BAB 3. Perawatan Berbasis Keandalan (Reliability Centered Maintenance)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3. Perawatan Berbasis Keandalan (Reliability Centered Maintenance)"

Transkripsi

1 BAB 3 Perawatan Berbasis Keandalan (Reliability Centered Maintenance) 3.1 Definsi RCM Reliability Centred Maintenance (RCM) adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan perawatan dari setiap asset fisik dalam konteks operasinya. Ditinjau dari segi perawatan sebelumnya, definisi yang lebih lengkap dari RCM adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin agar setiap asset fisik dapat berlangsung terus memenuhi fungsi yang diharapkan dalam konteks operasinya saat ini. 3.2 Langkah-Langkah RCM Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM ditunjukkan dalam subbab-subbab dibawah ini : Mendefinisikan Fungsi dari Setiap Asset dalam Konteks Operasinya. Sebelum dapat diterapkannya suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa-apa yang harus dilakukan untuk menjamin agar asset fisik terus menerus melakukan sebagaimana pengguna menginginkan apa yang harus dilakukan dalam konteks operasinya saat ini, kita butuh melakukan dua hal: Menetapkan apa yang harus dilakukan asset sebagaimana pengguna menginginkannya. Menjamin agar asset selalu dapat memulai beroperasi sebagaimana pengguna menginginkannya. Inilah sebabnya mengapa dalam langkah pertama dalam proses RCM adalah mendefinisikan fungsi dari setiap asset dalam konteks operasinya, bersama-sama dengan standar prestasi kaitannya yang diinginkan. 28

2 Apa yang diharapkan oleh pengguna dari asset untuk mampu bekerja dapat dibagi dalam dua kategori: Fungsi primer, yang merangkum mengapa asset diakuisisi pada kesempatan pertama. Kategori fungsi ini mencakup hal-hal seperti kecepatan, output, kemampuan membawa atau menyimpan, kualitas produk, dan pelayanan umum. Fungsi sekunder, yang mengakui bahwa setiap asset diharapkan melakukan lebih dari hanya memenuhi fungsi primernya. Pengguna juga memiliki pengharapan dalam bidang-bidang seperti keamanan, kontrol, pencegahan, kenyamanan, integritas struktur, perlindungan, efisiensi operasi. Pengguna asset biasanya ada pada posisi yang mampu mengetahui secara tepat apa kontribusi yang dibuat masing-masing aset untuk kesejahteraan fisik dan finansial organisasi secara keseluruhan, sehingga sangat penting agar mereka diikutsertakan dalam proses RCM sejak awal Mengidentifikasikan Kegagalan-kegagalan Fungsi Tujuan perawatan didefinifikan oleh fungsi-fungsi dan harapan prestasi kaitannya dari aset. Tetapi bagaimana sebenarnya perawatan mencapai tujuan ini?. Hanya ada beberapa kegagalan yang dapat menghentikan asset untuk beroperasi memenuhi standar yang dibutuhkan oleh pengguna. Ini memberikan pengertian bahwa perawatan dapat mencapai tujuannya dengan memanfaatkan pendekatan yang tepat dari manajemen kegagalan. Akan tetapi sebelum kita dapat menggunakan gabungan yang baik dari alat-alat manajemen kegagalan, kita perlu mengidentifikasi kegagalan-kegagalan apa yang dapat timbul. Proses RCM melakukannya pada dua tingkatan: Pertama, dengan mengidentifikasi pada tingkatan kondisi yang bagaimana yang menjurus ke tingkat keadaan gagal. Kemudian dengan menanyakan kejadian yang bagaimana yang dapat menyebabkan setiap asset yang ada pada kondisi-kondisi gagal. 29

3 Dalam dunia RCM, tingkat keadaan gagal dikenal sebagai kegagalan fungsi mengingat mereka terjadi pada waktu aset tidak mampu memenuhi suatu fungsi untuk mencapai suatu standar prestasi yang dapat diterima oleh pengguna. Sebagai tambahan, dari ketidakmampuan total untuk berfungsi, definisi ini mencakup kegagalan parsial, di mana aset masih berfungsi tetapi pada tingkat prestasi yang tidak dapat diterima (termasuk situasi di mana asset tidak dapat mempertahankan tingkat kualitas atau akurasi yang dapat diterima) Mengidentifikasikan Mode-mode Kegagalan Sebagaimana disampaikan pada paragraf terdahulu, apabila setiap kegagalan fungsi telah diidentifikasi, langkah berikutnya adalah mencoba mengidentifikasi seluruh kejadian yang menyebabkan terjadinya tingkat keadaan gagal. Kejadiankejadian ini dikenal sebagai mode-mode kegagalan. Mode-mode kegagalan termasuk juga yang telah terjadi pada peralatan yang sama atau sejenis yang beroperasi pada konteks operasi yang sama, kegagalan yang saat ini sedang dicegah dengan program perawatan yang ada, dan kegagalan yang belum pernah terjadi tetapi dianggap mungkin bisa menjadi nyata dalam konteks operasinya. Kebanyakan daftar tradisional dari mode-mode kegagagalan termasuk kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh deteriorasi. Akan tetapi, daftar ini harus pula memasukkan kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh manusia dan kesalahan rancangan, sehingga seluruh penyebab dari kegagalan peralatan dapat diidentifikasi dan ditangani dengan tepat. Juga sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab dari setiap kegagalan secara lebih rinci sehingga yang memungkinkan dapat diidentifikasinya kebijakan manajemen kegagalan yang tepat Penulisan Efek-efek Kegagalan Langkah ke empat dalam proses RCM membutuhkan penulisan efek-efek kegagalan, yang menjelaskan apa yang terjadi bila setiap mode kegagalan terjadi. Penjelasan ini harus mencakup seluruh informasi yang diperlukan untuk mendukung evaluasi dari konsekuensi-konsekuensi kegagalan, seperti: 30

4 a. Apa bukti (bila ada) bahwa kegagalan memang terjadi? b. Dengan cara bagaimana (bila ada) kegagalan ini merupakan ancaman terhadap keselamatan dan lingkungan? c. Dengan cara bagaimana (bila ada) kegagalan ini mempengaruhi produksi atau operasi? d. Kerusakan fisik apa (bila ada) yang disebabkan oleh kegagalan? e. Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kegagalan ini? Konsekuensi-konsekuensi Kegagalan Analisis yang rinci dari suatu industri ukuran sedang bisa mendapatkan tiga ribu sampai sepuluh ribu mode kegagalan yang mungkin. Masing-masing kegagalan ini memang dapat mempengaruhi organisasi, tetapi untuk setiap kasus efekefeknya berbeda. Mereka dapat mempengaruhi operasi. Mereka dapat mempengaruhi kualitas produk, pelayanan konsumen, keselamatan atau lingkungan. Mereka semua membutuhkan waktu dan uang untuk memperbaikinya. Konsekuensi-konsekuensi ini sangat mempengaruhi sampai sejauh mana kita mencoba untuk mencegah kerusakan. Dengan perkataan lain, bila kegagalan memiliki konsekuensi yang serius, kita akan dengan sekuat tenaga mencoba untuk mencegahnya. Dilain pihak, bila pengaruhnya kecil atau tidak ada sama sekali, maka kita dapat memutuskan untuk tidak melakukan perawatan pencegahan diluar membersihkan dan melakukan pelumasan rutin. Salah satu kekuatan RCM adalah RCM mengakui bahwa konsekuensi kegagalan jauh lebih penting dibandingkan dengan karakteristik tekniknya. Kenyataannya, RCM mengakui bahwa satu-satunya alasan untuk melakukan perawatan proaktif tidaklah hanya mencegah kegagalan sebagaimana adanya, tetapi menghindarkan atau sedikit-dikitnya menurunkan konsekuensi-konsekuensi kegagalan. Proses RCM mengklasifikasikan konsekuensi-konsekuensi ini ke dalam empat kelompok berikut: a. Konsekuensi-konsekuensi kegagalan tersembunyi 31

5 Kegagalan tersembunyi tidak memiliki dampak langsung tetapi dapat merugikan organisasi dengan adanya kegagalan-kegagalan bertingkattingkat dengan konsekuensi serius, malahan kadangkala katastropik. b. Konsekuensi-konsekuensi keselamatan dan lingkungan Suatu kegagalan memiliki konsekuensi-konsekuensi keselamatan apabila dapat menyebabkan kecelakaan atau kematian. Sesuatu kegagalan dapat memiliki konsekuensi lingkungan apabila melanggar standar lingkungan yang ditetapkan oleh pabrik, regional, nasional atau internasional. c. Konsekuensi-konsekuensi operasional Suatu kegagalan memiliki konsekuensi operasional apabila dapat mempengaruhi produksi (output, kualitas produk, pelayanan konsumen atau biaya produksi sebagai tambahan dari biaya perbaikan). d. Konsekuensi-konsekuensi non operasional Kegagalan-kegagalan nyata yang masuk dalam kategori ini tidak mempengaruhi sama sekali baik keselamatan, lingkungan maupun produksi. Kegagalan tersebut hanya menambah biaya langsung perbaikan. RCM menggunakan kategori-kategori ini sebagai dasar dari kerangka strategi untuk proses pengambilan keputusan dalam perawatan. Dengan mereview secara terstruktur konsekuensi-konsekuensi dari setiap mode kegagalan dalam kategori-kategori di atas, RCM mengintegrasikan tujuan-tujuan operasional, lingkungan dan keselamatan dari fungsi perawatan. Ini akan membantu untuk mencapai keselamatan dan lingkungan kedalam arus utama manajemen perawatan. Proses evaluasi konsekuensi juga menggeser penekanan dari ide bahwa seluruh kegagalan adalah buruk dan harus dicegah. Sewaktu melakukannya, proses ini memfokuskan pada kegiatan perawatan yang memiliki efek terbesar pada prestasi organisasi, dan menurunkan usaha untuk kegagalan-kegagalan yang memiliki efek kecil atau tidak ada efek sama sekali. 32

6 Proses ini juga mengajak kita untuk menjadi berani untuk berpikiran lebih luas dan lebih banyak lagi terhadap cara-cara yang berbeda dalam mengendalikan kegagalan, bukan hanya mengkonsentrasikan diri pada pencegahan kegagalan Teknik-teknik Pengendalian Kegagalan Teknik-teknik pengendalian kegagalan dibagi dalam dua kategori: 1. Kegiatan proaktif: Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum kegagalan terjadi, dalam rangka mencegah item masuk ke dalam tingkat keadaan gagal. Kegiatan ini mencakup apa saja yang secara tradisional dikenal sebagai perawatan prediktif dan preventif, walaupun kita lihat nanti bahwa RCM menggunakan istilah restorasi terjadwal, waktu pembuangan dan perawatan on-condition. 2. Kegiatan default. Ini menangani tingkat keadaan gagal, dan dipilih untuk mengidentifikasi suatu langkah proaktif yang efektif. Langkahlangkah default termasuk penemuan kerusakan dan perancangan ulang Kegiatan-kegiatan proaktif Banyak orang masih percaya bahwa cara terbaik untuk mengoptimasi keandalan pabrik adalah dengan melakukan beberapa jenis perawatan pencegahan secara rutin. Pada tahun 1950-an, kegiatan pencegahan ini harus berupa overhaul atau penggantian komponen pada interval yang tetap. Gambar 3 menyajikan gambaran yang tetap dari interval kerusakan. Gambar 3.1 didasarkan pada asumsi bahwa kebanyakan komponen beroperasi secara andal sampai periode waktu tertentu, dan kemudian aus. Pemikiran klasik menyarankan bahwa pencatatan yang teliti terhadap kegagalan peralatan akan mampu untuk menetapkan umur ini, sehingga rencana dapat dibuat untuk mengambil usaha pencegahan menjelang kegagalan komponen tersebut dimasa yang akan datang. 33

7 Gambar 3.1 Hubungan Umur dengan kemungkinan kegagalan Model ini benar untuk beberapa jenis peralatan sederhana, dan untuk beberapa komponen yang kompleks dengan mode kegagalan dominan. Pada beberapa kasus khusus, karakteristik keausan kadangkala dimulai pada saat peralatan mulai berkontak langsung dengan produk. Kegagalan-kegagalan yang terkait dengan umur sering-sering pula terkait dengan kelelahan, korosi, abrasi, dan evaporasi. Bagaimanapun juga kini, secara umum, peralatan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan lima puluh tahun yang lalu. Ini menjurus ke perubahanperubahan yang mencengangkan dari pola kerusakan mesin, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 Kemungkinan kondisi dari kerusakan terhadap umur operasi Gambar tersebut menunjukkan kemungkinan kondisi dari kerusakan terhadap umur operasi dari sekelompok besar komponen elektrikal dan mekanikal. Pola A adalah kurva bak mandi yang terkenal. Kurva ini dimulai dengan tingkat kegagalan yang tinggi yang diikuti oleh laju kerusakan yang konstan atau meningkat secara perlahan, kemudian mencapai zona wear-out. Pola B menunjukkan kemungkinan kerusakan yang konstan atau meningkat perlahan, dan berakhir dengan zone wear-out (Gambar 3). 34

8 Pola C menunjukkan kenaikan secara perlahan dari kemungkinan kerusakan, tetapi disini umur wear-out tidak jelas terlihat. Pola D menunjukkan kemungkinan kerusakan bila komponen baru atau baru saja keluar dari pabrik, kemudian meningkat cepat menuju tingkat yang tetap konstan. Pola E menunjukkan kemungkinan kerusakan konstan untuk seluruh rentang usia. Pola F berangkat dari laju kerusakan yang tinggi, kemudian turun secara cepat menuju laju kerusakan konstan atau meningkat secara perlahan. Kajian yang dilakukan pada pesawat terbang sipil menunjukkan bahwa 4% dari komponen cenderung berbentuk pola A, 2% pola B, 5% pola C, 7% pola D, 14% pola E dan tidak kurang dari 68% cocok dengan bentuk pola F. Presentase dari pola-pola kecenderungan kerusakan untuk pesawat terbang ini tidak perlu sama dengan pola untuk industri. Tetapi tidak bisa disangkal bahwa apabila peralatan semakin kompleks maka pola-pola menjurus ke jenis E dan F. Penemuan ini berlawanan dengan kepercayaan bahwa selalu ada hubungan antara keandalan dan umur operasi. Kepercayaan ini menjurus kepada ide bahwa makin sering peralatan dioverhaul, makin sedikit kemungkinan untuk gagal. Sekarang ini, kondisi seperti itu tipis kebenarannya kecuali apabila ada mode kegagalan terkait dengan umur yang dominan, batas usia sangat sedikit atau samasekali tidak ada pengaruhnya dalam peningkatan keandalan suatu sistem yang kompleks. Malahan sebaliknya overhaul terjadwal dapat betul-betul meningkatkan laju-laju kerusakan menyeluruh karena masuknya periode-periode wear-in pada sistem-sistem yang sebetulnya stabil. Kepedulian terhadap fakta-fakta tersebut di atas telah menuntun beberapa organisasi untuk meninggalkan ide perawatan proaktif sama-sekali. Memang ini merupakan tindakan yang benar untuk kerusakan-kerusakan dengan konsekuensikonsekuensi minor. 35

9 Tetapi bila konsekuensi-konsekuensi kerusakan yang signifikan, maka sesuatu harus dilakukan untuk mencegah kerusakan, atau paling sedikit untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensinya. Ini membawa kita kembali ke pertanyaan tentang usaha-usaha proaktif, RCM mengakui ketiga kategori utama usaha pencegahan berikut: kegiatan restorasi terjadwal kegiatan discard terjadwal kegiatan on-condition terjadwal Kegiatan Restorasi Terjadwal dan Kegiatan Discard Terjadwal Kegiatan restorasi termasuk remanufaktur komponen atau mengoverhaul suatu rakitan pada atau sebelum batas umur spesifiknya, tanpa mempedulikan kondisinya pada saat itu. Demikian pula, discard terjadwal termasuk pen-scrapan suatu komponen pada atau sebelum batas umur spesifiknya tanpa mempedulikan kondisinya pada saat itu. Secara bersama-sama, kedua jenis kegiatan ini sekarang umum dikenal sebagai perawatan preventif. Jenis perawatan ini sangat berbeda dari apa yang biasa kita sebut sebagai perawatan proaktif. Walaupun demikian dari alasan alasan yang dikemukakan di atas, mereka kini jauh lebih sedikit digunakan dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu Kegiatan-kegiatan On-condition Kebutuhan untuk secara terus menerus melakukan pencegahan terhadap jenisjenis kerusakan tertentu, serta makin tidak adanya teknik-teknik sederhana untuk mengatasinya, maka hal ini mengakibatkan jauhnya tertinggal dari pertumbuhan jenis-jenis teknik pencegahan kerusakan yang baru. Sebagian besar dari teknik-teknik baru ini menggantungkan diri pada kenyataan bahwa kebanyakan kerusakan memberikan beberapa pertanda bahwa kerusakan-kerusakan ini sedang berlangsung. Pertanda ini dikenal sebagai potensi kegagalan, dan didefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik yang dapat 36

10 diidentifikasi yang memberikan pertanda bahwa kegagalan fungsi sedang berlangsung atau dalam proses terjadi. Teknik-teknik baru ini digunakan untuk mendeteksi potensi kegagalan sehingga kegiatan dapat dilakukan untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi yang dapat terjadi bila mereka terdegradasikan ke kegagalan fungsi. Mereka dinamai kegiatan on-condition yang mencakup segala bentuk dari perawatan berbasis kondisi, perawatan prediktif, dan pengawasan kondisi. Bila digunakan secara tepat, kegiatan on-condition merupakan cara yang sangat baik untuk mengantisipasi kegagalan fungsi, tetapi mereka kadang-kadang mahal ditinjau dari intensitas penggunaannya. RCM menuntun pengambilan keputusan dengan kepercayaan diri yang tinggi Kegiatan Default RCM mengakui tiga kategori utama dari kegiatan default: 1. Menemukan kegagalan: mencakup pengecekan fungsi-fungsi tersembunyi untuk mencari tahu apakah mereka telah gagal. Perkembangan yang cepat dalam penggunaan alat pengaman built-in berarti bahwa kategori kegiatan ini akan menjadi sebesar isu manajemen perawatan pada sepuluh tahun mendatang sebagaimana halnya dengan kondisi monitoring pada waktu yang lalu. RCM menyiapkan ketentuan-ketentuan yang powerful, dan menetapkan bahaya yang mungkin terjadi, seberapa sering dan oleh siapa kegiatankegiatan ini harus dilakukan. 2. Perancangan ulang: mencakup menjadikan perubahan sekali waktu tertentu terhadap kemampuan melekat dari suatu sistem. Ini termasuk modifikasi pada hardware dan perubahan-perubahan pada prosedur. Proses RCM mempertimbangkan kebutuhan perawatan dari setiap asset sebelum menanyakan apakah ini memerlukan perubahan rancangan atau tidak. Ini disebabkan karena operator perawatan yang sedang bertugas hari ini harus merawat asset yang ada sekarang ini, bukan yang seharusnya untuk waktu yang akan datang. Walaupun demikian, bila telah menjadi nyata bahwa suatu aset memang tidak 37

11 bisa memberikan prestasi yang diinginkan, RCM membantu untuik memfokuskan pada usaha perancangan ulang. 3. Tidak ada perawatan terjadwal: Sebagaimana terlihat dari namanya, kegiatan default ini tidak akan melakukan apapun untuk mengantisipasi mode-mode kegagalan, sehingga kegagalan-kegagalan tersebut dibiarkan terjadi dan kemudian dilakukan perbaikan. Kegiatan default ini bisa juga disebut sebagai run-to-failure. 3.3 Penerapan RCM Bila langkah-langkah diatas diterapkan secara tepat, RCM dapat membuat peningkatan yang sangat baik pada keefektivan perawatan, dan terkadang berjalan dengan sangat cepat. RCM juga memiliki kemungkinan untuk sukses yang lebih besar apabila perhatian secara penuh dilakukan pada waktu pelaksanaan perencanaan, bagaimana dan oleh siapa analisis dilakukan, auditing dan implementasi. Hal-hal ini akan dibahas pada subbab-subbab berikut : Memprioritaskan asset dan menyusun tujuan Bagian akhir dari paparan ini menjelaskan bahwa RCM meningkatkan prestasi organisasi melalui cara-cara yang berbeda, yaitu nyata dan tidak nyata. Keuntungan nyata termasuk keselamatan yang lebih tinggi, peningkatan keterpaduan lingkungan, meningkatakan ketersediaan dan reliabilitas peralatan, kualitas produk dan pelayanan konsumen yang lebih baik, dan biaya operasi dan perawatan yang lebih rendah. Keuntungan tidak nyata termasuk pemahaman yang lebih baik terhadap bagaimana peralatan bekerja dari sisi pekerja perawatan, meningkatkan kerjasama dan pencapaian moral yang lebih tinggi. RCM seyogyanya diterapkan pertama-tama pada sistem-sistem yang dapat memberikan pengembalian tertinggi relatif terhadap usaha yang dibutuhkan pada area-area di atas. Apabila sistem-sistem ini tidak begitu jelas, maka perlu untuk memprioritaskan proyek RCM dengan menggunakan basis formal. Apabila ini telah dilakukan, maka sangat essensial untuk merencanakan setiap proyek secara rinci. 38

12 3.3.2 Perencanaan Kesuksesan penerapan RCM tergantung pada persiapan dan perencanaan yang sangat teliti. Elemen-elemen penentu dari proses perencanaan adalah sebagai berikut: a. Menetapkan ruang lingkup dan batas dari setiap proyek. b. Menetapkan dan mengkuantifikasikan tujuan dari setiap proyek. c. Mengestimasikan jumlah pertemuan yang dibutuhkan untuk mereview peralatan disetiap area d. Mengidentifikasi manajer proyek dan fasilitator-fasilitator. e. Mengidentifikasi peserta berdasarkan jabatan dan nama. f. Merencanakan training untuk peserta dan fasilitator-fasilitator. g. Merencanakan tanggal, waktu dan lokasi dari setiap pertemuan. h. Merencanakan audit manajemen terhadap rekomendasi RCM Peninjauan ulang Kita telah lihat bagaimana langkah-langkah yang diperlukan RCM. Dalam prakteknya, orang-orang perawatan tidak mampu untuk menjelaskannya. Ini disebabkan karena banyak dari penjelasan tersebut hanya dapat diberikan oleh orang-orang produksi atau operasi. Ini berlaku terutama untuk hal-hal yang berhubungan dengan fungsi, prestasi yang diharapkan, efek-efek kegagalan dan konsekuensi-konsekuensi kegagalan. Oleh alasan ini, review terhadap persyaratan perawatan dari aset tertentu harus dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil yang memasukkan setidaktidaknya satu orang dari fungsi perawatan dan satu orang dari fungsi operasi. Senioritas dari anggotta kelompok tidak begitu penting dibandingkan dengan fakta bahwa mereka harus memiliki pengetahuan yang menyeluruh dari aset yang sedang dilakukan review. Setiap angguta kelompok harus telah dilatih dalam RCM. Bentuk dari review group RCM yang tipikal bisa dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini : 39

13 Gambar 3.3 Kelompok review RCM tipikal Pemanfaatan kelompok ini tidak saja memungkinkan manajemen memiliki akses pengetahuan dari setiap anggotta kelompok secara sistematis, tetapi anggota kelompok sendiri mendapatkan keuntungan untuk memahami lebih dalam lagi tentang bagaimana asset bekerja Fasilitator Kelompok review RCM bekerja dibawah bimbingan spesialis RCM yang biasa dikenal sebagai fasilitator. Fasilitator merupakan orang yang paling penting dalam proses review RCM. Tugasnya adalah untuk menjamin agar: 1. Analisis RCM dilakukan pada tingkat yang benar, bahwa batas-batas sistem didefinisikan dengan jelas, bahwa tidak ada satu item yang tidak pentingpun yang diabaikan dan bahwa hasil-hasil analisis secara benar direkam. 2. RCM secara benar dipahami dan diterapkan oleh kelompok. 3. Anggota kelompok mencapai konsensus dengan cepat dan dengan cara yang teratur, dengan tetap mempertahankan antusias dan komitmen mereka 4. Analisis berjalan sesuai rencana dan selesai tepat waktu. Fasilitator juga bekerja dengan manajer proyek RCM atau sponsor RCM untuk menjamin bahwa setiap analisis secara tepat direncanakan dan mendapat dukungan manajerial dan logistik yang tepat. 40

14 3.3.5 Hasil Analisis RCM Apabila diterapkan dengan cara seperti yang dianjurkan di atas, analisis RCM akan memberikan tiga keuntungan yang nyata, sebagai berikut: a. Jadwal yang harus dilakukan oleh departemen perawatan. b. Prosedur operasi yang direvisi untuk operator aset. c. Satu daftar dari daerah-daerah dimana perubahan harus dilakukan terhadap rancangan aset atau cara aset dioperasikan untuk menangani situasi-situasi di mana aset tidak dapat memberikan prestasi yang diinginkan pada konfigurasi aset saat ini. Hasil yang kurang memberikan keuntungan yang nyata tetapi merupakan hasil yang sangat berharga adalah peserta proses analisis RCM cenderung untuk mulai berfungsi dengan lebih baik sebagai tim yang multidisiplin Auditing Segera setelah review untuk setiap peralatan major diselesaikan, senior manajer yang memiliki wewenang pada seluruh peralatan harus puas bahwa review tersebut masuk akal dan bisa dipertahankan. Ini mencakup dalam menentukan apakah mereka setuju dengan definisi fungsi-fungsi dan standar-standar prestasi, identifikasi mode-mode kegagalan dan penjelasan tentang efek-efek kegagalan, konsekuensi-konsekuensi kegagalan, dan pemilihan kegiatan-kegiatan Implementasi Segera setelah review RCM telah diaudit dan diterima, langkah terakhir adalah mengimplementasikan kegiatan-kegiatan, prosedur-prosedur dan one-time changes. Revisi kegiatan-kegiatan dan prosedur-prosedur harus didokumentasikan sedemikian rupa untuk menjamin bahwa prosedur tersebut mudah dipahami dan dilaksanakan dengan aman oleh orang-orang yang melaksanakannya. Kegiatan-kegiatan perawatan kemudian dimasukkan ke dalam perencanaan perawatan dan sistem kontrol, sedangkan revisi pada prosedur operasi biasanya dimasukkan dalam manual standard operating procedure (SOP). 41

15 Usulan untuk modifikasi ditangani oleh bagian engneering atau pada kebanyakan organisasi oleh fungsi manajemen proyek. 3.4 Apa yang Dicapai RCM Hasil analisis proses review RCM seperti yang dipaparkan diatas, seperti yang diinginkan, harus dapat membantu fungsi perawatan. Bagaimana cara melaksanakannya akan disajikan pada paragraf-paragraf berikut : a. Keselamatan dan proteksi terhadap lingkungan yang lebih besar: RCM mempertimbangklan implikasi keselamatan dan lingkungan dari setiap mode kegagalan sebelum mempertimbangkan pengaruhnya terhadap operasi. Ini berarti bahwa langkah-langkah diambil untuk meminimumkan seluruh bahaya yang terkait dengan peralatan, paling tidak mengeliminasikan ini semua. Dengan memadukan keselamatan dalam arus pengambilan keputusan dalam perawatan, RCM juga akan meningkatkan pandangan tentang keselamatan. b. Meningkatkan prestasi operasi (output, kualitas produk, dan pelayanan konsumen): RCM mengakui bahwa seluruh jenis perawatan memiliki suatu nilai, dan menyediakan ketentuan untuk memutuskan mana yang paling tepat untuk seluruh situasi. Dengan melakukan seperti ini, RCM menjamin bahwa hanya bentuk perawatan yang paling efektiflah yang dipilih untuk setiap mesin, dan kegiatan yang tepat diambil apabila perawatan tidak dapat membantu. RCM telah dikembangkan untuk membantu perusahaan penerbangan menyusun program perawatan dari pesawat terbang baru sebelum dioperasikan. Sebagai hasilnya, ini merupakan cara yang paling ideal untuk mengembangkan program serupa untuk aset baru, terutama peralatan yang kompleks dimana informasi sejarahnya tidak tersedia. Ini akan menghemat usaha coba-coba dan kesalahan yang kebanyakan merupakan bagian dari pengembangan program perawatan baru. c. Efektivitas biaya perawatan yang lebih tinggi: 42

16 RCM secara terus menerus memfokuskan perhatian pada kegiatan perawatan yang memiliki pengaruh yang sangat besar pada prestasi pabrik. Ini membantu menjamin bahwa segala sesuatu yang dibelanjakan untuk perawatan dibelanjakan pada tempat yang paling baik. Sebagai tambahan bila RCM diterapkan secara tepat kedalam sistem perawatan yang ada, maka dapat menurunkan jumlah pekerjaan rutin yang dikeluarkan pada setiap periode, biasanya mencapai 40 sampai 70% penurunan. Dilain pihak, bila RCM digunakan untuk mengembangkan sistem perawatan baru, jadwal beban pekerjaan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan bila sistem dikembangkan dengan menggunakan metode tradisional. d. Umur yang lebih panjang dari komponen yang mahal: Mengingat akan penekanan pada penggunaan teknik-teknik perawatan oncondition. e. Basis data perawatan yang komprehensif: Review RCM berakhir dengan suatu basis data yang komprehensif, andal dan terdokumentasikan secara penuh tentang kebutuhan-kebutuhan perawatan dari seluruh aset yang penting yang dioperasikan oleh organisasi. Ini memungkinkan keserasian dengan keperluan perubahan tanpa harus mempertimbangkan kembali seluruh kebijaksanaan perawatan dari awal. Ini akan menurunkan pula pengaruh dari pergantian staff terutama dari segi waktu karena kehilangan pengalaman. Review RCM terhadap kebutuhan perawatan dari setiap aset juga menyediakan pandangan yang lebih jelas dari keterampilan yang dibutuhkan untuk merawat setiap aset, dan untuk memutuskan suku cadang apa yang harus disimpan dalam stok. f. Motivasi individu yang lebih besar, Terutama bagi mereka yang ikut dalam proses review. Ini menjurus pada pengertian yang lebih mendalam dari peralatan dalam konteks operasinya, juga dalam pemahaman tentang masalah perawatan dan solusinya. Ini juga memiliki arti bahwa solusi tersebut dapat bertahan lebih lama. g. Kerja kelompok yang lebih baik: 43

17 RCM menyediakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua orang yang terkait dengan perawatan. Ini memberikan pengertian yang lebih baik bagi orang-orang perawatan dan operasi tentang apa yang dapat dicapai oleh perawatan, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapainya. Semua masalah ini merupakan bagian utama dari manajemen perawatan, dan banyak dari masalah tersebut telah menjadi target dari program-program pengembangan. Keunggulan dari RCM adalah RCM menyediakan kerangka kerja efektif langkah demi langkah untuk mengatasi seluruh masalah sekaligus, dan untuk mengikutsertakan setiap orang yang terkait dengan peralatan dalam proses operasinya. RCM memberikan hasil yang sangat cepat. Pada kenyataannya, apabila mereka difokuskan secara tepat dan diterapkan secara tepat, analisis RCM dapat memberikan keuntungan dalam hitungan bulan atau kadang-kadang dalam hitungan minggu. Review ini menuntun ke transformasi baik dalam pengertian akan persyaratan perawatan dari aset fisik yang digunakan maupun pemahaman akan fungsi perawatan secara keseluruhan. Hasilnya adalah perawatan yang lebih efektif, lebih harmonis dan lebih murah. 44

BAB IV SISTEM INFORMASI PADA PERAWATAN BERORIENTASI KEANDALAN

BAB IV SISTEM INFORMASI PADA PERAWATAN BERORIENTASI KEANDALAN BAB IV SISTEM INFORMASI PADA PERAWATAN BERORIENTASI KEANDALAN 4.1 Registrasi Komponen Hal pertama yang harus dilakukan dalam kegiatan perawatan keandalan adalah meregister ataupun mencatat seluruh komponen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemeliharaan Semua barang yang dibuat oleh manusia memiliki umur pakai dan pada akhirnya akan mengalami kerusakan. Umur pakai barang dapat diperpanjang dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kurang lebih 30 tahun belakangan ini, perawatan adalah faktor terbesar yang mempengaruhi biaya produksi. Sebagai contoh di Amerika Serikat, pada tahun 1981,

Lebih terperinci

MODUL VIII STUDI KASUS PERENCANAAN PEMELIHARAAN MESIN BALLMILL DENGAN BASIS RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE )

MODUL VIII STUDI KASUS PERENCANAAN PEMELIHARAAN MESIN BALLMILL DENGAN BASIS RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE ) 1 MODUL VIII STUDI KASUS PERENCANAAN PEMELIHARAAN MESIN BALLMILL DENGAN BASIS RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE ) ABSTRAKSI Aktifitas produksi sering mengalami hambatan dikarenakan tidak berfungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi pada suatu perusahaan adalah kesiapan mesin mesin produksi dalam. diperlukan adanya suatu sistem perawatan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. operasi pada suatu perusahaan adalah kesiapan mesin mesin produksi dalam. diperlukan adanya suatu sistem perawatan yang baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketidakstabilan perekonomian dan semakin tajamnya persaingan di dunia industri mengharuskan suatu perusahaan untuk lebih meningkatkan kelancaran kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meminimisasi terhambatnya proses produksi jika terjadi kerusakan.

BAB I PENDAHULUAN. meminimisasi terhambatnya proses produksi jika terjadi kerusakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan PT Pancakarsa Bangun Reksa (PBR) merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang jasa konsultan, desain dan konstruksi, mekanikal, sipil, dan elektrikal

Lebih terperinci

Dengan memanfaatkan prosedur maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang baik antara bagian produksi dan maintenance maka akan diperoleh:

Dengan memanfaatkan prosedur maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang baik antara bagian produksi dan maintenance maka akan diperoleh: Preventive maintenance adalah suatu pengamatan secara sistematik disertai analisis teknis-ekonomis untuk menjamin berfungsinya suatu peralatan produksi dan memperpanjang umur peralatan yang bersangkutan.

Lebih terperinci

MODUL 14 Reliability Centered Maintenance (RCM)

MODUL 14 Reliability Centered Maintenance (RCM) MODUL 14 Reliability Centered Maintenance (RCM) Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah proses yg digunakan untuk menentukan metode pemeliharaan yang paling efektif. Program ini meliputi tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam dunia industri khususnya sebagai supplier bahan baku

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam dunia industri khususnya sebagai supplier bahan baku BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian PT. Cisangkan yang terletak di Bandung merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam dunia industri khususnya sebagai supplier bahan baku bangunan.

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

Trainer Agri Group Tier-2

Trainer Agri Group Tier-2 No HP : 082183802878 PERAWATAN / MAINTENANCE kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan mesin kegiatan pemeliharaan, perbaikan penyesuaian, maupun penggantian sebagian peralatan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kerusakan dan Pemeliharaan Suatu barang atau produk dikatakan rusak ketika produk tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik lagi (Stephens, 2004). Hal yang

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS DAN HASIL

Bab IV ANALISIS DAN HASIL Bab IV ANALISIS DAN HASIL 4.1 Efektifitas dan Efisiensi Penilaian Kinerja Suatu kinerja dikatakan efektif bila dapat diselesaikan dalam waktu yang tepat atau lebih cepat dari perkiraan target penyelesaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini dapat memiliki dampak yang positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi Pemecahan masalah adalah suatu proses berpikir yang mencakup tahapan-tahapan yang dimulai dari menentukan masalah, melakukan pengumpulan data melalui studi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Manajemen 3.1.1 Definisi Manajemen Definisi manajemen sangat luas, sehingga pada faktanya tidak ada defenisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Adapun bebrapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemeliharaan Adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

c. Bab II berisikan landasan teori yang digunakan oleh penulis dalam pemecahan permasalahan yang diteliti.

c. Bab II berisikan landasan teori yang digunakan oleh penulis dalam pemecahan permasalahan yang diteliti. 8 b. Bab I mengetengahkan latar belakang penulisan tesis, perumusan masalah, diagram keterkaitan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. c. Bab II berisikan landasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Perawatan (Maintenance) Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran.

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Recycle. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Recycle. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang PT. Dwi Indah adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang produksi plastik dan berbagai olahan kertas. Perusahaan ini terletak di Gunung Putri, Jawa

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). Analisis perhitungan overall equipment effectiveness pada PT. Selamat Sempurna Tbk. dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE

CORRECTIVE MAINTENANCE CORRECTIVE MAINTENANCE Definisi Kegiatan Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan pemeliharaan terencana dan kegiatan pemeliharaan tak terencana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan perekonomian berkembang begitu pesatnya, sehingga tercipta lingkungan yang kompetitif dalam segala bidang usaha, persaingan di bidang industri semakin

Lebih terperinci

BAB l Pengujian Perangkat Lunak

BAB l Pengujian Perangkat Lunak BAB l Pengujian Perangkat Lunak 1.1 Pengertian Pengujian Pengujian Perangkat Lunak (Software Testing) adalah suatu teknik yang digunakan untuk menentukan bahwa perangkat lunak yang dihasilkan telah memecahkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN DIKTAT KULIAH MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2007 DIKTAT KULIAH MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN Disusun : ASYARI DARYUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS METODOLOGI

BAB III ANALISIS METODOLOGI BAB III ANALISIS METODOLOGI Pada bagian ini akan dibahas analisis metodologi pembangunan BCP. Proses analisis dilakukan dengan membandingkan beberapa metodologi pembangunan yang terdapat dalam literatur

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

PROSES AUDIT. Titien S. Sukamto

PROSES AUDIT. Titien S. Sukamto PROSES AUDIT Titien S. Sukamto TAHAPAN AUDIT Proses audit terdiri dari tahapan berikut : 1. Planning (Perencanaan) 2. Fieldwork and documentation (Kunjungan langsung ke lapangan dan Dokumentasi) 3. Issue

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PERAWATAN PADA PERALATAN INDUSTRI

SISTEM INFORMASI PERAWATAN PADA PERALATAN INDUSTRI SISTEM INFORMASI PERAWATAN PADA PERALATAN INDUSTRI TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Tahap Sarjana di Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung Oleh: Anatas Binsar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam rangka mendukung kelangsungan produksi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam rangka mendukung kelangsungan produksi sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mesin-mesin dan peralatan produksi merupakan elemen atau unsur yang sangat penting dalam rangka mendukung kelangsungan produksi sebuah perusahaan manufaktur.

Lebih terperinci

Perancangan Kebijakan Perawatan Mesin Printer 3D CLab A01

Perancangan Kebijakan Perawatan Mesin Printer 3D CLab A01 Petunjuk Sitasi: Herianto, & Irlanda, E. A. (2017). Perancangan Kebijakan Perawatan Mesin Printer 3D CLab A01. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C56-61). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembuatan suatu produk diperlukan mesin produksi sebagai alat pendukung guna terlaksananya proses produk tersebut. Suatu mesin dalam proses produksi tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Objek dalam penelitian ini adalah mesin pendukung sistem boiler yang berbahan bakar batu bara di PT Indo Pusaka Berau.

Objek dalam penelitian ini adalah mesin pendukung sistem boiler yang berbahan bakar batu bara di PT Indo Pusaka Berau. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah mesin pendukung sistem boiler yang berbahan bakar batu bara di PT Indo Pusaka Berau. 3.2 Jenis Penelitian Dalam penelitian

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEGIATAN PERAWATAN PADA TOWER CRANE MILIK PT. TATAMULIA NUSANTARA INDAH MENGGUNAKAN RCM II (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE)

PERENCANAAN KEGIATAN PERAWATAN PADA TOWER CRANE MILIK PT. TATAMULIA NUSANTARA INDAH MENGGUNAKAN RCM II (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE) PERENCANAAN KEGIATAN PERAWATAN PADA TOWER CRANE MILIK PT. TATAMULIA NUSANTARA INDAH MENGGUNAKAN RCM II (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE) Oleh: Mirza Imesya Nialda 6506.040.004 ABSTRAK Perusahaan ini sering

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA a BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Lebih terperinci

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Dosen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution Oleh : Shelly Atriani Iskandar P056121981.50 KELAS R50 PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

CHAPTER 8 PERENCANAAN STRATEGIS

CHAPTER 8 PERENCANAAN STRATEGIS CHAPTER 8 PERENCANAAN STRATEGIS Oleh : Kartika Putri K 0610230107 Renawati 0710230139 Fendi Permana 0710230168 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010 PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang semakin pesat memacu industri-industri terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkannya. Dalam bidang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. sesuai standar ISO 9001 di PT X. dan rekomendasi dari penulis kepada

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. sesuai standar ISO 9001 di PT X. dan rekomendasi dari penulis kepada BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan penutup yang berisi simpulan untuk menjawab pertanyaan dengan justifikasi hasil penelitian penerapan sistem manajemen mutu sesuai standar ISO 9001 di PT

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE MAINTENANCE)

PEMELIHARAAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE MAINTENANCE) PEMELIHARAAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE MAINTENANCE) Di Susun Oleh : Linda Liana 41813120100 Dosen Pengampu : Wahyu Hari Haji M.Kom FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDY SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS MERCU

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN 2337-4349

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN 2337-4349 ANALISIS PERAWATAN KOMPONEN KERETA API DI DIPO RANGKASBITUNG Mutmainah Mattjik, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja Manajemen kinerja adalah sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan perusahaan (Bacal,1999). Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era perdagangan bebas, saat ini persaingan dunia usaha dan perdagangan semakin kompleks dan ketat. Hal tersebut tantangan bagi Indonesia yang sedang

Lebih terperinci

GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN

GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN Oleh : Suharno LOKAKARYA BUDAYA KESELAMTAN INSTALASI NUKLIR Jakarta 17 20 Mei 2005 1. PENDAHULUAN Kelemahan dapat memicu terjadinya keadaan keselamatan yang tidak stabil

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 3 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 29/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S) REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S) SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 20 TAHUN 2009 TANGGAL : 17 FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN IMPLEMENTASI RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA PT INDONEPTUNE NET MANUFACTURING

PERANCANGAN IMPLEMENTASI RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA PT INDONEPTUNE NET MANUFACTURING PROCEEDINGS Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice PERANCANGAN IMPLEMENTASI RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA PT INDONEPTUNE NET MANUFACTURING Didit Damur Rochman 1, Cindy

Lebih terperinci

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko - 11 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL A. Proses Manajemen Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

Tujuan pembelajaran Mendefinisikan batasan manajemen proyek perangkat lunak (MPPL) Membedakan pengembangan proyek perangkat lunak dengan lainnya Memah

Tujuan pembelajaran Mendefinisikan batasan manajemen proyek perangkat lunak (MPPL) Membedakan pengembangan proyek perangkat lunak dengan lainnya Memah Manajemen Proyek TI /Perangkat Lunak (MPPL) Materi 1 Pengenalan MPPL The McGraw-Hill Companies/Software Project Management (second edition) / Bob Hughes and Mike Cotterell Tujuan pembelajaran Mendefinisikan

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktifitas merupakan salah satu tolak ukur sebuah perusahaan manufaktur dan jasa dalam menilai apakah kinerja perusahaan dapat dikatakan baik. Bagaimana perusahaan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

136 Pemeliharaan Perangkat Lunak

136 Pemeliharaan Perangkat Lunak 8.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan perangkat lunak merupakan proses memodifikasi sistem perangkat lunak atau komponennya setelah penggunaan oleh konsumen untuk memperbaiki kerusakan, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Latar Belakang CMMI (Capability Maturity Model Integration) Menurut Dennis M. Ahern, Aaron Clouse, dan Richard Turner, dalam buku mereka yang berjudul CMMI Distilled: A Practical

Lebih terperinci

URGENCY MAINTAINABILTY DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

URGENCY MAINTAINABILTY DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI URGENCY MAINTAINABILTY DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI Disusun oleh : MARSELI CHRIS PRIHATININGTYAS (P056133512.52E) Mata Kuliah : Sistem Informasi Manajemen Dosen Tugas : Dr. Ir. Arif Imam Suroso,

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN Modul ke: 14 Fakultas PSIKOLOGI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN BAB XIV Trends Pelatihan dan Best Practice Program Studi PSIKOLOGI Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Peran Trainer Kecenderungan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi (preventive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi (preventive BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Bangunan Gedung Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, pemeliharaan bangunan

Lebih terperinci

MINGGU KE-9 MANAJEMEN MUTU PROYEK

MINGGU KE-9 MANAJEMEN MUTU PROYEK MINGGU KE-9 MANAJEMEN MUTU PROYEK Menurut organisasi internasional untuk standarisasi, ISO, mutu didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik dari suatu kesatuan yang membawa kepada kemampuan pencapaian

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Kantor 2.1.1 Pengertian Mesin Kantor Menurut The Liang Gie (2007:229) mesin perkantoran (office machine) adalah Segenap alat yang dipergunakan untuk mencatat, mengirim,

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

5. PROGRAM PERAWATAN DAN PENGUJIAN BERKALA

5. PROGRAM PERAWATAN DAN PENGUJIAN BERKALA 5. PROGRAM PERAWATAN DAN PENGUJIAN BERKALA Umum 5.1. Sesuai dengan Ref [1], par. 903, tertulis program-program untuk perawatan dan pengujian berkala harus disusun berdasarkan Laporan Analisis Keselamatan

Lebih terperinci

#10 MANAJEMEN RISIKO K3

#10 MANAJEMEN RISIKO K3 #10 MANAJEMEN RISIKO K3 Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya. Selain itu Risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan konsumen. Salah satu hal yang menjadi kebutuhan konsumen yaitu kualitas produk yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia yang sangat cepat menyebabkan banyak industri yang tumbuh dan bersaing dalam mendapatkan konsumennya. Melihat gejala tersebut

Lebih terperinci

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI 9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Manajer senatiasa mengantisipasi perubahan-perubahan dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian disain organisasi diwaktu yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 MANAJEMEN PERAWATAN Manajemen perawatan adalah salah satu elemen penting dalam suatu perusahaan terutama dalam perusahaan manufaktur. Sehingga sangat dibutuhkan perawatan dalam

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek Persepsi yang diberikan masyarakat terhadap pembangunan PLTMH merupakan suatu pandangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang diharapkan mampu memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

Lebih terperinci

PREVENTIVE MAINTENANCE

PREVENTIVE MAINTENANCE PREVENTIVE MAINTENANCE ABSTRAK Gangguan yang terjadi selama proses produksi atau aktivitas rutin lain akibat dari terjadinya kerusakan pada mesin atau fasilitas kerja lainnya, harus dicegah sedini mungkin.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Sistematika Pemecahan Masalah

Gambar 3.1 Diagram Alir Sistematika Pemecahan Masalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan metode berpikir untuk menghasilkan tahapan-tahapan yang harus ditetapkan oleh peneliti dalam proses penelitian. Berikut adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom

Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom Abstraks System informasi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan bisnis suatu perusahaan atau organisasi modern. Sehingga system informasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Risiko Risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL

MANAJEMEN OPERASIONAL MANAJEMEN OPERASIONAL SUBSISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA Astrid Lestari Tungadi, S.Kom., M.TI. PENDAHULUAN Subsistem yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam hal keterampilan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan dalam dunia perindustrian semakin ketat. Semua perusahaan bidang apapun berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Banyak faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara. dan/atau perolehan lainnya yang sah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara. dan/atau perolehan lainnya yang sah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007) Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto

MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto Pengembangan Strategi SI/TI Mengembangkan sebuah strategi SI/TI berarti berpikir secara strategis dan merencanakan manajemen yang efektif untuk jangka waktu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Secara umum, penelitian ini bertujuan membantu perusahaan dalam

BAB IV PEMBAHASAN. Secara umum, penelitian ini bertujuan membantu perusahaan dalam BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Secara umum, penelitian ini bertujuan membantu perusahaan dalam menekan tingkat terjadinya kecacatan produk yang terjadi selama proses produksinya dengan efektif dan

Lebih terperinci

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN 3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi

Lebih terperinci

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya 4.1q1 Bagaimana organisasi menentukan masalah eksternal dan internal yang relevan dengan tujuan dan arah strategis?

Lebih terperinci

Identifikasi Bahaya dan Penentuan Kegiatan Perawatan Pada Tower Crane 50T Menggunakan Metode RCM II (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Kapal)

Identifikasi Bahaya dan Penentuan Kegiatan Perawatan Pada Tower Crane 50T Menggunakan Metode RCM II (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Kapal) Identifikasi Bahaya dan Penentuan Kegiatan Perawatan Pada Tower Crane 50T Menggunakan Metode RCM II (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Kapal) Anggita Hardiastuty1 *, Galih Anindita 2, Mades D. Khairansyah

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci