KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero Asabri dan Persero Askes belum mencukupi untuk dijadikan dasar hukum bagi penyelenggara program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)? Status hukum PT. (Persero) Jamsostek, PT. (Persero) Taspen, PT. (Persero) Asabri dan PT. Askes Indonesia (Persero) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005 dalam posisi transisi. Mengapa dalam posisi transisi? Karena Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 40 Tahun 2004 yang menyatakan ke-4 (empat) Persero tersebut sebagai BPJS menurut UU No. 40 Tahun 2004 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan antara lain: seandainya pembentuk undang-undang bermaksud menyatakan bahwa selama ini belum terbentuk BPJS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) badan-badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatas diberi hak untuk bertindak sebagai BPJS, maka hal itu sudah cukup tertampung dalam Pasal 52 UU No. 40 Tahun Selanjutnya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan Pasal 52 UU No. 40 Tahun 2004 justru dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum (rechstsvacuum) dan menjamin kepastian hukum (rechtszckerheid) karena belum adanya BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU No. 40 Tahun 2004 dapat dilaksanakan. 2 Lebih lanjut Mahkamah Kostitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa UU No. 40 Tahun 2004 tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut juga mengembangkan Sistem Jaminan Sosial. Perumusan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 menurut Mahkamah 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 1 dari 19

2 Konstitusi menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial dalam kerangka sistem jaminan sosial dalam kerangka sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari Ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD Selanjutnya Mahkamah Konstitusi menambahkan bahwa dengan adanya Pasal 5 ayat (4) dan dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tidak memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk membentuk BPJS tingkat daerah. Oleh karena itu Pasal 5 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2004 juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bertitik tolak dari uraian diatas dapat dikemukakan 4 (empat) alasan yang dijadikan pertimbangan mengapa RUU BPJS perlu segera disusun: 1. Sebagai pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/ Untuk memberikan kepastian hukum bagi BPJS dalam melaksanakan program jaminan sosial berdasarkan UU No. 40 Tahun Sebagai dasar hukum bagi pembentukan BPJS tingkat daerah yang dapat dibentuk dengan peraturan daerah dengan memenuhi ketentuan tentang sistem jaminan sosial nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun Untuk meningkatkan kinerja BPJS tingkat nasional dan sub sistemnya pada tingkat daerah melalui peraturan yang jelas mengenai tugas pokok, fungsi, organisasi yang efektif, mekanisme penyelenggaraan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, mekanisme pengawasan, penanganan masa transisi dan persyaratan untuk dapat membentuk BPJS daerah. Undang-undang tentang BPJS harus sudah ditetapkan paling lambat pada tanggal 19 Oktober 2009, sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun Waktu yang tersedia untuk proses penyusunan UU BPJS + 2,5 tahun lagi. Dalam waktu yang tersedia tersebut perlu dilakukan langkah-langkah terencana untuk penyusunan RUU, harmonisasi RUU, pengajuan kepada Presiden, pengajuan usul agar RUU BPJS dijadikan prioritas Program Legislasi Nasional, pembahasan di DPR dan pengesahannya menjadi undang-undang. Jika tidak dikuatirkan batas waktu penetapan UU BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi. Pasal-pasal yang terkait dalam UU No. 40 Tahun 2004 yang menjadi dasar hukum pembentukan BPJS: 1. Pasal 1 angka (6) menentukan : BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial " Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 2 dari 19

3 2. Pasal 4 menentukan SJSN diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: a. kegotong royongan; b. nirlaba; c. keterbukaan; d. kehati-hatian; e. akuntabilitas; f. portabilitas; g. kepesertaan bersifat wajib; h. dana amanat; dan i. hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. 3. Pasal 5 menentukan : BPJS harus dibentuk dengan undang-undang. Selanjutnya Pasal 52 ayat (1) pada intinya menyatakan bahwa pada saat UU No. 40 Tahun 2004 mulai berlaku Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero Asabri dan Persero Askes tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun Dalam ayat (2) ditentukan : semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan. 4. Pasal 47 yang menentukan bahwa Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh BPJS secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana dan hasil yang memadai. Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 5. Pasal 48 menentukan bahwa Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya kesehatan keuangan BPJS. Apa, bagaimana, kapan dan konsekuensi tindakan khusus yang dapat dilakukan oleh Pemerintah tidak ada penjelasannya dan juga tidak ada pendelegasian untuk mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan. 6. Pasal 49 yang menentukan BPJS mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Kemudian ditentukan bahwa subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam ketentuan ini misalnya dana pensiun tidak dapat digunakan untuk mempunyai Jaminan Kesehatan (JK) dan sebaliknya. Selanjutnya di tentukan bahwa peserta berhak setiap saat memperoleh informasi tentang akumulasi iuran dan hasil pengembangannya serta manfaat dari jenis program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 3 dari 19

4 BPJS wajib memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta JHT. Se-kurang-kurangnya sekali dalam satu tahun. Sayangnya UU No. 40 Tahun 2004 tidak mengatur secara lebih jelas tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh BPJS dan hak-hak yang diperoleh oleh peserta. UU No. 40 Tahun 2004 juga tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut pelaksanaan teknis dari ketentuan Pasal 49 tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam penyusunan RUU BPJS agar ketentuan Pasal 49 tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dalam praktek. 7. Pasal 50 menentukan BPJS wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa cadangan teknis menggambarkan kewajiban BPJS yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban dimasa depan kepada peserta. 8. Pasal 51 menentukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal ini juga tidak jelas menentukan instansi mana yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dan tidak juga menunjuk peraturan perundang-undangan mana yang dimaksud. 9. Pasal 52 ayat (1), 4 (empat) Perusahaaan Perseroan (persero) yang telah ada pada saat UU No. 40 Tahun 2004 mulai berlaku, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2004 yaitu : a. Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468); b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan Dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25, Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200); Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 4 dari 19

5 c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88); d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16); Dari uraian diatas dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. BPJS adalah badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Secara teoritis BPJS merupakan badan hukum yang ingesteld 4 (dibentuk) oleh open baar gezag (penguasa umum) dalam hal ini oleh pembentuk undang-undang dengan undang-undang. 2. Sepanjang belum disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2004 maka pada saat UU No. 40 Tahun 2004 mulai berlaku Persero JAMSOSTEK, Taspen, Asabri dan Askes tetap berlaku dengan kewajiban untuk menyesuaikan semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS tersebut dengan UU No. 40 Tahun 2004 paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan. 3. UU No. 40 Tahun 2004 tidak secara tegas menentukan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh masing-masing BPJS. 4. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 Pemerintah Daerah dapat membentuk BPJS Daerah sebagai sub sistem penyelenggaraan program jaminan sosial sebagaimana diatur ddalam UU No. 40 Tahun Pasal 48, 49 dan Pasal 51 UU No. 40 Tahun 2004 yang terkait dengan BPJS belum jelas definisi operasionalnya dan tidak ada pendelegasian untuk mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, karena itu perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU BPJS. 6. Ketentuan lebih lanjut Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 7. Selama belum terbentuk BPJS senagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1) badan-badan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) diberi hak untuk bertindak sebagai BPJS 5, sampai semua ketentuan yang mengatur BPJS tersebut disesuaikan dengan ketentuan UU No. 40 Tahun 2004 paling lambat dalam waktu 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang SJSN diundangkan. # $ %&'('()* +, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 5 dari 19

6 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, terbuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk membentuk BPJS Daerah sebagai sub sistem penyelenggaraan jaminan sosial berdasarkan UU No. 40 Tahun Perlu dikemukakan bahwa jangkauan kepesertaan program jaminan sosial sampai saat ini masih sangat terbatas. Perluasan kepesertaan menurut UU No. 40 Tahun 2004 dilakukan secara bertahap, diawali dengan program Jaminan Kesehatan (JK) bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu sebagai penerima bantuan iuran. Pentahapan pendaftaran penerima bantuan iuran sebagi peserta jaminan sosial akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah 6. Demikian pula mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah 7. Sampai sekarang Peraturan Pemerintah dimaksud belum ditetapkan. * #- #)&.&/0*1 "- )2#/0"1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 6 dari 19

7 1. Untuk meelaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 52 ayat (2). 2. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 bahwa pengembangan sistem jaminan sosial adalah bagian dari pelaksanaan fungsi pelayanan sosial negara yang kewenangan untuk menyelenggarakannya berada ditangan pemegang kekuasaan pemerintahan negara, dimana kewajiban pelaksanaan SJSN tersebut sesuai dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 22H bukan hanya menjadi kewenangan Peemerintah Pusat tetapi dapat juga menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah, maka UU No. 40 Tahun 2004 tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut juga mengembangkan Sistem Jaminan Sosial. 3. Untuk menyesuaikan kondisi pengaturan penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku sekarang ini sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial sebagaimana tercantum pada Pasal 4 UU No. 40 Tahun a. kegotong royongan; b. nirlaba; c. keterbukaan; d. kehati-hatian; e. akuntabilitas; f. portabilitas; g. kepesertaan bersifat wajib; h. dana amanat; dan i. hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. 4. Untuk adanya kepastian hukum penyelenggaraan program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 secara efektif dan efisien guna menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. 5. Untuk menyusun kembali penyelenggaraan pilar-pilar jaminan sosial yang lebih terarah oleh BPJS sesuai dengan standar kompetensi dan profesionalitas sehingga mampu memperluas cakupan kepesertaan dan meningkatkan manfaat jaminan sosial sebesar-besarnya bagi terpenuhinya kebutuhan dasar hidup rakyat yang layak. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 7 dari 19

8 6. Penyesuaian struktur, organisasi, tata kerja, mekanisme, dan managemen pengelolaan dana BPJS, untuk memberikan ruang gerak bagi pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola publik yang baik (public governance). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 8 dari 19

9 1. Untuk mengatur pembentukan, tugas pokok, fungsi, organisasi, dan mekanisme kerja BPJS Nasional yang mengelola dana amanah dan bukan kekayaan negara yang dipisahkan seperti kekayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka Mengatur norma standar pembentukan BPJS termasuk badan penyelenggara yang dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan: a. Pasal 23A UUD 1945 yang menentukan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. b. Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mengatur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. c. Pasal 157 huruf a angka 3 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk memastikan bahwa dana amanah tidak dapat dikatagorikan dalam pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 9 dari 19

10 1. Mentranformasikan Badan Penyelenggara yang ada sekarang yaitu PT. (Persero) Jamsostek, PT. (Persero) Taspen, PT. (Persero) Asabri dan PT. Askes Indonesia (Persero) menjadi BPJS menurut Undang-Undang No. 40 Tahun Untuk itu, pengaturan dalam RUU BPJS diarahkan untuk: a. Menegaskan pembentukan BPJS Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes dengan UU ini. b. Menetapkan status BPJS sebagai badan hukum yang bersifat nirlaba untuk menyelenggarakan JS dalam memenuhi sebesar-nesarnya kepentingan peserta. c. Mengatur kembali pilar-pilar jaminan sosial yang diselenggarakan masing-masing BPJS sebagai berikut: i. BPJS Jamsostek menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian (JKM) untuk seluruh kelompok rakyat; ii. BPJS Taspen menyelenggarakan program Jaminan Pensiun (JP) seluruh kelompok rakyat; iii. BPJS Askes menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (JK) seluruh kelompok rakyat; iv. BPJS Asabri menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM) untuk TNI/Polri, Janda/Duda TNI/Polri. d. Mengatur kembali pengelolaan dana jaminan sosial sebagai dana amanat milik seluruh peserta yang dihimpun dari iuran peserta dan hasil pengembangannya untuk: i. pembayaran manfaat kepada peserta; ii. pembayaran operasional penyelenggaraan program jaminan sosial e. Membangun kembali struktur organisasi BPJS yang ramping dan kaya fungsi, serta standar operasional dan prosedur kerja BPJS yang sesuai dengan prinsip-prinsip good (public)governance. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 10 dari 19

11 2. Menetapkan mekanisme penyelenggaraan SJSN, dengan mengikutsertakan seluruh tingkat pemerintahan, DJSN, BPJS di tingkat nasional dan tata kerjanya di tingkat daerah. " # $% $&'''"( Anggaran Pemerintah (Pajak) UU No. 32/2004 UU No. 40/2004 PRESIDEN Kontribusi DJSN Sekretariat Pusat BPJS Jamsostek BPJS Taspen BPJS Askes BPJS Asabri PEMDA Dewan Penasehat Daerah BPJS Cab Jamsostek BPJS Cab Taspen BPJS Cab Askes BPJS Cab Asabri Monev Sekretariat Cabang Monev UU BPJS Regulasi & Kontribusi Konsultasi BPJS Daerah Monev PERDA 3. Memberi kepastian hukum untuk proses transformasi dari penyelenggaraan jaminan sosial oleh BUMN menuju penyelenggaraan berbasis dana amanah. 4. Menetapkan mekanisme pengawasan pelaksanaan program jaminan sosial dengan memberikan peranan kepada Pemerintah Daerah melalui Sekretariat DJSN di daerah. 5. Membangun manajemen sistem informasi BPJS yang terkait dengan peran pemangku kepentingan SJSN. 6. Membangun sistem penyelesaian keluhan dan penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan program jaminan sosial. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 11 dari 19

12 ) # RUU BPJS disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab Tentang Muatan I Ketentuan Umum Pengertian beberapa istilah yang digunakan dalam Rancangan Undang-Undang ini. II Prinsip Penyelenggaraan dan Standar Kompetensi 1. Prinsip-prinsip penyelenggaraan. 2. Standar kompetensi: a. Input: keuangan dan aset, organisasi, administrasi, kepesertaan; b. Proses: prosedur pemungutan, pengumpulan, dan pembayaran/ pelayanan; c. Hasil monitoring dan evaluasi, serta manajemen sistem informasi. III Pendirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 1. Pernyataan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berikut program jaminan sosial yang dikelolanya. 2. Status hukum sebagai badan hukum. 3. Independensi. IV Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Nasional Bagian Pertama Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial 1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya. 2. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta dan mengikuti ketentuan yang berlaku. 3. Memberikan konpensasi dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta (diatur lebih lanjut dengan PerPres untuk JK dan dengan PP untuk JKK). 4. Membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima. 5. Mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai (diatur lebih lanjut dengan PP). 6. Memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 12 dari 19

13 Bab Tentang Muatan JHT sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. 7. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim danberlaku umum (diatur lebih lanjut dengan PP). 8. Melakukan kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan disuatu wilayah untuk menetapkan besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah. 9. Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas JK. 10. Mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Bagian Kedua Hak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bagian Ketiga Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 1. Mengumpulkan iuran peserta jaminan sosial. 2. Memperoleh dana operasional untuk biaya pengelolaan BPJS. 1. Dewan Direksi (Presiden dibantu oleh seorang Deputi Keuangan dan seorang Deputi Administrasi, serta satu atau lebih deputi sesuai dengan jumlah program jaminan sosial yang diselenggarakan). 2. Kualifikasi dan kompetensi. 3. Pengangkatan dan pemberhentian. 4. Tugas dan wewenang Dewan Direksi. 5. Unit-unit kerja. 6. Kesekretariatan dan sumber daya. 7. Kantor lokal. 8. Peraturan internal (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Dewan Direksi). V Pendirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Tingkat Daerah Bagian Kesatu Pendirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah 1. Pernyataan dapat dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah oleh Pemerintah Daerah dengan Peraturan Daerah. 2. Peraturan Daerah tentang pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah dibatasi untuk penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kelompok masyarakat yang iurannya dibiayai dengan APBD. 3. Ketentuan untuk memenuhi prinsip penyelenggaraan program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 40 Tahun Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 13 dari 19

14 Bab Tentang Muatan 4. Sebagai wadah konsultasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah, dibentuk Dewan Penasehat Daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah yang beranggotakan unsurunsur pemangku kepentingan. Bagian Kedua Norma, Standar, dan Prosedur Bagian Ketiga Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah Bagian Keempat Pendirian Asosiasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah 1. Norma mengenai kepesertaan, besaran iuran, dan manfaat harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan pelaksanaan UU No. 40 Tahun Standar kualitas dan kompetensi mengacu pada Bab II. 1. Kepala dibantu oleh seorang Wakil Kepala Bidang Keuangan dan seorang Wakil Kepala Bidang Administrasi, serta satu atau lebih Wakil Kepala sesuai dengan jumlah program jaminan sosial yang diselenggarakan. 2. Kualifikasi dan kompetensi. 3. Pengangkatan dan pemberhentian. 4. Tugas dan wewenang pengurus. 5. Unit-unit kerja. 6. Kesekretariatan dan sumber daya. 1. Di setiap provinsi dapat dibentuk sebuah Asosiasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah dan mencakup keseluruhan program. 2. Tujuan pendirian sebagai wadah komunikasi untuk mewakili kepentingan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional, Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan jaminan sosial. VI Prosedur Administratif Bagian Pertama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional Bagian Kedua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah 1. Tata cara pengambilan keputusan. 2. Tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk menyampaikan informasi tentang: a. hak dan kewajiban peserta; b. akumulasi iuran beserta hasil pengembangan. 3. Tata cara penerbitan kartu identitas peserta. Tata cara pengambilan keputusan dan pelaksanaan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah diatur dalam Peraturan Daerah pembentukannya. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 14 dari 19

15 Bab Tentang Muatan VII Pertanggungjawaban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bagian Pertama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional Bagian Kedua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bertanggung jawab mengenai kepesertaan, pengelolaan dan pengembangan dana mengikuti prinsip-prinsip dana amanah, serta kebijakan umum jaminan sosial kepada Presiden melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib melaporkan dan memberikan dokumen dan informasi tentang penyelenggaraan program jaminan sosial kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional secara berkala. 3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib menyelenggarakan dan menjalankan kebijakan umum dan kebijakan investasi, serta rekomendasi yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. 4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bertanggung jawab memberikan pelayanan yang berkelanjutan dan setara, sesuai dengan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah bertanggung jawab mengenai kepesertaan, pengelolaan dan pengembangan dana mengikuti prinsip-prinsip dana amanah, serta kebijakan umum jaminan sosial di daerah kepada Kepala Daerah dan Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah wajib melaporkan dan memberikan dokumen dan informasi tentang penyelenggaraan program jaminan sosial kepada Kepala Daerah dan Dewan Jaminan Sosial Nasional secara berkala. 3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah wajib menyelenggarakan dan menjalankan kebijakan umum dan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai, serta memperhatikan Kebijakan Daerah. 4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerah bertanggung jawab memberikan pelayanan yang berkelanjutan dan setara, sesuai Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 15 dari 19

16 Bab Tentang Muatan dengan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. VIII Kewenangan Pemerintah 1. Pemerintah dapat memperoleh informasi mengenai pelaksanaan tugas dan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2. Pemerintah berhak melakukan pengawasan preventif dan represif terhadap peraturanperaturan internal yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam rangka harmonisasi dengan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan jaminan sosial. 3. Pemerintah berwenang menetapkan norma, standar, dan mutu sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang harus dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 4. Batasan kewenangan Pemerintah dalam melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 5. Kewenangan Pemerintah sebagaimana disebut di atas dilaksanakan oleh departemen terkait sesuai dengan lingkup tugas dan wewenangnya. IX Kekayaan dan Investasi Bagian Pertama Kekayaan Bagian Kedua Investasi 1. Pengelolaan kekayaan masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2. Pengaturan penyelenggaraan pembukuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam 1 tahun takwim. 1. Pengelolaan dan pengembangan dana yang terhimpun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2. Bentuk-bentuk dan mekanisme investasi yang aman. 3. Bentuk-bentuk dan mekanisme investasi lainnya yang diperbolehkan. X Perpajakan 1. Ketentuan Undang-Undang Perpajakan agar memberikan fasilitas perpajakan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2. Hal-hal lain yang menyangkut pajak seperti pajak investasi, pajak pengadaan barang yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan, dan lain-lain agar kondusif untuk pengembangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 16 dari 19

17 Bab Tentang Muatan 3. Kebijakan di bidang perpajakan agar diharmonisasikan dengan Rancangan Undang- Undang di bidang perpajakan yang sedang dibahas di DPR RI. XI Penyelesaian Sengketa Bagian Pertama Penyelesaian Keluhan Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan 1. Pada tiap-tiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dibentuk satu unit kerja untuk penyelesaian keluhan. 2. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keluhan kepada unit kerja tersebut di atas. 3. Apabila penyelesaian tidak memuaskan, dapat mengajukan pada instansi setingkat di atasnya. 4. Tata cara dan jangka waktu penyelesaian keluhan. 1. Pihak yang merasa dirugikan dapat menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi. 2. Penyelesaian yang dilakukan oleh mediator bersifat final dan mengikat. 3. Mediator terdiri dari 3 (tiga) orang ahli di bidang jaminan sosial dan hukum dengan ketentuan sebagai berikut: a. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak yang mengajukan keberatan. b. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. c. 1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh kedua belah pihak. 4. Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 1. Apabila penyelesaian keluhan tidak dapat diatasi oleh unit kerja penyelesaian keluhan dan instansi setingkat di atasnya, atau melalui mekanisme mediasi, maka sengketa diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal pemohon. 2. Proses peradilan dilakukan dua tingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri dan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi. 3. Putusan pengadilan tingkat banding bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum di tingkat kasasi. 4. Jangka waktu penyelesaian sengketa di tingkat Pengadilan Negeri paling lama 90 hari dan di tingkat Pengadilan Tinggi paling lama 60 hari. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 17 dari 19

18 Bab Tentang Muatan XII Ketentuan Peralihan 1. Penyesuaian terhadap Peraturan Perundang- Undangan yang sudah ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku. 2. Pengaturan mengenai konsekuensi hukum atas peralihan Persero Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang meliputi proses pengalihan: a. Modal Persero yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan statusnya menjadi modal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. Kekayaan Persero menjadi kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial setelah melalui proses audit oleh tim audit independen. c. Kepesertaan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh Persero menjadi kepesertaan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial d. Pengumpulan iuran oleh Persero menjadi pengumpulan iuran oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. e. Penyelenggaraan pelayanan jaminan sosial yang dikelola oleh Persero menjadi penyelenggaraan pelayanan jaminan sosial yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. f. Penyelesaian proses pembayaran kewajiban Persero kepada peserta dan fasilitas jaminan sosial sebelum Undang-Undang ini disahkan menjadi tanggung jawab Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. g. Organ Persero menjadi organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. h. Sumber daya Persero menjadi sumber daya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3. Jangka waktu proses peralihan selama 1 (satu) tahun 4. Pengawasan pengadilan apabila terjadi sengketa sebagai akibat peralihan dan jangka waktu penyelesaian sengketa. XIII Ketentuan Penutup 1. Pencabutan pasal-pasal yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara dalam Undang- Undang terkait (Bab VI Pasal 25 s.d. 28 UU No. 3 Tahun 1992) dan dalam Peraturan Pemerintah terkait (Bab VIII Pasal 13 PP No. 25 Tahun 1981, Bab VI Pasal 11 PP No. 67 Tahun 1991, dan Bab Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 18 dari 19

19 Bab Tentang Muatan V Pasal 14 s.d. 16 PP No. 69 Tahun 1991). 2. Ketentuan mulai berlakunya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3. Perintah untuk pengundangan Undang-Undang dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 19 dari 19

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO. NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta, 12 Desember 2011 1 Latar belakang SJSN SJSN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.651, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Jaminan Sosisal. Badan Penyelenggara. Pengawasan DJSN. Pelaksanaan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

Disampaikan untuk Peserta Seminar POKSI IX FPKS DPR RI MENCARI BENTUK IDEAL BPJS: TUNGGAL ATAU MULTI?

Disampaikan untuk Peserta Seminar POKSI IX FPKS DPR RI MENCARI BENTUK IDEAL BPJS: TUNGGAL ATAU MULTI? MASUKAN KANTOR KONSULTAN JAMINAN SOSIAL MARTABAT: Disampaikan untuk Peserta Seminar POKSI IX FPKS DPR RI MENCARI BENTUK IDEAL BPJS: TUNGGAL ATAU MULTI? Oleh: ASIH EKA PUTRI A. A. OKA MAHENDRA Ruang KK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL BAB I - KETENTUAN UMUM... 2 BAB II - PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP... 3 Bagian Kesatu - Pembentukan... 3

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5482 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 239) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UU No.24 tahun 2011 disusun dengan mempertimbangkan: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program

Lebih terperinci

Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Seri Buku Saku - 2: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Penulis Desain Sampul Layout : Asih Eka Putri : Malhaf Budiharto : Komunitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pertimbangan atau alasan disusunnya UU SJSN: a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN SEPULUH MASALAH REGULASI Oleh: A. A. Oka Mahendra Asih Eka Putri PENDAHULUAN Round table discussion yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa 40 BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL, ORGAN, FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN DAN PENGELOLAAN DANA INVESTASI A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-undang

Lebih terperinci

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional Seri Telaah MARTABAT 03/2011 16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh: A. A. Oka Mahendra Asih Eka Putri MARTABAT

Lebih terperinci

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 (satu) Kali dalam 1 (satu) Tahun ~ kewajiban BPJS memberikan informasi kepada Peserta g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua

Lebih terperinci

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN. Jakarta, 31 Maret 2016 RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN Jakarta, 31 Maret 2016 AZAS Kemanusiaan Manfaat Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Hubungan Industrial Mengenal BPJS Tujuan dan Manfaat BPJS Mekanisme BPJS Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial Mengenal BPJS Tujuan dan Manfaat BPJS Mekanisme BPJS Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Mengenal BPJS Tujuan dan Manfaat BPJS Mekanisme BPJS Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si Sub Bahasan 1. Mengenal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Yogyakarta,

Lebih terperinci

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus.

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus. DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USULAN PEMERINTAH 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS. 7 September 2011

Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS. 7 September 2011 Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS 7 September 2011 1 Pending Issues yang signifikan 1. Transformasi 2. Seleksi Dewan Pengawas dan Direksi 3. Jumlah Anggota Dewan Pengawas dan Direksi 4. Hubungan dengan Lembaga

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional

PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional Seri Telaah MARTABAT 04/2011 PERATURAN PELAKSANAAN (R)UU BPJS: Apa Yang Harus Dikawal? Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh: A. A. Oka Mahendra MARTABAT Prima Konsultindo Ruko Kebayoran Arcade Blok C2 No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang transformasi PT Jamsostek (Persero) di Harian Pelita tentang transformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan

Lebih terperinci

7 Idem, Penjelasan umum alinea 9

7 Idem, Penjelasan umum alinea 9 !"#$%& #$%& UndangUndang mor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. 1 BPJS harus dibentuk dengan undangundang. 2 Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013 PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013 TENTANG PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Ketentuan Pasal 39 UU BPJS mengatur bahwa

Lebih terperinci

- 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG

- 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG - 1 - RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN ASET DANA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN ASET BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN Catt:

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012 Prospek Pengawasan Implementasi UU SJSN/BPJS Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 7 Nopember 2012 1 Suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 40 TH 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG NO. 40 TH 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG NO. 40 TH 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KESEHATAN. Jakarta, 30 Maret 2016

RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP SJSN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KESEHATAN. Jakarta, 30 Maret 2016 RAMBU-RAMBU IMPLEMENTASI AZAS DAN PRINSIP DALAM PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL OLEH BPJS KESEHATAN Jakarta, 30 Maret 2016 AZAS Kemanusiaan Manfaat Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat layanan kesehatan. Jaminan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban Negara serta tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dalam memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PETA JALAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PH-5/BPJS TK/2015 PENDAPAT HUKUM

PH-5/BPJS TK/2015 PENDAPAT HUKUM PH-5/BPJS TK/2015 Berdasarkan ketentuan Pasal 62 huruf d UU BPJS dan didukung oleh fakta hukum bahwa BPJS Ketenagakerjaan sudah lahir pada tanggal 1 Januari 2014, anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi

Lebih terperinci

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KETENAGAKERJAAN (SJSN-TK)

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KETENAGAKERJAAN (SJSN-TK) TIM KOORDINASI KOMUNIKASI PUBLIK TERINTEGRASI JAMINAN SOSIAL BIDANG KETENAGAKERJAAN Buku Tanya-Jawab Seputar SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KETENAGAKERJAAN (SJSN-TK) 2016 SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2010 LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 98/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 98/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA 1 SALINAN PUTUSAN Nomor 98/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia

Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia Jaminan Sosial Indonesia Seri Buku Saku 3: Jaminan Sosial Indonesia Penulis Desain Sampul Layout : Asih Eka Putri : Malhaf Budiharto : Komunitas Pejaten 0 Diterbitkan oleh Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERKARA Nomor 007/PUU-III/2005 (Perbaikan I Tgl. 24 Maret 2005)

RINGKASAN PERKARA Nomor 007/PUU-III/2005 (Perbaikan I Tgl. 24 Maret 2005) RINGKASAN PERKARA Nomor 007/PUU-III/2005 (Perbaikan I Tgl. 24 Maret 2005) I. PEMOHON/KUASA Pemohon I : Drs. H. Fathorrasjid, M.Si. dan Saleh Mukaddar, SH. Kuasa Hukum: Sri Kusmini, SKM. & Anton Hardianto,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH PERATURAN PRESIDEN NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPEROLEH DARI INDUSTRI EKSTRAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI KEPEMERINTAHAN. Jaminan Kematian. Jaminan Kecelakaan. Aparatur Sipil Negara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212). PENJELASAN

Lebih terperinci

Hubungan Kerja Direksi dan Dewan Pengawas. Good Governance is Commitment and Integrity

Hubungan Kerja Direksi dan Dewan Pengawas. Good Governance is Commitment and Integrity Hubungan Kerja Direksi dan Dewan Pengawas Good Governance is Commitment and Integrity Struktur Good Governance BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2014 PRESIDEN Organ BPJS TK Otoritas Jasa Keuangan Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN A. A. Oka Mahendra, SH. Jakarta, 13 November 2013 OUTLINE 1.Pendahuluan 2.Peraturan Terkait Jaminan Pensiun 3.Harmonisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 1981 TENTANG ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Yuridis Filosofis Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Yuridis Filosofis Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Yuridis Filosofis Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara

Lebih terperinci

EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) )

EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) ) EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) ) BANDI Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 EKONOMI KESEHATAN DAN APLIKASINYA ASURANSI DI INDONESIA Sesi 6 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PROGRAM JAMINAN SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tanggal 30 Januari 2009 atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjamin masyarakat Indonesia untuk memperoleh manfaat pemeliharaan

BAB I PENDAHULUAN. penjamin masyarakat Indonesia untuk memperoleh manfaat pemeliharaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, jaminan sosial kesehatan sangat diperlukan sebagai sarana penjamin masyarakat Indonesia untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 31 Maret 2016 1 PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 2 SEBELUM 1 JANUARI

Lebih terperinci

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 7 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah BPJS Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional adalah program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN U M U M Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia

Lebih terperinci

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN sindonews.com I. PENDAHULUAN Akhir tahun 2017, dunia kesehatan dikejutkan dengan berita defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Lebih terperinci

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 ABSTRAK : a. Bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 14 /DPD RI/I/2013-2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia

Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia Jaminan Sosial Indonesia Seri Buku Saku 3: Jaminan Sosial Indonesia Penulis Desain Sampul Layout : Asih Eka Putri : Malhaf Budiharto : Komunitas Pejaten Diterbitkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal ini juga menjadi

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci