ANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT
|
|
- Inge Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 ANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT Oleh : Moehammad Ali Jambak Teknik Geologi FTKE - Universitas Trisakti ali@trisakti.ac.id, hp ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang fasies litologi dan sejarah diagenesa yang terekam pada batuan karbonat Formasi Rajamandala di daerah Padalarang dan sekitarnya, lokasi pengamatan di daerah Togogapu, Gunung Hawu, Gunung Pabiasan, Lampegan, Gunung Pawon dan Gunung Masigit, Gunung Manik dan Sanghiyangtikoro. Pembelajaran batuan karbonat yang menyangkut facies, sistem pengendapan, proses dan sejarah diagenesa yang terjadi bersamaan atau setelah pengendapan batuan sangat penting karena berpengaruh dalam membangun karakter reservoir batuan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan studi pustaka, analisis data observasi singkapan dan hasil deskripsi petrografi dari sampel batuan. Di lapangan dilakukan observasi singkapan, deskripsi megaskopik, indikasi diagenesa dan foto serta pengambilan sampel batuan. Sampel batuan yang telah diambil dibuatkan sayatan tipisnya untuk diamati secara mikroskopik seperti fosil, tekstur, porositas dan mineral mineral yang terbentuk selama proses diagenesa. Interpretasi didasarkan data observasi lapangan atau singkapan dan analisis petrografi batuan. Batuan karbonat Formasi Raja Mandala dapat dikelompokan dalam. beberapa facies batuan adalah a) Facies batuan karbonat berlapis, b) Facies rudstone, c) Lepidocyclina packstone, d) Foraminifera wackstone, e) Foraminifera wackstone-packstone, f) Facies coral - algae boundstone, g) Facies platy coral. Batuan karbonat secara umum diendapkan pada daerah komplek Reef, yaitu mulai dari Backreef/Lagoon, Core reef, Fore reef atau Basinal/Slope. Beragam indikasi diagenesa berupa kompaksi, sementasi, penggantian, pelarutan, stilolit, rekahan dan karstifikasi, indikasi tersebut dijumpai diseluruh facies batuan yang ada. Lingkungan diagenesa ditafsirkan mulai dari zona marine burial, marine phreatic hingga vadose, sedangkan tahapan diagenesa dapat dibagi tiga (3) fase yaitu fase 1 (satu) Kala Oligosen akhir Miosen awal pada masa pengendapan, fase 2 (dua) Kala Miosen awal Pliosen yaitu masa penindihan sedimen di atas formasi Rajamandala dan fase tiga (3) Kala Pliestosen - Resent yaitu pada masa pengangkatan, perlipatan dan ekspos diikuti denudasi atau erosi. Kata kunci : Facies, Reef, Diagenesa, Marine Phreatic, Formasi Rajamandala 3
2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dan Permasalahan Pemelajaran batuan karbonat sangat menarik dan penting karena kepentingannya dalam industri perminyakan dan pertambangan pada batuan karbonat sangat besar. Batuan karbonat memiliki jumlah yang cukup signifikan sebagai penghasil hidrokarbon, contohnya lapangan besar seperti, Arun, Natuna dan Cepu yang menghasilkan dari batuan karbonat yang berumur Oligocene hingga Miocene. Keterdapatan ini terjadi dalam beragam reservoir batugamping dan dolomite berupa reef, shoals, platform. Banyak faktor dari reservoir batuan karbonat yang berhubungan langsung dengan kemas ditentukan oleh diagenesa dan sistem pengendapan serta hasil dari interaksi biologi dan fisika terlihat nyata pada karakterisasi batuan karbonat. Permasalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara facies batuan dengan proses dan tahapan diagenesa yang terjadi sejak pengendapan hingga saat ini. Selain itu pertanyaan atau permasalah yang juga perlu dijawab adalah bagaimana kualitas batuan karbonat Formasi Rajamandal sebagai reservoir. Batuan karbonat sebagai reservoir sangat bergantung dengan facies litologi, tahapan dan proses diagenesa yang dilalui, dimulai sejak pengendapan, sesaat setelah pengendapan hingga setelah pengendapan yaitu berupa penindihan dan pengangkatan. Sejarah atau tahapan diagenesa dan lingkungan diagenesa sangat mempengaruhi kualitas reservoir batuan karbonat. Formasi Rajamandala telah mengalami beberapa fase diagenesa yang masing masing fase mempengaruhi karakter reservoir karbonat Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan mempelajari facies litologi dan sejarah diagenesa batuan karbonat untuk mendapatkan gambaran permodelan dan karakter reservoir karbonat. Sedangkan tujuannya meneliti hubungan facies litologi dan proses diagenesa serta karakterisasi reservoir Lokasi Daerah Penelitian Lokasi di daerah Padalarang dan sekitarnya Jawa Barat dengan lokasi pengamatan di daerah Togogapu, Pabiasan, Lampegan, Gn. Manik, Gn. Pawon, Gn. Masigit dan Sanghiangtikoro. (gambar 1.1). lokasi singkapan lebih kurang 20 km dari Kota Bandung, Jawabarat. Pemilihan lokasi penelitian karena sangat menarik untuk pemelajaran reservoir batuan karbonat bila kaitannya sebagai pembanding studi reservoir pada sumuran / bawah permukaan, disamping itu lokasi dapat dicapai dengan mudah karena berada di tepi jalan raya Bandung Jakarta, di setiap lokasi pengamatan, tersingkap secara alamiah dan juga karena penambangan. 4
3 Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian dan nomer lokasi pengamatan 1.5. Metode dan Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan observasi data lapangan atau singkapan dan analisis petrografi batuan yang diambil dari lokasi singkapan. Di lapangan dilakukan observasi singkapan, deskripsi megaskopik dan pengambilan sampel batuan serta pengambilan data seperti morfologi dan struktur yang teramati. Sampel batuan yang diambil dibuatkan sayatan tipisnya untuk diamati secara mikroskopik seperti tekstur, komposisi dan kandungan fosilnya sebagai penciri biofacies. Dari hasil analisis diatas dapat dilakukan interpretasi facies batuan karbonat dan sejarah diagenesanya Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi Dunham (1962) yang dikombinasikan dengan Klasifikasi Emrie and Klovan (1972), model pengendapan digunakan model umum dari James (1979), demikian juga zonasi lingkungan hidup serta besaran energi (James, 1979). Untuk model ideal diagenesa digunakan klasifikasi Dunham, 1971; Longman,1980; James dan Choquette, Penelitian Terdahulu Penelitian batuan karbonat Formasi Rajamandala sudah banyak dilakukan oleh ahli, diantaranya adalah sebagai berikut : Maryanto, 2009 meneliti karakter rekaman proses diagenesis yang berpengaruh terhadap batugamping penyusun Formasi Rajamandala, termasuk proses pendolomitan dalam kaitannya dengan proses pembentukan Gua Pawon, dalam kesimpulannya Maryanto, 2009 menyatakan ada dua fase pembentukan dolomite di Formasi Rajamandala. Koesoemadinata & Siregar, Melakukan studi facies dan menampilkan peta Reef Facies Model of the Rajamandala Formation, dan melakukan korelasi distribusi facies batuan karbonat. 5
4 Gambar 2.2. Peta Geologi Daerah Togogapo dan Sekitarnya (Koesoemadinata dan Siregar. 1984) 2.2. Geologi Daerah Togogapu dan Sekitarnya Morfologi daerah penelitian merupakan punggungan bukit yang dibentuk oleh batuan karbonat yang berelevasi antara 400 hingga 800 meter dpl. Kelerengan dari bukit berkisar antara 20 hingga 120 persen, daerah ini sering terdapat gua-gua dan banyak diantaranya yang sudah runtuh. Pada Geologic Map of Rajamandala - Togogapu Area West Jawa (gambar 2.2), terlihat penyebaran batuan dari beberapa formasi yang terdapat disekitar daerah Rajamandala Togogapu. Urutan stratigrafi menurut Martrodjojo 1983 seperti ditunjukkan oleh gambar 2.2. Pada kolom stratigrafi disebutkan umur dari Formasi Rajamandala adalah Oligosen Akhir - Miosen Awal dengan ketebalan formasi sekitar m, litologi terdiri atas batuan karbonat koral dan batuan karbonat foraminifera algae, ada yang berlapis maupun yang massiv. Secara lateral kontak batuan ini saling menjemari dengan satuan lanau dan batupasir kuarsa. Punggungan komplek batuan karbonat Formasi Rajamandala mempunyai arah umum strike Timurlaut - Baratdaya yang mendekati ke arah Timur - Barat, kemiringan lapisan ke arah Selatan dangan besar kemiringan antara derajat. Sesar - sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar geser yang hampir secara umum mengarah utara - selatan. Pada daerah zona sesar sering terjadi strike/dip yang kacau, bahkan terdapat kemiringan lapisan yang hampir paralel dengan bidang sesar. (Koesoemadinata dan Siregar 1992) III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Facies dan Paleoekologi Facies utama yang tersingkap di Rajamandala adalah reef, back barrier, fore reef talus, foraminifera/algal shelf, open marine, facies basinal/ slope, pada tabel.1 menunjukan hasil dari analisis biofacies secara mikroskopik dan interpretasi lingkungan batuan karbonat, 6
5 secara umum deskripsi masing masing adalah sebagai berikut : a. Reef Facies facies ini banyak dijumpai disemua lokasi singkapan, ditipikal masiv warnanya loreng abu-abu - abu-abu kecoklatan mengandung fragmen large coral, red algal yang melimpah dalam masadasar dari algal halus dan debris foram, moluska, bryozoa. echinoder dan matriks mikrit. Kecenderungan loreng berasosiasi dengan rekristalisasi dari coral dan dengan burrowing. b. Back Reef Facies pengamatan facies ini di singkapan Gn. Hawu, Pabeasan, dan Lampegan, berupa batugamping mikritik berwarna abu-abu ke abu-abu kecoklatan, klastik coral berukuran kerikil adalah umum. Ini terkumpul dalam masadasar yang didominasi oleh mikrit tapi juga termasuk algae, bentuk bercabang atau encrusting, bryozoa, gastropod, foram besar, echinoderm, moluska dan milliolid. Kehadiran mikrit dan coral memberi kesan energi rendah tapi pada air bersih hangat dan dangkal. c. Fore Reef Facies facies ini yang paling dominan dijumpai disemua singkapan dan sayatan tipis berupa packstone dan wackestone padat keras, berwarna abu-abu terang. Rekristalisasi hebat sering menutupi kemas tapi tetap tampak, bisa dikenali foram besar, coral debris, algal dan echinoderm. Penyesuaian kemas dan lapisan palsu ditegaskan oleh perpanjangan fragmen platy coral. Wackestone berbutir halus hingga sedang dan packstone tampak menonjol dari kelimpahan mikrit dan meratanya foraminifera discoidal dan ketidakhadiran platy coral adalah indikasi dari kondisi air kurang bergerak pada fore reef shelf. d. Open Shelf Facies di daerah Togogapu facies ini dicirikan berwarna abuabu terang ke abu-abu kecoklatan, bermacam argilaceous dan dolomitik berlapis cukup baik. Glauconite mengisi rongga adalah kenampakan umum dan secara lokal ditemukan nodul. Mudstone dan wackestone merupakan batuan yang dominan dimana foraminifera plangton kadangkala muncul. Secara umum ketidakhadiran dari fauna berukuran besar seperti coral memberi kesan keadaan air yang lebih dalam dan kehadiran dari kumpulan bentonik yang lebih dangkal bisa dihubungkan dengan longsoran Diagenesa dan Lingkungan Diagenesis secara umum bertanggungjawab pada pembesaran porositas yang ditemukan pada banyak reservoir karbonat, tapi juga bisa memperkecil porositas maupun perubahan pada kemas. Pada batuan karbonat Rajamandala ini telah mempunyai pengaruh yang kuat untuk merusak porositas secara umum, dengan pengecualian sedikit sekali pada beberapa porositas interkristalin yang ditemukan dalam beberapa kemas dolomitik (Table.2). Mikritisasi dari batas butiran ditemukan pada beberapa tempat tapi tidak umum. Peluruhan dari coral kebanyakan tersebar luas tapi hampir tanpa terkecuali pada cetakan yang kemudian terisi oleh semen kalsit. Kelimpahan mikrit telah menghalangi pembentukan porositas 7
6 intergranular. Neomorfisme yang terjadi bersamaan dengan peluruhan dan sementasi menghasilkan kemas rekristalisasi yang ketat. Dolomite yang utama berasosiasi dengan batuan argilaceous dimana ini terjadi sebagai hypidiotropic euhedral rhombs kecil, secara lokal yang menggantikan matriks. Bentuk lain dari dolomit termasuk bagian yang menggantikan kemas oleh dolomite kristalin halus terdapat hanya pada kemas primer yang diawetkan. Penimbunan atau pembebanan telah mempengaruhi pembentukan lapisan pada kekerasan dan kekompakan, pergantian, pelarutan dan stilolit bersamaan dengan tektonisme yang juga bertanggungjawab untuk perluasan rekahan mikro dan makro, semua gejala diatas ditemukan pada batuan karbonat Formasi Rajamandala. Dengan catatan, rekahan secara umum tersementasi oleh kalsit meskipun akhirnya oleh saddle dolomite, ferroan dolomite dan runtuhan kataklastik yang mungkin ditemui secara lokal. Pengisian rekahan pada perioda terakhir diagenesa menghasilkan endapan travertine mineral kalsit toothdog pada rekahan buka dan juga adanya stalaktitstalakmit. Tabel 1. Analisis Facies dan Paleoekologi Batugamping Formasi Rajamandala Daerah Padalarang - Jawabarat. LOKASI FACIES FAUNA/FOSIL PALEOEKOLOGI Togogapu Gn. Hawu Large foraminifera packstone Wackstonepackstone Rudstone Coral boundstone Packstone Coral boundstone Lepidocyclina sp; Miogypsinoides sp ; Spiroclypeus sp, Heterostegina sp; Nummulites sp; Cycloclypeus sp; Operculina sp; Austrotrillina sp; Borelis pygnaeus. Fragment Coral; Coralline Algae,; Jania sp; Lithothamnion sp. Globigerinids; Textularia sp; Rotalia sp; Bryozoa; Ostracod; Echinoids spine. Alga dan coral framework (koral batu, koral cabang) Coral dan Algae :Fragment Coral; Coralline Algae; Jania sp; Lithothamnion sp. Pabiasan Coral boundstone Lepidocyclina sp; Miogypsinoids ; Spiroclypeus sp, Heterostegina sp; Nummulites sp ; Cycloclypeus sp; Operculina sp; Austrotrillina sp ; Borelis pygnaeus. Fragment Coral; Coralline Algae; Jania sp; Lithothamnion sp. Fore reef, Open Shelf Facies - slope / basinal gelombang laut aktif Back reef dan Core reef, lagon Back reef dan Core reef, lagon 8
7 Lampegan Pr. Masigit Wackstone- Packstone Large foraminifera packstone Platy boundstone coral Amphistegina sp ; Textularia sp; Cibicides sp; Elphidium sp ; Miliolid ; Haplophragmoides sp; Nonion sp; Bryozoa; Ostracod; Pelecypoda; Brachiopoda; Echinoids Alga Milliolid Lepidocyclina, Miogypsina Coral Foraminifera besar : Large foram indet Fragment Coral; Coralline Algae; Coralline sp. Back reef dan Core reef, lagon Core reef, fore reef, Lager Foram Facies air tenang Pr. Manik Pr. Pawon Pr. Sangiangtik oro Large foraminifera packstone Lepidocyclina sp; Miogypsinoids ; Cycloclypeus Fragment Coral. Amphistegina sp ; Bigenerina sp. Echinoids spine. Lepidocyclina sp; Miogypsinoides ; Spiroclypeus sp, Heterostegina sp; Cycloclypeus sp; Operculina sp,; coral Austrotrillina sp; Borelis pygnaeus. Fragment Coral; Coralline Algae; Red algae; Lithothamnion sp. Amphistegina sp; Globigerinids. Bryozoa; Ostracod; Echinoids spine. Lepidocyclina sp; Miogypsinoides ; Miogysina sp; Spiroclypeus sp; Cycloclypeus sp; Operculina sp. Fragment Coral; Coralline Algae,; Jania sp; Lithothamnionsp; Lithoporella sp; Halimeda. Peneroplis sp ; Amphistegina sp ; Elphidium; Miliolid; Globigerinids Bryozoa; Pelecypoda; Echinoid dan Ostracoda. Tabel 2. Analisis Diagenesa Batugamping Formasi Rajamandala Daerah Padalarang - Jawabarat. Large foraminifera packstone Platy boundstone Large foraminifera packstone Coral boundstone Core reef, fore reef, Lager Foram Facies air tenang Core reef, fore reef, Lager Foram Facies air tenang Core reef, Back reef LOKASI FACIES INDIKASI DIAGENESA LINGKUNGAN DIAGENESA 9
8 Togogapu Gn. Hawu Pabiasan Lampegan Gn. Manik Gn. Masigit Wackstonepackstone Rudstone Coral boundstone Packstone Coral boundstone Wackstone- Packstone Packstone Platy coral boundstone Fase 1-2 Fase 3 Fase 1-2 Fase 3 Kompaksi Patahan Rekahan isi Rekahan isi Dolomitik Stalakmit Semen stalaktit, kalsit Travertin Dolomitik Cave Kompaksi Patahan Rekahan isi Rekahan isi Stilolit Stalakmit Semen Stalaktit, kalsit Stilolit Marine Travertin Burial Dolomitik Cave Phreatic Kompaksi Patahan Rekahan isi Rekahan isi Stilolit Stalakmit Semen Stalaktit, kalsit Travertin Dolomitik Cave Kompaksi Patahan Rekahan isi Stalakmit Stilolit Stalaktit, Semen Travertin kalsit Dolomitik Cave Kompaksi Patahan Rekahan isi Stalakmit Stilolit Stalaktit, Dolomitik Travertin Marine Semen Dolomitik kalsit Cave Deep Burial Kompaksi Patahan Rekahan isi Stalakmit Stilolit Stalaktit, Dolomitik Travertin Semen Dolomitik kalsit Cave Vadose, Freshwater - Phreatic 10
9 Gn. Pawon Sangiangti koro Platy coral boundstone Coral boundstone Wackstonepackstone Rudstone Kompaksi Rekahan isi Stilolit Dolomitik Semen kalsit Kompaksi Rekahan isi Stilolit Dolomitik Semen kalsit Patahan Stalakmit Stalaktit, Travertin Dolomitik Cave Patahan Travertin Dolomitik Marine Burial Phreatic 3.3. Pembahasan Hasil analisis facies, komponen penyusun batuan berupa fosil dan butiran cukup mudah untuk diamati bahkan dibeberapa lokasi singkapan juga sayatan tipis, hal ini sangat baik untuk mengenali sistem pembentukan awal dan lingkungan pengendapan, sedangkan dari perubahan tekstur dan mineralogi akan dapat memberikan gambaran proses diagenasa yang sudah terjadi pada batuan. Sejarah diagenesa batuan karbonat Formasi Rajamandala dapat dibagi kedalam tiga fase (Table 2.), fase pertama yang dimulai pada kala Oligosen akhi hingga Miosen awal adalah fase pembentukan batuan karbonat pada lingkungan pengendapan komplek reef yang tentunya tercerminkan dari facies batuan (Tabel 1.), jejak facies primer masih terekam baik pada batuan, diagenesa yang terjadi bersamaan dengan pengendapan dan sesaat setelah pengendapan diindikasi oleh sementasi kalsit dan pelarutan dari cangkang dan butiran primer serta kehadiran dolomit, pada fase pertama ini diperkirakan tidak terjadi pemunculan terumbu diatas permukaan air laut (zona vadose). Kehadiran dolomit juga mengindikasikan formasi yang terbentuk tetap berada di bawah muka air laut sehingga fase ini diagenesa yang dilingkungan zona marine burial yang dipengaruhi zona phreatic. Berakhirnya pengendapan Formasi Rajamandala diikuti pengendapan batuan sedimen dari Formasi Citarum dan Formasi Saguling yang cukup tebal berumur Miosen awal hingga Miosen akhir yang diendapkan di lingkungan laut dalam dan system turbidit (Soejono martodjojo, 1983), tahapan tersebut merupakan fase kedua terjadinya diagenesa berupa penindihan, kompaksi, sementasi kalsit yang umum dijumpai (gambar 2.6 sd gambar 2.8) dan neomorfisme yang menjadikan Formasi Rajamandala semakin keras dan kompak bahkan pada lokasi tertentu menjadi metasedimen yang sering di tambang sebagai marmer. Fase kedua ini adalah diagenesa pada zona deep burial indikasi yang nyata adalah kehadiran stilolit dan rekahan yang terisi mineral insitu dalam skala makro (singkapan) (gambar 2.3, 2.4 dan 2.5) maupun mikro (sayatan tipis). Fase ketiga tahapan diagenesa yang terjadi adalah sejak kala Plio-Plistosen hingga saat ini (resent), fase ini adalah waktu pengangkatan dan perlipatan hingga tereksposnya Formasi Rajamandala, gejala diagenesa tahap ini jelas berupa karstifikasi 11
10 yang sangat baik terlihat berupa gua hasil pelarutan, patahan membuka yang terisi dengan endapan kalsit, travertine, stalaktit dan stalakmit, fase terakhir ini merupakan zona vadose yang sebagian proses diagenesanya merusak proses sebelumnya. Dari pembahasan diatas dapat dikatakan tahapan diagenesa dari Formasi Rajamandala mulai dari kala Oligasen akhir hingga Miosen awal merupakan tahapan Eogenetic yaitu pada waktu pengendapan dan sesaat setelah pengendapan, selanjutnya kala Miosen awal hingga Miosen akhir adalah tahapan Mesogenetic dan fase akhir adalah kala Plio-Plistosen hingga resent adalah tahapan Telogenetic. Implikasi karakter reservoir dari proses diagenesa yang terjadi pada Formasi Rajamandala dapat disimpulkan secara umum batuan karbonat ini "tight" dan memiliki porositas yang kecil adapun porositas tidak terbentuk karena langsung terisi oleh mikrit dan kalsit artinya diagenesa fase satu dan dua tidak membawa kontribusi signifikan terbentuknya reservoir yang baik pada Formasi Rajamandala, implikasi fase akhir diagenesa tentu tidak berdampak karena sudah pada tahap Telogenetic Gambar 2.3. Foto (1,2 dan3) singkapan di Pabeasan coral reef facies, masiv, kekar isi, Foto (4,5 dan 6) singkapan di Cikamuning Togogapu, masiv coral reef dan Lagre foram facies, patahan dan gua gua kecil, stalaktit dan stalakmit, Foto (7,8 dan 9) singkapan di Gn. Manik, large foram facies, patahan, kekar isi, oksidasi dan stalaktit dan stalakmit. 12
11 Gambar 2.4. Foto (1,2 dan3) singkapan di Gn. Pawon, coral reef facies, karstifikasi, gua dengan stalaktit stalakmit, Foto (4,5 dan 6) singkapan di Gn. Masigit, Platy coral facie dan foram facies, bidang patahan dan kekar terisis kalsit struktur gigi anjing Gambar 2.5. Foto (1,2 dan3) singkapan di daerah Bende, coral reef facies, masiv coral, terkekarkan dan terisis urat kalsit, keras dan kompak. Foto (4,5 dan 6) singkapan di Gn. Manik, Coral reef facies dan large foram facies, keras dan kompak, stilolit terlihat baik. 13
12 A B K L C D M N E F O P G H Q R I J S T Gambar 2.6. Foto mikroskopik batugamping dari sampel Togogapu, memperlihatkan facies Large foram berassosiasi dengan foram plankton secara keseluruhan memperlihatkan effek sementasi kalsit deep burial phreatic, kalsit semen mengisi interpartikel (K, L, M, N, O dan P) maupun intrapartikel semen (A-J dan Q-T). A B G H C D I J E F K L Gambar 2.7. Foto mikroskopik batugamping dari sampel Gn. Pabeasan, memperlihatkan facies Large foram berassosiasi dengan foram plankton dan ostracoda secara keseluruhan memperlihatkan effek sementasi kalsit deep burial phreatic, semen kalsit mengisi interpartikel dan meniscus semen (G, H, I, J, K dan L) maupun intrapartikel semen (A-F). 14
13 A B G H C D I Gambar 2.8. Foto mikroskopik batugamping dari sampel Gn. Masigit, memperlihatkan Dolomit facies berassosiasi dengan algae secara keseluruhan merupakan effek marine burial terjadi pergantian kalsit menjadi dolomit (A-D), semen kalsit blocky mengisi interpartikel (G, H, dan I). V. SIMPULAN 1. Facies litologi yang terdapat dalam batuan karbonat Formasi Raja Mandala dapat dikelompokan dalam a. Core Reef Facies ditipikal masiv, large coral, red algal yang melimpah, b. Back Reef Facies tipikal klastik coral umum, algae, encrusting dan milliolid. c. Fore Reef Facies tipikal foram besar dominan, coral platy, algal dan echinoderm. c. Open Shelf Facies tipikal argilaceous dan dolomitik berlapis cukup baik dan kehadiran foraminifera plangton. 2. Sejarah diagenesa batuan karbonat Formasi Rajamandala dapat dibagi kedalam tiga fase, a. Fase pertama kala Oligosen akhir hingga Miosen awal adalah diagenesa yang terjadi bersamaan dengan pengendapan dan sesaat setelah pengendapan pada lingkungan diagenesa zona marine burial yang dipengaruhi zona phreatic. b. Fase kedua berakhirnya pengendapan Formasi Rajamandala diikuti pengendapan batuan sedimen dari Formasi Citarum dan Formasi Saguling pada kala Miosen Awal hingga Miosen Akhir, fase kedua terjadinya diagenesa berupa penindihan, kompaksi, proses diagenesa pada zona deep burial. c. Fase ketiga tahapan diagenesa yang terjadi adalah sejak kala Plio- Plistosen hingga saat ini (recent), fase pengangkatan dan perlipatan hingga tereksposnya Formasi Rajamandala, gejala diagenesa karstifikasi. d. Tahapan diagenesa dari Formasi Rajamandala mulai dari kala Oligasen akhir hingga Miosen awal merupakan tahapan Eogenetic, selanjutnya kala Miosen Awal hingga Miosen Akhir adalah tahapan Mesogenetic dan Kala Plio- 15
14 Plistosen hingga Recent adalah tahapan Telogenetic. 3. Implikasi proses diagenesa terhadap karakter reservoir pada Formasi Rajamandala secara umum batuan karbonat ini tight dan memiliki porositas yang kecil artinya diagenesa Fase satu dan dua tidak membawa kontribusi signifikan terbentknya reservoir yang baik pada Formasi Rajamandala. 4. Implikasi pada bidang pertambangan cukup baik karena kekompakan dan kekerasan batuan ini bias dibuat menjadi batu pualam. DAFTAR PUSTAKA Dunham, R.J., Classification of Carbonate Rocks According to Depositional Texture. In: W.E. Ham (ed.), Classification of Carbonate Rocks. American Association of Petroleum Geologist Memoir, 1, h Embry, A.F. dan Klovan, J.E., A Late Devonian Reef Tract on North- Eastern Banks Island, North West Territory. Bulletin of Canadian Petroleum Geology, 19, h James, N.P., 1983, Reef environment in Scholle, Peter A, Don G. Bebout and Clyde H. Moore (Editors), Carbonate depositional environments: Memoir 33, AAPG, Tulsa, Oklahoma USA, p James, N.P., Diagenesis of Carbonate Sediments. Notes to Accompany a Short Course. Geological Society of Australia. Jeffrey, B.M., Facies Characterization and Mechanism of Termination of a Tertiary Carbonate Platform: Rajamandala Formation, West Java (Abstract). Joint Annual Meeting of Celebrating the International Year of Planet Earth. 5-9 October 2008, Houston, Texas Koesoemadinata, R.P., & Siregar, S, Reef Facies Model of the Rajamandala Formation, West Java. Proceeding IPA ke 13. Martodjojo. Soejono,. 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa barat. Thesis Doktor, ITB Bandung Maryanto, S., 2009., Pendolomitan Batugamping Formasi Rajamandala di Lintasan Gua Pawon, Bandung Barat, Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Jln. Diponegoro No. 57, Bandung Siregar, M.S., Sedimentasi dan Model Terumbu Formasi Rajamandala di Daerah Padalarang, Jawa Barat. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 16, (1), h
ASSOSIASI FOSIL DAN PALEOEKOLOGI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014 ASSOSIASI FOSIL DAN PALEOEKOLOGI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT oleh : Moehammad Ali Jambak, Ovinda, Ulam P. Nababan *) *) Dosen Tetap, Prodi
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciBAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran
Lebih terperinciStudi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan
Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan
Lebih terperinciFoto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan
Lebih terperinciBAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG
BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA
BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Menurut Fahrudi (2004), lingkungan pengendapan dari hasil analisis fasies batugamping meliputi Reef Slope, Reef Framework, dan Proximal Talus. Fahrudi (2004)
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY
Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT
Fasies dan lingkungan pengendapan batugamping Formasi Parigi di daerah Pangkalan, Karawang, Jawa Barat (Yogi Fernando, Ildrem Syafri, Moh. Ali Jambak) FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciFasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur M. Safei Siregar a dan Praptisih a a Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciGeologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan
Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian
Lebih terperinciPENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR
ABSTRAK PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR Praptisih 1 dan Kamtono 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 Email: praptie3103@yahoo.com Formasi Bojongmanik
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON
FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON Praptisih, M. Safei Siregar, Kamtono, Marfasran Hendrizan dan Purna Sulastya Putra ABSTRAK Batuan karbonat
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciFASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON
ISSN 0125-9849, e-issn 2354-6638 Ris.Geo.Tam Vol. 22, No.1, Juni 2012 (33-43) Praptisih., dkk / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No.1 (2012), 33-43. DOI: /10.14203/risetgeotam2012.v22.56 FASIES DAN
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,
Lebih terperinciUmur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinci// - Nikol X - Nikol 1mm
S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperincibatupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.
Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan Tingkat Sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU
BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,
Lebih terperinciKEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat
Lebih terperinciPENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH
PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH Rikzan Norma Saputra *, Moch. Indra Novian, Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING
BAB IV FASIES BATUGAMPING 4.1. Pola Fasies Dasar Pola fasies yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan Wilson (1975). Dasar pembagian fasies ini memperhatikan beberapa faktor antara lain:
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciGEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN
GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG
BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEDIMENTASI
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra
Lebih terperinciMikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi 1) Abdurrokhim 1) Lili Fauzielly 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinciLokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas
LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;
Lebih terperinciMENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:
Lebih terperinciBab III Geologi Daerah Penelitian
Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi
Lebih terperinciHubungan Formasi Jatiluhur dan Formasi Cibulakan di Jawa Barat
Hubungan Formasi Jatiluhur dan Formasi Cibulakan di Jawa Barat Abdurrokhim Email: abdur@unpad.ac.id Abstrak Batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang tersingkap dengan baik di bagian utara Cekungan Bogor
Lebih terperinciBAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian
BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,
Lebih terperinciBAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan
Lebih terperinciPROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
STUDI DIAGENESA DAN FASIES BATUAN KARBONAT TERHADAP PERKOLASI AIR TANAH UNTUK PENENTUAN AKUIFER DAERAH PACEREJO, SEMANU, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Zaenuri Umam 1 Miftah Mukifin Ali 1 Muhammad
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciGambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).
(Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
Lebih terperinciLongman, M. W., 1980, Carbonate diagenetic textures from nearsurface diagenetic carbonates: Am. Assoc. Petroleum Geologist Bull., v. 64, p.
DAFTAR PUSTAKA Allen, G.P dan Chambers, J.L.C., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta Asikin, S., 1987, Kumpulan Kuliah Tektonika, ITB. Biantoro, E., Muritno B.P.,
Lebih terperinciPendolomitan Batugamping Formasi Rajamandala di Lintasan Gua Pawon, Bandung Barat
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 3 September 29: 23-213 Pendolomitan Batugamping Formasi Rajamandala di Lintasan Gua Pawon, Bandung Barat S. Ma rya n t o Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Jln. Diponegoro
Lebih terperinciLABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama
Lebih terperinciBAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan
Lebih terperinciSEDIMENTASI DAN MODEL TERUMBU FORMASI RAJAMANDALA DI DAERAH PADALARANG - JAWA BARAT
RISET Geologi dan Pertambangan Jilid 15 No.1 Tahun 2005 SEDIMENTASI DAN MODEL TERUMBU FORMASI RAJAMANDALA DI DAERAH PADALARANG - JAWA BARAT M. Safei Siregar* M. Safei Siregar (2005), Sedimentasi Dan Model
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan
Lebih terperinci