran hanya dilakukan oleh pekerja selama 10 tahun. Pekerja tersebut akan memenuhi persyaratan untuk menerima manfaat pensiun dan akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dibandingkan jika hanya menerima pengembalian iuran beserta hasil pengembangannya. Pensiun sosial dalam laporan ini adalah program pensiun bagi kelompok masyarakat yang telah berusia 60 tahun atau lebih ketika sistem jaminan pensiun SJSN dimulai. Untuk keperluan analisis, diasumsikan besarnya manfaat pensiun sosial adalah Rp ,00 per bulan dan disesuaikan besarnya setiap tahun berdasarkan tingkat kenaikan upah. Dengan asumsi ini, iuran untuk program jaminan pensiun SJSN akan berkisar mulai dari 4,48%, apabila masa kerja sebelum program SJSN dimulai tidak diperhitungkan dan pensiun sosial tidak diberikan, dan meningkat sampai dengan 6,18% apabila seluruh masa kerja sebelum program SJSN dimulai diperhitungkan dan pensiun sosial diberikan. Tabel di bawah ini menggambarkan besarnya iuran program jaminan pensiun setiap tahun sebagai persentase dari PDB dan sebagai persentase dari upah apabila diasumsikan masa kerja sebelum program SJSN diperhitungkan secara penuh dan diasumsikan pula terdapat program pensiun sosial. Iuran pada awal dijalankannya program jaminan pensiun akan lebih tinggi daripada skenario pertama karena pekerja yang mendekati usia pensiun dan masyarakat yang berusia lebih dari 60 tahun akan menerima manfaat pensiun. Namun, dengan asumsi usia pensiun dinaikkan, iuran yang sebenarnya akan lebih rendah dari besar iuran dalam tabel ini Persentase dari GDP Persentase dari upah 0.6% 1.0% 1.6% 2.3% 2.7% 1.8% 3.1% 4.8% 6.8% 8.3% Apapun rancangan program jaminan pensiun SJSN yang ditetapkan, pemerintah akan menemui permasalahan dalam pendanaannya untuk menjaga agar program jaminan pensiun dapat tetap berjalan dari tahun ke tahun. Program jaminan pensiun akan berjalan dengan baik ketika jumlah penduduk 12

13 meningkat dan proporsi jumlah pensiunan terhadap pengiur tetap atau bahkan menurun. Kestabilan pendanaan akan sulit bila populasi menua dengan cepat. Pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola program jaminan pensiun. Pemerintah perlu melakukan analisis terhadap pengelolaan program jaminan pensiun setiap tahunya dan mengambil tindakantindakan yang diperlukan agar pendanaan program pensiun dapat tetap terjaga. Pengelolaan program jaminan pensiun akan berhasil jika pemerintah melakukan penyesuaian secara berkala daripada membuat perubahan besar secara mendadak seperti penyesuaian usia pensiun, besar manfaat pensiun dan besar iuran pada saat program jaminan pensiun dalam kondisi kekurangan dana. 2.3 PROGRAM JAMINAN HARI TUA Besar iuran untuk program jaminan hari tua adalah sekitar 3% dari upah pada awal penyelenggaraan program. Dengan iuran sebesar 3% tersebut, jika program jaminan hari tua SJSN dikelola dengan baik akan dapat memberikan manfaat yang lebih baik daripada program JHT yang disediakan Jamsostek (iuran sebesar 5,7%). Agar program jaminan hari tua SJSN dapat memberikan manfaat yang lebih baik, perlu dilakukan upaya untuk memaksimalkan tingkat hasil investasi, mengendalikan biaya administrasi dan biaya investasi, serta membatasi penarikan dana sebelum usia pensiun. Perhitungan pendanaan program jaminan hari tua sebagai persentase dari PDB lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan pendanaan program jaminan pensiun. Apabila kita asumsikan bahwa total upah nasional adalah sebesar 35% dari PDB dan besarnya iuran adalah 3% dari upah, maka total kebutuhan pendanaan program ini menjadi sebesar 1,05% dari PDB (35% * 3%) dan akan tetap sama dari tahun ke tahun, kecuali besarnya iuran atau rasio dari total upah nasional terhadap PDB berubah. Untuk memperkirakan besarnya manfaat program jaminan hari tua pada saat pensiun, digunakan asumsi sebagai berikut: Besar iuran : 3% dari upah Frekwensi pembayaran iuran : Bulanan, iuran dibayar selama pekerja aktif bekerja Penarikan dana sebelum pekerja memasuki usia pensiun : Tidak ada Inflasi : 4% Tingkat kenaikan upah : 3% Tingkat hasil investasi : 4% Biaya-biaya : 2% dari kontribusi dan 0,6% dari aset Biaya untuk pengelolaan program jaminan hari tua umumnya terdiri dari dua jenis biaya. Pertama, biaya yang terkait dengan manajemen aset yang besarnya merupakan prosentase dari asset yang dikelola. Kedua, biaya untuk menutupi biaya administrasi kepesertaan, biaya cetak bukti kepesertaan, biaya penarikan iuran, dan biaya untuk fungsi lainnya yang besarnya merupakan prosentase dari iuran. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, pada saat memasuki usia pensiun, proyeksi besarnya manfaat program jaminan hari tua sebagai perkalian dari upah adalah sebagaimana tabel di bawah ini. 13

14 Lama iuran (dalam tahun) Kelipatan Upah Tabel di bawah ini menggambarkan pengaruh tingkat hasil investasi pada besarnya manfaat program jaminan hari tua SJSN dengan menggunakan asumsi seperti di atas. Sebagai gambaran, untuk pekerja dengan masa mengiur selama 30 tahun, perubahan tingkat hasil investasi sebesar 1% akan meningkatkan besar manfaat dari 11,6 kali upah menjadi 13,5 kali upah. Lama mengiur (dalam tahun) Tingkat hasil investasi 3% 4% 5%

15 Program jaminan hari tua SJSN akan menghimpun aset dalam jumlah yang sangat besar. Tabel di bawah ini menunjukkan perkiraan akumulasi aset program jaminan hari tua SJSN sebagai persentase dari PDB berdasarkan asumsi sebagaimana awal pembahasan program jaminan hari tua di atas. Tahun % dari PDB 5 5.0% % % % Berdasarkan tabel di atas, program jaminan hari tua akan memiliki aset sekitar 17% dari PDB setelah berjalan 20 tahun. Dengan jumlah aset yang demikian besar, pemerintah perlu memikirkan bentukbentuk investasi yang diperkenankan atas aset dimaksud dan prosedur penempatan aset untuk memastikan bahwa aset tersebut aman dan dapat memenuhi hak-hak masyarakat saat pensiun. Keberhasilan program jaminan hari tua membutuhkan prosedur tata kelola yang dapat memaksimalkan tingkat hasil investasi dengan tetap memperhatikan tingkat risiko investasi yang aman, mengontrol biaya investasi, dan membatasi tingkat pengambilan dana oleh pekerja sebelum memasuki usia pensiun. Dalam melakukan manajemen aset program jaminan hari tua, terdapat tiga pilihan yaitu: BPJS bertanggung jawab dalam manajemen aset dan pemilihan sekuritas; BPJS menentukan strategi umum investasi dan menunjuk manager investasi swasta untuk melakukan manajemen aset dan selanjutnya BPJS melakukan penilaian atas kinerja manajer investasi tersebut; Seluruh aspek manajemen aset diserahkan kepada manajer investasi swasta. Dalam hal ini, BPJS dapat menunjuk beberapa manajer investasi. Keunggulan dan kelemahan dari masing-masing pilihan di atas beserta studi kasus secara internasional akan dibahas pada bab selanjutnya dalam laporan ini. Kami menyarankan penggunaan manajer investasi swasta (pilihan 2 atau 3 di atas) untuk memaksimalkan pengembalian investasi dan mengurangi adanya intervensi politik dalam proses investasi. 2.4 PROGRAM JAMINAN KEMATIAN Program jaminan kematian ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat yang dibayarkan secara sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia. Besarnya manfaat program jaminan kematian dapat merupakan perkalian dari upah atau dalam jumlah nominal tertentu. Dalam hal pekerja meninggal dunia, selain mendapatkan manfaat jaminan kematian, ahli waris juga akan menerima manfaat program jaminan pensiun SJSN atau akan mendapatkan manfaat program jaminan kecelakaan kerja apabila 15

16 pekerja meninggal karena kecelakaan kerja. Pemerintah perlu memperjelas tujuan jaminan kematian SJSN apakah hanya untuk menutup biaya pemakaman atau untuk memberikan tambahan manfaat kepada keluarga yang ditinggalkan oleh pekerja. Diskusi mengenai pembayaran jaminan kematian atas kematian anggota keluarga pekerja (selain pekerja) juga telah dilakukan. Namun, dalam Undang-undang SJSN sangat jelas bahwa hanya akan membayar manfaat kematian dari program jaminan kematian SJSN untuk kematian pengiur. Untuk itu, jaminan kematian bagi anggota keluarga dapat diberikan melalui program-program bantuan sosial. Telah dilakukan perhitungan biaya untuk tiga manfaat jaminan kematian secara berbeda. Ketiga contoh perhitungan besar manfaat tersebut merupakan ilustrasi dan bukan rekomendasi dalam menetapkan besarnya manfaat. Diperlukan diskusi lebih lanjut untuk memperjelas tujuan dan jumlah manfaat dari program jaminan kematian SJSN. Contoh besar manfaat tersebut dimaksudkan untuk memberikan perhitungan manfaat yang dibayarkan sekaligus atas kematian pekerja ditambah manfaat biaya pemakaman. Rumus yang digunakan dalam menghitung besar manfaat adalah sama dengan yang digunakan dalam program jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja pada JAMSOSTEK dan TASPEN saat ini. Besar manfaat sama dengan 12 bulan upah Besar manfaat sebesar Rp 10 juta (2007) yang disesuaikan dengan peningkatan upah. Dengan demikian, besar manfaat jaminan kematian meningkat setiap tahunnya secara proporsional dengan peningkatan jumlah upah rata-rata nasional. Oleh karena itu, persentase besar manfaat jaminan kematian terhadap upah rata-rata akan tetap sepanjang periode analisis Besar manfaat sebesar Rp 10 juta (2007) yang disesuaikan dengan inflasi. Pada umumnya, kenaikan upah melebihi inflasi, sehingga presentase besar manfaat kematian terhadap upah rata-rata nasional akan menurun. Perhitungan biaya untuk ketiga ilustrasi tersebut akan menurun dari waktu ke waktu karena tingkat kematian diasumsikan akan menurun seiring dengan adanya perbaikan kondisi ekonomi, perbaikan sistem pelayanan kesehatan, dan kemajuan teknologi medis. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah pengiur dan perkiraan jumlah kematian pengiur dengan asumsi usia pensiun 60 dan angka kematian yang menurun. Rasio jumlah kematian terhadap jumlah pengiur menurun meskipun usia rata-rata pengiur meningkat sepanjang periode analisis Pengiur (dlm ribuan) 95, , , , ,000 Jumlah kematian (dlm ribuan) Rasio, jumlah kematian terhadap Pengiur 0,39% 0,36% 0,32% 0,24% 0,24% 16

17 Tabel berikut menunjukkan perhitungan biaya untuk masing-masing pilihan pada program jaminan kematian yang telah dijelaskan di awal bagian ini Ratarata 12 kali gaji 0.39% 0.36% 0.32% 0.24% 0.24% 0.28% Rp10 juta, index upah 0.21% 0.19% 0.17% 0.13% 0.13% 0.15% Rp10 juta, index inflasi 0.20% 0.13% 0.08% 0.03% 0.01% 0.06% Untuk besar manfaat yang berbeda dengan yang tersebut di atas (Rp10 juta) atau bilangan pengali upah bulanan yang berbeda, iuran program jaminan kematian SJSN dapat dihitung langsung secara proporsional. Sebagai ilustrasi, jika besar manfaat dijadikan dua kali lipat, maka iuran akan menjadi dua kali lipatnya. Jika besar manfaat kematian sebesar 48 kali upah bulanan, maka iuran akan empat kali lebih tinggi dari 12 kali upah bulanan. Tidak seperti program-program jaminan sosial SJSN lainnya, pendanaan program jaminan kematian SJSN dimulai dengan iuran yang tinggi dan menurun dari waktu ke waktu. Sehingga untuk manfaat jaminan kematian, pemerintah perlu menetapkan iuran yang lebih besar dibandingkan dengan iuran rata-rata pada awal penyelenggaraan program SJSN. Misalnya, jika manfaat kematian sebesar 12 gaji bulanan, maka iuran untuk 30 tahun pertama penyelenggaraan program minimal 0,35% dari upah dan dapat menurun untuk tahun-tahun berikutnya jika terjadi penurunan angka kematian seperti yang diprediksikan. 2.5 JAMINAN KESEHATAN Manfaat jaminan kesehatan SJSN berupa pelayanan kesehatan dasar. Manfaat ini termasuk kunjungan untuk pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat kedua, rumah sakit, operasi, farmasi, laboratorium dan pelayanan lain yang diperlukan untuk menjamin tingkat kesehatan. Program jaminan kesehatan didasarkan pada model managed care. Dalam model ini, setiap warga negara mempunyai pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memberikan akses untuk layanan medis. Kecuali untuk keadaan darurat, pasien harus terlebih dahulu mengunjungi dokter keluarga mereka sebelum ke perawatan dokter spesialis atau sebelum dirujuk ke rumah sakit. Pelayanan kesehatan pada program jaminan kesehatan ini terutama diterapkan pada rumah sakit dan klinik pemerintah, namun pelayanan kesehatan swasta juga dapat berpartisipasi. Pendanaan untuk program jaminan kesehatan harus berdasarkan perhitungan aktuaris atau ekonom yang memiliki keahlian dalam bidang asuransi kesehatan. Pendanaan akan cenderung meningkat seiring waktu karena peningkatan cakupan serta peningkatan dalam pemanfaatan layanan, biaya yang dibutuhkan untuk perawatan medis, jumlah penyedia layanan dan fasilitas, perubahan dalam prosedur dan teknologi medis, perubahan dalam tingkat morbiditas dan tingkat harapan hidup. Dalam melakukan estimasi pendanaan program jaminan kesehatan, digunakan data dari PT Askes tahun 2005 dan Dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, data klaim dalam asuransi kesehatan 17

18 Pegawai Negeri Sipil digunakan untuk estimasi biaya program jaminan kesehatan SJSN pada sektor formal dan data dari program Askeskin untuk estimasi biaya program jaminan kesehatan SJSN untuk sektor informal. Asumsi-asumsi pokok yang digunakan dalam estimasi pendanaan program jaminan kesehatan adalah: Seluruh sektor formal tercakup pada saat program mulai diberlakukan Sektor informal miskin tercakup pada saat program mulai diberlakukan Sektor informal tidak miskin secara bertahap akan diprogramkan tahun 2020 Biaya klaim untuk sektor informal naik secara bertahap dari kondisi saat ini sampai sebesar 90% dari biaya klaim untuk sektor formal tahun Telah tersedia proyeksi 75 tahun untuk pendanaan jaminan kesehatan, namun pemerintah seharusnya melakukan proyeksi untuk jangka waktu 10 tahun atau kurang. Dengan adanya perubahan pesat pada teknologi medis dan standar praktek serta peningkatan akses untuk pelayanan kesehatan, pemerintah seharusnya melakukan proyeksi yang lebih pendek dari pada proyeksi untuk program pensiun. Dengan demikian, pemerintah seharusnya tidak terlalu banyak mengacu pada perkiraan biaya pada tahun mendatang. Tabel di bawah ini menunjukkan estimasi biaya program jaminan kesehatan sebagai persentasi dari PDB. Selama 20 tahun pertama, biaya bervariasi bergantung pada jumlah pekerja miskin. Hal ini karena diasumsikan sektor informal miskin telah tercakup secara keseluruhan pada saat program mulai diberlakukan, sedangkan sektor informal tidak miskin secara bertahap juga akan dicakup dalam program jaminan kesehatan. # pekerja miskin Level 14 juta 0.10% 0.30% 0.40% 0.50% 0.60% 0.44% 35 juta 0.30% 0.70% 0.90% 1.20% 1.50% 1.06% 46 juta 0.40% 1.00% 1.20% 1.60% 2.00% 1.41% 63 juta 0.50% 1.40% 1.60% 2.10% 2.70% 1.93% Sumber: Perhitungan penulis Iuran program jaminan kesehatan sebagai persentase dari upah jumlahnya akan bervariasi berdasarkan tingkat pendapatan. Biaya manfaat jaminan kesehatan tidak dibedakan berdasarkan pendapatan (namun semua orang mendapat manfaat yang sama). Jika iuran program dinyatakan sebagai persentase dari upah, iuran untuk pekerja sektor formal akan lebih rendah daripada iuran untuk pekerja sektor informal. Pada sektor formal terdapat biaya subsidi yang signifikan. Pekerja dengan upah lebih tinggi akan memberi subsidi manfaat kepada pekerja dengan upah yang lebih rendah karena semua pekerja sektor formal akan dikenakan iuran berdasarkan persentase yang sama dari upah. 18

19 2.6 BIAYA TERHADAP ANGGARAN NEGARA Ketika program-program SJSN diperkenalkan, akan terdapat bererapa tambahan biaya yang harus dikeluarkan dari Anggaran Negara. Sumber-sumber utama pengeluaran dari Anggaran Negara adalah: Iuran program jaminan sosial SJSN untuk PNS di mana negara yang berperan sebagai pemberi kerja Pembayaran subsidi iuran bagi sektor informal miskin Anggaran untuk mendukung lembaga-lembaga yang diperlukan pada sistem SJSN. Anggaran tersebut termasuk untuk mendukung DJSN dan Sekretariat, dan untuk pengawasan dan pengendalian operasional BPJS, termasuk pula anggaran untuk mendukung BPJS atau penegakan hukum. Menurut Undang-undang SJSN, pemerintah wajib membayar iuran semua program asuransi sosial bagi masyarakat miskin. Pemerintah belum menentukan metodologi yang akan digunakan dalam menentukan jumlah pekerja miskin yang berhak untuk memperoleh subsidi iuran. Beban yang akan ditanggung pemerintah tergantung pada jumlah masyarakat miskin dan upah/pendapatan mereka. Analisis biaya yang harus ditanggung oleh APBN dalam laporan ini dihitung berdasarkan beberapa asumsi jumlah masyarakat miskin yang memenuhi syarat untuk menerima subsidi, mulai dari yang paling sedikit pada tahun 2007 yaitu dari 14 juta orang sampai dengan sebanyak-banyaknya 63 juta pekerja miskin pada sektor informal. Angka enam puluh tiga juta jiwa merupakan jumlah pekerja sektor informal yang miskin dan diasumsikan pemerintah tidak mampu memungut iuran dari seluruh pekerja sektor informal sehingga pemerintah harus menanggung iuran bagi seluruh pekerja sektor informal tersebut. Tabel di bawah ini menyajikan kebutuhan pendanaan sebagai persentasi dari PDB untuk dua metode yaitu metode pay-as-you-go dan metode prefunding untuk program jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Dalam tabel ini, yang ditampilkan adalah pilihan kombinasi program jaminan sosial dengan kebutuhan pendanaan yang terbesar. Kombinasi tersebut yaitu program pensiun yang memperhitungkan seluruh masa kerja sebelum program SJSN dimulai, adanya program pensiun sosial, dan manfaat jaminan kematian sebesar 12 kali upah bulanan. # poor workers Level PENSION PLAN FULL PAST SERVICE AND SOCIAL PENSION 14 juta 0.03% 0.04% 0.07% 0.10% 0.12% 0.10% 35 juta 0.08% 0.14% 0.22% 0.32% 0.38% 0.30% 46 juta 0.14% 0.23% 0.36% 0.52% 0.61% 0.49% 63 juta 0.29% 0.48% 0.77% 1.10% 1.30% 1.04% OLD-AGE SAVINGS 19

20 # poor workers Level 14 juta 0.05% 0.05% 0.05% 0.05% 0.05% 0.05% 35 juta 0.15% 0.15% 0.15% 0.15% 0.15% 0.15% 46 juta 0.24% 0.24% 0.24% 0.24% 0.24% 0.24% 63 juta 0.50% 0.50% 0.50% 0.50% 0.50% 0.50% DEATH BENEFIT 12 MONTHLY SALARIES 14 juta 0.01% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 35 juta 0.02% 0.02% 0.02% 0.01% 0.01% 0.01% 46 juta 0.03% 0.03% 0.03% 0.02% 0.02% 0.02% 63 juta 0.07% 0.06% 0.05% 0.04% 0.04% 0.05% HEALTH PROGRAM 14 juta 0.1% 0.3% 0.4% 0.5% 0.6% 0.44% 35 juta 0.3% 0.7% 0.9% 1.2% 1.5% 1.06% 46 juta 0.4% 1.0% 1.2% 1.6% 2.0% 1.41% 63 juta 0.5% 1.4% 1.6% 2.1% 2.7% 1.93% TOTAL 14 juta 0.18% 0.40% 0.52% 0.65% 0.77% 0.58% 35 juta 0.55% 1.00% 1.28% 1.68% 2.03% 1.52% 46 juta 0.81% 1.49% 1.83% 2.38% 2.87% 2.16% 63 juta 1.36% 2.44% 2.93% 3.75% 4.54% 3.52% Sumber : Perhitungan penulis Berdasarkan tabel di atas, jika pemerintah menanggung iuran untuk seluruh sektor informal, maka pendanaan yang dibutuhkan berdasarkan metode pay-as-you-go akan berkisar antara 1,36% pada tahun 2010 dari PDB dan akan meningkat menjadi 4,54% pada tahun Apabila besar iuran yang dibayar adalah sama sepanjang tahunnya maka besar pendanaan yang dibutuhkan adalah setara 3,52% dari PDB. Jika didasarkan pada asumsi yang lebih realistik, dengan diasumsikan terdapat 35 juta pekerja 20

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan KOMPAS/LUCKY PRANSISKA / Kompas Images Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Malaysia menjalani pemeriksaan kesehatan setibanya di Pelabuhan

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tabungan dan Asuransi Pensiun Tabungan dan asuransi pensiun merupakan tabungan jangka panjang yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian aktuaria ini dilakukan bedasarkan permintaan permintaan pemerintah sindonesia dalam merencanakan dan melaksanakan program pensiun baru di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang tinggi untuk menjalankan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dalam mewujudkan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Yogyakarta,

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober 2015 Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Daftar isi Ketentuan program jaminan pensiun Harmonisasi program wajib dan sukarela Penyesuaian 2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 31 Maret 2016 1 PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 2 SEBELUM 1 JANUARI

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

Retirement Planning. Irni Rahmayani Johan, SP, MM. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB

Retirement Planning. Irni Rahmayani Johan, SP, MM. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB Retirement Planning Irni Rahmayani Johan, SP, MM Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB 1 Perencanaan Pensiun dalam perencanaan keuangan pribadi Dana Tujuan Keuangan Mempunyai

Lebih terperinci

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Disampaikan oleh Hariyadi B Sukamdani Ketua DPN Apindo Bidang Pengupahan dan Jamsos 13 November 2013 ATURAN UMUM DESAIN PROGRAM PENSIUN: USIA PENSIUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pertimbangan atau alasan disusunnya UU SJSN: a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam peraturan ini digunakan definisi sebagai berikut: (1) Iuran

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5482 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 239) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

- 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG

- 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG - 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN ASET DANA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN ASET BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN Catt:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PETA JALAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 14 /DPD RI/I/2013-2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN 1 Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN H. Bambang Purwoko Anggota DJSN dan Guru Besar Fakultas Ekonomika

Lebih terperinci

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa 40 BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL, ORGAN, FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN DAN PENGELOLAAN DANA INVESTASI A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013 SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh:

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh: Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 didukung oleh: PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 DISUSUN BERSAMA: KEMENTERIAN KOORDINATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT DEWAN JAMINAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER- 02 /BL/2007 TENTANG BENTUK DAN

Lebih terperinci

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Joko (bukan nama sebenarnya) baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke 55 dan pensiun dari perusahaan tempat dia mengabdikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ketentuan Program Tabungan Hari Tua PNS PT Taspen (Persero) Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012 Prospek Pengawasan Implementasi UU SJSN/BPJS Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 7 Nopember 2012 1 Suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Sosial Minimum Jaminan Sosial adalah perlindungan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang transformasi PT Jamsostek (Persero) di Harian Pelita tentang transformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG ASURANSI SOSIAL PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan Bab I Pendahuluan 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.651, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Jaminan Sosisal. Badan Penyelenggara. Pengawasan DJSN. Pelaksanaan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

Asesmen Perlindungan Sosial Berbasis Dialog Nasional di Indonesia

Asesmen Perlindungan Sosial Berbasis Dialog Nasional di Indonesia INTRO Asesmen Perlindungan Sosial Berbasis Dialog Nasional di Indonesia Sosial Protection Floor (SPF) atau Landasan Perlindungan Sosial (LPS) adalah serangkaian hak dasar dan bantuan langsung yang memungkinkan

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* Soewarta Kosen, Tati Suryati dan Muh. Karyana PusLitBang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Aset. Jaminan Sosial. Ketenagakerjaan. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5724). PERATURAN

Lebih terperinci

Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Seri Buku Saku - 2: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Penulis Desain Sampul Layout : Asih Eka Putri : Malhaf Budiharto : Komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016 RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN Jakarta, 31 Maret 2016 AZAS Kemanusiaan Manfaat Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UU No.24 tahun 2011 disusun dengan mempertimbangkan: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO. NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 7 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah BPJS Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional adalah program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Produk BPJS Ketenagakerjaan. Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016

Produk BPJS Ketenagakerjaan. Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016 Produk BPJS Ketenagakerjaan Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016 The The 9 PP NOMOR 60/2015 Perubahan atas PP 46/2016 tentang Jaminan Hari Tua 10 PERMENAKER 26/2015 Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup. Tujuan tersebutlah yang menjadikan seseorang harus

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup. Tujuan tersebutlah yang menjadikan seseorang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan serta menjaga kelangsungan hidup. Tujuan tersebutlah yang menjadikan seseorang harus dapat menjaga kesinambungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto PSAK 24 IMBALAN KERJA Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita 2015271115 Dicky Andriyanto 2015271116 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016 I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 343/KMK.017/1998 TENTANG IURAN DAN MANFAAT PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 343/KMK.017/1998 TENTANG IURAN DAN MANFAAT PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 343/KMK.017/1998 TENTANG IURAN DAN MANFAAT PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menumbuhkembangkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan. Dalam

Lebih terperinci

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 2 R-180 Rekomendasi Perlindungan Klaim Pekerja (Kepailitan Pengusaha), 1992 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5863 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat.

Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat. Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15/SEOJK.05/2014

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.05/2017 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN DENGAN

Lebih terperinci

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Mandat Undang Undang + Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2 Program dan Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia

Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia KANTOR CABANG JAKARTA MANGGADUA KANTOR CABANG PERINTIS JAKARTA CENGKARENG NIDYA ROESDAL Bandung, 19 April 2018 Konvensi Internasional dan Amanah

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 AKUNTANSI BIAYA MANFAAT PENSIUN

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 AKUNTANSI BIAYA MANFAAT PENSIUN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 AKUNTANSI BIAYA MANFAAT PENSIUN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 tentang Akuntansi Biaya Manfaat Pensiun disetujui dalam Rapat Komite

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci