BAB III PROSES PRODUKSI ASPHALT MIXING PLANT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PROSES PRODUKSI ASPHALT MIXING PLANT"

Transkripsi

1 BAB III PROSES PRODUKSI 3.1 Pengertian Asphalt Mixing Plant (AMP) Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan,dikeringkan dan dicampur dengan aspal untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang memenuhi persyaratan tertentu. Dilihat dari mobilitasnya, pada umumnya Asphalt Mixing Plant (AMP) dibagi menjadi dua tipe yaitu : (1) Asphalt Mixing Plant yang permanen, dengan beberapa jenis cara produksinya. (2) Asphalt Mixing Plant yang portable (mudah dipindah-pindah) dan dapat dipasang di dekat lokasi proyek untuk menghasilkan campuran aspal. Asphalt Mixing Plant dapat terletak di lokasi yang permanen atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.apabila ditinjau dari jenis cara memproduksi campuran beraspal dan kelengkapannya,ada beberapa jenis Asphalt Mixing Plant,yaitu: a) Asphalt Mixing Plant jenis takaran (batch plant) b) Asphalt Mixing Plant jenis drum pencampur (drum mix) c) Asphalt Mixing Plant jenis menerus (continuous plant) Namun secara umum kebanyakan Asphalt Mixing Plant dikategorikan atas jenis takaran (timbangan) atau jenis drum pencampur.perbedaan utama dari Asphalt Mixing Plant jenis timbangan dan jenis drum adalah dalam hal kelengkapan dan proses bekerjanya,pada Asphalt Mixing Plant jenis timbangan komposisi bahan dalam campuran beraspal ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan sedangkan pada Asphalt Mixing Plant jenis pencampur drum komposisi bahan dalam campuran ditentukan berdasarkan berat masing-masing bahan yang diubah ke dalam satuan volume atau dalam aliran berat per satuan waktu.terlepas dari perbedaan jenis dari Asphalt Mixing Plant,tujuan dasarnya adalah sama. Yaitu untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang mengandung bahan pengikat dan agregat yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi. Proses pencampuran campuran beraspal pada Asphalt Mixing Plant jenis takaran/timbangan dimulai dengan penimbangan agregat,timbangan untuk bahan pengisi (filler) bila diperlukan dan diperuntukkan aspal sesuai komposisi yang telah ditentukan berdasarkan Rencana Campuran Kerja (RCK) dan dicampur pada pencampur(mixer/pugmill) dalam waktu tertentu.

2 Pengaturan besarannya dilakukan untuk menyesuaikan gradasi agregat dengan rencanakomposisi campuran, sehingga aliran material ke masing-masing bin pada bin panas menjadi lancar dan berimbang. 3.2 KECEPATAN POMPA (AMP) Pada Asphalt Mixing Plant jenis pencampur drum,agregat panas langsung dicampur dengan aspal panas didalam drum pemanas atau di dalam silo pencampur di luar drum pemanas. Penggabungan agregat dilakukan dengan cara mengatur bukaan pintu pada bin dingin dan pemberian aspal ditentukan berdasarkan kecepatan pengaliran dari pompa aspal.perbedaan dalam hal kelengkapan dari kedua jenis Asphalt Mixing Plant tersebut adalah;asphalt Mixing Plant jenis takaran dilengkapi saringan panas (hot screen),bin panas (hot bin),timbangan (weight hopper) dan pencampur (pugmill/mixer) sedangkan pada Asphalt Mixing Plant jenis pencampur drum kelengkapan tersebut tidak tersedia.tentunya kedua jenis Asphalt Mixing Plant tersebut juga mempunyai persamaan yaitu sama-sama dilengkapi bin dingin, pengontrol dan pengumpul debu serta pencampur. Pemimpin Proyek harus dapat melakukan pemeriksaan terhadap Asphalt Mixing Plant yang dipasang di Iokasi unit produksi campuran aspal dan siap beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diberikan,untuk itu Pemimpin Proyek harus mengenal dengan baik Asphalt Mixing Plant dengan segala peralatannya agar dapat menilai kondisi mekanikal tiap komponen-komponen Asphalt Mixing Plant tersebut agar dapat menentukan kelayakan operasional peralatan sesuai dengan spesifikasi dan syarat-syarat keamanan yang ditetapkan.tiap hal-hal yang tidak benar atau tidak efisien harus dicatat dalam laporan kondisi mekanikal peralatan sesuai spesifikasi dan syarat-syarat keamanan yang ditetapkan, jika terdapat kesalahan mekanikal maka harus dikoreksi lagi setiap awal pengoperasian pencampuran.kapasitas produksi minimum yang harus dicapai dan Asphalt Mixing Plant harus ditentukan oleh pemeriksa peralatan. 3.3 BAGIAN-BAGIAN (AMP) Bagian-bagian Asphalt Mixing Plant timbangan adalah : 1.Bin dingin (cold bins) Bin penampung.

3 2. Pintu pengatur pengeluaran agregat dari bin dingin (cold feed gate) Fungsi pintu pengatur (bukaan) bin agregat dingin pada Asphalt Mixing Plant tipe continous dan batch secara umum adalah sama,pada Asphalt Mixing Plant tipe continous proporsi dari ukuran agregat yang terpisah diatur oleh bukaan pada sistem pemasok (feeder) yang dapat disetel sehingga deposit agregat dapat secara langsung dialirkan ke dalam pugmill sedangkan aspal dialirkan ke dalam pugmill dengan menggunakan pompa meter yang telah dikalibrasi.sebelum proses produksi dimulai maka harus dilaksanakan kalibrasi terhadap aliran agregat dari tiap bukaan sistem pemasok.kontraktor harus mempunyai operating instruction manual" dari pabrik pembuatnya yang dapat memberikan petunjuk mengenai kecepatan operasi dari feeder,kapasitas alur dari pompa aspal. 3. Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator)(cold Aggregate Feeder) Sistem pemasok agregat dingin umumnya digunakan pada unit produksi yang mudah dipindah-pindah dan dipasang pada empat atau lebih bin (penampung material),bukaan atau pintu yang dapat disetel,reciprocating feeder dan atau menggunakan ban pengangkut (conyeyer belt) feeder,dan material dingin pada ban pengangkut tersebut akan diteruskan oleh sistem pengangkut (dryer elevator) menuju pengering.pada jenis lain dipasang bin yang terpisah,bukaan yang dapat diatur,dan sistem ban berjalan.bukaan pada sistem pemasok harus dapat diatur sehingga didapat agregat dengan kuantitas dan ukuran yang tepat agar sesuai dengan job-mix formula yang diminta.

4

5 4. Pengering (dryer) Dari pemasok dingin maka campuran agregat diangkat ke dalam pengering untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur dan kelembaban yang diminta.komponen yang terdapat pada sistem pengering adalah : - Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 sampai dengan 305 cm dan mempunyai panjang dari 610 sampai dengan cm. - Ketel pengering (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk penyalaan. - Kipas (fan) sebagai bagian dari sistem pengumpul debu,tapi fungsi utamanya adalah untuk memberikan udara atau oksigen untuk pembakaran dalam drum. Pada pengering dipasang serangkaian baris irisan atau potongan metal yang melengkung atau dilas dalam bentuk bervariasi dan melekat pada permukaan di bagian sebelah dalam silinder tersebut.potongan-potongan ini dikenal sebagai "lifting flights atau flight cup" dan bentuk lainnya dengan fungsi yang relatif serupa.flight yang dipakai untuk mengangkat dan menjatuhkan agregat melalui gas panas pembakaran umumnya berbentuk "L".Jumlah,bentuk dan susunan flights penting untuk efisiensi pengeringan.bentuk pengering,kecepatan putaran,diameter,panjang,jumlah,dan disain dari flight mempengaruhi atau mengontrol lamanya waktu yang diperlukan pada proses pengeringan di dalam sistem pengering. Selanjutnya agregat dari pengering menuju elevator panas (hot elevator) melalui lubang atau pintu pengeluaran dekat pembakar di akhir alat pengering. Sebuah alat sensor dari instrumen thermometrik ditempatkan pada lubang pengeluaran yang akan mencatat atau memberikan data temperatur agregat yang keluar dari sistem pengering.

6

7 5. Pengumpul debu (dust collector) Alat pengumpul debu berfungsi sebagai alat kontrol polusi udara,gas buang didorong oleh kipas dari sistem pengering dan akibat adanya kecepatan dari gas buang maka terbawa pula partikel debu dari sistem pengering yang selanjutnya dibawa ke pengumpul debu.pada sistem pengumpul debu terdapat beberapa jenis kombinasi pengumpul debu,yaitu kantong filter untuk partikel yang sangat halus pada gas buang lalu debu tersebut ditransfer ke dalam bin untuk mineral filler,pengumpul debu cyclone untuk mengumpulkan partikel yang selanjutnya dikembalikan ke bin panas melalui sistem pengatur udara (air lock damper), pengumpul debu tipe basah (wet scrubber dust collector) mengumpulkan debu lebih lanjut dari gas buang setelah melalui pengumpul debu tipe cyclone atau kombinasi lainnya untuk sistem pengumpul debu.muatan udara yang berisi partikel debu,asap,dan gas harus direduksi atau dikontrol sampai ambang batas yang telah ditentukan oleh peraturanperaturan mengenai dampak Iingkungan untuk mencegah polusi pada atmosfir.

8 6. Cerobong pembuangan (exhaust stack) Dengan sedikit penyemprotan air,di Cerobong pembuangan agar debu tidak berterbangan terbawa angin. 7. Sistem pemasok agregat panas (hot elevator) Berguna membawa agregat yg telah di panaskan, siap untuk percampuran

9 8. Unit ayakan panas (hot screening unit) Pada unit ayakan Asphalt Mixing Plant tipe batch dan continous,agregat panas yang dibawa oleh bucket elevator dikirim ke unit ayakan untuk selanjutnya disaring dan dipisahkan ke dalam ukuran-ukuran yang diminta dan sisa berbagai ukuran tersebut dikirim ke dalam binpenampung agregat bergradasi.kebanyakan Asphalt Mixing Plant memakai ayakan tipe datar dengan sistem penggetar yang biasanya terdiri dan empat dek,ukuran dari ayakan pada tiap dek tergantung dari agregat yang ingin dihasilkan.bagian atas dan dek ditutup oleh ayakan 'scalping" yang akan menggerakkan material oversize dan mengurangi material tersebut ke dalam pintu pembuang.unit ayakan harus dibersihkan tiap hari dan dicek dan kemungkinan rusak atau robek,jika terjadi kerusakan maka ayakan tersebut harus diganti. 9. Bin panas (hot bins) Campuran aspal panas biasanya disimpan dalam bin penampung yang didesain untuk maksud tersebut,tiap bin penampung harus dicek untuk menentukan penerimaan pada waktu tampung spesifik (specific holding times).penerimaan berdasarkan kemampuan bin penampung untuk menahan dan mengeluarkan campuran dengan spesifikasi kriteria kualitas yang telah ditentukan dalam job-mix formula dan bebas dari segregasi,penyaluran ke dalam bin penampung sebaiknya tidak langsung tapi melalui sebuah timbangan pengatur.

10 10. Timbangan Agregat (weigh box) Pada Asphalt Mixing Plant tipe batch terdapat tiga macam timbangan yaitu timbangan agregat,timbangan bahan halus (filler),dan timbangan aspal.pada Asphalt Mixing Plant tipe batch,timbangan untuk agregat dikunci langsung di bawah bin agregat bergradasi.berat dad hopper diteruskan atau ditransmisikan oleh mekanisme timbangan yang biasanya dipasang skala penunjuk tanpa pegas sehingga berat agregat dari tiap bin dan jumlahnya dalam tiap batch dapat dibaca dan dicatat,urutan penimbangan dari tiap bin harus diamati secara cermat dan sebaiknya penimbangan fraksi agregat yang besar atau kasar didahulukan.jika unit Asphalt Mixing Plant akan beroperasi sebaiknya skala timbangan dibersihkan,tiap bagian dicek,dan harus dilaksanakan kalibrasi timbangan secara periodik oleh instansi yang berwenang.asphalt Mixing Plant sebaiknya menggunakan sistem kontrol yang otomatis untuk mendapatkan pencampuran dengan proporsi yang benar.

11 11. Pencampur (mixer atau pugmill) Setelah ditimbang, maka agregat dan aspal dicampur di dalam pencampur pugmill. Pencampur pugmill adalah suatu corong kembar pencampur yang didesain untuk mencampur material dengan sebaik-baiknya dan menyelimutkan agregat dengan aspal, waktu pencampuran harus sesingkat mungkin untuk mendapatkan penyelimutan agregat yang seragam pada semua butir agregat.waktu pencampuran yang berlebihan cenderung menimbulkan degradasi pada agregat dan aspal terbakar,setelah agregat masuk ke pugmill dan suatu periode singkat dari pengeringan campuran terjadi akan diikuti oleh pencampuran basah setelah aspal disemprotkan ke dalam pugmill.pencampur pugmill terdiri dari suatu ruang (chamber) dan poros kembar (twin shaft) untuk mencampur corong dengan rotasi (counter rotating shafts) dengan kayuh atau pedal (paddles) pada ujung setiap tangkai pedal dan batang penyemprot aspal.pedal dibentuk untuk menghasilkan efisiensi maksimum dalam pencampuran dan harus dalam posisi yang sedemikian rupa agar supaya ruang bebas (clearance) antara ujung (tip) pedal dan dinding ruang pencampuran kurang dari 1,5 kali ukuran maksinum agregat karena kalau tidak,daerah sumbatan dapat bertambah sehingga material tidak tercampur dan terselimuti oleh aspal secara merata.

12 12. Penyimpanan bahan pengisi (mineral filler storage) Tempat penyimpanan agregat sebelum ditimbang. 13. Tangki aspal (hot asphalt storage) Tangki aspalt yang di dalamnya ada pipa besar untuk pembakaran aspalt.

13 14. Sistem penimbangan aspal (aspal weigh bucket) Tempat penimbangan aspalt setelah di aduk dengan agregat. Asphalt Mixing Plant jenis takaran ( batch plant )

14 3.4 Penjelasan Asphalt Mixing Plant Pada Asphalt Mixing Plant jenis takaran agregat digabungkan,dipanaskan dan dikeringkan serta secara proporsional dicampur dengan aspal untuk memproduksi campuran beraspal panas.asphalt Mixing Plant dapat berukuran kecil atau besar tergantung dari kuantitas campuran yang dihasilkannya,disamping itu ditinjau dari mobilitasnya,pada umumnya Asphalt Mixing Plant jenis takaran dapat digolongkan atas: a) AMP yang permanen b) AMP yang mudah di pindah-pindah dan dapat dipasang di dekat lokasi proyek. 3.5 Kapasitas Asphalt Mixing Plant Kapasitas AMP bervariasi dan umumnya berkisar dari 500 kg sampai 1200 kg per batch atau lebih besar,proses pencampuran untuk masing-masing batch sekitar 40 menit. Untuk jalan-jalan dengan lalu-lintas padat dan berat disarankan menggunakan kapasitas AMP yang lebih besar dari 800 kg per batch. Beberapa keunggulan dari penggunaan kapasitas 800 kg per batch atau lebih adalah sebagai berikut: Penggunaan kapasitas yang besar akan membantu menghasilkan campuran yang relatif seragam dan mengurangi faktor ketidakpastian. Kapasitas yang lebih besar relatif lebih menjamin kelancaran pasokan campuran beraspal ke unit penghampar.pasokan yang tidak lancar pada unit penghampar dapat mengakibatkan permukaan jalan tidak rata dan kepadatan tidak tercapai karena campuran di bawah alat penghampar telah dingin sehingga pada bagian tersebut sulit diratakan dan dipadatkan. Kapasitas yang besar akan mempercepat penyelesaian pekerjaan yang berarti mengurangi gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas.pada jalan-jalan utama gangguan akibat adanya pekerjaan pelapisan ulang sangat besar pengaruhnya. 3.6 Penjelasan Proses Produksi Proses produksi campuran beraspal panas dengan menggunakan Asphalt Mixing Plant dimulai dari memasok agregat dingin dari bin dingin dengan jumlah terkontrol,kemudian dipanaskan dan dikeringkan melalui pengering (dryer). Selanjutnya agregat disaring dengan unit saringan panas (hot screen) yang akan memisahkan agregat berdasarkan ukuran fraksinya lalu dimasukkan ke dalam bin panas. Masing-masing agregat dari bin panas ditimbang sesuai proporsi yang diinginkan.bila diperlukan, bahan pengisi (filler) ditambahkan melalui pemasok bahan pengisi.selanjutnya dicampur kering dalam pencampur.aspal dengan jumlah terkontrol ditambahkan setelah pencampuran kering.bila pencampuran agregat dengan aspal telah homogen, campuran selanjutnya dituangkan ke dalam truk pengangkut dan dibawa ke tempat penghamparan.

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik

Lebih terperinci

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant)

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant) BAB II ASPHALT MIXING PLANT II.1. Umum Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur

Lebih terperinci

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal Berikut ini adalah versi HTML dari file http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/pedoman_teknik54.pdf. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. MANUAL

Lebih terperinci

Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant)

Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) Pd. T-03-2005-B 1 Ruang lingkup Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal ini menguraikan tentang tata cara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-03-2005-B Pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Daftar isi Daftar isi... Daftar gambar... Prakata...

Lebih terperinci

Pd. T B. Prakata

Pd. T B. Prakata Prakata Pedoman pemeriksaan peralatan unit produksi campuran beraspal (asphalt mixing plant), dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus kerja Bidang Perkerasan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Macam macam Asphalt Mixing Plant (AMP) Aspahlt mixing plant (AMP) merupakan seperangkat peralatan yang menghasilkan produkberupa campuran asphalt panas. Dilihat dari mobilitasnya,

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN

EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN EXECUTIVE SUMMARY KINERJA PERALATAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) UNTUK MENDUKUNG JARINGAN JALAN DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2016 I. LATAR BELAKANG Komitmen Pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI NO. KODE : FKK.MP.02.006.01-I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

REVIEW PROSES PENCAMPURAN DI LAPANGAN MENGGUNAKAN ALAT ASPHALT MIXING PLANT

REVIEW PROSES PENCAMPURAN DI LAPANGAN MENGGUNAKAN ALAT ASPHALT MIXING PLANT REVIEW PROSES PENCAMPURAN DI LAPANGAN MENGGUNAKAN ALAT ASPHALT MIXING PLANT Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil Diajukan oleh : Riyanto NIM : D100

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY

TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY ANALISIS PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PEMANAS AGREGAT PADA UNIT PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL (AMP) (Literature Review) TUGAS AKHIR ENNY SUSLANY 050404090 BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS BAB VII CAMPURAN BERASPAL PANAS 7.1. UMUM Campuran Beraspal Panas ada 3 macam campuran antara lain, Latasir, Lataston dan Laston. Latasir terdiri dari dua kelas, lataston terdiri dari tiga kelas. Laston

Lebih terperinci

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE MARSHALL Konsep dasar dari metode campuran Marshall adalah untuk mencari nilai kadar aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat

Lebih terperinci

CAMPURAN BERASPAL PANAS

CAMPURAN BERASPAL PANAS MODUL B.1.1 CAMPURAN BERASPAL PANAS Diselenggarakan dalam rangka : SOSIALISASI NSPM, PEMBERIAN ADVISTEKNIKDANUJIKEANDALAN MUTU TAHUN 2003 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA

TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA SNI 03-1737-1989 TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Penelitian ini dilakukan di laboratorium jalan raya UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu Dinas Bina Marga, Provinsi Sumatera Utara. Jalan Sakti Lubis No. 7 R Medan.

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Pemanfaatan Asbuton Buku 4 Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

PEDOMAN. Pemanfaatan Asbuton Buku 4 Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan No: 001 04 / BM / 2006 Pemanfaatan Asbuton Buku 4 Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Buku 4: Pedoman

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Penggunaan Asbuton Ekstraksi sebagai Bahan Campuran Lataston HRS-WC (Hadi Gunawan) PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Hadi Gunawan (1) (1) Staf

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA PABRIK PAKAN TERNAK DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP SYNCHRONOUS MANUFACTURING Budi Christianto, Witantyo Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12A

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bakar batubara untuk pemanas agregat adalah AMP yang umumnya menggunakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum Unit Produksi Campuran Beraspal yang dikenal dengan nama AMP (Aspal Mixing Plant), merupakan tempat mencampur agregat, aspal, dan tanpa atau dengan bahan tambahan pada temperatur

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air

Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air Standar Nasional Indonesia Cara uji kemampuan penyelimutan dan ketahanan aspal emulsi terhadap air ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum 1.1.1 Latar Belakang Proyek peningkatan dan pelebaran jaian di jalur Klaten-Kartasura berlokasi di Kabupaten Klaten, Boyolali dan Sukoharjo. Proyek mi bertujuan untuk menata

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak

Lebih terperinci

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL Sutoyo PPK metropolitan Surabaya I Staf DPU Bina Marga Prop. Jatim LATAR BELAKANG Terjadi kerusakan munculnya

Lebih terperinci

PEDOMAN. Pemanfaatan Asbuton Buku 3 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

PEDOMAN. Pemanfaatan Asbuton Buku 3 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan No: 001-03 / BM / 2006 Pemanfaatan Asbuton Buku 3 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Buku 3: Pedoman

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON SNI 03-3976-1995 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup 1.1.1 Maksud Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012 PENENTUAN RELIABILITAS SISTEM DAN PELUANG SUKSES MESIN PADA JENIS SISTEM PRODUKSI FLOW SHOP Imam Sodikin 1 1 Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN SNI 03-6877-2002 1. Ruang Lingkup 1.1 Metoda pengujian ini adalah untuk menentukan kadar rongga agregat halus dalam keadaan lepas (tidak

Lebih terperinci

TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL

TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL 1. Ruang Lingkup 1.1 Tata cara ini digunakan untuk pengambilan contoh aspal di pabrik, tempat penyimpanan atau saat pengiriman. 1.2 Besaran dinyatakan dalam Satuan SI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009 tentang Pemberlakukan Pedoman Pemeriksaan Peralatan Penghampar Campuran Beraspal (Asphalt Finisher) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 0 Jakarta, 10 Nopember

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

AMP (Asphalt Mixing Plant) UNTUK PEKERJAAN LASTON DAN OVERLAY. Material di stock pile. Pemisahan penimbunan jenis agregat yang berbeda.

AMP (Asphalt Mixing Plant) UNTUK PEKERJAAN LASTON DAN OVERLAY. Material di stock pile. Pemisahan penimbunan jenis agregat yang berbeda. (Asphalt Mixing Plant) UNTUK PEKERJAAN LASTON DAN OVERLAY Persiapan Bahan a. Material di stock pile. Pemisahan penimbunan jenis agregat yang berbeda. Sumber : Data Lapangan Gambar Timbunan 2 Jenis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat yang diiringi dengan peningkatan mobilitas penduduk. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh uji beton segar

Tata cara pengambilan contoh uji beton segar Standar Nasional Indonesia Tata cara pengambilan contoh uji beton segar ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari komponen Pneumatik Tujuan Bagian ini memberikan informasi mengenai karakteristik dan

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Cara uji kelarutan aspal 1 Ruang lingkup Cara uji kelarutan aspal secara khusus menguraikan alat dan bahan yang digunakan serta prosedur kerja untuk mendapatkan hasil kelarutan aspal. Cara uji ini dilakukan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM Harni Yusnita Fakultas Teknik Universitas Abdurrab, Pekanbaru, Indonesia harni_yusnita@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS. Pemanfaatan asbuton butir dalam campuran beraspal panas. Daftar isi

PETUNJUK TEKNIS. Pemanfaatan asbuton butir dalam campuran beraspal panas. Daftar isi PETUNJUK TEKNIS Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil No. 006 / BM / 2008 Pemanfaatan asbuton butir dalam campuran beraspal panas DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM D IREKTORAT JE NDERAL B IN A MARGA Daftar

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI Halaman : 1 dari 7 INCINERATOR Pasokan sampah organik dari kampus UGM ke PIAT UGM masih terdapat sampah anorganik sekitar 20%. Dari sisa sampah anorganik yang tidak bisa diolah menggunakan pirilosis, dibakar

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN: PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI 3.1 Perancangan Reaktor Gasifikasi Reaktor gasifikasi yang akan dibuat dalam penelitian ini didukung oleh beberapa komponen lain sehinga membentuk suatu

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu

Lebih terperinci

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN Asrul Arifin ABSTRAK Pengujian dilaboratorium terdiri dari Tes Ekstraksi, Uji Analisa Saringan dan Tes Marshall. Uji Ekstraksi harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Mengenal Motor Diesel Motor diesel merupakan salah satu tipe dari motor bakar, sedangkan tipe yang lainnya adalah motor bensin. Secara sederhana prinsip pembakaran pada motor

Lebih terperinci

TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA

TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA TURBOCHARGER URAIAN Dalam merancang suatu mesin, harus diperhatikan keseimbangan antara besarnya tenaga dengan ukuran berat mesin, salah satu caranya adalah melengkapi mesin dengan turbocharger yang memungkinkan

Lebih terperinci

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah BAB V METODE PENELITIAN 5.1. Cara Penelitian Penelitian dilakukan dengan tiga tahap. tahap pertama untuk mencari kadar aspal optimum (KAO), tahap II untuk mencari kadar limbah batu baterai (Magan) optimum

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh uji beton segar

Tata cara pengambilan contoh uji beton segar Standar Nasional Indonesia Tata cara pengambilan contoh uji beton segar ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL SNI 03-6758-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk lapis

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.3

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.3 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.3 CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.3.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data

Lebih terperinci

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT. Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 90 TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT Raden Hendra Ariyapijati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS Saintek Vol 5, No 1 Tahun 2010 TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS ABSTRAK (STUDI KASUS BEBERAPA QUARRY DI GORONTALO) Fadly Achmad Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Jurnal Teknik Sipil IT Vol. No. Januari 05 ISSN: 354-845 ENGARUH VARIASI KADAR ASAL TERHADA NILAI KARAKTERISTIK CAMURAN ANAS ASAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN ENGUJIAN MARSHALL Oleh : Misbah Dosen Teknik Sipil

Lebih terperinci

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL

BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL BLOWER DAN KIPAS SENTRIFUGAL Hampir kebanyakan pabrik menggunakan fan dan blower untuk ventilasi dan untuk proses industri yang memerlukan aliran udara. Sistim fan penting untuk menjaga pekerjaan proses

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Stirena Tangki Air Tangki Asam Klorida Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan air Menyimpan bahan baku stirena monomer proses untuk 15

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji 4 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 0 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 0 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji di Lapangan ini mencakup : 1) Cara pembuatan dan perawatan benda uji

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Mesin Diesel. Mesin Diesel

Mesin Diesel. Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin diesel menggunakan bahan bakar diesel. Ia membangkitkan tenaga yang tinggi pada kecepatan rendah dan memiliki konstruksi yang solid. Efisiensi bahan bakarnya lebih baik

Lebih terperinci

Revisi SNI Daftar isi

Revisi SNI Daftar isi isi isi... i Prakata...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...2 4 Ketentuan umum...6 4.1 Uraian...6 4.2 Jenis campuran beraspal...6 4.3 Peralatan laboratorium...6 4.4 Peralatan

Lebih terperinci

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong SNI 03-6367-2000 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini meliputi pipa beton tidak bertulang yang digunakan sebagai pembuangan air

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL SNI 06-2489-1991 SK SNI M-58-1990-03 METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Cara uji berat isi beton ringan struktural

Cara uji berat isi beton ringan struktural Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi beton ringan struktural ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

PEDOMAN. Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B

PEDOMAN. Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-07-2004-B Asbuton campuran panas DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i-iii Daftar tabel... iii Prakata... iv Pendahuluan... v 1 Ruang

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov.

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov. PROYEK AKHIR PU Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA 0+000 - STA 1+500 Kab. Luwu Utara Prov. Sulawesi Selatan Pembimbing : Ir. Sulchan Arifin, M.Eng. Dipresentasikan Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium struktur dan bahan JPTS FPTK UPI. Bentuk sampel penelitian ini berupa silinder dengan ukuran

Lebih terperinci