KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA"

Transkripsi

1 i KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA PUTRA HAFIZ DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ii ABSTRAK PUTRA HAFIZ. Karakteristik Anatomi Daun beberapa Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya. Dibimbing oleh DORLY dan SRI RAHAYU. Hoya (Hoya spp.) adalah tumbuhan epifit atau litofit yang merambat atau semak. Hoya merupakan tumbuhan asli daerah Asia Tenggara dan sekitarnya yang memiliki bentuk bunga unik dan indah. Tumbuhan ini memiliki tipe daun sukulen dan non sukulen. Tumbuhan sukulen adalah tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap kondisi yang ekstrim, khususnya cekaman air atau kekeringan. Karakter anatomi dapat digunakan untuk identifikasi, klasifikasi, dan penentu kekerabatan tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter anatomi daun Hoya spp. bertipe sukulen serta menentukan hubungan kekerabatan antar jenisnya. Sepuluh spesies daun Hoya spp (H. diversifolia, H. latifolia, H. dolichosparte, H. bilobata, H. lacunosa, H. verticillata, H. purpureofusca, H. kuhlii, H. oblanceolata, dan H. micrantha) yang diamati memiliki persamaan anatomi yaitu terdiri dari lapisan epidermis, hipodermis, mesofil serta tidak terdapat jaringan bunga karang (spons) pada mesofilnya. Namun demikian terdapat keragaman diantara spesies. Berdasarkan sayatan paradermal daun, stomata ditemukan hanya pada bagian bawah (abaksial). Terdapat dua tipe keberadaan stomata yaitu stomata tunggal dan tunggal-berkelompok. Hoya diversifolia memiliki ukuran stomata terkecil, sedangkan Hoya latifolia memiliki ukuran stomata terbesar. Kerapatan stomata terkecil dan terbesar terdapat masing-masing pada Hoya lacunosa dan Hoya bilobata. Indeks stomata terkecil terdapat pada Hoya diversifolia, Hoya lacunosa, dan Hoya oblanceolata, sedangkan Hoya bilobata memiliki indeks stomata terbesar. Sayatan transversal daun menunjukkan Hoya purpureofusca memiliki tebal daun terkecil, sedangkan Hoya kuhlii memiliki tebal helai daun terbesar. Berdasarkan data ciri anatomi daun didapatkan dendogram hubungan kekerabatan yang terpisah menjadi tiga kelompok pada skala kekerabatan 15. Kata kunci: Anatomi daun, Hoya spp., sukulen. ABSTRACT PUTRA HAFIZ. The Anatomical Leaf Character of Several Species Hoya spp. wich Have Succulent Leaf Type and Its Hierarchical Cluster Analysis. Under supervised by DORLY and SRI RAHAYU. Hoya (Hoya spp.) is an epiphyte or lithophyte vine or shrub. Hoya s flower has beautiful unique shape and it is considered as original plant from Southeast Asia and surroundings. This plant has two type of leaf, succulent and non succulent. Succulent plant can adapt well in extreme condition, especially in dry period. Anatomy characters can be used to identify, classify, and determine plant relationship. The aims of this research were to identify anatomical character of succulent Hoya s leaf and to determine their relationship. Ten exmined species Hoya spp. (H. diversifolia, H. latifolia, H. dolichosparte, H. bilobata, H. lacunosa, H. verticillata, H. purpureofusca, H. kuhlii, H. oblanceolata, and H. micrantha) showed anatomical similarity which was epidermal layer, hipodermal, mesophil, and the absence of sponge tissue at mesophil. However there were many diversities between specieses. Based on paradermal section of the leaf, stomata was only found on the abaxial side and have two type, individual stomata and both individual and stomatal cluster. Hoya diversifolia had the smallest stomatal size, while Hoya latifolia had the biggest. Hoya lacunosa had the lowest stomatal density, while Hoya bilobata had the highest. Hoya diversifolia, Hoya lacunosa, and Hoya oblanceolata had the lowest stomatal index, while Hoya bilobata had the highest. Observation on transversal section showed that Hoya purpureofusca had the lowest leaf thickness, while Hoya kuhlii had the highest. The hierarchical cluster analysis based on anatomical leaf character showed different patterns of relationship which diversed as three groups at relationship scale 15. Keywords: Leaf anatomical, Hoya spp., succulent.

3 iii KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA PUTRA HAFIZ Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 iv Judul Nama NRP : Karakteristik Anatomi Daun beberapa Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya : Putra Hafiz : G Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Dorly, M.Si. Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Biologi Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. NIP Tanggal Lulus:

5 v PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Karakteristik Anatomi Daun beberapa Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan Kebun Raya Bogor pada bulan Maret sampai Agustus Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dorly, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga kepada Dr. Kanthi Arum Widayati, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada PKT Kebun Raya Bogor (KRB) untuk penyediaan dan perizinan tempat pengambilan sampel. Selain itu, ucapan terima kasih penulis berikan kepada Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si selaku donasi kebutuhan penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis berikan kepada keluarga tercinta, Papa, Mama, Kakak dan Adek yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat. Terima kasih kepada Pak Naryo, Pak Edi, Pak Joni, Bu Eti dan segala pihak yang telah membantu. Terima kasih kepada Putri, Puspa, Evi, Khoerani, Ririn, Mae, Agus, Abdi, Aldi, Raka, dan teman-teman di Laboratorium Mikroteknik, serta kepada teman-teman tersayang di Biologi angkatan 45 yang selalu memberikan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 17 Desember 2012 Putra Hafiz

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 3 Januari 1990, putra dari Bapak Zetrialdi Goechie dan Ibu Tati Warni. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis lulus dari SD Negeri Jatibening VIII tahun 2002 dan lulus dari SMP Negeri 2 Bukittinggi tahun Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Angkasa 1 Jakarta Timur dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan. Penulis melaksanakan kegiatan studi lapangan (2010) di Pangandaran, Ciamis dengan judul Identifiksai Diatom Pantai Pangandaran yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M.Sc. Penulis melakukan kegiatan praktik lapangan (2011) di PT. Zena Nirmala Sentosa dengan judul Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP), Gunung Putri yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. dan Fernando,ST. Penulis mengambil Minor Komunikasi dari Departemen KPM.

7 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 BAHAN DAN METODE... 1 Waktu dan Tempat... 1 Bahan dan Alat... 1 Metode... 1 Pengambilan Sampel Pembuatan Sediaan Sayatan Paradermal... 2 Pembuatan Sediaan Sayatan Transversal... 2 Pengamatan Sediaan Sayatan Paradermal... 2 Pengamatan Sediaan Sayatan Transversal... 2 Analisis Hubungan Kekerabatan... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN... 2 SIMPULAN... 8 SARAN... 8 DAFTAR PUSTAKA... 9 LAMPIRAN... 10

8 viii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tipe keberadaan stomata tunggal dan tunggal-berkelompok 3 2 Ukuran stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen 4 3 Kerapatan stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen 4 4 Indeks stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen 4 5 Tipe trikoma non glandular dan glandular 5 6 Kerapatan trikoma non glandular daun 10 spesies Hoya sukulen 5 7 Tebal kutikula daun 10 spesies Hoya sukulen 5 8 Tebal epidermis daun 10 spesies Hoya sukulen 6 9 Tebal hipodermis daun 10 spesies Hoya sukulen 6 10 Lapisan mesofil tidak terdiferensiasi dan terdiferensiasi 6 11 Tebal mesofil daun 10 spesies Hoya sukulen 7 12 Tebal daun 10 spesies Hoya sukulen 7 13 Dendogram hubungan kekerabatan 10 spesies Hoya bertipe daun sukulen berdasarkan anatomi daun 8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Taksonomi tumbuhan Hoya spp Distribusi 10 spesies Hoya spp. bertipe sukulen 11 3 Komposisi seri larutan Johansen 12 4 Komposisi larutan Gifford 12 5 Rumus perhitungan data 12 6 Tipe stomata 12 7 Data matriks sayatan paradermal anatomi 10 spesies Hoya spp Data matriks sayatan transversal anatomi 10 spesies Hoya spp Pembuatan sediaan sayatan transversal Pembuatan sediaan sayatan paradermal Stomata 10 spesies daun Hoya spp. bertipe sukulen Trikoma adaksial sayatan paradermal Hoya spp Trikoma abaksial sayatan paradermal Hoya spp Sayatan transversal daun 10 spesies Hoya spp. bertipe sukulen 20

9 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hoya (Hoya spp.) adalah tumbuhan epifit atau litofit yang merambat atau semak. Hoya memiliki bentuk bunga yang unik dan indah. Hoya telah dipelihara sebagai tanaman hias eksotis ditamantaman puri bangsawan Eropa sejak beberapa abad yang lalu. Hoya mulai populer di kalangan masyarakat Eropa dan Amerika Serikat sekitar 1970-an, ditandai dengan adanya asosiasi-asosiasi Hoya dan atau Asclepiadaceae. Kepopuleran Hoya sebagai tumbuhan hias di Eropa dan AS, belum banyak disadari oleh masyarakat di daerah asalnya, yang kadang-kadang hanya memanfaatkan Hoya sebagai bahan obat tradisional (Rahayu 2001). Hoya merupakan tumbuhan asli daerah Asia Tenggara dan sekitarnya. Mulai dari bagian selatan Himalaya, Cina dan Jepang, hingga Papua Nugini dan Bagian Timur Australia. Dari Barat ke Timur, mulai dari Pulau Madagaskar hingga ke Kepulauan Samoa dan Pulau Fiji. Keanekaragaman Hoya tertinggi terdapat di kawasan Semenanjung Malaysia hingga Papua Nugini. Keragaman tertinggi akan dijumpai pada daerah dataran rendah (suhu udara cenderung hangat). Sangat sedikit Hoya yang dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut, baik spesies maupun kelimpahannya (Rahayu 2001). Hoya merupakan salah satu dari 499 genus yang terdapat dalam famili Apocynaceae, subfamili Asclepidoideae. Klasifikasi lengkap tumbuhan ini (Endress 2001) dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari sekitar nama spesies Hoya yang telah dipublikasi, diperkirakan hanya nama yang valid. Hal ini disebabkan oleh belum adanya revisi nama dari genus ini. Sejak abad Hoya telah dikoleksi dan diberi nama oleh orang yang berbeda dari tempat yang berbeda, sehingga terdapat duplikasi nama pada spesies yang sama sangat mungkin terjadi. Kebanyakan taksonomis kurang begitu tertarik untuk merevisi Hoya, karena tingkat kesulitannya sangat tinggi. Hoya sangat sulit diidentifikasi dari herbarium kering (Rahayu 2001). Hoya memiliki dua tipe daun, yaitu sukulen dan non sukulen (Rahayu 2010). Karakteristik yang dimiliki daun sukulen adalah kemampuan untuk menyimpan air dalam organnya (Fahn 1991). Daun sukulen atau daun berdaging merupakan salah satu ciri tumbuhan xerofit. Tumbuhan xerofit adalah tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap kondisi yang ekstrim, khususnya periode kekeringan (Albers & Meve 2002). Daun merupakan salah satu organ yang mendapatkan dampak langsung dari pengaruh lingkungan, terutama dari radiasi cahaya matahari. Cahaya matahari langsung digunakan oleh daun untuk proses fotosintesis. Keadaan lingkungan, seperti salinitas dan radiasi sinar matahari direspon oleh tumbuhan dan terwujud dalam bentuk adaptasi morfologis maupun anatomis. Menurut Hidayat (1995), baik dari segi morfologi maupun anatomi, daun merupakan organ yang amat beragam. Karakteristik anatomi pada daun telah banyak digunakan untuk melihat kekerabatan di antara tumbuhan. Anatomi daun merupakan struktur bagian dalam dari daun, seperti bentuk, jenis, susunan sel, dan kadungan di dalam sel. Beberapa karakteristik anatomi dapat digunakan dalam klasifikasi taksonomi, seperti yang diungkapkan oleh Fahn (1991). Oleh sebab itu, perlu adanya studi anatomi daun Hoya spp. yang diharapkan sebagai dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya dan pengetahuan tentang keanekaragaman tumbuhan Hoya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter anatomi daun Hoya spp. bertipe sukulen serta menentukan hubungan kekerabatan antar jenisnya. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di Rumah Kaca Hoya dan Laboratorium Treub, Kebun Raya Bogor dan Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah sampel daun dari 10 jenis Hoya bertipe sukulen (H. diversifolia, H. latifolia, H. dolichosparte, H. bilobata, H. lacunosa, H. verticillata, H. purpureofusca, H. kuhlii, H. oblanceolata, dan H. micrantha) yang merupakan tanaman koleksi Kebun Raya Bogor (Lampiran 2). Tanaman diperbanyak pada satu waktu bersamaan untuk keseragaman usia tanaman. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol teknis, larutan FAA (Formaldehid: Asam asetat: Alkohol = 5:5:90), larutan HNO3, kloroks, pewarna safranin 1% (aquosa), gliserin 30%, TBA (Tertier Butil Alkohol), parafin, larutan Gifford, albumin-gliserin, pewarna safranin 2%, fast green 0,5 %, larutan seri Johansen I-VII dan entellan. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel antara lain gunting pohon, silet atau cutter, alat ukur atau meteran, dan tabung film. Alat yang digunakan untuk pembuatan sediaan, yaitu pipet tetes, gelas objek, gelas penutup, cawan petri, oven, hot plate, kertas label, pinset, gunting kertas, kuas, gelas arloji, mikroskop cahaya Olympus CH20, mikrotom putar Yamato RV-240, dan counter. Alat yang digunakan dalam dokumentasi, yaitu kamera digital dan alat tulis.

10 2 Metode Daun memiliki pertumbuhan yang terbatas. Sampel daun yang digunakan adalah duduk daun ke-3 dan ke-4. Duduk daun ke-3 digunakan dalam pembuatan sayatan transversal, sedangkan duduk daun ke-4 untuk pembuatan sayatan paradermal karena dianggap sudah dewasa dan mencapai pertumbuhan maksimal tetapi jaringan masih cukup lunak untuk bahan sediaan. Pengambilan Sampel Daun diambil dari masing-masing jenis dengan 3 ulangan tanaman. Sampel sayatan paradermal adalah daun ke empat dari pucuk. Kemudian daun difiksasi dalam alkohol 70%. Sampel untuk sayatan transversal diambil dari posisi daun ke tiga dari pucuk. Ukuran sampel 1cm x 0,8 cm diambil dari bagian tengah daun. Daun dimasukkan dalam botol film yang telah berisi larutan FAA dan difiksasi selama 2 hari. Setelah 2 hari daun dicuci dengan alkohol 70%. Pembuatan Sediaan Sayatan Paradermal Preparat sayatan paradermal daun dibuat dengan metode Sass (1951). Daun yang telah difiksasi dengan alkohol 70% lalu direndam dalam HNO3 50% sampai daun agak lunak (tidak hancur). Kemudian daun dicuci dengan air. Selanjutnya dilakukan penyayatan dengan silet pada sisi adaksial dan abaksial daun. Hasil sayatan direndam di dalam kloroks, diwarnai dengan safranin 1%, lalu diberi media gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian diberi label. Pembuatan Sediaan Sayatan Transversal Preparat sayatan transversal (melintang) dibuat dengan metode Johansen (1940). Sampel daun dipotong transversal dengan ukuran 4 mm 6 mm. Sampel tersebut difiksasi dalam larutan FAA (formaldehid : asam asetat glacial : alkohol 70%= 5:5:90) selama 3 hari, kemudian dicuci dengan alkohol 50% sebanyak 3 kali masing-masing selama 30 menit. Berdasarkan Johansen (1940), dehidrasi dan penjernihan dilakukan secara bertahap dengan merendam sampel dalam larutan seri Johansen I-VII (Lampiran 3). Sampel diinfiltrasi parafin dengan titik lebur 58 o C secara bertahap di dalam oven. Sampel ditanam (embedding) ke dalam blok yang berisi parafin murni. Blok parafin direndam dalam larutan pelunak Gifford (Lampiran 4) selama 2-6 minggu. Blok dirapikan kemudian ditempel pada holder dan disayat dengan mikrotom putar Yamato RV-240. Sampel daun disayat secara transversal dengan ketebalan 10 µm. Hasil sayatan direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi albumin-gliserin dan dipanaskan pada hot plate selama ±12 jam. Sampel diwarnai dengan pewarnaan ganda, yaitu safranin 2% dalam akuades dan fast green 0,5 % dalam alkohol 95%. Sampel diberi media entellan dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian diberi label. Pengamatan Sediaan Sayatan Paradermal Parameter yang diamati pada sayatan paradermal daun ialah stomata berupa ukuran, tipe, indeks, dan kerapatan stomata dan trikoma berupa ukuran, tipe, dan kerapatan trikoma. Sampel diamati pada 5 bidang pandang pada setiap ulangan. Penentuan indeks dan kerapatan stomata (Willmer 1983) dihitung dengan rumus: Kerapatan Stomata *) = Indeks Stomata = x 100 Luas bidang pandang Keterangan: R : jari-jari mikrometer objektif : konstanta (3,14) *) Rumus yang sama digunakan untuk kerapatan trikoma Pengamatan Sediaan Sayatan Transversal Parameter yang diamati pada sayatan transversal daun ialah tebal lapisan kutikula atas (adaksial) dan kutikula bawah (abaksial), jaringan epidermis atas, jaringan epidermis bawah, jaringan hipodermis, jaringan palisade, dan jaringan bunga karang, serta tebal daun. Sampel diamati pada 6 bidang pandang pada setiap ulangan. Analisis Hubungan Kekerabatan Data kualitatif dan kuantitatif diubah ke dalam bentuk skor bilangan. Data tersebut sebelumnya diolah menggunakan rumus perhitungan statistik (Lampiran 5) kemudian data diubah menjadi skor bilangan yang selanjutnya dianalisis dengan program Statistical Product and Service Solutions 19 (SPSS 19) hingga diperoleh dendogram kemiripan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Sediaan Sayatan Paradermal Keberadaan dan tipe stomata Stomata merupakan lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel epidermis lainnya yang disebut sel tetangga (Nugroho et al. 2006). Stomata dari 10 spesies daun Hoya yang diamati tidak dijumpai pada epidermis atas (adaksial) tapi hanya pada epidermis permukaan bawah (abaksial) sehingga disebut tipe hipostomatik. Kondisi ini umum dijumpai pada tumbuhan untuk mengurangi laju transpirasi (Esau 1974).

11 3 Stomata pada bagian permukaan bawah daun ditemukan menyebar tidak teratur. Penyebaran stomata ini dipengaruhi oleh relasi internal dan external organnya (Croxdale 2000). Tipe keberadaan stomata pada spesies Hoya yang diamati adalah stomata tunggal dan tunggalberkelompok (Tabel 1, Gambar 1). Tipe keberadaan stomata juga dapat mempengaruhi nilai kerapatan stomata. Stomata berkelompok akan memiliki nilai kerapatan yang lebih besar daripada stomata tunggal. Keberadaan stomata tunggal terdapat pada seluruh jenis Hoya yang diamati kecuali pada H. bilobata yang betipe stomata tunggal-berkelompok. Menurut Metcalfe & Chalk (1979), tipe stomata dibedakan menjadi 25 tipe. Tipe stomata dibedakan berdasarkan sel tetangga yang mengelilingi sel penjaga pada stomata (Perveen et al. 2007). Tipe stomata pada spesies Hoya yang termasuk famili Apocynaceae; subfamili Asclepiadoideae umumnya memiliki tipe stomata anomocytic, paracytic, anisocytic, cyclocytic, dan parallelocytic (Metcalfe&Chalk 1979). Stomata Hoya yang diamati umumnya bertipe cyclocytic. Tipe stomata staurocytic dan cyclocytis-tetracytic terdapat pada H. diversifolia, H. dolichosparte, H. lacunosa, H. purpureofusca, dan H. kuhlii (Tabel 1). Menurut Fahn (1991), dalam satu famili yang sama memungkinkan terdapatnya tipe stomata yang berbeda-beda. a b Gambar 1 Tipe keberadaan stomata (a) tunggal dan (b) tunggal-berkelompok. Tabel 1 Keberadaan dan tipe stomata 10 spesies Hoya bertipe daun sukulen Spesies Keberadaan stomata (abaksial) Tipe stomata (abaksial)* H. diversifolia Tunggal (cyclocytic), (staurocytic), (cyclocytic and tetracytic) H. latifolia Tunggal (cyclocytic) H. dolichosparte Tunggal (cyclocytic), (staurocytic) H. bilobata Tunggal- berkelompok (anisocytic) H. lacunosa Tunggal (cyclocytic),(staurocytic), (cyclocytic and tetracytic) H. verticillata Tunggal (cyclocytic) H. purpureofusca Tunggal (cyclocytic), (staurocytic), (cyclocytic and tetracytic) H. kuhlii Tunggal (cyclocytic), (staurocytic) H. oblanceolata Tunggal (cyclocytic) H. micrantha Tunggal (cyclocytic) *Keterangan tipe stomata dapat dilihat di lampiran 6 Ukuran stomata Ukuran stomata dari daun Hoya yang diamati beragam dengan panjang berkisar antara µm dan lebar µm (Gambar 2). Ukuran stomata terbesar terdapat pada H. latifolia dengan panjang 33,5 µm dan lebar 32 µm, sedangkan H. diversifolia memiliki ukuran terkecil dengan panjang 24,7 µm dan lebar 22,7 µm. Ukuran dan kerapatan stomata berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan (Sulistyaningsih et al. 1994). Menurut Salisbury & Ross (1995), variasi ukuran stomata dipengaruhi oleh penebalan sel penjaga terhadap respon cahaya, CO 2, dan konservasi air.

12 4 Ukuran stomata (µm) Kerapatan stomata (jumlah/mm 2 ) Spesies Gambar 2 Ukuran stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen. Kerapatan stomata Kerapatan stomata adalah karakter penting yang mempengaruhi pertukaran gas (Pandey et al. 2007). Daun Hoya yang diamati memiliki kerapatan stomata yang bervariasi antara 51,6 157,2 stomata per mm 2 Nilai kerapatan stomata tertinggi terdapat pada H. bilobata yaitu 157.2/mm 2, sedangkan nilai terendah pada H. lacunosa (51,6/mm 2 ) (Gambar 3). Spesies Gambar 3 Kerapatan stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen. Nilai kerapatan stomata dipengaruhi oleh besarnya ukuran stomata, semakin kecil stomata ukuran stomata semakin besar nilai kerapatannya (Willmer 1983). Daun yang terpapar oleh sinar matahari pada intensitas cahaya tinggi memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi dibandingkan daun yang ternaung (Batos et al. 2010). Kerapatan stomata yang rendah bila dibandingkan dengan jumlah sel epidermis yang tinggi, maka akan menghasilkan indeks stomata yang rendah. Begitu pula sebaliknya kerapatan stomata yang tinggi bila dibandingkan dengan jumlah sel epidermis yang Indeks stomata rendah, maka akan menghasilkan indeks stomata yang tinggi (Qosim et al. 2007). Indeks stomata Indeks stomata menunjukkan rasio antara jumlah stomata dengan jumlah stomata dan sel epidermis. Indeks ini berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada luas stomata dan sel epidermis. Nilai indeks stomata Hoya yang diamati berkisar antara 3,4-9,8. Nilai indeks stoamata tertinggi dijumpai pada H. bilobata yaitu sebesar 9,8. Sedangkan nilai indeks stomata terendah dijumpai pada H. diversifolia, H. lacunosa, H. oblanceolata yaitu sebesar 3,4 (Gambar 4) Spesies Gambar 4 Indeks stomata abaksial daun 10 spesies Hoya sukulen. Keberadaan dan tipe trikoma Trikoma terdapat pada permukaan sisi adaksial dan abaksial daun yang diamati. Trikoma berasal dari sel-sel epidermis (modifikasi sel epidermis), terdiri atas sel tunggal atau banyak sel yang memiliki peranan penting bagi tumbuhan. Trikoma berperan untuk mengurangi penguapan (apabila terdapat pada bagian epidermis daun), meneruskan rangsang, mengurangi gangguan hewan (Nugroho et al. 2006). Variasi bentuk trikoma dipengaruhi oleh perlawanan terhadap herbivora, ekofisiologi antara air dan daun, serta perlindungan dari sinar UV (Agrawal & Spiller 2004). Terdapat dua tipe trikoma pada beberapa daun Hoya yang diamati, yaitu trikoma kelenjar (glandular) dan non kelenjar (non glandular) (Gambar 5). Spesies Hoya yang memiliki trikoma kelenjar hanya H. bilobata pada permukaan abaksial. Pada spesies lainnya dijumpai trikoma non kelenjar. Trikoma non kelenjar berfungsi sebagai pencegah penguapan (Hidayat 1995). Menurut Hidayat (1995), trikoma kelenjar berfungsi untuk mencegah kekeringan pada tanaman. Selain itu trikoma kelenjar juga berfungsi sebagai sekresi berbagai bahan seperti larutan garam, larutan gula (nektar), terpentin, dan polisakarida (Fahn 1991). Trikoma juga digunakan dalam taksonomi untuk

13 5 Kerapatan trikoma non glandular (jumlah/mm 2 ) klasifikasi famili, genus, dan spesies (Fahn 1991). Struktur dan distribsusi trikoma dapat membagi atau membedakan dua spesies dalam genus (Adedeji et al. 2007) a b Gambar 5 Tipe trikoma (a) non glandular dan (b) glandular. Kerapatan trikoma Kerapatan trikoma yang tinggi umumnya terdapat pada tanaman yang hidup pada kondisi kering dan terpapar sinar matahari (Ali et al. 2009). Kerapatan trikoma non kelenjar terbesar permukaan abaksial terdapat pada H. oblanceolata, nilai kerapatan terkecil terdapat pada H. diversifolia, H. latifolia, H. dolichosparte, dan H. micrantha (Gambar 6). Tebal kutikula (µm) Kerapatan trikoma non kelenjar permukaan adaksial terbesar yaitu H. bilobata, sedangkan nilai terkecil pada H. diversifolia dan H. micrantha (Gambar 6). Pengamatan Sediaan Sayatan Transversal Hasil pengamatan sediaan mikroskopis sayatan transversal menunjukkan bahwa susunan daun Hoya yang diamati (sukulen) dari yang teratas, yaitu kutikula atas, epidermis atas, hipodermis atas, jaringan mesofil, jaringan palisade, hipodermis bawah, epidermis bawah, dan kutikula bawah (Gambar 10). Menurut Fahn (1991), tumbuhan sukulen umumnya memiliki jaringan mesofil yang tidak terdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang. Kutikula daun Kedua permukaan daun Hoya yang diamati dilapisi oleh kutikula. Tebal lapisan kutikula atas antara 2,8 µm 19,8 µm, sedangkan kutikula bawah berkisar antara 2,7 µm 18,1 µm (Gambar 7). Kutikula atas yang tebal dijumpai pada H. oblanceolata setebal 19,8 µm, sedangkan daun H. bilobata memiliki kutikula atas yang tipis yaitu 2,8 µm. Daun H. oblanceolata memiliki kutikula bawah yang paling tebal, sedangkan daun H. bilobata memiliki kutikula bawah yang paling tipis. Hoya oblanceolata memiliki kutikula yang paling tebal di kedua permukaannya dibandingakan dengan spesies yang lain. Begitu pula dengan H. bilobata memiliki kutikula paling tipis pada kedua permukaannya. Kutikula bagian atas lebih tebal dibandingkan kutikula bagian bawah. Kutikula yang tebal merupakan ciri adaptasi tumbuhan xerofit yang berguna untuk mengurangi penguapan (Fahn 1991). Kutikula memiliki fungsi melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, mengurangi laju transpirasi air, dan merefleksikan sinar matahari. Kutikula yang sangat licin dapat menngurangi penempelan dan perkembangan spora pada permukaan daun, sehingga tanaman terhindar dari serangan penyakit (Mauseth 1988) Spesies Gambar 6 Kerapatan trikoma non glandular daun 10 spesies Hoya sukulen. Spesies Gambar 7 Tebal kutikula daun 10 spesies Hoya sukulen.

14 6 Tebal epidermis (µm) Epidermis daun Tebal epidermis atas daun Hoya yang diamati berukuran 8,9 µm 33,5 µm. Daun Hoya yang memiliki lapisan epidermis atas paling tebal ialah daun H. oblanceolata dengan tebal 33,5 µm. Tebal epidermis bawah daun Hoya berkisar antara 9,7 µm 30,6 µm. Hoya oblanceolata memiliki tebal epidermis bawah yang paling tebal, sedangkan H. bilobata memiliki epidermis yang paling tipis (Gambar 8). Epidermis merupakan jaringan tubuh tumbuhan paling luar yang umumnya terdiri dari selapis sel saja, berfungsi melindungi bagian dalam organ tumbuhan. Pada daun, epidermis juga berfungsi untuk mengurangi transpirasi, oleh karena itu sering kali dilapisi oleh kutikula dan lilin yang bersifat kedap air (Fahn 1991) Daun H. oblanceolata memiliki lapisan hipodermis atas yang paling tebal yaitu 41,8 µm, sedangkan H. purpureofusca memiliki hipodermis atas yang tipis yaitu 17,8 µm. Hipodermis bawah yang paling tebal dijumpai pada H. kuhlii setebal 29 µm, sedangkan daun H. purpureofusca memiliki hipodermis bawah yang tipis yaitu 16,5 µm. Mesofil daun Spesies daun Hoya yang diamati pada umumnya memiliki lapisan mesofil tidak terdiferensiasi hanya H. bilobata memiliki susunan lapisan mesofil berbeda di bandingkan dengan spesies lain yang diamati. Jaringan mesofil H. bilobata terdiferensiasi menjadi jaringan palisade 1 lapis pada bagian atas daun (Gambar 10). k e m Spesies Gambar 8 Tebal epidermis daun 10 spesies Hoya sukulen. Hipodermis daun Hipodermis adalah epidermis yang berasal dari meristem jaringan dasar (Mulyani 2006). Tebal hipodermis atas daun Hoya berkisar antara 17,8 µm 41,8 µm, sedangkan tebal hipodermis bawah antara 16,5 µm 29 µm (Gambar 9). (a) e k k e p m Tebal hipodermis (µm) (b) Gambar 10 Lapisan mesofil (a) tidak terdiferensiasi dan (b) terdiferensiasi; kutikula (k), epidermis (e), mesofil (m), dan jaringan palisade (p). e k Spesies Gambar 9 Tebal hipodermis daun 10 spesies Hoya sukulen. Tebal jaringan palisade berukuran 30,4 µm. Daun yang seperti ini disebut daun dorsiventral atau bifasial (bermuka dua) (Hidayat 1995). Keberadaan jaringan palisade dapat meningkatkan penyerapan CO 2 pada mesofil(radwaan 2007). Jenis lainnya memiliki lapisan mesofil yang tebalnya berkisar antara 604,4 µm 1269,1 µm. Hoya kuhlii memiliki lapisan mesofil yang paling tebal, sedangkan H. purpureofusca paling tipis (Gambar 11).

15 7 Tebal mesofil (µm) Tebal daun (µm) Gambar 11 Tebal mesofil daun 10 spesies Hoya sukulen. Tebal daun Tebal daun Hoya berkisar antara 670,6 µm 1426,1 µm. Tebal daun yang paling tebal terdapat pada H. kuhlii dengan tebal 1426,1 µm, sedangkan H. purpureofusca memiliki ketebalan daun yang paling tipis yaitu 670,6 µm. Daun yang tebal tidak berarti bahwa jaringan-jaringan penyusunnya juga tebal (Gambar 12) Spesies Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan daun ialah ketersediaan air dan cahaya (Esau 1977). Analisis Hubungan Kekerabatan Analisis hubungan kekerabatan dari 10 spesies daun Hoya dilakukan menggunakan 24 karakter anatomi (Lampiran 7 dan 8). Pengamatan hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun 10 spesies daun Hoya yang diamati berupa dendogram (Gambar 13). Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun Hoya terpisah menjadi dua dan tiga kelompok pada skala 20 dan 15. Analisis 2 kelompok terpisah pada jarak skala 20. Kelompok pertama hanya terdiri satu spesies, yaitu H. bilobata. Kelompok pertama terpisah dengan kelompok kedua karena perbedaan keberadaan stomata tunggal-berkelompok dan jaringan mesofil terdiferensiasi (jaringan palisade). Kelompok kedua terdiri 9 spesies (H. purpureofusca, H. micrantha, H. latifolia, H. oblanceolata, H. dolichosparte, H. lacunosa, H. kuhlii, H. diversifolia, dan H. verticillata) disatukan oleh persamaan stomata tunggal dan mesofil tidak terdiferensiasi. Analisis 3 kelompok terpisah pada jarak skala 15. Kelompok pertama hanya terdiri satu spesies, yaitu H. bilobata. Kelompok pertama terpisah jauh dari kelompok 2 dan 3 oleh perbedaan stomata tunggal-berkelompok dan mesofil terdiferensiasi. Kelompok kedua terdiri atas lima spesies, yaitu H. dolichosparte, H. lacunosa, H. kuhlii, H. diversifolia, dan H. verticillata. Kelompok ketiga terdiri atas empat spesies, yaitu H. purpureofusca, H. micrantha, H. latifolia, dan H. oblanceolata. Kelompok 2 dan 3 terpisah karena perbedaan kerapatan trikoma abaksial. Jarak skala 15, kelompok kedua memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan kelompok ketiga dibandingkan dengan kelompok pertama. Spesies Gambar 12 Tebal daun 10 spesies Hoya sukulen.

16 8 H. purpureofusca H. micrantha H. latifolia H. oblanceolata H. dolichosparte H. lacunosa H. kuhlii H. diversifolia H. verticillata H. bilobata Gambar 13 Dendogram hubungan kekerabatan 10 spesies Hoya bertipe daun sukulen berdasarkan anatomi daun. SIMPULAN Sepuluh spesies daun Hoya spp. yang diamati memiliki persamaan anatomi yaitu semua jenis memiliki lapisan kutikula, epidermis, hipodermis, dan mesofil. Namun, pada H. bilobata memiliki lapisan mesofil yang terdiferensiasi berupa jaringan palisade tanpa memiliki jaringan bunga karang. Berdasarkan sayatan paradermal daun stomata ditemukan hanya pada bagian bawah (abaksial). Terdapat dua tipe keberadaan stomata yaitu stomata tunggal dan tunggal-berkelompok. Hoya diversifolia memiliki ukuran stomata (panjang x lebar) terkecil, sedangkan Hoya latifolia memiliki ukuran stomata terbesar. Kerapatan stomata terkecil dan terbesar terdapat masing-masing pada Hoya lacunosa dan Hoya bilobata. Indeks stomata terkecil terdapat pada Hoya diversifolia, Hoya lacunosa, dan Hoya oblanceolata, sedangkan Hoya bilobata memiliki indeks stomata terbesar. Sayatan transversal daun menunjukkan Hoya kuhlii memiliki tebal helai daun terbesar dan Hoya purpureofusca memiliki tebal daun terkecil. Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun untuk Hoya yang diamati menunjukkan pengelompokkan menjadi dua dan tiga kelompok yang dibedakan berdasarkan karakter anatomi daun. Hubungan kekerabatan antar kelompok tumbuhan dapat berbeda karena pemilihan karakter tumbuhan yang berbeda. SARAN Pengamatan hubungan kekerabatan Hoya spp. berdasarkan anatomi daun perlu diaplikasikan untuk spesies Hoya lainnya karena masih banyak yang belum dianalisis kekerabatannya. DAFTAR PUSTAKA Adedeji O, Ajuwon OY, Babawale OO Foliar epidermal studies, organographic distribution and taxonomic importance of trichomes in the family Solanaceae. International Journal of Botany 3 (3): Agrawal AA, Spiller DA Polymorphic buttonwood: effects of disturbance on resistance to herbivores in green and silver morphs of a bahamian shrub. American Journal of Botany 91 (12): Albers F, Meve U, editor Illustrated Handbook of Succulent Plants: Asclepiadaceae. Berlin: Springer. Ali I, Abbas SQ, Hameed M, Naz N, Zafar S, Kanwal S Leaf anatomical adaptations in some exotic species of Eucalyptus L Her. (Myrtaceae). Pak. J. Bot. 41 (6): Batos B, Vilotic D, Orlovic S, Miljkovic D Inter and intra-population variation of leaf stomatal traits of Quercus robus L. In northern serbia. Arch. Biol. Sci. 62: Croxdale JL Stomatal patterning in Angiosperms. American Journal of Botany 87 (8): Endress ME, Stevens WD The renaissance of the Apocynaceae s.i.: recent advances in systematic, phylogeny, and evolution. Ann Missouri Bot Gard 88:

17 9 Esau K Plant Anatomy. New Delhi: Wiley Eastern Pvt. Ltd. Esau K Anatomy of Seed Plants. 2nd Ed. California: J Wiley. Fahn A Anatomi Tumbuhan. Ed ke-3. Soediarto A, Koesoemaningrat RMT, Natasaputra M, Akmal H, penerjemah; Tjitrosomo SS, editor. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Pr. Terjemahan dari: Plant Anatomy. Hidayat EB Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: ITB Pr. Johansen DA Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill. Mauseth JD Plant Anatomy. California: Addison-Wesley. Metcalfe CR, Chalk L Anatomy of the Dicotyledons, Volume 1: Systematic Anatomy of Leaf and Steam, with a Brief History of the Subject. Oxford: Clarendon Pr. Mulyani S Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Nugroho H, Purnomo MS, Sumardi I Struktur dan perkembangan tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya. Pandey R, Chacko PM, Choudhary ML, Prasad KV, Pal M Higher than optimum temperature under CO 2 enrichment influences stomata anatomical characters in rose (Rosa hybrida). Scie. Hort. 113: Perveen A, Abid R, Fatima R Stomatal types of some dicots within flora of Karachi, Pakistan. Pak. J. Bot. 39 (4): Qosim WA, Purwanto R, Wattimena GA, Witjaksono Perubahan anatomi daun pada regeneran manggis akibat iradiasi sinar gamma in vitro. Zuriat 18: Radwaan UAA Photosynthetic and leaf anatomical characteristics of the droughtresistant Balanites aegyptiaca (L.) Del. Seedlings. American- Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 2 (6): Rahayu S Keanekaragaman genetik Hoya (Asclepiadaceae) asal Sumatera. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rahayu S Sebaran dan keragaman genetik populasi Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae) di taman Sukamantri Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW Fisiologi Tumbuhan. Ed. Ke-4. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Sass JE Botanical Microtechnique. Iowa: Iowa State College. Sulistyaningsih YC, Dorly, Akmal H Studi anatomi daun Saccarum spp. sebagai Induk dalam pemuliaan tebu. Hayati 1: Willmer CM Stomata. London: Longman Group limited.

18 LAMPIRAN 10

19 11 Lampiran 1 Taksonomi tumbuhan Hoya spp. Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Plantae : Spermatophta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Gentianales : Apocynaceae : Asclepiodoideae : Hoya : Hoya spp. Lampiran 2 Distribusi 10 spesies Hoya spp. bertipe sukulen Nama spesies Asal Habitat Distribusi Mdpl H. diversifolia Blume H. latifolia G. Don. H. dolichosparte Schlechter H. bilobata Schlechter H. lacunosa Blume H. verticillata (Vahl) G. Don. H. purpureofusca Hooker Jawa Perbukitan Thailand, Semenanjung Malay, Sumatera, Jawa Jawa Pinggiran sungai Semenanjung Malay, Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi Perbukitan Sulawesi Sulawesi Perbukitan Sulawesi Jawa Bukit, pinggiran sungai Semenanjung Malay, Sumatera, Jawa Jawa Hutan jati Semenanjung Malay, Sumatera, Jawa Jawa Hutan dataran tinggi Jawa, Bali H. kuhlii Koord. Jawa Hutan dataran tinggi Jawa H. oblanceolata Hook.f. H. micrantha Hook. Sumatera Pantai Sumatera, India Kalimantan Hutan Semenanjung Malay, Sumatera, Kalimatan

20 12 Lampiran 3 Komposisi seri larutan Johansen Komposisi Larutan Johansen I II III IV V VI VII Air 50% 30% 15% Etanol 95% 40% 50% 50% 45% Etanol 100% % - - Tertier butil alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50% Minyak parafin % Lampiran 4 Komposisi larutan Gifford Komposisi Volume (ml) Alkohol 60% 80 Asam asetat glacial 20 Gliserin 5 Lampiran 5 Rumus perhitungan data Banyak kelas = log n Banyak kelas = log 10 = 4.3 Banyak kelas = 5 Range = nilai terbesar nilai terkecil Range = Range = Interval = (range)/kelas Interval = 105.6/ 5 = Interval = 22 Lampiran 6 Tipe stomata Anisocytic: Sel penjaga dikelilingi oleh tiga sel tetangga, satu sel tetangga memiliki ukuran berbeda dibandingkan dua sel lainnya. Cyclocytic: Sel tetangga membentuk satu atau dua cincin menyempit di sekitar sel penjaga, jumlah sel tetangga empat atau lebih. Staurocytic: Stoma dikelilingi oleh 3-5 sel tetangga yang bentuknya sama dengan arah berseberangan dengan sel penjaga. Tetracytic: Stoma dikelilingi oleh empat sel tetangga, dua diantaranya paralel pada sel penjaga dan pasangan yang polar bentuknya lebih kecil.

21 13 Lampiran 7 Data matriks sayatan paradermal anatomi 10 spesies Hoya spp. Spesies Karakter H. diversifolia H. latifolia H. dolihochparte H. bilobata H. lacunosa H. verticillata H. purpureofusca H. kuhlii H. oblanceolata H. micrantha Keterangan karakter : 1. Keberadaan letak stomata (0 = 2 sisi tidak ada; 1 = ada di abaksial saja; 2 = ada di adaksial saja; 3 = 2 sisi ada ) 2. Kerapatan stomata abaksial ( 0 = mm 2 ; 1 = mm 2 ; 2 = mm 2 ; 3 = mm 2 ) 3. Indeks stomata abaksial ( 0 = 2-3; 1 = 4-5; 2= ) 4. Panjang stomata abaksial ( 0 = µm; 1 = µm; 2 = µm; 3 = µm ) 5. Lebar stomata abaksial ( 0 = µm; 1 = µm; 2 = µm; 3 = µm; 4 = µm ) 6. Keberadaan stomata abaksial (0 = Stomata tunggal; 1 = Stomata tunggal dan berkelompok; 2= Stomata berkelompok) 7. Tipe stomata abaksial (0= cyclocytic; 1= cyclocytic, staurocytic; 2= cyclocytic, staurocytic, cyclocytic & tetracytic; 3= anisocytic ) 8. Keberadaan trikoma ( 0 = ada di abaksial saja; 1 = 2 sisi ada ) 9. Kerapatan trikoma abaksial (0= 0-10; 1 = >10) 10. Kerapatan trikoma adaksial ( 0= 0; 1= >0)

22 14 Lampiran 8 Data matriks sayatan transversal anatomi 10 spesies Hoya spp. Spesies Karakter H. diversifolia H. latifolia H. dolihochparte H. bilobata H. lacunosa H. verticillata H. purpureofusca H. kuhlii H. oblanceolata H. micrantha Keterangan karakter : 1. Keberadaan kutikula (0 = 2 sisi tidak ada; 1 = ada di abaksial saja; 2 = ada di adaksial saja; 3 = 2 sisi ada ) 2. Tebal kutikula adaksial (0=2-5 µm; 1= 6-9 µm; 2= µm) 3. Tebal kutikula abaksial (0= 2-5 µm; 1= 6-9 µm; 2= µm) 4. Keberadaan epidermis (0 = 2 sisi tidak ada; 1 = ada di abaksial saja; 2 = ada di adaksial saja; 3 = 2 sisi ada ) 5. Tebal epidermis adaksial (0= 9-13 µm; 1= µm; 2= µm; 3= µm) 6. Tebal epidermis abaksial (0=8-12 µm; 1= µm; 2= µm; 3= µm) 7. Keberadaan hipodermis (0 = 2 sisi tidak ada; 1 = ada di abaksial saja; 2 = ada di adaksial saja; 3 = 2 sisi ada ) 8. Tebal hipodermis adaksial (0= 17-77µm) 9. Tebal hipodermis abaksial (0= 17-81µm) 10. Tebal mesofil (0= 0µm;1= µm; 2= µm; 3= µm; 4= µm; 5= µm) 11. Diferensiasi mesofil (0= tidak ada; 1= ada) 12. Keberadaan palisade (0= 2 sisi tidak ada; 1= adaksial saja) 13. Tebal palisade (0= 0 µm; 1= 30<µm) 14. Tebal daun (0= µm; 1= µm; 2= µm; 3= µm; 4= µm)

23 15 Lampiran 9 Pembuatan sediaan sayatan transversal Cara Kerja : 1. Fiksasi: bahan difiksasi selama 24 jam dalam larutan FAA. 2. Pencucian: larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 x dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. 3. Dehidrasi dan penjernihan: dilakukan secara bertahap dengan merendam bahan dalam laruran seri Johansen I-VII. Waktu perendaman untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut: Johansen I... 2 jam Johansen II jam Johansen III... 2 jam Johansen IV... 2 jam Johansen V... 2 jam Johansen VI jam Johansen VI... 2 jam Johansen VI... 2 jam Johansen IV... 2 jam Johansen VII, dalam botol yang berisi 1/3 bagian parafin beku. 4. Infiltrasi: wadah berisi material dan campuran TBA, minyak parafin, serta 1/3 bagian parafin disimpan pada: * suhu kamar selama 1-4 jam (tutup di buka) * dalam oven (58 o C) selama 12 jam (tutup di buka) * tuang seluruh parafin, diganti dengan parafin cair baru (dilakukan 3 x penggantian setiap 6 jam) disimpan pada suhu 58 o C. 5. Penanaman (blok): tuang semua cairan parafin ganti dengan parafin cair murni disimpan di oven suhu 58 o C selama 1 jam. Selanjutnya material siap di blok. 6. Penyayatan: blok yang sudah dirapikan ditempel pada holder dan disayat dengan mikrotom putar setebal 10 µm. 7. Perekatan: sayatan direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi air. Kemudian gelas berisi pita parafin dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 45 o C selama 3-5 jam. 8. Pewarnaan: dilakukan pewarnaan ganda safranin 2% dalam air dan fastgreen 0,5% dalam etanol 95%. Berturut-turut gelas objek direndam ke dalam larutan berikut: Xilol 1... Xilol 2... Etanol-xilol (3:1)... Etanol-xilol (1:1)... Etanol-xilol (1:3)... Etanol absolut... Etanol 95%... Etanol 70%... Etanol 50%... Etanol 30%... Akuades... Safranin 2%... Akuades... Etanol 30%... Etanol 50%... Etanol 70%... Etanol 95%... Fastgreen 0,5%... Etanol absolut... Etanol-xilol (3:1)... Etanol-xilol (1:1)... Etanol-xilol (1:3)... Xilol 1... Xilol menit 5-10 menit 1-2 menit jam 1-2 menit 5-30 detik 5-10 menit 5-10 menit

24 16 9. Penutupan: bahan diberi media entellan atau canada balsam dan ditutup dengan gelas penutup. 10. Pemberian label: label ditempel pada sisi kiri gelas objek. Lampiran 10 Pembuatan sediaan sayatan paradermal Cara Kerja: 1. Fiksasi: bahan difiksasi dalam larutan alkohol 70%. 2. Pelunakan: direndam dalam HNO 3 50%. 3. Pencucian: direndam dalam air. 4. Penyayatan: disayatan menggunakan silet. 5. Penjernihan: direndam dalam kloroks. 6. Pencucian: direndam dalam air. 7. Pewarnaan: dilakukan pewarnaan tunggal safranin 1% dalam air. 8. Penutupan: bahan diberi media gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup. 9. Pemberian label: label ditempel pada sisi kiri gelas objek.

25 17 Lampiran 11 Stomata 10 spesies daun Hoya spp. bertipe sukulen (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 1 Stomata 10 spesies Hoya bertipe sukulen sediaan paradermal. (a) H. diversifolia, (b) H. latifolia, (c) H. dolichosparte, (d) H. bilobata, (e) H. lacunosa, (f) H. verticillata, (g) H. purpureofusca, (h) H. kuhlii, (i) H. oblanceolata, dan (j) H. micrantha. ((a)-(c) dan (e)-(j) : stomata tunggal, (d) : stomata tunggal-berkelompok). Garis skala : 50 µm.

26 18 Lampiran 12 Trikoma adaksial sayatan paradermal Hoya spp. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 2 Trikoma adaksial. (a) H. diversifolia, (b) H. bilobata, (c) H. lacunosa, (d) H. purpureofusca, (e) H. oblanceolata, dan (f) H. micrantha. Garis skala: 50 µm.

27 19 Lampiran 13 Trikoma abaksial sayatan paradermal Hoya spp. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) Gambar 3 Trikoma abaksial. (a) H. diversifolia, (b) H. latifolia, (c) H. dolichosparte, (d) H. bilobata (non glandular), (e) H. bilobata (glandular), (f) H. lacunosa, (g) H. verticillata, (h) H. purpureofusca, (i) H. kuhlii, dan (j) H. oblanceolata, dan (k) H. Micrantha. Garis skala: 50 µm.

28 20 Lampiran 14 Sayatan transversal daun 10 spesies Hoya spp. bertipe sukulen (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 4 Sayatan transversal daun (a) H. diversifolia, (b) H. latifolia, (c) H. dolichosparte, (d) H. bilobata, (e) H. lacunosa, (f) H. verticillata, (g) H. purpureofusca, (h) H. kuhlii, (i) H. oblanceolata, dan (j) H. micrantha.

29 21

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DARI SEPULUH SPESIES Hoya SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DARI SEPULUH SPESIES Hoya SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DARI SEPULUH SPESIES Hoya SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA The Anatomical Characteristics of Ten Succulent Hoya Leaves and Its Hierarchical Cluster Analysis Putra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA ALDI RAHMAN HAKIM

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA ALDI RAHMAN HAKIM i KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATANNYA ALDI RAHMAN HAKIM DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN ANALISIS KEKERABATAN Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN BERDASARKAN KARAKTER ANATOMI DAUN

KERAGAMAN DAN ANALISIS KEKERABATAN Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN BERDASARKAN KARAKTER ANATOMI DAUN KERAGAMAN DAN ANALISIS KEKERABATAN Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN BERDASARKAN KARAKTER ANATOMI DAUN Diversity and Cluster Analysis of Non-Succulent Leaf Type Hoya spp. Based on Leaf Anatomy Characters

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR STOMATA PADA DAUN BEBERAPA TUMBUHAN HIDROFIT SEBAGAI MATERI BAHAN AJAR MATA KULIAH ANATOMI TUMBUHAN

ANALISIS STRUKTUR STOMATA PADA DAUN BEBERAPA TUMBUHAN HIDROFIT SEBAGAI MATERI BAHAN AJAR MATA KULIAH ANATOMI TUMBUHAN ANALISIS STRUKTUR STOMATA PADA DAUN BEBERAPA TUMBUHAN HIDROFIT SEBAGAI MATERI BAHAN AJAR MATA KULIAH ANATOMI TUMBUHAN Wina Dyah Puspita Sari dan Herkules Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi Alat dan Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel daun jambu semarang Buah Pink, Hijau Bulat, Unsoed, Merah Lebar', Kaget Merah, Camplong Putih, Irung

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010 di laboratorium Struktur Tumbuhan Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Histologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN SERTA ANATOMI DAUN KENARI (Canarium commune L) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd) TERHADAP EMISI GAS KENDARAAN BERMOTOR

RESPON PERTUMBUHAN SERTA ANATOMI DAUN KENARI (Canarium commune L) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd) TERHADAP EMISI GAS KENDARAAN BERMOTOR Media Konservasi Vol. X, No. 2 Desember 2005 : 71 76 RESPON PERTUMBUHAN SERTA ANATOMI DAUN KENARI (Canarium commune L) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd) TERHADAP EMISI GAS KENDARAAN BERMOTOR [Growth and

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR Laporan Praktikum Mikroteknik Nama NIM Kelompok Asisten OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 : II (dua) : Ana Fatmasari PROGRAM

Lebih terperinci

Studi Anatomi Daun dari Tiga Anggota Suku Malvaceae di Kawasan Waduk Jatiluhur

Studi Anatomi Daun dari Tiga Anggota Suku Malvaceae di Kawasan Waduk Jatiluhur SP-012-001 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 611-618 Studi Anatomi Daun dari Tiga Anggota Suku Malvaceae di Kawasan Waduk Jatiluhur Leaf Anatomical Study of Three

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI Oleh: Ayu Agustini Juhari 1210702007 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

MORFOMETRIK STOMATA TUMBUHAN TREMBESI (Samanea saman Jacq.) DI SEKITAR PT. SEMEN PADANG. Yurike Yolanda, Lince Meriko, Elza Safitri

MORFOMETRIK STOMATA TUMBUHAN TREMBESI (Samanea saman Jacq.) DI SEKITAR PT. SEMEN PADANG. Yurike Yolanda, Lince Meriko, Elza Safitri MORFOMETRIK STOMATA TUMBUHAN TREMBESI (Samanea saman Jacq.) DI SEKITAR PT. SEMEN PADANG Yurike Yolanda, Lince Meriko, Elza Safitri Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

Studi Anatomi Daun Saccharum spp. sebagai Induk dalam Pemuliaan Tebu

Studi Anatomi Daun Saccharum spp. sebagai Induk dalam Pemuliaan Tebu Hayati, Desember 1994, hlm. 32-36 ISSN 0854-8587 Vol. 1, No. 2 Studi Anatomi Daun Saccharum spp. sebagai Induk dalam Pemuliaan Tebu YOHANA C. SULISTYANINGSM, DORLY, DAN HILDA AKMAL* Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

KERAGAMAN MANGGA CENGKIR DI KABUPATEN INDRAMAYU RITA HANDAYANI

KERAGAMAN MANGGA CENGKIR DI KABUPATEN INDRAMAYU RITA HANDAYANI KERAGAMAN MANGGA CENGKIR DI KABUPATEN INDRAMAYU RITA HANDAYANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRAK RITA HANDAYANI. Keragaman mangga cengkir

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Stomata

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Stomata LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN Stomata DISUSUN OLEH : Irwin Septian F05110003 Kelompok VII PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

Gambar 16 Pohon angsana di Kota Yogyakarta (a) dan di Kota Solo (b).

Gambar 16 Pohon angsana di Kota Yogyakarta (a) dan di Kota Solo (b). BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Gunung Merapi meletus pada tanggal 26 Oktober 2010. Letusan gunung ini mengeluarkan gas dan materi vulkanik. P2PL (2010) melaporkan bahwa letusan Gunung Merapi mengeluarkan berbagai

Lebih terperinci

Adaptasi Anatomis Tanaman Kedelai Varietas Slamet Akibat Perbedaan Ketinggian Tempat Anatomical Adaptation of Soybean 'Slamet' on Various Altitude

Adaptasi Anatomis Tanaman Kedelai Varietas Slamet Akibat Perbedaan Ketinggian Tempat Anatomical Adaptation of Soybean 'Slamet' on Various Altitude Adaptasi Anatomis Tanaman Kedelai Varietas Slamet Akibat Perbedaan Ketinggian Tempat Anatomical Adaptation of Soybean 'Slamet' on Various Altitude Abstract A research on the Anatomical Adaptation of Soybean

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian dasar. Penelitian dasar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian dasar. Penelitian dasar 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian dasar. Penelitian dasar adalah penelitian yang dikerjakan tanpa memikirkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

STUDI ANATOMI DAUN DAN BUAH BERBAGAI JENIS FICUS DI TAMAN WISATA ALAM PANGANDARAN AHMAD RIFAI

STUDI ANATOMI DAUN DAN BUAH BERBAGAI JENIS FICUS DI TAMAN WISATA ALAM PANGANDARAN AHMAD RIFAI STUDI ANATOMI DAUN DAN BUAH BERBAGAI JENIS FICUS DI TAMAN WISATA ALAM PANGANDARAN AHMAD RIFAI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Nur Aini et al., Struktur Anatomi Daun Lengkeng... 31

Nur Aini et al., Struktur Anatomi Daun Lengkeng... 31 Nur Aini et al., Struktur Anatomi Daun Lengkeng... 31 STRUKTUR ANATOMI DAUN LENGKENG (DIMOCARPUS LONGAN LOUR.) KULTIVAR LOKAL, ITOH, PINGPONG DAN DIAMOND RIVER (ANATOMY STRUCTURE OF THE LONGAN LEAF (DIMOCARPUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN Kelompok 1 Ardhania Pratiwi Erma Yunita Nur Azizah Yunita Putri JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN STRUKTUR ANATOMI TUMBUHAN PENGHASIL GAHARU. Aquilaria spp. and Gyrinops versteegii)

PERBEDAAN STRUKTUR ANATOMI TUMBUHAN PENGHASIL GAHARU. Aquilaria spp. and Gyrinops versteegii) PERBEDAAN STRUKTUR ANATOMI TUMBUHAN PENGHASIL GAHARU Aquilaria spp. DAN Gyrinops versteegii (Differences in Anatomical Structure of Agarwood-Producing Plants from Aquilaria spp. and Gyrinops versteegii)

Lebih terperinci

STUDI ANATOMI ORGAN DAN PERKEMBANGAN BUNGA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HENNY WIDIYASTUTI

STUDI ANATOMI ORGAN DAN PERKEMBANGAN BUNGA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HENNY WIDIYASTUTI STUDI ANATOMI ORGAN DAN PERKEMBANGAN BUNGA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HENNY WIDIYASTUTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Morfologi Tanaman Begonia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Morfologi Tanaman Begonia 2 kerapatan, dan ukuran stomata (panjang dan lebar). Kerapatan stomata dapat dinyatakan dengan jumlah stomata/mm 2. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x dan 400x. Irisan transversal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial, dengan faktor I varietas kedelai dan faktor II tingkat ketersediaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK TUMBUHAN DEVI WAHYUNINGSIH 3425131060 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF Pedada Merah (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN

STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF Pedada Merah (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF Pedada Merah (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN Oleh: Niken 1), Irma Leilani Eka SS Putri 2), Lince Meriko 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS KEKERABATAN BEBERAPA TANAMAN MANGGA (Mangifera sp.) BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN. Oleh

SKRIPSI. ANALISIS KEKERABATAN BEBERAPA TANAMAN MANGGA (Mangifera sp.) BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN. Oleh SKRIPSI ANALISIS KEKERABATAN BEBERAPA TANAMAN MANGGA (Mangifera sp.) BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN Oleh Luh Putu Melandani 0908305033 Telah dipertahankan di depan tim penguji dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut:

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: 79 Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: Pengambilan Organ Fiksasi Pemotongan Organ Washing Dehidrasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon 58 Lampiran 1 Analisis probit uji LC5096 jam minyak sereh LC 50 96jam Konsentrasi Jumlah Terekspos Pengamatan Jumlah Respon Pengaturan Proporsi Respon Prediksi Proporsi Respon Proposi Respon 60 10 1 0,1000

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN Hoya diversifolia Blume SINTHO WAHYUNING ARDIE

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN Hoya diversifolia Blume SINTHO WAHYUNING ARDIE PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN Hoya diversifolia Blume SINTHO WAHYUNING ARDIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat alat yang digunakan untuk pembuatan dan pengukuran edible film. Gambar 1 Gambar 2

Lampiran 1. Alat alat yang digunakan untuk pembuatan dan pengukuran edible film. Gambar 1 Gambar 2 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Alat alat yang digunakan untuk pembuatan dan pengukuran edible film Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Keterangan: Gambar 1 : alat-alat untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA PRAKTIKUM VI Topik : Epidermis dan Derivatnya Tujuan : Untuk mengamati bentuk-bentuk epidermis, trikoma dan stoma Hari/Tanggal : Kamis, 16 April 2011 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha. LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi Nama : Bani Nugraha Nim : 1210702008 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Jaringan pada Daun Monokotil dan Dikotil

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Jaringan pada Daun Monokotil dan Dikotil LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN Jaringan pada Daun Monokotil dan Dikotil DISUSUN OLEH : Irwin Septian F05110003 Kelompok VII PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B

STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B OLEH BHASKORO DWI WIDHIANTO A24052444 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF DARUJU (Acanthus spp.) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN. Oleh: ABSTRACT

STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF DARUJU (Acanthus spp.) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN. Oleh: ABSTRACT STRUKTUR ANATOMI ORGAN VEGETATIF DARUJU (Acanthus spp.) DI HUTAN MANGROVE KENAGARIAN MANGGUANG KOTA PARIAMAN Oleh: Desviana Safitri 1), Irma Leilani Eka Putri 2), Erismar Amri 1) Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 39 Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 1. Sea Water Complete (SWC) Cair. Media SWC pada penelitian ini digunakan untuk kultivasi Vibrio harveyi yang akan digunakan untuk perlakuan infeksi.

Lebih terperinci

Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun Beberapa Tumbuhan Suku Orchidaceae. Diterima 2 April 2011, diterima untuk dipublikasikan 26 Juli 2011.

Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun Beberapa Tumbuhan Suku Orchidaceae. Diterima 2 April 2011, diterima untuk dipublikasikan 26 Juli 2011. Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun Beberapa Tumbuhan Suku Orchidaceae Yulanda Rompas 1), Henny L Rampe 2)*, Marhaenus J Rumondor 2) 1) Alumni Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT DAN PENGAMATAN STRUKTUR TUMBUHAN. DisusunOleh: Tribuana Maharani Muria XI MIPA 3 / 23 SMA NEGERI 2 WONOSARI

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT DAN PENGAMATAN STRUKTUR TUMBUHAN. DisusunOleh: Tribuana Maharani Muria XI MIPA 3 / 23 SMA NEGERI 2 WONOSARI LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT DAN PENGAMATAN STRUKTUR TUMBUHAN DisusunOleh: Tribuana Maharani Muria XI MIPA 3 / 23 SMA NEGERI 2 WONOSARI Jl. Ki AgengGiring 3 Telp / Fax (0274) 391158 Wonosari Gunungkidul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TIPE STOMATA PADA DAUN TUMBUHAN XEROFIT (Euphorbia splendens), HIDROFIT (Ipomoea aquatica), DAN MESOFIT (Hibiscus rosa-sinensis)

IDENTIFIKASI TIPE STOMATA PADA DAUN TUMBUHAN XEROFIT (Euphorbia splendens), HIDROFIT (Ipomoea aquatica), DAN MESOFIT (Hibiscus rosa-sinensis) Florea Volume 2 No. 2, Nopember 2015 (28-32) IDENTIFIKASI TIPE STOMATA PADA DAUN TUMBUHAN XEROFIT (Euphorbia splendens), HIDROFIT (Ipomoea aquatica), DAN MESOFIT (Hibiscus rosa-sinensis) Raras Setyo Retno

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500 Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci Kelompok Tanpa pemberian obat Indometasin dalam kapsul gelatin Indometasin dalam matriks kalsium alginatkitosan (dibedah stlh 1 hari) Indometasin dalam matriks

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES SANSEVIERIA IRANI AUGUSTINA SAMOSIR

KARAKTER MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES SANSEVIERIA IRANI AUGUSTINA SAMOSIR KARAKTER MORFOLOGI DAN ANATOMI DAUN BEBERAPA SPESIES SANSEVIERIA IRANI AUGUSTINA SAMOSIR DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 0 PENGARUH VARIASI NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONSENTRASI RANTAI PANJANG POLYISOPRENOID SEMAI MANGROVE SEJATI MINOR BERJENIS SEKRESI Xylocarpus granatum Koenig. SKRIPSI Oleh: TRY MIHARZA 111201085

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

Densitas Stomata 120 Menit

Densitas Stomata 120 Menit LKS: 04 Densitas Stomata 120 Menit PENGANTAR Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian

METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penyemprotan kalsium pada buah manggis dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat

Lebih terperinci

Berita Biologi 9(3) - Desember 2008

Berita Biologi 9(3) - Desember 2008 Berita Biologi 9(3) - Desember 2008 STUDIANATOMIDAUN JENIS-JENIS AVERRHOA DI INDONESIA UNTUK MEMPERTEGAS STATUS TAKSONOMINYA [Leaves anatomy study of Averrhoa spp. in Indonesia to clarify its taxonomy

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI DAUN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) KULTIVAR LOKAL, PINGPONG, ITOH, DAN DIAMOND RIVER SKRIPSI. Oleh Nurul Aini NIM

STRUKTUR ANATOMI DAUN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) KULTIVAR LOKAL, PINGPONG, ITOH, DAN DIAMOND RIVER SKRIPSI. Oleh Nurul Aini NIM STRUKTUR ANATOMI DAUN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) KULTIVAR LOKAL, PINGPONG, ITOH, DAN DIAMOND RIVER SKRIPSI Oleh Nurul Aini NIM 071810401077 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku. 4 Tabel 1 Rancangan pemberian MeJA 750 mm secara berulang. Induksi / Pengamatan Perlakuan (hari ke-) Induksi 0 10 25 50 75 M1 * * * * M2 * * * M3 * * M4 * Keterangan : = pemberian * = pengamatan M1= Perlakuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH.

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH. IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH. QOMARUDIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN. Ole h. DORlY. JURUSAN BIOlOGI. FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM

TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN. Ole h. DORlY. JURUSAN BIOlOGI. FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM pl.r$z. if 1: TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN Ole h DORlY JURUSAN BIOlOGI FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 198 9 TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN. Ole h. DORlY. JURUSAN BIOlOGI. FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM

TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN. Ole h. DORlY. JURUSAN BIOlOGI. FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM pl.r$z. if 1: TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN JAMUR KARAT PADA RUMPUT-RUMPUTAN Ole h DORlY JURUSAN BIOlOGI FAKUl TAS MATEMATIKA DAN IlMU PENGETAHUAN AlAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 198 9 TEKNIK PENGIDENTIFIKASIAN

Lebih terperinci

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.5 Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental 2.6 Sampel 2.6.1 Jenis dan Kriteria Sampel Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ANATOMI STOMATA DAUN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) PADA TAHAP ANAKAN DAN NYORONG

KARAKTERISASI ANATOMI STOMATA DAUN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) PADA TAHAP ANAKAN DAN NYORONG KARAKTERISASI ANATOMI STOMATA DAUN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) PADA TAHAP ANAKAN DAN NYORONG Nor Elina 1, Fitmawati 2, Dyah Iriani 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi, FMIPA-UR 2 Dosen Jurusan Biologi

Lebih terperinci

PENGANTAR LABORATORIUM MIKROTEKNIK. Disusun oleh Joko Mulyono

PENGANTAR LABORATORIUM MIKROTEKNIK. Disusun oleh Joko Mulyono PENGANTAR LABORATORIUM MIKROTEKNIK Disusun oleh Joko Mulyono DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Kata Pengantar Laboratorium Mikroteknik merupakan laboratorium pendidikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A)

HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A) HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA (1410422025) KELOMPOK 3B (A) ABSTRAK Praktikum Hubungan Tumbuhan dengan Air, Transpirasi dan Evaporasi ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci