Perbandingan Beberapa Metoda Praktis Polimerisasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbandingan Beberapa Metoda Praktis Polimerisasi"

Transkripsi

1 Perbandingan Beberapa Metoda Praktis Polimerisasi Hamidah Harahap Renita Manurung Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 1. POLIMERISASI CURAH (BULK POLYMERIZATION) Cara yang langsung dan paling sederhana untuk mengubah monomer menjadi polimer adalah polimerisasi curah (bulk), atau polimerisasi massa (mass polymerization). Biasanya umpan untuk proses ini terdiri dari monomer, sejenis inisiator yang dapat larut dalam monomer, dan suatu agen pemindah rantai (chaintransfer agent). Gambar Diagram Proses Polimerisasi Metil Metakrilat dengan Benzoil Peroksida Pada Temperatur 50 C dan Berbagai Konsentrasi Monomer di Dalam Benzen Beberapa parsoalan serius dapat timbul dalam polimerisasi curah ini, terutama bila melibatkan radikal bebas (free radical bulk polymerization). Salah satu persoalan tersebut ditunjukkan pada gambar di atas yang memperlihatkan peristiwa polimerisasi matil matakrilat (Lucite, Plexiglass, Perspex) dengan konsentrasi yang bervariasi, di dalam benzen yang merupakan pelarut inert. Reaksi dipertahankan pada temperatur tetap. Pada konsentrasi monomer yang lebih tinggi, laju polimerisasi mengalami percepatan yang berbeda, yang tidak sesuai dengan pola kinetik klasik. Fenomena ini dikenal dengan berbagai istilah : autoacceleration, efek gel (gel effect), atau efek Tromsdorff. Alasan-alasan yang menjelaskan gejala di atas berkaitan dengan perbedaan antara tahap propagasi dan tahap terminasi, serta larutan polimer kental yang memiliki viskositas sangat tinggi (misalnya 106 poise). Pada tahap propagasi sebuah molekul monomer yang kecil dan suatu ujung rantai polimer yang sedang tumbuh saling mendekat dan kemudian bergabung, sedangkan pada tahap terminasi ujung-ujung dua buah rantai yang sedang tumbuh saling bergabung. Pada konsentrasi polimer yang tinggi, ujung-ujung rantai polimer yang sedang tumbuh akan sangat sulit menyeret rantainya melalui massa perintang (entangled mass) berupa rantai-rantai polimer yang sudah selesai tumbuh (dead polymer chains) jauh melebihi kesulitan yang dialami 1

2 sebuah molekul monomer sewaktu melewati campuran reaksi. Jadi, laju reaksi terminasi dibatasi bukan oleh sifat dasar reaksi kimianya melainkan oleh laju difusi dari reaktan yang akan bereaksi, dengan demikian proses ini dikendalikan oleh peristiwa ditusi (diffusion controned). Pada konsentrasi polimer yang sangat tinggi dan temperatur yang lebih rendah ketimbang temperatur pada saat rantai polimer menjadi immobile (Tg), tahap propagasi juga dikendalikan oleh peristiwa difusi, hingga grafik konversi terhadap waktu menjadi datar. Persoalan-persoalan di atas makin dipersulit oleh sifat inheren dari campuran reaksi. Monomer-monomer vinyl memiliki panas polimerisasi eksotermis yang agak tinggi, biasanya antara -10 kcal/gmol dan -12 kcal/mol. Sistem-sistem organik juga memiliki kapasitas panas dan konduktifrtas termal yang rendah, yaitu sekitar setengah dari sistem encer. Persoalan paling besar adalah, viskositas yang sangat tinggi menyebabkan perpindahan panas konveksi tidak efektif. Akibat dari semua itu, koefisien pindah panas keseluruhan (overall heat-transfer coefficients) biasanya kurang dari 1 Btu/jam-ft 2 0 F, sehingga sulit untuk memindahkan panas yang dihasilkan reaksi. Hal ini menyebabkan kenaikan temperatur dan selanjutnya kenaikan laju reaksi serta peningkatan panas, yang pada akhirnya dapat menimbulkan bencana. Sekedar mengutip pernyataan Schildknecht tentang polimerisasi curah berskala laboratorium : "Jika suatu polimerisasi curah dari monomer yang reaktif ingin dilaksanakan secara cepat dan sempurna, peneliti harus bersiap-siap kehilangan peralatannya, polimernya, atau bahkan dirinya sendiri". liiustrasi: Kenaikan temperatur maksimum yang mungkin dalam polimerisasi batch dapat dihitung atas dasar asumsi tidak ada panas yang dipindahkan dari sistem, atau kenaikan temperatur terjadi secara adiabatik. Perkiraan kenaikan temperatur adiabatik untuk polimerisasi curah dari stiren, Hp = -16,4 kkal/gmol, berat molekul = 104. Analisa : Polimerisasi 1 mol stiren melepaskan 16,400 cal (asumsi konversi sempurna). Tanpa perpindahan panas, seluruh energi akan digunakan untuk memanaskan campuran reaksi. Kapasitas panas senyawa-senyawa organik seringkali sulit ditentukan, dan karena massa reaksi sedang berubah dari monomer menjadi polimer yang secara umum memiliki perbedaan kapasitas panas, kapasitas panas massa reaksi berubah dengan konversi dan mungkin juga dengan temperatur. Sebagai pendekatan, kapasitas panas sebagian besar sistem organik cair dapat dianggap sebesar 0,5 cal/g 0 C sehingga: T maks = 315 C (104)(0,5) Perlu diingat bahwa titik didih normal stiren adalah 146 C. Masalah-masalah yang disebutkan di atas dapat dielakkan dengan beberapa cara : a. Paling tidak satu dimensi dari massa reaksi harus kecil, sehingga panas dapat dikonduksikan keluar. Lembaran-lembaran polimetilmetakrilat dicetak, di antara lempengan gelas, pada ketebalan maksimum sekitar 1 inci. b. Laju reaksi diusahakan serendah mungkin dengan memilih temperatur dan konsentrasi inisiator yang rendah. Pendekatan ini sebenarnya tidak menguntungkan secara ekonomis. c. Penggunaan sirup, bukan monomer murni. Sirup yang dimaksud adalah larutan polimer dalam monomer. Sirup dapat dibuat dengan dua cara : (1) dengan membiarkan monomer mengalami konversi parsial dalam sebuah ketal, atau (2) 2

3 dengan melarutkan polimer yangn belum dicetak ke dalam monomernya. Dengan penggunaan sirup, seolah-olah sebagian konversi sudah dilaksanakan sehingga sebagian pembangkitan panas terpotong dan konsentrasi monomer sisa pada akhir polimerisasipun menjadi lebih rendah. Densitas suatu massa reaksi meningkat dengan orde 10-20% pada selang konversi polimerisasi 0% %, sehingga penggunaan sirup memberikan keuntungan lain yaitu mengurangi pengerutan (shrinkage) yang dapat terjadi pada saat pencetakan polimer. d. Pelaksanaan reaksi secara kontinu, dengan permukaan pindah panas per unit konversi yang luas. Polimerisasi curah pada umumnya digunakan untuk memperoleh benda-benda dengan bentuk yang diinginkan dengan melaksanakan polimerisasi langsung dalam cetakan. Beberapa contoh misalnya pengecoran, potting, dan pengkapsulan (encapsulation) komponen-komponen elektrik dan pengresapan (impregnation) bahan-bahan penguat (reinforcing agents) yang dilakukan dengan polimerisasi. Polimerisasi ini juga digunakan secara luas untuk memproduksi resin-resin termosetting, yang dilaksanakan sampai suatu tingkat konversi mendekati titik gel (gel point) dalam reaktor. Proses sambung-silang (crosslinking) berlanjut sampai selesai di dalam cetakan. Polimerisasi curah kontinu menjadi makin penting dalam produksi senyawasenyawa bahan cetak yang termoplastik. Suatu proses curah sinambung ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Gambar Diagram Proses Polimerisasi Curah dari Stiren Konversi dilaksanakan sampai 40% deism suatu tangki berpengaduk. Massa reaksi kernudian dilewatkan menuruni suatu menara dengan temperatur yang meningkat, untuk menjaga viskositas pad a tingkat yang maish dapat dikendalikan den untuk memperbesar konversi. Menara tersebut dapat berupa kolom sederhana yang memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan campuran reaksi, atau dapat juga dilengkapi dengan bilah-bilah spiral yang berputar pelan mengeruk dinding menara sehingga membantu terjadinya peerpindahan panas den mendorong massa reaksi ke bawah. Massa reaksi diumpankan dari menara ke suatu ekstruder pada konversi yang lebih besar dari 95%. Konversi tambahan terjadi dalam ekstruder, dan suatu sistem vakum menghisap keluar mpnomer tak bereaksi yang dapat didaur ulang. Helaian polomer leleh yang keluar dan ekstruder lalu didinginkan dengan air, dipotong-potong 3

4 menjadi pelet kasar berukuran 1/8 x 1/8 x 1/8 inci dan kemudian dijual kepada pemroses lanjut sebagai "bubuk" bahan cetakan (molding powder). Lembaranlembaran (sheets) juga dicetak secara kontinu dari sirup di antara ban beralan yang dibuat dari lembaran logam. Keunggulan polimerisasi curah : 1. Karena hanya melibatkan monomer, inisiator, den mungkin bahan pemindah rantai (chain-transfer agents), dengan polimerisasi ini dapat diperoleh polimer semumi mungkin. Hal ini penting dalam aplikasi di bidang listrik dan optik. 2. Berbagai benda langsung dapat dicetak sebaik mungkin. Proses ini merupakan satu-satunya cara mendapatkan benda-benda cetakan seperti itu tanpa berbagai perlakuan terhadap bahan yang lebih besar. 3. Polimerisasi curah memberikan yield per volum reaktor paling besar. Kekurangan polimerisasi curah hujan antara lain: 1. Seringkali sulit dikendalikan. 2. Untuk mengendalikannya, proses harus dilaksanakan perlahan, yang secara ekonomis jelas tidak menguntungkan. 3. Sulit mendapatkan sekaligus laju dan panjang rata-rata rantai yang tinggi karena efek-efek penghambat dari konsentrasi inisiator. 4. Akan sulit untuk menghilangkan sisa monomer yang tidak bereaksi. Hal ini akan sangat penting, misalnya, jika polimer yang dihasilkan akan digunakan dalam proses-proses yang melibatkan persentuhannya dengan makanan. Sebagian besar polimerisasi curah dilaksanakan secara homogen. Tetapi jika polimer yang dihasilkan tidak larut dalam monomernya, dan mengendap pada saat reaksi berlangsung, proses tersebut kadang-kadang disebut sebagai polimerisasi curah heterogen (heterogeneous bulk) atau polimerisasi pengendapan (precipitation polymerization). Dua contoh polimerisasi semacam itu misalnya polyakrilonitril dan polyvinyl chlorida (PVC). PVC diproduksi secara komersial dengan proses curah heterogen, yang memungkinkan pengontrolan ukuran partikel dan porositas untuk absorpsi plasticizer yang dapat digolongkan dalam kategori ini pula. 2. POLIMERISASI LARUTAN Penambahan pelarut inert pada polimerisasi curah mengurangi berbagai persoalan yang timbul dalam sistem tersebut. Hal itu mengurangi kecenderungan autoacceleration pada adisi radikal babas. Pengencer inert meningkatkan kapasitas panas campuran reaksi tanpa memberikan kontribusi pada pembangkitan panas, dan juga mengurangi viskositas massa reaksi pada konversi tertentu. Selain itu, panas polimerisasi dapat dihilangkan secara mudah dan efisien dengan merefluks pelarut tersebut. Jadi, bahaya akibat reaksi yang berlebihan dapat dihindari. Illustrasi : Perkirakan kenaikan temperatur adiabatik untuk polimerisasi larutan 20% berat stiren dalam suatu palarut organik inert. Penyelesaian : Dalam 100 g. massa reaksi, terdapat 20 g. stiren, sehingga energi yang dibebaskan pada saat stiren terkonversi sempurna menjadi polimer adalah : 20 x /104 = 3150 cal. 4

5 Kenaikan temperatur adiabatik adalah : T mak s = 3150/(0,5 x 100) = 63 0 C Keunggulan polimerisasi larutan antara lain: 1. Pengendalian dan pemindahan panas lebih mudah. 2. Perancangan sistem reaktor akan lebih mudah, karena reaksi-reaksi yang terjadi mengikuti hubungan-hubungan kinetika yang telah dikenal. 3. Larutan polimer yang diinginkan, untuk beberapa aplikasi tertentu, misalnya pernis, dapat langsung diperoleh dari reaktor. Kekurangan polimerisasi larutan antara lain: 1. Penggunaan pelarut akan menurunkan laju reaksi dan panjang rata-rata rantai, karena laju dan sekaligus panjang rata-rata rantai polimer sebanding dengan [M] (dalam adisi radikal bebas). Penurunan X n juga akan terjadi jika pelarut berperan sebagai bahan pemindah rantai (chaian-transfer agent). 2. Pelarut yang mahal, mudah terbakar, bahkan mungkin juga beracun, diperlukan dalam jumlah besar. 3. Pemisahan polimer dan recovery pelarut memerlukan teknologi ekstra. 4. Pemisahan sisa pelarut den monomer mungkin akan sulit dilakukan. 5. Penggunaan pelarut inert dalam massa reaksi megurangi yield per volum reaktor. Polimerisasi ionik merupakan proses larutan yang agak eksklusif. Sebagian besar polimerisasi Zeigler - Natta juga merupakan proses larutan, meskipun beberapa di antaranya dilaksanakan tanpa pelarut. Gambar berikut melukiskan sebuah proses tipikal yang memanfaatkan suatu sistem katalis Zeigler - Natta. Gambar Diagram Proses Polimerisasi Pemindahan panas dari reaktor dapat ditakukan dengan merefluks pelarut, menggunakan jaket-jaket pendingin atau dengan alat pemindah panas eksternal, atau kombinasi dari berbagai cara tersebut. Bila produk yang diinginkan merupakan suatu polimer kristalin, reaksi dapat dilaksanakan pada temperatur yang cukup rendah sedemikian rupa sehingga polimer langsung mengendap saat terbentuk menghasilkan slurry, bukan suatu larutan homagen. Katalis biasanya dideaktifasi menggunakan metanol atau asam kemudian disaring, disentrifugasi, atau diendapkan. Namun demikian, perkembangan akhir-akhir ini lebih ditekankan pada peningkatan yield katalis (gram polimer yang dihasilkan per gram katalis) sehingga tahap deaktifasi 5

6 katalis yang sulit dan mahal tersebut dapat dihilangkan. Recovery pelarut dan monomer yang tak bereaksi dilakukan pada proses stripping menggunakan air panas dan kukus (steam), menyisakan slurry polimer yang kemudian dikeringkan sehingga berbentuk "remah-remah". Bila bahan berupa karet, remah-remah itu dipadatkan lalu digulung, sedangkan bahan plastik biasanya dicetak dalam bentuk pelet. Desain reaktor untuk proses-proses baru dilaksanakan secara kontinu. 3. POLIKONDENSASI ANTAR-MUKA (INTERFACIAL POLYCONDENSATION) Salah satu variasi dari polimerisasi larutan dikenal sebagai polikondensasi antar-muka, dan telah digunakan dalam laboratorium sejak lama, dan belakangan juga diterapkan untuk keperluan komersial. Salah satu monomer dari suatu pasangan kondensasi dilarutkan dalam suatu cairan, sedang monomer pasangannya dilarutkan dalam cairan yang lain. Kedua pelarut itu tidak saling larut. Polimer yang terbentuk tidak larut pula dalam kedua cairan tersebut, dan terbentuk di daerah antar-muka dari keduanya. Salah satu fasa biasanya juga dibubuhi bahan yang dapat bereaksi dengan molekul kondensasi untuk mendorong reaksi mencapai kesempurnaan. Salah satu contoh proses seperti itu adalah pembuatan nilon 6/10 dari heksametilen diamin dan sebacoyl chlorida (bentuk khlorida asam dari asam sebacic). Asam klorida dilarutkan, misalnya dalam CCl4, dan diamin dilarutkan di dalam air, bersama-sama dengan sejumlah NaOH untuk mengambil HCl. Dalam suatu demonstrasi, lapisan cair perlahan diapungkan di atas lapisan organik dalam sebuah gelas kimia. Reaktan berdifusi ke bidang antar-muka, kemudian bereaksi dengan sangat cepat membentuk film polimer. Polimer dapat ditarik dan bidang antar-muka dengan sangat hati-hati dalam bentuk helaian kopong yang mengandung sejumlah besar cairan. Polimer baru akan terbentuk di bidang antar-muka menggantikan polimer yang telah diambil. Secara komersial akan lebih mudah jika kedua fasa diaduk. Salah satu keuntungan dari teknik ini adalah reaksi-reaksinya berlangsung sangat cepat pada temperatur ruang dan tekanan atmosfir, berlawanan dengan polikondensasi yang pada umumnya harus dilaksanakan dalam jangka waktu lama, temperatur tinggi, dan tekanan vakum. Perbedaan ini seimbang dengan biaya untuk penyediaan monomer khusus, seperti asam khlorida di atas, dan kebutuhan untuk pemisahan dan daur ulang pelarut serta monomer yang tak bereaksi. 4. POLIMERISASI SUSPENSI, MANIK-MANIK ATAU MUTIARA (SUSPENSION, BEAD, OR PEARL POLIMERIZATION) Pada saat membahas polimerisasi curah, dijelaskan bahwa salah satu cara memudahkan pemindahan panas adalah dengan memilih salah satu dimensi massa reaksi yang kecil. Hal ini dilakukan dalam polimerisasi suspensi sampai tingkat ekstrem yang masih masuk akal, dengan jalan membuat suspensi monomer dalam bentuk tetesan berdiameter 0,01 sampai 1 mm di dalam cairan bukan pelarut yang inert (hampir selalu digunakan air). Dengan cara ini setiap tetesan berperan sebagai satu reaktor curah tetapi dengan dimensi yang sangat kecil sehingga pemindahan 6

7 panas tidak menjadi mesalah dan panas dapat disingkirkan dari medium suspensi inert yang memiliki viskositas rendah. Karakteristik penting dari sistem ini adalah, suspensi yang terbentuk tidak stabil secara termodinamik dan harus dijaga dengan pengadukan dan dengan menambahkan bahan pensuspensi. Umpan yang biasa digunakan dapat terdiri dari: Dalam proses ini digunakan dua jenis bahan pensuspensi. Suatu keloid pelindung (protective colloid) merupakan polimer yang larut dalam air dan berfungsi meningkatkan viskositas fasa air (continuous water phase). Koloid ini secara hidrodinamika menghalangi penggabungan tetesan monomer; tetapi bersifat inert terhadap reaksi polimerisasi. Garam anorganik halus seperti MgCO 3 juga digunakan. Garam ini akan terkumpul pada bidang antar-muka tetesan monomer-air karena pengaruh tegangan permukaan, dan mencegah penggabungan tetesan yang dapat terjadi akibat tumbukan. Untuk menjaga kestabilan sistem, kadang-kadang juga digunakan suatu larutan penyangga ph (buffer). Fasa monomer tersuspensi di dalam air pada perbandingan volum sekitar % monomer/air. Reaktor dibersihkan (purge) dengan nitrogen kemudian dipanaskan untuk memulai reaksi. Pada reaksi berlangsung pengendalian temperatur dalam reaktor dimudahkan dengan tambahan kapasitas panas dari air, dan viskositas massa reaksi yang rendah - terutama fasa yang kontinu yang memungkinkan pemindahan panas melalui suatu jaket. Ukuran manik-manik tergantung pada tingkat pengadukan, sifat dasar monomer, dan sistem suspensi. Pada saat konversi 20% -70%, pengadukan menjadi sangat panting. Pada saat konversi di bawah 20% fasa organik masih cukup cair untuk kembali terdispersi, den diatas 70%, partikel-partikel menjadi cukup kaku sehingga dapat mencegah penggumpalan, tetapi jika pengadukan terhenti atau berkurang diantara kedua batas konversi itu, partikel-partikel yang lengket akan bergabung atau menggumpal menjadi gumpalan massa yang cukup besar dan manik-manik yang terbentuk pun akan lebih besar. Lagi-lagi menurut Schildknecht, "Suatu polimerisasi yang tak terkendali dan menghasilkan gumpalan polimer yang besar seperti itu, mungkin memerlukan bor bertekanan udara atau alat pertambangan yang lain untuk menyelamatkan peralatan polimerisasi". Oleh karena hampir semua sistem aliran memiliki ruang stagnan yang relatif lebih banyak, sehingga pelaksanaan polimerisasi suspensi secara kontinu menjadi tidak praktis. Reaktor-reaktor yang digunakan biasanya dilengkapi dengan jaket, dan merupakan ketel baja bahan karat yang berkapasitas sampai galon. Manikmanik polimer disaring dan disentrifugasi dan dicuci dengan air untuk menghilangkan 7

8 keloid pelindung atau dibilas dengan asam encer untuk mengurangi MgCO 3. Manikmanik itu sangat mudah ditangani pada saat masih basah, tetapi cenderung menaikkan muatan statis pada saat kering, sehingga cenderung saling lengket ataupun menempel pada benda-benda lain. Manik-manik itu dapat dicetak langsung, diekstrusi dan dicacah untuk membentuk "bubuk" bahan cetakan, atau digunakan sebagai resin penukar ion atau bahan pembuat cangkir-cangkir busa polystiren dan gabus penyangga kemasan. Resin-resin penukar ion pada dasarnya merupakan manik-manik hasil suspensi dari sambung-silang polistiren yang diperoleh dengan polimerisasi menggunakan sedikit divinil benzen, yang kemudian diolah secara kimiawi untuk mendapatkan fungsi yang dibutuhkan. Untuk mengurangi tahanan perpindahan massa dalam proses penukaran ion, suatu pelarut inert dapat ditambahkan ke dalam fasa suspensi organik. Pada saat polimerisasi selesai, pelarut tersebut dipisahkan, menyisakan manik-manik yang sangat berpori, sehingga memiliki permukaan internal sangat luas (macro reticular). Manik-manik busalgabus merupakan polistiren linier yang mengandung bahan-bahan inert penghembus cairan (inert liquid blowing agents), biasanya pentan. Pentan tersebut dapat ditambahkan ke dalam monomer bahan polimerisasi, tetapi yang lebih umum adalah menambahkannya ke dalam reaktor setelah polimerisasi, agar teradsorpsi oleh manik-manik polystiren. Bila dipertemukan dengan kukus dalm suatu cetakan, manik-manik itu menjadi lunak dan berbusa, serta mengembang karena bahan penghembus yang menguap, sehingga terbentuk cangkir-cangkir gabus maupun benda-benda gabus (foam) yang lain. Keunggulan utama dari polimerisasi suspensi adalah : 1. Pemindahan diperoleh dalam bentuk yang mudah dilakukan. 2. Polimer diperoleh dalam bentuk yang mudah ditangani dan seringkali dapat langsung digunakan. Kekurangannya antara lain: 1. Yield per volum reaktor rendah. 2. Polimer yang dihasilkan sedikit kurang murni dibandingkan dengan hasil polimerisasi curah, karena sisa-sisa bahan pensuspensi yang teradsorpsi di permukaan partikel. 3. Polimerisasi tidak dapat dilaksanakan secara kontinu menggunakan beberapa faktor batch secara berurutan. 5. POLIMERISASI EMULSI Ketika suplai karet alam dari Timur dihambat oleh Jepang selama PD II, Amerika Serikat tidak memilliki bahan penggantinya. Keberhasilan Program Cadangan Karet, dalam mengembangkan pengganti sinstetis yang sesuai dan fasilitasfasilitas produksinya, merupakan salah satu hasil yang menonjol dari para ahli kimia den rekayasawan (enggineers). Karet kopolimer stiren-butadien GR S (Government Rubber-Styrene) atau sekarang dikenal sebagai SBR (Styrene Butadiene Rubber) - dikembangkan selama berperang - masih merupakan karet sintetik yang paling panting dan masih diproduksi bersama-sama dengan berbagai jenis polimer, sebagian besar menggunakan proses polimerisasi yang dikembangkan kemudian. Belakangan ini polimerisasi emulsi mulai tergeser oleh proses-proses polimerisasi yang lain. Meskipun demikian, pengetahun mengenai sisa monomer yang dalam jumlah sangat kecil sekalipun dapat menimbulkan efek-efek yang secara 8

9 fisiologis berbahaya, rnembuat orang kembali tertarik untuk menggunakan polimerisasi emulsi. Partikel-partikel lateks yang berukuran sangat kecil memberikan jalur difusi yang sangat pendek untuk menyingkirkan molekul-molekul kecil dari polimer dengan cara, misalnya, stripping menggunakan kukus, memperkecil residu monomer yang tertinggal. Pada banyak aplikasi, polimer padat harus diambil dari lateksnya. Cara paling mudah adalah dengan spray-drying, tetapi karena tak satu pun usaha dilakukan untuk menghilangkan sabun, produk yang diperoleh dengan menambahkan sejenis bahan yang dapat berperan paling tidak sebagai pelarut persist bagi polimer, misalnya aseton. Penambahan ini membuat partikel bersifat lengket dan mengalami penggumpalan. Lateks kemudian dikoagulasi dengan menambahkan suatu asam, misalnya asam sulfat, yang akan mengubah sabun menjadi bentuk hidrogen yang tak larut, atau dengan menambahkan garam elektrolit yang akan memecah stabilizing double layers pada partikel, hingga memungkinkan partikel tersebut dapat menggumpal oleh tarikan-tarikan elektrostatik. Cara pertama meninggalkan bahanbahan tak larut yang teradsorpsi di permukaan partikel, tetapi kadang-kadang hal ini malah menguntungkan; misalnya asam lemak dapat berperan sebagai pelumas dalam produksi ban. "Remah-remah" polimer yang terkoagulasi (kemudian dicuci, dikeringkan, kemudian dikemas atau diproses lebih lanjut. Keunggulan polimerisasi emulsi adalah : 1. Pengendalian mudah : viskositas massa reaksi jauh lebih kecil ketimbang larutan dengan konsentrasi yang sebanding; air menambah kapasitas panas; dan massa reaksi dapat direfluks. 2. Dengan menggunakan konsentrasi sabun yang tinggi dan konsentrasi bibit yang rendah, akan diperoleh sekaligus laju polimerisasi dan panjang rata-rata rantai yang tinggi. 3. Produk lateks sering dapat langsung digunakan, juga dapat jadi bahan pembantu untuk mendapatkan senyawa-senyawa yang seragam melalui master-hatching. 4. Ukuran partikel lateks yang kecil akan menurunkan jumlah residu monomer. Kekurangan polimerisasi emulsi antara lain: 1. Sulit untuk memperoleh polimer yang mumi. Permukaan partikel-partikel kecil yang sangat luas memberikan ruang yang sangat besar bagi zat-zat pengotor yang teradsorpsi meliputi penarikan air oleh sisa sabun, yang dalam jumlah sangat kecilpun dapat menimbulkan masalah. 2. Diperlukan teknologi untuk mengambil polimer padat. 3. Air dalam massa reaksi menurunkan yield per volume reaktor. DAFTAR PUSTAKA C.E. Schildnecht, Polymer Processes, Interscience, New York, H. D. Anspon, Manufacture of Plastics, W. M. Smith, Reinhold, New York,

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sektor industri termasuk industri kimia di dalamnya, dewasa ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia, baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Polistiren dari Stiren Monomer dengan Kapasitas ton/tahun Laporan Akhir BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Polistiren dari Stiren Monomer dengan Kapasitas ton/tahun Laporan Akhir BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pembangunan sektor industri di Indonesia sedang mengalami peningkatan, salah satunya pada sub sektor industri kimia. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat bahwa ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Untuk pabrik Polyvinyl Chloride ini ada dua tahap yang diperlukan yaitu tahap

II. DESKRIPSI PROSES. Untuk pabrik Polyvinyl Chloride ini ada dua tahap yang diperlukan yaitu tahap II. DESKRIPSI PROSES Untuk pabrik Polyvinyl Chloride ini ada dua tahap yang diperlukan yaitu tahap pembuatan C 2 H 4 dan HCl menjadi C 2 H 3 Cl, selanjutnya C 2 H 3 Cl yang terbentuk akan dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian yang dijalankan untuk memberikan alternatif sintesis pelumas dasar bio melalui proses esterifikasi asam lemak (asam karboksilat) berkatalis heterogen

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n POKOK BAHASAN I. LAJU REAKSI 1.1 Pengertian Laju Reaksi Laju reaksi didefinisikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau laju bertambahnya hasil reaksi (produk) tiap satu satuan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Tritolyl Phosphate dari Cresol dan POCl3 Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Tritolyl Phosphate dari Cresol dan POCl3 Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus melakukan pembangunan di berbagai sektor untuk mengurangi ketergantungan dari negara lain. Menurut Prosiding Simposium Nasional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hexamine Hexamine merupakan produk dari reaksi antara amonia dan formalin dengan menghasilkan air sebagai produk samping. 6CH 2 O (l) + 4NH 3(l) (CH 2 ) 6 N 4 + 6H 2 O Gambar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu 3 LAJU REAKSI Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: Menghitung konsentrasi larutan (molaritas larutan). Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan,

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

MODUL I Pembuatan Larutan

MODUL I Pembuatan Larutan MODUL I Pembuatan Larutan I. Tujuan percobaan - Membuat larutan dengan metode pelarutan padatan. - Melakukan pengenceran larutan dengan konsentrasi tinggi untuk mendapatkan larutan yang diperlukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selulosa asetat merupakan ester asam organik dari selulosa yang telah lama dikenal di dunia. Produksi selulosa asetat adalah yang terbesar dari semua turunan selulosa.

Lebih terperinci

Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1

Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1 Diagram Fasa Zat Murni Pertemuan ke-1 Perubahan Fasa di Industri Evaporasi Kristalisasi Diagram Fasa Diagram yang bisa menunjukkan, pada kondisi tertentu (tekanan, suhu, kadar, dll) zat tersebut berfasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh: SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I Kelas : 4 KB Kelompok Disusun Oleh: : II Ari Revitasari (0609 3040 0337) Eka Nurfitriani (0609 3040 0341) Kartika Meilinda Krisna (0609 3040 0346) M. Agus Budi Kusuma (0609

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asetanilida Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang, manusia tidak dapat lepas dari bahan-bahan kimia, hampir disemua aspek kehidupan manusia dapat ditemukan bahan-bahan kimia. Mulai dari aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENELITIAN PEMBUATAN POLIMETIL METAKRILAT (PMMA)

PENELITIAN PEMBUATAN POLIMETIL METAKRILAT (PMMA) PENELITIAN PEMBUATAN POLIMETIL METAKRILAT (PMMA) Dwi Wahyuni, Sri Rukmini Dew: Peneliti Pusat Teknologi Dirgantara Terapan ABSTRACT The poly methyl methacrylate (PMMA) research has been excecuted.. Methyl

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID

PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID PETUNJUK PRAKTIKUM UREA FORMALDEHID I. PENDAHULUAN Resin urea-formaldehid merupakan produk yang sangat penting saat ini di bidang plastik, pelapisan dan perekat. Hasil reaksi antara urea dan formaldehida

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Gambar 1 Open Kettle or Pan

Gambar 1 Open Kettle or Pan JENIS-JENIS EVAPORATOR 1. Open kettle or pan Prinsip kerja: Bentuk evaporator yang paling sederhana adalah bejana/ketel terbuka dimana larutan didihkan. Sebagai pemanas biasanya steam yang mengembun dalam

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? Aplikasi dasar-dasar ilmu pengetahuan alam yang dirangkai dengan dasar ekonomi dan hubungan masyarakat pada bidang yang berkaitan Iangsung dengan proses dan

Lebih terperinci

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer.

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer. Polimer Apakah Polimer? Polimer adalah suatu material yang tersusun dari suatu rantai molekul secara berulang. Polimer tersusun dari unit-unit yang disebut dengan monomer Contoh-contoh polimer yang sering

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polistiren adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer stiren. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN NERACA MASSA DAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN NERACA MASSA DAN ENERGI NME D3 Sperisa Distantina 1 BAB I PENDAHULUAN NERACA MASSA DAN ENERGI Definisi Teknik Kimia: Pemakaian prinsip-prinsip fisis bersama dengan prinsip-prinsip ekonomi dan human relations ke bidang yang menyangkut

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan BAB I PENGANTAR Metil salisilat merupakan turunan dari asam salisat yang paling penting secara komersial, disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang memiliki stabilitas ekonomi yang cenderung naik turun. Oleh karena itu, kini Pemerintah Indonesia sedang giat dalam meningkatkan

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Phthalic Acid Anhydride (1,2-benzenedicarboxylic anhydride) Phthalic acid anhydride pertama kali ditemukan oleh Laurent pada tahun 1836 dengan reaksi oksidasi katalitis ortho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ion Exchanger Ion exchange atau resin penukar ion dapat didefinisi sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan hubung silang (crosslinking)

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI Disusun Oleh : Kelompok II Salam Ali 09220140004 Sri Dewi Anggrayani 09220140010 Andi Nabilla Musriah 09220140014 Syahrizal Sukara 09220140015 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Polistirena (polystyrene) atau polivinil benzena merupakan resin sintesis jenis termoplastik yang mempunyai rumus kimia (C 6 H 5 CHCH 2 ) n. Senyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Nitrometana Nitrometana merupakan senyawa organik yang memiliki rumus molekul CH 3 NO 2. Nitrometana memiliki nama lain Nitrokarbol. Nitrometana ini merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mencapai suatu struktur ekonomi yang kuat diperlukan pembangunan industri untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan berbagai jenis produk. Selain berperan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA 1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar natrium karbonat dan natrium hidrogen karbonat dengan titrasi

Lebih terperinci

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Abstrak Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Fenil Asetat Asam fenil asetat disebut dengan nama lain asam α-toluic, asam benzen asetat, asam alfa tolylic dan asam 2-fenil asetat (Wikipedia, 2012b). Asam fenil asetat

Lebih terperinci