POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I"

Transkripsi

1 POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI I Negara Republik Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang beradab dan bermartabat, secara konstitusional mengakui hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya tahun 2002, khususnya melalui pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2). Hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak telah diakui sebagai hak hukum (legal rights) bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diatur dalam UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sayangnya, pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu tanggal 25 November Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (APINDO) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Jaminan pensiun diawali dengan iuran sebesar 8% dengan pembagian 3% oleh pekerja, dan 5% oleh Perusahaan, dengan berbagai kemungkinan bahwa premi tersebut akan mengalami kenaikan lagi tergantung inflasi perekonomian. Siapkah pengusaha dan atau pekerja menanggung iuran sebanyak itu? Permasalahan yang hangat dibicarakan pada saat ini adalah mulai berlakunya salah satu program baru dalam BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Program Jaminan Pensiun, yang akan efektif diberlakukan pada tanggal 1 Juli Walaupun akan dilaksanakan dalam waktu dekat, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu tanggal 25 November Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Kesulitan yang dihadapi bukan tanpa alasan. Pasalnya kebijakan yang ada dinilai tidak mengakomodir seluruh kepentingan pihak terkait secara Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

2 seimbang. Jangka waktu pelaksanaan yang semakin dekat tidak diimbangi dengan sistem dan teknis pelaksanaan yang baik yang kemudian berujung pada melonjaknya cost yang harus dikeluarkan pengusaha, belum lagi gejolak hubungan industrial yang menyertai. Adapun poinpoin penting dari implementasi jaminan pensiun adalah sebagai berikut: A. Review Kepesertaan Jaminan Pensiun 1. Proses kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan diatur secara khusus di dalam Bab V mengenai Kepesertaan dan Iuran UU No.40 Tahun 2004 tentang BPJS. Pemberi kerja secara bertahap wajib untuk mendaftarkan dirinya dan juga seluruh pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bagi fakir miskin dan orang kurang mampu akan digolongkan sebagai penerima bantuan iuran yang akan didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial oleh pemerintah. Peserta BPJS Ketenagakerjaan dibagi menjadi 3 (dua) jenis, yaitu: a. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara; c. Bukan penerima upah. Pentahapan kepesertaan untuk pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dikelompokkan berdasarkan skala usaha yang terdiri atas usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Pemberi kerja mulai tanggal 1 Juli 2015 wajib untuk mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mengikuti program yang ada secara bertahap disesuaikan dengan skala usaha yang dimiliki. Kepesertaan meliputi Segmen untuk perusahaan mikro, kecil, menengah, dan besar, sekmen ini perlu mendapat perhatian tidak bisa langsung pukul rata per tanggal 1 juli, sehingga perlu pentahapan, tahap pertama adalah perusahaan besar harusnya mampu. Mestinya mereka punya proyeksi social security, untuk perusahaan menengah lebih kecil kapasitasnya sulit dan dengan fluktuasi ekonomi. Kalau perusahaan besar semestinya mampu berhitung. Di negara-negara maju biasa ada multipilar jaminan pensiun seperti yang wajib, perusahaan to up dan ada yang mampu bisa membayar lainnya. Namun ada juklak juklisnya sementara kita belum mempunyai peraturan tersebut. 2. Dari segi kepesertaan, baik dari sektor formal dan sector informal, cakupan kepesertaan dinilai belum optimal karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan social ditambah dengan lemahnya penerapan penegakan hukum yang ada. Kepesertaan Program Jaminan Pensiun Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

3 adalah Pekerja formal maupun Informal, dimana angkatan kerja dikisaran 110 juta orang, dimana 40 juta orang dalam sektor formal sisanya sekitar 70 jutaan informal sektor. Sebagai pembelajaran penerapan di Prancis lebih didahulukan yang formal kemudian informal melalui pentahapan. Hakikatnya, peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah seluruh pekerja penerima upah, baik yang bekerja pada sektor formal maupun informal, sehingga dapat diasumsikan bahwa hal yang sama akan berlaku pula pada ketentuan Program Jaminan Pensiun yang diadakan BPJS Ketenagkerjaan. Akan tetapi RPP Jaminan Pensiun menjelaskan bahwa peserta Program Jaminan Pensiun adalah: a. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. Dengan demikian maka dipertanyakan posisi pekerja informal dalam program ini. Padahal kebutuhan pekerja sebenarnya sama saja, mereka memerlukan jaminan penghasilan ketika memasuki usia tidak produktif. Hal ini cukup mengherankan mengingat pada kenyataannya pekerja sektor informal justru lebih banyak dibandingkan dnegan sektor formal. Mengingat perubahan struktur demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah usia produktif yang terus meningkat dan jika pemeirntah gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup besar, maka akan semakin banyak tenaga kerja masuk ke dalam sektor informal. Bilamana pekerja informal tidak tercakup, maka tentunya ketentuan dalam program Jaminan Pensiun tidak sejalan dengan spirit BPJS Ketenagakerjaan yang ingin mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui SJSN. 3. Dari segi regulasi, sampai saat ini belum ada harmonisasi peraturan perundangundangan antara Undang-Undang yang mengatur mengenai Jaminan Sosial, Jamsostek, Kesejateraan Sosial, Ketenagakerjaan, Dana Pensiun, dan Otonomi Daerah. Tidak singkronnya peraturan perundang-undangan tersebut tentunya kana mengakibatkan banyak sekali kendala terkait dengan implementasi SJSN dikemudian hari. Selain itu, belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk membentuk Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan program SJSN. Peraturan lanjutan memang sudah diterbitkan, yaitu Perpres No.109 Tahun 2013 tentang Pentahapan Kepesertaan Program Jaminan sosial akan tetapi Peraturan tersebut tidak menjelaskan petunjuk pelaksanaan program SJSN. Untuk BPJS Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

4 Ketenagakerjaan misalnya, belum ada Peraturan Lanjutan yang mengatur mengenai iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu, jenis dan besarnya manfaat serta besarnya iuran seluruh program Jaminan yang menjadi ruang lingkup BPJS Ketenagakerjaan, serta pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Disamping itu, jaminan pensiun yang bersifat mandatori ini tidak mengatur tentang eksistensi DPPK/DPLK bagi perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar. Sehingga apabila hanya mengikuti kata wajib tanpa memberikan ruang bagi dana pensiun tumbuh akan menimbulkan permasalahan yang lebih serius kedepannya. 4. Kata wajib berdampak cukup signifikan bagi pemikiran pengusaha untuk mendaftarkan pekerjanya pada jaminan pensiun seperti DPPK/DPLK, alasannnya jelas karena pemerintah mewajibkan untuk ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan jaminan pensiun yang masih tidak ada kejelasannya. Untuk menghindari double bayar pelaku usaha enggan untuk mengikuti program jaminan pensiun lainnya. Hal ini berdampak pada lesunya industri dana pensiun karena kurang minatnya pelaku usaha atau masyarakat. 5. Permasalahan lain terkait kepesertaan Jaminan Pensiun adalah adanya kebijakan dalam UU SJSN (Pasal 41) yang membatasi penerima manfaat pensiun berkala hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih. Apabila usia pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45 tahun atau lebih pada saat implementasinya tidak akan menerima manfaat pensiun berkala, tetapi hanya menerima pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya. Tidak jelas akhiran nya dari kata iurannya, apakah termasuk iuran pemberi kerja atau tidak. Pembatasan masa iiuran 15 tahun dapat mempengaruhi tingkat partisipasi peserta kelompok ini dan menjadi rancu dengan progran Jaminan Hari Tua yang ada (yang juga merupakan pengembalian iuran beserta hasil pengembangannya). Selain itu, kelompok pekerja yang pada saat diberlakukan Jaminan Pensiun pada Juli 2015 berusia 45 tahun atau lebih dan yang telah menjadi peserta jaminan kesehatan nasional, mungkin akan menghadapi kesulitan untuk dapat terus membayar iuran jaminan kesehatan nasional karena tidak menerima manfaat pensiun akibat adanya pembatasan 15 tahun masa iuran tersebut. Menurut sensus penduduk 2010, BPS edisi 40, bulan September 2013, terdapat lebih kurang 18 juta penduduk yang berusia 60 tahun ke atas dan lebih kurang 34 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

5 juta penduduk berusia antara tahun. Dari total 52 juta penduduk ini, hanya ada sekitar 2 juta orang yang memiliki program pensiun (pensiunan PNS, BUMN, Swasta), sisanya tidak akan memperoleh manfaat pensiun berkala. Dengan adanya pembatasan 15 tahun masa iuran ini, berarti peserta pertama yang akan menerima manfaat pensiun baru terjadi pada Juli Selama 15 tahun penundaan, BPJS Ketenagakerjaan semata-mata hanya mengumpulkan iuran dan sama sekali tidak memberi nilai tambah kepada peserta atau penduduk secara keseluruhan. 6. Untuk sektor swasta diwajibkan mengikuti jaminan pensiun 1 juli 2015 sementara bagi pekerja yang memberi kerja penyelenggara negara akan diintegrasikan BPJS Ketenagakerjaan selambat-lambatnya pada tahun Menjadi pertanyaan mengapa sangat tergesa-gesa? dengan kelengkapan regulasi, juklak, juklis yang belum tersedia, sangat percaya diri ketika kesiapan yang dimiliki oleh pemerintah mengumumkan 1 juli menjadi hal yang wajib untuk dilakukan. Kepesertaan meliputi Segmen untuk perusahaan mikro, kecil, menengah, dan besar, segmen ini perlu mendapat perhatian tidak bisa langsung pukul rata per tanggal 1 juli, sehingga perlunya pentahapan 1 Kepesertaan Program Jaminan Pensiun adalah Pekerja formal maupun Informal, dimana angkatan kerja dikisaran 110 juta orang, 40 juta orang dalam sektor formal sisanya sekitar 70 jutaan informal sektor. Sebagai pembelajaran penerapan di Prancis lebih didahulukan yang formal kemudian informal melalui pentahapan 2 Kompleksitas Pekerja Formal adalah dari 40 juta pekerja formal dimana mendapatkan penghasilan tetap dan terus menerus menurut data BPS didefinisikan termasuk pekerja di warteg, dimana mereka dikategorikan sebagai tenaga formal, hal ini mempunyai makna bahwa optimalisasi pekerja formal menjadi peserta program jaminan pensiun tidak akan optimal karena yang riil yang bekerja di sektor formal tidak hanya di perusahaan perusahaan saja tetapi juga area UKM 3 1 Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High level Meeting, Jakarta, 5 Maret Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High Level Meeting, Jakarta 5 Maret Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High level Meeting, Jakarta, 5 Maret 2015 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

6 Perlunya harmonisasi bagi pekerja yang telah mendaftarkan pekerjanya pada lembaga jaminan pensiun DPPK/DPLK. Sehingga perusahaan tidak double bayar 4 Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, mengatakan dampak yang akan terasa adalah menurunnya minat masyarakat masuk ke industri dana pensiun. Soalnya, program yang dihembuskan BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan seluruh pelaku usaha mendaftarkan karyawan ke program jaminan pensiun. 5 Permasalahan lain terkait kepesertaan Jaminan Pensiun adalah adanya kebijakan dalam UU SJSN (Pasal 41) yang membatasi penerima manfaat pensiun berkala hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih. Apabila usia pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45 tahun atau lebih pada saat implementasinya tidak akan menerima manfaat pensiun berkala, tetapi hanya menerima pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya. 6 Adapun dalam substansi akhir RPP itu dijelaskan peserta program jaminan pensiun adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara Negara. Sedangkan bagi pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara akan diintegrasikan ke BPJS Ketenagakerjaan selambat-lambatnya pada Review Iuran Jaminan Pensiun 1. Sistem Jaminan Pensiun diterapkan adanya pilihan bagi peserta yang memasuki usia pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun, yaitu untuk menerima manfaat langsung atau melanjutkan iuran hingga 15 tahun untuk mendapat manfaat berkala, maka timbullah suatu pertanyaan: pilihan tersebut ditentukan di awal pendaftaran atau di akhir kepesertaan? Bilamana pilihan ditentukan di awal, akan ada banyak kemungkinan yang tidak diinginkan kedepannya seperti ternyata pekerja yang bersangkutan tidak dapat mengiur setelah usia pensiunnya 4 Sutanto,Timoer,2015, DPN APINDO, FGD II Apindo Training Center High Level Meeting, Jakarta, 5 Maret Diakses pada tanggal 24 April Steven Tanner, Dayamandiri Dharmakonsilindo, SJSN: Jaminan Pensiun Sebuah Catatan, hlm Diakses 25 April 2014 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

7 karena alasan tertentu sehingga tidak dapat mendapat manfaat berkala sebagaimana yang ia inginkan. Apakah pekerja dapat mengubah pilihannya sewaktu-waktu? Karena harus diakui bahwa apapun pilihan yang diambil oleh pekerja jaminan pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun akan mempengaruhi stabilitas cash flow program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Adanya pilihan yang ditentukan mendadak untuk tiba-tiba memilih menggunakan manfaat sekaligus atau manfaat berkala tentu akan mempengaruhi avalaibilitas dana yang miliki BPJS Ketenagakerjaan. Disamping hal tersebut, kerumitan dalam implementasi jaminan pensiun terhadap besarnya iuran manfaat pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan upah minimum yang tidak proporsional, penentuan besaran manfaat yang mencukupi kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena ketidakmampuan. 2. Besarnya iuran diperlukan study yang lebih mendalam dengan mengajak para ahli dibidangnya, karena menentukan seberapa besar iuran jaminan pensiun diperlukan kehati-hatian. Untuk itu, mengingat sekitar 200 perusahaan yang telah mengikutsertakan pekerjanya pada dana pensiun DPPK/DPLK sudah seyogyanya dibedakan iuran terhadap perusahaan-perusahaan yang belum terdapat dana pensiun dengan memperhatikan kondisi perusahaan masingmasing. Agar jangan sampai spirit dari jaminan pensiun ini baik tapi menimbulkan resiko yang sngat buruk kedepannya bagi dunia investasi dan pertumbuhan ekonomi. 3. Hal tersebut masih terkait dengan masa iur, bagaimanakah dengan besaran iuran. Lagi-lagi iuran yang telah disetujui oleh menaker 8 % menyisakan sejumlah pertanyaan dan permasalahan. Ketidaktersediaanya informasi yang akurat mengenai landasan penetapan iuran membuat kalangan pengusaha berteriak untuk menanyakan hal ini. Transparansi pemerintah menghitung besaran premi menjadi sangat penting. Penghitungan dari kalangan aktuaria beserta yang ahli dibidangnya dinanti-nanti untuk memperkirakan resiko yang nanti dihadapi. Pasalnya ada beban yang harus ditanggung pengusaha setiap kali seorang karyawan purna tugas. Yaitu perusahaan harus merekrut enam pegawai baru untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

8 4. Diperlukan keterbukaan yang luas dari pemerintah selaku regulator, kesiapan BPJS Ketenagakerjaan selaku operator dengan memperhatikan keadaan di lapangan. Agar semua mendapatkan informasi yang jelas. Kerumitan dalam implementasi jaminan pensiun adalah besarnya iuran, manfaat pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan upah minimum yang tidak proposional, penentuan besaran manfaat yang mencukupi kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena ketidakmampuan. 8 Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini mengusulkan agar iurannya bisa bersifat luwes dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mencari jalan keluar bagi alotnya pembahasan RPP terkait program JP tersebut. 9 Jaminan Pensiun diselenggarakan berdasarkan iuran pasti, seperti penyelenggaraan JHT. Tidak hanya Apindo, ternyata Kemenkeu juga menginginkan penyelenggaraan Jaminan Pensiun dilaksanakan dengan iuran pasti, bukan manfaat pasti. Alasannya, dengan manfaat pasti ini APBN akan berpotensi terbebani di kemudian hari. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Moneter, Fiskal, dan Publik Hariyadi Sukamdani menyebut konsep jaminan pensiun BPJS tak rasional. Pasalnya ada beban yang harus ditanggung pengusaha setiap kali seorang karyawan purna tugas. Yaitu perusahaan harus merekrut enam pegawai baru untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama. OJK perlu menyampaikan bahwa penetapan iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan oleh Kemenakertrans dan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yaitu sebesar 8% memerlukan diskusi dan keterbukaan yang luas ke para stakehoder Diakses pada tanggal 24 April April Diakses 24 April 2015 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

9 8. Review Skema Jaminan Pensiun Manfaat pensiun dibagi beberapa jenis dilihat dari status dan alasan pensiunnya Bagi Peserta yang menerima manfaat pensiun hari tua, terdapat dua sistem manfaat yang diberikan dilihat dari jangka waktu iuran peserta, sebagaimana berikut: 1. Manfaat Berkala, dibayarkan kepada peserta secara bulanan apabila peserta telah mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan. 2. Manfaat sekaligus, dibayarkan kepada peserta apabila peserta telah mencapai usia pensiun akan tetappi memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh) bulan. Dari jenis manfaat yang ada maka dapat dilihat bahwa bagi peserta yang memiliki mas iur kurang dari 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki usia pensiun akan mendapatkan jaminan pensiun secara sekaligus, sedangkan bagi peserta yang memiliki masa iur paling sedikit 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki masa pensiun akan mendapatkan jaminan pensiun setiap bulannya secara berkala dengan nominal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Konsep Jaminan Pensiun sebagaimana dijelaskan diatas dinilai tidak rasional, pasalnya sistem manfaat pasti dapat menimbulkan risiko finansial yang cukup besar bagi perusahaan dan pemerintah karena beberapa alasan. Pertama, dengan sistem tersebut nantinya akan ada beban yang harus ditunggung pengusaha setiap kali karyawan purna tugas, yaitu perusahaan harus merekrut beberapa pegawai baru untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama. Kedua, dengan sistem manfaat pasti maka perusahaan harus memberikan kontribusi tambahan ke Program Jaminan Pensiun apabila program ini mengalami masalah defisit finansial yang cukup serius. Di dalam Program Jaminan Pensiun, kemungkinan timbulnya defisit cukup besar karena manfaat pensiun yang akan diberikan program ini cukup besar, yaitu minimum senilai 70% dari upah minimum regional (UMR) daerah setempat. Karena masih banyak pekerja Indonesia, terutama mereka yang bekerja di sektor informal, yang mempunyai pendapatan dibawah UMR, sebagian besar pekerja ini akan menerima pensiun dalam jumlah tersebut diatas. Dengan adanya jumlah kewajiban Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

10 yang cukup besar, maka kemungkinan Program Jaminan Pensiun mengalami masalah keuangan di masa depan akan cukup besar pula. Selain itu, karena besar manfaat Program Jaminan Pensiun akan ditentukan oleh nilai UMR, maka akan muncul kemungkinan permintaan dari pekerja dan serikat pekerja kepada pemerintah dan pengusaha untuk menaikkan jumlah UMR agar pekerja dapat memperoleh jumlah manfaat pensiun lebih besar. Apabila pemerintah memenuhi permintaan pekerja tersebut, maka pemerintah harus menanggung kewajiban pembayaran pensiun yang lebih besar di masa mendatang. Hal ini akan lebih membahayakan posisi dan kesinambungan fiskal pemerintah di masa depan. Beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah untuk membiayai program jaminan pensiun ini akan menggerus kekuatan fiskal. Sebab, porsi pekerja formal di Indonesia masih dibawah pekerja informal. Padahal seharusnya BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak ditanggung pekerja sebuah perusahaan formal dan tergabung dengan Jamsostek. Sehingga jaminan pensiun manfaat pasti ini masih diperlukan pertimbangan yang matang dengan melihat keadaan ekonomi, demografi mengingat riskannya untuk dilakukan. Menentukan skema jaminan pensiun adalah hal yang penting untuk dilakukan mengingat dampak yang sangat signifikan akan terjadi jika terdapat kesalahan dalam merumuskannya. Dampak tersebut jelas akan memengaruhi dunia usaha dan pelaku usaha itu sendiri. Sehingga, perlu disesuaikan dengan kondisi riil perekonomian bangsa kita. Seperti contoh harga rupiah terhadap dolar Amerika, prediksi ini sudah diketahui oleh APINDO dari beberapa tahun yang lalu, dimana APINDO mengusulkan untuk meningkatkan ekspor. Melihat beberapa contoh negara-negara Asean lainnya seperti Vietnam. Dahulu negara ini belajar menjahit di Indonesia, namun sekarang begitu pesatnya perkembangan Vietnam dibandingkan negara Indonesia tempat mereka belajar dahulu. Tidak hanya itu saja, hasil kopinya lebih menguasai daripada Indonesia. Disamping itu, tidak henti-hentinya APINDO meminta agar kebutuhan pangan bisa dicukupi dengan hasil pangan sendiri, agar jangan sampai garampun harus mengimpor dari luar. Berefleksi dari fenomena tersebut melihat produktivitas yang menurun dan tidak stabil, APINDO mencoba mencari titik dimana kajian serta kesiapan akan pelaksanaan Program jaminan pensiun per tanggal 1 juli 2015 telah siap dilaksanakan!!?, APINDO berupaya secara sistematis dan terstruktur melakukan diskusi diskusi yang Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

11 mencoba untuk merefleksikan dan mengurangi Gap atas kesalahan dalam kebijakan yang berdampak terhadap jangka panjang. Dalam Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) ada tahapan dalam menerapkan jaminan pensiun. Target ini harus hati-hati apakah dapat dicantumkan tahapan yang spesifik mengatur Skema jaminan pensiun. Di amerika serikat data serikat pekerja menurun karena terdata secara baik. Begitu juga dengan jepang, Persetujuan benefit yang tinggi atau rendah bukan menjadi isu utama tetapi kesiapan semua pihak untuk melaksanakan Program jaminan Pensiun dan terencana dengan baik sampai saat pembayaran pensiun atas ketersediaan dana adalah penting adanya. Skema memperhatikan benefitnya agar jangan sampai kita tidak mampu membayar dan memeberikan manfaat yang tinggi. Pertanyaan yang lebih customized adalah Apakah ada dalam peraturan Program jaminan pensiun seperti di prancis dapat menambah masa iuran- nya misalnya mereka berusia 41 tahun. Mustinya ketika jatuh tempo masa pensiuannya akan dikembalikan iuran plus pengembangan, mustinya kita memperhatikan peserta yang menginginkan jaminan pensiun sudah sejak awal membayar iuran hanya sebatas dikembalikan iuran dan pengembanganya. 1. Sistem pay as you go yaitu sistem pendanaan pensiun yang dibiayai secara langsung oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada saat pegawai memasuki masa pensiun. Sedangkan sistem fully funded adalah sistem pendanaan pensiun yang bersumber dari iuran bulanan yang dilakukan secara bersama-sama oleh PNS sebagai pekerja dan pemerintah sebagai pemberi kerja. Dana yang terkumpul akan dijadikan anggaran pensiun. Besaran iuran sekarang ini memberatkan sehingga perlu dikaji ulang. penetapan iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan oleh Kemenakertrans dan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yaitu sebesar 8% memerlukan diskusi dan keterbukaan yang luas ke para stakehoder. Dasar perhitungan, asumsi, metodologi dan skema yang digunakan untuk menemukan angka tersebut meragukan. Skema BPJS tenaga kerja sesuai UU BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan 'Pay As You Go dengan manfaat pasti' tidak relevan digunakan dengan iuran pasti dengan "Funding System". Sesuai UU BPJS bahwa sistem yang diterapkan bukan funding system (pemupukan dana). Bagaimana rasionalnya hitung- hitungan digunakan untuk ibarat main bulutangkis sementara yang kita sedang Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

12 pertandingkan adalah tenis. Manfaat Pasti dan Perhitungan Aktuaris berdampak kepada skema, iuran dan kesiapan pencadangan dana, dimana SJSN itu adalah program negara itu selalu ada siapapun pemerintahnya dengan prinsip jangka panjang. Manfaat pasti resikonya ada di tata kelola, investasi, goverment. kekawatiran mengenai defisit harus dapat dikaji dan dipertanggung jawabkan melalui penghitungan aktuaria secara profesional dan prudent. di Indonesia masalahnya sangat komplek dan banyak pengaturan formil. Manfaat pasti memang sulit karena ada gap dari perusahaan baik yang kecil dengan yang besar, kenaikan upah yang tidak melihat kenaikan ekonomi dan inflasi, statusnya dengan undang-undang ketenagakerjaan, adanya persoalan-persoalan seperti tenaga kerja outsoursing dan kontrak, serta banyaknya pekerja sektor informal. Usulan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh kementrian keuangan konsep dari pensiun itu adalah subsidi silang dari generasi kegenarasi sehingga tidak ada beban antar generasi. Konsep pensiun ini apabila kekurangan dana maka usianya akan diperpanjang. Yang mengandung arti bahwa ada program yang disampaikan akan secara bertahap dinaikan iurannya sampai usia 65 tahun. Yang namanya manfaat pasti jangan ditafsirkan seperti manfaat pasti yang ada saat ini. Manfaat pasti itu ditentukan didepan, sedangkan iurannya sudah di rate. Untuk skemanya lebih mendekati hampir iuran pasti dengan manfaat pasti. 2. Skema pemberian manfaat diberikan secara berkala bagi pekerja yang telah mencapai masa iuran minimal 180 bulan atau 15 tahun. Pekerja dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, manfaat akan diberikan secara lumpsum atau sekali bayar, dengan menghitung akumulasi iuran dan dana hasil pengembangannya. Namun, peserta dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, bisa menerima manfaat berkala bila yang bersangkutan melanjutkan iurannya hingga masa iuran 15 tahun. Jika demikian jaminan pensiun tidak ada bedanya dengan jaminan hari tua Jaminan pensiun sendiri memiliki pengertian sebagai hak pekerja yang pensiun setelah memenuhi masa iur. Esensi Jaminan Pensiun adalah untuk reduksi kemiskinan dalam jangka panjang sebagai bagian dari Millenium Development Goals (MDG s) atau Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (TPM). Pelaksanaan Jaminan Pensiun masa iur tidak harus 15 tahun, bisa lebih karena pekerja belum usia 55 tahun; penetapan manfaat Jaminan Pensiun perlu Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

13 konservatif untuk tahap awal tidak lebih dari 33% menyusul iuran minimal tidak kurang dari 8% dan setelah itu harus ditinjau ulang. Agar tidak berisiko tinggi, maka perlu menunda usia pensiun dari 55 ke 60 tahun sebagai bagian dari solusi aging problem. Dalam kondisi perekonomian krisis, maka manfaat Jaminan Pensiun perlu dikurangi dan agar tidak membebankan fiskal negara kemudian setelah perekonomian pulih kembali dimana manfaat Jaminan Pensiun dikembalikan seperti sebelumnya. Jangan sampai terjadi kemiskinan lansia di masa datang di Indonesia, untuk itu perlu dilakukan regulasi preventif untuk reduksi / pencegahan kemiskinan. Sehingga Dalam program manfaat pensiun anuitas ini, pesertanya adalah yang telah memiliki masa iur sedikitnya 15 tahun, kecuali ditetapkan lain. Skema BPJS tenaga kerja sesuai UU BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan 'Pay As You Go dengan manfaat pasti' tidak relevan digunakan dengan iuran pasti dengan "Funding System". Sesuai UU BPJS bahwa sistem yang diterapkan bukan funding system (pemupukan dana)."bagaimana rasionalnya hitunghitungan digunakan untuk ibarat main bulutangkis sementara yang kita sedang pertandingkan adalah tenis. Dua-duanya mirip tapi tidak sama. 11 Kekhawatiran skema PAYG akibat berakhirnya bonus demografi dan meningkatnya angka harapan hidup, dapat ditanggulangi dengan menjaga rasio ketergantungan penduduk usia lanjut pada kisaran 20 %. Dengan rasio ini maka usia pensiun akan bergeser menjadi 65 tahun pada tahun Skema pemberian manfaat diberikan secara berkala bagi pekerja yang telah mencapai masa iuran minimal 180 bulan atau 15 tahun. Pekerja dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, manfaat akan diberikan secara lumpsum atau sekali bayar, dengan menghitung akumulasi iuran dan dana hasil pengembangannya. Namun, peserta dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, bisa menerima April Iuran jaminan pensiun 8% dinilai berlebihan dan bebani ekonomi, Diakses 24 April 2015 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

14 manfaat berkala bila yang bersangkutan melanjutkan iurannya hingga masa iuran 15 tahun. 13 Dalam rancangan jaminan pensiun, skema atas jaminan tersebut dibuat dalam tiga bagian yaitu; 1. Manfaat pasti Dalam manfaat pasti terdapat batas atas dan batas bawah manfaat yang didasarkan pada masa kerja dan upah terakhir yang diterima oleh pekerja. Manfaat pensiun ini akan diterima secara berkala setiap bulannya. Manfaat jaminan pensiun akan berupa uang tunai. Dengan beberapa manfaat yang dicover adalah ; a. Pensiun hari tua b. Pensiun cacat c. Pensiun janda/ duda d. Pensiun anak e. Pensiun orang tua 2. Peserta Dalam program manfaat pensiun anuitas ini, pesertanya adalah yang telah memiliki masa iur sedikitnya 15 tahun, kecuali ditetapkan lain. 3. Iuran Iuran yang di keluarkan akan ditanggung secara bersama oleh pekerja dan pemberi kerja. Akumulasi iuran + hasil pengembangan akan diterima oleh peserta. Iuran yang akan ditetapkan adalah sebesar 8% dengan 3% dibayarkan pekerja dan 5% dibayarkan oleh perusahaan Iuran BPJS Jaminan Pensiun 8 % naik 1 tahun sekali, persen-naik-4-tahun-sekali.html#ixzz3yepxemnw, Diakses 24 April Bambang Purwoko, FGD II Apindo Training Center, 5 Maret 2015 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

15 POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 KOMISI II Negara Republik Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang beradab dan bermartabat, secara konstitusional mengakui hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya tahun 2002, khususnya melalui pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2). Hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak telah diakui sebagai hak hukum (legal rights) bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diatur dalam UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah wujud komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional yang kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan telah disahkan dan diundangkannya UU BPJS, pada tanggal 25 November 2011, maka PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) ditransformasikan menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Permasalahan yang hangat dibicarakan pada saat ini adalah mulai berlakunya salah satu program baru dalam BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Program Jaminan Pensiun, yang akan efektif diberlakukan pada tanggal 1 Juli Walaupun akan dilaksanakan dalam waktu dekat, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu tanggal 25 November Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Kesulitan yang dihadapi bukan tanpa alasan. Pasalnya kebijakan yang ada dinilai tidak mengakomodir seluruh kepentingan pihak terkait secara seimbang. Jangka waktu pelaksanaan yang semakin dekat tidak diimbangi dengan sistem dan teknis pelaksanaan yang baik yang kemudian berujung pada melonjaknya cost yang harus dikeluarkan pengusaha, belum lagi gejolak hubungan industrial yang menyertai. Adapun poin-poin penting dari implementasi jaminan pensiun adalah sebagai berikut: Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

16 A. Review Premi pada Rancangan Peraturan Pemerintah Program Jaminan Pensiun Hingga saat ini Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai hal teknis Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan belum tuntas, padahal pelaksanaan program jaminan pensiun itu sendiri akan efektif dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli Perdebatan terkait besaran premi hingga kini menjadi salah satu persoalan mendasar belum selesainya PP tersebut. Banyak pihak mempertanyakan dasar dari perhitungan besar premi yang ditetapkan pemerintah dalam RPP yang dibuatnya. Pasalnya 8% dinilai terlalu memberatkan pengusaha sebagai salah satu pengiur dengan porsi terbesar dalam program Jaminan Pensiun. Berikut adalah informasi singkat terkait premi pada asuransi dan teknis penetapan premi yang ada. 1. Perihal Premi kaitannya dengan Asuransi Upaya untuk menetapkan tarif premi diserahkan kepada aktuaris. Aktuaris itu sendiri adalah orang yang berpendidikan matematika yang memiliki tanggung jawab untuk meramu data keuangan dan statistika yang mempengaruhi tarif premi. Terdapat tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan premi dasar, yaitu mortalita, bunga, dan biaya. Dari semua aspek ini, faktor mortaita memiliki pengaruh terbesar. a) Faktor Mortalita Prinsip dasar asuransi adalah harus berdasar pada prakiraan yang akurat tentang mortalita, misalnya rata-rata jumlah kematian yang akan terjadi setiap tahun dalam setiap kelompok usia. Kompilasi statistika dilakukan selama bertahun-tahun akan menunjukkan jumlah dan kapan (usia) orang umumnya diperkirakan meninggal. Hasil kompilasi statistika ini akan menjadi tabel mortalita yang menggambarkan laju kematian setiap usia. Agar tabel mortalita ini akurat, maka statistika harus Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

17 berdasar pada dua hal, yaitu sejumlah besar orang antar usia dan sejumlah besar kerangka waktu. Prakiraan mortalita ini akan memberikan dasar taksiran lama kehidupan tertanggung. Dengan kata lain, bagian premi yang berkaitan dengan mortalita menggambarkan beban murni dalam memberikan perlindungan, khususnya perlindungan kematian. Aktuaris menggunakan tabel mortalita dan data mortalita sebagai langkah awal dalam penetapan premi. b) Faktor Bunga Pendapatan bunga akan membantu pembebanan premi. Terdapat dua asumsi mengenai bunga: Pertama, diasumsikan bahwa suatu tingkat bungan bersih yang spesifik akan diperoleh dari semua investasi. Keadaan sebenarnya adalah beberapa investasi akan menghasilkan lebih besar daripada tingkat bunga asumsi sedang beberapa investasi lain menghasilkan lebih kecil daripada bunga asumsi, maka lembaga asuransi memilih tingkat bunga rata-rata untuk asumsi dalam perhitungan premi. Tingkat bunga yang diasumsikan sering nampak cukup rendah dan mempengaruhi tarif premi secara langsung, tetapi tingkat bunga yang dijamin untuk pemilik polis. Oleh karena itu asumsi tingkat bunga harus cukup konservatif. Kedua, asumsi yang dibuat adalah bunga yang diperoleh setahun penuh dari setiap premi pemiki polis. Oleh karena itu, harus diasumsikan bahwa semua premi dibayarkan setiap awal tahun. c) Faktor Biaya Setiap premi harus dibebani secara proporsional untuk membiayai biaya operasional normal seperti pegawai yang harus diadakan dan dibayar, tenaga pemasaran yang harus diadakan, dilatih dan digaji, alat tulis dan peralatan kantor harus dibeli, Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

18 sewa harus dibayar, gedung harus dipelihara, bahkan juga pajak yang harus dibayar. Jadi, faktor biaya dihitung dan dimasukkan dalam tarif premi untuk asuransi, faktor ini biasa disebut loading charge d) Faktor-Faktor Lain Pada Premi - Usia : Usia seseorang mempunyai kaitan langsung terhadap mortalita, dan mortalita mempengaruhi langsung pada perhitungan premi. Makin tua tertanggung, makiln tinggi risiko kematiannya. - Jenis Kelamin : jenis kelamin calon tertanggung juga mempengaruhi mortalita, karena pengalaman menunjukkan, secara ratarata, kehidupan wanita lebih lama lima atau enam tahun daripada kehidupan laki-laki. Secara statitika, golongan wanita dianggap mempunyai risiko asuransi yang lebih baik daripada lakilaki dan tarif premi kaum wanita biasanya lebih renda daripada kaum laki-laki. - Kesehatan : Farktor lain yang mempengaruhi mortalita adalah kesehatan calon tertanggung. Mereka yang tingkat kesehatannya rendah akan dikenakan tarif premi yang lebih tinggi. - Jenis Pekerjaan : calon tertanggung yang bekerja pada jenis pekerjaan yang berbahaya menggambarkan risiko yang lebih besar demikian juga calon tertanggung yang mempunyai hobi yang membahayakan. - Kebiasaan : calon tertanggung yang menunjukkan adanya risiko lebih tinggi daripada normal karena karakteristik pribadinya dikatakan dalam risiko substandart. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

19 Berdasarkan penjelasan diatas, tentunya sudah diperoleh gambaran terkait hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan besaran premi, begitu juga dengan premi sebesar 8%, dengan porsi 5% diiur oleh perusahaan dan 3% diiur oleh pekerja dalam Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Hingga saat ini pemerintah tidak memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pengusaha terkait atas dasar apa perhitungan besaran premi tersebut ditetapkan. Karena tidak dapat dipungkiri adanya pemambahan beban kepada perusahaan akan berpengaruh kepada neraca keuangan perusahaan yang akan semakin berat. Tentunya kewajiban untuk mengiur bukanlah suatu kendala apabila besar iuran tersebut dapat dipertanggung jawabkan validitasnya, akan tetapi karena sama sekali tidak ada kejelasan dan penjelasan terkait transparansi perhitungan penentuan besar premi, hal tersebut menjadi tidak beralasan. 2. Perihal Tanggungan Perusahaan Yang Semakin Berat Lewat rapat koordinasi yang dilaksanakan 8 April 2015 lalu, pemerintah sudah bulat menetapkan iuran pensiun sebesar 8% dari upah bulanan. Besaran iuran pensiun ini akan ditetapkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Program Jaminan Pensiun. Soal beban tambahan inilah yang jadi sumber kerisauan pengusaha. Berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh Tabloid Kontan No.30 XIX, 2015 dalam artikelnya yang berjudul Repotnya Saat Perusahaan Ketambahan Beban, dijelaskan bahwa setiap bulan rata-rata perusahaan harus menanggung beban kesejahteraan antara 15,24% - 17,74% dari upah setiap karyawan. Perinciannya adalah sebagai berikut: a) iuran BPJS Ketenagakerjaan yang terdiri dari Jaminan Hari Tua (3,70%), Jaminan Kematian (0,30%), dan Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24% - 1,74%). b) iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan sebesar 4%. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

20 c) Pesangon yang diberikan kepada karyawan dengan prosentase 7% - 8%. Jika ditambah dengan bagian iuran Jaminan Pensiun sebesar 5% dari take home pay, maka beban perusahaan akan menjadi 20,24% - 22,74%. Pada waktu yang hampir bersamaan, perusahaan menghadapi lonjakan beban, seperti kenaikan harga BBM, kenaikan tarif listrik, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS. Situasi yang ada semakin menghimpit posisi perusahaan, dimana di satu sisi pemerintah membebankan tanggung jawab besar kepada perusahaan untuk menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya, akan di sisi yang lain pemerintah membuat berbagai kebijakan yang isinya membuat perusahaan sulit untuk menyerap banyak tenaga kerja, selain itu pemerintah juga tidak sanggup menjembatani kepentingan pengusaha dan pekerja dan menjaga kestabilan harga pokok serta upah minimum sehingga menjadi sulit untuk mengembangkan bisnis pada saat ini. 3. Resistensi yang Tinggi dari Pihak Buruh Penolakan akan besaran premi Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya timbul dari sisi perusahaan. Nyatanya buruh pun merasa hal tersebut dapat memberatkan. Pasalnya, harga bahan pokok dan barang-barang kebutuhan hidup lainnya yang tidak terkendali sudah dirasa cukup berat untuk pekerja, terlebih bagi pekerja informal atau pekerja formal yang hanya memperoleh pendapatan sesuai UMP atau UMR. Oleh karena itu, adanya penambahan beban untuk membayar Program Jaminan Pensiun menjadi hal yang cukup berat untuk dilaksanakan secara sukarela oleh pekerja. Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan besaran premi yang diberikan: Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

21 Premi Program Jaminan Pensiun yang sebesar 8% dinilai terlalu berat dan dapat menimbulkan potensi menggugurkan bisnis Lembaga Dana Pensiun. 15 Iuran 8% dalam Program Jaminan Pensiun memberatkan perusahaan sebagai penanggung iuran. Sebelum adanya jaminan pensiun, perusahaan menanggun beban sebesar 15,24% - 17,24% dari upah setiap pekerja. Setelah adanya peraturan baru ini, maka perusahaan menanggung hingga 20,24% - 22,74% dari upah setiap pekerja. Skema pembiayaan tersebut akan berdampak buruk terhadap industri dan pekerja. Kondisi ini membuat beban yang ditanggung perusahaan semakin besar. Jangan sampai investor lebih memilih investasi di Vietnam, Laos atau Kamboja dibanding di Indonesia. 16 Sebaiknya pelaksanaan Program Jaminan Pensiun ditunda, karena waktu yang ada tidak cukup untuk membahas seluruh permasalahan yang ada sebelum tanggal 1 Juli mendatang. Jika dipaksakan implementasinya tidak akan berjalan dengan baik seperti halnya implementasi BPJS Kesehatan. Ditambah lagi hampir semua sektor sedang dalam kondisi yamng tidak baik (terjadi lonjakan beban biaya seperti kenaikan harga BBM, traif listrik, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS). 17 Buruh menolak besaran iuran jaminan pensiun 8% dengan alasan bahwa dengan trend kenaikan harga dan jasa yang terus melambung tinggi luar biasa, besaran iuran tersebut tidak masuk akal Sujatmoko, Manager Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Bank Negara Indonesia (BNI) dalam artikel Kenaikan Iuran BPJS Ketenagakerjaan Tuai Protes yang dipublikasikan oleh Kompas.com pada Kamis, 16 April 2015 pukul 07:32 WIB. 16 Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makananan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) dalam artikel Pengusaha Keberatan, Pemeirntah Belum Sepakat. Polemik Iuran Wajib Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Yang dipublikasikan oleh Harian Ekonomi Neraca pada hari Selasa, tanggal 21 April Timoer Soetanto, Ketua Bidang Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam artikel Pengusaha Keberatan, Pemerintah Belum Sepakat. Polemik Iuran Wajib Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Yang dipublikasikan oleh Harian Ekonomi Neraca pada hari Selasa, tanggal 21 April Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam artikel Pensiun BPJS 8 Persen, Berlaku Juli 2015 yang dipublikasikan oleh kompas.com pada hari Kamis, 9 April 2015 pukul 07:52 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

22 B. Skema Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan 1. Penggunaan Sistem Manfaat Pasti dalam Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Kendala selanjutnya muncul dari sistem manfaat pasti yang akan diterapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam Program Jaminan Pensiunnya. Cara pembiayaan yang berbeda sangat mempengaruhi keberlanjutan pembiayaan (financial sustainability) dari program jaminan sosial. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa, program pensiun yang menjanjikan defined benefit dibiayai dari pungutan dari pekerja (payroll taxes) dan menggunakan cara pay-asyou-go, biasanya mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya menyebabkan hutang publik yang besar. Sistem manfaat pasti yang digunakan BPJS Ketenagakerjaan dinilai tidak cocok untuk penerapan Program Jaminan Pensiun dalam perjalanannya kedepan, bukan hanya tahun kedepan, akan tetapi sampai waktu panjang yang tidak dapat ditentukan. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak negara maju maupun berkembang, yang mulai mengembangkan program pensiun seperti di atas sekitar pertengahan abad ke 20, untuk 40 tahun pertama memang dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan orang yang bekerja jumlahnya masih banyak sedangkan orang yang pensiun pada saat program dimulai masih sedikit. Tetapi pada saat banyak orang memasuki masa pensiun dan rasio dari jumlah pekerja dengan jumlah orang pensiun mengecil maka biaya yang harus dikeluarkan meningkat dengan pesat sementara pemasukan tidak berubah banyak. Negara Philipina contohnya. Pemerintah Philipina memperkenalkan program pensiun menggunakan defined benefit pada tahun 1950 dengan kontribusi 6 % dari gaji pekerja. Pada tahun 1990 pemerintah Philipina mulai merasakan kesulitan yang diakibatkan oleh besarnya biaya yang harus dikeluarkan karena jumlah orang yang pensiun mencapai puncaknya. Biaya yang Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

23 harus ditanggung meningkat dari 1 % PDB pada tahun 1990 menjadi 4 % PDB pada tahun 1999, hutang publik yang ditimbulkannya adalah US 21 miliar pada tahun Untuk menanggulangi ini pemerintah Philipina meningkatkan kontribusi menjadi 9,4 % dan tidak meningkatkan manfaat sejak tahun Dengan demikian dapat diambil pelajaran bahwa skema jaminan sosial menggunakan defined benefit sangat rawan terhadap kesulitan keuangan di masa depan. Banyak negara sekarang berpindah ke skema iuran pasti (defined contribution) yang mengaitkan antara iuran yang dibayarkan oleh pekerja dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu kecermatan perhitungan aktuaria sangat dibutuhkan. Akan tetapi pada kenyataannya, pada saat ini pemerintah pun tidak dapat transparansi perhitungan aktuaria atas besaran premi Program Jaminan Pensiun yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Banyak aktuaria di Indonesia pun mempertanyakan perhitungan besaran premi yang ditetapkan pemerintah. Mengetahui ketidakjelasan perhitungan yang ada membuat perusahaan semakin enggan untuk menyisihkan pengeluarannya di tengah situasi bisnis yang sedang tidak baik. Bukan masalah spiritnya, bukan masalah tujuannya, akan tetapi masalah pertanggung jawaban pemerintah kedepan terhadap rakyatnya. Karena apabila nantinya ternyata Program Jaminan Pensiun tidak berjalan dengan baik sebagaimana telah diprediksikan sebelumnya, mau tak mau pengusaha menjadi salah satu pihak yang juga harus ikut bertanggung jawab kepada karyawannya. 2. Tingkat Generasi Pensiun di Masa Depan Pada saat ini hanya sekitar 10 % penduduk Indonesia menjadi anggota dana pensiun dan hanya 15 % yang mempunyai asuransi kesehatan. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia usia 55 tahun ke atas akan meningkat dari 10% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2000 (kira-kira 23 juta orang) menjaid sekitar 30% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2050 (kira-kira 100 juta orang). Pada saat yang Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

24 sama, penduduk Indonesia berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dengan drastis, yaitu dari 10 juta penduduk pada tahun 2000 (4,5% dari seluruh penduduk Indonesia) menjadi 60,5 juta penduduk pada tahun 2050 (sekitar 18% dari seluruh penduduk Indonesia). Dengan peningkatan jumlah penduduk seperti ini, kelompok penduduk lanjut usia di Indonesia akan semakin menjadi beban yang besar untuk keluarga Indonesia, juga bagi para pembayar pajak, pada tahun Kombinasi faktor usia yang cukup rendah (55 tahun), jumlah waktu kerja yang relatif singkat untuk berhak mendapat pensiun penuh (15 tahun) dan populasi yang menua dengan cukup drastis, merupakan situasi yang kurang menguntungkan program pensiun publik manapun, dan dikhawatirkan Program Jaminan Pensiun akan mengalami nasib sama dengan program pensiun publik lainnya di dunia, yaitu secara finansial menjadi tidak berkesinambungan. Usaha-usaha untuk memperbaiki masalah ini, misalnya dengan menaikkan iuran atau mengurangi besar manfaat program, hanyalah merupakan perbaikan sementara yang hanya akan membuat program Jaminan Pensiun semakin kurang diminati peserta. Pada akhirnya program ini akan bangkrut dan menjadi kewajiban finansial yang besar bagi pemerintah dan perusahaan, serta menyebabkan hilangnya pendapatan hari tua pekerja. Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan skema jaminan pensiun yang diberikan: Ada hal-hal yang merisaukan mengenai jaminan pensiun BPJS, karena menganut manfaat pasti di mana dari apa yang disimulasikan Jamsostek menunjukkan satu pekerja yang masuk pensiun harus didukung 6 pekerja baru. Selain itu, beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah untuk membiayai program jaminan pensiun ini bakal menggerus kekuatan fiskal. Sebab, porsi pekerja formal di Indonesia masih di bawah pekerja 19 Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Rancangan Undang- Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, 2004, hlm.30. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo DPN APINDO

BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli Apindo training center

BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli Apindo training center 1 BPJS Ketenagakerjaan ( SJSN ) Tanggal 1 Juli 2015 Apindo training center Challenges atas JHT : a. Pengambilan JHT dari 5 th ke 10 th b. Pengambilan setelah 10 tahun max 10% dari JHT terhitung untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015

Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja. Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Hari Tua (JHT) & Jaminan Pensiun (JP) Pekerja Timoer Sutanto, DPN Apindo, Ketua Bidang Jaminan Sosial Jakarta, 24 April 2015 Jaminan Sosial Minimum Jaminan Sosial adalah perlindungan yang diberikan

Lebih terperinci

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua

Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Kuningan City, Jakarta, 22 Oktober 2015 Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Hari Tua Daftar isi Ketentuan program jaminan pensiun Harmonisasi program wajib dan sukarela Penyesuaian 2

Lebih terperinci

SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO

SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO SJSN Ketenagakerjaan Tanggal 1 Juli 2015 M. Aditya warman, MBA Director Business Development ATC DPN APINDO Astra 1 Jaminan sosial sebagai amanat Undang Undang, mengacu kepada : 1. UUD 45, Pasal 34 ayat

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH

EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH The 3rd Industrial Relations Convention 2015 Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015 Mulai tanggal 1 Juli 2015 mendatang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon

Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Kesejahteraan Hari Tua Tingkat Penghasilan Pensiun dan Pendanaan Pesangon Joko (bukan nama sebenarnya) baru saja merayakan hari ulang tahunnya yang ke 55 dan pensiun dari perusahaan tempat dia mengabdikan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk

Lebih terperinci

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan

Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian Aktuaria reformasi BPJS Ketenagakerjaan Kajian aktuaria ini dilakukan bedasarkan permintaan permintaan pemerintah sindonesia dalam merencanakan dan melaksanakan program pensiun baru di Indonesia

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia

Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia Program Jaminan Pensiun Di Masa Datang dan Implikasinya bagi Pasar Kerja di Indonesia Disampaikan Oleh : Drs. Wahyu Widodo, MM Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja DASAR IMPLEMENTASI JAMINAN

Lebih terperinci

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja

Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Program Jaminan Pensiun SJSN: Pandangan Pemberi Kerja Disampaikan oleh Hariyadi B Sukamdani Ketua DPN Apindo Bidang Pengupahan dan Jamsos 13 November 2013 ATURAN UMUM DESAIN PROGRAM PENSIUN: USIA PENSIUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN SEPULUH MASALAH REGULASI Oleh: A. A. Oka Mahendra Asih Eka Putri PENDAHULUAN Round table discussion yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tabungan dan Asuransi Pensiun Tabungan dan asuransi pensiun merupakan tabungan jangka panjang yang bertujuan untuk mendapatkan dana pensiun. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Senin, 29 Oktober 2007 RR. Dirjen PPTKDN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017 TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pensiun diibaratkan sebagai individu-individu yang melayani raja dan negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pensiun diibaratkan sebagai individu-individu yang melayani raja dan negara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pensiun Pensiun sejauh ini dianggap sebagai ungkapan rasa terima kasih. Para pensiun diibaratkan sebagai individu-individu yang melayani raja dan negara mereka sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/KMK.06/2003 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia kini tidak stabil dengan naik turunnya nilai dolar Amerika, harga bahan pangan, bahan bakar, angkutan, dsb. Tentu perusahaan harus

Lebih terperinci

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN

Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN 1 Problem dan Tantangan dalam Implementasi Skema Pensiun Publik Indonesia di masa datang yang berdasarkan pada UU No 40/2004 tentang SJSN H. Bambang Purwoko Anggota DJSN dan Guru Besar Fakultas Ekonomika

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.05/2017 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN DENGAN

Lebih terperinci

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN U M U M Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pensiun atau Tunjangan Hari Tua merupakan dambaan setiap karyawan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari siklus hidup manusia, yaitu siklus yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan Bab I Pendahuluan 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF tribunnews.com Rencana pemerintah untuk membeli obligasi i yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) ii seharga US$1 miliar ditentang Komisi XI DPR. Komisi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA UMUM

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA UMUM P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA UMUM Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun mengatur berbagai

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

PEMERINTAH SIAPKAN SISTEM PENSIUN PNS

PEMERINTAH SIAPKAN SISTEM PENSIUN PNS PEMERINTAH SIAPKAN SISTEM PENSIUN PNS www.detik.com Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Abubakar mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan pembentukan sistem

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makin menjamurnya perusahaan-perusahaan asuransi baik yang dikelola oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. makin menjamurnya perusahaan-perusahaan asuransi baik yang dikelola oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini asuransi telah berkembang dengan sangat pesat. Hal ini ditandai dengan makin menjamurnya perusahaan-perusahaan asuransi baik yang dikelola oleh pemerintah,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN

ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN I. PROFIL BELANJA PEGAWAI Belanja Pegawai termasuk belanja yang cukup besar dan terus meningkat, bila pada tahun 2006 hanya 73,2 triliun (17%), maka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional

White Paper. Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional White Paper Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian Sistem Jaminan Sosial Nasional Disusun oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia Dibantu oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya

Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya YTKI, 10 Juli 2008 infocenter@dayamandiri.co.id http://www.dayamandiri.co.id Sistem dan Beban Kesejahteraan Karyawan serta Pendanaannya Diskusi Interaktif: Strategi Mengendalikan Risiko Keuangan DAYAMANDIRI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER- 02 /BL/2007 TENTANG BENTUK DAN

Lebih terperinci

32/DP. Mengingat : 1. DANA PENSIUN

32/DP. Mengingat : 1. DANA PENSIUN Tambahan Berita - Negara R.I. Tanggal 28/7-2017 No. 60. Pengumuman dalam Berita - Negara R.I. sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. SALINAN KEPUTUSAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

-2- Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyel

-2- Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyel LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2015 KESEJAHTERAAN RAKYAT. Jaminan Sosial Kesehatan. Aset. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5752 Tahun 2015) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang transformasi PT Jamsostek (Persero) di Harian Pelita tentang transformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/POJK.05/2014 TENTANG PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Retirement Planning. Irni Rahmayani Johan, SP, MM. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB

Retirement Planning. Irni Rahmayani Johan, SP, MM. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB Retirement Planning Irni Rahmayani Johan, SP, MM Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB 1 Perencanaan Pensiun dalam perencanaan keuangan pribadi Dana Tujuan Keuangan Mempunyai

Lebih terperinci

UU 3/1992 Jamsostek UU 40/2004 SJSN. Kesehatan. UU 13/2003 Ketenagakerjaan PHK: Kerja

UU 3/1992 Jamsostek UU 40/2004 SJSN. Kesehatan. UU 13/2003 Ketenagakerjaan PHK: Kerja UU 3/1992 Jamsostek 1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 2. Jaminan Kecelakaan Kerja 3. Jaminan Kematian 4. Jaminan Hari Tua UU 13/2003 Ketenagakerjaan tentang Imbalan PHK: 1. Uang Pesangon 2. Uang Penghargaan

Lebih terperinci

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja

Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Implementasi Jaminan Pensiun untuk Seluruh Pekerja Mandat Undang Undang + Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2 Program dan Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Yang Terlupakan Dari Pembahasan Kepmennaker(trans) (?):

Yang Terlupakan Dari Pembahasan Kepmennaker(trans) (?): Yang Terlupakan Dari Pembahasan Kepmennaker(trans) (?): Masalah Pendanaan dan Double Dipping Oleh: Steven Tanner, Aktuaris, anggota Persatuan Aktuaris Indonesia Dimuat di Sinar Harapan, Edisi Kamis, 23

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk. SELAKU PENDIRI DANA PENSIUN SEMEN GRESIK. Nomor : 0033/Kpts/Dir/2014 TENTANG

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk. SELAKU PENDIRI DANA PENSIUN SEMEN GRESIK. Nomor : 0033/Kpts/Dir/2014 TENTANG SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk. SELAKU PENDIRI DANA PENSIUN SEMEN GRESIK Nomor : 0033/Kpts/Dir/2014 TENTANG PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN SEMEN GRESIK DIREKSI Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup adalah salah satu tujuan pembangunan. Namun dampaknya mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. hidup adalah salah satu tujuan pembangunan. Namun dampaknya mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dunia begitu cepat menua, itu adalah pernyataan yang menghentak pada artikel harian Kompas tanggal 9 November 2012. Meningkatnya usia harapan hidup adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (kondisi ekonomi, keadaan politik, dan bencana alam) dan faktor internal (kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. (kondisi ekonomi, keadaan politik, dan bencana alam) dan faktor internal (kinerja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan yang tidak memenuhi hutangnya atau juga kondisi dari awalnya perusahaan dapat beroperasi kemudian mengalami kegagalan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada tingkat pengangguran seperti yang dijelaskan oleh teori trade-off

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada tingkat pengangguran seperti yang dijelaskan oleh teori trade-off BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian sebuah negara selain pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Inflasi juga sebuah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci