BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Widyawati Susanti Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Macam macam Asphalt Mixing Plant (AMP) Aspahlt mixing plant (AMP) merupakan seperangkat peralatan yang menghasilkan produkberupa campuran asphalt panas. Dilihat dari mobilitasnya, pada umumnya Aphalt Mixing Plant (AMP) dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. AMP permanen 2. AMP portable (mudah dipindah - pindah ) Tapi jika dilhat dari jenis produksinya maka secara umum AMP terbagi menjadi 3 tipe yaitu: 1. AMP tipe batch ( timbangan ) 2. AMP tipe continous ( menerus ) 3. AMP tipe drum mix Pada AMP tipe batch ( timbangan ) mempunyai timbangan untuk agregat, timbangan untuk bahan pengisi ( filler ), timbangan untuk asphalt agregat panas, filler serta asphalt yang telah ditimbang dmasukan dan diaduk didalam pugmill. Pada AMP tipe continous ( menerus ) maka gradasi campuaran didapat dengan pengaturan keluaran agregat bin panas yang dicampur dengan kadar asphalt yang diatur melalui pengaturan kecepatan pompa asphalt. Sedangkan pada AMP tipe drum-mix maka agregat yang dikeringkan dan dipanaskan dalam drum juga dicampur dengan asphalt dengan mengatur pompa asphalt. 7
2 2.2 Bagian Utama AMP Tipe Batch Dan AMP Tipe Continous Bagian-bagian komponen dan pengoperasian dari AMP batch dan tipe continous secara garis besar hampir sama yaitu terdiri dari : 1 Gambar. AMP Baber Green Sistem pemasok agregat dingin (Cold Agregat Feeder ) Sistem pemasok agregat dingin umumnya digunakan pada unit produksi yang mudah dipindah pindah dan dipasang empat atau lebih bin ( penampung material ), pintu atau bukaan yang dapat distel reciprocating feeder atau menggunakan ban pengangkut (conveyer belt ) feeder, dan material dingin pada conveyer tersebut akan dteruskan oleh system pengangkut (dryer elevator ) menuju pengering (dryer). Pada jenis lain dipasang bin yang terpisah, bukaannya (pintu) dapat diatur, dan sistim conveyor. Bukaan (pintu) pada system pemasok harus dapat diatur sehingga didapat agregat dengan kuantitas dan ukuran yang tepat agar sesuai dengan job-mix formula yang diminta. 1 Sumber.Amp Baber green PT WASCO 8
3 2 Gambar.Sistem pemasok agregat dingin (Cold Agregat Feeder ) Pengering (Dryer) Dari pemasok agregat dingin maka campuran agregat diangkat ke dalam pengering untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur dan kelembaban yang diminta. Komponen yangterdapat pada system pengering adalah : Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 sampai dengan 305 cm dan memp unyai panjang dari 610 sampai dengan 1219 cm 3 Gambar. Dryer (pengering) 2 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 3 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 9
4 Ketel pengering (burner) yang berisi gas atau minyak bahan bakar yang berfungsi untuk penyalaan burner Kipas (blower) sebagi bagian dari pengumpul debu, tapi fungsi utamanya adalah untuk memberikan udara atau oksigen untuk pembakaran dalam drum dryer Pengering ini berbentuk silinder dengan panjang dan diameter tertentu berdasarkan kapasitas maksimum produksi yang direncanakan per jamnya. Peletakan silinder pengering di atas 2 (dua) pasang bantalan rol putar, serta silinder pengering ini dalam proses pengeringan agregatnya bergerak berputar, melalui roda gigi sekeliling silinder yang dihubungkan dengan motor listrik. Di bagian dalam dinding silinder pengering ini dilas sudu-sudu yang terbuat dari pelat baja cekung atau biasa disebut lifting flights. Sudu-sudu ini ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat mengangkat agregat yang sedang dikeringkan ke atas dan sekaligus menjatuhkannya sehingga agregat yang jatuh tersebut dapat membentuk tirai. Pemanasan agregat di dalam silinder pengering (dryer) dilaksanakan dengan memakai alat penyembur api atau burner yang ditempatkan di muka ujung silinder pengering (dryer) tempat agregat panas keluar. Dengan tekanan yang cukup tinggi solar disemprotkan melalui nozzle pada burner ke dalam silinder pengering. 10
5 4 Gambar. Burner Untuk kesempurnaan pengapian serta untuk mengatur jauh dekatnya sem buran api dari burner tersebut, diperlukan tambahan tekanan udara yang diperoleh dari blower yang dipasang menyatu dengan burner. Penambahan tekanan solar serta tekanan angin dari blower tersebut akan menambahkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dan jelas akan menambah kalori yang dihasilkan, serta menambah jauh jangkauan semburan apinya, sehingga dapat menambah panas agregat dan mem percepat penurunan kadar air agregat. Penyetelan api dari penyembur api atau burner ini tidak diperbolehkan terlalu tinggi sebab akan mempengaruhi karakteristik dari agregatnya, yaitu agregat menjadi rapuh dan pecah karena terlalu panas. Untuk melindungi panas dari api pada penyembur api (burner) ini, maka disekeliling nozzle dipasang dinding pelindung yang terbuat dari batu tahan api. Bentuk tirai dari agregat yang jatuh tersebut memberikan efisiensi dalam pemanasan dan pengeringan agregat secara merata. Alat pengering atau dryer 4 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 11
6 ditempatkan dengan posisi miring, untuk memberikan kesempatan kepada agregat dingin yang dituangkan ke dalam pengering (dryer) dari ujung yang satu (yang letaknya lebih tinggi), dapat keluar lagi dari ujung yang lainnya (yang letaknya lebih rendah) setelah melalui proses pemanasan dan pengeringan selama waktu tertentu. Besar sudut kemiringan letak silinder pengering ini sudah ditentukan oleh pabrik berdasarkan rencana desain kapasitas produksi dan rencana desain mutu produksi yang ingin dihasilkan. Makin besar sudut kemiringan (lebih besar dari sudut kemiringan yang telah ditentukan pabrik), akan mengakibatkan agregat yang masuk akan cepat keluar lagi, sehingga agregat dingin mengalami pemanasan yang pendek. Akibatnya adalah agregat yang keluar temperaturnya masih rendah serta kadar airnya masih cukup tinggi. Sebaliknya apabila kemiringannya lebih rendah, maka agregat terlalu lama dalam silinder yang berakibat temperatur agregat terlalu tinggi, namun kapasitas per jamnya 5 Gambar. Komponen Dalam Dryer rendah, sehingga silinder akan cepat penuh diisi agregat dingin. Kemiringan silinder 5 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 12
7 pengering atau dryer rata-rata berkisar antara 3 0 sampai 5 0. Kapasitas temperatur alat pengering dryer adalah sampai Temperatur C, agregat hasil pengeringan tidak boleh fluktuasi C(+5 0 C) dari temperatur pengeringnya yang ditargetkan Elevator Panas (Hot Elevator) Elevator panas atau hot elevat or berfungsi sebagai pembawa agregat panas yang keluar dari silinder pengering atau dryer ke saringan (ayakan) panas atau hot screening unit untuk dipilah-pilah sesuai ukuran fraksi masing-masing. Elevator panas ini berupa mangkok-mangkok atau bucket-bucket kecil yang dipasang pada rantai yang berputar naik ke atas, di mana setelah sampai di atas agregat panas yang berada dalam mangkokmangkok kecil tadi ditumpahkan ke atas ayakan panas untuk dipisah-pisah sesuai ukuran fraksinya. Elevator panas ini mempunyai 13
8 6 Gambar. Hot Elevator penutup (rumah pelindung) yang berfungsi sebagai pelindung terhadap kehilangan panas dari agregat panas yang dibawanya sekaligus menjaga debu-debu Unit Saringan (Screening Unit) Agregat panas yang dibawa dari bucket hot elevator dikirim ke unit saringan (screening unit) untuk selanjutnya disaring dan dipisahkan ke dalam ukuran-ukuran yang diminta dan sisa berbagai ukuran tersebut dikirim ke dalam bin penampung agregat bergradasi (hot bin). Kebanyakan AMP memakai screening unit tipe datar dengan system penggetar yang biasanya terdiri dari 4 dek. Ukuran dari screening unit pada tiap dek tergantung dari agregat yang ingin dihasilkan bagian atas dari dek ditutup oleh screening scalping yang akan menggerakkan material oversize dan mengurangi 7 Gambar. Screening Unit 6 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 7 Sumber. 14
9 material tersebut ke dalam pintu pembuangan. Unit screening harus dibersihkan tiap hari dan dicek dari kemungkinan rusak atau robek, jika terjadi kerusakan maka screening tersebut harus diganti Bin Panas (Hot Bin) Bin panas atau hot bin adalah tempat penampungan agregat panas setelah lolos dari saringan panas. Agregat panas yang lolos dari saringan panas tersebut masing- masing fraksinya akan mengisi ruangan sendiri-sendiri yang sudah terpisah di dalam bin panas. Jadi di dalam bin panas ini ada dinding-dinding pemisah yang memisahkan tiap fraksi agregat panas. Pada umumnya untuk peralatan pencampur aspal panas (AMP) tipe takaran atau batch tipe bin panasnya terbagi menjadi 4 ruangan terpisah masing-masing diperuntukkan penampungan masing-masing fraksi agregat sendiri-sendiri hasil dari penyaringan. Kapasitas masing-masing ruangan (compartment) disesuaikan dengan persentase komposisi campuran agregat dalam campuran aspal panasnya, dikaitkan dengan kapasitas produksi peralatan pencampur aspal panas (AMP) Bin penimbang (Weigh Bin) Bin penimbang atau weigh bin adalah bin tempat menampung sekaligus menimbang agregat dari setiap fraksi agregat yang dibutuhkan untuk tiap kali pencampuran atau batch sebelum dioperasikan bin penimbang harus dipemeriksaan kelayakan oleh jawatan meteorologi yang dibuktikan dengan sertifikat pemeriksaan kelayakan. Di bagian bawah bin terdapat pintu pengeluaran yang bisa dibuka dan ditutup secara manual atau secara otomatis. Pintu pengeluaran ini akan dibuka untuk mengeluarkan agregat panas yang 15
10 ditampung di dalamnya setelah pencampur atau pugm ill kosong (campuran yang diproses sebelumnya telah dikeluarkan) Bahan pengisi atau filler Bahan pengisi atau filler dituangkan ke dalam pencampur atau pugmill melalui 2 cara, yaitu melalui penimbangan bersama-sama agregat panas di dalam weigh bin atau ditimbang sendiri dan langsung dituangkan ke dalam pencampuran atau pugmill. Penuangan filler bisa secara mekanis, yaitu dialirkan memakai semacam ulir atau auger, atau secara pneumatik, yaitu dipompakan. Yang harus diperhatikan pada filler ini adalah jumlah filler yang dit uangkan untuk tiap kali pengadukan atau batch. Terlalu banyak filler atau melebihi yang diperlukan akan menyebabkan campuran beraspal panasnya menjadi kaku, getas dan mudah retak. Sedangkan apabila kurang terjadi sebaliknya Pemasok aspal Aspal yang diperlukan untuk pencampuran disimpan di dalam bak penampung, bisa berbentuk bak kubikal atau bisa juga berbentuk silinder. Aspal yang disimpan di dalam bak penampung aspal dipanaskan untuk memperoleh tingkat keenceran yang cukup guna kemudahan dalam penyemprotan serta bentuk butiran-butiran aspal yang disemprotkan. Temperatur aspal dalam pemanasan maksimum C untuk aspal polimer atau aspal modifikasi, C untuk aspal keras pen 60 agar temperatur aspal panas disemprotkan ke atas agregat panas dalam pugm ill masih dapat mencapai sekitar C C tergantung jenis aspal. Pada umumnya untuk mencegah penurunan temperatur aspal maka pipa-pipa penyalur ke arah penyemprot dibalut bahan penahan 16
11 panas. Pamanasan aspal dalam penampung dapat dilaksanakan dengan 2 cara, yaitu : Pemanasan langsung, yaitu panas dari api pemanas atau burner dialirkan ke dalam pipa yang melingkar-lingkar di dalam bak penampung di mana aspalnya tersimpan, sehingga aspal tersebut bersentuhan langsung dengan pipa-pipa yang panas tersebut. Pemanasan tidak langsung, yaitu pemanasan yang terjadi karena aspal yang bersentuhan dengan dinding-dinding pipa panas yang dialiri minyak (oli) panas yang sudah dipanaskan terlebih dahulu di tempat pemanasan minyak tersendiri. Aspal panas disemprotkan ke atas agregat panas pada temperatur C C dengan memakai pompa aspal bertekanan cukup tinggi agar dapat membentuk semprotan aspal yang baik. Pada penyemprotan aspal ini dipasang alat penim bang jumlah aspal yang disemprotkan untuk tiap kali pencampuran (batch) serta alat pengukur temperatur aspal Timbangan (Scales) Pada AMP tipe batch terdapat 3 macam timbangan yaitu : timbangan agregat, timbangan bahan halus (filler), dan timbangan aspal. Pada AMP tipe batch, timbangan untuk agregat dikunci langsung di bawah bin agregat bergradasi. Berate dari hoper diteruskan dan ditransmisikan oleh mekanisme timbangan yang biasanya dipasang skala penunjuk tanpa pegas sehingga berat agregat dari tiap bin jumlahnya dalam tiap batch dapat dibaca dan dicatat. Urutan penimbangan dari tiap bin harus diamati secara cermat dan sebaiknya penimbangan fraksi agregat yang besar atau kasar didahulukan. Jika unit AMP akan beroperasi, sebaiknya skala timbangan dibersihkan, tiap bagian dicek, dan harus dilaksanakan kalibrasi timbangan secara periodic oleh instansi yang 17
12 berwenang. Sebaiknya AMP menggunakan system control yang otomatis untuk mendapatkan pencampuran dengan proporsi yang benar. 8 Gambar. Timbangan Pengumpul Debu (Dust Collector) Pengumpul debu atau dust collector ini merupakan komponen yang selalu harus ada untuk menjaga kebersihan udara dan lingkungan dari debu-debu halus yang ditimbulkan selama proses AMP berjalan. Ada 2 jenis pengumpul debu atau dust collector, yaitu : a) Jenis kering atau dry cyclone, dimana debu-debu dari buangan silinder pengering atau dryer dihisap ke dalam silo cyclone dan diputar sehingga partikel yang berat akan turun ke bawah sedangkan udara yang sudah tidak mengandung partikel debu lagi akan dikeluarkan melalui cerobong. Partikel yang berat tersebut sering dipakai sebagai filler juga. 8 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 18
13 9 Gambar. Dust Colector b) Jenis basah atau wet scruber, dimana pada jenis ini debu-debu yang terbawa udara buangan dari dryer dialirkan ke dalam suatu bak atau ruangan dan disemprot air, sehingga partikel-partikel debunya akan terbawa air turun dan ditampung dalam bak-bak penampung. Udara yang keluar sudah bersih dari debu-debu dan keluar melalui cerobong asap Pugmil (pencampur ) Di dalam pencampur atau pugmill ini semua material (dalam keadaan panas) yaitu agregat dan aspal dicampur untuk menghasilkan produk berupa campuran aspal panas atau hotmix. Semua material dalam keadaan panas dicampur (diaduk) di dalam pugmill dengan memakai lengan-lengan pengaduk atau pedal-pedal (paddle) dengan paddle tip di ujungnya yang dipasang pada 2 poros berputar berlawanan arah (twin shaft). Poros tersebut diputar oleh motor listrik. Untuk dapat menghasilkan campuran yang baik, pedal dengan tipnya harus dalam keadaan baik, serta ruang bebas (clearance) antara ujung tip dengan dinding tidak lebih dari 1,5 kali ukuran agregat yang paling besar, atau 9 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 19
14 tidak lebih besar dari 2 cm, kecuali apabila ukuran nominal maksimum agregat yang digunakan lebih besar dari 25 cm. Proses pencam puran dapat dibagi menjadi 2 jenis pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah. Pencampuran kering dimaksud adalah pengadukan agregat dari berbagai fraksi yang dituangkan dari weigh bin. Pencampuran basah adalah pengadukan selama (setelah) dicampur dengan panas aspal. Waktu pengadukan pada um umnya tidak terlalu lama, ± 45 detik. Waktu pengadukan apabila terlalu cepat akan mengakibatkan pencampuran kurang sempurna, permukaan agregat ada yang tidak terselimuti aspal. Sedangkan apabila terlalu lama akan mengakibatkan penurunan temperatur campuran aspal panasnya disamping itu juga penurunan kapasitas produksinya. Bisa juga berakibat segregasi karena campuran butiran halusnya akan terkumpul pada bagian dasar pugmill. Hasil pencampuran berupa campuran aspal panas dari pugmill langsung dituangkan ke atas bak truck pengangkut. Temperatur dari agregat panas yang berada di dalam pugmill harus sekitar 175 Kondisi ini diperlukan untuk dapat memperoleh temperatur campuran beraspal panas (hotmix) ± C, maksimum C. Temperatur agregat panas tidak boleh terlalu tinggi untuk mencegah aspal yang disemprotkan ke atas agregat terbakar. Untuk pembuatan campuran aspal panas pada umumnya diperlukan juga tambahan bahan pengisi atau filler. Bahan pengisi ini tidak dipanaskan (temperatur udara luar). 20
15 10 Gambar. Pugmil Ruang pengendali pengontrol atau ruang pengontrol (control room) Seluruh kegiatan operasi unit peralatan pencampur aspal panas (AMP) dikendalikan dari ruang pengontrol atau control room ini. Ada 3 cara pengendalian operasi yang dikenal; yaitu cara manual, cara semi otomatis dan cara otomatis. Pada pengendalian operasi cara manual, pengaturan/pengoperasian komponen atau bagian-bagian peralatan pencampur aspal panas (AMP) dilakukan dengan mengatur sakelar at au tombol mengunakan tangan. Yaitu pengaturan pemasokan agregat, aspal, pembakaran pada burner, penimbangan, pencampuran serta pengeluaran campuran dari pencampur atau pugmill. Pengendalian secara semi otomatis, beberapa pengaturan pembukaan dan penimbangan masih dikontrol secara manual, termasuk bukaan pintu pengeluaran pugmill. Pengendalian operasi secara otomatis, maka semua operasinya sudah diatur secara otomatis dengan sistem komputerisasi, termasuk kontrol apabila ada kesalahankesalahan atau ketidakcocokan dan ketidaklancaran operasi dari satu atau beberapa bagian kegiatan/ operasi, misalnya temperatur agregat panas rendah maka terkontrol 10 Sumber. Departemen PU Direktorat Jenderal Bina Marga 21
16 pada burnernya, misalnya ditingkatkan pemanasannya. 11 Gambar. Control room Pada pengendalian operasi secara otomatis harus lebih teliti pengamatan alat-alat ukurnya serta hubungan-hubungan sirkuit dari peralatan pencampur aspal panas (AMP) ke ruang pengendalian, karena besaran-besaran yang sudah diprogram bisa saja bersalahan akibat sirkuit yang terganggu, sehingga kemungkinan produk akhir berada di luar spesifikasi yang sudah dirancang atau diformulasikan sebelumnya Tenaga penggerak Untuk menjalankan semua bagian-bagian atau komponen-komponen AMP sumber tenaga utamanya adalah generator set atau genset. Pada umumnya genset ini diputar oleh mesin diesel. Kekuatan atau kapasitas genset ini harus cukup untuk melayani kebutuhan motor- motor listrik yang dipakai serta peralatan-peralatan lain yang memakai tenaga listrik dan untuk penerangan. Semua sambungan-sambungan aliran listrik harus tertutup untuk mencegah arus pendek serta untuk keamanan lingkungan. 11 Sumber. AMP Baber Green PT. WASCO 22
17 2.3 Bagian utama AMP Tipe Drum-mix Pada AMP tipe drum-mix ini pengering dan pencampuran dilakukan didalam system pengering(dryer),amp jenis ini sangat rendah biaya produksinya untuk satu campuran aspahalt. Komponen utama yang sering digunakan adalaah system pemasok bin dingin system penimbang agregat, ban berjalan (conveyer) untuk memasok agregat kedalam drum pencampur, drum pencampur system penampung asphalt concrete, dan system pengumpul debu (dust collector). Bagian dalam dari drum pencapur dibagi menjadi 2 bagian. Didalam drum agregat mengalami pemanasan dan pengeringan konveksi dari sebagian butir agregat mengalami kontak satu dengan yang lainnya.potongan metal (flights)khusus di dalam drum menggerakan agregat untuk mencegah dari kemungkina terbakar. Pemindahan panas di dalam drum menggunakan kaidah konveksi dan konduksi. 2.4 Pendahuluan Pemerliharaan atau maintenance sangat diperlukan karena setiap peralatan baik yang dioperasikan maupun tidak, cepat atau lambat akan rusak juga maka pemeliharaan (maintenance) yang baik akan memperlambat terjadinya kerusakan. Sejarah perawatan dimulai dari break down maintenance, preventif maintenance, produktiv maintenance, total produktiv maintenance. Total produktiv maintenance adalah perawatan secara mandiri dan menggunakan akal sehat. Alasan TPM diterapkan karena banyaknya masalah yang terjadi pada kapasitas produksi yang tinggi sedangkan umur peralatan menurun, kerusakan bertambah, cacat meningkat dan kecepatan menurun Definisi Perawatan Pada dasarnya perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional dari suatu system produksi, sehingga dari 23
18 sistem itu diharapkan menghasilkan suatu output sesuai dengan rencana, sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, dimana sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang tinggi maka perawatan akan lebih intensif. Maintenance itu sendiri merupakan suatu aktivitas untuk memelihara dan fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyelesaian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan yang direncanakan. Dengan adanya kegiatan maintenance ini maka fasilitas atau peralatan pabrik yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi sesuai dengan yang direncanakan taanpa mengalami kerusakan selama fasilitas atau peralatan tersebut dipakai untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu, sehingga proses dari suatu sistem itu diharapkan berjalan dengan lancar Jenis-Jenis Perawatan Aktifitas pemeliharaan suatu fasilitas produksi atau mesin-mesin yang dilakukan dalam pabrik atau perusahaan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu : Break Down Maintenance Preventif Maintenance Corrective Maintenance Break Down Maintenance Adalah metode pemeliharaan yang dilakukan setelah peralatan atau mesin tersebut bekerja terus menerus sampai terjadi kerusakan, atau tercapai ketidakefisienan operasi maupun sampai terjadinya kerusakan produk yang mengharuskan mesin dihentikan 24
19 Preventive Maintenace Yaitu suatu kegiatan pemeliharaan dengan melaksanakan kegiatan inspeksi berdasarkan periode waktu tertentu. Pelaksanaan menjadi lebih rendah karena dengan mengacu pada kalender kita bias melaksanakan inspeksi kemungkinan terlihat gejala kerusakan. Perkembangan selanjutnya kegiatan inspeksi diganti dengan kegiatan check sehingga tidak diperlkan perencanaan inspeksi melainkan jadwal check kondisi mesin saja. Dengan memonitor kondisi mesin bias diprediksi kapan mesin harus berhenti akibat kerusakan. Sehingga kesimpulannya Perawatan Preventive Maintenance adalah suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yangtidak terduga, dan menemukan kondisi serta keadaan yang menyebabkan sistem mengalami kerusakan dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian semua peralatan yang mendapatkan perawatan pencegahan diharpakan terjamin kelancaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu. Preventive maintenance bertujuan untuk mengurangi dan mencegah kemungkinan failure, dan dikelompokkan menjadi dua bagian : 1. Sistematik atau scheduled Maintenance, dimana komponen yang spesifik diganti pada saat mulai rusak. 2. Condition-Based Maintenance, dimana keputusan penggantian dibuat berdasarkan kondisi mesin atau hasil dari diagnostic mesin. Tujuan perawatan Preventive Maintenance yaitu, untuk mengurangi dan mencegah kemungkinan timbulnya kerusakan yang terjadi dengan memprediksi kapan akan terjadinya kerusakan pada alat ataupun spare part mesin. Memprediksi kerusakan mesin melalui manual book dan hasil check kondisi mesin yang dilakukan secara berkala atau dengan jadwal. 25
20 Corrective Maintenance atau Pemeliharaan Korektif Adalah suatu kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara mendadak. Kegiatan ini dilakukan apabila telah terjadi suatu kerusakan atau kelainan pada mesin atau peralatan sehingga tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kegiatan semacam ini sering disebut dengan kegiatan perbaikan atau resparasi, perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang ditimbulkan akibat tidak dilaksanakannya pemeliharaan secara teratur, jadi kegiatan yang sifatnya menunggu sampai ada kerusakan dan baru kemudian mesin tersebut diperbaiki. Tujuan kegiatan Corrective Maintenance yaitu, untuk mengatasi dan memperbaiki kerusakan mesin supaya dapat dioperasikan kembali. Kegiatan Corrrective Maintenance yaitu, melakukan perbaikan, dengan melihat dari kondisi kerusakan mesin yang terjadi, dengan : 1. Mencari penyebab dan menganalisa terjadinya kerusakan 2. Penggantian spare part yang rusak atau aus 3. Melakukan service untuk spare part yang rusak dan masih bisa digunakan. 2.5 Total Produktive Maintenance (TPM) Secara garis besar perusahaan menemukan,bahwa meskipun terdapat perbaikan produksifitas yang besar ditahun-tahun ini,masih ada potensi yang besar untuk memanfatkan mesin atau alat-alat dalam mencapai produktifitas yang lebig baik. Salah satu metode utama untuk mencapai ini adalah TPM (Total Productive Maintenance). TPM adalah sistematis pendekatan unutk memahami fungsi dari peralatan, dalam hubungannya ke 26
21 produk yang berkwalitas dan segala kemungkinan yang menyebabkan kegagalan fungsi dari peralatan dan komponen penting Fungsional TPM Pada funsi maintenance yang terdahulu hanya difokuskan pada department maintenance. Segala tindakan baik dari perncanaan sampai dengan pelaksanaan secara langsung hanya dilakukan oleh orang- orang yang adaa dibagian maitenace. Sehingga proses menjadi lambat dan sering terjadinya bentrok kepentingan, karena harus disesuaikannya jadwal perawatan dengan jadwal produksi dengan kesepakatan yang sukar didapat karena masing- masing mmemiliki kepentingan tersendiri. Dengan TPM, maintenance menjadi memiliki hubungan yang sangat dekat dengan produksi. Agar TPM dapat berjalan pengetahuan mengenai perawatan harus menjadi bagian dari produksi itu sendiri. TPM memfungsikan operator untuk menjalankansemua perawatan rutin, termasuk pembersihan mesin,pengecekan umum,lubrikasi, dan semua perawatan secara berkala. Bahkan bila diperlukan, operator juga diharapkan dokumentasi setiap kali maintenance sehingga dapat diperoleh suatu progress. Monitor kekeliruan secara berkala sehinga dapat dipikirkan improvement tambahan.tpm harus menitik beratkan pada 4 elemen yaitu: 1. Overall Equidment Efeectiveness (OEE) 2. Life Cycle Equidment 3. Dilakukan secara bersama oleh seluruh bagian yang terkait yaitu maintenance, engineering,pembelian,gudang, dll 4. Operator sebagai pemeran utama TPM 27
22 2.5 Overall Equidment Efeectiveness (OEE) Semua kegiatan maintenance tentu saja bertujuan untuk meningkatkan performance, kualitas dan kemampuan peralatan. Untuk meningkatkan ketiga hal tersebut seakan-akan sangatlah susah bahkan terlihat mustahil. Tetapi bagaimanapun juga jika dilihat kembali, apabila ketiga hal tersebut dilokasikan secara simultan maka peningkatan secara signifikan akan diperoleh melalui proses produksi dan dapat ditingkatkan, variasi produksi ditekan dan ongkos produksi pun dapat lebih efisien. OEE merupakan suatu cara yang praktis untuk memonitor dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses manufakturing. Diperlukan suatu analisa data dari proses manufacturing seperti waktu proses, down time, dan dapat menjadi trouble shooter serta memperbaiki kerusakan tersebut. OEE sering digunakan sebagai kunci matrik dalam TPM (Total Productive Maintenance) sehingga dapat diketahui apakah TPM sudah diterapkan berhasil atau tidak ada tiga faktor yang mempengaruhi efektifitas alat yaitu : Availability ( Ketersediaan ) Performance Rate (Nilai Kinerja) Quality Rate (Nilai Kualitas) Dimana ketiga faktor di atas akan menjadi tolak ukur efisiensi dan efektifitas suatu pabrik. Analisa OEE diawali dengan Plant Operating Time yaitu waktu yang terhitung sebagai ketersediaan peralatan untuk dapat beroperasi. Selanjutnya waktu tersebut dapat diturunkan lagi menjadi Planned Shut Down dimana waktu yang dimaksud adalah segala waktu terhenti untuk melakukan semua kegiatan di luar proses produksi seperti waktu istirahat, perawatan berkala dan lain-lain. Sehingga waktu yang efektif dihitung sebagai waktu 28
23 produksi adalah Planned Production Time. Dimana bertujuan untuk mengurangi factorfaktor yang hilang pada produksi yaitu : Down Time Losses, Speed losses, Quality Losses. 2.6 Reliability (Keandalan) Keandalan dari suatu mesin adalah ukuran probabilitas yang merupakan dari fungsi dan waktu,sehingga untuk mengetahui keandalan mesin tersebut diperlukan suatu fungsi yang disebut fungsi keandalan. 2.7 Menaikan efektifitas pemakaian alat produksi Efektifitas peralatan produksi merupakan acuan pertambahan nilai yang diberikan oleh mesin atau alat kepada kegiatan produksi yang dimaksud dengan nilai tambah adalah perbedaan antara nilai penjualan dengan biaya sumber daya yang digunakan untuk produksi. Untuk mencapai nilai efektifitas yang tinggi tersedia 2 cara yaitu kuantitatif dan kualitatif. Sebenarnya tujuan TPM adalah meningkatkan efektifitas setiap mesin atau alat sehingga masing-masing dapat beroperasi pada potensi penuh, untuk kemudian mempertahankan kondisi tersebut. Tenaga manusia dan mesin atau alat dijaga tetap pada kondisi optimal dengan cara mencapai zero-breakdown dan zero-defect. 29
24 Keterangan Gambar : 1. Bin dingin (cold bin) 8.Saringan unit (screening unit) 2. Pintu bin dingin 9.Bin panas 3. Elevator dingin 10.Bak penimbang 4. Pengering (Dryer) 11.Pugmill (pencampur) 5. Pengumpul debu (Dust collector) 12.Penampung filler 6. Cerobong 13.Tangki asphalt 7. Elevator panas 14.Timbangan asphalt 12 Gambar. Skema unit AMP jenis timbangan 12 Sumber. Departemen PU Direktorat Jenderal Bina Marga 30
25 Keterangan Gambar : 1. Bin dingin (cold bin) 7. Elevator panas 2. Elevator dingin 8. Saringan unit (screening) 3. Pengering (Dryer) 9. Bin panas 4. Pengumpul debu (Dust collector) 10. Elevator panas 5. Cerobong 11 Pugmiil (pencampur) 6. Tangki asphalt 12.Penampung filler 13 Gambar. Skema unit AMP jenis continyus (terus menerus) 13 Sumber. Departemen PU Direktorat Jenderal Bina Marga 31
26 Keterangan Gambar : 1. Bin dingin (cold bin) 6. Tangki asphalt 2. Elevator dingin 7. Pengumpuldebu(Dust collector) 3.Timbangan otomatis panas 8. Conveyer membawa asphalt 4. Drum pengering dan pencampur 9. Penampung asphalt panas 5. Pompa asphalt 10.Ruang control 14 Gambar. Skema AMP jenis drum 14 Sumber. Departemen PU Direktorat Jenderal Bina Marga 32
BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran
BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik
Lebih terperinciMANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal
Berikut ini adalah versi HTML dari file http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/pedoman_teknik54.pdf. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. MANUAL
Lebih terperinciBAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant)
BAB II ASPHALT MIXING PLANT II.1. Umum Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur
Lebih terperinciPemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant)
Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) Pd. T-03-2005-B 1 Ruang lingkup Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal ini menguraikan tentang tata cara
Lebih terperinciPd. T B. Prakata
Prakata Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant), dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus kerja Bidang Perkerasan
Lebih terperinciDEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-03-2005-B Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Daftar isi Daftar isi... Daftar gambar... Prakata...
Lebih terperinciBAB III PROSES PRODUKSI ASPHALT MIXING PLANT
BAB III PROSES PRODUKSI 3.1 Pengertian Asphalt Mixing Plant (AMP) Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan,dikeringkan
Lebih terperinciTATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN
TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan
Lebih terperinciMODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI
MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI NO. KODE : FKK.MP.02.006.01-I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. metode yang baku untuk diterapkan. Setiap perawatan mesin belum terkontrol
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perawatan Mesin di PT. Wasco Untuk pelaksanaan maintenance, PT. Wasco indonesia belum memiliki metode yang baku untuk diterapkan. Setiap perawatan mesin belum terkontrol
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai
Lebih terperinciSurat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009 tentang Pemberlakukan Pedoman Pemeriksaan Peralatan Penghampar Campuran Beraspal (Asphalt Finisher) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 0 Jakarta, 10 Nopember
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian
Lebih terperinciMetode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural
SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1
Lebih terperinciMODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA
MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama
Lebih terperinciLAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)
BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi
5 BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012
PENENTUAN RELIABILITAS SISTEM DAN PELUANG SUKSES MESIN PADA JENIS SISTEM PRODUKSI FLOW SHOP Imam Sodikin 1 1 Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl.
Lebih terperinciPERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM
PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM Harni Yusnita Fakultas Teknik Universitas Abdurrab, Pekanbaru, Indonesia harni_yusnita@yahoo.co.id Abstrak
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI
BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI 3.1 Perancangan Reaktor Gasifikasi Reaktor gasifikasi yang akan dibuat dalam penelitian ini didukung oleh beberapa komponen lain sehinga membentuk suatu
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah
BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindahan bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang dugunakan untuk memindahkan muatan dilokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri,
Lebih terperinciCape Buton Seal (CBS)
Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi
Lebih terperinciBAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI
BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang
Lebih terperinciSistem Manajemen Maintenance
Sistem Manajemen Maintenance Pembukaan Yang dimaksud dengan manajemen maintenance modern bukan memperbaiki mesin rusak secara cepat. Manajemen maintenance modern bertujuan untuk menjaga mesin berjalan
Lebih terperinciI. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI
1 I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI Beberapa kiat pengoperasian mesin perontok padi yang akan diuraikan dibawah ini dimaksudkan untuk tujuan dari hasil perancangan mesin perontok tersebut.
Lebih terperinciBab III CUT Pilot Plant
Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Didalam melakukan pengujian diperlukan beberapa tahapan agar dapat berjalan lancar, sistematis dan sesuai dengan prosedur dan literatur
Lebih terperincipropinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum 1.1.1 Latar Belakang Proyek peningkatan dan pelebaran jaian di jalur Klaten-Kartasura berlokasi di Kabupaten Klaten, Boyolali dan Sukoharjo. Proyek mi bertujuan untuk menata
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAAN 4.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPLING Kopling adalah satu bagian yang mutlak diperlukan pada truk dan jenis lainnya dimana penggerak utamanya diperoleh dari hasil pembakaran di dalam silinder
Lebih terperinciBAB II LINGKUP KERJA PRAKTEK
BAB II LINGKUP KERJA PRAKTEK 2.1 Lingkup Kerja Praktek di PT. Safari Dharma Sakti Lingkup kerja praktek di PT.Safari Dharma Sakti pemeliharaan secara berkala kendaraan bus Mercedes Benz dan Hino meliputi
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Perawatan (Maintenance) Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran.
Lebih terperinciLampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51
38 Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) 2 4 6 Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 Bahan yang rusak (%) 0 0 11 39 Lampiran 2. Kapasitas alat (buah/jam)
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum Unit Produksi Campuran Beraspal yang dikenal dengan nama AMP (Aspal Mixing Plant), merupakan tempat mencampur agregat, aspal, dan tanpa atau dengan bahan tambahan pada temperatur
Lebih terperinciAnalisa Kinerja Mesin AMP (Asphalt Mixing Plan) dengan Metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada PT Dua Putri Kedaton
Analisa Kinerja Mesin AMP (Asphalt Mixing Plan) dengan Metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada PT Dua Putri Kedaton Skripsi Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Sejarah singkat perusahaan Didirikan pada tahun 1951 yang terletak di Tanggerang, Banten. PT Gajah Tunggal Tbk. memulai usaha produksinya dengan ban sepeda. Sejak
Lebih terperinciGambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian
BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Pengujian MULAI STUDI PUSTAKA PERSIAPAN MESIN UJI PEMERIKSAAN DAN PENGESETAN MESIN KONDISI MESIN VALIDASI ALAT UKUR PERSIAPAN PENGUJIAN PEMASANGAN
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan
Lebih terperinciTATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM
TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan
Lebih terperinciMODUL IV B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL
MODUL IV B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL DEFINISI PLTD Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ialah pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (prime mover), yang berfungsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR ENNY SUSLANY
ANALISIS PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PEMANAS AGREGAT PADA UNIT PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL (AMP) (Literature Review) TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY 050404090 BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data
Lebih terperinciBAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
41 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN Start Alat berat masuk ke Workshop Pengecekan sistem hidrolik secara keseluruhan komponen Maintenance Service kerusakan Ganti oli Ganti filter oli Ganti hose hidrolik
Lebih terperinciPENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL
KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari
Lebih terperinciTUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN
TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Penelitian ini dilakukan di laboratorium jalan raya UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu Dinas Bina Marga, Provinsi Sumatera Utara. Jalan Sakti Lubis No. 7 R Medan.
Lebih terperinci1. Bagian Utama Boiler
1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi perbandingan agregat kasar, antara lain : Variasi I (1/1 : 1/2 : 2/3 = 3 : 1 : 2) Variasi II (1/1 : 1/2 : 2/3 = 5 : 1 : 3) Variasi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan
BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan
Lebih terperinciJENIS-JENIS PENGERINGAN
JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan
Lebih terperinciBAB III JENIS JENIS PERAWATAN
BAB III JENIS JENIS PERAWATAN Dalam istilah perawatan disebutkan bahwa disana tercakup dua pekerjaan yaitu istilah perawatan dan perbaikan. Perawatan dimaksudkan sebagai aktifitas untuk mencegah kerusakan,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan
Lebih terperinciAnalisa Kinerja Mesin AMP (Asphalt Mixing Plan) dengan Metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada PT Dua Putri Kedaton
Analisa Kinerja Mesin AMP (Asphalt Mixing Plan) dengan Metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada PT Dua Putri Kedaton Skripsi Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah
Lebih terperinciMETODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL
METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL SNI 03-6758-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk lapis
Lebih terperinciJurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:
PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth
Lebih terperinciPENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING
PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING Budi Christianto, Witantyo Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12A
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Sebelum melakukan suatu penelitian, maka perlu adanya perencanaan dalam penelitian. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu pemeriksaan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-
41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran
Lebih terperinciAMP (Asphalt Mixing Plant) UNTUK PEKERJAAN LASTON DAN OVERLAY. Material di stock pile. Pemisahan penimbunan jenis agregat yang berbeda.
(Asphalt Mixing Plant) UNTUK PEKERJAAN LASTON DAN OVERLAY Persiapan Bahan a. Material di stock pile. Pemisahan penimbunan jenis agregat yang berbeda. Sumber : Data Lapangan Gambar Timbunan 2 Jenis yang
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI KAJI EKSPERIMENTAL
BAB III METODOLOGI KAJI EKSPERIMENTAL 3.1 DESKRIPSI PERALATAN PENGUJIAN. Peralatan pengujian yang dipergunakan dalam menguji torsi dan daya roda sepeda motor Honda Karisma secara garis besar dapat digambarkan
Lebih terperinciGerak translasi ini diteruskan ke batang penghubung ( connectiing road) dengan proses engkol ( crank shaft ) sehingga menghasilkan gerak berputar
Mesin Diesel 1. Prinsip-prinsip Diesel Salah satu pengegrak mula pada generator set adala mesin diesel, ini dipergunakan untuk menggerakkan rotor generator sehingga pada out put statornya menghasilkan
Lebih terperinciMODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)
MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall
Lebih terperinci1. EMISI GAS BUANG EURO2
1. EMISI GAS BUANG EURO2 b c a Kendaraan Anda menggunakan mesin spesifikasi Euro2, didukung oleh: a. Turbocharger 4J 4H Turbocharger mensuplai udara dalam jumlah yang besar ke dalam cylinder sehingga output
Lebih terperinciMETODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH
METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam
Lebih terperinciSISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I
SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL Sutoyo PPK metropolitan Surabaya I Staf DPU Bina Marga Prop. Jatim LATAR BELAKANG Terjadi kerusakan munculnya
Lebih terperinciJurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:
PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON LAPIS AUS GRADASI SENJANG Risky Aynin Hamzah Oscar H. Kaseke, Mecky M. Manoppo
Lebih terperinciBAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH
BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness di PT. Gramedia Printing Group dilakukan untuk melihat
Lebih terperinciPENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE
Penggunaan Asbuton Ekstraksi sebagai Bahan Campuran Lataston HRS-WC (Hadi Gunawan) PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Hadi Gunawan (1) (1) Staf
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU
BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini pertumbuhan industri telah memberikan dampak yang sangat besar bagi seluruh Negara yang memiliki lahan industri, dimana tidak ada lagi penghalang
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Mesin atau peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian pengeringan di PT. XYZ yaitu pada mesin Dryer Twind. Karena mesin ini bersifat
Lebih terperinciPengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total
Lebih terperinciBATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS
BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS Lintong Elisabeth Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Oscar H. Kaseke Dosen Jurusan
Lebih terperinciPerancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB III
BAB III PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES 3.1 Latar Belakang Perancangan Mesin Dalam rangka menunjang peningkatan efisiensi produksi
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN MATERI
BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesinyang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat
Lebih terperinciTotal Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi
Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan
Lebih terperinciCara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol
Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang
Lebih terperinciBAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS
BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS 7.1. UMUM Campuran Beraspal Panas ada 3 macam campuran antara lain, Latasir, Lataston dan Laston. Latasir terdiri dari dua kelas, lataston terdiri dari tiga kelas. Laston
Lebih terperinciKOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap
KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana
Lebih terperinciTINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. Penyediaan alat kerja dan bahan bangunan pada suatu proyek memerlukan
BAB III TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT 4.1 Tinjauan Umum Penyediaan alat kerja dan bahan bangunan pada suatu proyek memerlukan manajemen yang baik untuk menunjang kelancaran pengerjaannya. Pengadaan
Lebih terperinciTATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA
SNI 03-1737-1989 TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan
Lebih terperinciMesin Diesel. Mesin Diesel
Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin diesel menggunakan bahan bakar diesel. Ia membangkitkan tenaga yang tinggi pada kecepatan rendah dan memiliki konstruksi yang solid. Efisiensi bahan bakarnya lebih baik
Lebih terperinciLampiran 1: Mesin dan Peralatan
Lampiran 1: Mesin dan Peralatan 1. Mesin Mesin yang dipakai pada proses produksi kernel palm oil umumnya menggunakan mesin semi otomatis. Tenaga manusia digunakan untuk mengawasi jalannya proses produksi.
Lebih terperinciSESSION 12 POWER PLANT OPERATION
SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat yang diiringi dengan peningkatan mobilitas penduduk. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang
Lebih terperinciMETODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI
METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN
Lebih terperinci