BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA"

Transkripsi

1 39 BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA KTN sebagai kidung yang menggunakan metrum demung sawit memiliki dua jenis bait, yaitu kawitan dan pengawak (penawa dan pemawak). Kawitan adalah bagian awal yang berfungsi untuk memulai bab baru atau cerita yang baru. Kawitan ini memiliki dua bait dengan nada yang berbeda dengan pengawak. Pengawak yang terdiri atas pemawak dan penawa, dimana pemawak adalah nyanyian pendek dan penawa adalah nyanyian panjang yang digunakan untuk menyanyikan sebuah cerita sampai satu bab cerita habis (Sugriwa, 1977:11). Secara tradisional KTN menggunakan metrum demung sawit dengan pembagian kawitan dan pangawak seperti yang telah diuraikan di atas. Pembagian ini belum memberikan perbedaan-perbedaan yang tegas tentang tata cara menembangkan KTN dasar dan variasinya. Untuk itu, bab ini menjelaskan dan menguraikan fitur-fitur suprasegmental dasar KTN. Secara khusus, fitur-fitur suprasegmental berkaitan dengan sistem fonetis khususnya vokal tanpa mengesampingkan pengaruh konsonan di setiap suku kata yang membangun satu baris KTN. Setiap ujaran fitur yang diluncurkan pada setiap suku kata tidak selalu sama, tetapi ada kalanya fitur-fitur tersebut berbeda disesuaikan dengan lingkungan di sekitarnya. Fitur-fitur vokal yang mungkin terealisasi dalam setiap KTN dapat dijabarkan sebagai berikut. 39

2 40 Depan Tengah Belakang Tinggi i u Setengah tinggi Tengah Setengah rendah e ɪ ɛ ɜ ǝ Ʊ o ɔ Rendah æ a ɑ ɒ di bawah ini. Cara Artikulasi Tempat dan cara artikulasi konsonan (Pastika, 2005:29) antara lain, seperti Tempat Artikulasi Bilabial Alveolar Alveo palatal Velar p t k Glotal Tak bersuara Hambat Bersuara b d g Tak bersuara c afrikat Bersuara Frikatif ʤ Tak bersuara s h Nasal m n n ŋ Lateral l Getar r Semivokal J w Tabel 001 Fitur konsonan Setiap fitur-fitur yang diaktualisasikan tidak benar-benar sama antara satu dan lainnya. Ada fitur-fitur tambahan yang menyertai tiap-tiap fitur segmental

3 41 sehingga menghasilkan perpaduan yang harmonis khususnya dalam KTN. Adanya uraian tentang fitur segmental di atas, memberikan gambaran awal untuk meneliti fitur suprasegmental. Adapun fitur suprasegmental yang dianaisis pada bab ini, yaitu ritme, tekanan, intonasi, dan durasi. Keempatnya akan dijelaskan terpisah. 4.1 Ritme Ritme berhubungan dengan perulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam kidung, irama berupa pengulangan yang teratur dalam suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah kidung. Untuk mempermudah analisis, diberikan beberapa simbol pada tiap-tiap kriteria ritme. Adapun simbol yang digunakan, yaitu ( ) untuk suara lemahlembut, simbol (U) untuk suara berat dan keras, simbol (R) untuk suara rendah, suara menengah (M), dan simbol (T) untuk suara tinggi. Selain keras-lembut dan tinggi-rendah nada, diperhitungkan pula pemenggalan berapa silabel yang sebaiknya ditembangkan sebelum mengambil jeda untuk bernapas. Untuk itu, setiap pemenggalan diberikan tabel yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut ritme yang terdapat dalam KTN diuraikan satu persatu (Zoetmulder, 1985:121, Pradodo, 2005:40--43). Pertama, kawitan mempunyai dua bentuk, yaitu pendek dan panjang. Kawitan pendek tersusun atas silabel yang lebih sedikit dibandingkan dengan

4 42 kawitan panjang yang memiliki silabel lebih banyak. Untuk itu ritme yang dimiliki keduanya berbeda. Pertama bait kawitan pendek, yaitu sebagai berikut. Wuwusan bupati ring patali nagantun subaga wirya siniwi kajrihing sang para ratu salwaning jambuwarsa di prasamatur kembang tawon. Terjemahan: Diceritakan Sri Baginda di negara Patali masyhur keagungannya dijunjung ditakuti oleh para raja- terutama di daerah Jambuwarsa semuanya menghaturkan hasil bumi. Berdasarkan hasil speech analyzer, ritme kawitan pendek dapat dibuat berdasarkan kolom di bawah ini. Silabel wu wu san bu pa ti Tinggirendah T T T-R R M T Keraslembut U U Tabel 002 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris i Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel rɪŋ pa ta li nã gan tʊn M M T T T M-R R U U Tabel 003 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris ii Silabel su ba gǝ wir jǝ si nĩ wi M M-T T M T T-M M R U U U Tabel 004 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris iii

5 43 Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel ka ʤri hɪŋ saŋ pa rǝ ra tu M M T T M M M R U U U Tabel 005 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris iv Silabel sa l w a nɪŋ ʤam bu war sa di M M-T T M T T-M M R U U U U Tabel 006 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris v Silabel prǝ sa mǝ tʊr kǝm baŋ ta won M M T T-R R M M M-T U U Tabel 007 Ritme dasar kawitan pendek KTN baris vi Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa ritme kawitan pendek tidaklah terlalu sulit untuk ditembangkan. Ritme dasar kawitan pendek KTN tidak rumit karena hanya satu sampai tiga silabel yang mendapatkan perubahan suara dari tinggi ke rendah ataupun sebaliknya. Apabila dalam penembangan disertai simbol [T] dengan [U] maka diberikan sedikit variasi tanpa menurunkan nada. Demikian pula sebaliknya apabila [M] atau [R] disertai [U], maka sedikit variasi untuk menggetarkan silabel tersebut tanpa adanya penurunan atau nada naik. Di samping itu, pemenggalan silabel untuk mengambil jeda bervariasi, mulai dari enam silabel sampai dengan delapan silabel. Pemenggalan ini berfungsi untuk mengatur dan mengambil napas guna melanjutkan nada pada silabel selanjutnya. Pemenggalan yang terjadi biasanya merupakan satu kesatuan frasa.

6 44 Salah satu silabel, yaitu [pa] yang dinyanyikan dengan suara menengah dengan suara lembut. Silabel ini dapat dilihat pada gambar yang terekam dalam speech analyser di bawah ini: Gambar 006 Ritme dasar silabel [pa] kawitan pendek KTN baris i Contoh ritme lainnya pada silabel [tʊr]. Silabel ini memiliki perubahan tingkatan suara dari suara tinggi ke suara rendah. Oleh karena itu, silabel ini juga disertai dengan suara yang lebih berat. Suara berat muncul karena adanya perubahan tingkat suara dari suara tinggi ke suara rendah. Hal ini terekam dalam gambar di bawah ini. Gambar 007 Ritme dasar silabel [tʊt] kawitan pendek KTN baris vi

7 45 Kedua, kawitan panjang yang memiliki silabel lebih banyak tentunya disertai dengan ritme yang berbeda. Oleh karena itu, analisis yang dilakukan pun berbeda. Wetning raja wibawa mas manik penuh makinda ya ta ring bahu danda Sri Narendra Sri Singapati ujaring Mpu Bagawanta ri denira panca nana brateng kapanca sia aturyang darma nurageng buh. Terjemahan: Sebagai wujud kemegahan dan kebesaran, emas, intan berlian menghiasi tangan beliau. Oleh para bhagawanta beliau diberi gelar Sri Singapati karena beliau dapat menaklukan Pancadrya beliau dengan melaksanakn brata upacara Sia, seolah-olah bagaikan Sanghyang Dharma yang dihormati di dunia. Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel wet nɪŋ ra ʤǝ wi ba wǝ M M-T R R M M M U U U Tabel 008 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris i Silabel mãs mã nɪʔ pǝ nʊh M M T M M-R U U U Tabel 009 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris ii Silabel mã kɪn dǝ jǝ tǝ rɪŋ ba u dan dǝ M M M M T M M M T M-R U U U Tabel 010 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris iii

8 46 Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel sri nã ren drǝ sri si ŋǝ pa ti M M M T M M M M R U U U U Tabel 011 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris iv Silabel u ʤa rɪŋ mpu ba gǝ wan tǝ M M M-T T-M M-R M R R U U Tabel 012 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris v Silabel ri de nĩ rǝ pan cǝ nã nǝ M M M M M M M M U U U Tabel 013 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris vi Silabel bra taŋ kǝ pan cǝ s j ǝ M M-T T T-M M R U U U Tabel 014 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris vii Silabel a tur r j ang dar mǝ nu ra gɛŋ bʊh M T T T M M M M M-R U U U U U Tabel 015 Ritme dasar kawitan panjang KTN baris viii Data yang didapatkan di atas, dapat dinyatakan sebagai penuntun awal atau dasar untuk menembangkan KTN. Namun, ada beberapa hal yang berbeda

9 47 dari kawitan pendek. Pada kawitan pendek pemenggalan silabel hanya berkisar antara enam sampai dengan delapan silabel, sedangkan pada kawitan panjang silabel dipenggal mulai dari lima silabel sampai dengan sepuluh silabel. Perbedaan pemenggalan ini berdasarkan adanya jeda pada saat menembangkan kidung KTN. Kontur suara yang dimainkan di sini dimulai dengan suara tinggi (T) yang kemudian berakhir dengan suara rendah (R). Namun, di tengah-tengah penggalan baris terjadi improvisasi, suara baik dari suara menengah (M), naik ke suara tinggi (T), maupun dari suara tinggi (T) turun ke suara rendah (R), atau dari suara rendah (R) ke suara menengah (M) begitu juga sebaliknya. Ini masih merupakan nada dasar sehingga variasi-variasi yang terjadi tidak terlalu kompleks dan panjang, misalnya penembangan dari suara rendah ke suara menengah ataupun dari suara tinggi turun ke nada rendah. Salah satu contoh silabel yang dinyanyikan dengan suara menengah ke suara tinggi, yaitu silabel [rɪŋ]. Silabel ini adalah suara berat karena adanya perubahan tingkat suara dari suara rendah ke suara tinggi. Perubahan ini dapat terekam pada gambar di bawah ini. Gambar 008 Ritme dasar silabel [rɪŋ] kawitan panjang baris v

10 48 Selain itu, pada ritme kawitan panjang juga terdapat suara rendah dengan kontur lembut. Ritme ini terjadi pada silabel [tǝ] pada baris kelima. Data ini sesuai dengan yang terekam pada speech analyser, yaitu sebagai berikut. Gambar 009 Ritme dasar silabel [tǝ] kawitan panjang KTN baris v Setelah membahas ritme kawitan KTN, selanjutnya dibahas mengenai ritme pemawak dan penawa yang ada dalam KTN. Ritme dasar pemawak dan penawa secara sederhana dapat dijelaskan berdasarkan cara di atas. Salah satu bait pemawak yang dijadikan contoh, yaitu seperti berikut. Tuhwatut bhiseka nrepati Sri Keswaryadala dala kusuma patranglung Eswarya raja laksmi Sang Kula menuhi raja kwehing bala di warga mukya sira kriana patih Sang Niti Bandeswara patrarum. Terjemahan: Di tiap-tiap desa bersenang-senang, berpesta pora diiringi bunyi gamelan seperti semar pegulingan, suara rebab dan seruling serta kidung bersahut-sahutan, termasuk upacara widhiwidhana pawiwahan yang dilaksanakan oleh orang tua terhadap anaknya yang cantik. Adapun ritme yang terjadi pada bait pemawak dapat dijelaskan dengan kolom di bawah ini:

11 49 Silabel tu h w ǝ tʊt bi se ka nrǝ pa ti M M T M M M T T-M R U U Tabel 016 Ritme dasar pemawak KTN baris i Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel sri ke s w a r y ǝ da lǝ M M T T-M M R U U U U Tabel 017 Ritme dasar pemawak KTN baris ii Silabel da lǝ ku su mǝ pa trǝ ŋlʊŋ R R M M M T T M-R U U Tabel 018 Ritme dasar pemawak KTN baris iii Silabel e s w a r j ǝ ra ʤǝ lak smi T T M-R R M M M-R U U U U U Tabel 019 Ritme dasar pemawak KTN baris iv Silabel saŋ ku lǝ m n ɔ hi ra ʤǝ M M M M M-T T M-R U U U Tabel 020 Ritme dasar pemawak KTN baris v

12 50 Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel k w ɛh hɪŋ ba lǝ di war gǝ T T-R R R M M M-R U U U Tabel 021 Ritme dasar pemawak KTN baris vi Silabel mu k j a si rǝ kr j ǝ nǝ pa tih M M M M M T T T-M U U U Tabel 022 Ritme dasar pemawak KTN baris vii Silabel saŋ nĩ ti ban de s w a r j a pa trǝ rʊm T T T-M M M M M M-T T T-R U U U U U U U Tabel 023 Ritme dasar pemawak KTN baris viii Ritme pemawak di atas memberikan penjelasan bahwa suara ringan terjadi baik pada suara dengan nada rendah (R), menengah (M), maupun tinggi (T), tetapi bila terjadi suara dengan nada naik atau turun secara bersamaan pada suatu silabel maka terjadi pula suara berat dan berliku-liku. Hal ini disebabkan oleh adanya dorongan pada suara untuk menaikkan nada dan perlahan-lahan menurunkan nada. Kemampuan dasar pada pemawak KTN tidak terlalu sulit karena naik-turun suara hanya terjadi pada satu nada. Hampir setiap pemenggalan yang terjadi diakibatkan oleh adanya jeda antara satu frasa menuju frasa yang lainnya. Contoh silabel [tʊt] ditembangkan dengan suara tinggi dengan kontur lembut. Silabel ini mendapat ritme demikian karena pada silabel sebelumnya

13 51 dinyanyikan dengan suara menengah. Untuk menunjukkan adanya keindahan nada maka suara yang digunakan menjadi lebih tinggi pada silabel [tʊt] karena silabel ini mengakhiri kata {tuhwatut}. Silabel ini dapat terekam pada gambar di bawah ini. Gambar 010 Ritme dasar silabel [tʊt] pemawak KTN baris i Pada bait kedua terjadi suara berat pada empat silabel sekaligus. Keempatnya adalah silabel [sri], [ke], [s w a], dan [r j ǝ]. Selain silabel [r j ǝ], silabelsilabel tersebut hanya dinyanyikan dengan satu tingkat suara, tetapi disertai dengan suara berat. Hal ini dapat dilihat pada rekaman speech analyser di bawah ini.

14 52 Gambar 011 Ritme dasar pemawak KTN baris ii Ritme penawa KTN dibahas selanjutnya. Penawa yang berarti panjang, sudah tentu memiliki silabel yang lebih banyak dibandingkan dengan pemawak. Ritme yang dimiliki tidak sama dengan pemawak karena adanya pengaruh jumlah silabel serta pengaruh lainnya. Ritme penawa berdasarkan salah satu bait yang dijadikan contoh, dapat dijelaskan seperti di bawah ini. Pirang warsa Sri nrepati Swaryadala tustangering sana kalang diwa rahayu Sri Nara pati lagya gugulingan ring taman ring yasa ngurda angunggul yaya misreng tawang tinumpya ta kinukir kamala kinanda kanda langu hinupacareng santun. Terjemahan: Malamnya tiada diceritakan lagi, keesokan pada pagi harinya setelah baginda raja selesai mandi, beliau berganti pakaian dengan berbusana sutra putih dengan sabuk serba mewah dan asri buatan negeri seberang utara. Gigi beliau putih bersih karena sudah bersikat gigi, selanjutnya mengadakan pemujaan duduk pada balai danta (pewedan) yang agak tinggi, duduk dikelilingi air mancur yang menakjubkan. Berdasarkan bait penawa KTN yang dijadikan contoh, maka ritme penawa dapat diuraikan dengan menggunakan tabel-tabel di bawah ini.

15 53 Tinggi- Rendah Keras- Lembut Tinggi- Rendah Keras- Lembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel pi raŋ war sǝ sri nrǝ pa ti s w ar r j ǝ da lǝ T T T T T T T T M T M R U U U U U U U Tabel 024 Ritme dasar penawa KTN baris i Silabel tus tǝ ŋe rɪŋ sa nǝ M M T T T M U U U Tabel 025 Ritme dasar penawa KTN baris ii Silabel ka laŋ di wǝ ra ha yu M M M M M-T T T-M Tabel 026 Ritme dasar penawa KTN baris iii Silabel sri nã rǝ pa ti T T T-M M-T M-R U U Tabel 027 Ritme dasar penawa KTN baris iv Silabel la g j ǝ gu gu lɪŋ ŋãn rɪŋ ta mãn M M M M M M M-T T T-M U Tabel 028 Ritme dasar penawa KTN baris v

16 54 Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Tinggirendah Keraslembut Silabel rɪŋg ja sǝ ŋʊr dǝ a ŋʊŋ gʊl T M T-M R R M M M-R U U U U Tabel 029 Ritme dasar penawa KTN baris vi Silabel ja jǝ mɪs rɛŋ ta waŋ M M M M-T T M-R U U Tabel 030 Ritme dasar penawa KTN baris vii Silabel ti nʊm p j a tǝ ki nũ kɪr M M M M-R M R M-R U U Tabel 031 Ritme dasar penawa KTN baris viii Silabel kǝ ma lǝ ki nãn dǝ kan dǝ la ŋũ R M M M M M M M M T-M Tabel 032 Ritme dasar penawa KTN baris ix Silabel i nũ pa ca rɛŋ san tʊn R M M M M M M-R U U Tabel 033 Ritme dasar penawa KTN baris x Ritme-ritme yang ada dalam tiap-tiap baris memang tidak sama, tetapi tata cara pengambilan nada biasanya dimulai dengan nada datar, yaitu tidak langsung

17 55 menukik naik ke nada atas atau turun. Kebanyakan terjadi suara yang datar pada tiap-tiap silabel, yang dimainkan di sini adalah nada perlahan naik atau turun menuju silabel berikutnya. Meskipun demikian, tetap terjadi nada naik-turun secara bersamaan pada sebuah silabel. Bait penawa KTN, dipenggal menjadi sepuluh baris, tiap-tiap baris memiliki silabel. Pemenggalan ini berdasarkan adanya jeda pada saat menembangkan meskipun dalam ortografisnya tidak terdapat pemenggalan yang pasti karena ditulis secara lurus tidak disertai koma (,) untuk menandakan suatu baris. Salah satu contoh ritme pada silabel [waŋ] pada baris ketujuh dinyanyikan dengan suara menengah ke suara rendah. Suara ini memiliki kontur berat. Hal ini terjadi karena silabel ini merupakan silabel terakhir pada baris ini sehingga diperlukan penurunan tingkat suara untuk mengakhirinya. Selain itu, silabel ini merupakan silabel tertutup yang menginginkan adanya kontur suara berat. Hal tersebut diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Gambar 012 Ritme dasar {tawaŋ} penawa KTN baris vii

18 56 Selain terdapat perubahan suara pada silabel [waŋ], juga terdapat kontur ringan dengan suara tinggi pada silabel [ta]. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh dari silabel selanjutnya yang akan mengakhiri sebuah baris. Berdasarkan pemaparan di atas, ritme dasar KTN dapat di bagi menjadi empat bait. Keempat bait tersebut adalah kawitan pendek, kawitan panjang, pemawak, dan penawa. Tiap-tiap bait ini dapat digeneralisasi seperti bentuk di bawah ini. Pertama ritme kawitan pendek KTN: Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI T T T-R R M T U U M M T T T M-R R U U M M T T M M M R U U U M M-T T M T T-M M R U U U U M M T T-R R M M M-T U U M M T T-R R M M M-T U U Tabel 034 Ritme dasar kawitan bawak KTN

19 57 Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Baris VII Baris VIII Kedua, ritme dasar kawitan panjang KTN yaitu sebagai berikut. M M-T R R M M M U U U M M T M M-R U U U M M M M T M M M T M-R U U U M M M T M M M M R U U U U M M M-T T-M M-R M R R U U M M M M M M M M U U U M M-T T T-M M R U U U M T T T M M M M M-R U U U U U Tabel 035 Ritme dasar kawitan panjang KTN

20 58 Ketiga, ritme dasar pemawak KTN, yaitu sebagai berikut. M M T M M M T T-M R Baris I U U M M T T-M M R Baris II U U U U R R M M M T T M-R Baris III U U T T M-R R M M M-R Baris IV U U U U U M M M M M-T T M-R Baris V U U U T T-R R R M M M-R Baris VI U U U M M M M M T T T-M Baris VII U U U T T T-M M M M M M-T T T-R Baris VIII U U U U U U U Tabel 036 Ritme dasar pemawak KTN

21 59 Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Baris VII Baris VIII Baris IX Baris X Terakhir, ritme penawa dasar KTN, yaitu sebagai berikut. T T T T T T T T M T M R U U U U U U U M M T T T M U U U M M M M M-T T T-M T T T-M M-T M-R U U M M M M M M M-T T T-M U T M T-M R R M M M-R U U U U M M M M-T T M-R U U M M M M-R M R M-R U U R M M M M M M M M T-M R M M M M M M-R U U Tabel 037 Ritme dasar penawa KTN Berdasarkan tabel-tabel di atas, telah ditemukan empat bait ritme dasar KTN dan pembagian baris-baris yang terdapat dalam tiap-tiap bait. Setiap bait memiliki ritme dasar tersendiri karena perbedaan jumlah suku kata yang terdapat pada tiap-tiap bait. Perbedaan tinggi rendah suara yang jatuh pada silabel juga memengaruhi perbedaan ritme. Selain itu, juga terdapat suara berat dan ringan yang memerlukan teknik khusus untuk menembangkannya.

22 Tekanan Tekanan atau aksen pada konsep telah diuraikan dengan jelas dan berguna untuk memberikan penanda sederhana antara kata atau bagian kalimat dalam satu kesatuan kalimat. Penanda yang diberikan pada bagian kalimat atau kalimat secara menyeluruh berbeda dengan tekanan yang muncul pada kata tersendiri. Menurut Ladefoged (1993: 118), pada sebuah kalimat cenderung dihindari adanya tekanan yang terlalu dekat pada kata yang terdiri atas silabel, bahkan hanya terjadi satu tekanan pada bagian kalimat (frasa dan klausa) atau kalimat tersebut. Akan tetapi masih mungkin terjadi lebih dari satu tekanan pada tiap-tiap bagian kalimat yang tersusun dalam metrum KTN. Oleh karena itu, analisis tekanan pada KTN tidak berdasarkan analisis tekanan tiap-tiap kata, tetapi dianalisis dari frasa, klausa, dan kalimat. Berdasarkan hal tersebut, maka simbol yang digunakan adalah (+) untuk menandai silabel yang mendapatkan tekanan Tekanan Dasar Kawitan KTN Kawitan mempunyai dua bait, yaitu nyanyian pendek dan nyanyian panjang. Nyanyian pendek mengawali permulaan kidung yang dinyanyikan dalam KTN. Analisis tekanan ini sama seperti analisis ritme dalam KTN dengan memberikan simbol-simbol yang telah dijelaskan di atas. Penjelasan lebih lanjut diberikan di bawah ini. wuwʊsan bupati wu wʊ san bu pa ti Tekanan Tabel 038 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris i

23 61 rɪŋ patali nãgantʊn rɪŋ pa ta li nã ga tʊn Tekanan Tabel 039 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris ii subagǝ wirjǝ sinĩwi su ba gǝ wir jǝ si nĩ wi Tekanan Tabel 040 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris iii kaʤrɪhɪŋ saŋ parǝ ratu ka ʤrɪ hɪng saŋ pa rǝ ra tu Tekanan Tabel 041 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris iv sal w anɪŋ ʤambu warsadi sa l w a nɪŋ ʤam bu war sa di Tekanan Tabel 042 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris v prǝsamǝtʊr kǝmbaŋ tawɔn prǝ sa mǝ tʊr kǝm baŋ ta wɔn Tekanan Tabel 043 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris vi Tabel di atas merupakan contoh kawitan pendek pada KTN. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tekanan pertama muncul pada silabel [san] pada kata {wuwusan} juga terjadi tekanan untuk menyambung ke silabel berikutnya. Silabel ini memiliki rentang waktu 2,2605 dengan frekuensi 300 Hz. Silabel berikutnya bukanlah bagian dari kata {wuwusan} sehingga memerlukan tenaga untuk melanjutkan intonasi yang terjadi. Tekanan yang terjadi tidak sebesar pada silabel [wu]. Meskipun demikian tekanan ini berpengaruh untuk loncat ke silabel awal dari kata yang baru. Gambar terekam seperti di bawah ini.

24 62 Gambar 013 Tekanan dasar {wuwusan} kawitan pendek KTN baris i Tekanan yang muncul selanjutnya terjadi pada silabel [bu] dan [ti] pada kata {bupati}. Silabel [bu] memiliki durasi 0,6735 dengan puncak silabel berada pada 201 Hz, sedangkan silabel [ti] memilki durasi 1,9251 dengan puncak silabel 152 Hz. Ini terjadi karena adanya tekanan pada napas penembang untuk memindahkan silabel sebelumnya, yaitu [san] menuju silabel berikutnya [bu] yang memiliki daerah artikulasi yang berbeda. Selanjutnya pada silabel [ti] penekanannya disebabkan oleh adanya perpindahan nada dari nada tinggi pada silabel [pa] yang kemudian turun satu nada pada silabel [ti]. Untuk menyeimbangkan suara yang dikeluarkan maka diberikan tekanan agar tetap terkontrol dan dapat berpadu dengan nada yang sebelumnya. Hal itu terekam dalam gambar di bawah ini.

25 63 Gambar 014 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris i Tekanan yang muncul terjadi pada silabel [rɪŋ] yang merupakan satu kata, kemudian pada silabel [pa] dan [ta] pada kata {patali}. Kekuatan tekanan ini terletak pada silabel [ta] yang memiliki puncak silabel dengan frekuensi 300 Hz. Tekanan ini bermula pada silabel [rɪŋ] yang kemudian dilanjutkan ke silabel berikutnya. Penekanan ini diberikan untuk mendorong nada ke nada yang lebih tinggi. Setelah silabel [ta] terjadi penurunan nada perlahan-lahan sehingga tidak memerlukan tekanan sebesar tekanan untuk mendorong nada naik perlahan. Adapun gambaran yang dapat ditangkap seperti yang terekam dalam speech analyzer di bawah ini.

26 64 Gambar 015 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris ii Terlihat pada gambar di atas, perlahan-lahan nada dasar naik dari silabel [rɪŋ] yang kemudian turun pada silabel [li] secara perlahan. Meskipun demikian, kekuatan suara penembang memberikan fluktuasi nada. Fluktuasi yang terjadi tidak melampaui puncak tekanan pada silabel [ta] sehingga tekanan yang diberikan tidak lebih besar pada silabel berikutnya. Selanjutnya terjadi tekanan pada silabel [su] dan [gǝ] pada kata {subaga} dan [jə] pada kata {wirya}. Keadaan ini sama dengan tekanan yang terjadi sebelumnya, tetapi pada kasus ini puncak tekanan berada pada silabel [jə] yang merupakan akhir dari kata [wirjə]. Selanjutnya tekanan terjadi pada silabel [nĩ] pada kata {siniwi}. Tekanan ini muncul pada karena adanya permainan nada yang mengharuskan silabel tengah mendapatkan tekanan untuk mendorong silabel [wi] mengeluarkan suara lebih lepas guna mengakhiri pemenggalan ini. Tekanan ini juga memengaruhi kata selanjutnya, yaitu {kajrihing}. Tekanan terjadi pada

27 65 silabel [jrih] dan [hiŋ]. Silabel [jrih] memiliki frekuensi tertinggi 221 Hz dengan panjang silabel dan [hiŋ] memiliki frekuensi tertinggi 300 Hz dengan panjang silabel Tekanan selanjutnya diberikan pada silabel [rǝ] untuk menurunkan nada. Silabel [rǝ] memiliki frekuensi paling rendah, yaitu 189 Hz dengan durasi Pengaruh tekanan pada silabel [rǝ] juga terdapat pada silabel [ra], yaitu untuk membantu mendorong silabel [tu] mengakhiri pemenggalan ini dengan sempurna. Gambar 016 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris iii Pada penggalan baris selanjutnya tekanan yang besar diberikan kepada silabel [l w a] dan [nɪŋ] pada kata {salwaning}. Silabel [l w a] mendapat tekanan karena adanya ritme naik-turun yang menyebabkan perlunya silabel ini berhatihati untuk mengolah suara yang keluar. Penyebab yang hampir sama juga menyebabkan tekanan diberikan pada silabel [nɪŋ] untuk mengolah nada agar dapat dinaikkan kemudian turun. Silabel ini memiliki frekuensi puncak 300 Hz dengan durasi Selanjutnya masih dalam penggalan baris yang

28 66 sama terjadi pada silabel [bu] dan [war] pada kata {jambu warsadi}. Silabelsilabel ini diberikan tekanan karena pada silabel [bu] didorong untuk naik satu tingkat dari nada sebelumnya, sedangkan silabel [war] diberikan tekanan untuk melakukan variasi nada naik-turun secara bersamaan dalam sebuah silabel. Pada baris {prasamatur kembang tawon} silabel yang diberikan tekanan yang paling besar adalah silabel [tʊr] dan [won]. Silabel-silabel ini diberikan tekanan untuk memudahkan menurunkan nada pada silabel [tʊr] dan menaikkan nada pada silabel [won]. Silabel [tʊr] memiliki frekuensi terendah 189 Hz, sedangkan silabel [won] memiliki frekuensi tertinggi 300 Hz, seperti terdapat pada gambar di bawah ini. Gambar 017 Tekanan dasar kawitan pendek KTN baris vi Setelah membahas tekanan dasar pada kawitan pendek, sekarang dilanjutkan tekanan dasar pada kawitan panjang. Tekanan yang terjadi di tiap-tiap silabel dijelaskan di bawah ini.

29 67 wɛtnɪŋ raʤǝ wibawǝ wɛt nɪŋ ra ʤǝ wi ba wǝ Tekanan Tabel 044 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris i mãs mãnɪʔ pǝnʊh mãs mã nɪʔ pǝ nʊh Tekanan Tabel 045 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris ii mãkɪndǝ jǝ tǝ rɪŋ bahudandǝ mã kɪn dǝ jǝ tǝ rɪŋ ba u dan dǝ Tekanan Tabel 046 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris iii sri nãrɛndrǝ sri siŋǝpati sri nã rɛn drǝ sri si ŋǝ pa ti Tekanan Tabel 047 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris iv uʤarɪŋ mpu bagǝwantǝ u ʤa rɪŋ mpu ba gǝ wan tǝ Tekanan Tabel 048 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris v ri denĩrǝ pancǝ nãnǝ ri de nĩ rǝ pan cǝ nã nǝ Tekanan Tabel 049 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris vi bratɛŋ kǝpancǝ s j ǝ bra tɛŋ kǝ pan cǝ s j ǝ Tekanan Tabel 050 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris vii atur r J aŋ darmǝ nuragɛŋ bʊh a tur r j aŋ dar mǝ nu ra gɛŋ bʊh Tekanan Tabel 051 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris viii

30 68 Tekanan pada penggalan baris pertama diberikan pada silabel [wɛt] dan [nɪŋ]. Tekanan ini diberikan untuk memulai awal bait yang baru. Tekanan ini befungsi untuk menjaga kestabilan dalam menembangkan bait kawitan panjang KTN. Silabel [wɛt] memiliki frekuensi tertinggi 268 Hz dengan nada menengah datar, sedangkan [nɪŋ] memiliki frekuensi tertinggi 300 Hz dengan nada tinggi. Silabel kedua diberikan tekanan untuk mendorong nada naik dan kemudian perlahan-lahan turun. Untuk tekanan ini diperlihatkan pada speech analyser di bawah ini. Gambar 018 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris i Selain itu, silabel [ba] juga mendapat tekanan dalam penembangannya. Tekanan ini diberikan untuk memberikan pelepasan suara pada silabel [wa]. Karena tekanan ini, maka untuk mengakhiri sebuah baris pada pemenggalan ini menjadi lebih mudah.

31 69 Pada penggalan baris selanjutnya tekanan diberikan pada silabel [nɪʔ] dan [pǝ]. Silabel [nɪʔ] pada kata {manik} mendapat tekanan untuk menaikkan nada. Karena silabel [nɪʔ] merupakan silabel tertutup oleh fitur [ʔ], maka pada silabel [pǝ] pada kata {penuh} juga didesak dengan tekanan untuk melanjutkan nada yang telah ditembangkan. Silabel [nɪʔ] memiliki frekuensi 300 Hz durasi 1,0816 dengan nada naik, sedangkan silabel [pǝ] memiliki frekuensi 300 Hz durasi 0,4535. Gambar 019 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris ii Tiga silabel diberikan tekanan pada penggalan baris selanjutnya. Silabel yang mendapatkan tekanan adalah [dǝ], [jǝ], dan [tǝ]. Silabel [dǝ] pada kata {makinda}, sedangkan {ya} dan{ta} merupakan satu kata penghubung. Tekanan diberikan pada tiap-tiap silabel karena mulai dari silabel [dǝ] nada perlahan-lahan naik sampai pada silabel [tǝ] yang kemudian perlahan turun. Untuk melakukan

32 70 improvisasi tersebut maka diperlukan tenaga dan suara yang lebih besar dibandingkan dengan nada yang lainnya. Silabel [dǝ] memiliki frekuensi puncak sebesar 300 Hz yang kemudian turun pada silabel [jǝ] dengan frekuensi 63 Hz, sedangkan silabel [tǝ] dengan frekuensi puncak 300 Hz kembali menaikkan nada dari yang sebelumnya turun. Penggalan baris selanjutnya tiga silabel mendapat tekanan, yaitu silabel [na] dan [rɛn] pada kata {narendra} dan silabel [pa] pada kata {singapati}. Silabel [na] memiliki frekuensi terendah 224 Hz dengan puncak frekuensi mencapai 300 Hz, sedangkan silabel [rɛn] memiliki frekuensi 300 Hz. Berdasarkan frekuensi tersebut terjadi naik turun nada pada satu kata yang sama dengan dua silabel yang berbeda serta memerlukan tekanan yang stabil. Selanjutnya pada silabel [pa] tekanan terjadi dengan puncak frekuensi sebesar 266 Hz. Tekanan ini diberikan untuk memudahkan penggalan silabel terakhir dengan nada turun. Silabel [rɪŋ] pada kata {ujaring}, [mpu] dan [wan] pada kata {bagawanta} mendapatkan tekanan pada penggalan baris selanjutnya. Tekanan ini diberikan untuk menggetarkan suara pada silabel [rɪŋ] sehingga memerlukan tekanan dengan puncak frekuensi 300 Hz selama 1,4471. Pada silabel [mpu] diberikan tekanan untuk melakukan nada naik dan turun secara bersamaan. Silabel [mpu] memiliki frekuensi tertinggi 290 Hz dan yang terendah adalah 175 Hz dengan durasi 3,0265. Silabel [wan] mendapat tekanan sebesar 260

33 71 Hz untuk memberikan pelepasan suara yang maksimal pada silabel [tǝ] untuk mengakhiri baris ini. Silabel [nĩ] dan [cǝ] diberikan tekanan pada penggalan baris selanjutnya. Silabel [nĩ] terdapat dalam kata {denira}, sedangkan silabel [cǝ] terdapat pada kata {panca}. Silabel-silabel ini diberikan tekanan karena membutuhkan tenaga yang besar untuk melakukan improvisasi nada, yaitu dari nada naik ke nada turun dalam waktu yang singkat. Silabel [nĩ] mempunyai frekuensi 248 Hz Hz dengan durasi 1,3050, sedangkan silabel [cǝ] memiliki frekuensi 188 Hz 260 Hz dengan durasi 1,2530. Selanjutnya, yang diberikan tekanan adalah silabel [taŋ] pada kata {bratang} dan silabel [cǝ] pada kata {kepancasya]. Silabel ini diberikan tekanan karena silabel [taŋ] merupakan silabel tertutup sehingga memerlukan tekanan untuk mengakhiri sebuah kata dan langsung melanjutkan irama pada kata selanjutnya yang memiliki daerah artikulasi yang berbeda, yaitu silabel [pan]. Silabel ini memiliki frekuensi 190 Hz 290 Hz dengan durasi 2,1529. Silabel [cǝ] mendapat tekanan karena silabel ini berada setelah silabel tertutup sehingga terjadi pelepasan suara yang lebih besar. Frekuensi yang diberikan pada silabel ini berkisar 167 Hz 230 Hz dengan durasi 1,1590. Hal itu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

34 72 Gambar 020 Tekanan dasar kawitan panjang KTN baris vii Pada penggalan baris terakhir terjadi tekanan pada silabel [r j aŋ] pada kata {atur hyang} dan [dar] pada kata {darma}. Silabel ini diberikan tekanan karena terjadi suara-suara berat yang mengharuskan adanya nada naik pada silabel [r j aŋ] setelah silabel [tʊr], sedangkan pada silabel [dar] terjadi nada turun secara cepat dengan durasi waktu yang singkat. Silabel [r j aŋ] memiliki frekuensi dari 246 Hz menuju 300 Hz secara stabil dengan durasi 1, 5709, sedangkan silabel [dar] memiliki frekuensi dari 145 Hz sampai dengan 88 Hz dengan durasi 2,0134. Demikianlah tekanan-tekanan yang terjadi dalam kawitan KTN. Variasi tekanan ini terjadi berkaitan juga dengan adanya suara berat berliku-liku atau adanya silabel tertutup disertai perbedaan daerah artikulasi antarkonsonan.

35 Tekanan Dasar Pemawak Bait pemawak memiliki tekanan-tekanan yang bervariasi. Untuk bait yang dijadikan bahan analisis adalah bait pemawak yang dijadikan bahan analisis dalam ritme di atas. Penggalan-penggalan baris disertai tekanan yang terjadi dapat dijelaskan berdasarkan tabel di bawah ini: tuh w atʊt biseka nrǝpati tu h w ǝ tʊt bi se ka nrǝ pa ti Tekanan Tabel 052 Tekanan dasar pemawak KTN baris i sri kes w ar j ǝdalǝ sri ke s w a rǝ da lǝ Tekanan Tabel 053 Tekanan dasar pemawak KTN baris ii dalǝ kusumǝ patrǝ ŋlʊŋ da lǝ ku su mǝ pa trǝ ŋlʊŋ Tekanan Tabel 054 Tekanan dasar pemawak KTN baris iii es w r j ǝ raʤǝ laksmi e s w a r j ǝ ra ʤǝ lak smi Tekanan Tabel 055 Tekanan dasar pemawak KTN baris iv saŋ kulǝ m n ɔhi raʤǝ saŋ ku lǝ m n ɔ hi ra ʤǝ Tekanan Tabel 056 Tekanan dasar pemawak KTN baris v k wɛhɪŋ balǝ di wargǝ k w ɛh hɪŋ ba lǝ di war gǝ Tekanan Tabel 057 Tekanan dasar pemawak KTN baris vi

36 74 muk j ǝ sirǝ kr j ǝnǝ patɪh mu k j ǝ si rǝ kr j ǝ nǝ pa tɪh Tekanan Tabel 058 Tekanan dasar pemawak KTN baris vii saŋ nĩti bandes w ar j ǝ patrǝ rʊm saŋ nĩ ti ban de s w a r j ǝ pa trǝ rʊm Tekanan Tabel 059 Tekanan dasar pemawak KTN baris viii Penggalan baris pertama terjadi pada silabel [tʊt] pada kata {tuhatut} dan [pa] terdapat pada kata {nrepati}. Silabel [tʊt] mendapatkan tekanan karena merupakan silabel tertutup yang terletak pada akhir kata. Silabel ini juga mempertahankan nada tetap tinggi sehingga memerlukan tekanan yang lebih besar. Silabel [tʊt] memiliki frekuensi secara konstan 300 Hz 310 Hz dengan durasi 1,1554. Silabel [pa] mendapat tekanan karena terjadi nada naikturun secara bersamaan yang memerlukan frekuensi hingga 320 Hz dengan durasi 2,0947. Di bawah ini diberikan gambar silabel [tʊt] yang mendapatkan tekanan. Gambar 021 Tekanan dasar pemawak KTN baris i

37 75 Pada penggalan baris selanjutnya, tekanan diberikan pada silabel [ke] dan [r j ǝ] pada kara {keswarya} dan pada silabel [da] pada kata {dala}. Silabel [ke] mendapat tekanan karena adanya suara berat yang menyertai silabel ini sehingga memerlukan penekanan-penekanan untuk tidak menaikkan atau menurunkan suara. Di pihak lain, silabel [r j ǝ] diberikan tekanan karena terjadi penurunan nada dan terjadi luncuran bunyi [ j ]. Frekuensi yang terjadi berkisar antara 229 Hz 300 Hz dengan durasi 1,4206. Terjadinya nada naik yang cukup signifikan menyebabkan adanya tekanan pada silabel [da] dengan frekuensi dari 196 Hz menuju 300 Hz yang memerlukan durasi 1,2920. Gambar 022 Tekanan dasar pemawak KTN baris ii Silabel [pa] dengan frekuensi 175 Hz 234 Hz dan durasi 1,0628 terjadi karena adanya pengaruh dari kenaikan nada. Silabel sebelumnya ditembangkan dengan suara menengah, sedangkan silabel [pa] ditembangkan dengan suara tinggi. Untuk itu, silabel [pa] mendapatkan tekanan agar pelepasan suara pada silabel berikutnya dapat terjalin serasi. Selain silabel tersebut, terjadi pula tekanan pada silabel [ŋlʊŋ] pada kata {patranglung} yang merupakan

38 76 silabel terakhir dan terjadi variasi nada naik-turun dalam tempo yang singkat, yaitu 2,4765 dari frekuensi 320 Hz menuju 257 Hz. Silabel pertama pada penggalan baris berikutnya mendapatkan tekanan, yaitu pada silabel [e] pada kata {eswaryadala}. Silabel ini mendapatkan tekanan karena dimulai dengan nada tinggi sehingga untuk mempertahankan nada diperlukan tekanan dengan frekuensi 310 Hz dengan durasi 0,5723. Satu silabel pada kata {laksmi}, yaitu [lak] mendapatkan tekanan untuk memberikan peluang pada silabel [smi] melakukan improvisasi pada ritme yang terjadi, yaitu dari suara tinggi ke suara rendah. Silabel ini memiliki frekuensi Hz dengan durasi 0,8912. Kejadian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 023 Tekanan dasar pemawak KTN baris iv Nada rendah yang terjadi pada awal penggalan baris berikutnya menyebabkan tekanan yang diberikan cukup besar, khususnya pada silabel pertama, yaitu [saŋ] yang merupakan sebuah kata yang berjenis artikula. Frekuensi yang diberikan sebesar 198 Hz dengan durasi 0,9350. Silabel

39 77 [hi] pada akhir kata {menuhi} mendapatkan tekanan karena merupakan puncak nada pada kata tersebut dengan frekuensi 300 Hz dan durasi 1,8489. Tekanan juga diberikan pada silabel [ʤǝ] pada kata {raja} karena terjadi puncak nada dengan frekuensi 340 Hz dengan durasi 2,7428 yang menyebabkan pelepasan bunyi silabel memerlukan tenaga yang lebih besar. Hal tersebut terekam pada gambar di bawah ini. Gambar 024 Tekanan dasar pemawak KTN baris v Silabel [k w ɛh] mendapat tekanan karena adanya nada tinggi pada permulaan baris tersebut. [k w ɛh] memiliki frekuensi 277 Hz dengan durasi 0,5259. Silabel ini mendapat tekanan karena adanya pengaruh dari fitur-fitur yang melekat pada silabel ini. Selain itu, silabel ini ditekan untuk mendorong suara yang keluar pada silabel selanjutnya, yaitu pada silabel [hɪŋ]. Dua silabel mendapat tekanan pada penggalan baris selanjutnya, yaitu [k j ǝ] pada kata {mukya} dan silabel [kr j ǝ] pada kata {kriana}. Kedua silabel ini diberikan tekanan. Pertama, tekanan pada silabel [k j ǝ] untuk menstabilkan suara

40 78 yang dikeluarkan karena terjadi suara berat pada silabel ini, sedangkan silabel [kr j ǝ] dengan nada rendah yang harus mendorong silabel selanjutnya untuk menaikkan nada sehingga memerlukan tekanan yang lebih besar. Tiap-tiap silabel memiliki frekuensi tertinggi 207 Hz pada silabel [k j ǝ] dengan durasi 0,0745, sedangkan [kr j ǝ] mempunyai frekuensi terendah 196 Hz dengan durasi 0,4219. Pada penggalan baris terakhir terdapat tiga silabel yang mempunyai tekanan yaitu [ti] pada kata {niti} dan [rʊm] pada kata {patrarum}. Pada silabel [ti] terjadi nada naik dan turun dalam tempo yang relatif singkat, yaitu 2,2771 dengan puncak frekuensi 290 Hz. Karena silabel [pa] mendapat kenaikan nada yang berjenjang untuk kemudian diturunkan pada silael [trǝ], maka silabel [rʊm] mendapat kenaikan kemudian diturunkan untuk mengakhiri kidung juga disertai tekanan. Tiap-tiap silabel memiliki frekuensi 290 Hz pada silabel [ti] dengan durasi 2,2809, sedangkan silabel [rʊm] mendapat durasi 2,8167 dengan frekuensi 340 Hz menuju 168 Hz Tekanan Dasar Penawa Penggalan baris-baris penawa bervariasi. Variasi-variasi ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan. Keterkaitan tekanan yang muncul dengan variasi suara tinggi-rendah menjadi penting karena menjadi patokan dasar untuk melakukan improvisasi dengan pemanjangan-pemendekan suara pada nyanyian KTN.

41 79 Adapun penggalan bait yang dijadikan dasar analisis tekanan sama seperti bait pada ritme. Untuk penjelasan lebih mendetail dijabarkan di bawah ini. piraŋ warsǝ sri nrǝpati s w ar j ǝdalǝ pi raŋ war sǝ sri nrǝ pa ti s w ar r j ǝ da lǝ Tekanan Tabel 060 Tekanan dasar penawa KTN baris i tustǝ ŋǝ rɪŋ sanǝ tus tǝ ŋe rɪŋ sa nǝ Tekanan Tabel 061 Tekanan dasar penawa KTN baris ii kalaŋ diwǝ rahayu ka laŋ di wǝ ra ha yu Tekanan Tabel 062 Tekanan dasar penawa KTN baris iii sri nãrǝpati sri nã rǝ pa ti Tekanan Tabel 063 Tekanan dasar penawa KTN baris iv lag j ǝ gugulɪŋãn rɪŋ tamãn la g j ǝ gu gu lɪŋ ŋãn rɪŋ ta mãn Tekanan Tabel 064 Tekanan dasar penawa KTN baris v rɪŋ jasǝ ŋʊrdǝ aŋʊŋgʊl rɪŋg ja sǝ ŋʊr dǝ a ŋʊŋ gʊl Tekanan Tabel 065 Tekanan dasar penawa KTN baris vi jajǝ mɪsrɛŋ tawaŋ ja jǝ mɪs rɛŋ ta waŋ Tekanan Tabel 066 Tekanan dasar penawa KTN baris vii

42 80 ti nʊm p j a tǝ kinũ kɪr ti nʊm p j a tǝ ki nũ kɪr Tekanan Tabel 067 Tekanan dasar penawa KTN baris vii kǝmalǝ kinãndǝ kandǝ laŋũ kǝ ma lǝ ki nãn dǝ kan dǝ la ŋũ Tekanan Tabel 068 Tekanan dasar penawa KTN baris ix inũpacarɛŋ santʊn i nũ pa ca rɛŋ san tʊn Tekanan Tabel 069 Tekanan dasar penawa KTN baris x Berdasarkan tabel-tabel di atas diketahui bahwa tekanan-tekanan yang diberikan cukup bervariasi. Pada penggalan baris pertama tekanan terjadi pada silabel [pi] pada kata {pirang}, silabel [nrǝ] dan [ti] pada kata {nrepati}, dan pada silabel [r j ǝ] dan [da] pada kata {eswaryadala}. Silabel [pi] mendapat tekanan untuk memulai sebuah nada yang baru pada penawa demung sawit KTN yang mengharuskan adanya nada tinggi serta menstabilkan suara pada silabel selanjutnya. Silabel [pi] memiliki frekuensi tertinggi 290 Hz dengan durasi 0,3991. Pada silabel [nrǝ] dan [ti] terjadi tekanan karena adanya suara tinggi yang kemudian pada silabel [nrǝ] durasi yang diperlukan sangat singkat, yaitu 0,3292. Di samping itu juga untuk mendorong tekanan pada silabel [ti]. Pada silabel [ti] harus diolah nada naik-turun secara bersamaan dengan durasi 1,7435. Untuk itu silabel [nrǝ] memerlukan frekuensi tertinggi 350 Hz

43 81 dan silabel [ti] memerlukan frekuensi 330 Hz. Selanjutnya, silabel [r j ǝ] dan [da] mendapat tekanan karena berbeda penyebab. Silabel [r j ǝ] mendapat tekanan karena adanya perubahan nada dari nada tinggi ke nada rendah secara bersamaan dalam silabel tersebut sehingga memerlukan frekuensi dari 300 Hz turun menjadi 218 Hz dengan durasi 1,2437. Di pihak lain silabel [da] mendapat tekanan karena harus menaikkan nada dari nada rendah sebelumnya. Oleh karena itu, silabel [da] memerlukan frekuensi 193 Hz naik menjadi 310 Hz. Gambar 025 Tekanan dasar penawa KTN baris i Pada penggalan baris kedua silabel yang mendapatkan tekanan adalah [tǝ] pada kata {tusta}, silabel [rɪŋ], dan silabel [sa] pada kata {sana}. Ketiga silabel ini mendapatkan tekanan karena adanya variasi nada. Silabel [tǝ] mengalami kenaikan nada dari nada sedang ke nada tinggi. Untuk itu diperlukan frekuensi dari 197 Hz naik menjadi 300 Hz dengan durasi 0,8256. Pada silabel [rɪŋ] terjadi sebaliknya, yaitu nada diturunkan dari nada tinggi yang memerlukan frekuensi 300 Hz menjadi 223 Hz dengan durasi 1,2056. Tekanan pada

44 82 silabel [sa] terjadi karena pengaruh dari silabel [nǝ]. Silabel [sa] ditekan untuk melanjutkan tembang dari suara tinggi lalu turun ke suara menengah pada silabel [nǝ]. Gambar 026 Tekanan dasar penawa KTN baris ii Dua silabel mendapatkan tekanan pada penggalan baris selanjutnya, yaitu [ra] dan [ha]. Kedua penggalan tersebut terdapat pada kata yang sama yaitu {rahayu}. Kedua silabel ini mendapat tekanan besar karena adanya permainan nada pada silabel [ra] dan [ha], sedangkan pada silabel-silabel sebelumnya hanya irama-irama datar yang ditembangkan. Untuk itu, penekanan ini digunakan untuk menaikkan nada pada silabel [ra] dan mencapai puncaknya pada silabel [ha]. Pada silabel [ha] yang diberikan tekanan ini kemudian berfungsi untuk mendorong silabel [ju] untuk mengakhiri baris ini dengan indah dengan nada yang seimbang, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

45 83 Gambar 027 Tekanan dasar penawa KTN baris iii Kedua silabel ini memiliki frekuensi yang berbeda. Silabel [ra] memiliki frekuensi 173 Hz naik menjadi 310 Hz dengan durasi 1,3258, sedangkan silabel [ha] memiliki frekuensi stabil 290 Hz dengan durasi 0,3049. Hanya silabel [pa] pada baris iv yang mendapatkan tekanan. Suara yang dihasilkan digunakan untuk mendorong nada naik-turun pada silabel [ti] yang mengakhiri baris ini. Silabel [pa] memiliki frekuensi dari 189 Hz naik menjadi 300 Hz dengan durasi 0,6813. Tiga silabel mendapatkan tekanan pada penggalan baris selanjutnya. Ketiga silabel tersebut, yaitu [la] pada kata {lagia}, [rɪŋ], dan [ta] pada kata {taman}. Silabel [la] mendapat tekanan karena merupakan nada awal untuk memulai baris ini dan untuk menjaga suara agar tetap pada nada sedang saat silabel [la] ditembangkan. Tekanan pada silabel [la] berfungsi juga untuk mendorong suara agar tetap berada pada jalur nada sedang pada lima silabel berikutnya sampai pada silabel [rɪŋ] yang mendapatkan tekanan kembali.

46 84 Tekanan pada silabel [rɪŋ] disebabkan untuk mendorong suara agar mempunyai kekuatan untuk menaikkan nada. Pengaruh tekanan ini juga dirasakan pada silabel [ta] yang masih mendapatkan tekanan untuk menjaga kestabilan suara agar dapat melakukan improviasi nada naik-turun serta mengakhiri sebuah baris pada silabel [mãn]. Gambar 028 Tekanan dasar penawa KTN baris v Pada penggalan baris selanjutnya hanya terdapat dua silabel yang mendapat tekanan, yaitu [rɪŋ] dan [a] pada kata {angunggul}. Sama seperti penjelasan sebelumnya, yaitu silabel [rɪŋ] merupakan permulaan yang harus memberikan suara stabil kepada empat silabel selanjutnya maka diberikan tekanan yang lebih besar. Tekanan ini juga berfungsi untuk menjaga kestabilan suara penembang untuk bisa mempertahankan nada yang sama pada keempat silabel berikutnya. Setelah itu, terjadi jeda sejenak, yaitu antara silabel [dǝ] dan [a]. Akibat adanya jeda tersebut, tekanan kembali terjadi pada silabel [a] untuk mendorong suara karena terjadi silabel tertutup setelahnya. Perbedaan

47 85 penyebab tersebut juga bedampak pada frekuensi yang dimiliki, yaitu silabel [rɪŋ] memiliki frekuensi di antara 256 Hz-300 Hz dengan durasi 1,1703, sedangkan silabel [a] memiliki rentang frekuensi dari 184 Hz Hz dengan durasi 0,5444. Silabel [ja] pada kata {yaya}, [rɛŋ] pada kata {misreng}, dan [waŋ] pada kata {tawang} mendapatkan tekanan disebabkan oleh adanya perubahan irama. Pada silabel [ja] yang merupakan permulaan suara sengaja diberikan tekanan untuk memberikan kesamaan irama pada dua silabel berikutnya yang perlahan irama naik pada silabel [rɛŋ]. Puncak naiknya nada menyebabkan adanya jeda 0,0880 sehingga tekanan juga terjadi pada silabel [ta] yang berfungsi untuk mendorong kembali irama yang sebelumnya sempat terhenti. Ketiga silabel ini memiliki perbedaan frekuensi karena tekanan yang diberikan juga dengan alasan yang berbeda. Tekanan pada silabel [ja] memiliki frekuensi puncak 213 Hz yang berada paling awal dengan durasi 0,4735, silabel [rɛŋ] memiliki frekuensi dari 196 Hz 310 Hz dengan durasi 1,2996, dan silabel [ta] memiliki frekuensi dari 300 Hz menjadi 256 Hz dengan durasi 0,3222. Gambar silabel [waŋ] yang mendapatkan tekanan adalah sebagai berikut.

48 86 Gambar 029 Tekanan dasar penawa KTN baris vii Dua silabel, yaitu [p j a] pada kata {tinumpya} dan [ta] mendapat tekanan pada penggalan baris selanjutnya. Tekanan pada silabel [p j a] terjadi karena pada silabel sebelumnya, yaitu [nʊm] merupakan silabel tertutup dan terjadi jeda 0,0615 disertai perubahan nada dari nada tinggi menjadi lebih tinggi pada silabel [p j a] yang kemudian turun perlahan pada silabel yang sama. Silabel [p j a] memiliki frekuensi 370 Hz turun menjadi 247 Hz dengan durasi 0,2502. Berbeda halnya dengan silabel [ta] yang diberikan tekanan karena adanya naik-turun nada secara bersamaan. Silabel [ta] memiliki frekuensi awal 271 Hz naik menjadi 300 Hz yang kemudian turun menjadi 183 Hz dengan durasi 1,7123. Dua silabel yang mendapat tekanan pada penggalan baris selanjutnya adalah silabel [kǝ] pada kata {kamala} dan silabel [ŋũ] pada kata {langu} yang merupakan silabel terakhir pada beris tersebut. Silabel [kǝ] mendapat tekanan di awal karena adanya pengaruh dari silabel-silabel selanjutnya dengan suara menengah. Untuk itu diperlukan adanya penekanan di awal guna melancarkan

49 87 penembangan pada silabel-silabel berikutnya. Silabel [ŋũ] terjadi karena hanya silabel ini yang mendapatkan improviasi, sedangkan silabel yang lain iramanya sama. Silabel ini memerlukan frekuensi puncak 269 Hz dengan durasi 2,0067. Pada penggalan baris terakhir hanya ada dua silabel yang mendapatkan tekanan. Silabel tersebut, yaitu silabel [nũ] pada kata {inupacareng} dan [tʊn] pada kata {santun}. Tekanan muncul akibat adanya vokal tinggi yang ditembangkan dengan nada rendah [i] di depan silabel [nũ] sehingga silabel [nũ] ditembangkan dengan suara yang lebih berat disertai nada rendah yang menghasilkan tekanan yang lebih berat juga. Sebaliknya, untuk mengakhiri bait penawa KTN maka silabel terakhir, yaitu [tʊn] mendapat tekanan untuk mengakhiri dengan menurunkan irama kidung. Gambar 030 Tekanan dasar penawa KTN baris x Berdasarkan hasil pemaparan pada tiap-tiap subbab mengenai tekanan yang terjadi dalam KTN dapat diuraikan secara ringkas bagaimana tekanan

50 88 tersebut terjadi. Tiap-tiap bait KTN yang telah dijelaskan pada subbab ritme KTN. KTN terdiri atas empat bait. Pertama tekanan pada kawitan pendek dapat diberikan gambaran umum, yaitu sebagai berikut. Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Tabel 70 Tekanan dasar kawitan pendek KTN Kedua, bait kawitan panjang memiliki aturan tekanan sebagai berikut. Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Baris VII Baris VIII Tabel 71 Tekanan dasar kawitan pendek KTN

51 89 Ketiga, bait pemawak juga memiliki aturan tersendiri mengenai tekanan-tekanan yang jatuh pada silabel. Aturan tekanan tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk tabel di bawah ini: Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Baris VII Baris VIII Tabel 072 Tekanan dasar pemawak KTN

52 90 Terakhir, bait penawa memiliki aturan tekanan tersendiri pula. Aturannya, yaitu sebagai berikut. Baris I Baris II Baris III Baris IV Baris V Baris VI Baris VII Baris VIII Baris IX Baris X Tabel 073 Tekanan dasar penawa KTN Demikianlah aturan tekanan yang dapat ditemukan dalam tiap-tiap bait KTN. Perbedaan tekanan terjadi karena adanya pengaruh ritme. Selain itu, juga untuk memberikan perbedaan antara tembang yang satu dan tembang bait yang lainnya. 4.3 Intonasi Telah dijelaskan pada konsep bahwa intonasi tuturan biasa dan nyanyian berbeda karena adanya nada yang dimiliki oleh tiap-tiap silabel pada nyanyian tersebut. Karena KTN adalah nyanyian, maka dasar analisis intonasi terdapat pada

53 91 nada. Intonasi KTN lebih mengkhususkan naik-turunnya nada pada sebuah silabel (Ladefoged, 1993: 113). Tiap-tiap silabel memiliki intonasi yang berbeda. Perbedaan ini merupakan harmonisasi dari nyanyian KTN itu sendiri yang memberikan keindahan tersendiri pada tiap-tiap bait. Intonasi dianalisis dengan dua cara, pertama dianalisis dengan memberikan intonasi langsung pada penggalan baris tiap-tiap bait KTN. Kedua intonasi dipecah berdasarkan silabel. Untuk itu, diperlukan beberapa simbol dalam analisisnya. Simbol-simbol yang digunakan, antara lain simbol ( ) untuk intonasi datar, simbol (/) untuk intonasi naik, simbol (\) untuk intonasi turun. Tiap-tiap analisis dipenggal seperti di atas menggunakan tabel dan berdasarkan adanya jeda dimana satu frasa ditembangkan. Pertama, intonasi yang dijabarkan adalah kawitan pendek. Sampel bait yang digunakan sama seperti di atas. wu wʊ san bu pa ti wu wʊ san bu pa ti Intonasi \ Tabel 074 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris i rɪŋ pa ta li nã gan tʊn rɪŋ pa ta li nã ga tʊn Intonasi _/ \ \ Tabel 075 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris ii

54 92 su ba gǝ wir jǝ si nĩ wi su ba gǝ wir jǝ si nĩ wi Intonasi _/ _/\_ Tabel 076 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris iii ka ʤrɪ hɪŋ saŋ pa rǝ ra tu ka ʤrɪ hɪng saŋ pa rǝ ra tu Intonasi \ Tabel 078 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris iv sa l w a nɪŋ ʤam bu war sa di sa l w a nɪŋ ʤam bu war sa di Intonasi _/ \ _/ Tabel 079 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris v prǝ sa mǝ tʊr kǝm baŋ ta wɔn prǝ sa mǝ tʊr kǝm baŋ ta wɔn Intonasi _/ /\ _/ Tabel 080 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris vi Intonasi pada kawitan pendek KTN tidak terlalu rumit karena hanya dua sampai dengan empat silabel yang mendapatkan intonasi yang rumit. Macammacam intonasi yang muncul bervariasi. Kebanyakan dengan intonasi datar yang dilambangkan dengan ( ). Intonasi ini memegang peranan penting untuk menentukan nada, ada beberapa intonasi datar yang muncul dengan suara rendah, ada pula dengan suara tinggi. Untuk memastikan hal tersebut apakah menggunakan suara rendah, sedang, atau tinggi sebaiknya kembali melihat ritme

55 93 kawitan pendek. Untuk simbol ( \) menunjukkan adanya nada dengan intonasi datar yang kemudian turun secara langsung pada kawitan pendek ini. Intonasi ini muncul secara acak, baik pada silabel terbuka maupun silabel tertutup. Ada pula intonasi lain yang muncul pada kawitan ini, yaitu ( / ) yang berarti terdapat intonasi naik pada silabel ini dari nada silabel sebelumnya atau sebaliknya ( \ ) terdapat intonasi turun secara langsung pada silabel tersebut dari nada pada silabel sebelumnya. Di pihak lain, muncul juga intonasi dengan ( _/\_ ) yang berarti adanya intonasi datar pada silabel tersebut yang kemudian perlahan naik, sesudah mencapai puncaknya intonasi pada silabel tersebut turun perlahan kemudian intonasi kembali datar. Intonasi lain yang muncul adalah ( _/ ) dimana silabel yang mendapatkan simbol ini terjadi intonasi datar terlebih dahulu beberapa saat barulah terjadi intonasi naik. Satu contoh gambar yang merekam intonasi pada baris kedua, yaitu sebagai berikut. Gambar 031 Intonasi dasar kawitan pendek KTN baris ii Pada gambar di atas, pada silabel [pa] terjadi intonasi datar. Pada silabel [tá] terjadi intonasi datar kemudian naik perlahan. Intonasi turun terjadi pada

BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA 135 BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Variasi selalu dikaitkan dengan kebebasan oleh penembang dalam berekspresi dan melakukan improvisasi. Tidak selalu demikian

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA 176 BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Setiap nyanyian (termasuk kidung) memiliki unsur estetis yang mengindahkan setiap aturan. Aturan pokok

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 190 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka membangkitkan semangat kebersamaan persatuan dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, dan dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) lokasi dan subjek,

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi MARS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

Deskripsi karya Komposisi MARS WIJAYA KUSUMA SURABAYA Deskripsi karya Komposisi MARS WIJAYA KUSUMA SURABAYA Karya : Heni Kusumawati /heni_kusumawati@uny.ac.id NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Lagu Mars Wijaya Kusuma dibuat karena pada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan

Lebih terperinci

DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NON AKADEMIK UKSW

DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NON AKADEMIK UKSW Lampiran 1 : Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Non Akademik - UKSW DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NON AKADEMIK UKSW Waktu Penilaian : YANG DINILAI a. Nama b. NIP c. Pangkat,

Lebih terperinci

PDF created with FinePrint pdffactory trial version YUK BELAJAR NIHONGO

PDF created with FinePrint pdffactory trial version  YUK BELAJAR NIHONGO 1 YUK BELAJAR NIHONGO PENGANTAR Saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan Jepang? Atau barangkali sedang kuliah jurusan Bahasa Jepang, atau suatu saat anda ingin pergi ke Jepang baik untuk belajar atau

Lebih terperinci

FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI. Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati ( ) 1/A

FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI. Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati ( ) 1/A FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati (1512011041) Anak Agung Ngurah Bagus Janitra Dewanta (1512011034) 1/A JURUSAN

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi jingle GARDENA DEPT. STORE & SUPERMARKET

Deskripsi karya Komposisi jingle GARDENA DEPT. STORE & SUPERMARKET Deskripsi karya Komposisi jingle GARDENA DEPT. STORE & SUPERMARKET Karya : Heni Kusumawati (heni_kusumawati@uny.ac.id) NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Latar belakang penciptaan jingle

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (intervensi) yang

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi MARS VISI

Deskripsi karya Komposisi MARS VISI Deskripsi karya Komposisi MARS VISI 75-100 Karya : Heni Kusumawati /heni_kusumawati@uny.ac.id NIP : 19671126 199203 2 001 A. Latar Belakang Penciptaan Salah satu kegiatan sebagai langkah awal dari pencanangan

Lebih terperinci

d. Siswa menunjukan 20 suku kata [(bu-ku), (ca-be), (da-du), (gu-la), (ja-ri),

d. Siswa menunjukan 20 suku kata [(bu-ku), (ca-be), (da-du), (gu-la), (ja-ri), 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian subjek tunggal ini dikenal Treatment

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Informan dan Lokasi Dalam penelitian ini, pengambilan struktur melodik dan struktur temporal bahasa Indonesia yang digunakan oleh penutur asli bahasa Korea dan penutur asli

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat Tanggal Lahir:Bandung, 21 April : III (Tiga) SDLB Purnama Asih Bandung

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat Tanggal Lahir:Bandung, 21 April : III (Tiga) SDLB Purnama Asih Bandung BAB III METODE PENELITIAN A. SUBJEK DAN LOKASI PENELITIAN 1. Subjek Penelitian Subjek yang diteliti merupakan subjek tunggal, sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian subjek tunggal.

Lebih terperinci

BAB III AKSARA SUNDA

BAB III AKSARA SUNDA BAB III AKSARA SUNDA 3.1. Perihal Aksara Sunda Aksara Sunda atau yang disebut huruf Kaganga bukan milik sendiri maksudnya adalah aksara Sunda merupakan aksara hasil modifikasi dari aksara aksara daerah

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

JOURNAL OF RESIDU Issn Online : Print : X

JOURNAL OF RESIDU Issn Online : Print : X VOL, ISSUE 2 January 28 JOURNAL OF RESIDU Issn Online : 298-83 Print : 298-84X Penerapan Graf Berbobot Untuk Memperoleh Lintasan (Path) Dalam Sebuah Nada Lagu Reni Wijaya E-mail : Refnywidia@gmail.com

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang

Lebih terperinci

(Penggalan frase 1, frase 2 dan frase 3 pada bagian A)

(Penggalan frase 1, frase 2 dan frase 3 pada bagian A) DESKRIPSI CIPTA LAGU AKU SIAP LOMBA VOKAL TUNGGAL TINGKAT SD SE-DIY DALAM RANGKA KEGIATAN WISATA KAMPUS Oleh : F. Xaveria Diah K. NIP : 19791222 200501 2 003 A. Pendahuluan Lagu ini dibuat dalam rangka

Lebih terperinci

MEMBENTUK SUARA UNTUK MENYANYIKAN MAZMUR

MEMBENTUK SUARA UNTUK MENYANYIKAN MAZMUR MEMBENTUK SUARA UNTUK MENYANYIKAN MAZMUR Pelatihan vokal Program PPM Oleh : M.G. Widyastuti Mazmur merupakan puisi doa yang dinyanyikan, oleh karena itu mazmur dinyanyikan dengan gaya recitative, yaitu

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi jingle GRIYA BUSANA MUSLIM ANNISA

Deskripsi karya Komposisi jingle GRIYA BUSANA MUSLIM ANNISA Deskripsi karya Komposisi jingle GRIYA BUSANA MUSLIM ANNISA Karya : Heni Kusumawati (heni_kusumawati@uny.ac.id) NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Latar belakang penciptaan jingle GRIYA

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 0 BAB METODOLOGI PENELITIAN. Ancangan Penelitian Ancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek). Ancangan IPO (dalam t Hart et. al. 0:, periksa Rahyono,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Metode Penelitian Penelitian ini berupaya untuk menjabarkan suatu fenomena yang terjadi akibat perbedaan bunyi antara dua bahasa, yaitu perbedaan antara ada bunyi

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi MARS PT KERETA API INDONESIA (KAI)

Deskripsi karya Komposisi MARS PT KERETA API INDONESIA (KAI) Deskripsi karya Kmpsisi MARS PT KRTA API INDONSIA (KAI) Karya : Heni Kusumawati (heni_kusumawati@uny.ac.id) NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Memperingati hari ulang tahun ke-66 PT

Lebih terperinci

A a B b C c D d E e F f G g H h I i J j K k L l M m N n O o P p Q q R r S s T t U u V v W w X x Y y Z z. A I U E O a i u e o

A a B b C c D d E e F f G g H h I i J j K k L l M m N n O o P p Q q R r S s T t U u V v W w X x Y y Z z. A I U E O a i u e o A a B b C c D d E e F f G g H h I i J j K k L l M m N n O o P p Q q R r S s T t U u V v W w X x Y y Z z A I U E O a i u e o 1 Rumput Ketak Ke tak Tum buh nya di hu tan Ke tak Da un nya se per ti da un

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia (Pertemuan

Bahasa Indonesia (Pertemuan Bahasa Indonesia (Pertemuan 2) TKJ Trunojoyo Semester 3 Menyimak untuk Memahami Lafal, Tekanan, Intonasi dan Jeda pada Bahasa Tutur Definisi Menyimak menggunakan indra pendengaran, namun bukan berarti

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA)

INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA) INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA) KODE BUKU KOMPONEN A. FUNGSI MENUNJANG PEMBELAJAR AN 1. Menunjang pencapaian kompetensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi MARS UNDIKSHA

Deskripsi karya Komposisi MARS UNDIKSHA Deskripsi karya Komposisi MARS UNDIKSHA Karya : Heni Kusumawati (heni_kusumawati@uny.ac.id) NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) merupakan institusi

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG AKSARA KA GA NGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG AKSARA KA GA NGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG AKSARA KA GA NGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG, Menimbang : a. bahwa Budaya masyarakat Adat Rejang merupakan kekayaan material

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip tiani.riris@gmail.com Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dapat diketahui struktur fonologi, morfologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena

BAB I PENDAHULUAN. tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kidung adalah karya cipta rasa karsa manusia yang menggunakan sistem tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena sastra menggunakan

Lebih terperinci

136 Kerajaan yang Telah Berdiri Datanglah!

136 Kerajaan yang Telah Berdiri Datanglah! 136 Kerajaan yang Telah Berdiri Datanglah! (Penyingkapan 11:15; 12:10) Capo fret 2 G C G A D A Ye - hu - wa, Kau s la - lu a - da Hing - I - blis se - ge - ra bi - na - sa; Di - Ma - lai - kat di sur -

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran IPA. Menurut guru kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran IPA. Menurut guru kelas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal Penelitian Sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan langsung saat pembelajaran IPA dan kegiatan wawancara dengan guru

Lebih terperinci

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo Unsur- Unsur Musik Unsur Musik Bunyi Irama Notasi Melodi Harmoni Tonalitas Tekstur Gaya musik Pitch Dinamika Timbre Beat Birama Tempo Musik adalah bagian dari bunyi, namun bunyi dalam musik berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

www.catatanbund4.wordpress.com i Petunjuk Mengajar Petunjuk mengajar ini sangat penting untuk diperhatikan, karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. 1. Dilarang keras mengeja.

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM : ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM : 201202011 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 Abstrak Tridatu

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau

BAB I PENDAHULUAN. jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dharma gita atau seni suara adalah suatu pernyataan atau gambaran dari jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau dicetak maupun yang

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi 1. Puisi baru yang berisi tentang cerita adalah. SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal 11.1 Himne Balada Epigram Elegi Kunci Jawaban : B Himne yaitu puisi yang digunakan sebagai bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN TENTANG HARGA SATUAN POKOK KEGIATAN PEMERINTAH KOTA MALANG TAHUN ANGGARAN 201 3

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN TENTANG HARGA SATUAN POKOK KEGIATAN PEMERINTAH KOTA MALANG TAHUN ANGGARAN 201 3 SALINAN NOMOR 24, 201 2 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 201 2 TENTANG HARGA SATUAN POKOK KEGIATAN PEMERINTAH KOTA MALANG TAHUN ANGGARAN 201 3 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

Deskripsi karya Komposisi MARS BUDI MULIA DUA

Deskripsi karya Komposisi MARS BUDI MULIA DUA Deskripsi karya Komposisi MARS BUDI MULIA DUA Karya : Heni Kusumawati (heni_kusumawati@uny.ac.id) NIP : 19671126 199203 2 001 Latar Belakang Penciptaan Lagu Mars Perguruan Budi Mulia Dua dibuat karena

Lebih terperinci

III.PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian

III.PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian III.PROSEDUR PENELITIAN.1 Metode Penelitian Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian deskriptif murni atau survei merupakan penelitian yang benar-benar

Lebih terperinci

TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN

TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN Disusun oleh : JELLY EKO PURNOMO, S.Pd No Peserta 17046021710161 MODUL SENI BUDAYA 1 Materi Teknik membaca dan bernyanyi solmisasi partitur not angka secara unisono

Lebih terperinci

19 JANUARI 2010 BENGKEL PRABACAAN

19 JANUARI 2010 BENGKEL PRABACAAN 19 JANUARI 2010 SEKOLAH RENDAH GRIFFITHS BENGKEL PRABACAAN MOHAMED NAIM DAIPI BERMULA DENGAN MAKNA BERAKHIR DENGAN MAKNA MEMBACA membawa erti memahami apa-apa yang terkandung di dalam teks Membaca itu

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data Data penelitian perbaikan hasil pembelajaran ini, peneliti bertindak sebagai pelaku sedangkan yang sebagai observer dan pengamat adalah guru pamong serta

Lebih terperinci

Kegiatan Sehari-hari

Kegiatan Sehari-hari Bab 1 Kegiatan Sehari-hari Kegiatan Sehari-hari 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini kamu diharapkan mampu: 1) membuat daftar kegiatan sehari-hari berdasarkan penjelasan guru; 2) menceritakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS 1 Satuan Pendidikan : SD Negeri I Kedungrejo

LAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS 1 Satuan Pendidikan : SD Negeri I Kedungrejo 32 33 LAMPIRAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS 1 Satuan Pendidikan : SD Negeri I Kedungrejo Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas / Semester : I / I Alokasi Waktu : 6 x 35 menit ( 3 x

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KOMPOSISI

BAB III ANALISIS KOMPOSISI BAB III ANALISIS KOMPOSISI Dalam Bab III ini penulis akan menjelaskan tentang struktur dari semua komposisi. Penulis akan memaparkan secara struktural komposisi, Indahnya Bersama yang terdiri dari lima

Lebih terperinci

MATERI KELAS 1. B. Indonesia

MATERI KELAS 1. B. Indonesia MATERI KELAS 1 TEMA 1 SUB TEMA 1 : Diriku : Aku dan Teman Baru B. Indonesia 1. Mengenal huruf a-z melalui lagu. a. Mengenal dan melafalkan huruf vokal : a, i, u, e, o b. Mengenal dan melafalkan huruf konsonan

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418 ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Undip ABSTRACT Dari pemaparan dalam bagian pembahasan di atas, dapat disimpulkan

Lebih terperinci

MENGHADAP TUHAN ' ha - ya di da - lam be - ri - ta ku - dus!

MENGHADAP TUHAN ' ha - ya di da - lam be - ri - ta ku - dus! MINGGU, 15 JANUARI 2017 TATA IBADAH PERSIAPAN - Doa pribadi warga jemaat - Prokantor mengajarkan jemaat menyanyikan lagu-lagu baru - Para pelayan berdoa di konsistori UCAPAN SELAMAT DATANG AJAKAN BERIBADAH

Lebih terperinci

Bagian Aksara Batak (dominan Toba)

Bagian Aksara Batak (dominan Toba) Huruf-huruf yang terdapat pada font SamuderaPura.ttf Fitur-fitur dari Tuktuk Editor v.1.1 Pusat Bahasa-bahasa Nirbatas Huruf-huruf yang terdapat pada font SamuderaPura.ttf SamuderaPura.ttf memuat aksara

Lebih terperinci

Bermadah Dengan Mazmur

Bermadah Dengan Mazmur Bermadah Dengan Mazmur A Asal-Usul Mazmur MAZMUR Ibrani: TEHILLIM = puji-pujian MIZMOR (Ibrani/PL) nyanyian dengan iringan Musik PSALMOI (Yunani/PB) kumpulan nyanyian yang diiringi dengan rebab Contoh

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HYMNE DAN MARS KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HYMNE DAN MARS KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HYMNE DAN MARS KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

Tahap Pemrolehan Bahasa

Tahap Pemrolehan Bahasa Tahap Pemrolehan Bahasa Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan ini biasa disebut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUBU RAYA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KUBU RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUBU RAYA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, 1 SALINAN NOMOR 11/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ali muqoddas, S.Sn, M.Kom

ali muqoddas, S.Sn, M.Kom ali muqoddas, S.Sn, M.Kom ali.dinus@gmail.com 0823 2707 9971 skil presentasi Olah Vocal apa yang membedakan cara berpidato mereka? adalah elemen penting dalam presentasi lebih dari sekedar menyampaikan

Lebih terperinci

Panduan mengajar bagi e-daya Bahasa Malaysia 5

Panduan mengajar bagi e-daya Bahasa Malaysia 5 1, 2 (Unit 1) Mengenal rumah saya Mendengar dengan penuh Mendengar & mengecam bunyi perkataan. Berinteraksi dengan mesra..13 Mendengar dan memberi respons terhadap perbualan, permintaan, cerita atau lagu..2

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek 188 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek masuk ke dalam bentuk folklor lisan yaitu nyanyian rakyat. Tetapi, teks dari lagu ini sendiri

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 36 TAHUN 2005 SERI D.22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

P r o f i l U s a h. a A s p e k P a s a r P e r m i n t a a n H a r g a...

P r o f i l U s a h. a A s p e k P a s a r P e r m i n t a a n H a r g a... P O L A P E M B I A Y A A N U S A H A K E C I L S Y A R I A H ( P P U K -S Y A R I A H ) I N D U S T R I S O H U N P O L A P E M B I A Y A A N U S A H A K E C I L S Y A R I A H ( P P U K -S Y A R I A H

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang dilatarbelakangi kebudayaan yang beranekaragam. Sebagai bangsa besar, Indonesia merupakan negara yang di kawasan nusantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa

Lebih terperinci

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra FONOLOGI Pengantar Linguistik Umum 13 November 2013 Nadya Inda Syartanti PENGANTAR 1 2 Aspek Fisiologis Bahasa Bagaimana bunyi ujaran terjadi; Darimana udara diperoleh; Bagaimana udara digerakkan; Bagaimana

Lebih terperinci

HMT Fonetik dan Fonologi Bahasa Melayu Lanjutan

HMT Fonetik dan Fonologi Bahasa Melayu Lanjutan UNIVERSITI SAINS MALAYSIA Peperiksaan Semester Pertama Sidang Akademik 2001/2002 September 2001 HMT 501 - Fonetik dan Fonologi Bahasa Melayu Lanjutan Masa : 3 jam Sila pastikan bahawa kertas peperiksaan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2014 WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2014 WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 23, 201 3 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2014 WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. ba h wa u n tu k m ela ksan a ka n keten

Lebih terperinci

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang KALIMAT Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang lengkap. Secara struktural: bentuk satuan gramatis

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 169-181 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN METODE ABACA-BACA PADA

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu.

GLOSSARIUM. Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu. GLOSSARIUM Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu. Alliteration, yaitu teknik pengulangan bunyi awal yang sama secara berturutturut. Ambitus (range ),

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 70 71 72 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Satuan Pendidikan : SD Negeri 02 Ngenden Tema : Diri Sendiri Kelas / Semester : I / 2 Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (pertemuan

Lebih terperinci

Panduan Guru. Unit 1 : Modul Guru

Panduan Guru. Unit 1 : Modul Guru Panduan Guru Guru disaran memperkenalkan asas membaca melalui kaedah bunyi suku kata. Kaedah bunyi suku kata memberi penekanan kepada bunyi suku kata yang mana guru memperkenalkan huruf vokal dan bunyi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KOMPOSISI

BAB III ANALISIS KOMPOSISI BAB III ANALISIS KOMPOSISI A. Konsep Penyusunan Komposisi Komposisi musik vokal dan Combo Band Bangkit Kembali digarap dalam genre pop. Komposisi ini dibagi menjadi tiga bagian yang menceritakan tentang

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR Charmilasari (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP) charmila_s@yahoocom ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

Pembuka. JAMINAN HIDUP KEKAL do = g 3/4 1/4 =

Pembuka. JAMINAN HIDUP KEKAL do = g 3/4 1/4 = Pembuka JAMINAN HIDUP KEKAL do = g 3/4 1/4 = 5. 6. 6. 1 2. 1 3.. 1. Ya Tu-han yang ma - ha ra - - him Ya Tu-han yang ma - ha ba - - ik Ya Tu-han yang ma - ha mu - - rah 5. 6.. 1. 4. 3 2... 0 de- ngar -

Lebih terperinci

Pada akhir bulan pertama, biasanya bayi dapat:

Pada akhir bulan pertama, biasanya bayi dapat: Apakah anda orang tua baru yang sering khawatir dengan perkembangan si kecil? "Kok udah sekian bulan masih belum bisa gini... belum bisa gitu??" "Normal ga sih umur segini belum bisa gini?" Mungkin itu

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana. Sheddy N. Tjandra FONOLOGI FONEMIK FONOLOGI. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang 21/03/2014

Harimurti Kridalaksana. Sheddy N. Tjandra FONOLOGI FONEMIK FONOLOGI. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang 21/03/2014 Definisi dari Para Linguis FONOLOGI Harimurti Kridalaksana PENGANTAR LINGUISTIK JEPANG 10 MARET 2014 Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana Kanji FONOLOGI Fonologi 音韻論おんいんろん

Lebih terperinci