HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman yang diamati dalam suatu petak lahan. Pada penelitian ini, kejadian penyakit layu bakteri diamati selama 7 minggu. Pengamatan terhadap kejadian penyakit dilakukan dua hari sekali meskipun data yang disajikan per minggu. Secara umum, tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada penelitian ini adalah tinggi yaitu sebesar 29.78%. Hal ini terjadi karena pemeliharaan R. solanacearum yang telah dilakukan dengan benar sehingga tingkat virulensi R. solanacearum masih tinggi. Hal ini jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handini (2011). Pada penelitian tersebut, tingkat kejadian penyakit layu bakteri yang juga dilakukan di dalam rumah kaca rendah. Pada minggu pertama terdapat empat perlakuan yang telah menunjukkan kejadian penyakit layu bakteri yaitu perlakuan BC25B75, BC75B25, BC50P50 dan BC75P25 dengan tingkat kejadian penyakit tertinggi pada perlakuan BC0P100 sebesar 13.33±11.55%. Berdasarkan analisis ragam (α=5%), antar perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kejadian penyakit layu bakteri. Hal yang sama juga terjadi pada minggu ke-2 pengamatan. Pada minggu ke-3 pengamatan, antar perlakuan terjadi perbedaan yang nyata terhadap tingkat kejadian penyakit pada tanaman. Tingkat kejadian penyakit tertinggi terjadi pada tanaman dengan perlakuan BC25P75 yaitu sebesar 33.33±23.79% sedangkan tingkat kejadian penyakit terendah terjadi pada tanaman dengan perlakuan BC100P0 yaitu sebesar 0.00±0.00%. Pada minggu ke-4 dan ke-5 pengamatan, berdasarkan analisis ragam, antar perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kejadian penyakit. Tingkat kejadian penyakit tertinggi sebesar 66.67±11.55% terjadi pada perlakuan BC75B25 sedangkan tingkat kejadian penyakit terendah sebesar 20.00±0.00% terjadi pada perlakuan kontrol. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada minggu ke-6 pengamatan. Berdasarkan analisis ragam yang telah dilakukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kejadian penyakit di rumah

2 26 kaca. Tingkat kejadian penyakit tertinggi terjadi pada tanaman dengan perlakuan BC75B25 yaitu sebesar 86.67±11.55% sedangkan tingkat kejadian penyakit terendah terjadi pada tanaman dengan perlakuan BC0P100 yaitu sebesar 33.33±23.79%. Tingkat kejadian penyakit pada minggu ke-6 ini sama hasilnya dengan tingkat kejadian penyakit pada minggu ke-3. Tingkat kejadian penyakit pada minggu ke-7, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tingkat kejadian penyakit pada minggu ke-6. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ragam, tingkat kejadian penyakit pada perlakuan BC50B50, BC100P0, BC0P100, BC25P75, BC50P50,dan kontrol adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (α=5%). 120,00 Kontrol Kejadian penyakit layu bakteri (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 BC100P0 BC0P100 BC25P75 BC50P50 BC75P25 BC0B100 BC25B75 BC50B50 0, Interval pengamatan (Minggu Setelah Tanam=MST) BC75B25 Gambar 5 Grafik kejadian penyakit layu bakteri pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 Setelah pengamatan terhadap kejadian penyakit selesai dilakukan kemudian dilakukan perhitungan terhadap nilai AUDPC. Sesuai dengan tingkat kejadian penyakit, nilai AUDPC tertinggi juga terjadi pada tanaman dengan perlakuan kombinasi S. epidermidis BC4 75% dan B. subtilis AB89 25% (BC75B25). Sedangkan nilai AUDPC terendah terjadi pada tanaman dengan perlakuan P.fluorescens RH4003 yang diaplikasikan secara tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi P. fluorescens RH4003 secara tunggal dapat menekan tingkat kejadian penyakit layu bakteri lebih baik dibandingkan dengan perlakuan

3 kombinasi. Nilai AUDPC perlakuan P. fluorescens RH4003 secara tunggal ini juga lebih rendah dari kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan (α=5%), perlakuan kombinasi antara S.epidermidis BC4 dengan B. subtilis AB89 menghasilkan tingkat kejadian penyakit yang lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada perlakuan kombinasi dengan proporsi 50:50. Hal ini menunjukkan bahwa kedua agens biokontrol yang digunakan tidak bersifat sinergis, bahkan meningkatkan tingkat kejadian penyakit. Perlakuan kombinasi antara S. epidermidis BC4 dengan P.fluorescens RH4003 juga menghasilkan tingkat kejadian penyakit yang tidak berbeda nyata. Perlakuan kombinasi antara bakteri endofit dan PGPR dengan proporsi 50:50 menghasilkan tingkat kejadian penyakit yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Handini (2011). Pada penelitian tersebut, kombinasi agens biokontrol dengan proporsi 50:50 tidak menunjukkan tingkat kejadian penyakit yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Tabel 2 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR Perlakuan AUDPC (%hari) a Perlakuan AUDPC(%hari) Kontrol 340± ab BC100P0 280±34.64 b BC0P ± b BC0B ± ab BC25P75 340± ab BC25B75 380± ab BC50P50 300± b BC50B50 280± b BC75P25 380± ab BC75B25 560± a a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Handini (2011) menyatakan bahwa perlakuan kombinasi antara PGPR dan bakteri endofit maupun perlakuan tunggal PGPR dan bakteri endofit tidak dapat menghambat kejadian penyakit layu bakteri. Meskipun begitu, perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap tanaman karena perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa pengaruh bakteri S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 serta B.subtilis AB89 masih belum konsisten. Untuk itu masih perlu dilakukan pengujian-pengujian lebih lanjut terutama di lapangan. 27

4 Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Masa Inkubasi Penyakit Layu Bakteri Masa inkubasi penyakit adalah waktu yang dibutuhkan patogen sejak inokulasi sampai dengan timbulnya gejala layu untuk pertama kalinya pada tanaman. Menurut McCarter (2006), gejala layu akan muncul 2 sampai 5 hari setelah infeksi. Munculnya gejala layu tergantung pada kerentanan tanaman inang, suhu dan tingkat virulensi patogen. Sama halnya dengan pengamatan terhadap kejadian penyakit, pengamatan terhadap masa inkubasi penyakit juga dilakukan selama 7 minggu dan diamati setiap dua hari sekali. Pada Tabel 3 terlihat bahwa R.solanacearum pada masing-masing perlakuan memiliki masa inkubasi yang berbeda-beda. Secara umum, rata-rata masa inkubasi penyakit layu bakteri dalam rumah kaca adalah hari sampai hari setelah pindah tanam (hst). Akan tetapi, berdasarkan analisis ragam (α=5%), masa inkubasi penyakit layu bakteri tidak dipengaruhi oleh berbagai macam kombinasi PGPR dan bakteri endofit yang telah diberikan. Tabel 3 Pengaruh perlakuan bakteri endofit dan PGPR terhadap masa inkubasi penyakit layu bakteri pada tanaman tomat 28 Perlakuan Masa inkubasi (hst) b Perlakuan Masa inkubasi (hst) a a Kontrol 30.67±2.73 a BC100P ±0.66 a BC0B100 b 29.63±4.58 a BC0P ±7.78 a BC25B ±1.84 a BC25P ±5.78 a BC50B ±5.84 a BC50P ±5.92 a BC75B ±1.00 a BC75P ±2.47 a hst= hari setelah tanam. b Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Masa inkubasi paling cepat terjadi pada tanaman dengan perlakuan kombinasi S. epidermidis 75% dengan P. fluorescens 25% (BC75P25) yaitu selama 22.67±2.47 hst sedangkan masa inkubasi terlama terjadi pada tanaman dengan perlakuan S. epidermidis secara tunggal yaitu selama 31.67±0.66 hst. Secara umum terlihat bahwa perlakuan tunggal PGPR maupun bakteri endofit menghasilkan masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan perlakuan secara kombinasi. Hal ini memperlihatkan bahwa perlakuan tunggal lebih dapat menahan perkembangan penyakit layu bakteri dibandingkan perlakuan kombinasi.

5 29 Perlakuan kombinasi mengalami masa inkubasi yang lebih cepat karena kedua agens biokontrol yang digunakan mempunyai sifat antagonis satu sama lain. Sifat antagonis yang mungkin terjadi adalah kompetisi ruang dan nutrisi. Ruang dan nutrisi yang terbatas membuat agens biokontrol saling berkompetisi untuk mempertahankan hidupnya. Sehingga peran dalam menekan perkembangan penyakit menjadi sedikit terabaikan. Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Salah satu parameter uji pemacuan pertumbuhan tanaman adalah perhitungan laju pertambahan tinggi tanaman. Uji pemacuan pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan selama 6 minggu. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali agar mendapatkan data yang lebih detail meskipun data disajikan per minggu. Pada minggu pertama, berbagai perlakuan kombinasi PGPR dan bakteri endofit memberikan pengaruh yang sama (uji Duncan 5%). Perbedaan mulai terlihat setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Pada Lampiran 2 terlihat bahwa laju pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan BC0P100 merupakan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi disusul oleh perlakuan BC25P75, BC50P50, BC75P25, dan BC100P0 dengan posisi kedua. Perlakuan BC0B100 dan kontrol menempati posisi ketiga, kemudian BC25B75 dan BC50B50 pada posisi keempat dan BC75B25 posisi terakhir. Pada minggu kedua ini memang telah terlihat bahwa setiap perlakuan dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tetapi perbedaan keefektifan antara bakteri yang diaplikasi secara tunggal dan bakteri yang diaplikasikan dengan kombinasi tidak dapat terlihat. Hal ini terjadi karena bakteri yang telah diaplikasikan belum mengkolonisasi tanaman dengan baik sehingga pengaruh bakteri terhadap laju pertambahan tinggi tanaman belum terlihat dengan jelas. Laju pertambahan tinggi tanaman pada minggu ketiga berbeda dengan laju pertambahan tinggi tanaman pada minggu sebelumnya. Pada minggu ketiga perlakuan BC75P25 dan BC100P0 menghasilkan laju pertambahan tinggi tanaman yang tertinggi. Akan tetapi, laju pertambahan tinggi tanaman ini sama

6 30 dengan kontrol sehingga tidak dapat dikatakan bahwa kedua perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang baik terhadap laju pertambahan tinggi tanaman. Perlakuan yang memberikan laju pertambahan tinggi yang terendah berubah yaitu dari perlakuan BC75B25 menjadi BC50P50. Hal ini sesuai dengan penelitian Handini (2011) yang mengatakan bahwa hubungan kesinergisan antara S.epidermidis dengan P. fluorescens RH4003 adalah antagonis. Berdasarkan Handini (2011), S. epidermidis lebih baik diaplikasikan secara tunggal dibandingkan dengan aplikasi kombinasi. 24,00 Laju pertambahan tinggi tanaman (cm) 21,00 18,00 15,00 12,00 9,00 6,00 3,00 Kontrol BC0P100 BC25P75 BC50P50 BC75P25 BC100P0 BC0B100 BC25B75 BC50B50 BC75B25 0, Interval pengamatan (Minggu Setelah Tanam=MST) Gambar 6 Grafik laju pertambahan tinggi tomat pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR selama enam minggu setelah tanam Laju pertambahan tinggi tanaman pada minggu keempat hingga minggu keenam stabil. Perlakuan BC75P25 merupakan perlakuan yang terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada minggu keempat dan minggu kelima. Sedangkan pada minggu keenam, meskipun perlakuan BC75P25 masih menjadi perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling baik terhadap laju pertambahan tinggi tanaman, perlakuan BC75P25 tidak berbeda halnya dengan perlakuan BC100P0, BC0P100, BC75B25 dan kontrol berdasarkan uji Duncan 5%. Oleh karena itu, perlakuan kombinasi antara PGPR dan bakteri endofit dapat dikatakan tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertambahan tinggi tanaman

7 karena laju pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan sama dengan laju pertambahan tinggi tanaman pada kontrol. Akan tetapi, berdasarkan Gambar 6 agens biokontrol yang diaplikasikan secara tunggal maupun secara kombinasi dapat memacu pertumbuhan tanaman tomat karena laju pertambahan tinggi tanaman pada semua perlakuan berada di atas kontrol. Setiap perlakuan mempunyai nilai AUHPGC yang berbeda-beda. Sama halnya dengan perlakuan yang memiliki pengaruh terbaik pada laju pertambahan tinggi tanaman, BC75P25 adalah perlakuan yang memiliki nilai AUHPGC yang paling besar yaitu ±48.87 cmhari. Berdasarkan nilai AUHPGC dan analisis ragam pada Tabel 1, hanya terdapat tiga perlakuan yang mempunyai nilai AUHPGC yang melebihi kontrol yaitu perlakuan BC0P100, BC75P25 dan BC100P0 sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya ketiga perlakuan tersebut saja yang dapat meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman dengan baik. Tabel 4 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) pada berbagai perlakuan bakteri endofit dan PGPR Perlakuan AUHPGC (cmhari) a Perlakuan AUHPGC (cmhari) a Kontrol ±40.13 abc BC100P ±31.77 ab BC0P ±70.28 ab BC0B ±19.94 bcd BC25P ±64.88 bcd BC25B ±17.13 cd BC50P ±42.13 bcd BC50B ±50.00 bcd BC75P ± a BC75B ±67.46 d a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Handini (2011), kombinasi PGPR dan bakteri endofit, baik kombinasi P. fluorescens RH4003 dengan S. epidermidis BC4 maupun kombinasi B. subtilis AB89 dengan S.epidermidis BC4, dengan proporsi 50:50, tidak dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri dengan baik akan tetapi tidak memberikan efek yang negatif terhadap laju pertambahan tinggi tanaman. Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa aplikasi agens biokontrol secara tunggal dan kombinasi dapat memacu pertumbuhan dengan baik setelah minggu ke-2 aplikasi (Gambar 6). Aplikasi secara tunggal P. fluorescens RH4003, B. subtilis 31 AB89 dan S.epidermidis BC4 telah dilakukan sebelumnya. P. fluorescens adalah bakteri yang dapat ditemukan dimana saja (ubiquitos) dan biasanya ditemukan pada

8 32 permukaan daun dan akar (Supriadi 2006). P. fluorescens dapat menghasilkan pigmen pyoverdin dan atau fenazin pada media King s B dan akan berpendar di bawah sinar near ultra violet (λnuv= 200nm). Selain itu, P. fluorescens juga dapat menekan populasi patogen dengan cara melindungi akar dari serangan patogen dengan mengkolonisasi akar, menghasilkan senyawa kimia berupa antimikroba dan antibiotik, dan melakukan kompetisi dalam penyerapan Fe 2+ (Lo 1998, Couillerot et al. 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Handini (2011), perlakuan tunggal P. fluorescens RH4003 juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat, meskipun perlakuan kombinasi P. fluorescens RH4003 dengan isolat bakteri endofit BC10 meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat lebih baik. B. subtilis adalah bakteri gram positif, bersifat saprofit dan dapat membentuk spora (Nihorimbere et al. 2010). Sama halnya dengan P. fluorescens, B. subtilis juga merupakan bakteri yang mengkolonisasi akar tanaman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Nawangsih (2006) maupun Handini (2011), B. subtilis AB89 dapat memacu pertumbuhan tanaman, bahkan dalam penelitian Handini (2011), B. subtilis AB89 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat dua kali lebih besar bila dibandingkan dengan tanaman kontrol. Aplikasi tunggal telah membuktikan bahwa PGPR dan bakteri endofit mempunyai kentungan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil pada penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi kurang memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat terjadi karena adanya kompetisi antara dua bakteri yang diaplikasikan. Kompetisi ruang dan nutrisi dapat terjadi sehingga mempengaruhi penghambatan patogen. Nutrisi yang kurang pada media tanam akan memperparah kompetisi antar dua agens biokontrol dan hal ini akan membuat patogen lebih leluasa untuk berkembang sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu (Nurbaya et al. 2011). Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Bobot Kering Tanaman Selain laju pertambahan tinggi tanaman, bobot kering tanaman juga digunakan sebagai parameter dalam uji pemacu pertumbuhan. Tabel 5 menunjukkan bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh terhadap bobot

9 kering tanaman (uji Duncan 5%). Bobot kering terbesar dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan BC75P25 yaitu sebesar 7.87±1.57 gram/tanaman. Bobot kering tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan bobot kering tanaman dengan perlakuan S.epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 secara tunggal. Sedangkan bobot kering terendah dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan BC75B25 yaitu sebesar 4.68±1.68 gram/tanaman. Bobot kering tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (6.75±1.76 gram/tanaman). Menurut Handini (2011), perlakuan agens biokontrol secara tunggal dan kombinasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot kering tanaman. Tabel 5 Bobot kering tanaman tomat pada umur 6 minggu setelah tanam Perlakuan Bobot kering tanaman Bobot kering tanaman (gram/tanaman) a Perlakuan (gram/tanaman) a Kontrol 6.75±1.76 ab BC100P0 6.69±0.52 ab BC0P ±1.66 ab BC0B ±0.32 ab BC25P ±2.09 ab BC25B ±0.82 ab BC50P ±2.63 ab BC50B ±0.84 ab BC75P ±1.57 a BC75B ±1.68 b a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Berdasarkan hasil analisis ragam, blok memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot kering tanaman (Tabel 2). Blok 1 menghasilkan bobot kering yang berbeda dibandingkan dengan blok 2 dan blok 3. Blok 1 merupakan blok yang mempunyai bobot kering tanaman yang paling kecil. Hal ini karena blok 1 berada di sebelah kiri rumah kaca. Bagian kiri rumah kaca merupakan bagian yang kurang terkena cahaya matahari sehingga etiolasi sering terjadi pada bagian ini. Etiolasi membuat tanaman menjadi lebih tinggi tetapi tidak kuat sehingga pada saat dikeringkan, bobot kering pada tanaman yang berada pada blok 1 menjadi lebih kecil. Blok pada penelitian Handini (2011) juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot kering tanaman. Tanaman yang ditanam pada blok yang terkena sinar matahari lebih banyak memiliki bobot kering yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanaman yang kurang terkena sinar matahari. 33

10 Jenis Hubungan PGPR dan Bakteri Endofit Pada penenlitian, PGPR dan bakteri endofit diujikan secara tunggal maupun secara kombinasi. Berdasarkan data pada Tabel 6, terlihat bahwa perlakuan tunggal S. epidermidis BC4 dan P. fluorescens RH4003 memberikan index penekanan penyakit paling baik yaitu masing-masing sebesar 41.18% dan 45.88%. Sedangkan perlakuan tunggal B.subtilis AB89 tidak dapat menekan perkembangan penyakit tetapi memperparah tingkat kejadian penyakit. Perlakuan kombinasi yang dapat memberikan penekanan terhadap perkembangan penyakit adalah perlakuan BC50B50 dan BC50P50. Kedua perlakuan tersebut dapat menekan kejadian peyakit layu bakteri masing-masing sebesar 17.65% dan 11.76%. Index penekanan penyakit ini lebih besar bila dibandingkan dengan index penekanan penyakit pada penelitian yang dilakukan oleh Handini (2011). Tabel 6 Keefektifan pengendalian (index penekanan penyakit), nilai Sinergy Factor (SF) dan jenis hubungan antara PGPR dan bakteri endofit dari perlakuan kombinasi berdasarkan nilai AUDPC Perlakuan Index penekanan b Sinergy Jenis E (obs) penyakit (%) a Factor (SF) Hubungan BC0B100 c BC100P BC0P BC25B A BC50B A BC75B A BC25P A BC50P A BC75P A a Relatif dibandingkan dengan kontrol. b Keefektifan pengendalian dugaan oleh kombinasi PGPR dan bakteri endofit. Berdasarkan penelitian Handini (2011), kombinasi S.epidermidis BC4 50% dengan B. subtilis AB89 50% dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri sebesar 3.51% sedangkan kombinasi S.epidermidis BC4 50% dengan P.fluorescens RH % sebesar 8.68%. Perbedaan ini terjadi karena beberapa faktor lingkungan yang berbeda pada saat penelitian sedang dilakukan. Pada Tabel 5 terlihat juga bahwa perlakuan kombinasi dengan proporsi 50:50 dapat 34

11 35 menekan kejadian penyakit layu bakteri lebih baik bila dibandingkan dengan proporsi 25:75 maupun 75:25. Jenis hubungan antara agens biokontrol yang digunakan dapat diketahui dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus Abbott s (Guetsky et al. 2002). Berdasarkan nilai SF yang telah didapatkan hubungan baik antara S.epidermidis BC4 dengan B. subtilis AB89 maupun hubungan antara S.epidermidis BC4 dengan P. fluorescens RH4003 bersifat antagonis. Hal ini juga sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Handini (2011). Sifat antagonis ini dapat ditanggulangi dengan waktu aplikasi yang berbeda antara PGPR dan bakteri endofit atau yang biasa disebut dengan rotasi aplikasi agens biokontrol (Janousek et al. 2009). Bakteri endofit dapat diaplikasikan terlebih dahulu kemudian selang waktu 1 sampai 2 minggu dapat diaplikasikan PGPR. Bakteri endofit diaplikasikan terlebih dahulu karena bakteri endofit memerlukan waktu yang lebih lama untuk masuk ke dalam jaringan tanaman dan mengkolonisasi jaringan tanaman. Setelah bakteri endofit telah mengkolonisasi tanaman inang, PGPR dapat diaplikasikan. PGPR akan mengkolonisasi daerah di sekitar akar tanaman. Bakteri endofit dan PGPR yang telah mengkolonisasi bagian-bagian tertentu dari tanaman inang akan beraktivitas sendiri-sendiri dan diharapkan dapat mengurangi kompetisi antara bakteri endofit dan PGPR sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman dan menekan perkembangan penyakit layu bakteri.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Interaksi antara Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

Interaksi antara Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 5, Oktober 2014 Halaman 145 152 DOI: 10.14692/jfi.10.5.145 Interaksi antara Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA SETELAH PENYIMPANAN UNTUK MENGENDALIKAN LAYU BAKTERI PADA TOMAT FATHIAH ISLAM ABADAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT

KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT ZHENITA VINDA TRI HANDINI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN BERBAGAI FOMULASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA

KEEFEKTIFAN BERBAGAI FOMULASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA KEEFEKTIFAN BERBAGAI FOMULASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) DAN BAKTERI ENDOFIT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI YANG DISEBABKAN OLEH Ralstonia solanacearum PADA TOMAT NOVRA ERNALIANA SINAGA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 2

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 2 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian A. Tinggi Tanaman Hasil Analisis sidik ragam pada tinggi tanaman terung menunjukan bahwa perlakuan pupuk NPK Pelagi berpengaruh nyata terhadap pertambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi 4.1.1. Karakterisasi Sifat Morfologi Hasil pengamatan karakterisasi morfologi dari empat isolat Pseudomonas berfluorescens yang berasal dari Desa Binuang, Desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

EFIKASI BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT

EFIKASI BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT 1 EFIKASI BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT FITRI FATMA WARDANI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Keefektifan Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

Keefektifan Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat ISSN: 2339-2479 Volume 10, Nomor 2, April 2014 Halaman 61 67 DOI: 10.14692/jfi.10.2.61 Keefektifan Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 2 di bawah parameter tinggi tanaman umumnya perlakuan jarak tanam berbeda nyata pada 2, 4 dan 6 MST.Variasi varietas tanaman jagung berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu semai bibit tomat sampai tanaman dipindahkan di polybag adalah 3 minggu. Pengukuran tinggi tanaman tomat dimulai sejak 1 minggu setelah tanaman dipindahkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) A. Pendahuluan Pseudomonad fluorescens merupakan anggota kelompok Pseudomonas yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Di Laboratorium 4.1.1. Karakterisasi Sifat Morfologi Bakteri Pseudomonas Berfluorescens Asal Perakaran Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Medium NA Hasil pengamatan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Varietas Kedelai, Mulsa Jerami dan Aplikasi PGPR terhadap Penyakit Pustul Bakteri Gejala pustul bakteri mulai terlihat di lapang pada umur tanaman 1 minggu setelah tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT

APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT 506 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 6 JANUARI-2014 ISSN: 2338-3976 APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT APPLICATION

Lebih terperinci

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia karena mudah dibudidayakan di lahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman IV. HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Penggunaan berbagai macam sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Tomat pada Sistem Hidroponik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tinggi Tanaman (cm ) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam yang berbeda serta interaksi antara kedua perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman dan

Lebih terperinci

Aviva Aviolita Parama Putri, M. Martosudiro dan T. Hadiastono

Aviva Aviolita Parama Putri, M. Martosudiro dan T. Hadiastono Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 September 2013 ISSN : 2338-4336 1 PENGARUH PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) TERHADAP INFEKSI SOYBEAN MOSAIC VIRUS (SMV), PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA TANAMAN KEDELAI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU

KAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU KAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Hasil pengamatan kepadatan mikroba pada seduhan kompos dengan metode pencawanan pengenceran 10-6 pada media PDA menunjukkan bahwa antara seduhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TOMAT EKA WIJAYANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

Lampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal

Lampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal LAMPIRAN 41 Lampiran 1 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal batang pada umur tanaman 6 MST Source Db Sum of Squares Mean Square F Value

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci