BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Secara In Vitro a. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel tanah dari sekitar rizosfer tanaman jagung sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang diperoleh dari Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor. Isolasi mikrob dari sampel tanah dilakukan menggunakan larutan fisiologis dan dilakukan seri pengenceran bertingkat kemudian diukur kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat. Tidak semua mikrob tersebut menghasilkan zona berwarna terang jernih atau zona bening. BPF yang tumbuh pada medium Pikovskaya padat akan melarutkan fosfat yang ditandai dengan adanya zona berwarna terang jernih atau zona bening yang mengelilingi koloni bakteri tersebut (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya pelarutan fosfat dari Ca 3 (PO 4 ) 2 yang terdapat dalam medium. Sebanyak 6 isolat BPF yang menghasilkan zona bening dimurnikan pada medium Pikovskaya padat (Gambar 9) dan disimpan dalam medium agar miring (stock culture) untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Gambar 8. Koloni bakteri pelarut fosfat yang dikelilingi oleh zona bening

2 27 Gambar 9. Pemurnian bakteri pelarut fosfat pada medium Pikovskaya padat b. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Asal Tanah Pengujian pelarutan fosfat secara kuantitatif dan kualitatif terhadap isolat bakteri asal tanah dilakukan sebagai pembanding terhadap tiga isolat bakteri koleksi CV. Meori agro. Sebanyak 6 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian kemampuan bakteri pelarut fosfat (BPF) dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair Nama Isolat Diameter Koloni (mm) Diameter Zona Bening (mm) Indeks Pelarutan (IP) P Terlarut (ppm) Warna Koloni Isolat T2 8,50 20,00 2,35 4,4 Putih Kekuningan Isolat T3 6,75 12,25 1,81 2,8 Putih Kekuningan Isolat T4 8,50 14,00 1,64 1,5 Putih Kekuningan Isolat T6 9,25 19,25 2,08 1,2 Kuning Kecoklatan Isolat T8 5,50 18,00 3,27 2,5 Putih Susu Isolat T9 5,25 18,25 3,47 4,9 Kuning Kecoklatan Dari Tabel 4 tampak bahwa isolat bakteri T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat paling besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 3,47. Isolat bakteri T9 pun memiliki hasil pelarutan P pada media pikovskaya cair paling

3 28 besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 4,9 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri T9 memiliki kualitas paling baik diantara 5 isolat bakteri lain yang berasal dari tanah yang diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil ini berbeda dengan isolat bakteri T8 yang meskipun memiliki nilai IP yang tidak berbeda jauh dengan isolat bakteri T9 yaitu 3,27 namun dalam hal melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair, isolat bakteri T8 hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 2,5 ppm. Sedangkan nilai IP yang paling kecil terdapat pada isolat bakteri T4 yaitu sebesar 1,64 dan dalam hal pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair juga hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 1,5 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat tidak selalu dilihat berdasarkan lebar dari zona bening. Menurut Rachmiati (1995) besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tak larut ditunjukkan oleh adanya luas daerah bening di sekitar isolat pada cawan petri. Tatiek (1991) juga mengemukakan bahwa daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan kemampuan setiap bakteri untuk menyumbangkan jumlah fosfat terlarut, meskipun luas sempitnya daerah bening dapat menunjukkan besar kecil bakteri melarutkan fosfat sukar larut. Gambar 10. Pelarutan P pada media Pikovskaya Padat (Kiri) dan Pikovskaya cair (kanan) Berdasarkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif di atas maka dipilih satu mikrob unggul (paling baik) yang berasal dari tanah yaitu isolat bakteri T9. Pengujian selanjutnya menggunakan empat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (isolat bakteri T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (PS4, J2 dan P2).

4 29 c. Identifikasi Bakteri Isolasi DNA Isolasi DNA bakteri digunakan sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik 4 isolat bakteri terpilih. Isolat bakteri asal tanah yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki hasil IP, pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair dan kandungan enzim fosfatase yang tinggi yaitu isolat bakteri T9 sehingga, terdapat empat isolat bakteri yang akan diidentifikasi secara molekuler. Sel bakteri yang telah ditumbuhkan kemudian disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dan pelet kemudian diresuspensi menggunakan bufer TE. Bufer TE mengandung lysozyme yang berfungsi sebagai perusak dinding sel. Sodium dodekil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel, hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis. Kotoran (debris) sel yang disebabkan oleh pengrusakan sel oleh lysozyme dan SDS dibersihkan dengan cara dibolak-balik sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan digunakan larutan isoamil (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) (Muladno, 2002). Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan dengan sangat hati-hati. Selanjutnya DNA dipresipitasi menggunakan etanol absolut 70%. DNA akan terlihat berwarna bening dan kental di dalam tabung Eppendoff (Gambar 11). Gambar 11. DNA genom bakteri

5 30 Elektroforesis Gel Agarosa DNA yang telah berhasil diisolasi kemudian dilakukan pengujian untuk mendeteksi keberadaan DNA tersebut menggunakan elektroforesis pada gel agarosa (Gambar 12) Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 Gambar 12. Hasil elektroforesis DNA genom bakteri Amplifikasi Gen 16S rrna Hasil amplifikasi PCR isolat bakteri menggunakan primer 16S rrna (Gambar 13) menghasilkan satu amplikon atau produk PCR berukuran sekitar 1500 bp. Primer yang digunakan dalam proses PCR ini, yaitu 16F27 (5 -AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3 ) dan 16R1492 (5 - TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3 ). Selanjutnya amplikon ini disekuen untuk mengetahui urutan nukleotida pada gen 16S rrna masing-masing isolat bp 1000 bp bp Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 Gambar 13. Hasil amplifikasi gen 16S rrna

6 31 Homologi Isolat Bakteri Dengan Program FASTA Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rrna pada program FASTA diketahui homologi spesies dari empat isolat bakteri yang diuji. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Pseudomonas aeruginosa strain QZX-A, isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode J2 memiliki kemiripan sebesar 99,3% dengan Bacillus subtilis strain PARZ2, dan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode PS4 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Burkholderia sp. strain AH83. Sedangkan Isolat asal tanah yaitu isolat bakteri T9 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan Burkholderia sp. strain A-3. Hasil analisis sekuen gen 16S rrna dari tiga isolat BPF pada data GenBank terdapat pada Lampiran 11. d. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Koleksi Sebanyak 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang sudah diremajakan dilakukan pengujian dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair Nama Isolat Diameter Koloni (mm) Diameter Zona Bening (mm) Indeks Pelarutan (IP) P Terlarut (ppm) Warna Koloni Burkholderia sp. PS4 10,25 16,00 1,56 0,8 Kuning Bacillus subtilis J2 8,00 9,00 1,12 0,9 Putih Kekuningan Pseudomonas Putih 7,25 11,25 1,55 1,3 aeruginosa P2 Kekuningan Sama halnya dengan pengujian yang dilakukan pada isolat bakteri asal tanah, isolat bakteri koleksi pun diukur nilai IP dan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil yang didapat pada pengukuran tersebut seperti yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56. Namun untuk kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair

7 32 Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai yang paling rendah yaitu sebesar 0,8 ppm. Lain halnya dengan Pseudomonas aeruginosa P2 yang memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar tetapi nilai IP tidak berbeda jauh dengan Burkholderia sp. PS4. Setiap spesies bakteri mempunyai kemampuan secara genetik yang berbeda dalam menghasilkan asam-asam organik baik dalam jumlah maupun jenisnya selama pertumbuhan. Jumlah dan jenis asam-asam organik inilah yang berperan dalam menentukan tingginya pelarutan P (Tatiek, 1991). Gambar 14. Pelarutan P pada media Pikovskaya Cair (kiri) dan Pikovskaya padat (kanan) d. Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase Setelah dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair, kemudian dilakukan pengujian kemampuan kesembilan isolat bakteri (6 isolat asal tanah dan 3 isolat koleksi) dalam menghasilkan enzim fosfatase (Gambar 15). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 15 berikut ini :

8 33 Konsentrasi Fosfor (ppm) 0,3 0,268 0,25 0,2 0,166 0,127 0,126 0,112 0,132 0,128 0,136 0,15 0,1 0,058 0,05 0 J2 PS4 P2 T8 T9 T3 T4 T6 T2 Nilai terendah Isolat Bakteri Nilai tertinggi Gambar 15. Kemampuan Sembilan Isolat Bakteri dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase Pada Gambar 15 diketahui bahwa nilai aktivitas enzim paling tinggi dari isolat-isolat asal tanah dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm dan paling kecil dimiliki oleh isolat bakteri T8 yaitu sebesar 0,112 ppm. Sedangkan untuk isolat koleksi, nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,127 ppm dan paling rendah dimiliki oleh Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan fosfat dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof (Havlin et al., 1999). Enzim fosfatase merupakan komplek enzim terpenting di dalam tanah yang berfungsi melarutkan fosfat organik menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Enzim tersebut akan dihasilkan secara dominan pada kondisi ketersediaan fosfor rendah. Peningkatan aktivitas enzim fosfatase dapat terinduksi ketika jumlah P terbatas dalam media tanam, hal ini juga mencirikan akan tingginya kebutuhan P (Salvin et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut Burkholderia sp. T9 (asal tanah) dan isolat koleksi Burkholderia sp. PS4 dapat dikatakan memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan P-organik yang terikat sehingga apabila diaplikasikan ke dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat oleh tumbuhan.

9 34 Gambar 16. Hasil Pengujian Enzim Fosfatase e. Kurva Standar Bakteri Keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) diamati pertumbuhan populasinya (Gambar 17). Hal ini dilakukan untuk memudahkan teknik inokulasi pada percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan populasi bakteri, yang dinyatakan dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan cawan hitung, sehingga didapatkan persamaan Y=a+bx, dimana Y= Jumlah populasi dalam cawan petri dan X= nilai rapat optis suspensi mikrob. Inokulasi mikrob untuk percobaan selanjutnya dapat menggunakan persamaan tersebut sehingga dapat diperoleh jumlah sel mikrob yang sama.

10 35 Burkholderia sp. PS4 Bacillus subtilis J2 Cfu/ml OD Cfu/ml ,2 0,4 0,6 OD Cfu/ml Pseudomonas aeruginosa P OD Cfu/ml Burkholderia sp. T OD Gambar 17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri Dilihat dari kurva standar diatas, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan Bacillus subtilis J2 memiliki nilai rapat optis (OD) dan nilai populasi terkecil diantara kedua koleksi bakteri lainnya maupun dengan isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9). Sedangkan pertumbuhan isolat lainnya dapat dikatakan cenderung hampir sama dalam setiap nilai OD berbanding dengan SPK. Namun hasil ini memiliki makna lain bila dipandang lebih rinci berdasarkan metode pengukurannya. Metode untuk pengukuran nilai rapat optis menggunakan spektrofotometer yang bila dicermati hasilnya menunjukkan besaran rapat optis bakteri yang diukur, namun faktor kehidupan bakteri diabaikan sehingga spektrofotometer menghitung seluruh jumlah rapat optis bakteri yang muncul. Berbeda halnya dengan metode pengukuran cawan hitung yang hasilnya dapat dipastikan hanya menghitung jumlah populasi bakteri yang hidup saja, karena bakteri yang mati tidak mungkin bisa tumbuh dan ikut terhitung dalam proses

11 36 pengukuran populasi. Dengan kata lain, masa hidup optimal Bacillus subtilis J2 berlangsung lebih singkat dibandingkan tiga isolat bakteri lainnya, karena setelah diukur dengan menggunakan spektrofotomer menunjukkan hasil rapat optis yang tinggi, namun ketika diuji dengan metode cawan hitung hasil populasinya menunjukkan bahwa Bacillus subtilis J2 tidak serapat hasil perhitungan spektrofotometer Uji Antagonis Isolat bakteri Pengujian antagonis keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) dilakukan dengan metode silang pada cawan petri. Pada Gambar 18 dapat dilihat pengujian antagonis antara 2 isolat bakteri, 3 isolat bakteri dan 4 isolat bakteri berbeda jenis yang ditumbuhkan dalam satu cawan petri. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi aktivitas penghambatan dari pertumbuhan masing-masing bakteri. Hal ini berarti bahwa jika isolat bakteri ditumbuhkan bersamaan dalam satu media maka masing-masing isolat bakteri akan tetap tumbuh dan tidak saling menghambat. Hasil pertumbuhan dari setiap isolat bakteri yang ditumbuhan bersamaan dalam satu media baik 2, 3, dan 4 isolat bakteri berbeda menunjukkan hasil pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan setiap bakteri secara tunggal dalam media.

12 37 a b c d e f Gambar 18. Pengujian Antagonis dari 2, 3 dan 4 Isolat Bakteri Pada Cawan Petri Keterangan: (a) Burkholderia sp. PS4 (b) Bacillus subtilis J2; (c) Pseudomonas aeruginosa P2; (d) Burkholderia sp. T9; (e) Antagonis 2 dan 3 jenis isolat bakteri; (f) Antagonis 2 dan 4 jenis isolat bakteri 4.2. Penelitian Secara In Vivo Penelitian secara in vivo dilakukan di rumah kaca. Sawi sendok ditumbuhkan pada media tumbuh berupa tanah dan pupuk kandang kemudian diberikan penambahan isolat bakteri secara tunggal maupun kombinasi serta variasi dosis pupuk SP-36 kemudian dilihat pertumbuhannya sesuai dengan peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman dan lebar daun setiap minggu selama 5 minggu. Hasil pengamatan yang ditampilkan selanjutnya berdasarkan minggu ke- 5 setelah tanam yang dianggap mewakili seluruh perlakuan penelitian.

13 38 Gambar 19. Pertumbuhan Tanaman Sawi sendok Pada 3 Minggu Setelah Tanam ( ) a. Jumlah Daun Tanaman Sawi sendok Hasil pengamatan jumlah daun tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap jumlah daun (helai/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST) Kombinasi Dosis Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 6,6 6,0 6,6 6,4 Bacillus subtilis J2 6,3 7,0 6,3 6,5 Pseudomonas 7,3 6,6 6,6 6,8 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 7,6 6,3 7,6 7,2 Burkholderia sp. T9 7,3 6,3 6,6 6,7 J2+P2 4,3 5,6 8,3 6,1 J2+PS4 7,0 6,3 6,0 6,4 J2+T9 6,3 5,3 6,3 6,0 P2+PS4 8,0 8,0 6,6 7,5 P2+T9 5,5 6,6 5,5 5,5 PS4+T9 7,3 7,3 6,6 6,4 J2+P2+PS4 8,0 7,0 7,0 7,3 J2+P2+T9 6,3 8,0 6,0 6,7 P2+PS4+T9 6,0 7,6 5,6 7,1 J2+PS4+T9 6,0 6,0 7,0 6,3 P2+J2+PS4+T9 6,0 5,6 7,0 6,2 6,6 6,5 6,6 Pada minggu ke-5 kombinasi bakteri P2+PS4 meningkatkan rata-rata jumlah daun pada tanaman sawi sendok paling besar dibandingkan kontrol yaitu sebesar 17,18% dari rata-rata 6,4 helai/tanaman menjadi 7,5 helai/tanaman. Sedangkan

14 39 rata-rata jumlah daun paling kecil ditunjukkan oleh kombinasi bakteri P2+T9 yaitu sebesar 5,5 helai/tanaman. Efektivitas BPF dalam melarutkan unsur P yang terikat sangat berkaitan erat dengan cara beradaptasi dari BPF dengan lingkungannya. Dikemukakan oleh Subba Rao (1982), bahwa lingkungan yang baik dan cocok untuk jenis BPF tertentu akan meningkatkan aktivitasnya dalam mengeluarkan asam-asam organik, enzim dan hormon-hormon tumbuh untuk melarutkan unsur P tanah. Pada tahap perlakuan pupuk SP-36 minggu ke-5 semua perlakuan pupuk memberikan hasil yang relatif sama terhadap rata-rata jumlah daun yaitu antara 6,5 6,6 helai/tanaman. b. Tinggi Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan tinggi tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini : Tabel 7. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap tinggi tanaman (cm/tanaman) pada minggu ke 5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 29,0 28,0 26,2 27,7 Bacillus subtilis J2 23,5 23,6 23,3 23,5 Pseudomonas 28,3 22,0 25,0 25,1 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 30,6 21,3 23,4 25,1 Burkholderia sp. T9 27,5 22,6 26,7 25,6 J2+P2 18,6 28,3 30,3 24,2 J2+PS4 27,5 18,1 25,8 23,8 J2+T9 21,9 21,5 25,8 23,0 P2+PS4 28,0 22,6 24,3 25,0 P2+T9 25,1 16,8 19,0 20,3 PS4+T9 16,5 25,3 24,6 22,1 J2+P2+PS4 24,8 19,1 29,1 24,3 J2+P2+T9 23,5 18,0 22,5 21,3 P2+PS4+T9 28,3 23,1 20,6 24,0 J2+PS4+T9 22,7 17,6 27,6 22,6 P2+J2+PS4+T9 21,0 20,1 29,0 23,3 21,8B 23,5B 25,2A *angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5% Hasil pengamatan pada minggu 5 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman sawi sendok paling besar diperlihatkan oleh kontrol sebesar 27,7 cm/tanaman. Sedangkan pada minggu ke-5 perlakuan pupuk 100% dapat memberikan pengaruh yang lebih baik sebesar 7,23% terhadap rata-rata tinggi tanaman dibandingkan

15 40 dengan perlakuan pupuk 75% dan sebesar 15,59% dibandingkan dengan perlakuan pupuk 50%. Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan diantaranya untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, dan memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah. c. Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan lebar daun sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 8 di bawah ini : Tabel 8. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap lebar daun (cm/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 7,0 abcb 5,7 abcb 6,0 abca 6,2 Bacillus subtilis J2 5,8 abcb 6,4 abcb 5.,5 abca 5,9 Pseudomonas 4,8 abcb 6,5 abcb 5,1 abca 5,4 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 5,9 ab 7,0 ab 6,7 aa 6,5 Burkholderia sp. T9 5,4 abcb 6,4 abcb 6,1 abca 5,9 J2+P2 4,9 abcb 3,3 abcb 8,0 abca 5,4 J2+PS4 3,6 abcb 6,7 abcb 6,3 abca 5,5 J2+T9 4,9 abcb 4,3 abcb 5,9 abca 5,0 P2+PS4 4,6 abcb 6,7 abcb 5,4 abca 5,5 P2+T9 4,3 cb 5,2 cb 4,3 ca 4,6 PS4+T9 5,9 cb 3,4 cb 4,8 ca 4,7 J2+P2+PS4 4,8 abcb 5,5 abcb 7,2 abca 5,8 J2+P2+T9 4,0 abcb 5,4 abcb 5,8 abca 5,1 P2+PS4+T9 6,2 abb 6,6 abb 6,4abA 6,4 J2+PS4+T9 3,9 bcb 4,2 bcb 6,2bcA 4,8 P2+J2+PS4+T9 4,6 abcb 4,6 abcb 6,7 abca 5,6 5,0 5,5 6,1 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5% Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik pada minggu 5 dalam mempengaruhi lebar daun tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan dosis pemupukan 75 kg/ha yaitu sebesar 7,0 cm/tanaman atau lebih baik dari perlakuan kontrol sebesar 0,22%. Menurut Wijaya (2008) pada tanaman yang kekurangan P pertumbuhan luas daun akan terhambat, karena terjadi penurunan tekanan hidrolik akar,

16 41 menghambat pembelahan sel dan pembesaran sel. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh sintesis karbohidrat yang tidak berjalan secara optimal. P juga berperan dalam pelebaran daun sehingga dengan daun yang lebar, maka akan semakin banyak cahaya yang diserap, dengan begitu akan mempengaruhi kelangsungan proses fotosintesis. Penggabungan beberapa jenis bakteri dengan dosis yang sama, diasumsikan juga akan mengakibatkan terjadi persaingan antar bakteri dalam memenuhi kebutuhan energinya. Bakteri yang digabungkan terkadang dapat bersifat patogen terhadap bakteri lain, sehingga bakteri yang lemah akan mati dan total populasinya akan semakin menurun. Husen (2004) melaporkan bahwa, interaksi beberapa bakteri yang hidup pada wadah yang sama terkadang ada yang bersifat patogen, yang dapat menurunkan populasi bakteri yang lain. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan bakteri tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri dengan total populasi yang lebih besar akan lebih dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. d. Berat Basah Tanaman Sawi Sendok Hasil perlakuan bakteri yang paling baik dalam mempengaruhi rata-rata berat basah tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 sebesar 18,3 gram/tanaman. Pada perlakuan variasi dosis pupuk 50% dan 75% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tetapi perlakuan pupuk 100% lebih tinggi dalam mempengaruhi berat basah tanaman sawi sendok dibandingkan dengan perlakuan pupuk 50% dan 75%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan pupuk 100% berpengaruh paling baik pada berat basah tanaman sawi sendok.

17 42 Hasil pengamatan berat basah tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 9 di bawah ini : Tabel 9. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap berat basah (gram/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 11,3 12,5 14,7 12,8 ab Bacillus subtilis J2 8,0 8,9 15,6 10,8 bcd Pseudomonas 4,9 15,3 10,3 10,2 bcd aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 9,7 20,4 25,0 18,3 a Burkholderia sp. T9 6,0 10,2 10,6 8,9 bcd J2+P2 7,3 5,2 25,1 12,5 ab J2+PS4 4,9 5,8 15,0 8,6 bcd J2+T9 16,9 2,3 11,3 10,2 bcd P2+PS4 8,7 10,4 12,1 10,4 bcd P2+T9 5,3 1,7 5,4 4,1 d PS4+T9 4,8 6,2 3,5 4,8 cd J2+P2+PS4 4,3 12,3 20,2 12,3 ab J2+P2+T9 6,6 5,9 8,3 6,9 bcd P2+PS4+T9 16,4 12,0 10,2 12,8 ab J2+PS4+T9 6,7 5,1 10,9 7,6 bcd P2+J2+PS4+T9 9,3 9,9 16,7 11,9 abc 9,0B 8,2B 13,4A *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5% Pada penelitian Widawati, 2006 pemberian inokulan BPF akan memperbaiki struktur tanah dan stabilitas agregat naik sehingga memudahkan penetrasi akar ke dalam tanah guna menyerap nutrisi yang tersedia. Selanjutnya proses fotosintesis senyawa penting lainnya untuk pertumbuhan akan meningkat sehingga menghasilkan asimilat yang tinggi dan dampaknya akan tampak pada kenaikan bobot daun segar sawi sendok bila dibandingkan dengan kontrol. Meningkatnya hasil tanaman akibat perlakuan bakteri pelarut P diperkirakan selain menghasilkan asam-asam organik yang dapat meningkatkan ketersedian P juga karena bakteri tersebut dapat menghasilkan phytohormon (Arshad dan Frankenberger, 1993). BPF juga menghasilkan enzim fosfatase yang berperan dalam meningkatkan mineralisasi P organik (Subba Rao, et al 1982 b) dari pupuk kandang, sehingga P tersedia menjadi lebih tinggi dan P yang diserap oleh tanaman menjadi lebih banyak.

18 43 e. Serapan P Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan serapan P tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 10 di bawah ini : Tabel 10. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap serapan P (gram/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 0,72 ab 0,81 aab 0,81 aa 0,78 Bacillus subtilis J2 0,45 abb 0,63 abab 0,72 aba 0,60 Pseudomonas 0,27 abb 0,99 abab 0,54 aba 0,60 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 0,63 ab 1,17 aab 0,99 aa 0,93 Burkholderia sp. T9 0,45 abb 0,45 abab 0,72 aba 0,54 J2+P2 0,27 abb 0,36 abab 0,27 aba 0,30 J2+PS4 0,27 abb 0,72 abab 0,54 aba 0,51 J2+T9 0,72 abb 0,09 abab 0,63 aba 0,48 P2+PS4 0,45 abb 0,90 abab 0,63 aba 0,66 P2+T9 0,27 bb 0,36 bab 0,27 ba 0,30 PS4+T9 0,72 abb 0,18 abab 0,45 aba 0,45 J2+P2+PS4 0,18 ab 0,72 aab 0,72 aa 0,54 J2+P2+T9 0,18 abb 0,63 abab 0,45 aba 0,42 P2+PS4+T9 0,63 abb 0,81 abab 0,36 aba 0,39 J2+PS4+T9 0,27 abb 0,63 abab 0,63 aba 0,51 P2+J2+PS4+T9 0,27 abb 0,54 abab 0,99 aba 0,60 0,42 0,61 0,61 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5% Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi serapan P tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan dosis 75 kg/ha yaitu sebesar 1,17 gram/tanaman. Hal ini dimungkinkan akibat terjadinya kompetisi dari beberapa bakteri yang dikombinasikan ketika diaplikasikan pada tanaman sawi sendok. Kompetisi atau persaingan antara mikroorganisme dapat terjadi apabila berada dalam ruang yang terbatas dengan kandungan nutrisi yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup (Wei et al., 1995). Isolat BPF tunggal seperti jenis Bacillus megaterium dan B. pantothenticus mampu menghasilkan bobot kering daun kumis kucing tertinggi (113,90 gram/pot) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Widawati dkk., 2002). Wahyuningsih dkk. (1995) juga mengemukakan, bahwa isolat tunggal dapat meningkatkan secara Burkholderia sp. PS4 menunjukkan hasil paling tinggi terhadap serapan P dibandingkan dengan kontrol.

19 44 Bakteri yang berasal dari tanah yaitu Burkholderia sp. T9 pada penelitian secara in vitro menunjukkan hasil paling baik dalam pelarutan fosfat dibandingkan dengan tiga isolat bakteri koleksi. Tetapi pada penelitian secara in vivo kemampuan Burkholderia sp. T9 dalam melarutkan fosfat yang terikat menjadi menurun. Hal ini disebabkan adanya mikrob indigenus yang berasal dari media tanam yang tidak dapat hidup bersinergis Burkholderia sp. T9 sehingga kemampuannya dalam melarutkan fosfat menurun. Sedangkan tiga isolat bakteri koleksi memiliki keunggulan dalam pengaplikasiannya pada media tanam yaitu diisolasi sebagai antagonis terhadap penyakit sehingga lebih mampu mengatasi mikrob indigenus. f. Analisis P Dalam Jaringan Tanaman Hasil pengamatan P dalam jaringan tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 11. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap P dalam jaringan (%) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 1,5 abcdb 1,4 abcdb 1,2 abcda 1,4 Bacillus subtilis J2 0,8 bcdb 0,8 bcdb 1,3 bcda 1,0 Pseudomonas 0,5 bcdb 1,8 bcdb 1,0 bcda 1,1 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 1,3 abcb 1,9abcB 1,5 abca 1,5 Burkholderia sp. T9 1,1 bcdb 1,1 bcdb 1,4 bcda 1,2 J2+P2 0,8 abb 0,6 abb 3,5 aba 1,6 J2+PS4 0,6 bcdb 1,4 bcdb 1,3 bcda 1,1 J2+T9 1,5 bcdb 0,2 bcdb 1,3 bcda 1,0 P2+PS4 1,0 abcdb 1,7 abcdb 1,4 abcda 1,3 P2+T9 0,5 db 0,7 db 0,6 da 0,6 PS4+T9 0,7 db 0,4 db 0,8 da 0,7 J2+P2+PS4 1,0 abcdb 0,7 abcdb 2,1 abcda 1,3 J2+P2+T9 0,4 bcdb 1,3 bcdb 0,9 bcda 0,9 P2+PS4+T9 1,3 ab 1,5 ab 3,3 aa 2,0 J2+PS4+T9 0,5 bcdb 0,5 bcdb 1,3 bcda 0,8 P2+J2+PS4+T9 0,6 bcdb 0,6 bcdb 1,8 bcda 1,0 0,9 1,0 1,5 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%

20 45 Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi P dalam jaringan tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan kombinasi bakteri bakteri P2+PS4+T9 dengan dosis 100 kg/ha yaitu sebesar 3,3%. Han dan Lee (2005) melaporkan bahwa mikrob tanah seperti bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentukbentuk sukar larut. Asam-asam organik yang dikeluarkan oleh bakteri ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation-kation pengikat P di alam tanah seperti Al 3+ dan Fe 3+. Khelat tersebut dapat menurunkan reaktivitas ion-ion tersebut sehingga menyebabkan pelarutan fosfat yang efektif sehingga dapat diserap oleh tanaman. g. Analisis P Dalam Tanah Hasil pengamatan P tanah pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 12 di bawah ini : Tabel 12. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap P dalam tanah (ppm) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Kombinasi Pemupukan Fosfat (kg/ha) Bakteri Kontrol 6,0 ghc 7,5 ghb 6,8 gha 6,8 Bacillus subtilis J2 10,4 cdefc 8,9 cdefb 11,6 cdefa 10,3 Pseudomonas 6,8 ghc 7,7 ghb 7,8 gha 7,4 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 7,2 fghc 9,8 fghb 8,1 fgha 8,4 Burkholderia sp. T9 4,6 hc 5,7 hb 8,4 ha 6,2 J2+P2 6,9 defc 15,1 defb 8,6 defa 10,2 J2+PS4 8,8 cdefc 14,9 cdefb 7,5 cdefa 10,4 J2+T9 6,8 abcc 5,5 abcb 26,7 abca 13,0 P2+PS4 6,7 efghc 9,1 efghb 10,3 efgha 8,7 P2+T9 12,3 ac 13,0 ab 20,7 aa 15,3 PS4+T9 5,9 efgc 10,5 efgb 10,6 efga 9,0 J2+P2+PS4 13,2 bcdec 8,1 bcdeb 12,6 bcdea 11,3 J2+P2+T9 13,7 abc 12,6 abb 14,0 aba 13,4 P2+PS4+T9 5,9 efghc 9,6 efghb 10,4 efgha 8,6 J2+PS4+T9 8,1 abcdc 12,0 abcdb 18,3 abcda 12,8 P2+J2+PS4+T9 10,1 bcdc 15,8 bcdb 11,3 bcda 12,4 8,3 10,4 12,1 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%

21 46 Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi P dalam tanah diperlihatkan oleh perlakuan kombinasi bakteri P2+T9 dengan dosis 100 kg/ha yaitu sebesar 20,7 ppm. Aktivitas pelarut fosfat oleh bakteri tetap tergantung pada lingkungannya, seperti jenis vegetasi, kelembaban, suhu, aerasi, dan reaksi tanah (Supriyo et al., 1992). Taha (1969) mengemukakan bahwa faktor kimia dan fisik tanah, serta vegetasi, rotasi tanaman dan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan bakteri. Terjadinya hal tersebut memang tidak terlepas dari fungsi timbal balik antara tanaman dan mikrob tanah indigenus dan yang terkandung dalam inokulan yang diinokulasikan pada tanaman. Menurut Hakim et al., (1986) unsur fosfor sangat penting karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan, oleh karena itu unsur P diperlukan dalam peningkatan produksi pertanian.

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983 LAMPIRAN 41 Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983 Jenis Analisis Metode Analisis Kriteria ph H 2 O ph-metri 5,2 Masam ph KCl 1 M ph-metri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro esensial dan secara alami fosfor di dalam tanah berbentuk senyawa organik atau anorganik. Kedua bentuk tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK OLIVIA MERSYLIA TOMBE A

PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK OLIVIA MERSYLIA TOMBE A PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK OLIVIA MERSYLIA TOMBE A154100031 PASCASARJANA BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Sampel tanah rizosfer yang digunakan sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) diperoleh dari areal Kebun Percobaan IPB Cikabayan (Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman yang berperan penting dalam proses pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fosfat merupakan salah satu unsur makro esensial bagi kehidupan tumbuhan dan biota tanah (Raharjo dkk., 2007). Kesuburan tanah, ketersediaan unsur hara esensial seperti

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung. Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah masam Lampung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung. Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah masam Lampung BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung Hasil analisis kimia tanah masam Lampung dapat ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

VI. KELAYAKAN TANAH UNTUK APLIKASI PUPUK HAYATI

VI. KELAYAKAN TANAH UNTUK APLIKASI PUPUK HAYATI 39 VI. KELAYAKAN TANAH UNTUK APLIKASI PUPUK HAYATI dahulu kesesuaian kondisi tanah yang akan digunakan terhadap komoditas yang akan dikembangkan. Populasi organisme tanah native fungsional positif penyakit)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat TINJAUAN PUSTAKA Tanah Bekas Kebakaran Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat terhadap organisme tanah, termasuk mikroba yang perperan sebagi dekomposisi dalam tanah. Mikroba

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI PELARUT FOSFAT SERTA KOMBINASINYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI SENDOK

PENGGUNAAN BAKTERI PELARUT FOSFAT SERTA KOMBINASINYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI SENDOK PENGGUNAAN BAKTERI PELARUT FOSFAT SERTA KOMBINASINYAA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI SENDOK Oleh MARSHA YUNIKE PRADIPTA A14080049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYAA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) 2016 PENDAHULUAN Daerah rhizosper tanaman banyak dihuni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede, Karang Pawitan-Wanaraja,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Gambut dibentuk oleh lingkungan yang khas dengan suasana tergenang yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan menciptakan kondisi anaerob

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian bumi yang mengandung banyak sekali komponen, salah satunya adalah berbagai macam populasi mikroorganisme. Beberapa populasi mikroorganisme yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unsur fosfor (P) adalah unsur esensial kedua setelah nitrogen (N) yang ber peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Pada tanah masam fosfat akan berikatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki diversitas mikroorganisme dengan potensi yang tinggi namun belum semua potensi tersebut terungkap. Baru

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB. Biogen)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini diperoleh data pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan berat basah jamur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tahap Laboratorium 1. Uji Kemampuan Isolat a. Tempat dan Waktu Penelitian Uji kemampuan 40 isolat bakteri dilaksanakan di laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

3 METODE. Bahan dan Alat Penelitian

3 METODE. Bahan dan Alat Penelitian 10 tersebut memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber karbon dan energi (Muslimin 1995; Suprihadi 1999). Selain itu keaktifan mikrob pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fosfor Fosfor merupakan unsur hara kedua yang penting bagi tanaman setelah nitrogen. Fosfor umumnya diserap tanaman sebagai ortofosfat primer (H 2 PO - 4 ) atau bentuk sekunder

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci