- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus."

Transkripsi

1 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USULAN PEMERINTAH 1. RANCANGAN 2. Menimbang: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat; 3. b. bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta; 4. c. bahwa amanat Pasal 5 UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional belum dilaksanakan; 5. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 6. Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Tetap. - Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus. - Penyempurnaan redaksional. - Frasa yang berbentuk badan hukum dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta diusulkan untuk dihapus dan diganti dengan frasa jaminan sosial. - Penyempurnaan redaksional. - Penegasan tujuan penyusunan RUU ini adalah untuk pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial. Tetap. Tetap. Menimbang: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat; b. bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial; c. bahwa berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, badan penyelenggara jaminan sosial dibentuk dengan Undang- Undang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

2 7. 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 8. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 9. Menetapkan: UNDANG UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL. 10. BAB I KETENTUAN UMUM 11. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang selanjutnya disingkat BPJS, adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial Dana Amanat adalah dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. - Penyempurnaan redaksional. - Kata dan dihapus. Tetap. 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Tetap. Menetapkan: UNDANG - UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL. Tetap. - Butir 1 dihapus. - Penyebutan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang disingkat BPJS dan status badan hukum BPJS telah diakomodir dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) draft usulan Pemerintah (DIM 46 dan DIM 47). - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Frasa Dana Amanat diusulkan untuk tidak digunakan dalam batang tubuh RUU BPJS (konkordan DIM 34). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Jaminan Sosial adalah jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 2. Dana Jaminan Sosial adalah dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

3 Peserta adalah setiap orang warga Negara Indonesia termasuk yang berdomisili di luar wilayah Indonesia dan orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya, dan/atau ahli waris peserta Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Definisi Peserta perlu disesuaikan dengan definisi Peserta dalam UU SJSN. Jika dikehendaki perbaikan definisi, maka muatan definisi lebih tepat diatur dalam perubahan UU SJSN. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Definisi Manfaat perlu disesuaikan dengan definisi Manfaat dalam UU SJSN. Jika dikehendaki perbaikan definisi, maka muatan definisi lebih tepat diatur dalam perubahan UU SJSN. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Definisi Bantuan iuran hanya digunakan satu kali dalam DIM Peserta adalah peserta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 4. Manfaat adalah manfaat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 5. Iuran adalah iuran sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian urutan butir. 6. Pekerja adalah pekerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 7. Pemberi Kerja adalah pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 8. Gaji atau Upah adalah gaji atau upah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

4 Dewan Jaminan Sosial Nasional, yang selanjutnya disingkat DJSN, adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Secara umum pengertian Dewan Jaminan Sosial Nasional telah diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU SJSN Pimpinan BPJS adalah organ BPJS yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan jaminan sosial untuk kepentingan dan tujuan sistem jaminan sosial nasional, serta mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP 26. Bagian Kesatu Asas 27. Pasal 2 BPJS mengelola jaminan sosial berdasarkan pada asas: a. manfaat; Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efektif dan efisien. 28. b. keadilan; Yang dimaksud asas keadilan adalah asas yang berlaku ideal. - Perubahan redaksional. - Frasa Pimpinan BPJS diusulkan untuk diganti dengan frasa Dewan BPJS. - Frasa serta mewakili Badan Penyelengara Jaminan Sosial di dalam dan di luar pengadilan dihapus karena telah diatur dalam DIM Definisi Pemerintah Pusat tidak digunakan dalam batang tubuh RUU BPJS. - Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan semua bagian di dalam bab ini (DIM 26-44). - Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan pasal-pasal di dalam bagian ini (DIM 27-36). - Asas dan prinsip sistem jaminan sosial nasional telah diatur dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Kondordan DIM Dewan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah organ tertinggi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

5 29. c. kegotongroyongan; Yang dimaksud asas kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya. 30. d. nirlaba; Yang dimaksud dengan asas nirlaba adalah pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana jaminan sosial untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta. 31. e. keterbukaan; Yang dimaksud asas keterbukaan adalah mempermudah akses informasi yang lengkap, benar dan jelas bagi setiap peserta. 32. f. kehati-hatian; Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib. 33. g. akuntabilitas; Yang dimaksud asas akuntabilitas adalah pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 34. h. dana amanat; Yang dimaksud asas dana amanat adalah dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaikbaiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. - Kondordan DIM Kondordan DIM Kondordan DIM Kondordan DIM Kondordan DIM Kondordan DIM 27. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

6 35. i. portabilitas; dan Yang dimaksud asas portabilitas adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan maupun tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 36. j. kepesertaan bersifat wajib. Yang dimaksud asas kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap. 37. Bagian Kedua Tujuan 38. Pasal 3 BPJS bertujuan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 39. Bagian Ketiga Ruang Lingkup 40. Pasal 4 Program BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Jaminan kesehatan; - Kondordan DIM Kondordan DIM Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan pasal di dalam bagian ini (DIM 38). - Ketentuan ini dihapus dan substansinya diatur dalam ketentuan mengenai tugas BPJS dalam DIM 52 agar tidak terjadi duplikasi atau tumpang tindih pengaturan. 41. b. Jaminan kecelakaan kerja; - Konkordan DIM c. Jaminan hari tua; - Konkordan DIM d. Jaminan pensiun; dan - Konkordan DIM e. Jaminan kematian. - Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan pasal di dalam bagian ini (DIM 40-44). - Ketentuan ini dihapus karena Pemerintah mengusulkan BPJS tidak tunggal dan pengaturan mengenai program yang diselenggarakan oleh masing-masing BPJS akan diatur dalam DIM Konkordan DIM 40. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

7 45. BAB III STATUS DAN KEDUDUKAN - Pemerintah mengusulkan tambahan pengaturan mengenai pernyataan pembentukan BPJS. - Penyesuaian urutan bab Penambahan substansi. - Penetapan pembentukan dua BPJS mengingat: 47. Pasal 5 BPJS merupakan badan hukum publik wali amanat berdasarkan Undang-Undang ini. Badan hukum publik wali amanat adalah badan hukum yang mengelola dana amanat sesuai dengan undangundang tentang sistem jaminan sosial nasional. a. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan pembentukan beberapa BPJS; dan b. disesuaikan dengan dua kelompok durasi risiko dan pengelolaan dana yang menjadi karakteristik program-program Jaminan Sosial. - Penyempurnaan redaksional. - Perubahan istilah badan hukum, tanpa menyebutkan publik wali amanat Penambahan substansi. 49. Pasal 6 BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota Negara. - Penambahan substansi ini untuk mengantisipasi adanya keperluan untuk menambah BPJS atau pemisahan program dalam dua BPJS. - Penyempurnaan redaksional. - Penyesuaian rujukan pasal. - Penambahan frasa Republik Indonesia Penambahan substansi. - Penggabungan substansi dalam DIM 100 dan DIM 101. BAB II PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Pasal 2 (1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang untuk selanjutnya disingkat BPJS, yaitu: a. BPJS Kesehatan, Kecelakaan Kerja, dan Kematian yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, program Jaminan Kecelakaan Kerja, dan program Jaminan Kematian; dan b. BPJS Pensiun dan Hari Tua yang menyelenggarakan program Jaminan Pensiun dan program Jaminan Hari Tua. (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum. (3) Dalam hal dianggap perlu, dapat dibentuk BPJS baru dengan Undang-Undang. Pasal 3 (1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempunyai kantor perwakilan atau cabang di wilayah Negara Republik Indonesia. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

8 51. BAB IV TUGAS DAN WEWENANG 52. Pasal 7 BPJS bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial bagi peserta sesuai dengan ketentuan Undang- Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Judul bab diusulkan diubah karena Pemerintah mengusulkan penggabungan materi Bab IV dan Bab V RUU BPJS Usulan DPR menjadi satu bab mengenai Tugas, Fungsi, dan Wewenang. - Penyesuaian urutan bab Penambahan substansi. - Perubahan redaksional. - Menambahkan rujukan pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam DIM Mengatur mengenai fungsi BPJS Penambahan substansi. - Konkordan DIM Penambahan substansi. - Konkordan DIM Penambahan substansi. - Konkordan DIM 53. BAB III TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG BPJS Pasal 4 BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) bertugas menyelenggarakan program Jaminan Sosial bagi Peserta sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 5 BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk: a. mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja, termasuk bantuan Iuran dari pemerintah; Yang dimaksud dengan bantuan Iuran adalah bantuan Iuran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial yang berasal dari Iuran maupun hasil pengembangannya untuk kepentingan Peserta; c. mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; d. membayarkan manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

9 57. - Penambahan substansi. - Konkordan DIM Penambahan substansi. 59. Pasal 8 BPJS berwenang untuk: a. memungut iuran program jaminan sosial; - Konkordan DIM Pemerintah berpendapat bahwa sebagian hal yang diatur dalam DIM 59 sampai dengan DIM 68 lebih tepat dikategorikan sebagai tugas. - Penyesuaian urutan pasal. 60. b. menerima bantuan iuran program jaminan sosial; Dihapus. Substansi sudah termuat dalam DIM c. mengelola dana jaminan sosial peserta jaminan sosial berdasarkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya; 62. d. menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; Dihapus. Substansi sudah termuat dalam DIM Penyempurnaan redaksional. - Frasa mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai dihapus karena telah dimuat dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. e. memberikan laporan mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden serta Dewan Jaminan Sosial Nasional; dan Laporan mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial antara lain berupa laporan pengelolaan program dan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. f. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada masyarakat maupun kepada masing-masing Peserta. Pasal 6 Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; Dalam menagih iuran, BPJS dapat bekerja sama dengan pihak lain. b. menempatkan Dana Jaminan Sosial dalam bentuk-bentuk investasi; 63. Penambahan substansi. c. memungut imbal jasa dari Dana Jaminan Sosial untuk penyelenggaraan program Jaminan Sosial; Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

10 64. e. melakukan inspeksi, kontrol dan menghentikan pelayanan atau pemberian manfaat jaminan sosial kepada peserta dari pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional; 65. f. membuat kesepakatan dengan asosiasi pemberi pelayanan kesehatan tingkat nasional maupun daerah mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan; 66. g. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan pemberi pelayanan kesehatan; dan - Ketentuan mengenai penghentian pelayanan atau pemberian manfaat kepada peserta dirasa kurang tepat apabila hal tersebut disebabkan oleh kelalaian Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya. - Substansi DIM 65 sudah dimuat dalam DIM 66 usulan Pemerintah. - Asosiasi pemberi pelayanan kesehatan tidak mempunyai kewenangan untuk membuat kontrak kerja dengan BPJS, walaupun hal ini termuat dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Pemerintah mengusulkan agar ketentuan mengenai hal ini di dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat diperbaiki Penambahan substansi. - Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada BPJS dalam penegakan hukum. 68. h. melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhan dalam pembayaran iuran dan pendaftaran pekerja lebih dari 3 (tiga) bulan. d. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional; - Penyempurnaan redaksional. e. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial; Kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial dapat berupa kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pajak, Pemerintah Daerah, atau institusi pemerintah dan swasta lainnya untuk pendataan Peserta dan pengumpulan Iuran. - Pemerintah mengusulkan agar ketentuan mengenai besar denda ditambahkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. f. mengenakan sanksi denda kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; dan Penyempurnaan redaksional. g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhan dalam pembayaran Iuran atau dalam hal-hal lain yang diwajibkan oleh Undang- Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang ini. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

11 Yang dimaksud dengan hal-hal lain antara lain pelaporan perubahan gaji dan pelaporan jumlah Pekerja termasuk pendaftaran Pekerja baru. 69. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN 70. Bagian Kesatu Hak 71. Pasal 9 BPJS berhak untuk: a. menerima dan mengelola iuran peserta sesuai dengan program yang menjadi tanggung jawabnya; 72. b. menerima dan mengelola dana hasil pengembangan iuran peserta; 73. c. memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang berkualitas, baik yang bersumber dari iuran, hasil pengembangan dana, atau dari dana yang dihibahkan Pemerintah dengan melaksanakan prinsip efektifitas dan efisiensi; dan 74. d. memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari DJSN setiap 3 (tiga) bulan. 75. Bagian Kedua Kewajiban - Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan semua bagian di dalam bab ini yaitu DIM 70 sampai dengan DIM Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan pasal-pasal di dalam bagian ini yaitu DIM 70 sampai dengan DIM Muatan DIM 71 telah dimuat dalam DIM 53 dan DIM Muatan DIM 72 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 73 telah dimuat dalam DIM Dalam sistem yang baik, sebagai bagian dari pelaksanaan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional akan secara otomatis memberikan hasil monitoring dan evaluasinya kepada BPJS untuk dapat ditindaklanjuti. - Penghapusan dilakukan sebagai konsekuensi dari penghapusan pasal-pasal di dalam bagian ini yaitu DIM 76 sampai dengan DIM 84. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

12 76. Pasal 10 BPJS berkewajiban untuk: a. memberikan nomor identitas tunggal bagi setiap peserta dan anggota keluarganya yang berlaku untuk semua jenis program jaminan sosial; 77. b. memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 78. c. memberikan informasi secara aktif dan rinci mengenai hak dan kewajiban setiap peserta beserta rincian prosedur untuk masing-masing program jaminan sosial di kantor BPJS pusat maupun daerah dan dapat diakses dengan mudah melalui media cetak dan elektronik; Media elektronik termasuk di antaranya situs resmi BPJS. 79. d. memberikan informasi saldo Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun berikut hasil pengembangannya kepada setiap Peserta paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun; 80. e. memberikan informasi mengenai kekayaan, hasil pengembangan, dan belanja masing-masing program melalui media cetak dan elektronik; 81. f. mengelola Dana Jaminan Sosial yang seluruh hasilnya dipergunakan untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. - Kementerian Dalam Negeri saat ini sedang mengembangkan sistem Nomor Identitas Kependudukan (NIK). - Muatan DIM 77 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 78 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 79 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 80 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 81 telah dimuat dalam DIM 54. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

13 Yang dimaksud dengan mengelola dana jaminan sosial adalah hasil deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. 82. g. menyimpan dan mengelola seluruh surplus anggaran sebagai dana cadangan teknis kumulatif; Yang dimaksud dengan surplus adalah selisih antara pendapatan dan belanja. Yang dimaksud dengan cadangan teknis adalah dana yang harus disisihkan untuk memenuhi kewajiban BPJS kepada peserta di masa depan. 83. h. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial; dan 84. i. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 3 (tiga) bulan sekali kepada DJSN. - Muatan DIM 82 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 83 telah dimuat dalam DIM Muatan DIM 84 telah dimuat dalam DIM BAB VI KEPESERTAAN DAN IURAN 86. Pasal 11 Setiap Warga Negara Indonesia yang berdomisili di luar wilayah Indonesia dan orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Agar program jaminan sosial efektif dan efisien, program dan kepesertaannya dilaksanakan secara bertahap dengan diawali program jaminan sosial. - Keseluruhan pasal-pasal dalam Bab ini dihapus karena seluruh pasalnya telah dimuat dalam Bab V Undang- Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Apabila diinginkan adanya penyempurnaan mengenai kepesertaan dan iuran, lebih tepat dilakukan dengan mengubah ketentuan yang relevan dalam Undang- Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Konkordan DIM 85. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

14 87. Pasal 12 Pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. 88. Pasal 13 Dalam hal peserta merupakan fakir miskin dan orang tidak mampu, iuran dibayar oleh Pemerintah dalam bentuk bantuan iuran. 89. Pasal 14 Ketentuan mengenai besaran iuran kepesertaan diatur dengan Peraturan Presiden atas usul DJSN berdasarkan hasil kajian dan penelitian DJSN. 90. BAB VII ORGAN BPJS - Konkordan DIM Konkordan DIM Konkordan DIM 85. Penyesuaian urutan bab Penambahan substansi. 92. Pasal 15 (1) Pimpinan BPJS terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua. 93. (2) Pimpinan BPJS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. - Penyesuaian urutan pasal. - Diusulkan menggunakan terminologi Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif karena BPJS menjalankan fungsi korporasi. - Substansi DIM 92 telah masuk dalam DIM Sebagai konsekuensi penggunaan 2 organ BPJS dalam DIM Rekomendasi anggota Dewan BPJS tidak diajukan oleh satu menteri saja karena pelaksanaan SJSN mencakup bidang tugas beberapa Menteri. BAB IV ORGAN BPJS Pasal 7 (1) Organ BPJS terdiri dari Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif. (2) Anggota Dewan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Presiden berdasarkan rekomendasi Menteri Keuangan dan menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

15 94. - Penambahan substansi. - Mengatur keberadaan Direktur Eksekutif. - Pemilihan Direktur Eksekutif menjadi kewenangan Dewan BPJS mengingat Direktur Eksekutif berada di bawah Dewan BPJS Penambahan substansi. - Pemerintah mengusulkan masa jabatan anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif Penambahan substansi. - Dewan BPJS bersifat kolegial. Jumlah anggota Dewan BPJS harus memungkinkan berjalannya check and balances, dan tidak ada hambatan dalam pengambilan keputusan apabila ada anggota yang berhalangan Penambahan substansi. 98. (3) Wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing membawahi: a. Pelayanan bidang Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja; b. Pelayanan bidang Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian; c. Keuangan dan Investasi; d. Pengembangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem Informasi. 99. (4) Struktur organisasi BPJS tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini. - Penegasan bahwa tidak boleh adanya rangkap jabatan dalam organ BPJS. - Program jaminan sosial diselengarakan oleh 2 BPJS (DIM 46). - Struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan serta prosedur operasional BPJS diusulkan untuk ditetapkan oleh Dewan BPJS agar BPJS memiliki fleksibilitas dalam menyesuaikan organisasinya dengan kebutuhan penyelenggaraan program jaminan sosial. (3) Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Dewan BPJS dengan persetujuan Menteri Keuangan. Direktur Eksekutif adalah pimpinan kegiatan operasional sehari-hari BPJS. (4) Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. (5) Dewan BPJS terdiri dari 5 (lima) orang dan salah satu diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan BPJS (6) Direktur Eksekutif tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota Dewan BPJS. (7) Dewan BPJS menetapkan struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan serta prosedur operasional BPJS setelah mendapatkan persetujuan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

16 100. Pasal 16 (1) BPJS dapat membentuk kantor perwakilan untuk setiap provinsi 101. (2) BPJS dapat membentuk kantor cabang untuk setiap kabupaten/kota 102. Pasal 17 Pimpinan BPJS harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; dan 103. b. Menguasai sistem jaminan sosial Pasal 18 Untuk dapat diangkat menjadi Pimpinan BPJS, seorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia; 105. b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 106. c. sehat jasmani dan rohani; Dipindahkan ke dalam DIM 50. Dipindahkan ke dalam DIM Penyempurnaan redaksional. - Konkordan DIM Pemerintah mengusulkan perubahan persyaratan yang lebih mudah diukur. - Pasal 17 dan Pasal 18 RUU BPJS usulan DPR diusulkan untuk digabung. - Perubahan redaksional. - Substansi tetap. - Tingkat ketaqwaan tidak dapat diukur. Selain itu substansi kriteria ini sudah tercakup dalam persyaratan pada DIM 102. Pasal 8 Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; b. memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk pengelolaan program Jaminan Sosial; Kualifikasi berkaitan dengan jenjang pendidikan formal. Kompetensi berkaitan dengan keahlian dan pengetahuan. c. warga Negara Indonesia; Tetap. d. sehat jasmani dan rohani; Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

17 107. d. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun; 108. e. berkelakuan baik; 109. f. lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu); 110. g. memiliki pengalaman dan kompetensi dalam bidang jaminan sosial; Yang dimaksud dengan kompetensi ini adalah kemampuan setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang sesuai dengan standar uni kepatutan dan kelayakan h. memiliki integritas dan kepemimpinan dalam menyelenggarakan jaminan sosial; 112. i. tidak merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lain; 113. j. tidak menjabat sebagai anggota atau pengurus partai politik; - Diusulkan usia paling tinggi adalah 60 tahun, disesuaikan dengan persyaratan anggota DJSN yang diatur Pasal 8 ayat (6) UU SJSN. - Substansi berkelakuan baik telah dijelaskan secara terukur dan lebih spesifik dalam DIM 114 sampai dengan DIM Substansi telah diatur dalam DIM Substansi telah diatur dalam DIM Substansi telah diatur dalam DIM Pemerintah mengusulkan untuk menambahkan frasa selama menjabat sebagai anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif. - Penyempurnaan redaksional. - Menambahkan kata menjadi sebelum kata anggota. e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat diangkat menjadi anggota; f. tidak merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lain selama menjabat sebagai anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif; g. tidak menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik; Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

18 114. k. tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 115. l. tidak sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan; dan/atau - Substansi dipindah ke DIM 116, untuk menyesuaikan dengan urutan proses peradilan Pemerintah mengusulkan agar kriteria yang digunakan adalah pernah dipidana m. Tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan Pasal 19 (1) Seleksi untuk memperoleh calon Pimpinan BPJS dilaksanakan oleh DJSN (2) Dalam melaksanakan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN membentuk panitia seleksi Pasal 20 (1) Panitia seleksi menetapkan 15 (lima belas) orang nama calon Pimpinan BPJS. Tetap. h. tidak sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan; - Konkordan DIM 114. i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih; dan/atau Tetap. j. tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan. - Substansi ini akan diatur dalam DIM 131 mengenai tata cara dan pemilihan Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif. - Konkordan DIM Konkordan DIM 118. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

19 121. (2) Calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. 3 (tiga) orang calon ketua; b. 3 (tiga) orang calon wakil ketua Pelayanan bidang Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja; c. 3 (tiga) orang calon wakil ketua Pelayanan bidang Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun; d. 3 (tiga) orang wakil ketua Keuangan dan Investasi; e. 3 (tiga) orang wakil ketua Pengembangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem Informasi Pasal 21 Hasil penetapan calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan kepada DJSN Pasal 22 (1) DJSN mengusulkan 15 (lima belas) orang calon Pimpinan BPJS kepada Presiden. - Konkordan DIM Konkordan DIM Konkordan DIM (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara seleksi calon Pimpinan BPJS diatur dengan Peraturan DJSN Pasal 23 (1) Usul calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 disampaikan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 15 (lima belas) hari kerja (2) Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Pimpinan BPJS yang disampaikan oleh Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari kerja. - Konkordan DIM Konkordan DIM Konkordan DIM 118. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

20 127. (3) Dewan Perwakilan Rakyat memilih 5 (lima) orang dari 15 (lima belas) orang calon yang diajukan Pimpinan BPJS sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja (4) DPR menyampaikan hasil uji kepatutan dan kelayakan kepada Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari kerja. - Konkordan DIM Konkordan DIM (5) Presiden mengangkat Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja Pasal 24 (1) Masa jabatan Pimpinan BPJS 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. - Konkordan DIM Substansi dipindahkan ke dalam DIM Penambahan substansi. - Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan pengusulan calon Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif (2) Pimpinan BPJS berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan; c. masa jabatan berakhir; d. mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri; e. tidak lagi memenuhi persyaratan; dan/atau f. diberhentikan atas usul DJSN. - Perlu pengelompokan alasan/sebab pemberhentian anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif. Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan pengusulan calon anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Presiden. Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden antara lain mengenai pembentukan panita seleksi, uji kelayakan dan kepatutan, dan jangka waktu seleksi. Pasal 10 (1) Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. masa jabatan berakhir; atau c. mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

21 133. (3) DJSN dapat mengusulkan pemberhentian Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f karena: a. melalaikan kewajiban terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan; - Perlu pengelompokan alasan/sebab pemberhentian anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif. - Penambahan butir baru yang memuat substansi DIM 132 huruf b usulan DPR. Penyempurnaan redaksional. (2) Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif dapat diberhentikan karena: a. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya; b. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan BPJS atau Direktur Eksekutif secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan karena alasan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a; b. merugikan BPJS dan kepentingan peserta jaminan sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil; c. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau d. melakukan perbuatan tercela. - Tetap. - Tetap. - Penyesuaian nomor urut. - Konkordan DIM Penyesuaian nomor urut. - Penambahan butir baru yang memuat substansi DIM 132 butir e usulan DPR. - Penyesuaian nomor urut Penambahan substansi. - Menegaskan mekanisme dan tata cara pemberhentian Dewan BPJS. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM Penambahan substansi (3) Dalam hal Pimpinan BPJS berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN mengusulkan penggantinya kepada Presiden untuk meneruskan masa jabatan yang digantikan setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat. - Menegaskan mekanisme dan tata cara pemberhentian Direktur Eksekutif. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM 93. c. merugikan BPJS dan kepentingan Peserta Jaminan Sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil; d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih; e. melakukan perbuatan tercela; dan/atau f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan BPJS atau Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (3) Pemberhentian anggota Dewan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Presiden berdasarkan hasil pengawasan oleh Menteri Keuangan dan menteri lain yang ditunjuk Presiden atau hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional. (4) Pemberhentian Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dewan BPJS dengan persetujuan Menteri Keuangan. (5) Dalam hal anggota Dewan BPJS berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden berdasarkan rekomendasi Menteri Keuangan dan menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden, mengangkat anggota Dewan BPJS pengganti untuk meneruskan masa jabatan yang Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

22 digantikan Penambahan substansi Pasal 25 (1) Pimpinan BPJS dapat diberhentikan sementara karena: a. sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan; b. sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan; dan/atau c. digugat karena melakukan tindakan yang merugikan BPJS atau Peserta. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM Menghapus huruf c dengan pertimbangan bahwa dalam tahap gugatan belum menyita waktu atau mengganggu aktifitas sehingga yang bersangkutan masih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik Penambahan substansi. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM Penambahan substansi. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM (2) Dalam hal Pimpinan BPJS diberhentikan sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menunjuk pelaksana tugas Pimpinan BPJS yang diberhentikan sementara. - Konsekuensi usulan pemerintah dalam DIM 97. (6) Dalam hal Direktur Eksekutif berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan BPJS dengan persetujuan Menteri Keuangan mengangkat Direktur Eksekutif pengganti untuk meneruskan masa jabatan yang digantikan. Pasal 11 (1) Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif dapat diberhentikan sementara karena: a. sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya; atau b. sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan. Cukup Jelas. (2) Pemberhentian anggota Dewan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden berdasarkan hasil pengawasan oleh Menteri Keuangan dan menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden atau hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional. Cukup Jelas. (3) Pemberhentian Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan BPJS dengan persetujuan Menteri Keuangan. Cukup Jelas. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

23 Penambahan substansi. - Ayat ini bertujuan agar jumlah anggota Dewan BPJS tetap berjumlah minimal 3 orang Penambahan substansi. - Ayat ini bertujuan agar tetap ada Direktur Eksekutif sehingga operasional BPJS dapat berjalan Penambahan substansi. - Dimaksudkan agar pelaksana tugas anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif memenuhi persyaratan yang sama dengan anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif yang diberhentikan sementara Penambahan substansi. - Dimaksudkan agar tugas, fungsi, dan wewenang anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif definitif tetap dapat dilaksanakan oleh pelaksana tugas (3). Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada jabatannya apabila dihentikan pemeriksaan atau dibebaskan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. - Penambahan butir a kriteria anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif dapat diangkat kembali setelah sembuh dari sakit. (4) Dalam hal jumlah anggota Dewan BPJS kurang dari 3 (tiga) orang akibat pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menunjuk pelaksana tugas anggota Dewan BPJS. Pelaksana tugas anggota Dewan BPJS bukan merupakan anggota Dewan BPJS yang aktif. (5) Dalam hal Direktur Eksekutif diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan BPJS dengan persetujuan Menteri Keuangan mengangkat pelaksana tugas Direktur Eksekutif. Cukup Jelas. (6) Pelaksana tugas Dewan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan Pelaksana tugas Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (7) Pelaksana tugas anggota Dewan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan Pelaksana tugas Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memiliki tugas, fungsi, dan wewenang yang sama dengan Direktur Eksekutif atau anggota Dewan BPJS yang diberhentikan sementara. (8) Anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat kembali dalam jabatannya apabila: a. sembuh dari sakit sebelum 6 (enam) bulan dan dinyatakan oleh dokter mampu menjalankan kembali tugasnya sebagai anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif; dan/atau b. proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan dihentikan atau dibebaskan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

24 147. (4) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak dihentikan pemeriksaan atau tanggal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (5) Pemberhentian sementara Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Presiden Pasal 26 (1) Pimpinan BPJS bertugas: a. melaksanakan penyelenggaraan program jaminan sosial sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh DJSN; b. menyusun rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran BPJS sebagai penjabaran kebijakan umum program jaminan sosial; c. menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali dan laporan akhir tahun buku kepada DJSN; dan d. memberikan pertanggungjawaban pada akhir masa tugas kepada Presiden melalui DJSN (2) Pimpinan BPJS berwenang: a. mewakili BPJS di dalam maupun di luar pengadilan; b. melakukan segala tindakan dan perbuatan mengenai pengelolaan dana amanat dan mengikat BPJS dengan pihak lain dengan pembatasan yang ditetapkan dalam Undang- - Perubahan jangka waktu menjadi 1 (satu) bulan guna memberikan waktu yang cukup untuk memproses pengangkatan kembali sampai ditetapkan oleh Presiden. - Substansi sudah diatur dalam DIM 138 sampai dengan DIM Frasa Pimpinan BPJS diubah menjadi menjadi Dewan BPJS. - Substansi pada butir a, butir c, dan butir d dihapus karena substansinya sudah termuat dalam butir a usulan Pemerintah. - Menambahkan butir c untuk menegaskan tugas Dewan BPJS di internal BPJS. - Menambahkan butir d untuk menampung tugas-tugas lain yang akan ditetapkan dalam peraturan pelaksanaan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Menambahkan kewenangan pendelegasian wewenang, penetapan struktur organisasi, dan pengusulan penghasilan anggota Dewan BPJS. - Penyempurnaan redaksional butir b usulan DPR dengan mengganti frasa Undang-Undang ini diganti dengan frasa peraturan perundang-undangan mengenai sistem jaminan sosial nasional mengingat pembatasan tidak (9) Pengangkatan kembali anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif yang diberhentikan sementara mengikuti ketentuan pengangkatan anggota Dewan BPJS dan Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) dan dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8). Pasal 12 (1) Dewan BPJS bertugas: a. melaksanakan tugas dan fungsi BPJS; b. menyusun rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran BPJS sebagai penjabaran kebijakan umum program Jaminan Sosial; c. menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BPJS; dan d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai sistem jaminan sosial nasional. (2) Dewan BPJS berwenang: a. mewakili BPJS di dalam maupun di luar pengadilan; b. mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Direktur Eksekutif; c. melakukan segala tindakan dan perbuatan dalam rangka mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial dengan pembatasan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem jaminan sosial Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

25 Undang ini; dan hanya didasarkan pada UU ini namun juga pada UU yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan sosial. c. mengangkat dan memberhentikan karyawan BPJS. - Menghapus butir c usulan DPR, substansi sudah termasuk dalam butir d usulan Pemerintah Penambahan substansi. - Untuk memperjelas tugas Direktur Eksekutif Penambahan substansi. - Untuk memperjelas wewenang Direktur Eksekutif Penambahan substansi. - Substansi DIM 153 merupakan pindahan substansi DIM Pasal 27 Tindakan dan perbuatan Pimpinan BPJS yang harus mendapat persetujuan tertulis dari DJSN, meliputi jenis, skala, dan nilai investasi BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN 156. Pasal 28 (1) Setiap keputusan strategis diambil dalam rapat yang dipimpin oleh ketua BPJS (2) Dalam hal ketua BPJS berhalangan, pimpinan rapat diserahkan kepada salah satu wakil ketua BPJS sesuai dengan bidangnya (3) Rapat BPJS adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah Pimpinan BPJS (4) Keputusan Rapat Pimpinan BPJS diambil dengan musyawarah untuk mufakat. - Perlu disesuaikan dengan tugas, kewenangan dan fungsi Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam Pasal 7 Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. - Keseluruhan pasal-pasal dalam Bab ini dihapus. - Tata cara pengambilan keputusan sebagai bagian dari tata kerja organisasi telah menjadi kewenangan yang diberikan kepada Dewan BPJS sesuai DIM 150 butir d. - Konkordan DIM Konkordan DIM Konkordan DIM 156. nasional; d. menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, sistem kepegawaian, dan penghasilan bagi pegawai BPJS; dan e. mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi anggota Dewan BPJS. (3) Direktur Eksekutif bertugas memimpin penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. (4) Direktur Eksekutif berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai BPJS. (5) Anggota Dewan BPJS bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan dalam pengelolaan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial. Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

26 160. (6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, keputusan dilakukan dalam rapat Pimpinan BPJS yang diperluas dengan mengundang DJSN (7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dalam rapat Pimpinan BPJS melalui pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak BAB IX PERTANGGUNGJAWABAN 163. Pasal 29 (1). Pimpinan BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden melalui DJSN setiap 1 (satu) tahun sekali. - Konkordan DIM Konkordan DIM Pemerintah mengusulkan menggunakan frasa Pelaporan dan Akuntabilitas karena pertanggungjawaban dilakukan secara periodik dan tidak hanya pada akhir masa jabatan. - Penyesuaian urutan bab. - Ketentuan ayat (1) diusulkan diubah untuk menyesuaikan dengan hubungan pertanggung jawaban BPJS kepada Presiden tidak melalui DJSN. - Pengaturan batas waktu pelaporan 30 Juni dimaksudkan untuk memberikan kejelasan batas waktu. - Penyesuaian urutan pasal Penambahan substansi. - Untuk menjelaskan periode laporan (2). Laporan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan pada paling sedikit 3 (tiga) media cetak nasional paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya - Publikasi pada media massa tidak mencakup keseluruhan laporan, namun berisi ringkasan laporan. - Perubahan tenggat waktu menjadi 30 Juli, untuk memberikan waktu penerbitan laporan keuangan hasil BAB V PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS Pasal 13 (1) BPJS wajib menyampaikan laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden serta Dewan Jaminan Sosial Nasional paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan pengelolaan program mencakup informasi mengenai kinerja non keuangan meliputi jumlah kepesertaan, kualitas pelayanan, dan lain-lain. (2) Periode laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (3) Laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, Sumber: Sekretariat Pansus RUU BPJS DPR RI,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO. NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UU No.24 tahun 2011 disusun dengan mempertimbangkan: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program

Lebih terperinci

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL BAB I - KETENTUAN UMUM... 2 BAB II - PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP... 3 Bagian Kesatu - Pembentukan... 3

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS DAN ANGGOTA DIREKSI SERTA CALON ANGGOTA PENGGANTI ANTARWAKTU DEWAN PENGAWAS DAN

Lebih terperinci

2 3. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan L

2 3. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan L No.162, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemilihan. Dewan Pengawas. Direksi. Anggota. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.55, 2016 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.296, 2014 KESRA. Haji. Pengelolaan. Keuangan. Dana. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5605) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 (satu) Kali dalam 1 (satu) Tahun ~ kewajiban BPJS memberikan informasi kepada Peserta g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGUSULAN, DAN PENETAPAN ANGGOTA BADAN PELAKSANA DAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SERTA CALON ANGGOTA PENGGANTI ANTARWAKTU

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Keuangan Haji. Badan Pengelola. Dewan Pengawas. Pengganti Antarwaktu. Badan Pelaksana. Tata Cara. Pemilihan. Pengusulan. Penetapan. PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA, TATA CARA PENGANGKATAN, PENGGANTIAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.104, 2014 KESRA. Dewan Jaminan Sosial Nasional. Susunan Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA, TATA CARA PENGANGKATAN, PENGGANTIAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.651, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Jaminan Sosisal. Badan Penyelenggara. Pengawasan DJSN. Pelaksanaan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014... TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA, TATA CARA PENGANGKATAN, PENGGANTIAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.196, 2012 ADMINISTRASI. Akuntan Publik. Komite. Profesi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5352) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN sindonews.com I. PENDAHULUAN Akhir tahun 2017, dunia kesehatan dikejutkan dengan berita defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2010 LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA, TATA CARA PENGANGKATAN, PENGGANTIAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, SYARAT, LARANGAN, FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, DAN PEMBERHENTIAN KOMISIONER DAN/ATAU DEPUTI KOMISIONER BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA w w w.bp kp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGUSULAN, DAN PENETAPAN ANGGOTA BADAN PELAKSANA DAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SERTA CALON ANGGOTA PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (10), Pasal 15,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

2014, No.38 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pela

2014, No.38 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pela LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.38, 2014 KESEJAHTERAAN. Zakat. Pengelolaan. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5508) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi.

LEMBARAN NEGARA. KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi. No.252, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENGELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR SELAPARANG KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci