IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Sampel tanah rizosfer yang digunakan sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) diperoleh dari areal Kebun Percobaan IPB Cikabayan (Bogor, Jawa Barat), Citeureup (Bogor, Jawa Barat), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sampel tanah tersebut diambil di dekat areal sungai, perkebunan, dan persawahan warga. Sampel tanah diambil di sekitar perakaran (rizosfer) pada beberapa tanaman. Mikroba pada sampel tanah yang diinokulasikan ke dalam medium Pikovskaya cair kemudian diukur kemampuannya dalam melarutkan P pada medium Pikovskaya padat. Tidak semua mikroba tersebut menghasilkan zona berwarna terang jernih atau zona bening. BPF yang tumbuh pada medium Pikovskaya padat akan melarutkan P ditandai dengan adanya zona berwarna terang jernih atau zona bening yang mengelilingi koloni bakteri tersebut. Hal ini disebabkan adanya pelarutan fosfat dari Ca 3 (PO 4 ) 2 yang terdapat dalam medium. Sebanyak 29 isolat BPF yang menghasilkan zona bening kemudian dimurnikan pada medium Pikovskaya padat dan disimpan dalam medium agar miring (stock culture) untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Koloni bakteri pelarut fosfat yang dikelilingi oleh zona bening Gambar 3. Hasil isolasi bakteri pelarut fosfat dari rizosfer

2 22 Gambar 4. Pemurnian bakteri pelarut fosfat pada medium Pikovskaya padat 4.2. Karakteristik dan Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan P Sebanyak 29 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengamatan karakteristik morfologi koloni meliputi bentuk, tepian, elevasi, dan warna koloni bakteri sesuai prosedur Hadioetomo (1993), serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil pengamatan dan pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Morfologi Koloni dan Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan P pada Medium Pikovskaya Padat Selama 7 Hari Inkubasi No. Isolat Ciri Koloni Kode Asal Warna Elevasi Tepian Bentuk 1. P 1.1 NTT Putih Timbul Licin tepian timbul IP P 1.2 NTT Kuning Timbul Licin Keriput P 1.3 NTT Putih kawah Licin tepian timbul P 1.4 NTT Putih Timbul Licin Bundar P 1.5 NTT Putih kawah Licin tepian timbul P 2.1 NTT Putih Timbul Berombak Kompleks 1.10

3 23 Lanjutan Tabel 1... No. Isolat Ciri Koloni Kode Asal Warna Elevasi Tepian Bentuk 7. P 2.2 NTT Putih kekuningan kawah Licin tepian timbul IP P 2.3 NTT Putih kawah Licin tepian kerang P 2.4 NTT Putih kawah Berombak tepian kerang P 3.1 NTT Kuning kecoklatan Timbul Tak beraturan tepian kerang P 3.2 NTT Kuning kecoklatan Timbul Berombak tepian menyebar P 3.3 NTT Kuning kecoklatan Timbul Tak beraturan tepian menyebar P 3.4 NTT Kuning kecoklatan Timbul Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar P 3.5 NTT Coklat Timbul Tak beraturan tepian kerang P 3.6 NTT Kuning kawah Berombak tepian kerang P 4.1 NTT Putih kekuningan tetesan Licin Bundar P 4.2 NTT Putih kawah Licin tepian timbul P 4.3 NTT Putih kekuningan kawah Licin tepian timbul P 4.4 NTT Putih tetesan Licin Bundar P 5.1 NTB Putih kawah Berombak tepian timbul P 5.2 NTB Putih Timbul Berombak tepian timbul P 5.3 NTB Putih Timbul Licin Bundar P 6.1 NTB Putih kekuningan tetesan Licin Bundar 1.25

4 24 Lanjutan Tabel 1... No. Isolat Ciri Koloni Kode Asal Warna Elevasi Tepian Bentuk 24. P 6.2 NTB Putih kawah Licin tepian kerang IP P 7.1 CK Kuning Timbul Berombak 26. P 8.1 CK Putih Timbul Licin tepian menyebar tepian kerang P 8.2 CK Putih Datar Licin Bundar P 9.1 CT Kuning kecoklatan Timbul Licin Bundar P 10.1 CT Keterangan : Kuning kecoklatan diameterko loni + zonabening IP = diameterko loni Datar Licin Bundar 1.80 IP = Indeks Pelarutan Fosfat NTB = Provinsi Nusa Tenggara Barat NTT = Provinsi Nusa Tenggara Timur CK = Cikabayan (Kebun Percobaan IPB) CT = Citeureup (Bogor, Jawa Barat) Berdasarkan Indeks Pelarutan (IP) yang dihasilkan dapat diketahui bahwa BPF memiliki kemampuan melarutkan P yang bervariasi. Menurut Rachmiati (1995) luas zona bening secara kualitatif diduga menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri melarutkan P dari fosfat tak larut. Pada pengamatan bentuk koloni yang mengacu kepada Hadioetomo (1993) menujukkan ke-29 isolat ratarata berbentuk bundar, bundar dengan tepian timbul, bundar dengan tepian menyebar, dan bundar dengan tepian kerang. Sebagian besar isolat berwarna putih, putih kekuningan, dan kuning kecoklatan dengan tepian licin, berombak, tak beraturan serta elevasi timbul, datar, seperti kawah (cekung), dan seperti tetesan (cembung).

5 Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase dan Zat Pengatur Tumbuh Indole Acetic Acid (IAA) serta Karakterisasi Pewarnaan Gram Setelah dilakukan pengujian karakteristik dan kemampuan bakteri pelarut fosfat (BPF) dalam melarutkan P pada medium Pikovskaya padat, kemudian dilakukan pengujian kemampuan BPF dalam menghasilkan enzim fosfatase dan IAA serta pewarnaan Gram yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase dan Indole Acetic Acid (IAA) Selama 3 Hari Inkubasi serta Pewarnaan Gramnya No. Isolat Enzim Fosfatase (ppm) IAA (ppm) Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH Pewarnaan Gram 1. P Gram Negatif 2. P 1.2 * * 5.78 Gram Negatif 3. P * Gram Negatif 4. P Gram Negatif 5. P * Gram Negatif 6. P * 8.39 Gram Negatif 7. P * Gram Negatif 8. P * 1.00 Gram Negatif 9. P * Gram Negatif 10. P Gram Negatif 11. P Gram Negatif 12. P Gram Negatif 13. P Gram Negatif 14. P Gram Negatif 15. P Gram Negatif 16. P * * Gram Negatif 17. P * 1.87 Gram Negatif

6 26 Lanjutan Tabel 2 No. Isolat Enzim Fosfatase (ppm) IAA (ppm) Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH Pewarnaan Gram 18. P * Gram Negatif 19. P * 2.30 Gram Negatif 20. P * 2.74 Gram Negatif 21. P * * Gram Negatif 22. P * Gram Negatif 23. P * 3.61 Gram Negatif 24. P * Gram Positif 25. P * 1.44 Gram Negatif 26. P * 8.39 Gram Negatif 27. P * 2.74 Gram Negatif 28. P Gram Negatif 29. P Gram Negatif Keterangan * : Tidak Terdeteksi Enzim fosfatase merupakan kompleks enzim penting di dalam tanah yang berfungsi memutuskan ikatan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Pada Tabel 2 terlihat bahwa isolat BPF yang menghasilkan enzim fosfatase tertinggi pada sumber fosfat Ca 3 (PO 4 ) 2 adalah isolat P 3.3 dengan kandungan enzim fosfatase sebesar ppm. Sedangkan isolat yang menghasilkan enzim fosfatase terendah adalah isolat P 7.1, yaitu sebesar 0.17 ppm. Isolat P 3.3 dan P 7.1 masing-masing diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sampel tanah rizosfer tanaman kedelai di Kebun Percobaan IPB Cikabayan (Bogor, Jawa Barat). Pada sumber fosfat Ca 5 (PO 4 ) 3 OH, isolat yang menghasilkan enzim fosfatase tertinggi adalah P 3.2 dengan kandungan enzim fosfatase sebesar ppm. Sedangkan isolat yang menghasilkan enzim fosfatase terendah adalah isolat P 3.3, yaitu sebesar 2.13 ppm. Kedua isolat tersebut diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagian besar sampel tanah yang

7 27 berasal dari Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki kandungan enzim fosfatase yang tinggi. Pada pengujian kemampuan BPF dalam menghasilkan IAA diketahui bahwa tidak semua isolat BPF mampu menghasilkan IAA (Tabel 2). Beberapa isolat diketahui tidak terdeteksi dalam menghasilkan IAA. Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh 10 isolat yang diketahui mampu menghasilkan IAA pada medium Pikovskaya cair dengan sumber fosfat Ca 3 (PO 4 ) 2, dan 27 isolat diketahui dapat menghasilkan IAA pada medium Pikovskaya cair dengan sumber fosfat Ca 5 (PO 4 ) 3 OH. Produksi IAA ditandai dengan adanya warna merah muda pada larutan, hal ini karena adanya penambahan pereaksi Salkowski. Semakin pekat warna merah mudanya, maka konsentrasi IAA yang dihasilkan akan semakin tinggi. Berdasarkan data pada Tabel 2 juga diketahui bahwa isolat BPF yang menghasilkan IAA tertinggi pada sumber fosfat Ca 3 (PO 4 ) 2 adalah isolat P 3.4, yaitu sebesar ppm. Sedangkan isolat yang menghasilkan IAA terendah adalah isolat P 1.1 dengan kandungan IAA sebesar 0.04 ppm. Isolat P 3.4 dan P 1.1 masing-masing diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sampel tanah rizosfer pohon mahoni, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada sumber fosfat Ca 5 (PO 4 ) 3 OH, isolat yang menghasilkan IAA tertinggi adalah isolat P 3.5, dengan kandungan IAA sebesar ppm. Sedangkan isolat yang menghasilkan IAA terendah adalah isolat P 2.3, yaitu sebesar 1.00 ppm. Isolat P 3.5 dan P 2.3 masing-masing diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sampel tanah rizosfer tanaman padi sawah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari data pada Tabel 2, diseleksi tiga isolat BPF berdasarkan kandungan enzim fosfatase dan zat pengatur tumbuh IAA tertinggi pada masing-masing daerah asal sampel tanah (Bogor, NTB, dan NTT) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Isolat BPF terpilih tersebut selanjutnya dilakukan pengujian lanjut, yaitu pengukuran pertumbuhan populasi, perubahan ph pada medium Pikovskaya cair, dan pengukuran kandungan enzim fosfatase selama 7 hari inkubasi.

8 28 Tabel 3. Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih Berdasarkan Kandungan Enzim Fosfatase dan IAA Tertinggi pada Masing-masing Daerah Asal Sampel Tanah Isolat Enzim Fosfatase (ppm) IAA (ppm) Kode Asal Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca 5 (PO 4 ) 3 OH P 3.5 NTT P 6.2 NTB * P 10.1 Citeureup, Bogor Keterangan * : Tidak Terdeteksi Berdasarkan hasil pewarnaan Gram yang telah dilakukan, diketahui bahwa semua isolat BPF merupakan bakteri Gram negatif. Isolat P 3.5 dan isolat P 10.1 merupakan bakteri Gram negatif berbentuk kokus atau bulat, sedangkan isolat P 6.2 merupakan bakteri Gram negatif berbentuk basilus atau batang (Gambar 5). Pewarnaan Gram dapat membedakan sel bakteri yang termasuk Gram negatif atau Gram positif. Bakteri Gram positif akan tampak berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif akan tampak berwarna merah muda. Perbedaan antara bakteri Gram positif dengan Gram negatif disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif (Pelczar, 1986) CIRI Struktur dinding sel Komposisi dinding sel PERBEDAAN RELATIF Gram Positif Gram Negatif Tebal (15-80 nm) Tipis (10 15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi (11 (1-4%) 22%) Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan ada di dalam lapisan tunggal; komponen lapisan kaku sebelah dalam; utama merupakan lebih dari jumlahnya sedikit, merupakan 50% berat kering pada sekitar 10% berat kering beberapa sel bakteri Tidak ada asam tekoat Asam tekoat Kerentanan terhadap penisilin Lebih rentan Kurang rentan Pertumbuhan dihambat oleh zat-zat warna dasar, misalnya ungu kristal Pertumbuhan dihambat dengan nyata Persyaratan nutrisi Resistensi terhadap gangguan fisik Relatif rumit pada banyak spesies Lebih resisten Pertumbuhan tidak begitu dihambat Relatif sederhana Kurang resisten

9 29 10 µm (a) 10 µm (b) 10 µm (c) Gambar 5. Hasil pewarnaan Gram dari sel bakteri pelarut fosfat; (a) isolat P 3.5, (b) isolat P 6.2, (c) isolat P 10.1 yang dilihat di bawah mikroskop (perbesaran 100 x 10)

10 Pertumbuhan Populasi, ph, dan Kandungan Enzim Fosfatase Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih Ketiga isolat BPF terpilih, yaitu P 3.5 yang berasal dari sampel tanah Nusa Tenggara Timur (NTT), P 6.2 yang berasal dari sampel tanah Nusa Tenggara Barat (NTB), dan P 10.1 yang berasal dari sampel tanah Citeureup (Bogor, Jawa Barat) dilakukan pengujian lanjut, yaitu (i) pertumbuhan populasi; (ii) perubahan ph pada medium Pikovskaya cair; dan (iii) kandungan enzim fosfatase. Ketiga pengujian tersebut dilakukan selama 7 hari inkubasi. Pertumbuhan populasi tiap isolat BPF terpilih disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 6. Tabel 5. Isolat Jumlah Populasi Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih pada Medium Pikovskaya Padat dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 Sebagai Sumber P Hari ke P x x x x x x x10 8 P x x x x x x x10 8 P x x x x x x x10 8 Pertumbuhan Populasi 10 Log Jum lah K oloni P 3.5 P 6.2 P Waktu (hari) Gambar 6. Pertumbuhan populasi bakteri pelarut fosfat terpilih pada medium Pikovskaya padat dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber P Kurva pertumbuhan bakteri umumnya berbentuk sigmoid, diawali oleh suatu periode awal yang tanpa ada pertumbuhan (lag phase atau fase lamban)

11 31 diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (log phase), kemudian mendatar (stationary phase atau fase statis), dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel hidup (death phase atau fase kematian) (Pelczar, 1986). Beberapa ciri pertumbuhan bakteri disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Beberapa Ciri Pertumbuhan Bakteri pada Setiap Fase Pertumbuhan (Pelczar, 1986) FASE PERTUMBUHAN Lamban (lag) Logaritma atau eksponensial Statis Penurunan atau kematian CIRI Tidak ada pertambahan populasi Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya; substansi intraseluler bertambah Sel membelah dengan laju yang konstan Massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama Aktivitas metabolik konstan Keadaan pertumbuhan seimbang Penumpukan produk beracun dan/atau kehabisan nutrien Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah Jumlah sel hidup menjadi tetap Sel menjadi mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru Laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial Bergantung kepada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan Pada Gambar 6 terlihat bahwa ketiga isolat mengalami fase lag atau fase permulaan pada hari ke-0 sampai hari ke-1. Pada fase ini bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga sel belum membelah diri. Sel mikroba mulai membelah diri pada fase pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase logaritma terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Pada fase ini terjadi kecepatan sel membelah diri paling cepat, dengan waktu generasi pendek dan konstan. Selama fase logaritma, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan (Sumarsih, 2003). Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 terjadi fase stasioner. Pada fase pertumbuhan yang mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup hasil pembelahan

12 32 sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, seolaholah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Sedangkan fase kematian terjadi mulai dari hari ke-5 sampai ke-6. Pada fase kematian, kecepatan kematian sel terus meningkat sedang kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut (Sumarsih, 2003). Perubahan kemasaman media merupakan salah satu indikator aktivitas metabolisme sel. Pengukuran nilai ph pada medium Pikovskaya cair cenderung menurun untuk ketiga isolat yang diamati (Tabel 7 dan Gambar 7). Tabel 7. Nilai ph Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih pada Medium Pikovskaya Cair dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 Sebagai Sumber P Isolat Hari ke P P P Perubahan ph 7 p H 6 5 P 3.5 P 6.2 P Waktu (hari) Gambar 7. Perubahan nilai ph isolat bakteri pelarut fosfat terpilih pada medium Pikovskaya cair dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber P

13 33 Penurunan ph pada medium disebabkan oleh disekresikannya asam-asam organik yang dibebaskan oleh sejumlah BPF dalam aktivitasnya. BPF akan membebaskan sejumlah asam-asam organik antara lain asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glikooksalat, malat, fumarat, tartarat, asam α-ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti pula dengan penurunan ph yang tajam, sehingga berakibat terjadinya pelarutan Ca-P (Subba- Rao, 1982). Rachmiati (1995) berpendapat bahwa setiap jenis BPF mempunyai kemampuan berbeda secara genetik dalam menghasilkan jumlah jenis asam-asam organik yang berperan dalam menentukan tinggi rendahnya pelarutan P. Tabel 8. Kandungan Enzim Fosfatase (ppm) Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih pada Medium Pikovskaya Cair dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 Sebagai Sumber P Isolat Hari ke P P P Kandungan Enzim Fosfatase Konsentrasi Fosfatase (ppm) P 3.5 P 6.2 P 10.1 Waktu (hari) Gambar 8. Kandungan enzim fosfatase bakteri pelarut fosfat terpilih pada medium Pikovskaya cair dengan Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber P Kandungan enzim fosfatase untuk ketiga isolat BPF terpilih dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 8. Pada Gambar 8 diketahui bahwa kandungan enzim fosfatase cenderung meningkat sampai hari ke-4 kemudian menurun pada hari ke-

14 34 5 tetapi meningkat kembali pada hari ke-6 (untuk isolat P 3.5 dan P 10.1). Sedangkan untuk isolat P 6.2 peningkatan kandungan enzim fosfatase tidak begitu tajam dibandingkan dengan isolat P 3.5 dan P Isolat P 10.1 memiliki kandungan enzim fosfatase tertinggi diikuti dengan isolat P 3.5 kemudian isolat P 6.2. Hasil pengukuran dari kandungan enzim fosfatase yang diukur pada setiap pengamatan untuk ketiga isolat BPF terpilih tersebut didapatkan hasil absorbansi yang meningkat pada setiap pengukuran, tetapi setelah absorbansi dihitung dalam hasil kurva standar p-nitrophenol terjadi penurunan hasil kandungan enzim fosfatase pada hari ke-5, hal ini disebabkan adanya perbedaan dari hasil kurva standar p-nitrophenol, karena pada setiap pengamatan diukur pula kurva standar p-nitrophenol yang hasilnya berbeda-beda pada setiap pengamatan. Selain itu, kandungan enzim fosfatase pada inkubasi hari ke-3 diperoleh hasil yang berbeda dengan hasil kandungan enzim fosfatase pada masa inkubasi yang sama pada pengujian sebelumnya (Tabel 2). Hal ini disebabkan pula karena adanya perbedaan waktu pengukuran dan perbedaan kurva standar p-nitrophenol Identifikasi Molekuler Bakteri Pelarut Fosfat Isolasi DNA Isolasi DNA bakteri pelarut fosfat (BPF) menggunakan metode Lazo et al. (1987) sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik bakteri tersebut. BPF yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki kandungan enzim fosfatase dan IAA yang tinggi pada masing-masing daerah asal sampel tanah (Bogor, NTB, dan NTT). Ketiga isolat tersebut adalah P 3.5 (NTT), P 6.2 (NTB), dan P 10.1 (Citeureup, Bogor). Sel BPF yang diinokulasikan ke dalam medium Luria Bertani (LB) dishaker dengan kecepatan 120 rpm dan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ruang. Pada metode Lazo et al. (1987) isolasi DNA secara keseluruhan banyak dilakukan secara kimiawi. Sel BPF yang telah ditumbuhkan kemudian disentrifugasi dan diresuspensi menggunakan bufer STE. Bufer STE mengandung NaCl yang akan menghilangkan interaksi ionik antara DNA dan kation sehingga DNA akan larut lebih baik dan lebih stabil pada garam. Selain itu, bufer STE juga

15 35 mengandung etilen diamin tetra asetat (EDTA) yang berfungsi sebagai perusak sel dengan cara mengikat ion magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat (Muladno, 2002). Sodium dodesil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel, hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis. Isolasi DNA juga menggunakan proteinase-k. Enzim tersebut yang mengkatalisis degradasi polipeptida menjadi unit-unit yang lebih kecil. Kotoran (debris) sel yang disebabkan oleh pengrusakan sel oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara disentrifugasi sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan digunakan larutan fenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) (Muladno, 2002). Pemberian larutan fenol dan kloroform dapat dilakukan berulang agar protein dan pengotor pada proses isolasi DNA dapat terbuang lebih maksimal. Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan dengan sangat hati-hati. Selanjutnya DNA dipresipitasi menggunakan etanol absolut 95%. DNA terlihat berwarna bening dan kental saat dililit menggunakan ujung tip mikro (Gambar 9). Gambar 9. DNA yang telah dililit di ujung tip mikro

16 Elektroforesis Gel Agarosa DNA yang telah berhasil diisolasi kemudian dilakukan pengujian untuk mendeteksi keberadaan DNA tersebut menggunakan elektroforesis pada gel agarosa (Gambar 10) Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P = isolat P = isolat P 10.1 Gambar 10. Hasil elektroforesis DNA genom bakteri pelarut fosfat Amplifikasi Gen 16S rrna Isolasi DNA dilakukan sebagai tahap awal untuk melakukan proses PCR. Konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menghambat tahapan denaturasi PCR, karena dapat memacu terjadinya snapback, yaitu kembalinya DNA utas tunggal menjadi DNA utas ganda, hal ini akan menyebabkan DNA cetakan untuk reaksi PCR berkurang. Hasil amplifikasi PCR isolat BPF menggunakan primer 16S rrna (Gambar 11) menghasilkan satu amplikon atau produk PCR berukuran sekitar 1300 bp. Primer yang digunakan dalam proses PCR ini, yaitu primer F-63 (5 - CAGGCCTAACACATGCAAGTC) dan primer R-1387 (5 - GGGCGGCGTGTACAAGGC) (Marchesi et al., 1998). Selanjutnya amplikon ini disekuen untuk mengetahui urutan nukleotida pada gen 16S rrna masingmasing isolat.

17 bp Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P = isolat P = isolat P bp Amplikon ~1300 bp Gambar 11. Hasil amplifikasi gen 16S rrna bakteri pelarut fosfat Sekuensing DNA Bakteri Pelarut Fosfat Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rrna pada program WU- BLASTN 2.0 diketahui homologi spesies dari tiga isolat bakteri pelarut fosfat yang diuji. Isolat P 3.5 (NTT) dan isolat P 10.1 (Citeureup, Bogor) memiliki kemiripan sebesar 98% dengan Gluconacetobacter sp. strain Rh1-MS-CO, sedangkan isolat P 6.2 (NTB) memiliki kemiripan sebesar 97% dengan Enterobacter sp. strain pp9c. Hasil analisis sekuen gen 16S rrna dari tiga isolat BPF pada data GenBank sebagai berikut : Isolat 3.5 > Gluconacetobacter sp. Rh1-MS-CO 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Length=1394 Score = 708 bits (784), Expect = 0.0 Identities = 401/406 (98%), Gaps = 1/406 (0%) Query 40 GGATCTGTCNTNCCGGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC 99 Sbjct 60 GGATCTGTCCATG-GGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC 118 Query 100 TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG 159 Sbjct 119 TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG 178 Query 160 GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG 219 Sbjct 179 GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG 238 Query 220 GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG 279 Sbjct 239 GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG 298

18 38 Query 280 GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT 339 Sbjct 299 GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT 358 Query 340 TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA 399 Sbjct 359 TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA 418 Query 400 GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGC 445 Sbjct 419 GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGC 464 Isolat 10.1 > Gluconacetobacter sp. Rh1-MS-CO 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Length=1394 Score = 719 bits (796), Expect = 0.0 Identities = 407/412 (98%), Gaps = 1/412 (0%) Query 42 GGATCTGTCNTTCCNGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC 101 Sbjct 60 GGATCTGTCCATG-GGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC 118 Query 102 TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG 161 Sbjct 119 TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG 178 Query 162 GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG 221 Sbjct 179 GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG 238 Query 222 GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG 281 Sbjct 239 GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG 298 Query 282 GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT 341 Sbjct 299 GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT 358 Query 342 TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA 401 Sbjct 359 TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA 418 Query 402 GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGCGTAAAG 453 Sbjct 419 GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGCGTAAAG 470 Isolat 6.2 > Enterobacter sp. pp9c 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Length=1535 Score = 708 bits (784), Expect = 0.0 Identities = 408/419 (97%), Gaps = 1/419 (0%) Query 29 CGAGAGGANNANGGGTGAGTTTTCTTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACT 88 Sbjct 92 CGAGCGGCGGACGGGTGAGTAATGT-CTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACT 150 Query 89 GGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCAAGACCAAAGAGGGGGACCTTCGGGCCTC 148 Sbjct 151 GGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCAAGACCAAAGAGGGGGACCTTCGGGCCTC 210 Query 149 TTGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGC 208 Sbjct 211 TTGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGC 270

19 39 Query 209 GACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAG 268 Sbjct 271 GACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAG 330 Query 269 ACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCA 328 Sbjct 331 ACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCA 390 Query 329 TGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGT 388 Sbjct 391 TGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGT 450 Query 389 TGNGGTTAATAACCNCAGCGATTGACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGT 447 Sbjct 451 TGAGGTTAATAACCTCAGCGATTGACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGT 509 berikut : Hasil sekuen isolat P 3.5 dan P 10.1 termasuk ke dalam taksonomi sebagai Kingdom Phylum Class Order Family Genus Spesies : Bacteria : Proteobacteria : Alphaproteobacteria : Rhodospirillales : Acetobacteraceae : Gluconacetobacter : Gluconacetobacter sp. Sedangkan hasil sekuen isolat P 6.2 termasuk ke dalam taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gammaproteobacteria Order : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Enterobacter Spesies : Enterobacter sp. Proteobacteria merupakan filum terbesar dalam Kingdom/Domain Eubacteria. Semua Proteobacteria merupakan bakteri Gram negatif, tetapi memiliki bentuk bermacam-macam (batang, bulat, dan spiral). Kebanyakan bergerak dengan flagela, tetapi ada yang bergerak meluncur atau tidak dapat bergerak. Sebagian besar anggotanya termasuk mikroorganisme anaerob

20 40 fakultatif atau obligat. Anggota Proteobacteria ada yang hidup bebas, bersimbiosis ataupun sebagai patogen pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Berdasarkan rangkaian rrna-nya, Proteobacteria dibagi menjadi lima kelompok, yaitu Alphaproteobacteria, Betaproteobacteria, Gammaproteobacteria, Deltaproteobacteria, dan Epsilonproteobacteria. Alphaproteobacteria meliputi bakteri fototrof dan bakteri yang menggunakan senyawa C1. Anggota kelompok ini ada yang bersimbiosis dengan tanaman (contohnya, Rhizobium sp) dan hewan. Ada pula yang merupakan patogen pada hewan dan manusia, contohnya Rickettsia prowazek. Bakteri ini menyebabkan demam pada penyakit tifus jika berpindah dari kutu ke manusia. Contoh lainnya adalah Agrobacterium tumefaciens dan Magnetospirilum magnerotuctlicum (Siregar, 2008). Betaproteobacteria terdiri atas kelompok bakteri aerob fakultatif, bakteri kemolitotrof (misalnya, Nitrosomonas), serta bakteri fototrof (misalnya, Rhodocyclus). Contoh spesies patogen dalam kelompok ini adalah Neisseria gonorrhoea. Gammaproteobacteria terdiri atas kelompok-kelompok bakteri yang banyak digunakan untuk keperluan medis dan penelitian, contohnya Enterobacteri, Vibrio, dan Pseudomonas. Namun ada pula yang merupakan patogen, misalnya Salmonella (tifus), Vibrio (kolera), dan Yersinia. Kelompok Deltaproteobacteria terdiri atas bakteri pembentuk badan buah, yaitu Myxobacteria. Bakteri tersebut ditemukan di tanah dan bahan-bahan organik yang membusuk. Kelompok Epsilonproteobacteria diantaranya dua anggota kelompok kecil ini merupakan patogen pada manusia. Contohnya, Helicobacter pylori yang menyebabkan tukak lambung dan Campylobacter jejuni yang menyebabkan gangguan gastrointestinal (Siregar, 2008).

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB. Biogen)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Gambut dibentuk oleh lingkungan yang khas dengan suasana tergenang yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan menciptakan kondisi anaerob

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HSIL DN PEMBHSN R. pickettii sebagai gen Hayati R. solani Isolat yang digunakan adalah R. pickettii yang memiliki ciri-ciri koloni berwarna kuning dengan bentuk bundar dengan tepian licin dan elevasi seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Isolasi Bakteri Rizosfer dari Tanaman Jagung (Zea mays)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Isolasi Bakteri Rizosfer dari Tanaman Jagung (Zea mays) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Bakteri Rizosfer dari Tanaman Jagung (Zea mays) Matrik tanah merupakan tempat perkembangan akar tanaman, produksi eksudat akar tumbuhan yang umumnya banyak mengandung

Lebih terperinci

RENI KASMITA A

RENI KASMITA A ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI PELARUT FOSFAT (BPF) DARI BEBERAPA SAMPEL TANAH DI BOGOR, NUSA TENGGARA BARAT (NTB), DAN NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) RENI KASMITA A14051794 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan

Lebih terperinci

RENI KASMITA A

RENI KASMITA A ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI PELARUT FOSFAT (BPF) DARI BEBERAPA SAMPEL TANAH DI BOGOR, NUSA TENGGARA BARAT (NTB), DAN NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) RENI KASMITA A14051794 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat TINJAUAN PUSTAKA Tanah Bekas Kebakaran Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat terhadap organisme tanah, termasuk mikroba yang perperan sebagi dekomposisi dalam tanah. Mikroba

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, biodegradasi logam berat dilakukan dengan beberapa uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Lebih terperinci

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini; 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Endofit `BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 6 isolat dari tanaman umbi kentang, hasil isolasi serta bentuk morfologi koloni bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Secara In Vitro a. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel tanah dari sekitar rizosfer tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara LAMPIRAN 10 Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara C E A D B Lokasi Titik Sampling Titik sampling A : Zoraya Pavillion Titik sampling B : Bagen Ville Titik sampling

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif HASIL Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif Hasil konfirmasi kemurnian dari keempat isolat dengan metoda cawan gores, morfologi koloninya berbentuk bulat, elevasi

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif. 7 diidentifikasi dilakukan pemurnian terhadap isolat potensial dan dilakukan pengamatan morfologi sel di bawah mikroskop, pewarnaan Gram dan identifikasi genus. Hasil identifikasi genus dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Isolasi bakteri pelarut fosfat Dalam penelitian ini, isolasi bakteri pelarut fosfat menggunakan media Pikovskaya. Media Pikovskaya adalah media selektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fosfat merupakan salah satu unsur makro esensial bagi kehidupan tumbuhan dan biota tanah (Raharjo dkk., 2007). Kesuburan tanah, ketersediaan unsur hara esensial seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. sampai Maret Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. sampai Maret Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Pengambilan sampel tanah rizosfer Zea mays di Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan

HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan 50 HASIL Isolatisolat Bakteri yang Didapatkan Tanah sawah diambil dari Leuwisadeng dan Sipak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Situgede 1 dan Situgede 2 di Kota Bogor serta Belendung dan Cipete yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade ini, manusia beranggapan laut dalam itu merupakan lingkungan yang tidak layak huni untuk berbagai jenis organisme. Hal ini disebabkan antara lain

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G31116510 : III (TIGA) : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Isolasi bakteri seluiolitik Isolasi bakteri dari sampel air sungai siak di daerah Tandun dilakukan dengan metoda Total Plate Count menggunakan medium nutrien

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

I. PERTUMBUHAN MIKROBA I. PERTUMBUHAN MIKROBA Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman yang berperan penting dalam proses pertumbuhan,

Lebih terperinci

Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi

Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi Nutrien masuk ke dalam tubuh sel melalui : 1. Difusi pasif Pemasukan nutrien melalui pergerakan molekuler secara acak dan tidak memerlukan energi (ATP).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Senyawa P di Dalam Tanah Tanah-tanah di wilayah tropika yang bereaksi asam ditandai kahat hara fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat diikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro esensial dan secara alami fosfor di dalam tanah berbentuk senyawa organik atau anorganik. Kedua bentuk tersebut merupakan

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BIOINDUSTRI: Kinetika Pertumbuhan Mikroba Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fosfor umumnya terdapat dalam bentuk senyawa fosfat di alam, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fosfor umumnya terdapat dalam bentuk senyawa fosfat di alam, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Unsur Hara Fosfat Fosfor umumnya terdapat dalam bentuk senyawa fosfat di alam, seperti dalam batuan fosfat dan apatit dalam bentuk fluorapatit [Ca 10 (PO 4 ) 6 F 2 ]. Selain

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fosfor Fosfor merupakan unsur hara kedua yang penting bagi tanaman setelah nitrogen. Fosfor umumnya diserap tanaman sebagai ortofosfat primer (H 2 PO - 4 ) atau bentuk sekunder

Lebih terperinci

KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI. ARIF SUPENDI, M.Si.

KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI. ARIF SUPENDI, M.Si. KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI ARIF SUPENDI, M.Si. Berdasarkan zat hara yang diperlukan bakteri : 1. Sumber energi : - Kemotrofik : energi dari bahan kimia - Fototrofik : energi dari cahaya

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur Pemurnian isolat bakteri Karakteriasi isolat bakteri pengoksidasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci