SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT"

Transkripsi

1 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT Disusun oleh: ARIS WICAKSONO NIM. M SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit JULI, to 2012 user i

2 ii

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juli 2012 Aris Wicaksono iii

4 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT ARIS WICAKSONO Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit (PEM). Dalam penelitian ini, polistirena tersulfonasi (PST) disintesis melalui proses sulfonasi pada polistirena (PS) menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat dalam pelarut diklorometana dengan variasi konsentrasi asetil sulfat. Pembuatan membran komposit menggunakan metode inversi fasa dengan pencetakan larutan campuran pada plat gelas. Larutan campuran dibuat dengan melarutkan PST, polietilen glikol (PEG), dan zeolit dalam pelarut dimetil asetamida (DMAc) dengan variasi jenis dan konsentrasi zeolit % (b/b). Polimer dan membran komposit yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (IR), X-ray Difractometer (XRD), analisis kapasitas tukar kation (KTK), analisis derajat pengembangan, analisis morfologi, dan analisis termal. Hasil analisis gugus fungsi menunjukkan bahwa PST dan membran kompositnya berhasil disintesis. Kehadiran partikel zeolit dalam komposisi membran mampu meningkatkan nilai KTK dan derajat pengembangan membran. Nilai KTK membran komposit PST/zeolit alam (KZA) hampir sama dengan membran komposit PST/zeolit sintetik (KZS) yaitu sebesar 1,17 meq/g akan tetapi membran KZS memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih rendah daripada KZA yaitu sebesar 15,68 %. Analisis morfologi menunjukkan permukaan membran KZS lebih homogen dibanding membran KZA. Analisis kristalografi menunjukkan PS dan PST bersifat amorf sedangkan membran kompositnya mengalami peningkatan kristalinitas. Analisis termal menunjukkan penambahan zeolit mampu meningkatkan ketahanan termal membran dan hampir semua membran komposit yang dihasilkan mengalami tiga tahap degradasi yaitu pelepasan molekul air, degradasi rantai utama PEG, dan degradasi rantai utama PST. Berdasarkan data yang diperoleh, membran komposit ini berpotensi besar untuk diaplikasikan sebagai material membran polimer elektrolit. Kata Kunci : polistirena, sulfonasi, zeolit, komposit, membran polimer elektrolit iv

5 SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF SULFONATED POLYSTYRENE WITH ZEOLITE COMPOSITE MEMBRANE FOR POLYMER ELECTROLYTE MEMBRANE APPLICATIONS ARIS WICAKSONO Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University ABSTRACT Synthesis of sulfonated polystyrene/zeolite composite membrane for polymer electrolyte membrane (PEM) applications has been done. In this research, sulfonated polystyrene (SPS) was synthesized through sulfonation of polystyrene (PS) using the acetyl sulfate as sulfonation agent in dichloromethane with varying concentration of acetyl sulfate. The composite membranes were prepared with casting solution onto glass plate. The solutions were prepared by dissolving the sulfonated polystyrene, poly(ethylene glycol), and zeolite in DMAc (dimethylacetamide) with varying type and concentration of zeolite % (w/w). Polymer and the resulting composite membranes were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-ray Diffractometer (XRD), cation exchange capacity (CEC), swelling degree, morphology, and thermal analysis. Analysis of functional group indicated that sulfonated polystyrene and the composite membrane have been synthesized. The CEC and swelling degree of the composite membrane increased with the presence of zeolite particle in membrane composition. The CEC value of the natural zeolite composite membrane (NZC) equal with the synthetic zeolite composite membrane (SZC) that is 1.17 meq/g. However, SZC membrane has lower of swelling degree than NZC membrane that s %. Morphology analysis showed that the surface of SZC membrane seen more homogeneous than NZC membrane. Crystallography analysis indicated that both PS and SPS are amorphous, while the crystallinity of composite membrane is increased. Thermal analysis showed that the presence of zeolite particle in membrane composition can enhanced thermal stability of the composite membrane. According data result, these composite membranes are can be uses as PEM material. Keyword : polystyrene, sulfonation, zeolite, composite, polymer electrolyte membrane v

6 MOTTO v UNS, World Class University!!!, Mahasiswa perkasa, UNS juara!!! v Kesuksesan adalah 99 % kerja keras dan 1 % doa v Lebih baik gagal setelah mencoba daripada diam tidak melakukan apaapa v Tidak ada kata terlambat untuk belajar v.coba kau lihat dirimu dahulu, sebelum kau nilai kurangnya diriku apa salahnya hargai diriku, sebelum kau nilai siapa diriku (Armada) v Lakukan apa yang bisa dikerjakan hari ini tanpa harus menunda hingga esok hari v Satu kata, satu hati, satu suara. We are the Champion vi

7 PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan kepada : Bapak dan Ibu tercinta Kakak-kakakku dan adik-adikku yang kusayang Keponakan-keponakanku yang selalu memberikan keceriaan kepadaku Dosen-dosen jurusan Kimia yang telah mendidikku Teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2007 semuanya Jurusan Kimia, tempatku berjuang menuntut ilmu UNS, almamaterku yang sangat aku banggakan Segenap Pembaca karya tulis ini vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi dengan Zeolit Untuk Aplikasi Membran Polimer Elektrolit. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan FMIPA UNS 2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS 3. Bapak Edi Pramono, M.Si., selaku Pembimbing I 4. Bapak I. F. Nurcahyo, M.Si., selaku Pembimbing II sekaligus ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS 5. Bapak Drs. Mudjijono, Ph.D, selaku pembimbing akademik penulis 6. Bapak Dr. rer. nat. A. Heru Wibowo, M.Si., selaku Ketua Sub-Lab Kimia Pusat MIPA UNS 7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS 8. Teman-teman Kimia FMIPA UNS khususnya angkatan Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amiin. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, Juli 2012 Penulis viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN ABSTRAK... iv HALAMAN ABSTRACT... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah Identifikasi Masalah Batasan Masalah Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Manfaat Penelitian... 6 BAB II LANDASAN TEORI... 7 A. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar Agen Sulfonasi Polistirena (PS) Polistirena Tersulfonasi (PST) Zeolit Karakterisasi Sampel ix

10 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Alat dan Bahan D. Prosedur Penelitian Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Pembuatan Asetil Sulfat Pembuatan Polistirena Tersulfonasi Pembuatan Membran Komposit Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) Analisis Gugus Fungsi Analisis Kristalinitas Sampel Analisis Termal Analisis Derajat Pengembangan (DP) E. Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mineral Zeolit B. Analisis Gugus Fungsi Sampel Zeolit C. Sintesis Polistirena Tersulfonasi Analisis Gugus Fungsi Polistirena dan Polistirena Tersulfonasi Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), Derajat Sulfonasi (DS), dan Rendemen dari Polistirena Tersulfonasi Analisis Termal Polistirena (PS), Polistirena Tersulfonasi (PST), dan Zeolit D. Sintesis Membran Komposit Analisis Gugus Fungsi Membran Komposit x

11 2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Derajat Pengembangan (DP) Membran Komposit Analisis Morfologi Analisis Kristalinitas Membran Komposit Analisis Termal Membran Komposit BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran Komposit Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit Tabel 3. Perbandingan Nilai d Sampel Zeolit Tabel 4. Serapan Bilangan Gelombang Gugus Fungsi dari Membran Komposit Tabel 5. Nilai KTK dan DP Membran Komposit Tabel 6. Data Perhitungan Rendemen PST Tabel 7. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST Tabel 8. Data Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST Tabel 9. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari Membran Komposit Tabel 10. Data Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) dari Membran Komposit xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema sel bahan bakar... 7 Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat Gambar 3. Struktur polistirena Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO 4 ) pada struktur zeolit Gambar 6. Struktur kimia zeolit Gambar 7. Struktur pori dalam zeolit Gambar 8. Spektra XRD sampel zeolit Gambar 9. Spektra IR sampel zeolit Gambar 10. Reaksi sulfonasi polistirena Gambar 11. Polistirena (A) dan polistirena tersulfonasi (B) Gambar 12. Spektra IR polistirena dan dan polistirena tersulfonasi Gambar 13. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen Gambar 14. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi (DS) Gambar 15. Termogram PS dan PST dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi Gambar 16. Termogram zeolit, PS, PST, dan membran PST Gambar 17. Membran komposit PST tanpa penambahan zeolit (KTZ) Gambar 18. Membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik (A) dan membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam (B) Gambar 19. Spektra IR membran komposit Gambar 20. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) Gambar 21. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) Gambar 22. Morfologi permukaan commit membran to user KTZ berbagai posisi xiii

14 Gambar 23. Morfologi membran komposit KZA 3 % (A), KZA 5 % (B), dan KZA 7 % (C) Gambar 24. Morfologi membran komposit KZS 3 % (A), KZS 5 % (B), dan KZS 7 % (C) Gambar 25. Spektra XRD PST, membran KZA, dan membran KZS Gambar 26. Termogram membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam Gambar 27. Termogram membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Rendemen PST Lampiran 2. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST Lampiran 3. Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST Lampiran 4. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Membran Komposit Lampiran 5. Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) Membran Komposit Lampiran 6. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Alam Lampiran 7. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Sintetik Lampiran 8. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Murni Lampiran 9. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 10 (PST 10) Lampiran 10. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 20 (PST 20) Lampiran 11. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 30 (PST 30) Lampiran 12. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 40 (PST 40) Lampiran 13. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZA 7 % Lampiran 14. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZS 7 % Lampiran 15. Data XRD untuk Mineral Mordenit Standar Lampiran 16. Hasil Analisis XRD Zeolit Sintetik Lampiran 17. Hasil Analisis XRD Zeolit Alam Lampiran 18. Hasil Analisis XRD Membran KZA 7 % Lampiran 19. Hasil Analisis XRD Membran KZS 7 % Lampiran 20. Hasil Analisis XRD Polistirena Tersulfonasi (PST 30) Lampiran 21. Perhitungan Intensitas Relatif dan Persentase Kandungan Mineral Sampel Zeolit xv

16 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi minyak bumi yang terus meningkat telah menyebabkan cadangan minyak bumi semakin berkurang. Pemakaian bahan bakar fosil secara terus-menerus juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mencari sumber energi lain yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan telah banyak dikembangkan. Sel bahan bakar bekerja dengan mengkonversi energi kimia secara langsung menjadi energi listrik dengan efisiensi tinggi dengan dampak terhadap lingkungan yang rendah (William, 2004). Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis sel bahan bakar yang menjanjikan untuk aplikasi pada kendaraan dan perangkat portable karena dapat menghasilkan densitas energi tinggi pada suhu operasi relatif rendah (60-80 C), bersih, dan ramah lingkungan (William, 2004). Membran polimer elektrolit merupakan salah satu komponen penting dalam Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) (Yohan dkk., 2005). Membran polimer yang digunakan dalam aplikasi PEMFC adalah berbasis perfluorosulfonic acid (PFSA) misalnya Nafion karena sifat konduktivitas ionik yang tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004). Meski demikian, Nafion masih memiliki kekurangan seperti tingginya permeabilitas membran Nafion terhadap bahan bakar (fuel crossover), mahalnya harga membran, dan suhu operasi yang terbatas pada 80 C. Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar yang bekerja pada temperatur di atas 100 ºC. Usaha tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada temperatur operasi rendah (< 100 ºC), seperti efisiensi reaksi, manajemen air, kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen, dan pengaturan termal. Aplikasi sel bahan bakar temperatur tinggi membutuhkan material membran elektrolit yang memiliki ketahanan termal tinggi, sehingga diperlukan suatu usaha 1

17 2 pencarian material pengganti Nafion. Salah satu usaha tersebut adalah pemilihan polimer tersulfonasi beserta membran komposit anorganiknya (Li et al., 2003). Membran komposit organik/anorganik telah dikembangkan secara luas karena banyak material anorganik yang dapat dioperasikan pada temperatur yang lebih tinggi daripada polimer murninya (Choi et al., 2009; Chi et al., 2011). Polistirena telah digunakan sebagai material dasar dalam pembuatan membran polimer elektrolit karena stabilitas termalnya cukup tinggi dan karakteristik yang baik melalui modifikasi. Modifikasi secara kimia polistirena dapat dilakukan melalui proses sulfonasi untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (Martins et al., 2003; Smitha et al., 2003; Carretta et al., 2000). Namun demikian, derajat sulfonasi yang tinggi pada kerangka aromatiknya dapat menyebabkan pengembangan yang berlebihan di dalam air dan menyebabkan sifat fisiknya kurang baik sehingga sifat-sifat membran tersebut perlu ditingkatkan. Karakteristik membran polimer elektrolit dapat ditingkatkan dengan penggunaan pengisi (filler) anorganik seperti Al 2 O 3, TiO 2, SiO2, P 2 O 5, ZrO 2, dan zeolit (Shen et al., 2006; Kim et al., 2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani, 2007; Choi et al., 2009). Zeolit telah digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan membran komposit. Keberadaan zeolit dalam sistem membran polimer mampu menguatkan konduktivitas proton, kekuatan mekanik, dan kemampuan mempertahankan air dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al., 2009; Paisan dan Siraprapa, 2008). Sintesis membran komposit polistirena tersulfonasi dengan zeolit diharapkan mampu menghasilkan membran yang memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sehingga mampu diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Pemilihan agen sulfonasi tergantung dari sifat kompatibilitas antara agen sulfonasi dengan polimernya karena akan berpengaruh terhadap produk reaksi sulfonasi. Beberapa agen sulfonasi commit yang sering to user digunakan untuk sulfonasi polimer

18 3 adalah asetil sulfat, asam sulfat pekat, dan asam klorosulfonat. Sifat polimer yang mudah bereaksi dengan agen sulfonasinya akan menghasilkan kondisi reaksi yang lebih homogen dan distribusi sulfonat pada rantai polimernya diharapkan lebih merata. Proses sulfonasi akan menghasilkan derajat sulfonasi polimer yang berbeda. Derajat sulfonasi perlu dikontrol karena akan meningkatkan kelarutan polimer tersulfonasi di dalam air. Salah satu metode untuk mengontrol derajat sulfonasi adalah mengatur konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan. Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan derajat sulfonasi yang meningkat dari % pada polistirena (PS) tersulfonasi dapat dicapai dengan mengatur konsentrasi agen sulfonasi dari ml. Studi pendahuluan kami mencoba variasi konsentrasi agen sulfonasi dari 10 hingga 80 ml. Hasil penelitian menunjukkan semua polimer mulai larut pada konsentrasi 50 ml sehingga kami menggunakan variasi konsentrasi dari 10 hingga 50 ml. Derajat sulfonasi juga dapat dikontrol dengan mengatur waktu sulfonasi dan temperatur sulfonasi (Lufrano et al., 2000; Handayani dkk., 2007). Metode inklusi partikel anorganik meliputi sebagian besar serbuk yang terdispersi dalam larutan polimer. Kim et al. (2006) telah membuat membran komposit PVdF-HFP/TiO 2 dengan teknik inversi fasa dan membran yang dihasilkan memiliki stabilitas elektrokimia yang unggul dan membran tersebut berpori. Metode inversi fasa dapat dilakukan dengan pencetakan larutan yang dicelupkan dalam air maupun dengan penguapan pelarut dalam kondisi ruang. Membran yang dihasilkan dengan pencelupan dalam air akan menyebabkan membran memiliki pori yang besar karena proses penghilangan pelarut terjadi secara tiba-tiba, sedangkan membran yang dihasilkan dengan penguapan akan memiliki pori yang lebih kecil karena penghilangan pelarut terjadi secara perlahan. Dalam aplikasi membran elektrolit diperlukan membran yang rapat (ukuran pori kecil), karena membran diharapkan memiliki nilai derajat pengembangan yang tidak terlalu tinggi. Penelitian ini menggunakan material anorganik berupa zeolit. Zeolit dipilih untuk digunakan sebagai commit pengisi to karena user memiliki ketahanan termal yang

19 4 tinggi dan kemampuan sebagai konduktor proton. Konsentrasi zeolit dalam komposisi membran dapat mempengaruhi karakteristik membran. Paisan dan Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran komposit Nafion/zeolit dengan variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Membran komposit yang dihasilkan mengalami peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat pengembangan, namun juga mengalami penurunan konduktivitas proton dengan meningkatnya konsentrasi zeolit dari 0-35 % (b/b). Penelitian lainnya menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida)/zeolit, dimana konsentrasi zeolit dari 0-10 % (b/b) mampu menurunkan derajat pengembangan dan meningkatkan ketahanan termal membran komposit yang dihasilkan (Choi et al., 2010). Dalam studi pendahuluan kami telah mencoba menggunakan konsentrasi zeolit 0, 1, 3, 5, 7, dan 9 % (b/b) dalam komposisi membran. Namun, pada konsentrasi 1 % dan 9 % tidak dihasilkan membran. Peristiwa ini dapat disebabkan karena larutan cetak terlalu encer ataupun terlalu kental sehingga penguapan pelarut tidak sempurna. Mineral zeolit dan penyebarannya yang cukup banyak di Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai sumber daya mineral. Setiap daerah akan memiliki kandungan mineral zeolit yang berbeda, sehingga aplikasinya sebagai filler akan mempengaruhi karakteristik membran komposit yang disintesis. Beberapa lokasi di Indonesia telah diteliti diantaranya Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Pacitan, Malang, Lampung, dan Wonosari. Endapan zeolit umumnya mengandung mineral mordenit dan klinoptilolit (Sutarti dan Rahmawati, 1994). Zeolit alam dari Pandansimping, Klaten belum dimanfaatkan secara optimal sehingga penggunaannya dalam pembuatan membran komposit akan meningkatkan nilai guna zeolit tersebut. Penelitian ini juga menggunakan zeolit sintetik yang diperoleh dari Lemigas karena memiliki kristalinitas dan nilai kapasitas tukar kation yang cukup tinggi. Penggunaan kedua jenis zeolit tersebut untuk membandingkan karakteristik membran komposit yang dihasilkan dengan pemakaian kedua zeolit tersebut.

20 5 2. Batasan Masalah a. Proses sulfonasi polistirena menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat. b. Sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan mengatur konsentrasi asetil sulfat yang digunakan yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 ml, sedangkan waktu sulfonasi dan suhu sulfonasi dibuat tetap yaitu selama 1 jam dan pada suhu ± 50 ºC. c. Pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit dilakukan menggunakan metode inversi fasa dengan penguapan larutan cetak. d. Zeolit yang digunakan ada 2 jenis yaitu zeolit alam dari daerah Pandansimping, Klaten dan zeolit sintetik tipe mordenit. e. Variasi konsentrasi zeolit alam maupun zeolit sintetik yang digunakan dalam pembuatan membran komposit dibuat sama, yaitu 0, 3, 5, dan 7 % (b/b) dari berat total larutan cetak. 3. Rumusan Masalah a. Bagaimana pengaruh konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat terhadap kelarutan, derajat sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi? b. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asetil sulfat terhadap kelarutan, derajat sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi. 2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit.

21 6 D. Manfaat Penelitian 1. Secara praktis dapat memberikan metode alternatif dalam pembuatan membran komposit untuk aplikasi membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. 2. Secara teoritis dapat memberikan informasi tentang sifat fisik dan kimia membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.

22 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar adalah suatu perangkat elektrokimia yang mampu mengkonversikan energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik secara langsung, dapat menghasilkan energi dengan efisien tinggi, dan emisi polutan yang rendah terhadap lingkungan. Sel bahan bakar dapat menghasilkan energi dengan emisi polutan yang rendah karena tidak melewati proses pembakaran bahan bakar. Operasi sel bahan bakar dapat berlangsung secara terus-menerus selama bahan bakar sel diisi kembali secara kontinu (William, 2004). Skema sel bahan bakar seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema sel bahan bakar Sel bahan bakar terdiri dari elektrolit yang memisahkan katoda dari anoda. Elektrolit hanya dapat menghantarkan proton, sedangkan elektron tidak bisa melewati elektrolit. Pada anoda commit akan to user dialirkan bahan bakar secara 7

23 8 berkesinambungan dan pada katoda dialirkan oksigen. Terdapat dua reaksi kimia yang terjadi pada sel bahan bakar, yaitu oksidasi di anoda dan reduksi di katoda. Apabila digunakan gas H 2 sebagai bahan bakar maka reaksi yang terjadi sebagai berikut: Anoda : 2H 2 4H + + 4e - Katoda : O 2 + 4H + + 4e - 2H 2 O Reaksi keseluruhan : 2H 2 + O 2 2H 2 O (Suhada, 2001) Reaksi kimia yang terjadi pada kedua elektroda menghasilkan arus listrik, arus listrik ini dapat dijadikan sumber energi bagi berbagai keperluan. Lapisan elektrolit pada rangkaian alat sel bahan bakar dapat berupa padatan elektrolit misalnya membran. Berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan, sel bahan bakar dibagi menjadi beberapa macam (William, 2004; Suhada, 2001; Carrete et al., 2001 dalam Luo, 2005), diantaranya : a. Alkaline Fuel Cells (AFC) Sel bahan bakar jenis ini biasanya menggunakan kalium hidroksida sebagai elektrolitnya dan beroperasi pada temperatur tinggi (~250 ºC). Dapat menghasilkan efisiensi hingga 70 %, namun biaya yang dibutuhkan mahal karena AFC sangat rentan terhadap kontaminasi CO dan CO 2 sehingga membutuhkan oksigen dan hidrogen murni. b. Proton Exchange Membrane/ Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cells (PEMFC) Jenis elektrolit dalam sel bahan bakar ini adalah membran polimer elektrolit. Membran ini berfungsi menghantarkan ion H + dari anoda ke katoda. Pada kedua sisinya dilapisi elektroda karbon dengan elektrokatalis platina, efisiensinya dapat mencapai % dan biasanya bekerja pada temperatur ºC. Suhu operasi yang rendah membuat sel bahan bakar ini lebih cepat mencapai suhu optimumnya, dapat menghasilkan rapat arus tinggi, dan masalah korosi menjadi minimal karena cairan yang dihasilkan hanya air. Namun temperatur operasi yang rendah menyebabkan pengaturan termal menjadi sulit, selain itu pengaturan air menjadi tantangan commit lain untuk to user menyediakan hidrasi yang cukup bagi

24 9 elektrolit tanpa membanjiri elektrolit. Disisi lain, PEMFC sangat sensitif terhadap kontaminasi CO, sulfur, dan amonia yang dapat diatasi dengan rapat arus operasi yang lebih rendah dan meningkatkan jumlah elektroda katalis, tetapi keduanya akan meningkatkan biaya sistem. c. Phosphoric Acid Fuel Cells (PAFC) Jenis ini menggunakan elektrolit asam posfat (H 3 PO 4 ), biasanya beroperasi pada daerah temperatur ºC dan menggunakan Pt sebagai elekrokatalis di anoda dan katoda. Gas hidrogen yang dimasukkan pada anoda dirubah menjadi ion dan dipindahkan menuju katoda melalui elektrolit. Aplikasinya banyak digunakan untuk penghasil listrik dan transportasi. Sel bahan bakar ini kurang sensitif terhadap CO dibanding PEMFC dan AFC, temperatur operasi memberikan kemudahan untuk pengaturan termal, dan panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk aplikasi komersial dan pembantu pembangkit listrik (cogeneration) industri. d. Molten Carbonat Fuel Cells (MCFC) Jenis ini menggunakan elektrolit kombinasi alkali karbonat, yang berada dalam matriks keramik LiAlO 2. Pada sel bahan bakar ini menggunakan garam karbonat molten sebagai elektrolit dan beroperasi pada temperatur 650 ºC, ion karbonat mengalir dari katoda menuju anoda. Pada anoda gas hidrogen bereaksi dengan ion tersebut dan menghasilkan air, CO 2, dan elektron. Elektron menuju katoda dengan memberikan tenaga listrik sedangkan karbondioksida pada anoda direaksikan dengan oksigen di katoda, dan dengan adanya elektron akan membentuk ion CO 2-3 yang akan dilewatkan kembali melalui elektrolit menuju anoda dalam sel bahan bakar. Sel bahan bakar jenis ini banyak diaplikasikan untuk pembangkit listrik. e. Solid Oxide Fuel Cells (SOFC) Bahan yang digunakan sebagai elektrolit adalah keramik atau oksida logam tak berpori seperti Y 2 O 3 -terstabilisasi ZrO 2 yang dioperasikan pada temperatur ºC. Biasanya anoda menggunakan Co-ZrO 2 atau Ni-ZrO 2 dan katoda Sr-terdoping LaMnOcommit 3. Oksigen to user yang bermuatan negatif mampu

25 10 berpindah dari katoda menuju anoda yang akan mengoksidasi bahan bakar yang mengandung hidrogen pada anoda, sehingga memungkinkan digunakan untuk temperatur tinggi. Sel bahan bakar ini banyak dicoba untuk keperluan pembangkit tenaga listrik. Elektron yang berpindah dari anoda menuju katoda dipergunakan sebagai tenaga listrik dengan efisiensi sekitar 60 %. f. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC) Prinsip yang digunakan mirip dengan Proton Exchange Membrane (PEM) yaitu sama-sama menggunakan membran polimer elektrolit sebagai elektrolitnya sehingga ion H + bisa dilewatkan menuju katoda. Namun pada DMFC, hidrogen diambil secara langsung oleh katalisator anoda yang berasal dari metanol cair. Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar jenis PEMFC yang beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC. Usaha ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan temperatur operasi rendah, seperti : manajemen air yang sulit, pengaruh kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen yang membutuhkan temperatur tinggi, energi panas yang dibebaskan sistem sedikit, dan pengaturan termal yang sulit (Li et al., 2003). Pengembangan membran elektrolit yang mampu beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC diharapkan mampu memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa keuntungan yang didapatkan pada temperatur operasi tinggi antara lain : kinetika reaksi di kedua elektroda akan meningkat, manajemen air mudah karena air berada dalam bentuk uap (satu fasa), daya tahan terhadap CO akan meningkat, sistem pendinginan menjadi mudah, dan efisiensi sistem akan meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu material membran yang memiliki ketahanan termal tinggi agar dapat diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. 2. Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar Sel bahan bakar jenis Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) telah menarik perhatian karena efisiensi konversi energi yang tinggi, rendah emisi polutan, dan temperatur operasi yang rendah sehingga cocok untuk aplikasi transportasi dan perumahan (Chen et al., 2005). Membran polimer elektrolit merupakan salah satu bagian penting dalam gabungan elektroda membran

26 11 (membrane electrode assembly (MEA)) yang digunakan dalam PEMFC. Membran polimer elektrolit bertindak sebagai elektrolit padatan yang menghantarkan proton dari anoda menuju katoda untuk melengkapi reaksi redoks (Piboonsatsanasakul et al., 2007). Saat ini polimer masih menjadi material utama pembuatan membran dalam teknologi membran dengan keuntungan fleksibilitas, kekuatan, dan sifat-sifat pemisahan yang baik. Namun karena keterbatasan sifat kimia, sifat mekanik, dan ketahanan termal telah membatasi aplikasinya (Yang and Wang, 2006). Polimer berbasis asam perflourosulfonat seperti Nafion telah digunakan secara luas sebagai konduktor proton dalam PEMFC karena nilai konduktivitas ionik yang tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004). Nafion termasuk membran yang mahal, permeasi metanol yang cukup tinggi dalam aplikasi DMFC, dan kinerja membran yang menurun pada temperatur di atas 80 o C telah membatasi aplikasinya sebagai membran elektrolit yang saat ini membutuhkan temperatur operasi tinggi (Handayani dkk., 2007). Beberapa metode telah digunakan untuk mengatasi kelemahan Nafion diantaranya : memodifikasi Nafion, penggunaan polimer tersulfonasi beserta membran kompositnya, dan penggunaan membran kompleks asam-basa (Li et al., 2003). Saat ini telah dikembangkan pemakaian polimer tersulfonasi untuk mengatasi permasalahan pemakaian Nafion. Sejumlah besar material polimer dipersiapkan dan dilakukan modifikasi sebagai membran polimer elektrolit untuk PEMFC. Syarat yang harus dipenuhi polimer sebagai membran sel bahan bakar diantaranya : konduktivitas proton, stabilitas kimia, stabilitas termal, sifat mekanik, permeabilitas terhadap gas yang rendah, penyerapan terhadap air rendah, kinetika reaksi untuk elektroda cepat, dan biaya murah serta mudah diperoleh. (Li et al., 2003). Gugus bermuatan dapat ditambahkan pada struktur polimer guna meningkatkan konduktivitas proton. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi secara kimia pada struktur polimer, salah satunya dengan sulfonasi. Proses sulfonasi dapat dicapai melalui beberapa cara seperti : sulfonasi secara langsung, litiasi-sulfonasi-oksidasi, commit grafting to user (cangkok) gugus yang mengandung

27 12 asam sulfonat pada polimer, grafting kopolimerisasi dengan radiasi energi tinggi, dan melalui sintesis dari monomer yang mengandung gugus asam sulfonat (Li et al., 2003). Modifikasi lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakteristik membran polimer elektrolit seperti konduktivitas proton, kekuatan mekanik, stabilitas termal, kandungan air dalam membran, dan permeabilitas metanol, yaitu dengan pembuatan membran komposit organik/anorganik. Beberapa pengisi (filler) anorganik seperti Al 2 O 3, TiO 2, SiO2, P 2 O 5, ZrO 2, dan zeolit telah digunakan dalam pembuatan membran komposit (Shen et al., 2006; Kim et al., 2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani, 2007; Choi et al., 2009). 3. Agen Sulfonasi Kriteria pemilihan agen sulfonasi berdasarkan kompatibilitas dengan polimer, sifat pembentukan film, dan kekuatan mekanik dari polimer tersulfonasi yang diinginkan (Smitha et al., 2003). Beberapa agen sulfonasi yang sering digunakan dalam reaksi sulfonasi antara lain : a. Asam Sulfat Pada penggunaan asam sulfat sebagai agen sulfonasi, derajat sulfonasi tidak dapat dikontrol. Walaupun jumlah asam yang ditambahkan sedikit, namun polimer yang dihasilkan larut dalam air karena tingginya derajat sulfonasi yang dihasilkan. b. Asam Klorosulfonat Sulfonasi poli(fenilen oksida) dan polisulfon dapat menggunakan reagen ini. Sulfonasi dapat dikontrol dan dihasilkan polimer yang mengembang dalam air tetapi tidak terlarut total. Kekuatan mekanik dan pembentukan film yang baik dari polimer menjadi alasan penggunaan reagen ini. c. Asetil Sulfat Polistirena yang disulfonasi menggunakan reagen asetil sulfat akan menghasilkan distribusi gugus asam sulfonat yang homogen. Namun, polikarbonat terlalu reaktif terhadap commit asetil to user sulfat serta poli(fenilen oksida), dan

28 13 polisulfon tidak dapat disulfonasi menggunakan agen ini karena tidak memiliki kompatibilitas dengan reagen. Asetil sulfat dibuat dengan mereaksikan asetat anhidrida dan asam sulfat pekat. Reaksi pembuatan asetil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2. (CH 3 CO) 2 O + H 2 SO 4 CH 3 COOH + CH 3 CO(OSO 3 H) Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat (Martins et al., 2003) 4. Polistirena (PS) Polistirena adalah polimer linier yang tersusun dari monomer stirena. Polistirena memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan gugus fenil terikat pada salah satu gugus karbon dari setiap monomernya, seperti terlihat pada Gambar 3. Polistirena murni berbentuk padatan tidak berwarna. Polistirena komersil umumnya bersifat ataktik dan amorf (Billmeyer, 1962 dalam Febryani, 2008). Pada temperatur ruangan, polistirena umumnya merupakan suatu termoplastik yang berwujud padat, tetapi dapat meleleh pada temperatur tinggi (240 ºC) untuk dicetak dan kemudian dibentuk menjadi padatan kembali. Polistirena merupakan plastik keras dengan kelenturan terbatas. Gugus vinil yang terdapat pada stirena menjadikan stirena dapat mengalami reaksi adisi kontinu membentuk suatu polimer polistirena. Gambar 3. Struktur polistirena Polistirena banyak diproduksi untuk aplikasi barang kebutuhan sehari-hari karena proses sintesisnya yang mudah dan murah. Kegunaan polistirena diantaranya adalah untuk bahan pembungkus, peralatan rumah tangga, peralatan kendaraan bermotor, dan aneka macam bahan lainnya.

29 14 5. Polistirena Tersulfonasi (PST) Adanya gugus benzena pada rantai polistirena memungkinkan adanya penambahan gugus samping pada polimer tersebut. Modifikasi secara sulfonasi dapat dilakukan pada polistirena untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (PST) (Makowski et al., 1975). Polistirena tersulfonasi dalam bentuk polimer murni, campuran, ataupun komposit polimer telah banyak dipelajari pada aplikasi PEM. Membran polistirena tersulfonasi memiliki konduktivitas proton tinggi, biaya pembuatan yang cukup murah, serta bersifat lebih fleksibel dibandingkan membran Nafion. Namun, polistirena tersulfonasi memiliki batasan derajat sulfonasi karena polimer dapat larut dalam air pada derajat sulfonasi yang tinggi (Won et al., 2003). Interaksi ikatan hidrogen cukup kuat dapat terjadi antara molekul air dengan gugus asam sulfonat (~SO 3 H) pada membran. Interaksi ini dapat mempengaruhi transport air dan proton melalui membran. Sulfonasi dapat memberikan konduktivitas proton polimer secara simultan sebaik sifat hidrofil alami. Polimer tersulfonasi dapat memiliki gugus asam bebas (~SO 3 H), garam (contoh : ~SO - 3 Na + ) atau ester (~SO 3 R) (Smitha et al., 2003). Derajat sulfonasi dapat dikontrol sesuai keinginan dengan mengatur lama waktu polimerisasi dan jumlah agen sulfonasi yang ditambahkan. Proses sulfonasi dapat dilakukan pada tahap awal sintesis polimer yang akan disulfonasi atau pada polimer yang telah dihasilkan. Pada homopolimer apapun yang memiliki cincin aromatik atau ikatan ganda dapat dilakukan proses sulfonasi. Struktur polistirena tersulfonasi seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi Reaksi sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk menggantikan atom H dengan gugus commit ~SOto 3 H user pada molekul organik melalui ikatan

30 15 kimia pada atom karbonnya. Polimer dan agen sulfonasi harus berada pada fase yang sama. Pelarut yang digunakan tidak boleh bereaksi dengan polimer maupun dengan agen sulfonasi. Polistirena tersulfonasi (PST) akan memiliki gugus ~SO 3 H pada posisi para hasil dari ikatan silang. Adanya gugus ~SO 3 H menyebabkan polistirena tersulfonasi mudah melepaskan ion H +. Kemudahan polimer untuk melepaskan ion H + mengakibatkan peningkatkan sifat konduktifitas ioniknya dan menyebabkan PST bermuatan, sehingga dapat diaplikasikan menjadi membran polimer elektrolit (PEM) untuk sel bahan bakar (Jamal dkk., 2007). 6. Zeolit Zeolit merupakan kristal mikropori alumino silikat terhidrasi yang dibangun dari jaringan tiga dimensional panjang tidak terbatas dari tetrahedral [SiO 4 ] 4- dan [ AlO 4 ] 5- yang dihubungkan satu sama lain oleh pembagian atom oksigen. Biasanya struktur zeolit dapat diperlakukan sebagai bangun polimer anorganik dari unit tetrahedral TO 4, dimana T adalah ion Si 4+ atau Al 3+. Masingmasing atom O terbagi diantara dua atom T. Gambar 5 menunjukkan struktur TO 4 zeolit. Rumus struktur zeolit didasarkan pada unit sel kristalografi (Breck, 1974 dan Bekkum et al., 1991 dalam Georgiev et al., 2009) : Mx/n [(AlO 2 )x(sio 2 )y]. wh 2 O dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah kation valensi, w adalah jumlah molekul air per unit sel, x dan y adalah jumlah total tetrahedral per unit sel, dan ratio y/x biasanya mempunyai nilai 1 sampai 5 meski demikian zeolit dengan silika tinggi, y/x dapat mempunyai harga dari 10 sampai 100. Zeolit merupakan material yang stabil secara termal dan bergantung dari rasio Si/Al. Beberapa zeolit dengan kandungan silika tinggi memiliki stabilitas termal hingga 1300 ºC. Zeolit secara luas dikenal sebagai molecular sieves, yang memiliki pori berukuran skala dimensi molekuler. Distribusi ukuran pori zeolit bergantung pada karakteristik struktural dan memiliki range sekitar nm (Shi, 2008).

31 16 Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO 4 ) pada struktur zeolit (Rakhmatullah dkk., 2007) Gambar 6. Struktur kimia zeolit (Fatimah dan Wijaya, 2005) Kerangka zeolit yang bersifat anionik (Gambar 6) yang disebabkan oleh adanya perbedaan elektronegatifitas alumina dan silika dapat diseimbangkan oleh adanya kation-kation seperti ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, serta kation golongan alkali dan alkali tanah lainnya. Ion-ion logam pada struktur zeolit dapat digantikan oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel. Zeolit mempunyai struktur yang berongga (Gambar 7) dapat diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekul, penukar ion, adsorben, dan katalisator (Sutarti dan Rahmawati, 1994). Gambar 7. Struktur pori dalam zeolit (Weller, 1994 dalam Srihapsari, 2006)

32 17 Zeolit merupakan salah satu material anorganik yang telah digunakan dalam pembuatan membran komposit. Penggunaan zeolit sebagai pengisi (filler) dapat menjadi tantangan tersendiri selama material ini memberikan perbedaan parameter seperti rasio Si/Al dan sifat-sifat penukaran ion yang dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk sifat-sifat membran komposit sesuai tujuan yang diinginkan (Aksoy et al., 2006). Penambahan material ini ke dalam sistem membran polimer mampu menguatkan konduktivitas proton, kekuatan mekanik, dan kemampuan mempertahankan air dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al., 2009; Paisan and Siraprapa, 2008). Konsentrasi dan jenis mineral zeolit dapat mempengaruhi karakteristik membran komposit yang dihasilkan. Penelitian sebelumnya menunjukkan membran komposit Zeolit Beta-Poliuretan memiliki stabilitas termal dan stabilitas mekanik yang lebih tinggi daripada membran awal yang tanpa zeolit (Aksoy et al., 2006). Paisan and Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran komposit Nafion/Zeolit dengan variasi konsentrasi zeolit. Mineral zeolit yang digunakan adalah analcime dan faujasite. Membran komposit tersebut mengalami peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat pengembangan, namun juga mengalami penurunan konduktivitas ionik dengan meningkatnya konsentrasi zeolit. Penelitian lainnya menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) dengan zeolit, dimana membran komposit tersebut mengalami penurunan nilai KTK, derajat pengembangan, dan konduktivitas proton dengan meningkatnya konsentrasi zeolit di dalam membran. Namun demikian penambahan zeolit juga mampu meningkatkan stabilitas termal membran komposit yang dihasilkan (Choi et al., 2010). Penelitian Dewi dan Handayani (2007) menunjukkan bahwa penambahan zeolit sebanyak 3 % (b/b) dalam membran komposit Akrilonitril Butadiena Stirena (ABS) tersulfonasi/zeolit mampu meningkatkan konduktivitas proton dan menurunkan permeabilitas metanol membran.

33 18 7. Karakterisasi Sampel Karakterisasi sampel bertujuan untuk mengetahui sifat fisik maupun kimia dari suatu sampel. Karakterisasi yang umum dilakukan untuk aplikasi membran elektrolit sel bahan bakar yaitu analisis gugus fungsi menggunakan alat spektroskopi inframerah (IR), analisis termal menggunakan alat Thermogravimetric Analyzer (TGA), analisis derajat pengembangan dengan perendaman, analisis kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode titrasi, dan analisis morfologi dengan mikroskop/sem. Beberapa penjelasan tentang analisis tersebut adalah sebagai berikut : a. Kapasitas Tukar Kation ( KTK ) Polimer yang digunakan sebagai material dalam pembuatan membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar harus memiliki kemampuan untuk menghantarkan proton, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian KTK. Kapasitas penukar kation menunjukkan jumlah mili ekivalen ion dalam 1 g polimer kering. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan perkiraan secara tidak langsung dari konduktivitas proton (Smitha et al., 2003). Penggunaan metode titrasi asam-basa merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis KTK, dimana polimer direndam dalam larutan garam NaCl kemudian dititrasi dengan larutan NaOH (Lufrano et al., 2000; Fu and Manthiram, 2006). Cara lainnya bisa dilakukan dengan merendam polimer dalam larutan NaOH kemudian ditirasi dengan asam sulfat (Handayani dkk., 2007; Smitha et al., 2003; Dewi, 2009). Nilai KTK dari polimer tersulfonasi dipengaruhi oleh derajat sulfonasi dari polimer tersebut, sehingga sulfonasi perlu dikontrol. Penelitian Carretta et al. (2000) menunjukkan polistirena tersulfonasi memiliki nilai KTK semakin besar (dari 0,93-1,41 meq/g) dengan meningkatnya konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat yang digunakan dari % mol. Peningkatan nilai KTK disebabkan jumlah gugus sulfonat yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini menyebabkan membran bersifat lebih hidrofil yang mampu menyerap air lebih banyak sehingga transport proton akan semakin baik (Handayani dkk., 2007). Nilai KTK dari membran komposit juga dipengaruhi oleh konsentrasi pengisi yang digunakan. Choi et al. (2010) melaporkan membran komposit

34 19 poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan variasi konsentrasi zeolit dari 0 % hingga 10 % memiliki nilai KTK yang berangsur-angsur berkurang dari 1,50 meq/g hingga 1,03 meq/g, hal ini dihubungkan dengan berkurangnya jumlah gugus sulfonat dalam membran karena interaksi gugus sulfonat dari polimer dengan gugus hidroksil dari partikel zeolit. b. Derajat Pengembangan (Swelling Degree) Penyerapan air oleh membran sangat penting dalam aplikasinya sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. Kandungan air yang tinggi dalam membran akan memfasilitasi transport proton, akan tetapi jika air yang diserap tertalu banyak akan menghasilkan membran yang secara mekanik kurang stabil karena sifat hidrofil yang tinggi dari membran (Swaminathan and Dharmalingam, 2009). Analisis derajat pengembangan dilakukan dengan merendam membran di dalam air dan dihitung dengan cara mengurangi berat membran basah dengan berat berat membran kering dibagi terhadap berat membran kering (Handayani dkk., 2007). Derajat pengembangan berhubungan dengan jumlah gugus sulfonat yang ada dalam membran. Penelitian Handayani dkk. (2007) menunjukkan derajat pengembangan membran meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi agen sulfonasi dan waktu sulfonasi, hal ini disebabkan jumlah gugus sulfonat yang bergabung pada membran lebih besar. Kemampuan penyerapan air pada membran komposit juga dipengaruhi oleh konsentrasi pengisi. Choi et al. (2010) melaporkan membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan konsentrasi zeolit yang semakin besar dari 0 % hingga 10 % mampu menurunkan derajat pengembangan membran. Penelitian lainnya, membran komposit polistirena etilen butilen polistirena (PSEBS) tersulfonasi yang dimodifikasi dengan montmorilonit dengan variasi yang meningkat dari 0-10 % menunjukkan derajat pengembangan membran semakin berkurang karena terjadinya interaksi gugus sulfonat dengan montmorilonit (Swaminathan and Dharmalingam, 2009).

35 20 c. Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi pada suatu sampel dapat dilakukan dengan spektroskopi inframerah (IR). Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan suatu material yang bermuatan pada strukturnya. Material polimer bermuatan dapat diperoleh melalui modifikasi secara kimia dengan sulfonasi. Gugus sulfonat yang terbentuk pada rantai polimer dapat dilakukan dengan membandingkan serapan bilangan gelombang dari spektra IR polimer yang belum tersulfonasi dan polimer yang telah tersulfonasi (Krishnan et al., 2006). Smitha et al. (2003) telah melaporkan analisis IR terhadap polistirena murni dan polistirena tersulfonasi. Polistirena memiliki serapan bilangan gelombang pada daerah 700 dan 780 cm -1 yang menunjukkan deformasi bidang luar C-H yang mengindikasikan monosubstitusi. Puncak baru yang muncul pada 520 cm -1 menunjukkan substitusi para yang mengindikasikan gugus sulfonat yang menyerang cincin fenil pada posisi para. Puncak pada 1360 cm -1 diidentifikasi berhubungan dengan stretching asimetrik ikatan S=O. Vibrasi simetrik ikatan S=O dihasilkan karakteristik pita serapan yang tersplit pada cm -1. Juga telah diamati perubahan yang tidak signifikan pada puncak 2925 cm -1 menunjukkan ikatan C-C dan puncak 3000 cm -1 yang menunjukkan ikatan C-H. Rubinger et al. (2007) mengamati spektra IR dari polistirena tersulfonasi pada daerah bilangan gelombang cm -1, tetapi untuk analisis gugus sulfonat diamati pada spektra dari daerah cm -1. Vibrasi gugus sulfonat teramati pada daerah cm -1. Pita serapan 1040 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur simetrik gugus sulfonat dan pada 1127 cm -1 menunjukkan anion sulfonat yang meyerang cincin fenil (Kucera et al., 1998 dalam Martins et al., 2003). Rubinger et al. (2007) melaporkan vibrasi asimetrik S=O pada 1180 cm -1 yang ditunjukkan sebagai pita lebar pada daerah sekitar cm -1. Menurut penelitian Febryani (2008), terdapat tiga puncak serapan khas polistirena tersulfonasi yaitu pada bilangan gelombang 1180, ,15 cm -1 yang dihasilkan dari vibrasi stretching simetrik O=S=O, vibrasi O-H pada bilangan gelombang 3446,79 cm -1, serta pada bilangan gelombang 904,61 cm -1 yang menunjukkan pada para-subtitusi commit benzena. to user

36 21 Membran komposit juga dapat dianalisis dengan spektroskopi IR, hal ini bertujuan untuk mengetahui interaksi gugus-gugus aktif pada material penyusun membran yang dapat diketahui dari pergeseran serapan gugus fungsi dari material yang digunakan dalam pembuatan membran komposit. Choi et al. (2010) melaporkan analisis IR dari membran polimer elektrolit berbasis komposit organik/anorganik dari poli(1,4-fenilen sulfida) (PPS) tersulfonasi dengan zeolit. Vibrasi ulur simetris dari gugus sulfonat teramati pada 1190 cm -1 pada membran SPPS murni, dengan pencampuran zeolit pita vibrasi ulur ini bergeser menuju bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada 1168 cm -1, yang mengindikasikan interaksi gugus sulfonat dari PPS tersulfonasi dengan partikel zeolit. Pita vibrasi ulur gugus hidroksil pada 3414 cm -1, berangsur-angsur terlihat mengalami pergeseran menuju bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada 3366 cm -1 dengan meningkatnya jumlah zeolit, hal ini mengindikasikan gugus sulfonat berinteraksi dengan gugus hidroksil dari zeolit melalui interaksi spesifik. d. Analisis Termal Analisis termal suatu polimer dapat dilakukan dengan Thermogravimetric Analyzer (TGA). Analisis TGA merupakan metode untuk menentukan ketahanan termal suatu sampel. Analisis TGA menunjukkan nilai perubahan massa sebagai fungsi kenaikan temperatur. Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan material polimer dengan ketahanan termal yang cukup tinggi karena proses pembentukan H + dari H 2 di dalam sistem sel bahan bakar membutuhkan pemanasan terlebih dahulu dan semakin tinggi suhu sistem maka pemecahan molekul H 2 akan semakin sempurna yaitu pada temperatur sekitar ºC. Smitha et al. (2003) telah menganalisis ketahanan termal dari beberapa polimer seperti polistirena, polisulfon, polikarbonat, dan poli(fenilen oksida) yang berpotensi untuk aplikasi membran penukar proton dalam PEMFC. Analisis TGA ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan termal dari polimer dan pengaruh gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer terhadap ketahanan termal dari polimer. Hasil penelitian menunjukkan adanya gugus sulfonat menurunkan ketahanan termal polimer karena gugus sulfonat terdegradasi pada temperatur yang lebih rendah.

37 22 Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah mengamati ketahanan termal dari polistirena tersulfonasi. Hasil penelitiannya menunjukkan polimer tersebut mengalami 3 tahap degradasi yaitu pada temperatur ºC yang menunjukkan lepasnya molekul air yang berada dalam membran. Tahap degradasi yang kedua terjadi pada temperatur ºC yang menunjukkan depolimerisasi polistirena tersulfonasi dan yang ketiga terjadi pada daerah temperatur ºC yang menunjukkan degradasi padatan residu. Penambahan pengisi anorganik dalam pembuatan membran terbukti mampu meningkatkan ketahanan termal membran komposit. Membran polistirena etilena butilena polistirena (PSEBS) tersulfonasi menunjukkan ketahanan termal hingga 219 ºC yang menunjukkan degradasi termal gugus sulfonat. Proses sulfonasi mengurangi ketahanan termal membran karena degradasi gugus sulfonat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Ketika dibuat membran komposit dengan penambahan montmorilonit, membran yang dibuat memiliki stabilitas termal lebih tinggi yang ditunjukkan oleh pelepasan gugus sulfonat dari rantai polimer terjadi pada temperatur 291 ºC (Swaminathan and Dharmalingam, 2009). Choi et al. (2010) melaporkan analisis TGA membran poli(1,4-fenilena sulfida) (PPS) tersulfonasi dan membran kompositnya dengan penambahan zeolit. Hasil analisis TGA menunjukkan membran komposit PPS tersulfonasi/zeolit mengalami tiga tahap degradasi, yaitu pada daerah 100 ºC yang mengindikasikan hilangnya air yang teradsorb oleh membran. Tahap kedua terjadi pada daerah 270 ºC yang menunjukkan degradasi gugus sulfonat dari rantai utama polimer, dan yang terakhir terjadi pada temperatur 460 ºC yang menunjukkan degradasi kerangka utama polimer. Berat residu dari membran komposit yang meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi zeolit mengindikasikan stabilitas termal mengalami penguatan dengan keberadaan zeolit. B. Kerangka Pemikiran Polistirena memiliki gugus aromatik pada rantai sampingnya sehingga dapat dilakukan modifikasi secara kimia dengan sulfonasi. Proses sulfonasi pada polistirena akan menghasilkan derajat commit sulfonasi to user yang berbeda, tergantung dari

38 23 bagaimana reaksi sulfonasi dikontrol. Sulfonasi pada polistirena dapat dikontrol dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat. Adanya gugus sulfonat yang bergabung pada rantai samping polimer akan meningkatkan sifat hidrofil dari polistirena tersulfonasi. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan maka derajat sulfonasi polimer meningkat, hal ini mengindikasikan jumlah gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer semakin besar. Derajat sulfonasi yang tinggi akan menyebabkan polimer bersifat semakin polar sehingga akan mudah berinteraksi dengan air. Kemudahan polimer berinteraksi dengan air akan meningkatkan kelarutan polimer. Gugus sulfonat (~SO 3 H) yang bergabung pada PST juga menyebabkan kemudahan polimer untuk melepaskan ion H + yang berpengaruh terhadap nilai kapasitas tukar kation (KTK) polimer. Semakin banyak gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer maka jumlah ion H + yang dipertukarkan akan semakin besar sehingga nilai KTK akan meningkat. Sulfonasi pada polimer akan menurunkan ketahanan termal dari polimer karena gugus sulfonat yang bergabung akan mengalami degradasi pada temperatur yang lebih rendah dibanding polimer awalnya. Sifat fisik dan kimia membran polistirena tersulfonasi dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pengisi berupa material anorganik seperti zeolit. Zeolit memiliki ketahanan termal yang tinggi dan telah dilaporkan sebagai material penghantar proton. Konsentrasi zeolit dalam pembuatan membran komposit akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia membran. Penambahan zeolit pada komposisi membran akan meningkatkan nilai KTK membran, akan tetapi pada konsentrasi yang semakin besar dapat menurunkan nilai KTK. Penurunan nilai KTK disebabkan adanya interaksi spesifik antara gugus sulfonat dari PST dengan gugus hidroksil dari kerangka zeolit sehingga jumlah gugus sulfonat menjadi semakin kecil. Adanya interaksi tersebut juga menyebabkan membran menjadi bersifat lebih hidrofil sehingga air yang diserap membran menjadi lebih banyak. Penyerapan air akan meningkatkan derajat pengembangan membran, akan tetapi pada konsentrasi pengisi yang semakin besar dapat menurunkan derajat pengembangan membran karena membran menjadi lebih rapat. Masuknya partikel zeolit dalam membran akan meningkatkan ketahanan termal membran komposit

39 24 karena zeolit memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi daripada polimer awal. Berdasarkan perkiraan sifat fisik dan kimia yang ada, maka membran komposit yang disintesis dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit dalam sel bahan bakar. C. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan rumusan masalah yang ada, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan dalam proses sulfonasi PS akan menyebabkan peningkatan derajat sulfonasi, kelarutan, dan kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi. 2. Semakin besar konsentrasi zeolit yang digunakan dalam komposisi membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit akan meningkatkan nilai kapasitas tukar kation (KTK), derajat pengembangan (DP), dan ketahanan termal membran komposit. Namun pada konsentrasi zeolit yang semakin besar dapat menurunkan nilai KTK dan DP membran komposit.

40 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data dan hasil. Proses sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan memvariasikan konsentrasi agen sulfonasi untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (PST) dengan berbagai derajat sulfonasi. Membran komposit dibuat dengan mencampurkan antara PST dan zeolit yang dikontrol dengan variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Polimer dan membran komposit yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji kapasitas tukar kation (KTK), derajat pengembangan (DP), spektroskopi inframerah (IR), X-ray Diffractometer (XRD), Thermogravimetric Analyzer (TGA), dan mikroskop digital. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Kimia MIPA UNS, Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia UNS, dan Laboratorium MIPA Terpadu Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Juli selesai. C. Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut : Alat yang digunakan antara lain : Peralatan gelas, seperangkat alat refluks, seperangkat alat titrasi, stirrer, hot plate, oven, plat kaca, termometer, neraca digital, mikroskop digital Nicon Eclipse E200, spektrofotometer IR Prestige-21 SHIMADZU, X-Ray Diffractometer 6000 SHIMADZU, dan STA PT 1600 LINSEIS. Bahan yang digunakan antara lain : Polistirena (Mw = ) dari Aldrich, zeolit alam dari perusahaan SASTROSUGITO-Pandansimping, Klaten, zeolit sintetik dari Lemigas Jakarta, asam sulfat 96 % (E. Merck), anhidrida asetat (E. Merck), 1,2-diklorometan (E. commit Merck), to user 2-propanol (E. Merck), NaOH (E. 25

41 26 Merck), HCl 37 % (E. Merck), NaCl (E. Merck), polietilen glikol (E. Merck), akuades, kertas saring Whatman 42, indikator PP, dan dimetil asetamida (E. Merck). D. Prosedur Penelitian 1. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Zeolit alam dihaluskan dan diayak 150 mesh. Zeolit yang didapat selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, TGA, dan kapasitas tukar kation (KTK). Pada zeolit sintetik juga dilakukan karakterisasi yang sama seperti pada zeolit alam. 2. Pembuatan Asetil Sulfat Pembuatan asetil sulfat mengacu prosedur yang dilakukan oleh Makowski et al. (1975). Sebanyak 395,7 ml 1,2-diklorometana dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml yang sudah direndam es batu kemudian ditambahkan anhidrida asetat sebanyak 76,3 ml dan diaduk. Campuran tersebut didinginkan sampai suhu kurang dari 10 ºC kemudian ditambahkan asam sulfat 96 % sebanyak 28 ml dan diaduk sehingga diperoleh 500 ml larutan asetil sulfat 1 M. 3. Pembuatan Polistirena Tersulfonasi Sulfonasi polistirena mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Martins et al. (2003) dan Smitha et al. (2003). Sebanyak 20 ml 1,2-diklorometana dimasukkan dalam labu leher dua kemudian ditambahkan polistirena sebanyak 8 gram, distirer sampai semua polistirena larut dan jenuh. Setelah polistirena larut dan jenuh kemudian ditambahkan asetil sulfat dari 10 ml sampai dengan 50 ml dan direfluks pada suhu ± 50 ºC selama 1 jam. Reaksi diterminasi dengan penambahan 2-propanol sebanyak 10 ml. Polistirena tersulfonasi (PST) diisolasi dengan meneteskan larutan PST ke dalam air mendidih sehingga diperoleh padatan polistirena tersulfonasi basah, kemudian dioven pada suhu ± 60 ºC selama satu malam untuk mendapatkan polistirena tersulfonasi kering, selanjutnya dilakukan karakterisasi.

42 27 4. Pembuatan Membran Komposit Zeolit direndam dalam larutan DMAc selama satu malam. Polistirena tersulfonasi dan PEG yang ditambahkan masing-masing dibuat tetap yaitu 20 % dan 10 % dari berat total 10 gram. Pengadukan dibantu dengan stirer sampai diperoleh campuran yang homogen kemudian didiamkan selama satu malam. Campuran tersebut dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu ruang. Membran komposit yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji KTK, derajat pengembangan, XRD, TGA, FTIR, dan mikroskop digital. Perbandingan masing-masing komposisi material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran Komposit Komposisi Material % (b/b) Jenis Membran PST PEG Zeolit DMAc KTZ (Komposit Tanpa Zeolit) KZA (Komposit Zeolit Alam) KZS (Komposit Zeolit Sintetik) Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) Analisis KTK mengacu prosedur yang dilakukan Lufrano et al. (2000) polistirena tersulfonasi (PST) kering sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam gelas beker lalu ditambahkan HCl 0,1 M sebanyak 50 ml dan ditutup dengan alumunium foil selanjutnya dioven pada suhu ºC selama satu jam. Setelah satu jam campuran tersebut disaring dan dipisahkan antara filtrat dengan adatannya. Padatan tersebut selanjutnya direndam dengan NaCl 1 M sebanyak 100 ml dan distirer selama 12 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diambil 25 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator commit PP, kemudian to user dititrasi dengan NaOH 0,05 M

43 28 sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Saat terjadi perubahan warna, dicatat volume NaOH yang dibutuhkan. Pengukuran KTK zeolit juga menggunakan prosedur yang sama dengan PST, sedangkan untuk analisis KTK dari membran komposit, terlebih dahulu membran dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dilakukan langkah yang sama dengan analisis KTK dari PST dan dititrasi dengan NaOH 0,005 M. Nilai KTK dihitung dengan persamaan (1) sebagai berikut: Dimana V adalah volume NaOH (ml) yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen titrasi, sedangkan M adalah konsentrasi dari larutan NaOH (M) yang digunakan sebagai titran. 6. Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi zeolit, polistirena, polistirena tersulfonasi dan membran komposit ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometer IR Prestige-21 SHIMADZU. Spektra IR komposit membran dicatat pada bilangan gelombang antara 4000 dan 400 cm -1 dengan resolusi 4 cm -1. Sampel dicampurkan dengan KBr dan dibuat dalam bentuk pelet KBr kemudian dianalisis IR. 7. Analisis Kristalinitas Sampel Polistirena tersulfonasi, zeolit, dan membran komposit PST/Zeolit dianalisis menggunakan difraksi sinar-x Cu Kα, λ = 1,54060 Å (XRD-6000 SHIMADZU) pada 2θ = 5 s/d 70º untuk mengetahui kristalinitas sampel yang dianalisis. 8. Analisis Termal Ketahanan termal dari zeolit, polistirena, PST, dan membran komposit ditentukan dengan alat TG/DTA (STA PT 1600 LINSEIS). Sampel dipanaskan dengan laju 20 C/menit sampai dengan 700 C pada kondisi atmosfer ruang.

44 29 9. Analisis Derajat Pengembangan (DP) Membran dipotong ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dioven pada suhu ºC selama 12 jam dan ditimbang berat keringnya. Membran tersebut lalu direndam dengan aquades selama 24 jam dan ditimbang berat basahnya. Derajat pengembangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut : E. Teknik Pengumpulan Data Dalam sintesis polistirena tersulfonasi (PST), dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi akan didapatkan titik kepolaran yang ditandai dengan larutnya polistirena tersulfonasi saat diisolasi. Selanjutnya dilakukan uji kapasitas tukar kation (KTK) terhadap masing-masing PST untuk memperoleh data KTK. Berdasarkan data KTK tersebut maka dapat ditentukan derajat sulfonasi dari masing-masing polistirena tersulfonasi. Polisiren tersulfonasi yang digunakan dalam pembuatan membran komposit adalah PST dengan nilai KTK dan nilai rendemen yang cukup tinggi. Setelah diperoleh membran komposit, selanjutnya juga dilakukan uji KTK untuk memperoleh data seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit Jenis membran Berat (g) V NaOH (ml) [NaOH] (M) KTK (meq/g) 25 ml 100 ml KTZ KZA 3 % KZA 5 % KZA 7 % KZS 3 % KZS 5 % KZS 7 %

45 30 Pengujian lainnya yang dilakukan untuk mengumpulkan data antara lain : 1. Serapan bilangan gelombang masing-masing gugus fungsi dari zeolit, PS, PST, dan membran kompositnya dilakukan analisis menggunakan FTIR. 2. Tingkat kristalinitas material penyusun membran dan membran kompositnya dianalisis menggunakan XRD. 3. Tingkat/derajat pengembangan membran komposit dalam air diuji melalui derajat pengembangan (DP). 4. Morfologi dan homogenitas dari permukaan membran komposit dianalisis menggunakan mikroskop digital. 5. Ketahanan termal dari material penyusun membran dan membran kompositnya dianalisis menggunakan TGA. F. Teknik Analisis Data Masing-masing data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan beberapa metode diantaranya : 1. Hubungan konsentrasi agen sulfonasi dengan nilai KTK dan rendemen/kelarutan dibuat grafik untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen/kelarutan PST. 2. Spektra IR dari PS dan PST dibandingkan untuk menegaskan bahwa polimer telah memiliki gugus sulfonat, dan dibandingkan pula dengan literatur. Spektra IR zeolit juga dibandingkan dengan literatur untuk memastikan serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi adalah milik zeolit. Spektra IR PST, zeolit, dan membran kompositnya dibandingkan untuk mengetahui interaksi antara PST dengan zeolit dengan melihat pergeseran serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi. 3. Data puncak pada 2θ difraktogram hasil analisis XRD zeolit alam dan zeolit sintetik dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data nilai d dari zeolit standar. Pembandingan ini untuk memastikan bahwa sampel adalah mineral zeolit. Pola difraktogram polistirena tersulfonasi dan

46 31 membran kompositnya juga dibandingkan untuk mengetahui perubahan tingkat kristalinitas sampel. 4. Data analisis derajat pengembangan dari membran tanpa zeolit (KTZ) dibandingkan dengan variasi konsentrasi zeolit baik pada membran KZA maupun KZS dan masing masing nilai KTK-nya juga dibandingkan untuk mengetahui hubungan ketiga variabel tersebut. 5. Data morfologi permukaan membran KTZ dibandingkan dengan data morfologi membran KZA dan KZS untuk mengetahui homogenitas dan pengaruh konsentrasi zeolit terhadap sebaran partikel dalam komposit. 6. Termogram TGA dari PS dengan PST dibandingkan untuk mengetahui pengaruh sulfonasi terhadap ketahanan termal material. Ketahanan termal ditentukan dengan melihat pergeseran termogram sampel, dimana pergeseran semakin ke arah kanan menunjukkan peningkatan ketahanan termal. Selain itu dapat juga dengan melihat pergeseran termogram delta massa yang hilang, dimana pergeseran termogram delta massa semakin ke arah bawah menunjukkan penurunan ketahanan termal. Selanjutnya data termogram dari membran komposit tanpa zeolit (KTZ) dibandingkan dengan data termogram dari membran KZA maupun membran KZS untuk mengetahui pengaruh zeolit dengan variasi konsentrasi pada membran komposit.

47 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mineral Zeolit Spektra difraksi sinar-x sampel zeolit alam (ZA) dan zeolit sintetik (ZS) (Gambar 8) memberikan informasi tentang jenis mineral dan tingkat kristalinitas komponen penyusun sampel. Analisis jenis mineral penyusun sampel dilakukan dengan membandingkan nilai d atau 2θ pada sampel dengan nilai d atau 2θ dari data standar sehingga akan diketahui jenis mineral di dalam sampel, sedangkan tingkat kristalinitas komponen penyusun sampel ditunjukkan oleh tinggi rendahnya intensitas puncak. Gambar 8. Spektra XRD sampel zeolit Gambar 8 di atas menunjukkan kemiripan pola spektra XRD zeolit alam dan zeolit sintetik. Kemiripan spektra kedua jenis sampel tersebut dapat disebabkan karena kesamaan kandungan jenis mineral penyusun sampel. Nilai d untuk kedua jenis sampel dibandingkan commit dengan to user nilai d dari standar (dapat dilihat 32

48 33 pada Lampiran 15) yang menunjukkan karakteristik mineral mordenit. Nilai d yang muncul untuk sampel ZA dan ZS ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Nilai d Sampel Zeolit Nilai d (Å) Zeolit Alam Zeolit Sintetik Standar (mordenit) 3,921 3,422 3,168 3,941 3,433 3,166 3,880 3,476 3,156 Kedua jenis zeolit menunjukkan derajat kristalinitas yang cukup tinggi, hal tersebut dapat diketahui dari persentase intensitas relatif (I relatif ). Sampel zeolit alam memiliki intensitas relatif sebesar 82,79 % sedangkan untuk zeolit sintetik memiliki intensitas relatif sebesar 88,85 % (Lampiran 21). Hasil ini menunjukkan tingkat kemurnian zeolit sintetik lebih tinggi yang dapat disebabkan jumlah pengotor yang lebih sedikit dibanding zeolit alam. Kandungan mineral mordenit antara kedua jenis sampel zeolit hampir sama. Hasil perhitungan (Lampiran 21) menunjukkan kandungan mineral mordenit dalam zeolit sintetik sebesar 73,73 % dan dalam sampel zeolit alam sebesar 73,73 %. Mineral mordenit merupakan jenis mineral penyusun zeolit, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel ini adalah batuan zeolit. Kristalinitas yang cukup tinggi dari sampel zeolit dapat mempengaruhi kristalinitas membran komposit ketika digunakan sebagai pengisi (filler) sehingga dapat diketahui pengaruh masuknya partikel zeolit dalam komposisi membran. B. Analisis Gugus Fungsi Sampel Zeolit Analisis gugus fungsi dilakukan untuk penentuan serapan bilangan gelombang dari gugus fungsi dalam padatan zeolit. Analisis gugus fungsi dengan spektroskopi IR dilakukan pada daerah bilangan gelombang cm -1, hal ini bertujuan untuk mengamati gugus fungsi spesifik dari kerangka zeolit. Hasil pengamatan dengan spektrofotometer commit IR to pada user sampel zeolit diperoleh spektra

49 34 seperti yang terlihat pada Gambar 9. Spektra IR tersebut menunjukkan bahwa zeolit alam mempunyai puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3439,08; 1637,5; 1047,35; 794,67; dan 464,84 cm -1. Hasil yang hampir sama ditunjukkan pada serapan bilangan gelombang pada zeolit sintetik yaitu pada 3454,4; 1633,66; 1062,75; 785,01; dan 460,98 cm -1. Hasil analisis gugus fungsi kedua jenis sampel zeolit dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Spektra IR sampel zeolit Puncak serapan pada 3439,08 cm -1 (ZA) dan 3454,4 cm -1 (ZS) merupakan vibrasi ulur (stretching) OH dari molekul air yang teradsorb. Hasil yang hampir sama dengan karakter mordenit pada kisaran 3453,37 cm -1 (Moreno et al., 2010) dan karakter zeolit alam Gunung Kidul pada kisaran 3451,41 cm -1 (Tjie Kok, 2008). Serapan pada 1637,5 cm -1 (ZA) dan 1633,66 cm -1 (ZS) merupakan vibrasi tekuk gugus OH dari molekul air yang teradsorb. Hasil yang hampir sama dengan karakter mordenit pada kisaran 1627,92 cm -1 (Bhadauria et al., 2011). Moreno et

50 35 al. (2010) melaporkan vibrasi tekuk OH pada mordenit terjadi pada daerah 1648,49 cm -1. Puncak pada daerah cm -1 merupakan vibrasi ulur (stretching) asimetris Si-O-Si atau Al-O-Al pada TO 4 (Bhadauria et al., 2011). Serapan tersebut ditunjukkan oleh adanya puncak pada daerah 1047,35 cm -1 (ZA) dan 1062,75 cm -1 (ZS). Hasil yang hampir sama dengan karakter mordenit pada kisaran 1045,1 cm -1 (Bhadauria et al., 2011). Sedangkan puncak 794,67 cm -1 (ZA) dan 785,01 cm -1 (ZS) menunjukkan vibrasi stretching simetris gugus Si-O atau Al-O. Hasil yang hampir sama dengan serapan zeolit alam Gunung Kidul pada bilangan gelombang 798,38 cm -1 (Tjie Kok, 2008). Bhadauria et al. (2011) mengamati hal tersebut pada mordenit yang memiliki serapan bilangan gelombang pada 785,03 cm -1 sedangkan Moreno et al. (2010) melaporkan vibrasi stretching simetris Si-O atau Al-O terjadi pada 793,56 cm -1. Puncak serapan pada kisaran cm -1 menunjukkan vibrasi ikatan tekuk TO 4 jalinan internal kerangka zeolit. Hasil analisis terhadap kedua jenis sampel zeolit menunjukkan serapan tersebut terjadi pada 464,84 cm -1 (ZA) dan 460,98 cm -1 (ZS). Srihapsari (2006) mengamati hal tersebut pada zeolit alam Bandung yang menunjukkan serapan pada 466,7 cm -1, sedangkan Bhadauria et al. (2011) melaporkan vibrasi tekuk TO 4 mordenit terjadi pada 460,99 cm -1. Berdasarkan hasil analisis spektra IR dapat diketahui bahwa kedua sampel zeolit menunjukkan karakteristik gugus fungsi yang sama, yaitu karakteristik kerangka struktur zeolit tipe mordenit. Adanya kesamaan jenis mineral penyusun dan gugus fungsi pada kerangka zeolit diharapkan mampu menghasilkan membran komposit dengan karakteristik yang mirip. C. Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PST) Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan kelarutan polimer hasil sulfonasi serta pengaruhnya terhadap derajat sulfonasi polimer. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan sulfonasi suatu polimer, sehingga dengan penelitian ini akan dapat diketahui commit hubungan to user dari ketiga faktor tersebut. Proses

51 36 sulfonasi dilakukan pada polistirena (PS) untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (PST) dengan gugus sulfonat (~SO 3 H) pada rantai sampingnya. Reaksi sulfonasi merupakan reaksi substitusi elektrofilik yang bertujuan menggantikan atom H dengan gugus ~SO 3 H pada cincin aromatik melalui ikatan kimia pada atom karbonnya. Adanya gugus sulfonat pada cincin aromatis tersebut menyebabkan PS memiliki gugus bermuatan sehingga dapat menghantarkan proton. Polimer dan agen sulfonasi harus berada pada fase yang sama. Pelarut yang digunakan tidak boleh bereaksi dengan polimer maupun dengan agen sulfonasi. Pemilihan agen sulfonasi berperan penting dalam kehomogenan suatu reaksi sulfonasi. Pada penelitian ini dipilih agen sulfonasi asetil sulfat, hal ini didasarkan pada sifat kompatibilitas antara polimer dengan agen sulfonasi dan diharapkan distribusi sulfonat pada polistirena menjadi lebih merata (Makowski et al,. 1975; Martins et al., 2003; Smitha et al., 2003). Pembuatan agen sulfonasi asetil sulfat dan sintesis PST menggunakan diklorometana sebagai pelarut dari agen sulfonasi dan polistirena untuk mendapatkan kondisi reaksi sulfonasi yang lebih homogen. Pembuatan asetil sulfat dilakukan pada temperatur kurang dari 10 C untuk mencegah kerusakan dan penguapan pelarut karena asetil sulfat bersifat tidak stabil dan harus segera digunakan setelah pembuatannya. Reaksi sulfonasi pada polistirena seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10. Reaksi sulfonasi polistirena (Martins et al., 2003) Gambar 10 menunjukkan bahwa proses sulfonasi PS menghasilkan PST yang memiliki gugus sulfonat (~SO 3 H) pada rantai sampingnya. Polistirena memiliki gugus (~CH) yang merupakan gugus pendorong elektron, hal ini menyebabkan posisi para/orto menjadi lebih negatif daripada posisi meta. Gugus

52 37 sulfonat yang berasal dari asetil sulfat dengan mudah dapat menyerang pada posisi orto/para. Adanya efek sterik menyebabkan gugus sulfonat lebih mudah menyerang posisi para daripada posisi orto karena lebih stabil. Derajat sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan mengatur konsentrasi agen sulfonasi yang ditambahkan pada proses sulfonasi. Pada penelitian ini dilakukan variasi penambahan asetil sulfat dari 10 ml hingga 50 ml untuk mendapatkan polistirena tersulfonasi dengan derajat sulfonasi yang berbeda. Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan polistirena dengan derajat sulfonasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan polimer terlarut di dalam air. Kelarutan PST dalam air tidak diinginkan karena akan menurunkan kemampuan polimer dalam aplikasinya sebagai membran polimer elektrolit. Polistirena awal sebelum proses sulfonasi berupa kristal berwarna bening seperti yang terlihat pada Gambar 11 (A). Proses sulfonasi mampu meningkatkan massa polistirena, hal ini disebabkan adanya gugus sulfonat yang ditambahkan pada polimer berkontribusi dalam meningkatkan massa polimer. Pada penelitian ini, dari berat rata-rata PS 8 g dapat menghasilkan PST sekitar 9 g. Polistirena tersulfonasi yang dihasilkan dengan penambahan 10 ml asetil sulfat diberi simbol PST 10, begitu juga untuk penambahan asetil sulfat 20, 30, 40, dan 50 ml diberi simbol PST 20, PST 30, PST 40, dan PST 50. Polistirena tersulfonasi yang dihasilkan pada penelitian ini berupa padatan berwarna putih seperti yang terlihat pada Gambar 11 (B). Gambar 11. Polistirena (A) dan polistirena tersulfonasi (B)

53 38 1. Analisis Gugus Fungsi Polistirena dan Polistirena Tersulfonasi Analisis gugus fungsi dilakukan untuk menegaskan adanya gugus fungsi baru yang bergabung pada kerangka polimer PS. Gugus fungsi polistirena dan polistirena tersulfonasi dianalisis dengan membandingkan serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsional polimer sebelum dan sesudah sulfonasi. Spektra IR polistirena dan polistirena tersulfonasi ditunjukkan oleh Gambar 12. Gambar 12. Spektra IR commit polistirena to user dan polistirena tersulfonasi

54 39 Hasil analisis gugus fungsi (Gambar 12) menunjukkan polistirena tersulfonasi telah berhasil disintesis yang ditandai adanya serapan pita lebar yang khas pada daerah bilangan gelombang 1124,5-1222,87 cm -1. Serapan pada daerah tersebut menunjukkan vibrasi ulur (stretching) asimetrik gugus O=S=O. Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan bahwa vibrasi ulur simetrik gugus sulfonat PST ditunjukkan adanya pita serapan pada daerah 1040 cm -1, sedangkan vibrasi ulur asimetrik O=S=O ditunjukkan oleh adanya pita serapan lebar pada daerah cm -1. Perbedaan serapan pita vibrasi gugus sulfonat hasil sintesis dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan baru berupa gugus sulfonat pada rantai polimer sehingga pita vibrasi mengalami pergeseran. Gambar 12 juga menunjukkan pita serapan lain yang muncul, yaitu pada daerah 696,23-758,02 cm -1 yang mengindikasikan vibrasi ikatan C-H pada monosubstitusi benzena. Vibrasi ikatan C=C pada cincin aromatik ditunjukkan pada daerah 1452,4-1600,92 cm -1. Pita serapan pada 2922, ,16 cm -1 menunjukkan ikatan vibrasi pada cincin alifatik sedangkan vibrasi ikatan C-H pada cincin aromatik ditunjukkan oleh pita serapan pada 3024,38 cm -1. Vibrasi stretching O-H ditunjukkan oleh pita serapan lebar pada 3419, ,15 cm -1. Hasil pengamatan spektra IR (Gambar 12) hampir mirip dengan penelitian sebelumnya. Smitha et al. (2003) telah melaporkan polistirena tersulfonasi memiliki serapan bilangan gelombang pada daerah 700 dan 780 cm -1 yang menunjukkan deformasi bidang luar C-H yang mengindikasikan mono-substitusi. Puncak pada 1360 cm -1 diidentifikasi sebagai vibrasi stretching asimetrik ikatan O=S=O. Vibrasi simetrik ikatan O=S=O ditunjukkan oleh karakteristik pita serapan pada daerah cm -1. Telah diamati pula perubahan yang tidak signifikan pada puncak 2925 cm -1 menunjukkan ikatan C-H alifatik dan puncak 3000 cm -1 yang menunjukkan ikatan C-H aromatik. Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah mengamati pita vibrasi O-H stretching pada PST terjadi di daerah 3407 cm -1.

55 40 2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), Derajat Sulfonasi (DS), dan Rendemen dari Polistirena Tersulfonasi Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan suatu material polimer yang memiliki kemampuan menukarkan ion sehingga perlu dianalisis melalui uji KTK. Semakin besar nilai KTK maka kinerja sel bahan bakar akan semakin baik karena jumlah kation yang dipertukarkan semakin banyak sehingga energi listrik yang dihasilkan juga semakin besar. Kapasitas tukar kation menyatakan jumlah mili ekivalen asam sulfonat per gram berat polimer. Tujuan analisis KTK disini adalah untuk mengetahui kemampuan PST untuk menukarkan kation yang terikat pada gugus fungsinya dengan kation lain yang diberikan pada sistem. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen ditunjukkan oleh Gambar 13. Gambar 13. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang ditambahkan maka nilai KTK-nya juga semakin besar, hasil ini seperti penelitian yang telah dilakukan Elabd and Napadensky (2004). Perhitungan nilai KTK dan rendemen commit to dapat user dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

56 41 Semakin banyak jumlah agen sulfonasi yang ditambahkan maka gugus sulfonat (~SO 3 H) akan semakin banyak sehingga ion H + yang bisa dipertukarkan juga semakin banyak, hal ini akan menyebabkan peningkatan kapasitas tukar kationnya. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa PST 40 mengalami penurunan nilai KTK, yang seharusnya memiliki nilai KTK yang lebih tinggi dari PST 30 sedangkan untuk PST 50 tidak diperoleh hasil. Nilai KTK PST 40 yang menurun kemungkinan disebabkan gugus sulfonat dari PST 40 banyak yang terlarut di dalam air sehingga pada saat dianalisis KTK nilainya menjadi kecil. Fakta ini juga didukung dengan rendemen PST 40 yang lebih kecil daripada PST 30 sedangkan pada PST 50 tidak diperoleh hasil karena semua polimer larut dalam air ketika diisolasi. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi ditunjukkan Gambar 14. Gambar 14. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi Gambar 14 di atas menunjukkan peningkatan derajat sulfonasi dengan semakin meningkatnya konsentrasi agen sulfonasi. Perhitungan derajat sulfonasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 14 juga menunjukkan PST 30 yang memiliki derajat sulfonasi yang lebih tinggi dibanding PST 40, oleh karena itu

57 42 nilai KTK PST 30 juga lebih tinggi. Penurunan derajat sulfonasi PST 40 disebabkan derajat sulfonasi yang terlalu tinggi sehingga banyak gugus sulfonat dari PST 40 yang larut di dalam air saat diisolasi. Ketika dilakukan analisis derajat sulfonasi maka hanya gugus sulfonat yang terisolasi saja yang dapat dianalisis, sedang gugus sulfonat yang larut di dalam air tidak ikut dianalisis. Fakta ini juga didukung oleh PST 50 yang tidak didapatkan hasil karena derajat sulfonasi yang lebih tinggi dari PST 40 sehingga semua polimer terlarut di dalam air saat diisolasi. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dipilih PST 30 untuk digunakan dalam pembuatan membran komposit PST/zeolit karena memiliki nilai KTK dan rendemen yang cukup tinggi dibanding komposisi yang lainnya. Ketika digunakan dalam sintesis membran komposit diharapkan mampu menghasilkan membran nilai KTK yang cukup baik untuk aplikasi membran elektrolit. 3. Analisis Termal Polistirena (PS), Polistirena Tersulfonasi (PST), dan Zeolit Stabilitas termal dari polistirena (PS) dan polistirena tersulfonasi (PST) dianalisis menggunakan TGA. Dalam analisis TGA, sampel mulai mengalami perubahan massa atau reaksi degradasi ditunjukkan oleh penyimpangan terhadap garis horizontal dan degradasi telah sempurna apabila tercapai kurva horizontal dan tidak mengalami perubahan kembali. Suatu reaksi degradasi yang tidak diikuti oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis dengan TGA. Untuk menentukan tahap degradasi suatu sampel dapat dilakukan dengan cara melihat suhu awal degradasi dan suhu akhir degradasi. Suhu awal degradasi sampel dapat disebabkan karena pelepasan air, pelarut, atau mulai terdegradasinya molekulmolekul kecil dalam sampel, sedangkan pada suhu akhir degradasi dapat disebabkan karena pemutusan rantai utama material menghasilkan molekul yang lebih kecil. Termogram hasil analisis TGA polistirena dan polistirena tersulfonasi ditunjukkan pada Gambar 15.

58 43 Gambar 15. Termogram PS dan PST dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi Gambar 15 menunjukkan bahwa PS murni mengalami satu tahap degradasi, yaitu degradasi rantai utama polistirena pada suhu sekitar 350 o C. Sedangkan PST mengalami 2 tahap degradasi, yaitu degradasi pertama terjadi pada suhu sekitar 100 o C merupakan lepasnya molekul air. Adanya kandungan air dalam PST diakibatkan oleh adanya gugus sulfonat yang bersifat higroskopis yang mampu menyerap air. Degradasi yang kedua adalah degradasi rantai utama polistirena yang mulai terdegradasi pada suhu sekitar 300 o C. Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian sebelumnya. Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah mengamati ketahanan termal dari polistirena tersulfonasi. Hasil penelitiannya menunjukkan polimer tersebut mengalami 2 tahap degradasi yaitu pada temperatur ºC yang menunjukkan lepasnya molekul air yang berada dalam membran. Tahap degradasi yang kedua terjadi pada temperatur ºC yang menunjukkan depolimerisasi polistirena tersulfonasi. Gambar 15 menunjukkan pada PST 10, PST 20, PST 30, dan PST 40 memiliki pola termogram yang mirip, commit namun to user PST 10 dan PST 20 masih memiliki

59 44 sifat stabilitas termal yang lebih tinggi dari PST 30 dan PST 40 meski tidak jauh berbeda. Hal tersebut ditunjukkan oleh termogram PST 10 dan 20 yang sedikit bergeser ke arah kanan dan memiliki selisih kehilangan massa yang lebih kecil. Jadi dapat disimpulkan semakin banyak agen sulfonasi yang ditambahkan maka mengakibatkan ketahanan termal dari polimernya semakin menurun. Gambar 16 menunjukkan hasil analisis TGA material penyusun membran. Gambar 16. Termogram zeolit, PS, PST, dan membran PST Dari Gambar 16 tersebut dapat diketahui kedua sampel zeolit belum mengalami degradasi pada temperatur hingga 700 ºC, hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut memiliki ketahanan termal yang cukup tinggi. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa membran komposit PST mengalami 3 tahap degradasi, yaitu pada suhu sekitar 100 C yang menunjukkan terjadinya pelepasan molekul air yang terkandung di dalam membran, suhu degradasi kedua terjadi pada suhu sekitar 180 C yang menunjukkan terdegradasinya rantai utama PEG karena dalam pembuatan membran komposit digunakan PEG sebagai pemlastis, hal ini sesuai dengan pola pada PST yang memiliki 2 tahap degradasi. Sedangkan tahap degradasi yang terakhir membran PST terjadi pada suhu di atas 300 C yang menunjukkan degradasi rantai utama polimer menjadi molekul yang lebih kecil.

60 45 D. Sintesis Membran Komposit Pembuatan komposit bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan sifat kimia membran sebagai material elektrolit. Pembuatan membran komposit menggunakan metode inversi fasa dengan pencetakan larutan. Metode ini meliputi beberapa tahapan yaitu pembuatan larutan cetak yang homogen, pencetakan larutan, penguapan pelarut, dan difusi antara pelarut dengan non pelarut (Mulder, 1996). Pada penelitian ini polistirena tersulfonasi dicampurkan zeolit dengan konsentrasi bervariasi % (b/b), yang berfungsi sebagai pengisi untuk menghasilkan membran komposit. Pembuatan membran komposit juga menggunakan polietilena glikol (PEG) sebagai pemlastis (plasticizer) agar membran yang dihasilkan tidak retak, memiliki permukaan yang halus, dan bersifat lebih elastis. Material penyusun membran dilarutkan dalam pelarut dimetilasetamida (DMAc), pelarut ini dipilih karena dapat melarutkan dengan baik material yang digunakan. Pada saat larutan campuran dicetak di atas plat kaca, sebagian pelarut pada lapisan atas akan menguap dengan mengalami difusi ke udara. Proses ini akan menyebabkan lapisan atas kekurangan pelarut sedangkan lapisan bawah menjadi kaya akan pelarut. Temperatur ruang dan kelembaban udara akan mempengaruhi penguapan pelarut, kemudian akan terjadi pemisahan fasa. Selama pemisahan fasa berlangsung, fasa yang kaya polimer akan membentuk matriks membran sedangkan fasa yang miskin polimer akan membentuk pori. Lapisan atas yang kekurangan pelarut akan membentuk pori yang berukuran lebih kecil daripada lapisan bawah. Perbedaan ukuran pori ini akan menghasilkan membran berstruktur asimetrik. Lapisan atas dari membran asimetrik akan menentukan selektivitas membran. Membran yang dihasilkan berbentuk lembaran tipis dan transparan, seperti yang terlihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.

61 46 Gambar 17. Membran komposit PST tanpa penambahan zeolit (KTZ) Gambar 18. Membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik (A) dan membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam (B) Komposisi material penyusun membran merupakan faktor penting dalam pembuatan membran karena membran akan sulit dicetak bila larutan membran terlalu encer atau kental. Pada penelitian ini, komposisi polistirena tersulfonasi dan PEG dibuat tetap yaitu masing-masing sebesar 20 % dan 10 %, sedangkan jumlah dan jenis dari zeolit divariasikan. Membran komposit yang dihasilkan diberi kode sesuai dengan jenis dan jumlah zeolit yang digunakan. Membran komposit PST tanpa zeolit diberi kode KTZ, sedangkan membran komposit PST/zeolit alam diberi nama KZA dan membran komposit PST/zeolit sintetik

62 47 diberi nama KZS. Persentase (%) pada masing-masing membran komposit menunjukkan konsentrasi zeolit yang digunakan (b/b). 1. Analisis Gugus Fungsi Membran Komposit Analisis gugus fungsi membran komposit dilakukan dengan spektroskopi IR dan hasil analisis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. Gambar 19. Spektra IR membran komposit Analisis gugus fungsi terhadap membran komposit bertujuan untuk mengetahui serapan bilangan gelombang commit to dari user masing-masing gugus fungsi pada

63 48 membran komposit. Membran komposit dapat memiliki karakteristik serapan bilangan gelombang dari gugus fungsi material penyusunnya. Adanya interaksi spesifik antara gugus-gugus fungsi dari material penyusun membran dapat menyebabkan pergeseran serapan bilangan gelombang. Interaksi tersebut akan mempengaruhi karakteristik membran komposit yang dihasilkan. Pergeseran pita serapan dapat diketahui dengan membandingkan pita serapan material penyusun awal dengan pita serapan membran. Serapan bilangan gelombang masing-masing gugus fungsi pada membran komposit ditunjukkan Tabel 4. Tabel 4. Serapan Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Membran Komposit Jenis vibrasi Bilangan gelombang ( cm -1 ) PST 30 KTZ KZS KZA Ikatan vibrasi tekuk Si-O ,13 459,06 Vibrasi tekuk Si-O pada ,46 833,25 kerangka zeolit Ikatan C-H pada 756,02 759,95 758,02 759,95 monosubstitusi benzen Ikatan rentangan Si-O-Si , ,5 Ikatan vibrasi dari gugus fungsi 1174, , , ,15 O=S=O Ikatan C=C pada cincin 1452, ,4 1452, , 40 aromatik Ikatan vibrasi tekuk gugus O-H , ,92 teradsorb Ikatan C-H alifatik 2922, ,3 2920, ,23 Ikatan C-H pada cincin aromatik 3024, , , ,10 Ikatan vibrasi regangan O-H 3437, , , , 15 Spektra IR membran komposit (Gambar 19) menunjukkan adanya pergeseran bilangan gelombang, yaitu vibrasi ulur Si-O-Si dari 1047,35 cm -1 pada zeolit alam dan 1062,75 cm -1 pada zeolit sintetik (Gambar 9) bergeser menjadi 1097,5 cm -1 pada KZA dan 1089,78 cm -1 pada KZS. Selain itu juga terjadi pergeseran bilangan gelombang pada serapan gugus sulfonat dari 1174,65 cm -1 pada PST menjadi 1215,15 cmcommit -1 pada to KZA user dan 1219,01 cm -1 pada KZS.

64 49 Terjadinya pergeseran bilangan gelombang ini dapat disebabkan terjadinya interaksi spesifik antara gugus sulfonat dari polistirena tersulfonasi dengan gugus hidroksil dari kerangka zeolit. 2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Derajat Pengembangan (DP) Membran Komposit Kemampuan membran komposit dalam menukarkan kation memegang peranan penting dalam aplikasinya sebagai membran elektrolit, hal ini karena nilai KTK bertanggung jawab dalam penghantaran proton dan merupakan perkiraan secara tidak langsung terhadap konduktivitas proton (Smitha et al., 2003). Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan zeolit mampu meningkatkan nilai KTK pada membran, kecenderungan hampir sama untuk membran komposit zeolit alam (KZA) maupun membran komposit zeolit sintetik (KZS). Perhitungan nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) dari membran komposit dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Tabel 5. Nilai KTK dan DP Membran Komposit Jenis komposit Komposisi % b/b DMAc : PST : PEG : Zeolit KTK meq/g DP % KTZ 70 : 20 : 10 : 0 0,96 26,01 KZS 67 : 20 : 10 : 3 1,12 36,45 65 : 20 : 10 : 5 1,171 22,43 63 : 20 : 10 : 7 1,004 15,68 KZA 67 : 20 : 10 : 3 1,02 37,60 65 : 20 : 10 : 5 1,172 43,43 63 : 20 : 10 : 7 1,05 33,40 Interaksi gugus sulfonat dengan gugus hidrofil dari kerangka zeolit menjadi faktor penting dalam peningkatan KTK membran, hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan nilai KTK pada membran KZA maupun KZS dengan penambahan zeolit 3 % commit dan 5 % to (b/b) user dibandingkan tanpa penambahan

65 50 zeolit (0 %), akan tetapi pada penambahan zeolit yang lebih banyak lagi baik pada KZA 7 % dan KZS 7 % (b/b) mengalami penurunan nilai KTK. Hal tersebut disebabkan interaksi antara gugus sulfonat dengan zeolit yang berlebihan menyebabkan banyak gugus sulfonat dari PST terjebak di dalam partikel zeolit sehingga jumlah gugus sulfonat menjadi berkurang. Selain itu pori-pori membran menjadi rapat sehingga air yang diserap oleh membran menjadi berkurang dan menyebabkan jumlah kation yang dipertukarkan menjadi kecil. Hasil ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Choi et al. (2009), dimana penambahan zeolit dari 0 % hingga 10 % pada pembuatan membran komposit dari poli(1,4-fenilen sulfida) (SPPS) yang semula bernilai 1,5 meq/g berangsur-angsur berkurang menjadi 1,03 meq/g. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) Kemampuan penyerapan air pada membran KTZ dan membran komposit PST/zeolit, baik KZA maupun KZS commit sangat to user dipengaruhi oleh banyaknya gugus

66 51 hidrofil yaitu gugus sulfonat dari PST dan gugus hidroksil dari kerangka zeolit dan interaksi antara kedua gugus tersebut. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa membran komposit PST/zeolit memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih tinggi daripada membran tanpa zeolit (KTZ), hal ini disebabkan karena adanya partikel zeolit yang bersifat higroskopis sehingga penyerapan air lebih banyak, meski demikian dengan penambahan zeolit yang lebih banyak lagi juga cenderung menurunkan DP. Penurunan derajat pengembangan memberikan efek yang positif dalam aplikasi membran polimer elektrolit karena akan menghambat terjadinya fuel crossover (proses permeasi bahan bakar melalui membran) akan tetapi menurunnya nilai derajat pengembangan juga menyebabkan penyerapan air menjadi berkurang sehingga jumlah air sebagai media transport proton menjadi berkurang dan hal ini menyebabkan penurunan kapasitas ionik membran komposit. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) ditunjukkan Gambar 21. Gambar 21. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP)

67 52 Gambar 21 menunjukkan bahwa nilai KTK membran komposit KZA lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK membran tanpa zeolit (KTZ). Penambahan zeolit sebagai pengisi terbukti mampu meningkatkan kapasitas ionik dalam membran komposit karena zeolit bersifat higroskopis menyebabkan air yang terserap dalam membran membran lebih banyak sehingga transport proton semakin baik. Peningkatan nilai KTK juga disebabkan kerangka zeolit yang bersifat anionik dan kation-kation penyeimbangnya dalam kerangka yang bisa dipertukarkan menjadikan KTK membran mengalami peningkatan. Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21, terlihat bahwa membran KZS terlihat mengalami penurunan nilai DP dari KZS 3%, KZS 5%, dan KZS 7 %, sedangkan pada KZA terlihat peningkatan nilai DP dari KZA 3% ke KZA 5% tetapi mengalami penurunan pada KZA 7%. Penurunan nilai DP ini dapat disebabkan karena terjadinya interaksi yang kuat antara sulfonat dengan zeolit, dimana pada penambahan zeolit yang semakin banyak akan mengurangi jumlah sulfonat yang ada dan menyebabkan membran menjadi lebih rapat. Gambar 20 dan Gambar 21 juga menunjukkan bahwa nilai DP membran komposit PST/zeolit alam (KZA) lebih tinggi dibanding membran KZS, kemungkinan disebabkan oleh distribusi yang tidak merata dari partikel zeolit alam maupun perbedaan ukuran partikel kedua jenis zeolit. Nilai KTK membran KZA dan KZS yang disintesis masih di atas nilai KTK membran Nafion (0,89 meq/g) sedangkan untuk nilai derajat pengembangan membran KZA dan KZS hampir sama bahkan lebih kecil dari Nafion yang memiliki nilai DP sekitar 38 % (Dupont Product Information, 2002). Berdasarkan data tersebut, maka membran komposit yang dihasilkan memiliki potensi yang besar untuk aplikasi membran polimer elektrolit. 3. Analisis Morfologi Morfologi permukaan membran KTZ, KZA, dan KZS dianalisis dengan melakukan analisis morfologi menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 1000 kali. Hasil analisis morfologi membran KTZ dapat dilihat pada Gambar 22.

68 53 Gambar 22. Morfologi permukaan membran KTZ berbagai posisi Gambar 22 menunjukkan bahwa membran komposit tanpa penambahan zeolit (KTZ) menghasilkan membran dengan permukaan yang cukup homogen. Meski demikian masih terlihat adanya bercak-bercak yang kemungkinan disebabkan oleh PST yang belum larut sempurna dalam pelarutnya (DMAc) sehingga masih berbentuk gumpalan-gumpalan. Permukaan yang kurang rata dapat disebabkan pula adanya gelembung udara yang terbentuk diantara distribusi material penyusunannya. Analisis morfologi permukaan untuk membran KZA dan KZS dapat dilihat masing-masing pada Gambar 23 dan Gambar 24. Gambar 23. Morfologi membran komposit KZA 3 % (A); KZA 5 % (B); dan KZA 7 % (C) Gambar 23 menunjukkan penambahan zeolit alam dalam komposisi membran komposit menghasilkan morfologi membran yang kurang homogen. Hal ini dikarenakan partikel zeolit commit alam yang to user kurang halus menyebabkan zeolit

69 54 tersebut kurang larut dalam larutan cetak, sehingga pada saat larutan dicetak pada plat kaca, partikel zeolit dalam larutan terdistribusi tidak merata. Jika dibandingkan dengan morfologi membran KZS pada Gambar 24 terlihat bahwa membran KZA memiliki rongga dan permukaannya cenderung kurang homogen dibanding membran KZS. Hal ini disebabkan ukuran partikel zeolit sintetik yang lebih kecil sehingga dapat terdistribusi secara merata dan lebih homogen dalam komposisi membran. Adanya faktor tersebut akan menghasilkan morfologi membran KZS yang lebih rapat sehingga air yang diserap membran KZS lebih sedikit dan hal ini menyebabkan nilai derajat pengembangannya (DP) lebih kecil, sedangkan pada membran KZA terlihat kurang homogen dan memiliki rongga sehingga air yang diserap menjadi lebih banyak, hal ini menyebabkan nilai DP menjadi lebih tinggi. Gambar 24. Morfologi membran komposit KZS 3 % (A); KZS 5 % (B); dan KZS 7 % (C) 4. Analisis Kristalinitas Membran Komposit Penentuan tingkat kristalinitas membran komposit dilakukan dengan analisis X-ray Diffractometer (XRD), dengan range scan 3-70 o, laju scan 5 o /menit, dan menggunakan sumber radiasi Cu-Kα. Hasil analisis XRD menghasilkan pola difraktogram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 25.

70 55 Gambar 25. Spektra XRD PST, membran KZA, dan membran KZS Spektra XRD polistirena tersulfonasi (Gambar 25) menunjukkan puncak lebar yang mengindikasikan bahwa material tersebut bersifat amorf. Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan bahwa polistirena tersulfonasi memiliki sifat amorf karena polimer awal yaitu PS murni juga bersifat amorf dan memiliki puncak pada daerah 2θ sekitar 20º. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya karena juga dihasilkan puncak di daerah 2θ sekitar 20º untuk PST. Ketika PST dan zeolit dicampurkan menjadi membran komposit, pada membran KZA menunjukkan peningkatan tingkat kristalinitas pada daerah 2θ 12,28. Penyebab peningkatan kristalinitas membran KZA dapat dikarenakan memiliki ukuran partikel yang besar sehingga distribusi partikel zeolit pada permukaan membran tidak merata. Hal ini commit diperjelas to user dari analisis morfologi yang telah

71 56 dilakukan sehingga dimungkinkan saat analisis XRD bagian membran dengan sebaran partikel zeolit yang terkumpul itulah yang teranalisis. Alasan lainnya dapat disebabkan pula karena fasa amorf dari PST dengan intensitas rendah didominasi fasa kristalin dengan intensitas yang tinggi yang berasal dari partikel zeolit alam. Pada membran KZS memiliki kecenderungan yang berbeda dengan membran KZA, dimana membran tersebut memiliki kristalinitas yang lebih kecil dari KZA. Hal tersebut dapat disebabkan ukuran partikel zeolit sintetik yang lebih kecil dibanding membran KZA. Ketika ukuran partikel zeolit kecil, maka matriks polimer akan menyelimuti partikel zeolit secara homogen. Interaksi antara matriks polimer dengan zeolit menjadi lebih kuat akan menyebabkan matriks polimer menyelimuti dengan baik partikel zeolit sehingga fasa amorf meningkat sedangkan fasa kristalin dari zeolit berkurang. Ketika dianalisis XRD akan terjadi false scattering yang dari matriks polimer dan menyebabkan kristalinitas membran menurun. Hasil ini mirip dengan penelitian Swaminathan and Dharmalingam (2009), dimana hasil analisis XRD menunjukkan fasa amorf polistirena(etilena butilena)polistrena (PSEBS) tersulfonasi mendominasi fasa kristalin dari montmorilonit sehingga kristalinitasnya kecil. 5. Analisis Termal Membran Komposit Analisis termal membran komposit dilakukan dengan menggunakan TGA, yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan termal dari membran komposit. Sel bahan bakar jenis PEMFC beroperasi pada suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu C. Guna meningkatkan efisiensi reaksi dan untuk pemecahan gas hidrogen yang membutuhkan suhu tinggi, saat ini telah dikembangkan PEMFC dengan suhu operasi di atas 100 C (Li et al., 2003). Oleh karena itu dibutuhkan membran yang memiliki ketahanan termal tinggi, dimana proses pembentukan H + dari H 2 di dalam sistem sel bahan bakar membutuhkan pemanasan terlebih dahulu dan semakin tinggi suhu sistem maka pemecahan molekul H 2 akan semakin sempurna yaitu pada temperatur sekitar ºC. Berdasarkan hal tersebut, maka material penyusun membran ini harus memiliki commit ketahanan to user termal yang tinggi yaitu masuk

72 57 dalam rentang kerja sel bahan bakar, sehingga dalam aplikasinya akan memberikan kinerja yang semakin baik. Hasil analisis termal membran KZA ditunjukkan pada Gambar 26. Gambar 26. Termogram membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam Gambar 26 menunjukkan bahwa membran komposit tanpa zeolit (KTZ) mengalami 3 tahap degradasi, yaitu pada suhu sekitar 100 C yang menunjukkan terjadinya pelepasan molekul air yang terkandung di dalam membran, suhu degradasi kedua terjadi pada suhu sekitar 180 C yang kemungkinan menunjukkan terdegradasinya rantai utama PEG karena dalam pembuatan membran komposit digunakan PEG sebagai pemlastis. Tahap degradasi yang terakhir terjadi pada suhu sekitar 300 C yang menunjukkan degradasi rantai utama polimer menjadi molekul yang lebih kecil. Analisis termal membran KZA (Gambar 26) juga menunjukkan bahwa material ini juga mengalami 3 tahap degradasi seperti yang terjadi pada membran KTZ, yaitu pada suhu sekitar 100 C, 180 C, dan 300 C. Penambahan zeolit sebagai pengisi pada membran komposit tidak menyebabkan adanya peningkatan ketahanan termal secara signifikan, meskipun zeolit memiliki ketahanan termal yang tinggi terlihat bahwa pola termogram yang dihasilkan hampir mirip dengan pola termogram membran KTZ, commit hal tersebut to user disebabkan karena jumlah matriks

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR 2.1. Pendahuluan Sel Bahan Bakar adalah alat konversi elektrokimia yang secara kontinyu mengubah energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS)

PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS) PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS) Disusun oleh : THITA HARYATI M0309059 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL)

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) digilib.uns.ac.id MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) Disusun oleh : PRIYADI M0307076 SKRIPSI

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008) dengan penurunan konduktivitas proton 300% (3 kali) dibanding dengan tanpa menggunakan aditif. Selain itu membran yang terbentuk agak rapuh sehingga tidak dapat diuji tensil strength. Pemakaian H-Yzeolit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia akan listrik semakin meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena listrik merupakan sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, menjalankan mesin-mesin pabrik, proses memasak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi masyarakat modern. Tanpa energi, masyarakat akan sulit melakukan berbagai kegiatan. Pada era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2)

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2) 15 hidrogen mengalir melewati katoda, dan memisahkannya menjadi hidrogen positif dan elektron bermuatan negatif. Proton melewati elektrolit (Platinum) menuju anoda tempat oksigen berada. Sementara itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi dunia terhadap energi listrik kian meningkat seiring pesatnya teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang diharapkan

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur stiren

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur stiren 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Stiren Stiren atau vinyl benzen merupakan senyawa organik yang dapat disintesis dari benzena dan etena. Stiren merupakan monomer yang paling banyak digunakan karena memiliki kestabilan

Lebih terperinci

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC)

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) MIPA LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (LANJUTAN) Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) Oleh: Dr. Bambang Piluharto, SSi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan bertambahnya waktu maka kemajuan teknologi juga semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk di dunia pun kian meningkat termasuk di Indonesia. Hal ini berarti meningkat

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM UNTUK MEMBRAN SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) Nida Mariam, Indah Dewi Puspitasari, Ali Syari ati. Pembimbing: Prof. Dr. I Made Arcana. Institut Teknologi Bandung. 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON Disusun Oleh : RUDI HARYONO M0310047 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Pengaruh Derajat Sulfonasi terhadap Degradasi Termal Polistirena Tersulfonasi

Pengaruh Derajat Sulfonasi terhadap Degradasi Termal Polistirena Tersulfonasi ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.2 halaman 157 Oktober 2012 Pengaruh Derajat Sulfonasi terhadap Degradasi Termal Polistirena Tersulfonasi Edi Pramono, Aris Wicaksono,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B PENGARUH DERAJAT SULFONASI TERHADAP DEGRADASI TERMAL POLISTIRENA TERSULFONASI

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B PENGARUH DERAJAT SULFONASI TERHADAP DEGRADASI TERMAL POLISTIRENA TERSULFONASI MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi dunia semakin meningkat sedangkan bahan bakar fosil dipilih sebagai energi utama pemenuh kebutuhan, namun bahan bakar ini tidak ramah lingkungan

Lebih terperinci

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR Oleh : Kelompok 9 Maratus Sholihah (115061100111019) Hairunisa Agnowara (125061100111033) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Disusun oleh : ARI WISNUGROHO NIM. M

Disusun oleh : ARI WISNUGROHO NIM. M PENGARUH POTENSIAL DAN LAJU ALIR TERHADAP DEGRADASI ZAT WARNA REMAZOL YELLOW FG MENGGUNAKAN KOMPOSIT TiO2-NiO DALAM SEL FOTOELEKTRODEGRADASI DENGAN METODE ALIR (FLOW) Disusun oleh : ARI WISNUGROHO NIM.

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik sifat..., Hendro Sat Setijo Tomo, FMIPA UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik sifat..., Hendro Sat Setijo Tomo, FMIPA UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sel bahan bakar adalah sebuah peralatan yang mampu mengkonversi hydrogen dan oksigen secara elektrokimia menjadi energi listrik dan air, tanpa adanya emisi gas buang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta *Korespondensi: Abstract

Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta *Korespondensi: Abstract PEMANFAATAN POLISTIRENA LIMBAH BUNGKUS MAKANAN DAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI/KITOSAN VANILIN/ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT DALAM SEL BAHAN BAKAR (FUEL

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

OPTIMASI DEKOLORISASI REMAZOL YELLOW FG DENGAN KOMBINASI SISTEM ADSORPSI DAN FOTOELEKTRODEGRADASI MENGGUNAKAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -PbO

OPTIMASI DEKOLORISASI REMAZOL YELLOW FG DENGAN KOMBINASI SISTEM ADSORPSI DAN FOTOELEKTRODEGRADASI MENGGUNAKAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -PbO OPTIMASI DEKOLORISASI REMAZOL YELLOW FG DENGAN KOMBINASI SISTEM ADSORPSI DAN FOTOELEKTRODEGRADASI MENGGUNAKAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -PbO Disusun Oleh : PUJI ESTIANINGSIH M0311055 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMINE B DENGAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -NiO PADA SISTEM FLOW. Disusun Oleh : SETYO PRAMONO M

DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMINE B DENGAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -NiO PADA SISTEM FLOW. Disusun Oleh : SETYO PRAMONO M DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMINE B DENGAN FOTOANODA Ti/TiO 2 -NiO PADA SISTEM FLOW Disusun Oleh : SETYO PRAMONO M0309053 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia di dunia terutama energi listrik. Dewasa ini kebutuhan energi yang semakin meningkat tidak

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan energi dan munculnya kesadaran mengenai dampak lingkungan dari penggunaan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit 2.1.1 Pengertian Zeolit Zeolit adalah polimir anorganik unit kerangka tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang mempunyai struktur berongga dari Natrium silikat dan berkemampuan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLISTIRENA DENGAN BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR Tesis Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh RINA MELATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai saat ini masih menjadi tolak ukur perkembangan pembangunan dan kemajuan suatu negara. Kemajuan dalam bidang industri ini ternyata

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang berkelanjutan kian mengemuka di ranah global. Krisis energi terjadi di berbagai negara di dunia bahkan di Indonesia. Berdasarkan Indonesia Energy

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH SUHU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN ELEKTROLIT POLIETER-ETER KETON TERSULFONASI Karakteristik membran elektrolit polieter-eter keton tersulfonasi (speek)

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang penyimpanan

Lebih terperinci

SINTESIS TiO 2 NANORODS DAN KOMPOSIT TiO 2 NANORODS - ZnO UNTUK BAHAN FOTOANODA DSSC

SINTESIS TiO 2 NANORODS DAN KOMPOSIT TiO 2 NANORODS - ZnO UNTUK BAHAN FOTOANODA DSSC SINTESIS TiO 2 NANORODS DAN KOMPOSIT TiO 2 NANORODS - ZnO UNTUK BAHAN FOTOANODA DSSC Disusun Oleh : RAHMAT HIDAYAT M0311058 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KITOSAN- ASAM p-t-butil KALIKS[4]ARENA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KITOSAN- ASAM p-t-butil KALIKS[4]ARENA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KITOSAN- ASAM p-t-butil KALIKS[4]ARENA Disusun Oleh : WIWING FRIMADASI M0311075 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

Polisulfon tersulfonasi dan Pengembangannya sebagai membrane penukar proton

Polisulfon tersulfonasi dan Pengembangannya sebagai membrane penukar proton Polisulfon tersulfonasi dan Pengembangannya sebagai membrane penukar proton B. Piluharto 1, T. Haryati 1, C.L.Radiman 2, Ciptati 2, V. Suendo 2 1Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember Jl. Kalimantan III/25

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) adalah salah satu tipe fuel cell yang sedang dikembangkan. PEMFC ini bekerja mengubah

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi yang pesat pada abad 20 dan ditambah dengan pertambahan penduduk yang tinggi seiring dengan konsumsi energi dunia yang semakin besar. Konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dibagi menjadi dua yaitu mesin pembangkit energi tidak bergerak. (stationer) dan mesin pembangkit energi bergerak (mobile).

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dibagi menjadi dua yaitu mesin pembangkit energi tidak bergerak. (stationer) dan mesin pembangkit energi bergerak (mobile). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) adalah alat pengkonversi energi yang berpotensi sebagai pembangkit energi alternatif di masa depan. Dalam sistem

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis fuel cell, yaitu sistem penghasil energi listrik, yang bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

Reaksi dalam larutan berair

Reaksi dalam larutan berair Reaksi dalam larutan berair Drs. Iqmal Tahir, M.Si. iqmal@gadjahmada.edu Larutan - Suatu campuran homogen dua atau lebih senyawa. Pelarut (solven) - komponen dalam larutan yang membuat penuh larutan (ditandai

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) ( X Print) 1

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) ( X Print) 1 JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH POLI(VINIL ALKOHOL) DAN PATI JAGUNG DALAM MEMBRAN POLI(VINIL FORMAL) TERHADAP PENGURANGAN ION KLORIDA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permanganometri Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LAPISAN SHELLAC YANG DIPLASTISASI DENGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) MOLECULAR WEIGHT (MW) 400 DAN (MW) 600

KARAKTERISASI LAPISAN SHELLAC YANG DIPLASTISASI DENGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) MOLECULAR WEIGHT (MW) 400 DAN (MW) 600 digilib.uns.ac.id i KARAKTERISASI LAPISAN SHELLAC YANG DIPLASTISASI DENGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) MOLECULAR WEIGHT (MW) 400 DAN (MW) 600 Disusun oleh : VIKI WULANDARI M0211073 SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci