BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 11 PENDAHULUAN Vitamin C digunakan secara topikal untuk mencegah penuaan dini melalui mekanisme antioksidan dan prekursor sintesis kolagen. Aktivitas antioksidan vitamin C didasarkan pada nilai potensial reduksinya yang lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi. Oleh karena itu sediaan dengan bahan aktif vitamin C harus memiliki kemampuan berdifusi melalui kulit agar dapat mencapai dermis. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi difusi zat aktif dari sediaan semisolida, diantaranya adalah bentuk dan ph sediaan. Bentuk sediaan semisolida meliputi bentuk sediaan krim, gel, pasta dan salep. Pada saat ini bentuk sediaan semisolida vitamin C yang ada di pasaran adalah bentuk krim, padahal ada bentuk sediaan lain yang dapat memberikan keuntungan ditinjau dari kenyamanan pada saat pemakaian diantaranya adalah bentuk sediaan gel. Gel merupakan sediaan semisolida yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dimana suatu cairan terpenetrasi kedalamnya. Terbentuknya gel dengan struktur tiga dimensi disebabkan karena adanya cairan yang terperangkap sehingga molekul pelarut tidak dapat bergerak. Krim merupakan sistem emulsi yang memiliki konsistensi semisolida yang merupakan sistem dispersi suatu cairan dalam cairan lain yang secara spontan tidak dapat bercampur dan secara termodinamika tidak stabil. Untuk memperlambat terjadinya ketidakstabilan diperlukan komponen ketiga yang disebut sebagai stabilisator atau bahan pengemulsi. Formula gel vitamin C dibuat dengan pembawa hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) dan pelarut dapar fosfat ph 3, ph 5 dan ph 7. Untuk sediaan krim digunakan minyak parafin dan emulgator yang digunakan adalah kombinasi Tween 60 dan Span 60. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh bentuk dan ph sediaan semisolida terhadap kecepatan difusi vitamin C. Bentuk sediaan yang diteliti adalah sediaan gel dan krim. Uji difusi dilakukan dengan menggunakan sel difusi. Konsentrasi vitamin C yang berdifusi ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 266 nm. Dengan mengetahui pengaruh ph terhadap profil difusi ini diharapkan dapat merancang formula sediaan semisolida vitamin C dengan laju difusi yang cepat untuk mempersingkat lama pemakaian.

2 12 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1. 1 Vitamin C Vitamin C dikenal pula dengan nama asam askorbat yang berfungsi sebagai antioksidan dan prekursor sintesis kolagen Monografi Vitamin C Vitamin C dengan bobot molekul 176,13 mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C 6 H 8 O 6. Pemerian vitamin C yaitu hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Struktur vitamin C dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Struktur vitamin C * Sifat fisikokimia Vitamin C Vitamin C oleh pengaruh cahaya akan berubah menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara tetapi dalam bentuk larutan mudah teroksidasi. Titik lebur kurang lebih 190 C, rotasi jenis antara +20,5 sampai dengan +21,5. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan titrasi asam basa, titrasi menggunakan iodin, titrasi menggunakan 2,6 diklorofenolindofenol, spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi dan fluorometri. Vitamin C pada suhu 20 C praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam 50 bagian etanol, dalam 25 bagian etanol 95%, praktis tidak larut dalam eter, larut dalam 100 bagian gliserin, larut dalam 20 bagian propilenglikol, dan larut dalam 3,5 bagian air. Penyimpanan vitamin C dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Wade, 1994). Vitamin C memiliki rentang ph 2,1 2,6 dalam larutan 5% dengan pelarut air. Vitamin C memiliki 2 nilai pka yaitu 4,17 dan 11,57. Bobot jenis partikel adalah 1,65 g/cm 3 sedangkan bobot *

3 13 jenis mampat 1 1,2 g /cm 3 untuk vitamin C yang berbentuk kristal dan 0,9 1,1 g/cm 3 untuk vitamin C berbentuk serbuk. Vitamin C inkompatibel dengan alkali, ion logam berat terutama temabaga dan besi, senyawa pengoksidasi, metenamin, fenilefrinhidroklorida, pirilaminmaleat, salisilamid, natrium nitrit, natrium salisilat dan teobromin salisilat. Vitamin C tidak stabil dalam larutan air. Laju perusakan meningkat dengan adanya logam, terutama tembaga dan besi dan juga oleh adanya enzim. Pemaparan oleh oksigen atau pemanasan yang terlalu lama dapat meningkatkan ketidakstabilan vitamin C. Stabilitas maksimum larutan vitamin C berada pada ph 5,4 (Wade, 1994). Vitamin terdiri dari 2 bentuk yaitu : asam L-askorbat dan asam D-Askorbat memiliki aktivitas biologi sedangkan asam D-Askorbat tidak memiliki aktivitas biologi (DeMan, 1997) Aktivitas Farmakologi Vitamin C Topikal Vitamin C merupakan vitamin yang berperan sebagai antioksidan dan juga dalam proses sintesis kolagen. Sebagai antioksidan vitamin C berperan dalam melindungi sel-sel tubuh dari proses oksidasi. Vitamin C mempunyai potensial oksidasi yang lebih tinggi atau potensial reduksi yang lebih rendah sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan dengan sel-sel tubuh. Kolagen adalah komponen utama lapisan kulit dermis yang dibuat oleh sel fibroblast. Kolagen adalah senyawa protein rantai panjang yang tersusun atas asam amino alanin, arginin, lisin, glisin, prolin, serta hiroksiprolin. Produksi kolagen menurun seiring dengan bertambahnya usia, yang mengakibatkan kulit kurang elastis. Fibroblast dermis memproduksi prekursor yang dikenal sebagai pro kolagen. Pro kolagen mengandung terdiri dari asam amino tambahan pada setiap cabangnya. Sintesis kolagen melibatkan hidroksilasi prolil dan lisil yang merupakan residu dari pro kolagen. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim prolilhidroksilase dan lisilhidroksilase yang membutuhkan Fe 2+ dan asam askorbat untuk menghasilkan hidroxiprolin dan hidroxilisin yang berperan dalam pembentukan massa kolagen (Combs, 1995). Produksi kolagen merupakan proses dinamis meliputi sintesis berkelanjutan oleh fibroblast dan penguraian oleh enzim Kolagenase. Sinar UV dapat merusak kulit dengan

4 14 meningkatkan produksi enzim proteolitik (Kolagenase) yang menguraikan kolagen pada lapisan dermis kulit. 1.2 Kulit Kulit merupakan organ paling luas pada tubuh kita. Luas permukaan kulit adalah sekitar 1,5-2 m 2. Kulit menerima sekitar satu pertiga peredaran darah dalam tubuh dan terdiri dari lapisan-lapisan selular yang berbeda-beda yang tersusun secara paralel ke permukaan. Membran kulit terdiri dari 3 komponen yaitu epidermis atau superficial epithelium, dermis yang berada di bawah epidermis, dan subkutan (Martini, 2001). a. Lapisan epidermis Berdasarkan lokasi kulit maka epidermis terdiri dari sel-sel epitel berlapis 4 sampai 5. Misalnya pada telapak kaki dan tangan epidermis terdiri dari 5 lapisan sedangkan pada bagian lainnya epidermis terdiri dari 4 lapisan. Kelima lapisan epidermis tersebut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum atau stratum basale. Stratum germinativum merupakan lapisan dasar epidermis dan merupakan satu-satunya lapisan yang mampu mengalami reproduksi. Lapisan ini didominasi oleh stem cell. Hasil pembelahan stem cell ini menghasilkan sel-sel baru yang akan mendesak sel-sel diatasnya atau masuk ke lapisan lebih atas yaitu stratum spinosum. Stratum spinosum mengandung sel Langerhans yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dalam jumlah banyak. Beberapa sel di stratum spinosum dapat mengalami pembelahan namun aktivitas ini berakhir pada saat sel-sel ini mencpai stratum granulosum. Pada stratum granulosum terjadi sintesis keratohyalin. Pada kulit yang tebal seperti telapak kaki dan tangan terdapat stratum lucidum yang menutupi stratum granulosum. Sel-sel di stratum lucidum berbentuk pipih dan berisi eleidin. Eleidin dan keratohyalin merupakan bahan dasar pembentukan keratin. Bila serabu keratin telah berkembang sempurna maka sel-sel penghasilnya akan berubah bentuk menjadi pipih dan tipis, membrannya menebal sehingga permeabilitasnya berkurang, kemudian inti dan organel lainnya mengalami desintegrasi dan akhirnya mati. Membran sel akhirnya tertutup oleh keratin. Lapisan yang terdiri dari sel-sel pipih dan mati disebut stratum korneum. Permukaan stratum korneum relatif kering sehingga mikroba sulit hidup pada permukaan kulit (Martini, 2001).

5 15 b. Dermis Dermis mengandung jaringan ikat yang tergolong dalam jaringan ikat kencang dan tidak teratur. Pada lapisan ini terdapat pula pembuluh darah, pembuluh limfatik, otot, serabut (elastis, retikular dan kolagen), saraf, berbagai reseptor, kelenjar, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari 2 lapisan utama yaitu lapisan papilari yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan serabut elastis sehingga bersifat elastis dan lapisan retikular yang mengandung serabut yang tidak beraturan sehingga bersifat fleksibel. Daerah retikular berhubungan dengan organ-organ yang berada di bawahnya seperti tulang dan otot melalui lapisan hipodermis (Martini, 2001). c. Hipodermis atau Subkutan Lapisan ini merupakan lapisan yang terikat sangat lemah dengan dermis. Antara dermis dan hipodermis tidak ada pembatas yang jelas. Hipodermis tersusun dari jaringan ikat longgar yang banyak mengandung lemak. Lapisan ini berperan dalam stabilisasi posisi kulit dalam kaitannya dengan jaringan atau organ lain (Martini, 2001). 1.3 Permeasi Kulit Permeasi kulit adalah masuknya bahan obat atau zat aktif dari luar kulit ke dalam jaringan kulit, dengan melewati membran sebagai pembatas. Membran pembatas ini adalah stratum corneum yang bersifat tidak permeabel terutama terhadap zat larut air, dibandingkan terhadap zat larut lemak. Penetrasi melintasi stratum korneum dapat terjadi karena adanya proses difusi melalui dua rute yaitu transepidermal dan transappendagel (Barry, 1992). Transepidermal merupakan jalur utama absorpsi perkutan karena luas permukaan kulit 100 sampai 1000 kali lebih besar daripada luas permukaan kelenjar dalam kulit. Absorpsi melalui rute transepidermal sangat ditentukan oleh keadaan stratum corneum yang berfungsi sabagai membran semipermeabel. Jumlah zat aktif yang berpenetrasi tergantung pada gradien konsentrasi dan koefisien partisi senyawa aktif dalam minyak dan air. Difusi melalui rute transepidermal terjadi melalui dua jalur yaitu transeluler melalui sel korneosit yang berisi keratin, dan interseluler, melalui ruang antar sel stratum korneum yang kaya akan lipid (Aulton, 1998). Rute transappendagel adalah rute penetrasi molekul zat aktif melalui pori pori pada folikel rambut dan ujung saluran keringat dan kelenjar minyak. Rute ini penting bagi

6 16 senyawa-senyawa yang dapat terionisasi dan senyawa-senyawa polar dengan molekul besar yang tidak dapat menembus stratum korneum. Fenomena permeasi kulit terdiri dari dua tahap, yaitu pelepasan zat aktif dari pembawa untuk diabsorpsi di atas permukaan stratum korneum dan difusi molekul zat aktif ke dalam lapisan di bawah kulit. Jumlah zat aktif yang dilepaskan dari sediaan semisolida dipengaruhi oleh waktu dan formulasi. Uji pelepasan merupakan salah satu metode untuk mengetahui absorpsi perkutan secara in vitro tanpa membran sebagai pembatas. Pelarut yang dapat digunakan sebagai media penerima adalah air, agar, gelatin, isopropil miristat, dan campuran pelarut yang bersifat polar dan non polar (Barry, 1992). 1.4 Sediaan Semisolida Sediaan semisolida adalah sediaan setengah padat yang didesain untuk memberikan efek lokal setelah digunakan pada permukaan kulit atau mukosa membran. Sediaan semisolida umumnya digunakan untuk memberikan efek perlindungan, pelembab, ataupun yang memberikan efek terapi. Bentuk sediaan semisolida dapat bervariasi tergantung kepada basis yang digunakan. Bentuk sediaan semisolida antara lain adalah salep, krim, gel dan pasta. Formulasi sediaan semisolida terdiri dari zat aktif, zat pembawa, dan zat tambahan. Perbedaan bentuk sediaan semisolida didasrkan pada perbedaan viskositas hasil jadi. Pada umumnya, penambahan fasa cair yang makin banyak akan mengurangi viskositas sediaan Pemilihan bahan pembawa didasarkan pada sifat zat yang akan digunakan dan keadaan kulit tempat pemberian sediaan topikal tersebut. Fungsi bahan pembawa adalah untuk meningkatkan atau membantu proses penetrasi perkutan bahan aktif. Selain itu, bahan pembawa juga dipakai sebagai pelindung kulit, pendingin kulit, oklusif atau astringen. Bahan tambahan sediaan topikal pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (a) Bahan untuk memperbaiki konsistensi, (b) Pengawet, untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme, (c) Pelembab, untuk melembutkan kulit pada saat pemakaian, (d) Dapar, untuk menjaga stabilitas zat aktif yang dipengaruhi ph, (e) Antioksidan, untuk mencegah reaksi oksidasi fasa minyak (f) Pengkompleks, untuk mencegah penguraian zat akibat

7 17 adanya sesepora logam, (g) Peningkat penetrasi, untuk meningkatkan absorpsi zat aktif melalui kulit Gel Gel merupakan sediaan semisolida yang terdiri suspensi partikel halus anorganik maupun molekul organik besar yang saling berinterpenetrasi dengan cairan (Ditjen POM, 1995). Gel adalah sistem setengah padat dari dua komponen atau lebih yang terdiri dari massa seperti pagar yang rapat dan disusupi oleh cairan (Martin, 1993). Berdasarkan jenis fasa terdispersi, gel dapat dibedakan menjadi gel fasa tunggal dan gel dua fasa. Gel fasa tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fasa tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik atau dari gom alam. Gel sistem dua fasa terbentuk jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah dan apabila ukuran partikel fasa terdispersi relatif besar, massa gel dapat dinyatakan sebagai magma. Berdasarkan sifat fasa koloidal, gel dapat dikelompokkan menjadi gel anorganik dan gel organik. Berdasarkan sifat pelarut, gel dikelompokkan menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel adalah gel dengan pelarut air dan organogel adalah gel dengan pelarut non air. Hidrogel umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofil yang saling sambung silang melalui ikatan hidrogen, interaksi ionik atau interaksi hidrofob (Lieberman, 1989). Polimer-polimer pembentuk gel yaitu: a. Protein Yang termasuk polimer golongan ini adalah kolagen dan gelatin. Kolagen adalah protein penghubung jaringan utama hewan. Kolagen dibentuk dari glisin (33%), prolin dan hidroksiprolin (23%), asam amino lain (44%). Kolagen tidak larut dalam air, namun sekitar 2 hingga 3% dapat larut dalam larutan asam. Kolagen juga dapat terlarut dengan menggunakan enzim proteolida. Gelatin adalah kolagen yang terdenaturasi yang dapat diurai oleh air atau lingkungan asam basa menghasilkan gelatin tipe A dan B. Gelatin membentuk gel yang elastik, yang sifat fisikanya tergantung kepada : konsentrasi protein, bobot molekul rata-rata, suhu, ph, dan zat tambahan.

8 18 b. Polisakarida Polimer golongan polisakarida meliputi: agar, alginat, karagenan, glisirizin, gum guar, pektin, pati, tragakan. c. Polimer semisintetik Yang termasuk ke dalam polimer golongan ini adalah natrium karboksimetilselulosa, hidroksipropilselulosa, hidroksimetilselulosa, metilselulosa. d. Polimer sintetik Yang termasuk polimer sintetik adalah: karbomer, poloksamer, poliakrilamida, polivinilalkohol. e. Senyawa-senyawa anorganik Golongan ini meliputi : aluminium hidroksida Gel merupakan bentuk sediaan semisolida transparan sampai opak yang mengandung perbandingan yang tinggi dari pelarut terhadap bahan pembentuk gel. Ketika didispersikan dalam pelarut yang sesuai, bahan pembentuk gel akan bergabung membentuk koloid struktur tiga dimensi yang membatasi aliran cairan melalui penjeratan molekul pelarut dan membuatnya tidak bergerak. Struktur tersebut menyebabkan gel tahan terhadap perubahan bentuk dengan adanya sifat viskoelastis (Osborne, 1990). Stuktur dari jaringan gel diantaranya adalah struktur kumparan acak (random coil), heliks, timbunan (stacks), dan rumah kartu (house of cards). Gel yg banyak digunakan dalam industri farmasi umumnya membentuk struktur kumparan acak. Struktur kumparan acak sering ditunjukkan oleh polimer sintetik seperti resin dan derivat selulosa (Osborne, 1990). Mekanisme pembentukan struktur kumparan acak disebabkan oleh interaksi polimer dengan polimer dan polimer dengan pelarut. Meskipun struktur gel pada dasarnya dibentuk oleh interaksi polimer, afinitas dari pelarut dengan polimer juga mempengaruhi integritas dari gel. Teori klasik gel membagi pelarut dalam tiga kategori yaitu: (i) Pelarut bebas yang mudah bergerak (ii) Pelarut yang terikat pada lapisan pelarutan, biasanya karena ikatan hidrogen (iii) Pelarut yang terjerat dalam struktur gel. Perbandingan dari ketiga pelarut tersebut terhadap bahan pembentuk gel tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas

9 19 pelarut terhadap polimer. Dalam pelarut yang sesuai, rantai polimer terinterpenetrasi oleh molekul pelarut, dan lapisan pelarutan dipertahankan. Fenomena tersebut akan memfasilitasi ekspansi dari kumparan acak dan pembentukan struktur gel. Dalam pelarut yang tidak sesuai, kontak rantai polimer dengan pelarut berkurang sehingga efektitivitas jumlah dari ikatan silang berkurang dan struktur gel menjadi melemah (Osborne, 1990). Gel memiliki sifat yang khas yaitu pengembangan dan sineresis. Gel dapat mengembang dengan menyerap cairan dan menyebabkan peningkatan volume. Pelarut berpenetrasi ke dalam matriks gel kemudian terjadi proses interaksi gel dengan gel digantikan oleh interaksi gel dengan pelarut (Lieberman, 1989). Sineresis adalah proses yang terjadi karena kondisi kontraksi dialami oleh banyak sistem gel yang mengakibatkan cairan interstisial terkumpul pada permukaan gel. Sineresis tidak hanya terjadi pada hidrogel organik, tetapi juga dapat terjadi pada organogel dan hidrogel anorganik. Mekanisme dari kontraksi ini berkaitan dengan relaksasi dari tekanan elastis yang berkembang pada saat pembentukan gel. Setelah tekanan kembali, ruang interstisial yang tersedia untuk pelarut berkurang, sehingga mendorong keluarnya cairan ke permukaan (Lieberman, 1989). Reologi dari larutan pembentuk gel dan sistem dispersi dari zat padat terflokulasi, bersifat pseudoplastik, menunjukkan aliran non-newtonian yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dengan peningkatan dari kecepatan geser. Perubahan yang irreversibel dalam reologi disebabkan oleh formulasi gel yang tidak stabil dan ketidakstabilan gel dapat ditunjukkan selama penyimpanan seperti terjadinya sineresis atau sedimentasi partikel dan penurunan viskositas atau konsistensi sehingga berubah bentuk dari semisolid menjadi liquid yang kental Krim Krim merupakan sistem emulsi yang memiliki konsistensi semisolida yang merupakan sistem dispersi suatu cairan dalam cairan lain yang secara spontan tidak dapat bercampur dan secara termodinamika tidak stabil. Komponen cairan yang terdispersi sebagi globul disebut fase terdisperi, fase tidak kontinu dan fase internal. Komponen cairan yang berfungsi sebagai medium dispersi disebut sebagai fase eksternal, fase pendispersi atau fase kontinu. Jika salah satu fase adalah air dan fase lainnya adalah minyak maka ada 2 tipe

10 20 jenis emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Kedua cairan tersebut jika didiamkan akan cenderung berkoalesensi (berkelompok) dan akhirnya memisah sempurna membentuk dua lapisan. Untuk memperlambat terjadinya koalesensi dan untuk meningkatkan jumlah fase terdispersi diperlukan komponen ketiga yang disebut sebagai stabilisator atau bahan pengemulsi. Pembentukan emulsi terdiri dari tahap pemecahan, yaitu proses perubahan bentuk kedua cairan menjadi globul dengan ukuran tertentu lalu diikuti dengan tahap penstabilan, yaitu proses perlambatan terjadinya koalesensi dari fase terdispersi sehingga tetap terbentuk globul dalam lingkungan fase pendispersi yang kontinu. Tahap pemecahan berlangsung dalam waktu relatif lebih singkat dibandingkan dengan tahap penstabilan (Agoes, 1993). Tahap pemecahan dalam pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan tangan, mesin, dan teknik lain yaitu pemaparan dengan gelombang ultrasonik. Mesin yang dapat digunakan pada tahap pemecahan adalah mixer, colloid mills dan homogenizer. Mekanisme kerja bahan penstabil emulsi meliputi: a. Menurunkan tegangan antarmuka kedua cairan. Zat yang bekerja dengan mekanisme ini memiliki dua jenis gugus yaitu: gugus hidrofil dan gugus lipofil. Gugus hidrofil akan berasosiasi dengan fase yang lebih hidrofil dari kedua komponen, sedangkan gugus lipofil akan berasosiasi dengan komponen yang lebih lipofil. Karena zat ini bekerja secara aktif pada permukaan, maka sering disebut sebagai zat aktif permukaan (surfaktan). b. Membentuk lapisan selaput pada antarmuka kedua cairan. Adanya lapisan selaput antar muka akan menghalangi terjadinya koalesensi dari fase terdispersi sehingga globul tetap stabil. Zat yang bekerja dengan mekanisme ini biasanya berupa polimer yang dapat membentuk selaput seperti : protein, gom, amilum, dan karboksimetilselulosa. Lapisan yang terbentuk dapat terdiri dari satu lapisan, dua lapisan atau lebih tergantung jumlah bahan pengemulsi yang ditambahkan. c. Membentuk lapisan pelindung dari partikel-partikel halus. Mekanisme ini hampir sama dengan mekanisme pembentukan selaput, tetapi yang membentuk lapisan pada mekanisme ini adalah partikel-partikel yang sangat halus yang

11 21 teradsorpsi pada antarmuka kedua cairan sehingga dapat mencegah koalesensi dari fase terdispersi. Contoh jenis pengemulsi jenis ini adalah bentonit. Bentuk-bentuk ketidakstabilan emulsi meliputi creaming, inverse fasa dan demulsifikasi. Penyebabdari ketidakstabilan emulsi adalah keberadaan zat kimia, gaya sentrifuga, arus listrik, panas dan penyaringan (Agoes, 1993). Krim dapat berupa sistem minyak dalam air atau air dalam minyak. Krim air dalam minyak relatif lebih sulit dihilangkan dari kulit pada pencucian dibandingkan dengan krim minyak dalam air, sehingga secara umum krim minyak dalam air lebih disukai dibandingkan krim air dalam minyak. Namun krim minyak dalam air memiliki keterbatasan yaitu cepatnya kehilangan air dari krim bila diletakkan pada udara terbuka. Keberadaan air dalam jumlah besar dapat membantu pertumbuhan jamur bila tidak ditambahkan pengawet kedalamnya. I.4.3 Metode Pembuatan Sediaan Semisolida a. Metode Pelelehan (Fusion) Zat aktif dan pembawa dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Bahan-bahan yang tidak tahan panas dan senyawa-senyawa mudah menguap ditambahkan ke dalam campuran pada suhu yang tidak akan menyebabkan pengurain atau penguapan senyawa. Pada pembuatan krim dilakukan dua langkah pembuatan yaitu proses pelelehan diikuti dengan proses emulsifikasi. Bahan-bahan tidak larut air seperti minyak dan malam dilelehkan bersamaan pada penangas uap suhu C. Sedangkan bahanbahan larut air yang stabil terhadap panas dipanaskan pada suhu yang sama. Kedua larutan dicampurkan dengan cara menambahkan lelehan bahan larut dalam air ke lelehan bahan larut minyak sedikit demi sedikit diikuti dengan pengadukan yang konstan selama 5 sampai 10 menit dan suhu dijaga tetap untuk mencegah terjadinya kristalisasi malam. Kemudian campuran didinginkan perlahan sambil terus diaduk. Jika suhu lelehan air tidak sama dengan suhu lelehan minyak maka akan terjadi pemadatan sebagian malam ketika lelehan air ditambahkan ke lelehan minyak (Agoes, 1993). b. Metode Triturasi Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Dapat juga

12 22 dengan menggunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan (Agoes, 1993) Evaluasi Sediaan Semisolida a. Evaluasi fisik Pengujian yang dilakukan meliputi pemeriksaan homogenitas, konsistensi, bau, warna, dan ph. Pengukuran konsistensi bertujuan untuk mendapatkan sediaan yang mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan pada permukaan kulit. Pengukuran konsistensi dapat dilakukan dengan penetrometer dan viskometer. b. Evaluasi kimia Evaluasi kimia sediaan semisolida meliputi penentuan kadar dan stabilitas zat aktif dan zat lain yang terdapat dalam sediaan semisolida. c. Evaluasi biologi Evaluasi bilogi sediaan semisolida dilakukan dengan menentuan kontaminasi mikroba. I.4.5 Proses Biofarmasetik Obat dari Sediaan Gel dan Krim Proses biofarmasetik dari suatu sediaan meliputi proses pelepasan (liberation), proses pelarutan (dissolution), proses difusi (diffusion), proses transfer dan proses absorpsi (Aiache, 1993). Proses biofarmasetik obat dari sediaan gel diawali dengan pelepasan zat aktif dari basis gel masuk ke stratum korneum yang dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif dalam basis, perbedaan konsentrasi dan koefisien partisi zat aktif dalam stratum korneum dan pembawa sediaan gel. Zat aktif menembus stratum korneum dan masuk ke dermis berdasarkan perbedaan konsentrasi dan koefisien partisi antara dermis dan stratum korneum. Proses biofarmasetik obat dari sediaan krim diawali dengan pelepasan zat aktif dari fase luar (fase eksternal) masuk ke stratum korneum yang dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif dalam fase luar, perbedaan konsentrasi dan koefisien partisi zat aktif dalam stratum korneum dan fase luar. Zat aktif yang berada pada fase luar berkurang sehingga untuk mencapai kesetimbangan zat aktif yang berada pada fase dalam (fase internal) berdifusi ke fase luar dan selanjutnya akan dilepaskan ke stratum korneum. Zat aktif aktif menembus

13 23 stratum korneum dan masuk ke dermis berdasarkan perbedaan konsentrasi dan koefisien partisi zat aktif dalam dermis stratum korneum. 1.5 Difusi Sediaan Semisolida Difusi didefinisikan sebagai proses transfer massa suatu molekul senyawa disebabkan perbedaan gradien konsentrasi yang menyebabkan gerakan acak molekul ke segala arah. Perpindahan molekul yang mengalir melalui suatu barrier seperti membran polimer merupakan cara yang cocok untuk meneliti proses difusi. Aliran molekul melalui suatu barrier dapat terjadi melalui permeasi molekul sederhana atau melalui pergerakan melewati pori atau saluran. Difusi molekular atau permeasi melalui media tidak berpori tergantung kepada kelarutan senyawa yang akan berdifusi dalam membran. Jika digunakan membran berpori maka difusi senyawa akan terjadi melalui pori-pori yang akan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel yang berdifusi dan diameter pori (Aiache, 1993). Absorpsi zat aktif akan terjadi bila zat aktif dilepaskan dari pembawanya kemudian berpenetrasi ke lapisan kulit yang lebih dalam. Menurut hukum Fick: Q Keterangan: Q = jumlah zat aktif yang menetrasi kulit Km = koefisien partisi zat D = konstanta difusi zat aktif A = luas pemakaian Cs = konsentrasi zat aktif dalam sediaan Cmk = konsentrasi zat aktif dalam membran kulit h = ketebalan membran kulit Absorpsi zat aktif dari sediaan topikal berdasarkan rumus diatas dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia dari zat aktif (Km, D), luas permukaan (A), konsentrasi zat aktif dalam sediaan (Cs) serta kondisi kulit itu sendiri. Dalam hal ini ada hubungannya dengan tempat pemakaian sediaan kulit yang mempunyai ketebalan epidermis yang berbeda serta keadaan kulit itu sendiri, apakah kulit masih utuh atau tidak (Aiache, 1993). Aktivitas termodinamik zat aktif dalam sediaan berbanding terbalik dengan afinitas zat aktif dengan bahan pembawa. Semakin tinggi afinitas zat aktif dengan bahan pembawa

14 24 maka pelepasan zat aktif dari sediaan semakin kecil. Jumlah zat aktif yang diabsorpsi kulit sebanding dengan pelepasan zat aktif dari sediaan. Konsentrasi yang sama dari zat aktif dalam dua sediaan kulit yang berbeda bahan pembawanya, tidak menjamin jumlah zat aktif yang diabsorpsi kulit dari kedua sediaan itu sama. Pemilihan jenis dan komposisi bahan pembawa sediaan kulit diharapkan dapat memperbaiki kecepatan difusi zat aktifnya, sesuai dengan tujuan pembuatan sediaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Dewa Ayu Swastini ANATOMI FISIOLOGI KULIT FUNGSI KULIT : Pembatas terhadap serangan fisika kimia Termostat suhu tubuh Pelindung dari serangan mikroorganisme dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN PENGOMPLEKS POLIVINILPIROLIDON (PVP) DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL CELULOSA (HPMC) SKRIPSI Oleh: RATNA EKASARI K 100

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Formulasi kosmetik dari bahan alam telah menjadi arah perkembangan saat ini. Hal ini disebabkan orang lebih menyukai bahan yang berasal dari alam, karena kosmetik berbahan kimia dilaporkan

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

Biofarmasetika sediaan perkutan

Biofarmasetika sediaan perkutan Biofarmasetika sediaan perkutan Pendahuluan Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula 10/25/2012 1 GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula @Dh hadhang_wk Laboratorium Farmasetika Unso oed GEL Semi padat yang

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI RONAL SIMANJUNTAK 10703032 DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2 0 0 7 Pada kutipan atau saduran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi. Berbagai sediaan farmasi telah dibuat,

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selulit (Gynoid limphodystrophy) merupakan suatu kondisi berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selulit (Gynoid limphodystrophy) merupakan suatu kondisi berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Selulit Selulit (Gynoid limphodystrophy) merupakan suatu kondisi berupa parutan-parutan tidak rata pada kulit yang nampak seperti kulit jeruk, banyak terjadi pada wanita dan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci