ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN"

Transkripsi

1 ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Penelitian ini menganalisis sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal usul dan proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan. Penelitian dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery untuk mengkaji proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit tersebut yang kemudian digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Data yang dikehendaki adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu RPH (Rumah Pemotongan Hewan), pengumpul kulit sapi pada tingkat kelurahan, tingkat kecamatan dan tingkat propinsi. Data yang diinginkan dari kajian ini adalah data distribusi dan jumlah RPH yang tersedia di suatu wilayah, data proses pemotongan hewan di RPH terkait, data sertifikasi pelaku pemotongan hewan serta data keterkaitan antara suatu RPH dengan pengumpul kulit atau distributor kulit. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah (Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur). Industri penyamakan kulit Industri penyamakan kulit di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Industri penyamakan kulit kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya); sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Data APKI (Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia) 2008 menyebutkan di Indonesia saat ini terdapat 70 industri 63

2 64 penyamakan kulit skala menengah dan besar, sementara skala industri rumahan sebanyak 400 unit usaha (Tabel 13). Tabel 13 Jumlah Industri Penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia Tahun Jumlah industri penyamakan kulit menengah-besar Jumlah penyamakan kulit rumahan Sumber: APKI, Kapasitas produksi pabrik kulit sapi 140 juta kaki persegi atau 5 juta lembar kulit sapi yang berarti 5 juta ekor per tahun. Dengan bobot rata-rata kulit sapi per lembar sebesar 20 Kg, maka diperlukan bahan kulit sapi sebesar 100 juta Kg per tahun. Jumlah hasil samping kulit dari proses split mencapai 11,5 % dari bahan baku kulit mentah yang diproses (Winter 1984), oleh karena itu akan tersedia bahan baku kulit sapi split sebesar ton per tahun di Indonesia. Industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang bergerak dalam bidang penyamakan kulit, khususnya kulit sapi dan kerbau. Industri ini terletak di Kampung Muhara Sarongge, Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan berupa kulit basah dan kulit awet garam yang berasal dari Jawa Barat yaitu; Bekasi, Bogor, Serang, Bandung, Jawa Tengah yaitu ; Semarang, dan Jawa Timur yaitu; Kediri. Bahan penolong atau pembantu yang digunakan antara lain : NaCl, Ca(OH) 2, NaHSO 3 /NaHSO 4, H 2 SO 4, HCOOH, chrom tanning, sulfiter fisionil/ sulfeter fisionil, oropon, sintar, minyak sintesistourel AA, minyak nabati (NFO) dan sulfeter. Kapasitas produksi pada umumnya tidak tetap, tergantung dari besarnya permintaan dan ketersediaan bahan baku. Rata-rata produksi dapat mencapai ton per bulan. Produk yang dihasilkan berupa kulit samak dengan jenis dan warna yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pabrik ini mampu menghasilkan hampir semua jenis kulit samak.

3 65 Daerah pemasaran kulit jadi merupakan daerah pemasaran domestik dan ekspor. Daerah pemasaran domestik antara lain Bogor, Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Majalaya, Cibubur. Pasar ekspor salah satunya adalah ke Jepang. Ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Kulit sapi split merupakan kulit sapi yang dihasilkan dari proses pembelahan kulit menjadi dua bagian untuk mendapatkan ketebalan kulit yang diharapkan dalam proses penyamakan kulit di Industri penyamakan kulit. Proses spliting dilakukan setelah proses perendaman basa atau liming untuk mengembalikan kondisi kulit menjadi seperti semula dan proses penghilangan lemak. Adapun alur proses yang dilakukan oleh industri penyamakan kulit untuk mendapatkan kulit sapi split dapat dilihat pada Gambar 6. Kulit sapi awet garam Pencucian / penghilangan garam & kotoran Pemotongan ujung kulit (Trimming) Penghilangan bulu (Soaking) Perendaman Basa (Liming) Pencucian / Deliming Penghilangan lemak (Degressing) Pembelahan (spliting) Kulit sapi split Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Dari proses ini rata-rata kulit sapi split yang dihasilkan adalah sebesar 20%-25% dari jumlah kapasitas bahan baku yang digunakan dalam industri penyamakan kulit. Oleh karena itu jika penggunaan bahan baku kulit sapi di

4 66 Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery adalah sebesar 2-10 ton/hari, maka ketersediaan kulit sapi split adalah berkisar 500 Kg sampai dengan 2 ton/hari Berkaitan dengan mutu bahan baku gelatin proses kritis yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah penggunaan bahan kimia dalam proses soaking atau penghilangan bulu. Karena proses ini biasanya menggunakan bahan kimia natrium sulfida yang sangat beracun. Oleh karena itu perlu diperhatikan proses deliming dan pencucian agar mendapatkan hasil yang baik. Rantai pasokan kulit Sapi Rantai pasokan kulit sapi dimulai dari peternak sampai pada industri penyamakan kulit. Pelaku rantai pasokan kulit tersebut disajikan pada Gambar 7. Peternak Pemeliharaan sapi Pedagang sapi Pembelian dan pengiriman sapi Rumah pemotongan Hewan (RPH) Pemotongan dan pemisahan kulit Pedagang Pengumpul Kulit Pengumpulan, penyimpanan dan penggaraman kulit sapi Agen/pedagang kulit Proses penggaraman, penyimpanan dan distribusi kulit sapi Industri penyamakan kulit Proses perendaman dan pemotongan kulit sapi menjadi split Industri gelatin Proses pembuatan gelatin dari kulit sapi split Gambar 7 Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi (Hasil Survey) Peternak sapi merupakan pelaku yang berkepentingan dalam tata-laksana pemeliharaan dan budidaya ternak sapi. Perlakuan sapi pada saat dibudidayakan dapat mempengaruhi mutu kulit dilihat dari sisi industri penyamakan kulit. Peternak di pulau Jawa pada umumnya melakukan pemeliharaan sapi dengan cara

5 67 dikandangkan sehingga mutu kulit sapi lebih terjaga, sedangkan peternak dari luar pulau Jawa pemeliharaan sapi dilakukan dengan cara digembalakan (tidak dikandangkan) sehingga kulit menjadi kurang baik mutunya karena adanya tanda kepemilikan berupa cap dari setiap sapi peliharaan yang dapat menimbulkan kerusakan pada kulit. Mutu kulit sapi juga dapat dilihat dari kandungan benda asing yang menempel pada kulit seperti garam atau tanah. Hal ini disebabkan oleh cara penggaraman yang dilakukan oleh pengumpul kulit sapi yang tidak sesuai dengan prosedur penggaraman yang baik yaitu dengan cara mencampur garam dengan lumpur laut untuk mengurangi penggunaan jumlah garam. Pedagang sapi bertindak sebagai pembeli sapi dari peternak kemudian mengirimkan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) untuk menjualnya atau melakukan pemotongan. Sebagian besar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tidak melakukan pembelian sapi tetapi hanya melakukan pemotongan sapi yang dibawa oleh pedagang sapi. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) menyediakan tempat peristirahatan bagi sapi yang akan dipotong dan menyediakan tukang potong (penjagal). Setiap penjagal di RPH biasanya sudah mempunyai sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM-MUI, sedangkan RPH sendiri secara institusi belum mempunyai sertifikasi halal dari LPPOM-MUI. Proses pengumpulan kulit dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) karena proses pemisahan kulit sapi dengan daging sapi dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Pengumpul kulit sapi biasanya dilakukan oleh pedagang sapi atau penjagal sapi yang berperan sebagai pengumpul kulit sapi. Kulit sapi yang diperoleh di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) kemudian diawetkan dengan penggaraman. Pengawetan kulit dengan garam dilakukan pada kulit yang akan digunakan sebagai bahan kulit tersamak. Garam yang digunakan dalam pengawetan kulit adalah garam dapur, bukan garam murni, tetapi garam teknis yang berkadar 90%. Pengawetan kulit dengan garam dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penggaraman basah (wet salting), dan penggaraman kering (dry salting). Proses pengawetan kulit dengan penggaraman basah dilakukan dengan merentangkan kulit yang telah dibersihkan pada lantai miring yang telah ditaburi garam dengan posisi bagian bulu di bawah, dan kemudian pada bagian daging ditaburi garam

6 68 sebanyak 30% dari berat basah. Selanjutnya, di atas kulit tersebut direntangkan lagi kulit dengan posisi bulu berada di bawah. Bagian daging yang menghadap ke atas ditaburi garam seperti yang telah dilakukan terhadap kulit yang sebelumnya, begitu seterusnya hingga mencapai tinggi satu meter. Kulit paling atas diletakkan sebagai penutup dengan posisi bagian bulu di atas, kemudian didiamkan selama satu malam. Pedagang kulit atau agen kulit biasanya bertindak sebagai pemasok bagi industri penyamakan kulit. Seorang agen kulit mendapatkan kulit dari beberapa pengumpul kulit yang terdapat di beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Tindakan yang dilakukan oleh seorang agen kulit adalah melakukan penggaraman ulang terhadap setiap kulit yang diterima agar dapat disimpan lebih lama. Penaburan garam oleh agen adalah mengulangi penaburan garam semula sebanyak 20%. Kulit yang telah digarami dibiarkan selama beberapa hari, yakni dua hari sampai empat minggu agar supaya air hasil penggaraman mengalir. Setelah kadar air minimal tercapai, kulit dilipat dan disimpan hingga proses penyamakan. Tabel 14 Pemasok bahan baku kulit sapi PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery No I II Lokasi Jawa Barat Rumah Potong Hewan Asal Kulit Pasokan Perlakuan Pedagang Frekwensi (Minggu) Jumlah (ton) Total (ton/bl) H. Ruslan Cibinong 2-3 kali 4 48 Cakung Tangerang Hankam H. Asmuri Cakung 1 kali 4 16 Tangerang Proses garam tabur garam tabur lama Penyimpanan (hr) Jabotabek Gunawan Tangerang H.Yayat 2 kali 6-7 ton 56 7 Bogor Bandung Helmi Ciwastra H.Eman Serang Ahin Serang 1 kali 6 ton 24 Jawa Tengah Semarang Ismail Semarang + 1 kali 7 ton 28 Solo III Jaw Timur Kediri Abd Baqi Kediri + 1 kali 20 ton 80 Catatan: Hasil survey lapang. garam tabur garam tabur garam tabur Nama Pemasok Keterangan Pemasok Utama Pemasok tak tetap Pemasok Utama Pemasok tak tetap Pemasok tak tetap Pemasok tak tetap

7 69 Industri penyamakan kulit mendapatkan pasokan kulit dari beberapa agen kulit. Terdapat pemasok utama dan pemasok tak tetap di industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Pemasok utama dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan dengan pasokan sebanyak empat ton setiap 2-3 kali/minggu. Agen kulit ini memperoleh kulit dari beberapa RPH di Jawa Barat yaitu RPH Cibinong, Cakung, Tangerang dan Hankam. Pemasok utama yang lain adalah Gunawan yang berasal dari Jabodetabek juga dengan jumlah pasokan 6-7 ton per minggu dua kali pasokan dengan total pasokan perbulan sebanyak 56 ton. Pemasok kulit bukan utama (pemasok tak tetap) berasal dari Bandung, Serang, Semarang dan Kediri. Rincian dari jumlah pasokan masing-masing dapat diperlihatkan pada Tabel 14. Dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin perlu diperhatikan titik-titik kritis pada setiap tahapan rantai pasokan bahan baku agar mendapatkan standar mutu yang dikehendaki. Dalam mendapatkan titik kritis tersebut dapat dilakukan dengan standarisasi mutu tertentu misal standar halal atau dengan HACCP. Untuk memenuhi standar tersebut perlu diperhatikan proses, kandungan dan asal-muasal bahan baku. Selain itu dalam penyediaan bahan baku melibatkan berbagai tingkatan rantai pasok yang masing-masing memiliki proses dan tahapan yang berbeda, oleh karena itu untuk dapat mengantisipasi kejadian yang dapat menurunkan atau mengganggu proses jaminan mutu perlu mengidentifikasi setiap tindakan yang akan berpengaruh dalam proses jaminan mutu, sehingga akan diperoleh alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi kondisi kritis tersebut. Titik kritis dalam proses pengadaan yang perlu diantisipasi adalah adanya kontaminasi pada bahan yang dapat menurunkan mutu dan adanya proses yang dapat merusak mutu. Titik titik kritis dari pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikankan pada Tabel 15.

8 70 Tabel 15 Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi. Tingkatan rantai Proses kritis pasokan bahan baku No pasok kulit terhadap mutu produk gelatin 1. Peternak sapi Penggunaan pakan sapi dan pakan tambahan serta obatobatan Tempat ternak sapi tidak campur dengan ternak yang tidak halal 2. Pedagang sapi Penggunaan suplemen makanan dan minuman pada ternak Penggunaan alat transportasi dan tempat peristirahatan sapi 3. Rumah Metode pemotongan sapi pemotongan hewan Penjagal telah tersertifikasi (RPH) Tempat peristirahatan sapi 4. Pengumpul kulit Proses penggaraman kulit Tempat penyimpanan kulit 5. Pedagang kulit /agen kulit 6 Industri penyamakan kulit 7 Agroindustri gelatin Alat transportasi kulit Proses penggaraman kulit Tempat penyimpanan dan proses penyimpanan kulit Proses pengumpulan kulit Proses penerimaan bahan baku Proses perendaman kulit Penggunaan bahan kimia Penggunaan bahan kimia Proses pembuatan gelatin Tindakan koreksi Jangan memerima pasokan sapi terhadap peternak yang belum teridentifikasi dengan baik Setiap pedagang sapi harus mendapat sertifikasi mutu terhadap dagangannya dan terdaftar sebagai pemasok sapi Setiap RPH atau TPH harus menggunakan penjagal yang bersertifikat Pengumpul kulit harus terdaftar dan tersertifikasi Tolak bahan baku kulit yang bukan dari agen yang telah mendapat persetujuan dari LPPOM MUI Identifikasi pemasok bahan kimia dan perketat proses penerimaan kulit sesuai standar mutu yang berlaku Bahan kimia diperoleh dari supplier yang bersertifikasi dan proses tidak menyalahi aturan mutu dan HACCP Peta jaringan pasokan bahan baku industri penyamakan kulit Peta jaringan pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery berasal dari berbagai daerah yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek dan Jawa Timur. Pemasok kulit dari Jawa Tengah dilakukan oleh Ismail yang memasok kulit setiap minggu sekali sebanyak 28 ton per bulan. Kulit dari Jawa Tengah diperoleh dari RPH Semarang. Pemasok kulit dari Jawa Barat memperoleh kulit dari RPH Ciwastra Bandung dan RPH Serang. Pemasok kulit

9 71 dari RPH Ciwastra Bandung dilakukan oleh Helmi dengan pasokan sebanyak 24 ton per bulan dengan jadwal pasokan seminggu sekali. Pemasok kulit dari RPH Serang dilakukan oleh Ahim yang memasok kulit seminggu sekali dengan jumlah pasokan 24 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jabodetabek mendapatkan kulit sapi dari RPH Cibinong, RPH Cakung, RPH Hankam dan RPH Tangerang. Pemasok kulit dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan, H. Asmuri dan Gunawan. H. Ruslan dan Gunawan merupakan pemasok kulit utama yang memberikan pasokan kulit setiap minggu masing-masing dua kali dengan jumlah pasokan per bulan sebesar 48 ton dan 56 ton. H. Asmuri merupakan pemasok tidak tetap yang memasok kulit setiap minggu sekali dengan jumlah pasokan 16 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jawa Timur dilakukan oleh Abdul Baqi dengan pasokan kulit sebesar 80 ton per bulan yang dilakukan dua kali seminggu. Kulit sapi dari Jawa Timur ini diperoleh dari RPH Kediri, dengan jenis sapi Brahman dan sapi Jawa. Selain itu jika pasokan bahan baku kurang mencukupi, PT. Muhara Dwitunggal Tanery juga mendapatkan pasokan kulit dari Luar Jawa seperti Kalimantan. Namun kendala pasokan kulit dari luar Jawa adalah mutu kulit yang kurang baik, sehingga pasokan kulit dari luar Jawa jarang dilakukan. Peta pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Tanery disajikan pada Gambar 8. RPH Semarang Jawa Tengah RPH RPH Semarang Solo RPH Ciwastra Bandung RPH Serang Jawa barat RPH Cibinong RPH Bogor RPH Cakung RPH Hankam Jabodetabek PT. Muhara Dwitunggal Laju Tanery Luar jawa Kulit impor (wet blue) RPH Tangerang RPH Kediri Jawa Timur Gambar 8 Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil Survey).

10 72 Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal Analisis sistem kelembagaan pada sertifikasi mutu halal sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini dari sistem kelembagaan jaminan mutu halal. Penentuan sistem kelembagaan yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi, keadilan (fairness) kearah pembagian yang lebih merata dan aktifitas ekonomi dapat langgeng. Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya secara optimal adalah perlunya pembagian pekerjaan sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktifitas yang tinggi. Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas yang semakin tinggi. Setiap produsen harus memenuhi kebutuhan dan hak konsumen, termasuk konsumen Muslim. Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggungjawab perusahaan kepada konsumen muslim. Di Indonesia, untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dikonsumsi adalah halal, maka perusahaan perlu memiliki Sertifikat Halal LPPOM MUI. Perusahaan yang telah mensertifikasikan halal untuk produknya dituntut menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal secara konsisten. Sistem yang menjamin kesinambungan halal secara konsisten disebut Sistem Jaminan Halal (SJH). Sistem ini merupakan sebuah sistem yang mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal-haram, etika usaha dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. SJH dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal. SJH dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep syariat dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJH yang senantiasa akan dijiwai dan didasari kedua konsep tersebut. Prinsip Sistem Jaminan Halal (SJH) pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management (TQM), yaitu sistem

11 73 manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses sertifikasi halal. Prosedur proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 9. Dokumen SJH1 Pendaftaran Dolumen sertifikasi produk Audit produk Evaluasi audit Ya Tidak Audit memorandum bahan Fatwa ulama Sesuai Tidak Dokumen SJH2 Ya Sertifikat halal Gambar 9 Diagram alir proses sertifikasi halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey). Sistem Jaminan Halal (SJH) harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen yang dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang haram yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan keharaman produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapan ini. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi

12 74 pemasaran. Sistem Jaminan Halal (SJH) berkembang karena kesadaran dan kebutuhan konsumen muslim untuk melindungi dirinya agar terhindar dari produk yang dilarang (haram) dan meragukan (syubhat) menurut ketentuan syariah Islam. Sistem jaminan Halal (SJH) dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Halal yang meliputi lima aspek: 1) Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal (Halal policy) 2) Panduan halal (Halal Guidelines) 3). Sistem Organisasi Halal 4) Uraian titik kendali kritis keharaman produk 5) Sistem audit halal internal (LPPOM MUI, 2008). Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal. Manajemen yang terlibat merupakan perwakilan dari manajemen puncak, Quality Assurance (QA)/Quality Control (QC), produksi, research and development (R & D), purchasing, PPIC serta pergudangan. Organisasi manajemen halal dipimpin oleh seorang Koordinator Auditor Halal Internal (KAHI) yang melakukan koordinasi dalam menjaga kehalalan produk serta menjadi penanggungjawab komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI. Struktur organisasi manajemen halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery dapat dilihat pada Gambar 10. Direktur LP POM MUI Koordinator Auditor Halal Internal QA / QC Purchasing R & D Produksi Gudang Gambar 10 Struktur organisasi manajemen halal Divisi Gelatin di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey). Persyaratan, tugas dan wewenang auditor halal internal adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan Auditor halal internal a. Karyawan tetap perusahaan bersangkutan b. Koordinator Tim Auditor halal internal adalah seorang muslim yang mengerti dan menjalankan syariat Islam.

13 75 c. Berada dalam lingkup Manajemen Halal. d. Berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi secara umum seperti bagian QA/QC, R&D, Purchasing, Produksi dan Pergudangan. e. Memahami titik kritis keharaman produk, ditinjau dari bahan maupun proses produksi secara keseluruhan. f. Diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan diberi kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI 2. Tugas Tim Auditor halal internal secara umum a. Menyusun Manual SJH perusahaan b. Mengkoordinasikan pelaksanaan SJH c. Membuat laporan pelaksanaan SJH d. Melakukan komunikasi dengan pihak LPPOM MUI. 3. Uraian Tugas dan Wewenang Auditor halal internal berdasarkan fungsi setiap bagian yang terlibat dalam struktur manajemen halal: a. Manajemen puncak 1) Merumuskan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan kehalalan produk yang dihasilkan. 2) Memberikan dukungan penuh bagi pelaksanaan SJH di perusahaan. 3) Menyediakan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan SJH. 4) Memberikan wewenang kepada koordinator auditor halal internal untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelaksanaan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI. b. Riset dan Pengembangan (R & D)

14 76 1) Menyusun sistem pembuatan produk baru berdasarkan bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2) Menyusun sistem perubahan bahan sesuai dengan ketentuan halal. 3) Mencari alternatif bahan yang jelas kehalalalannya. 4) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam formulasi dan pembuatan produk baru. c. Pengendalian dan Pengawasan Mutu (Quality Assurance/ Quality Control) 1) Menyusun dan melaksanakan prosedur pemantauan dan pengendalian untuk menjamin konsistensi produksi halal. 2) Melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap bahan yang masuk sesuai dengan sertifikat halal, spesifikasi dan produsennya. 3) Melakukan komunikasi dengan KAHI terhadap setiap penyimpangan dan ketidakcocokan bahan dengan dokumen kehalalan. d. Pembelian (Purchasing) 1) Menyusun prosedur dan melaksanakan pembelian yang dapat menjamin konsistensi bahan sesuai dengan daftar bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam pembelian bahan baru dan atau pemilihan pemasok baru. 3) Melakukan evaluasi terhadap pemasok dan menyusun peringkat pemasok berdasarkan kelengkapan dokumen halal e. Produksi (Production) 1) Menyusun prosedur produksi yang dapat menjamin kehalalan produk 2) Melakukan pemantauan produksi yang bersih dan bebas dari bahan haram dan najis. 3) Menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan matrik formulasi bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 4) Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam hal proses produksi halal. Sistem audit internal merupakan sistem auditing yang dilakukan oleh perusahaan secara periodik untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem jaminan halal.

15 77 Pelaksanaan auditing internal dilakukan oleh tim organisasi halal yang dikoordinir oleh Auditor internal halal. Tujuan dilaksanakannya audit internal antara lain: 1. Untuk memastikan konsistensi operasi untuk memelihara mutu halal suatu produk 2. Memperbaiki cara produksi dengan memperhatikan tahapan proses yang dianggap kritis bagi kehalalan produk 3. Menetapkan kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut 4. Mengevaluasi dan menetapkan secara jelas tanggungjawab dan wewenang dari personel kunci yang menentukan pada kegiatan produksi secara halal. Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapantahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, dimana bahan haram berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP). 1) ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis 2) ditentukan titik-titik kendali kontrol 3) dibuat prosedur pemantauan 4) diadakan tindakan untuk mengoreksi 5) diadakan sistem pencatatan 6) dibuat prosedur verifikasi Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara operasional dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku (SOP). SOP tersebut menguraikan hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian operasional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk R&D menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan pengembangan produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan ketentuan tentang penentuan supplier,

16 78 penggantian supplier, dan syarat-syarat kelengkapan order bahan, dsb. SOP untuk bagian QA/QC menguraikan tentang prosedur penggunaan bahan bahan, dst. Secara administratif, perusahaan harus mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang dapat ditelusuri (traceable) dari pembelian bahan sampai dengan distribusi produk. Secara rinci administrasi yang terkait dengan SJH dimulai dari administrasi bagian pembelian bahan (Purchasing), penerimaan barang (Quality Control/QC), penyimpanan bahan (Warehousing/PPIC), Riset dan Pengembangan (R&D), Produksi / Operasi, Penyimpanan Produk (Finish Product) dan Distribusi. Secara skematik sistem administrasi yang terintegrasi disajikan pada Gambar 11. Produksi Pembelian Penerimaan Penyimpanan Pengolahan Penyimpanan Pengiriman Pengendalian mutu Penelitian dan Pengembangan Gambar 11 Rantai sistem administrasi SJH di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery (Hasil Survey). Dari Gambar 11 terlihat bahwa proses administrasi dalam pembelian bahan perlu melakukan pengecekan terhadap bahan yang dibeli secara penelusuran bahan. Tetapi dari informasi ini belum diperoleh proses penelusuran dan sistem penelusuran yang dapat memudahkan pihak perusahaan untuk mendapatkan data dan informasi tentang bahan yang dibeli secara cepat. Oleh karena itu pelu adanya sistem kelembagaan penelusuran bahan baku yang dapat diintegrasikan dengan sistem SJH sehingga proses pengecekan pada saat pembelian bahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat serta tidak menyalahi aturan sertifikasi halal. Analisis jaminan mutu pasokan bahan baku di beberapa agroindustri gelatin Agroindustri gelatin lain yang disurvey adalah agroindustri gelatin yang berada di Pandaan Jawa Timur. Industri ini menggunakan bahan baku tulang sapi, sehingga gelatin yang dihasilkan juga merupakan gelatin halal. Kapasitas

17 79 produksi yang dimiliki oleh industri ini sebesar 1 ton/bulan, dengan rendemen sebesar rata-rata 10%, maka bahan baku tulang sapi yang dibutuhkan setiap bulannya adalah sekitar 10 ton. Dalam pengadaan bahan baku industri ini melakukan kerjasama dengan pemasok tulang yang berada di Jombang. Proses pengadaan bahan baku dilakukan dengan kontrak kerjasama dengan cara jual beli sesuai kualitas yang diharapkan dengan spesifikasi tulang dalam keadaan sudah dicacah dan dikeringkan. Pedagang tulang atau pemasok membeli tulang di pasar atau RPH dengan harga Rp 1000/Kg, kemudian pemasok melakukan pencacahan dan pengeringan dengan menggunakan alat yang sudah disediakan agroindustri gelatin, kemudian agroindustri gelatin membeli tulang yang sudah kering tersebut dengan harga Rp.3000/Kg. Industri ini tidak hanya menghasilkan gelatin, tetapi juga menghasilkan kolagen yang berasal dari tulang. Selain itu ampas tulang yang telah diekstrak akan mengasilkan phosfat yang digunakan sebagai campuran pakan ternak. Namun dengan berjalannya waktu proses pengadaan bahan baku ini mempunyai kendala kualitas yaitu pasokan tulang yang diberikan tidak memenuhi kualitas yaitu masih terdapat banyaknya kandungan lemak dalam tulang hasil pencacahan yang dilakukan oleh pemasok sehingga mempersulit proses produksi gelatin yang diharapkan sudah tidak ada lemak lagi dari tulang yang akan diproses sebagai bahan bakunya. Untuk menghindari hal ini berlanjut lagi proses penyiapan bahan baku dilakukan juga oleh agroindustri gelatin untuk mendapatkan spesifikasi tulang yang diharapkan yaitu tulang kering yang sudah dicacah lembut dengan tidak ada lemak didalamnya. Selain itu untuk meningkatkan pasokan tulang dari pemasok yang sesuai spesifikasi yang diharapkan agroindustri gelatin melakukan pelatihan dan penyediaan peralatan yang dapat digunakan oleh pemasok untuk melakukan proses awal penyediaan bahan baku. Agroindustri gelatin berikutnya yang dipelajari adalah industri Qinghai gelatin. Industri Qinghai Gelatin berada di Cina yang memproduksi gelatin dari berbagai bahan baku. Bahan baku untuk memproduksi gelatin halal berasal dari kulit sapi dan tulang sapi. Untuk memproduksi gelatin halal perusahaan tersebut telah memisahkan tempat dengan gelatin tidak halal. Adapun proses produksi

18 80 untuk mendapatkan mutu halal di agroindustri gelatin ini telah menggunakan aturan standar yang baku yang meliputi pengadaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, dan proses produksinya. Rincian proses untuk mendapatkan produk gelatin halal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan umum dalam pembelian bahan baku: a. Berdasarkan persyaratan Islam dalam penyembelihan hewan, sebelum disembelih hewan harus dalam keadaan hidup, sehingga dapat dikatakan halal. Ketika bahan baku sampai ke pabrik harus ditentukan oleh pegawai yang profesional. b. Bahan baku halal yang dibeli tidak dibenarkan menggunakan alat transportasi yang kotor dan kebanyakan polusi. c. Penentuan bahan baku halal dilakukan oleh tiga orang, dua orang pegawai yang menguji bahan baku, satu berasal dari perusahaan gelatin, dan satunya lagi berasal dari pabrik pemasok bahan baku, dan seorang manajer bahan baku dari perusahaan yang harus bertanggung jawab untuk menandatangi dan memberikan stempel. Pengujian dapat dilakukan pada saat penimbangan dalam bongkar muat barang. Proses bongkar muat merupakan proses yang sangat ketat dan dapat tertumpuk setelah pemeriksaan mutu lebih lanjut. 2. Kondisi tempat bahan baku: a. Tidak boleh terpolusi kotoran b. Tidak boleh mengandung bahan pengotor lain c. Tempat harus dalam keadaan bersih (tidak terkena hujan) d. Harus tersedia wilayah bahan baku halal, dengan diberikan logo halal yang ditempelkan. Tempat harus bersih, setiap kotoran dan bahan baku tidak halal tidak boleh dicampur dalam bahan baku halal, jika hal ini ditemukan, maka semua bahan baku yang sudah terpolusi tersebut tidak digunakan untuk memproduksi produk halal. 3. Persyaratan air untuk membersihkan peralatan a. Harus air alami b. Air yang sudah digunakan sebelumnya tidak boleh untuk mencuci.

19 81 c. Air yang sudah terkena najis tidak boleh untuk mencuci alat. 4. Persyaratan membersihkan alat dari najis menurut Islam: a. Najis yang terlihat atau tidak harus dicuci b. Alat harus dicuci tujuh kali, yang salah satunya menggunakan campuran air dan tanah c. Pencucian pertama untuk menghilangkan adanya najis dengan menggunakan sedikit air dan tanah, air yang digunakan untuk pencucian awal tidak boleh digunakan lagi dan pencucian kedua dan selanjutnya dengan air yang tidak boleh digunakan lagi dan seterusnya. d. Banyaknya tanah yang digunakan untuk membersihkan alat bergantung pada perkiraan bahan padat yang terdapat pada kotoran. 5. Persyaratan proses produksi a. Pemandangan proses produksi harus bersih, tidak boleh ada tumpukan puing-puing. Dalam setiap bagian proses, dilarang ada barang yang tidak halal, lingkungan harus bersih dan sehat. Tumpukan bahan baku halal dilarang berserakan dimana-mana. b. Dalam setiap bagian proses, perlu menggunakan alat khusus dan tidak boleh dicampurkan dengan peralatan yang menggunakan bahan baku tidak halal. c. Seleksi bahan baku tahap kedua harus tertumpuk secara tertib dengan besar, sedang dan kecil. Pemandangan seleksi tahap dua harus menjaga kebersihan dan kesehatan. d. Setelah mengurutkan tumpukan bahan baku, tempat penumpukan harus diberi logo halal, dan tidak boleh digunakan untuk menumpuk bahan tidak halal. Dari kedua agroindustri gelatin tersebut dapat disimpulkan bahwa agroindustri gelatin yang terdapat di Pandaan Jawa Timur, lebih mementingkan pemberdayaan pedagang pemasok dalam usaha untuk mendapatkan pasokan bahan baku gelatin dari tulang sapi karena adanya spesifikasi yang harus dipenuhi agar proses produksi dapat dilakukan secara lebih efisien, sedangkan agroindustri gelatin Qinghai yang berada di Cina lebih menekankan pada usaha penjaminan

20 82 mutu secara internal dalam perusahaan untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang bermutu sesuai standar yang telah ditentukan. Permasalahan kelembagaan jaminan mutu pasokan agroindustri gelatin Untuk membangun sebuah struktur kelembagaan agroindustri gelatin diperlukan beberapa aktor yang berperan. Setiap aktor yang berperan memiliki kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem. Berdasarkan hasil kajian, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya dalam rekayasa sistem kelembagaan agroindustri gelatin adalah sebagai berikut: a) Peternak Keuntungan memadai Harga sarana produksi tidak berfluktuasi Harga produk peternakan yang stabil dan wajar Kemudahan dalam pemasaran produk peternakan Kemudahan memperoleh modal dengan kredit dari lembaga keuangan Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau Terkendalinya risiko penyakit pada ternak yang dipelihara b) Pedagang kulit (pengepul) Kemudahan memperoleh informasi pasar Kestabilan harga Keuntungan yang optimal Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin Terkendalinya risiko transportasi c) Rumah Pemotongan Hewan Tersedianya sarana dan prasarana yang bersertifikat Kemudahan akses teknologi Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi Kemudahan melakukan koordinasi pedagang dan pemasok sapi Tersedianya SDM yang paham tentang pemotongan hewan yang benar d) Industri penyamakan kulit

21 83 Keuntungan yang memadai Pengembalian atas investasi yang tinggi Terjaminnya bahan baku kulit sapi Pangsa pasar meningkat Ketersediaan informasi asal-usul bahan baku Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan bermutu Terjaminnya pemasaran produk e) Agroindustri gelatin Ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan dan bermutu Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi Tercapainya target produksi Keuntungan yang memadai Pengembalian investasi yang tinggi Pangsa pasar meningkat Iklim usaha yang baik Terjaminnya pemasaran produk f) Konsumen Kemudahan akses produk yang bermutu Kestabilan harga produk Pasokan produk yang stabil Kemudahan akses informasi pasar dan produk Produk tersedia dengan kuantitas dan mutu yang cukup g) Lembaga keuangan Peningkatan jumlah nasabah Pengembalian kredit lancar Mendapatkan kepastian usaha pemberian kredit Minimnya risiko kredit macet Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam h) Pemerintah pusat/daerah Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha

22 84 Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif Peningkatan pendapatan asli daerah Peningkatan mutu produk dan komoditas Peningkatan daya saing produk agroindustri Peningkatan produktivitas petani i) Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian Tersedianya sarana untuk melakukan penelitian Kemudahan akses informasi Peningkatan daya saing produk agroindustri Kemudahan akses teknologi Permasalahan yang sering muncul dalam rekayasa sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk adalah konflik kepentingan antar aktor atau pelaku yang terlibat. Hal ini karena terjadinya ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing aktor. Adapun rincian dari permasalahan tersebut adalah Informasi asal usul bahan baku kurang memadai sehingga mutu bahan baku tidak terjamin kehalalannya, Kinerja kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin belum terjalin dengan baik sehingga setiap pelaku mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan yang besar, sumberdaya manusia (SDM) pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) belum bersertifikat sehingga proses pemotongan hewan belum terjamin kehalalannya. Posisi tawar peternak kecil dalam penentuan harga kulit sapi sangat rendah karena kurangnya akses informasi pasar. Selain itu Belum berkembangnya kesadaran peternak dalam berorganisasi dan bermitra dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen usaha secara efektif. Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadai berupa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang bersertifikat. Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kredit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

MANUAL Sistem Jaminan Halal

MANUAL Sistem Jaminan Halal MANUAL Sistem Jaminan Halal Perusahaan : (Diisi Nama Perusahaan) Disusun Oleh : Manual SJH 0 HALAMAN PENGESAHAN Manual Sistem Jaminan Halal Perusahaan [.] ini merupakan dokumen perusahaan terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA 1 Kebijakan Halal Apakah pimpinan perusahaan memilik kebijakan tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memproduksi produk halal secara konsisten? Apakah kebijakan halal disosialisasikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ]

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan... 2 1. Pendahuluan...3 1.1 Informasi Umum

Lebih terperinci

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan MANUAL SJH STANDAR Manual SJH Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan dalam menerapkan SJH Prinsip Manual Sistem Menuliskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya industri pangan dan non-pangan di Indonesia, telah menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bagi industri tersebut menjadi hal yang sangat penting. Salah

Lebih terperinci

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H)

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) 2014 MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT GIA sebagai perusahaan perisa yang berlokasi di Cianjur. Waktu penelitian dimulai sejak Juli 2010 sampai Maret 2011.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3

Lebih terperinci

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Persyaratan Sertifikasi Halal Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Tujuan : Peserta memahami prinsip-prinsip dari Kebijakan dan Prosedur dalam Sertifikasi Halal. Peserta dapat menerapkan Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Apa itu Perbuatan Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara. (Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram) Hukum Halal/Haram Menjadi dasar dalam proses Sertifikasi

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah IV. SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah lembaga yang berfungsi membantu Majelis Ulama Indonesia

Lebih terperinci

AUDIT INTERNAL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH

AUDIT INTERNAL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH AUDIT INTERL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH 1. Ringkasan Hasil Audit Internal : 1a. Waktu Audit Internal : 1b. Auditor : 1c. Auditee : 1d. Temuan : 1e. Tindakan Koreksi : Form Laporan Berkala 2. Ringkasan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN HALAL Pangan di dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang

Lebih terperinci

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/quality Management Representative (QMR). Direksi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI SISTEM INFORMASI KETELUSURAN HALAL DALAM SISTEM DISTRIBUSI DAGING AYAM DI JAWA BARAT Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua : Dr. Dwi Purnomo, STP., MT

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... RINGKASAN EKSEKUTIF... RIWAYAT HIDUP PENULIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFRTAR LAMPIRAN... i ii v vii ix xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01

MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01 MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01 JAKARTA 2014 Halaman 1 dari 26 HALAMAN PENGESAHAN Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) PT EVIGO INDONESIA ini merupakan dokumen perencanaan penerapan Sistem Jaminan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM sangat berperan dalam peningkatan lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

PANDUAN UMUM SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI

PANDUAN UMUM SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI PANDUAN UMUM SISTEM JAMINAN HALAL LPPOM MUI LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA 2008 Kata Pengantar Sistem Jaminan Halal mulai diberlakukan oleh Lembaga Pengkajian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen PT GIA yang terdiri dari direktur dan manajer umum, dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Serial artikel sosialisasi halalan toyyiban PusatHalal.com Materi 5 KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Oleh DR. Anton Apriyantono Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan aman) adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH 86 SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH Pujiati Utami Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA

STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA 1 FENOMENA PERMASALAHAN Harga daging sapi mahal Fluktuasi harga daging sapi Peternak kurang bergairah karena harga pakan mahal? Biaya pengiriman sapi potong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 PERTANIAN MODEREN berwawasan Agribisnis CARA PANDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008

Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008 Checklist Audit Mutu ISO 9001:2000 Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008 :2008 4. 4.1 4.1 4.1 Sistem Manajemen Mutu Persyaratan Umum Apakah organisasi menetapkan dan mendokumentasikan sistem manajemen mutu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan evaluasi sistem

BAB IV PEMBAHASAN. Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan evaluasi sistem BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini, audit operasional atas fungsi produksi pada PT Dunia Daging Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki kawasan perairan yang hampir 1/3 dari seluruh kawasannya, baik perairan laut maupun perairan tawar yang sangat

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya 4.1q1 Bagaimana organisasi menentukan masalah eksternal dan internal yang relevan dengan tujuan dan arah strategis?

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

NOMOR 215 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

NOMOR 215 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI JASA PROFESIONAL, ILMIAH DAN TEKNIS GOLONGAN POKOK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Air Minum dalam Kemasan Ketika perkembangan zaman semakin menuntut segalanya harus lebih praktis, maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian 177 Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian No Nama Pakar Jabatan Keterangan 1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi Pemb.Rektor I UNS Akademisi 2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi Ketua Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU -1- LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU 1. Lingkup Sistem Manajemen

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM PENDAHULUAN 1. Garam merupakan komoditas penting yaitu kebutuhan pokok masyarakat yang termasuk dalam kategori

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Sistem manajemen halal

Sistem manajemen halal RSNI4 RSNI4 99001:2016 Rancangan Standar Nasional Indonesia 4 Sistem manajemen halal Pengguna dari RSNI ini diminta untuk menginformasikan adanya hak paten dalam dokumen ini, bila diketahui, serta memberikan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA AKSI. Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat

BAB V RENCANA AKSI. Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan dan Waktu Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat waktu, rencana aksi disusun sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus untuk memudahkan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

LAMPIRAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA LAMPIRAN LAMPIRAN STRUKTUR ORGANISASI DAN URAIAN TUGAS PT. CISANGKAN 1. Commisaris Fungsi : Merencanakan dan menentukan visi dan misi serta mengawasi kegiatan perusahaan maupun kinerja serta jalannya

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut data Bank Dunia tahun 2015, Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami terbesar di dunia. Jenis karet alam yang dihasilkan Indonesia

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci