Bab III Metode Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Metode Penelitian"

Transkripsi

1 Bab III Metode Penelitian III.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Objek penelitian pada disertasi ini adalah sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Secara garis besar terdapat beberapa tahapan yang dilakukan dari awal sampai selesainya penelitian. Tahapan-tahapan tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.1. Selama proses penelitian, terdapat tahapan yang selalu berjalan beriringan dengan tahapan-tahapan tersebut, yaitu tahapan studi pustaka. Perumusan Masalah Perumusan Metodologi Perancangan Pengumpulan Data Pengumpulan Data Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar III.1 Tahapan dalam proses penelitian disertasi Berikut ini akan disampaikan beberapa proses yang dilakukan dalam tahapantahapan penting dalam proses penelitian, yaitu: a. Tahap Perumusan Masalah: 1. Merumuskan lingkup studi berkaitan dengan area, waktu pemrograman dan ketersediaan alat bantu; 2. Merumuskan posisi objek kajian dalam lingkup transportasi dan tata ruang; 104

2 3. Mengidentifikasi outstanding issues yang berkaitan dengan pengembangan sistem jaringan jalan, khususnya jaringan jalan dalam wilayah provinsi; 4. Merumuskan kerangka berpikir dalam penyelesaian masalah. b. Tahap Perumusan Metodologi: 1. Mengidentifikasi aktor perencanaan, yaitu pihak yang terlibat sebagai pengambil keputusan dalam perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dan pihak yang terkait dengan pemrograman tersebut yang disebut dengan stakeholders, tetapi bukan merupakan pengambil keputusan. 2. Menentukan teknik penggalian aspirasi pengambil keputusan dan stakeholders yang sesuai dengan sasaran capaian, kemungkinan-kemungkinan adanya hambatan dan pertimbangan-pertimbangan waktu dan biaya; 3. Menentukan model analisis pengambilan keputusan yang akan diaplikasikan dalam analisis pengambilan keputusan. c. Tahap Pengumpulan Data: 1. Melakukan pengumpulan data sekunder, berupa gambaran umum wilayah studi dan daerah pengaruhnya, kondisi sosial ekonomi, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan kondisi eksisting sistem transportasi khususnya jalan nasional dan provinsi dalam wilayah studi; 2. Data primer merupakan hasil survey kuesioner untuk menentukan tingkat kepentingan pihak terkait yang terlibat, penentuan kriteria dan bobot perencanaan. d. Tahap Analisis dan Pembahahasan 1. Melakukan analisis tingkat kepentingan aktor yang terlibat; 2. Melakukan analisis pembobotan kriteria perencanaan; 3. Melakukan skoring kriteria untuk setiap ruas jalan; 4. Melakukan analisis kebutuhan transportasi pada tahun dasar dan tahun rencana dengan menggunakan pemodelan transportasi; 5. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan pada tahun dasar dan tahun prediksi; 105

3 6. Melakukan analisis simulasi pemrograman penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dengan proses integrasi Top Down Bottom Up (TD- BU) dan akan dibandingkan dengan proses Top Down (TD) saja. 7. Melakukan analisis verifikasi terhadap hasil analisis sejauh mana pencapaian tujuan dari penelitian ini. III.2 Pengambil Keputusan dan Pihak Terkait (Stakeholders) Sistem jaringan jalan nasional secara administrasi dibina oleh pemerintah pusat. Dalam operasional pengelolaannya dilimpahkan kepada pemerintah provinsi. Dengan demikian pemerintah provinsi bertindak sebagai penyelenggara penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi. Secara instansi teknis di tingkat provinsi, beban dan tanggung jawab ada di Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi. Dalam pelaksanaan perencanaan infrastruktur transportasi wilayah provinsi, dibentuk tim teknis yang terdiri dari Bappeda, Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga. Dengan demikian yang dimaksud dengan pihak pengambil keputusan dalam studi ini adalah tim teknis dari ketiga instansi di tingkat provinsi tersebut. Selain pihak yang telah disebutkan di atas sebagai pihak pengambil keputusan untuk perencanaan pemrograman sistem jaringan jalan nasional dan provinsi, maka terdapat pula pihak-pihak yang terkait secara struktur organisasi pemerintahan yang berada di tingkat kabupaten/kota dan pihak terkait lainnya yang disebut sebagai pihak terkait dengan kebijakan pengambil keputusan tersebut, yang selanjutnya disebut sebagai pihak terkait (stakeholders). Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh pihak pengambil keputusan masih berkaitan dengan kepentingan pihak terkait, misalnya untuk menciptakan suatu sistem yang terpadu. Dalam perencanaan pemrograman sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dalam penelitian disertasi ini, maka yang diidentifikasi sebagai stakeholders diantaranya adalah Bappeda Kabupaten/Kota, Dinas Perhubungan Kab/Kota, Dinas Praswil Kabupaten/ Kota, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait yang berada dalam wilayah Provinsi NAD. 106

4 III.3 Pendekatan Top-Down (TD) dan Bottom-Up (BU) Berikut ini akan dijelaskan operasional proses perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan yang selama ini dilakukan sesuai dengan hubungan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu pendekatan TD dan bagian kedua adalah usulan pendekatan secara pendekatan gabungan top-down dan bottom-up (TD-BU). Dalam operasionalnnya proses TD lebih mengarah kepada garis perintah dari pihak atasan ke bawahan. Namun dalam pendekatan yang bersifat BU, maka penekanan terdapat pada masukan ataupun permohonan dari pihak bawahan ke atasan. III.3.1 Pendekatan Top-Down Pendekatan TD dapat diartikan sebagai pendekatan yang sangat minim sekali dalam mengakomodasi potensi dan keinginan daerah dalam penetapan kerangka jaringan transportasi jalan di tingkat wilayah (provinsi, beberapa provinsi dan pulau). Lingkup dari pendekatan TD dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai kebijakan yang mengikuti apa yang telah digariskan oleh kebijakan di atasnya, seperti: RTRWN, Tatranas, RTRWP dan Tatrawil. Dengan demikian kebijakan penetapan infrastruktur sudah ditetapkan, dengan demikian kebijakan yang dapat dilakukan di tingkat provinsi adalah penyusunan program. Penyusunan program penanganan dilakukan berdasarkan kriteria yang diputuskan oleh pihak pengambil keputusan, yang mana kriteria tersebut sangat teknis dan terukur, yang biasanya hanya berkaitan dengan kinerja operasional ruas jalan. III.3.2 Integrasi Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up Integrasi pendekatan TD-BU yang dimaksud di sini adalah berupaya dengan cara tertentu dalam proses perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi, mengakomodasi aspirasi stakeholders. Dengan demikian diperlukan kriteria yang lebih luas, baik yang sifatnya kuantitati maupun kualitatif. 107

5 Selain kriteria yang lebih luas, partisipan yang terlibat juga menjadi banyak, dengan demikian diperlukan suatu teknis pengambilan keputusan. Proses BU tersebut bila dilihat dari materi keinginan stakeholders yang dapat diakomodasi adalah: 1. Program perubahan/rencana pemanfaatan ruang pada masa yang akan datang. Materi ini dapat ditelusuri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota masing-masing; 2. Tataran transportasi eksisting dan keinginan ke depan dari kabupaten/kota dan keinginan ke depan bagaimana visi dan misi tataran transportasi tersebut akan dikembangkan; 3. Kriteria dalam perencanaan, untuk mengakomodasi aspirasi juga dapat dilakukan dengan menjaring kriteria dan bobot kriteria perencanaan. Proses BU bila dilihat dari waktunya, proses tersebut dapat dilakukan pada awal perencanaan, di bagian akhir perencanaan dan pada saat awal dan akhir perencanaan. Walaupun peroses pendekatan secara gabungan TD-BU dijalankan, namun peran perencana ahli (seperti konsultan perencana dan expert) tetap merupakan hal yang penting dan dominan. Hal tersebut melihat posisi perencana yang tetap harus berperan sebagai: inisiator, fasilitator dan sekaligus sebagai eksekutor dalam menghasilkan produk perencanaan. Implikasi waktu pelaksanaan proses BU, bila dilakukan pada: 1. Awal proses perencanaan. Jika model seperti ini yang dilakukan, maka perencana hanya meminta input (masukan) dari stakeholders berkenaan dengan penggunaan ruang ke depan, keinginan terhadap sistem jaringan transportasi dan penggalian kriteria perencanaan. Selanjutnya perencana ahli yang akan memutuskan bagai mana hasil perencanaan tersebut, 2. Akhir proses perencanaan. Jika model ini yang dilakukan, maka pada tahap awal perencana sudah merencanakan sistem jaringan jalan, hingga para pihak stakeholders hanya memberikan penilaian terhadap apa yang telah direncanakan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk memberikan 108

6 masukan kembali terhadap bagaimana perencanaan ke depan, penggunaan ruang ke depan dan kriteria perencanaa jaringan, 3. Awal dan akhir proses perencanaan. Model ini merupakan gabungan dari kedua proses tersebut di atas, yaitu: pertama, pihak perencana meminta input penggunaan ruang, keinginan stakeholders, dan kriteria perencanaan. Selanjutnya perencana mewujudkan hasil perencanaannya. Selanjutnya untuk yang kedua, perencana memiminta para pihak stakeholders untuk memberikan penilaian terhadap hasil perencanaan tersebut. Dari ketiga model tersebut di atas, model yang paling lengkap adalah model yang ketiga, dengan demikian diyakini hasilnya adalah merupakan pilihan terbaik. Namun tentu diperlukan sumber daya yang lebih besar, hingga akan memerlukan biaya yang lebih besar dan waktu untuk melaksanakan yang lebih lama. Dalam penelitian disertasi ini model yang dilakukan adalah yang pertama, input stakehoders diminta pada saat awal penelitian dilakukan. III.4 Aplikasi Pengembangan Sistem Jaringan Tahapan proses dalam aplikasi pengembangan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dibagi menjadi dua bagian. Bagian perencanaan (planning) dan pemrograman (programming). III.4.1 Aplikasi Perencanaan Aplikasi perencanaan yang dimaksudkan di sini adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dan bagaimana menyiapkan langkah antisipasinya, yang dilakukan secara ilmiah dan terstruktur. Dalam kajian ini, hal yang seperti dikemukakan tersebut adalah: bagaimana menganalisis permintaan kebutuhan perjalanan, prediksi kinerja jaringan, bagaimana proses tersebut harus dilakukan, dan dalam bentuk apa keluaran perencanaan ditampilkan nantinya. Untuk hal tersebut, dalam proses perencanaan tersebut langkah-langkahnya dapat dilihat pada Gambar III

7 Sosek 2001 Sosek tahun rencana Matriks Biaya Data Jaringan tahun rencana Kriteria yang diperluas Model Bangkitan /Tarikan Oi dan Dd tahun rencana MAT tahun rencana Kinerja Jaringan tahun rencana Program Penanganan tahun Perencanaan O-D Nas 2001 Gravity Model Gambar III.2 Tahapan Aplikasi Perencanaan Program penanganan sistem jaringan jalan dapat diprogramkan untuk jangka panjang, menengah dan pendek. Program jangka panjang dan menengah adalah kegiatan penanganan setiap lima tahun, semetara program jangka pendek adalah program tahunan. Dalam perencanaan ini, perencanaan dilakukan hanya untuk jangka pendek. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan persepsi dalam melahirkan bobot kriteria pemrogram karena menggunakan metode AMK. Persepsi sangat cepat berubah seiring dengan berubahnya pelayanan, dengan demikian tidak tepat untuk digunakan untuk program jangka panjang. Tahun perencanaan mulai tahun 2007, setiap tahun sampai tahun Selanjutnya dilakukan aplikasi pemrograman untuk masing-masing tahun perencanaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar III.3. Tahun data Tahun Dasar Tahun Perencanaan Gambar III.3 Tahun Data dan Tinjauan Perencanaan 110

8 III.4.2 Aplikasi Pemrograman Pemrograman penanganan sistem jaringan jalan adalah suatu proses yang dilakukan untuk merumuskan penanganan yang harus dilakukan untuk masingmasing ruas jalan, termasuk pembangunan jalan baru untuk jalan yang belum ada ruasnya pada tahun perencanaan. Kondisi riil saat ini bahwa alokasi dana untuk program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi pada setiap tahunnya berada di bawah kebutuhan untuk mencapai semua ruas jalan pada kondisi mantap, untuk itu diperlukan adanya program prioritas. Untuk menentukan urutan prioritas diperlukan suatu metode sebagai alat bantu. Skala prioritas penanganan dilakukan menggunakan Analisis Multi Kriteria (AMK). Metode AMK merupakan bagian dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hal yang penting dalam penerapan metode AMK adalah: penentuan kriteria, bobot kriteria dan skor ruas jalan untuk masing-masing kriteria. Prioritas program penanganan dilakukan berdasarkan rangking yang diperoleh untuk masing-masing ruas jalan, untuk lebih jelasnya lihat Gambar III.4. Daftar ruas jalan Kondisi ruas jalan Score tiap ruas untuk masing-masing kriteria Daftar jenis penanganan Total bobot ruas (score x bobot) Bobot kriteria Pengambil Keputusan Bobot kriteria gabungan Peng. Kep. dan Stakeholders Rangking penanganan berdasarkan bobot kriteria pengambil keputusan Rangking penanganan berdasarkan bobot kriteria gabungan Peng. Kep. dan Stakeholders Gambar III.4 Tahapan Aplikasi Pemrograman. 111

9 III.5 Pengumpulan Data Pada penelitian ini dibutuhkan data sekunder dan primer. Kebutuhan data sekunder dan primer seperti yang dapat dilihat pada Tabel III.1. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa data sekunder merupakan semua data yang diperoleh dari instansi terkait. Sementara data primer dalam ini adalah persepsi aktor yang diperoleh melalui survey wawancara dengan menggunakan kuesioner. Tabel III.1 Kebutuhan Data No. Jenis Data Sumber Data Kegunaan A Data Sekunder 1 Sosek BPS Prov. NAD - Kalibrasi model sistem zona dan permintaan 2 Karakteristik jaringan jalan 2.a. Kondisi fisik ruas jalan 2.b. Lalu lintas ruas jalan 2.c. Hirarki jalan 3 RTRW 3.a. Pengunaan ruang 3.b. Kaw. strategis 3.c. Hirarki kota dan fungsi - Dinas Praswil Provinsi NAD - IRMS RTRW Provinsi NAD - Identifikasi dan prediksi masalah - Penyusunan data-base model jaringan jalan - Skoring kriteria - Kalibrasi model sistem zona dan permintaan perjalanan - Skoring kriteria 4 MAT Tatrawil Provinsi NAD Penyusunan model bangkitan/tarikan 5 Volume lalu lintas IRMS Validasi MAT B Data Primer 1 Persepsi pengambil keputusan dan stakeholders Wawancara/kuesioner - Penentuan kriteria - Penentuan bobot kriteria dan alternatif III.5.1 Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan adalah data yang berkaitan dengan transportasi yang diperoleh dari instansi terkait, diantaranya adalah peta untuk penetapan zona, data sosial-ekonomi, data jaringan jalan, tata ruang wilayah, kawasan pengembangan (strategis), hirarki kota, Asal-Tujuan (A-T) Nasional dan volume lalu lintas. 112

10 III.5.2 Pengumpulan Data Primer Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah persepsi pengambil keputusan dan stakeholders terhadap pihak yang perlu dilibatkan dalam pemrograman sistem jaringan jalan, kriteria perencanaan dan bobot perencanaan. Dalam melakukan penggalian persepsi tersebut dilakukan dengan media kuesioner. Tahap demi tahap yang dilakukan adalah penentuan responden, perumusan kriteria, survey kuesioner dan analisis bobot kriteria. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar III.5. Kuesioner yang digunakan dalam menggali persepsi aktor dapat dilihat pada Lampiran A. Pengelompokan Responden Responden pihak Pengambil Keputusan Responden pihak Stakeholders Perumusan Kriteria Perencanaan Survey Bobot Kriteria Bobot Kriteria Gambar III.5 Proses Penentuan Kriteria dan Bobot Kriteria III.6 Responden Seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.5 bahwa responden dikelompokkan menjadi dua pihak, pihak pengambil keputusan dan pihak terkait (stakeholders) dengan keputusan tersebut. Stakeholders dapat mewakili organisasi/lembaga ataupun individu. Proses penggalian ide stakeholders disebut juga sebagai proses partisipatif. Dalam pelaksanaannya proses partisipatif dapat berlangsung secara 113

11 langsung/panel ataupun secara tertulis. Penjaringan peran partisipatif dapat dilakukan pada awal penggalian ide, artinya semua ide peserta dapat ditampung dan dapat pula merupakan proses lanjutan, yaitu ide yang telah dirumuskan pihak lain sebelumnya, dalam hal ini biasanya merupakan hasil rumusan para pengambil keputusan dan para ahli/pakar. Untuk metode kuantitatif, yang umumnya merupakan rumusan para ahli, ada beberapa metode yang sudah dilakukan (Burke, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi stakeholders adalah lembaga pemerintah, asosiasi profesi, perguruan tinggi dan komponen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi, yang berada di tingkat kabupaten/ kota dan provinsi. Lembaga pemerintah tersebut diantaranya adalah: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Prasarana Wilayah (Praswil), dan Dinas Perhubungan (Dishub). III.7 Perumusan Kriteria Perencanaan Dalam studi ini diperlukan adanya sejumlah kriteria dalam penyusunan prioritas penanganan jalan. Kriteria perencanaan dirumuskan berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja jaringan jalan, Faktor-faktor tersebut baik yang berkaitan dengan jaringan jalan, seperti kondisi fisik jaringan maupun yang berasal dari luar jaringan jalan seperti peranan jalan, pembiayaan, dll. Kriteria tersebut sebaiknya merupakan variabel yang kuantitatif, namun demikian variabel yang bersifat kualitatif dapat juga dimasukkan. Untuk memenuhi kebutuhan konseptual kriteria perencanaan dan operasionalisasinya, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh variabel kriteria antara lain adalah: 1. Kriteria yang dipakai idealnya mampu mewakili karakteristik jaringan jalan yang penting sebagai gambaran yang layak mengenai tingkat kepentingan dari usulan penanganan pengembangan jaringan jalan yang diperbandingkan. 2. Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan jalan sebaiknya berupa variabel kuantitatif, sehingga obyektifitas penilaian variabel dapat 114

12 dipertahankan. Namun demikian variabel kualitatif tetap dapat dimasukkan, apalagi variabel dimaksud dianggap memiliki pengaruh yang besar dalam menilai kenerja jaringan jalan. 3. Kriteria sedapat mungkin mudah untuk dikumpulkan dan selalu dapat diperbarui setiap tahunnya, sehingga dapat dengan mudah direplikasi untuk keperluan, waktu, dan lokasi yang berbeda. III.8 Metode Penggalian Ide Media untuk menjaring ide stakeholders dapat dilakukan dengan berbagai cara. Stakeholders dapat berupa individu maupun dalam kelompok (group). Media yang sering digunakan dalam penjaringan ide tersebut, di antaranya adalah: media cetak, media elektronik maupun dengan berdiskusi. Proses diskusi dapat dilakukan secara langsung dalam focus group dicussion. Di samping secara langsung, dapat juga dilakukan memalaui kuisioner. Dalam penelitian disertasi ini, penjaringan ide pengambil keputusan dan stakeholders dalam hal penentuan: siapa saja responden, kriteria dan bobot kriteria, dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang telah dirumuskan selanjutnya disebar ke pihak PK dan SH. III.9 Metode Pengambilan Keputusan Dengan perumusan kriteria-kriteria dalam perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi di wilayah provinsi dipastikan dengan kriteria yang banyak. Untuk lebih memfokuskan kepada hal yang lebih detail, maka kriteria dapat dilengkapi dengan sub kriteria. Dengan demikian mekanisme perencanaan digolongkan kepada perencanaan dengan multi kriteria. Di samping itu dalam pengambilan keputusan, baik dengan menggunakan pendekatan TD, maupun TD- BU mempunyai responden yang lebih dari satu, dengan demikian pengambilan keputusan ini juga menjadi multi stakeholders. Dalam hal pengambilan keputusan dengan sifat kemultian tersebut, maka diperlukan metode pengambilan keputusan 115

13 yang tepat. Setiap jenis metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan, maka mekanisme penggalian ide juga harus menyesuaikan. Beberapa metode pengambilan keputusan telah dijelaskan pada bab 2. Analisis pengambilan keputusan dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Multi Kriteria (AMK). III.10 Analisis Multi Kriteria Pendekatan yang digunakan untuk pemilihan prioritas penanganan ruas jalan adalah metode Analisis Multi Kriteria (AMK). Analisis ini menggunakan persepsi penentu kebijakan menjadi pegangan dalam pengambilan keputusan. Alasan penggunaan metode ini adalah karena metode AMK memiliki sejumlah kelebihan jika dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan informal (informal judgement) yang saat ini umum digunakan. Keuntungan tersebut antara lain: 1. Proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan, 2. Variabel dan kriteria analisis yang digunakan dapat lebih luas, baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif, 3. Pemilihan variabel tujuan dan kriteria terbuka untuk dianalisis dan diubah jika dianggap tidak sesuai, 4. Nilai dan bobot ditentukan secara terbuka sesuai dengan persepsi pihak terkait yang dilibatkan (stakeholders), 5. Memberikan arti lebih terhadap proses komunikasi dalam pengambilan keputusan, diantara para penentu kebijakan, dan dalam hal tertentu dengan masyarakat luas. Konsep yang dikembangkan dalam analisis multi kriteria adalah: 1. Analisis sudah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif mungkin dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan, 2. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak yang harus diakomodasi, 116

14 3. Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan dengan mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur, 4. Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu, 5. Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria. Metode aplikasi pendekatan analisis ini secara garis besar dapat direpresentasikan seperti pada Gambar III.6 berikut ini. Usulan pengembangan Analisis Multi Kriteria Prioritas Program Pengembangan Kriteria pengembangan Gambar III.6 Proses Pemilihan Prioritas Penanganan Ruas Jalan dengan Menggunakan AMK III.11 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dalam penelitian ini, penyusunan prioritas program penanganan jalan dilakukan berdasarkan analisis hasil wawancara pihak Pengambil Keputusan dan Stakeholders. Model analisis yang digunakan adalah AMK. Tahapan pengambilan keputusan dalam AMK, secara singkat diuraikan sebagai berikut: 1. Indikasi jumlah alternatif yang akan diperiksa, 2. Tinjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika kinerja suatu alternatif sama/lebih baik untuk semua kriteria terhadap alternatif lainnya, 3. Lakukan pembobotan, dengan menggunakan pair wise comparison matrix, 4. Skoring kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur terhadap variabel kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif, 5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skore kinerja alternatif pada kriteria tersebut, 117

15 6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu alternatif, 7. Merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif. III.11.1 Bobot Kriteria Pembobotan kriteria dilakukan atas persepsi responden wakil stakeholders yang diwawancarai. Adapun proses pembobotan untuk mendapatkan bobot kepentingan setiap kriteria secara umum dilakukan dengan metodologi sebagai berikut: 1. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pair wise comparison matrix) untuk setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari setiap responden, 2. Membuat rata-rata bobot untuk setiap kelompok stakeholdes, 3. Membuat rata-rata bobot untuk seluruh stakeholders dari hasil rata-rata setiap kelompok yang dibuat pada butir (2). III.11.2 Konsistensi Pembobotan Konsistensi jawaban atau pembobotan setiap responden harus diperiksa untuk menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi ini dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi (CI). Adapun penghitungan indeks konsistensi dilakukan dengan persamaan : CI = (λ maks n)/(n-1) λ maks = ( W in *W n )/n Dimana: λ maks = eigenvalue maksimum, n = ukuran matriks, W in = nilai perbandingan antar kriteria i terhadap kriteria n, W n = tingkat kepentingan kriteria n. (III.1) (III.2) 118

16 Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR) lebih kecil atau sama dengan 0,1. Rasio konsistensi dihitung dengan persamaan berikut : CR = CI/RI. (III.3) Dalam hal ini RI adalah indeks random yang nilainya ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Saaty dengan menggunakan 500 sampel, dimana jika judgement numeric diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8,, 1, 2,, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda seperti yang disampaikan pada Tabel III.2. Ukuran Matriks Indeks Random Sumber : Saaty (1994) Tabel III.2 Nilai Indeks Random 1, III.11.3 Skoring Kriteria Setelah bobot kriteria diketahui pada proses di bagian sub bab sebelumnya, maka dilakukan proses skoring untuk setiap kriteria pada setiap ruas jalan. Penilaian kinerja atau skoring terhadap variabel kriteria umumnya dilakukan dalam skala penilaian antara Skor atau nilai tertinggi, yakni 10 diberikan untuk alternatif atau ruas jalan yang kinerjanya terbaik dalam memenuhi tujuan dari setiap variabel yang mewakili setiap kriteria dalam penentuan prioritas penanganan jalan provinsi/nasional. Adapun proses penilaian kinerja dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Menentukan nilai kuantitatif ataupun kualitatif dari setiap variabel kriteria yang digunakan, 2. melakukan proses skoring (scoring) dari masing-masing variabel kriteria, sesuai skala penilaian yang digunakan. Untuk variabel kriteria yang terukur secara kuantitatif, proses skoring dilakukan dengan metoda proporsional sebagai perbandingan langsung dari nilai variabel 119

17 kriteria yang ditampilkan oleh setiap usulan. Adapun proses skoring untuk variabel kriteria yang terukur secara kuantitatif dilakukan sebagai berikut: 1. Usulan dengan angka variabel yang terbaik dari suatu kriteria diberi skor maksimum, yakni Skor untuk alternatif lain (yang lebih rendah) dihitung sebagai proporsi terhadap variabel pada alternatif dengan variabel terbaik menggunakan formulasi berikut: Untuk variabel terbaik adalah angka tertinggi: Skor kriteria X = (Nilai variabel X)/(Nilai variabel terbaik) * 10 Untuk variabel terbaik adalah angka terendah: Skor kriteria X = (Nilai variabel terbaik)/(nilai variabel X)* 10 Sedangkan untuk kriteria yang terukur secara kualitatif proses skoring dilakukan dengan memberikan nilai yang besarnya mencerminkan kualitas pemenuhan kriteria seperti yang disampaikan pada Gambar III.7 berikut ini. 10 : sangat memuaskan 9 8 : memuaskan 7 6 : cukup : kurang : sangat kurang Gambar III.7 Skala Penilaian Kinerja Usulan untuk Variabel Kualitatif 120

18 III.11.4 Pembentukan Matriks Kinerja Alternatif Matriks Kinerja (Performance Matrix) merupakan representasi dari tingkat pemenuhan kriteria dari suatu alternatif yang merupakan hasil perkalian dari skor alternatif terhadap variabel kriteria dengan besarnya bobot kinerja. Contoh matriks kinerja dapat dilihat pada Tabel III.3. Tabel III.3 Pembentukan Matriks Kinerja Alternatif Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria j KINERJA Alternatif 1 S 11 *W 1 S 12 *W 2 S 1j *W j P 1 Alternatif 2 S 21 *W 1 S 22 *W 2 S 2j *W j P 2 Alternatif i S i1 *W 1 S i2 *W 2 S ij *W j P i Keterangan : S ij = Skor alternatif I terhadap kriteria j W j = Bobot Kriteria j S ij *W j = Skor terbobot (weighted score) P i = Kinerja alternatif i = S ij *W j Prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai kinerja alternatif (P i ), dimana alternatif yang menunjukkan nilai P i yang lebih besar akan lebih diprioritaskan. Alternatif yang dimaksud dalam tabel tersebut di atas dalam kajian ini adalah ruas jalan yang ditinjau. III.12 Langkah Pemodelan Transportsi III.12.1 Pembentukan Model Proses pemodelan transportasi dalam penelitian ini ditujukan untuk membentuk model yang baik dan menggunakannya untuk mengevaluasi kinerja penanganan jaringan jalan. Untuk keperluan tersebut maka detail dan luas wilayah studi harus dijaga seoptimal mungkin agar mampu memberikan gambaran prediksi yang layak. Proses logis dalam melakukan pemodelan transportasi secara umum dilakukan sesuai dengan bagan alir yang disampaikan pada Gambar III

19 Gambar tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses pembentukan model setidaknya terdapat tiga jenis data yang dibutuhkan yakni data jaringan untuk pembentukan model atau disebut dengan data tahun dasar (base year data), data untuk validasi (validation data), dan data untuk simulasi model yang diprediksi pada beberapa tahun tinjauan (predicted data). Base year data dan validation data dapat diperoleh dari survey (sekunder ataupun primer), sedangkan predicted data hanya dapat diperoleh dengan meramalkannya dengan dasar data yang ada saat ini dan pengaruh faktor-faktor perubahan di masa datang. Data tahun dasar Spesifikasi model Data prediksi Variabel model Simulasi Out put model Kalibrasi model Best fit model Struktur model Validasi Model Validasi data Gambar III.8 Proses Pembentukan Model III.12.2 Pemodelan Transportasi Empat Tahap Dalam analisis ini digunakan model perencanaan kebutuhan transportasi empat tahap. Model ini digunakan selain karena kemudahannya, juga karena kemampuannya dalam menggambarkan interaksi antara sistem transportasi dan tata ruang wilayah di lokasi studi. Keempat tahap yang masing masing tahapnya dapat disebut sebagai sub model, masing-masing tahap dilakukan secara berurutan yaitu: bangkitan/tarikan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda, dan pembebanan jaringan. Dalam hal ini tahap pemilihan moda tidak dilakukan. 122

20 Dalam sub model tersebut dilakukan kembali pemilihan jenis model mana yang akan digunakan yang sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penggunaannya. Di sini diperlukan data jaringan transportasi, data pergerakan eksisting, data sosial-ekonomi dan kependudukan, dan data tata ruang wilayah studi. Model kebutuhan transportasi diperoleh melalui proses kalibrasi dan validasi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri sub model yang masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda, dan pemilihan rute. Struktur umum konsep model perencanaan transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar III.9. Dalam analisis model empat tahap ini, analisis sub model pemilihan moda tidak dilakukan, hal ini disebabkan karena tidak perlu adanya pembedaan antara moda dalam analisis kebutuhan transportasi. Data jaringan transportasi Hambatan perjalanan antar zona (aksessibilitas) Model bangkitan perjalanan Produksi perjalanan (trip ends) per zona Model sebaran perjalanan Data sistem zona wilayah studi Karakteristik populasi dan tata ruang zona Karakteristik moda MAT antar zona Model pemilihan moda perjalanan Karakteristik pelaku perjalanan Karakteristik rute/ruas MAT setiap moda Model pemilihan rute perjalanan Arus dan Kecepatan Gambar III.9 Proses Pemodelan Transportasi Empat Tahap Sumber: Tamin (2002) 123

21 Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi (sosek) zona. Dengan menggunakan informasi dari data tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends). atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini akan menghasilkan persamaan bangkitan, berupa hubungan jumlah perjalanan dengan karakteristik sosek dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan. a. Bangkitan/Tarikan Pergerakan Model bangkitan/tarikan pergerakan bertujuan untuk merumuskan model bangkitan/tarikan pergerakan yang keluar/masuk dari/ke suatu zona. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Model dibangun berdasarkan data pergerakan dan sosek tahun 2001 di wilayah studi. Tahapan-tahapan analisis model, seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.10. Model sistem zona tahun data O-D Nas-2001 Sosek-2001 Model bangkitan/tarikan penumpang dan barang Model sistem zona tahun dasar dan tahun prediksi Sosek tahun dasar dan tahun prediksi Nilai konversi ke smp Bangkitan/tarikan penumpang dan barang pada tahun dasar dan rencana Bangkitan (Oi) dan tarikan (Dd) pergerakan campuran dalam smp/jam Gambar III.10 Proses Analisis Bangkitan/Tarikan Pergerakan 124

22 b. Distribusi Pergerakan Hasil rumusan model bangkitan/tarikan pada langkah di atas akan menjadi masukan utama dalam analisis distribusi pergerakan. Selain hasil model bangkitan/tarikan pergerakan, di sini diperlukan juga data hambatan pergerakan (aksessibilitas) antar zona. Model yang digunakan dalam analisis distribusi pergerakan ini adalah model gravity tipe DCGM. Model ini adalah tipe model sintetis hingga dapat mengakomodasi perubahan jumlah zona. Sesuai dengan data O-D Nasional tahun 2001, untuk lokasi studi NAD hanya terdapat sembilan buah pasangan zona dan jumlah kabupaten/kota enam belas. Sementara saat analisis data studi ini yang dilakukan tahun 2007, NAD telah berkembang dan memiliki 23 kabupaten/kota. Dengan demikian, penggunaan model gravity, telah mengantisipasi perubahan jumlah zona. Selanjutnya, untuk memperjelas langkah analisis tahap demi tahap, dapat dilihat pada Gambar III.11. Hasil analisis distribusi pergerakan antar zona dalam smp/jam untuk setiap tahun tinjauan dapat ditampilkan dalam bentuk matriks, yang disebut dengan Matrik Asal Tujuan (MAT) atau dalam bentuk diagram garis keinginan (desire-line). Model sistem zona tahun dasar dan prediksi Oi & Dd pergerakan tahun dasar dan rencana Matrik hambatan pergerakan antar zona Gravity Model Matriks Asal-Tujuan (MAT) tahun dasar dan rencana Gambar III.11 Proses Analisis Distribusi Pergerakan MAT Tahun Dasar diperoleh dengan menggunakan Prior Matrix hasil sebaran pergerakan bangkitan tarikan dengan metoda gravity yang kemudian dikalibrasi dengan data volume lalu lintas hasil survey sehingga diperoleh hasil berupa Up To 125

23 Date MAT. Proses estimasi MAT dengan data arus lalu lintas disebut dengan proses ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy) yang telah tersedia dalam software SATURN. Data arus lalu lintas atau TC tersebut dengan menggunakan bantuan program ME2 dapat digunakan dalam mengembangkan MAT sintetis. MAT sintetis ini yang kemudian ditetapkan sebagai matriks yang telah diperbarui dan selanjutnya digunakan dalam pembebanan jaringan pada tahap analisis berikutnya. Secara ringkas prosedurnya dapat dilihat pada Gambar III.12 Basis data jaringan jalan pada kondisi eksisting Prior Matrix tahun 2007 Data Traffic Count (TC) tahun 2007 MODEL ME2 (SATURN) Up To Date MAT tahun 2007 Gambar III.12 Kalibrasi Matriks Asal-Tujuan b. Pembebanan Jaringan Setelah selesai tahapan analisis distribusi pergerakan, analisis dilanjutkan dengan tahapan pembebanan jaringan. Data dasar yang diperlukan adalah MAT dan jaringan jalan pada tahun evaluasi. Data jaringan jalan adalah berupa kapasitas jaringan ruas jalan yang ditinjau. Tahapan pembebanan jaringan dilakukan dengan bantuan paket program komputer dengan pilihan model pembebanan adalah equilibrium. Tahapan-tahapan analisis untuk pembebanan jaringan dapat dilihat pada Gambar III

24 Matriks Asal-Tujuan (MAT) Jaringan Jalan Masukan Model Equilibrium Proses Pembebanan Jaringan Arus, Kecepatan Keluaran Gambar III.13 Proses Analisis Pembebanan Jaringan III.12.3 Pemodelan Basis Data Dengan Paket Program SATURN Proses pemodelan data dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh/didapatkan, tahapan pemodelan data dengan menyusun data menggunakan format SATURN, setelah itu dilanjutkan dengan proses pembebanan program dan menjalankan program, serta mengevaluasi kondisi fisik ruas jalan setelah adanya penanganan pada tahun sebelumnya. Hasil pemodelan data dengan program ini antara lain: waktu tempuh perjalanan dan arus lalu lintas (flow) tiap segmen ruas jalan berdasarkan penomoran node ruas jalan sebagai input. Selanjutnya kecepatan dan VCR dihitung dengan menggunakan persamaan: Kecepatan (Km/jam) = Panjang ( Km) WaktuTempuh( jam) (III.4) VCR = VolumeLalu Lintas(smp /jam) Kapasitas( smp/jam) (III.5) 127

25 III.13 Evaluasi Kondisi Fisik Ruas Jalan Evaluasi dampak kebijakan penanganan jalan provinsi dilakukan dengan menampilkan perkiraan kondisi fisik jalan pada setiap tahun tinjauan. Indikasi kondisi fisik jalan ditampilkan melalui besaran IRI dari setiap ruas jalan. Prediksi perubahan IRI dilakukan dengan menggunakan data volume lalu lintas hasil prediksi yang diperoleh dari hasil running program. IRI suatu ruas jalan yang digunakan merupakan IRI rata-rata. Nilai rata-rata dapat dipergunakan formula sebagai berikut : (IRI ruas jalan x Panjang ruas jalan) IRI rata-rata = (Panjang ruas jalan) (III.6) III.13.1 Prediksi Kondisi Fisik Ruas Jalan Dengan Metode Klasifikasi ESAL Laju pertambahan nilai kekasaran dihitung berdasarkan pertambahan nilai IRI untuk setiap kelas ESAL. Dalam studi ini, nilai ESAL dikelompokkan menjadi 5 kelas. Di mana setiap kelas memiliki angka pertumbuhan IRI masing-masing. Adapun metode penghitungan angka pertumbuhan IRI setiap kelas ESAL dapat dilihat pada Gambar III.14. Komposisi Kendaraan LHR i ESAL i Klasifikasi ESAL i IRI i Pertumbuhan IRI (%) Gambar III.14 Bagan Alir Prediksi IRI dengan Metode Klasifikasi ESAL 128

26 III.13.2 Prediksi Kondisi Fisik Ruas Jalan Dengan IRMS Penentuan prediksi kondisi fisik untuk beberapa tahun ke depan dilakukan untuk menentukan prioritas ruas jalan yang memerlukan penanganan untuk setiap tahun tinjauan. Variabel yang diperlukan dalam penentuan prediksi kondisi fisik jalan yaitu ketidakrataan permukaan, lendutan, dan beban sumbu standar. Pada awal konstruksi perkerasan memiliki kekasaran IRI 0. Dengan berjalannya waktu akan ada pertambahan kekasaran yang diakibatkan oleh beban lalu lintas yang lewat dan kondisi iklim yang mempengaruhi kekuatan struktur. Untuk menghitung laju pertambahan kekasaran, digunakan persamaan: RI t = (RI (1+SNC) -5. NE t ) e t (III.7) Di mana: RI t RI 0 NE t SNC = Kekasaran pada waktu t, IRI (m/km) = Kekasaran awal, IRI (m/km) = Nilai ESAL pada saat t (per 1 juta ESAL) = Nilai kekuatan perkerasan (Structure Number Capacity) yang tergantung pada setiap jenis perkerasan. Terlihat dari model tersebut di atas bahwa IRMS telah mempertimbangkan variabel Nilai Kekuatan Perkerasan atau Structural Number Capacity (SNC) selain nilai ESAL dalam memprediksi nilai IRI setiap tahun tinjauan. Besarnya nilai kekuatan perkerasan SNC tergantung pada setiap jenis perkerasan. 129

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Perumusan Lingkup Studi dan Skenario Perencanaan Secara geografis wilayah studi merupakan wilayah di bagian paling Barat dari Nusantara dan ujung bagian Utara dari pulau

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT JURNAL REKAYASA SIPIL (JRS-UNAND) Vol. 13 No. 1, Februari 2017 Diterbitkan oleh: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas (Unand) ISSN (Print) : 1858-2133 ISSN (Online) : 2477-3484 http://jrs.ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Metode Penelitian Metodologi penelitian merupakan gambaran proses atau tahapan-tahapan penelitian yang harus ditetapkan terlebih dahulu sehingga menjadi suatu kerangka

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan proses berpikir untuk menjawab

Lebih terperinci

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP Junaidi, Retno Indryani, Syaiful Bahri Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor jalan merupakan salah satu penunjang yang sangat penting bagi kegiatan-kegiatan ekonomi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 dan merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Ditinjau

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tentang cara bagaimana penelitian dilakukan. Tahapan studi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

ANALISIS MULTI KRITERIA SEBAGAI METODE PEMILIHAN SUATU ALTERNATIF RUAS JALAN DI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS MULTI KRITERIA SEBAGAI METODE PEMILIHAN SUATU ALTERNATIF RUAS JALAN DI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS MULTI KRITERIA SEBAGAI METODE PEMILIHAN SUATU ALTERNATIF RUAS JALAN DI PROPINSI LAMPUNG Rahayu Sulistyorini 1 Dwi Herianto 2 Abstract Multi-Criteria Analysis (MCA) is a decision-making tool developed

Lebih terperinci

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik Asih Zhafarina G 3606 100 035 Dosen Pembimbing Siti Nurlaela, ST, M.Com Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik LATAR BELAKANG Kabupaten Gresik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN. Andytia Pratiwi 1)

ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN. Andytia Pratiwi 1) ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN Andytia Pratiwi 1) Abstract This study aims to identify patterns of movement in Pringsewu District

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis.

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis. III. METODOLOGI A. Umum Metodologi penelitian merupakan suatu cara peneliti bekerja untuk memperoleh data yang dibutuhkan yang selanjutnya akan digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 2 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.1.

BAB III METODOLOGI. III. 2 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.1. BAB III METODOLOGI III.1. Umum Metodologi adalah suatu proses, prinsip dan prosedur yang akan digunakan untuk mendeteksi masalah dalam mencari jawaban. Metodologi adalah pendekatan umum untuk mengkaji

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Permasalahan Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang- Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB Pokok Bahasan Proses Analisis Bertingkat 2 Pendahuluan AHP merupakan sebuah metode untuk membuat urutan alternatif keputusan dan memilih

Lebih terperinci

Penyebaran Kuisioner

Penyebaran Kuisioner Penentuan Sampel 1. Responden pada penelitian ini adalah stakeholders sebagai pembuat keputusan dalam penentuan prioritas penanganan drainase dan exspert dibidangnya. 2. Teknik sampling yang digunakan

Lebih terperinci

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam) Hambatan Samping Bobot Faktor Jumlah (per jam) Besar Bobot Pejalan Kaki 0,5 189 94,5 Parkir, kendaraan 1,0 271 271 berhenti Keluar-masuk 0,7 374 261,8 kendaraan Kendaraan lambat 0,4 206 82,4 Total 709,7

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG Victory Hasan 1, Ria Asih Aryani Soemitro 2, Sumino 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

Penentuan Rute Angkutan Umum Optimal Dengan Transport Network Simulator (TRANETSIM) di Kota Tuban

Penentuan Rute Angkutan Umum Optimal Dengan Transport Network Simulator (TRANETSIM) di Kota Tuban JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-87 Penentuan Rute Angkutan Umum Optimal Dengan Transport Network Simulator (TRANETSIM) di Kota Tuban Any Riaya Nikita Ratriaga

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan

METODOLOGI PENELITIAN. Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan yang disusun dalam metodologi. Hal ini dilakukan agar penelitian berjalan sesuai dengan rencana

Lebih terperinci

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY Diane Sumendap Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 37 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan produk merupakan hal yang sangat penting bagi setiap perusahaan. Tahapan awal dari pengembangan produk adalah mengidentifikasi keinginan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wilayah Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wilayah Kabupaten 59 III. METODE PENELITIAN A. Lingkup Kawasan Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wilayah Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam Perencanaan

Lebih terperinci

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam penyusunan usulan penanganan jaringan jalan Keterbatasan dana

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

ESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3

ESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3 ESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3 (Studi Kasus Kota Surakarta) Wulan Septiyani Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah tata cara yang terperinci mengenai tahaptahap melakukan sebuah penelitian. Metodologi penelitian pada penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN TUGAS AKHIR Oleh : Beri Titania 15403053 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan sebagai salah satu bagian prasarana transportasi darat memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Permasalahan yang terjadi di semua negara berkembang, termasuk di Indonesia, umumnya seragam, yaitu kota-kota mengalami tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR

STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian pesyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ( S-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah Metodologi penelitian adalah salah satu cara dalam penelitian yang menjabarkan tentang seluruh isi penelitian dari teknik pengumpulan data sampai pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Fokus penelitian ini meliputi Sub sektor apa saja yang dapat menjadi

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ( 10,27 % dari luas wilayah Kab. Tanah karo ). dan produksi sebanyak ton sehingga produktivitasnya adalah 56,10

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ( 10,27 % dari luas wilayah Kab. Tanah karo ). dan produksi sebanyak ton sehingga produktivitasnya adalah 56,10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Juhar Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara saat ini masih dikatakan memiliki struktur ekonomi yang agraris, di mana dengan luas wilayah / area ( Km2 ) 218,56

Lebih terperinci

ESTIMASI KEBUTUHAN ANGKUTAN UMUM KOTA BANDA ACEH

ESTIMASI KEBUTUHAN ANGKUTAN UMUM KOTA BANDA ACEH ESTIMASI KEBUTUHAN ANGKUTAN UMUM KOTA BANDA ACEH Oleh : 1 Dr. Tonny Judiantono, 2 Rica Rachmawati 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan metodologi penelitian yang merupakan suatu tahapan yang harus diterapkan agar penelitian

Lebih terperinci

PEMILIHAN RANGE PLAFOND PEMBIAYAAN TERBAIK BMT DENGAN METODE AHP. Dwi Yuniarto, S.Sos., M.Kom. Program Studi Teknik Informatika STMIK Sumedang

PEMILIHAN RANGE PLAFOND PEMBIAYAAN TERBAIK BMT DENGAN METODE AHP. Dwi Yuniarto, S.Sos., M.Kom. Program Studi Teknik Informatika STMIK Sumedang PEMILIHAN RANGE PLAFOND PEMBIAYAAN TERBAIK BMT DENGAN METODE AHP Dwi Yuniarto, S.Sos., M.Kom. Program Studi Teknik Informatika STMIK Sumedang ABSTRAK Penentuan range plafond diperlukan untuk menentukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Distribusi perjalanan, trip assignment, software Visum versi 15

ABSTRAK. Kata kunci : Distribusi perjalanan, trip assignment, software Visum versi 15 ABSTRAK Kota Denpasar sebagai pusat kegiatan menimbulkan bangkitan perjalanan yang besar. Untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dan berkembang akibat pergerakan, maka diperlukan perencanaan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Bagan Alir Penelitian Pada penelitian ini komponen biaya yang dikaji difokuskan pada biaya tidak tetap (pemeliharaan jalan) yang didefinisikan bahwa penambahan pengguna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan atau

BAB II LANDASAN TEORI. negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Jasa Transportasi (Angkutan) Jasa memiliki arti perbuatan yang berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 UMUM Keperluan data pada studi kali ini meliputi data model transportasi yang berupa data jaringan jalan, data model sistem zona, dan data matriks asal-tujuan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

Nindyo Cahyo Kresnanto FT Universitas Janabadra YK

Nindyo Cahyo Kresnanto FT Universitas Janabadra YK 1 Nindyo Cahyo Kresnanto FT Universitas Janabadra YK 2 Ruang Aktivitas Potensi Pergerakan Perangkat Transportasi Performance Indicator 3 SISTEM KEGIATAN SISTEM JARINGAN Mengatur tata ruang/tata guna lahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN

ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN Yusrinawati Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: yusri47@yahoo.com Retno Indryani Eko Budi Santoso

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari sistem pendukung keputusan penentuan kenaikan kelas pada SMA Ar Rahman dengan sistem yang dibangun dapat

Lebih terperinci

Pengambilan Keputusan Multi Kriteria. Riset Operasi TIP FTP UB

Pengambilan Keputusan Multi Kriteria. Riset Operasi TIP FTP UB Pengambilan Keputusan Multi Kriteria Riset Operasi TIP FTP UB Pokok Bahasan Program Tujuan (Goal Programming) Interpretasi Grafik dari Program Tujuan Solusi Komputer untuk Masalah Program Tujuan Proses

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM Bab ini akan menyampaikan hasil pemeriksaaan dampak parkir di badan jalan yang ditampilkan melalui indikator kinerja jaringan jalan. Dengan data-data yang diperoleh dan diolah

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Sleman, yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di CV. Sogan Batik Rejodani (CV. SBR) yang memproduksi berbagai macam pakaian batik tulis maupun batik cap. Lokasi CV. SBR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Umum Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap orang setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suatu perjalanan tersebut tidak lepas dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT XYZ adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan suku cadang dan komponen sepeda motor. Tata letak saat ini disusun berdasarkan kesamaan jenis mesin yang diletakkan

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA Dwi Prasetyanto 1, Indra Noer Hamdhan

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosialbudaya dan pertahanan keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional.sistem

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir 29 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir Penerapan AHP dalam menentukan prioritas pengembangan obyek wisata dilakukan

Lebih terperinci