HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 4 di Sekolah Dasar Negeri 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive, yaitu sekolah yang sudah mengadakan tes Intelligence Quotient untuk melihat skor kecerdasan seseorang. Siswa kelas 4 sengaja diambil karena siswa sudah dapat menjawab ataupun mengisi kuesioner yang diberikan dan jarak umur siswa kelas 4 tidak terlalu jauh dengan praktek pemberian ASI serta skor kecerdasan siswa kelas 4 bervariasi mulai dari cerdas sampai kurang. Siswa kelas 5 sengaja tidak diambil karena skor kecerdasan siswa kelas 5 kurang bervariasi dan jarak usia siswa terlalu jauh dengan praktek pemberian ASI. Siswa kelas 6 sengaja tidak diambil karena khawatir akan menganggu konsentrasi siswa dalam menghadapi ujian akhir, sedangkan siswa kelas 3, 2, dan 1 juga tidak diambil sebagai contoh karena siswa dianggap belum memiliki pemahaman yang cukup untuk mengisi kuesioner yang diberikan. Sekolah Dasar Negeri 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara terletak di Jalan Budi Mulya Rt 010/ 015. Sekolah Dasar Negeri 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara dipimpin oleh kepala sekolah yaitu Subiyat Edy A.P., S.Pd. MM. Jumlah guru/ staf pengajarnya ada 17 orang. Para guru tersebut dibantu oleh dua orang penjaga. Jumlah siswa kelas 4 seluruhnya ada 41 orang, terdiri atas 24 laki-laki dan 17 perempuan. Waktu belajarnya dimulai dari pukul s.d pukul untuk kelas 4, 5, dan 6. Fasilitas yang dimilki oleh sekolah meliputi fasilitas fisik, lahan, dan non fisik. Fasilitas fisik yang dimilki meliputi ruang kelas, ruang guru, kantin, laboratorium komputer, tempat ibadah, gudang, toilet, perpustakaan. Fasilitas lahan yang ada terdiri atas lapangan olahraga dan taman. Fasilitas non fisik/ ekstrakurikuler yang ada di sekolah meliputi pramuka, seni tari, paskibra, qasidah, seni musik, futsal. Karakteristik Siswa Contoh adalah anak sekolah dasar, dengan jumlah keseluruhan 38 orang. Berdasarkan kelas yang dipilih sebagai contoh penelitian adalah kelas 4. Tabel 3 menjelaskan karakteristik siswa berdasarkan individu dan status gizi siswa. Karakteristik siswa yang diamati meliputi usia siswa, jenis kelamin, uang saku per hari, dan status gizi.

2 32 Tabel 3 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu Karakteristik individu n % Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Usia Siswa tahun > 11 tahun Total Uang Saku Rp Rp 6000-Rp Rp Rp Total Rata-Rata±SD 7566±3085 Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Total Rata-Rata±SD -0.06±1.75 Jenis Kelamin, Agama, dan Usia Tabel 3 diketahui bahwa jumlah siswa laki-laki kelas 4 SD Negeri 09 lebih banyak dibandingkan jumlah siswa perempuan. Hal ini terlihat dari persentase jumlah siswa laki-laki (55.3%) dan jumlah siswa perempuan (44.7%). Siswa dalam penelitian ini berusia tahun dan persentase terbesar pada usia antara 10 sampai 11 tahun (89.5%) dan >11 tahun (10.5%). Seluruh contoh yang diambil beragama islam. Uang Saku Siswa Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pedapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan, atau bulanan. Uang saku yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi daya beli seseorang terhadap pangan. Siswa kelasa 4 SD Negeri 09 memperoleh uang saku yang berkisar antara Rp ,00-Rp ,00/ hari (60.5%). Rata-rata besar uang saku siswa adalah Rp ±3085. Relatif besarnya uang saku yang diberikan orangtua untuk siswa diduga karena sebagian besar siswa melakukan rutinitas sekolah di pagi hari dan dilanjutkan kursus pada sore hari.

3 33 Status Gizi Berdasarkan Tabel 3, status gizi siswa diukur dengan menggunakan indikator IMT/U. WHO (1995) merekomendasikan z-score untuk mengevaluasi data antropometri anak, khususnya di negara berkembang, karena anak yang berada jauh di bawah persentil data acuan dapat diklasifikasikan secara akurat. Menurut WHO (2007), status gizi seseorang diukur dengan menggunakan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. Indeks IMT/U ini digunakan untuk seseorang yang berusia 9-24 tahun berdasarkan nilai z-score. Seseorang dikatakan kurus bila -3 SD z -2 SD, normal bila -2 SD z +1 SD, kegemukan bila +1 SD z +2 SD, dan obesitas bila z +2 SD. Berdasarkan IMT/U terdapat siswa dengan status gizi kurus (-3 SD z -2 SD) dengan persentase sebesar 2.6%. Sebagian besar siswa (76.3%) tergolong dalam kategori normal (2 SD z +1 SD). Rata-rata z-score siswa adalah ±1.75. Gizi kurang mempengaruhi pertumbuhan otak anak sehingga dapat mengganggu dalam proses belajar. Anak gizi kurang ada kecenderungan kurang gairah dan lincah, tertinggal dalam belajar, dan kurang tanggap terhadap lingkungannya sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecerdasan anak. Gizi kurang pada anak juga dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto 2004). Karakteristik Keluarga Siswa Karakterisitk keluarga siswa yang dilihat berdasarkan besar keluarga, usia orangtua siswa, dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Kondisi ekonomi keluarga terdiri dari tingkat pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, dan tingkat pendapatan keluarga Besar Keluarga Menurut Suhardjo (1996), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Besar keluarga menurut BKKBN (1998) dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga 4 orang, sedang jika 5-6 orang, dan besar jika 7 orang. Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang

4 34 dikonsumsi dalam keluarga. Keluarga kecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak akan memiliki hubungan yang amat erat antara orangtua dengan anak sehingga akan mempengaruhi sikap pengasuhan orangtua terhadap proses belajar, sedangkan keluarga besar yang terdiri atas empat anak atau lebih, orangtua cenderung untuk mengasuh anak dengan sikap otoriter sehingga terjadi persaingan antar anak yang dapat merangsang keinginan untuk berprestasi (Satiadarma dan Waruwu 2003). Besar keluarga siswa tersebar pada kelompok keluarga kecil (31.6%) dan 44.7% siswa termasuk dalam kategori keluarga sedang. Usia Orangtua Siswa Umur orang tua siswa dapat dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) (Ghozaly 2011). Mayoritas usia ayah berada dalam rentang dewasa madya dengan usia antara 41 sampai 65 tahun (52.6%). Sementara itu, usia ibu berada dalam rentang dewasa muda dengan rentang usia antara 20 sampai 40 tahun (76.3%). Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga siswa (n=38) Karakteristik Keluarga Siswa n % Besar Keluarga 4 orang orang > 5 orang Umur Ayah Dewasa Muda (20-40) Dewasa Madya (41-65) Dewasa Tua (>65) Umur Ibu Dewasa Muda (20-40) Dewasa Madya (41-65) Dewasa Tua (>65) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Tabel 5 menguraikan kondisi sosial ekonomi keluarga siswa yang dilihat berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu serta pendapatan keluarga per bulan didapatkan dengan memberikan kuesioner kepada orangtua siswa. Sebagian besar ayah siswa berpendidikan terakhir SMA/ Sederajat (50%), begitu juga dengan pendidikan terakhir ibu (39.5%).

5 35 Menurut Engel et al. (1994), tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Sebagian besar ayah siswa bekerja sebagai pegawai (31.5%), sedangkan sebagian besar ibu siswa bekerja sebagai ibu rumah tangga (71.1%). Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan kondisi sosial ekonomi keluarga (n=38) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga n % Pendidikan Ayah Tidak Tamat SD/ Tamat SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat > SMA Pendidikan Ibu Tidak Tamat SD/ Tamat SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat >SMA Pekerjaan Ayah Pegawai Wiraswasta Pedagang Lainnya Pekerjaan Ibu Pegawai Ibu Rumah Tangga Pedagang Lainnya 0 0 Pendapatan Keluarga < Rp Rp Rp >Rp Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Sebagian besar pendapatan keluarga siswa berada pada nilai < Rp (50%).

6 36 Praktek Pemberian ASI Praktek Pemberian ASI yang diamati pada penelitian ini yaitu pemberian ASI, ASI eksklusif dan alasannya, susu formula, serta durasi pemberian ASI. ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun yang berasal dari susu hewan, seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing (Krisnatuti et al. 2006). Susu formula adalah susu bayi yang berasal dari susu sapi yang telah diformulasikan sedemikan rupa sehingga komposisinya mendekati ASI (Muchtadi 2002). Praktek Pemberian ASI Eksklusif ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara langsung oleh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al. 2005). Praktek ASI eksklusif relatif sedikit ditemukan di SDN 09. Hal ini terlihat dari persentase praktek ASI eksklusif yang jumlahnya hanya 36.8%. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya cukup bervariasi. Alasan tertinggi dikarenakan ASI tidak keluar (62.5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Rachmadewi (2009) bahwa praktek pemberian ASI eksklusif di perdesaan lebih tinggi (41.9%) dibandingkan perkotaan (25.8%). Hasil penelitian Fawtrell et al. (2007) membuktikan bahwa durasi pemberian ASI eksklusif yang paling optimal adalah selama enam bulan. WHO pada tahun 1991 merekomendasikan durasi pemberian ASI eksklusif pada bayi selama periode 4-6 bulan pertama. Tahun 2001, WHO telah menetapkan durasi pemberian ASI eksklusif yang optimal adalah selama enam bulan (Gibney et al. 2005). Durasi pemberian ASI eksklusif di SD Negeri 09 mayoritas masih 2 bulan (57.9%), dikarenakan bayi sudah diberikan cairan selain ASI sebelum berusia dua bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Almroth dan Bidinger (1990) yang diacu dalam penelitian Asrinisa (2009), bahwa kebiasaan memberikan air putih atau cairan lain kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan di beberapa negara. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Hardinsyah et al. (2002) yang meniliti tentang pemberian ASI dan susu formula pada bayi di kota Bogor. Penelitian tersebut didapatkan hasil sebesar 40.7 persen bayi yang diberikan ASI eksklusif kurang dari empat bulan.

7 37 Tabel 6 Sebaran riwayat pemberian ASI eksklusif di SD Negeri 09 (n=38) Variabel n % Pemberian Asi Esklusif Ya Tidak Alasan tidak diberikan ASI Eksklusif Bayi Menangis ASI Tidak Keluar Ibu Bekerja 6 25 Durasi Pemberian ASI Eksklusif 2 bulan bulan bulan Pemberian ASI Penelitian Wigati (2005) menunjukkan bahwa pemenuhan zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk mengotimalkan kecerdasan pada periode tumbuh otak adalah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai waktu ideal (24 bulan).the U.S Surgeon General merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan meneruskan ASI sampai 12 bulan, dengan pengenalan makanan padat pada usia 4-6 bulan (Brown et al. 2005). Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan durasi pemberian ASI Durasi pemberian ASI n % < 4 bulan bulan bulan > 12 bulan Total Rata-rata 7.42±8.34 Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa pemberian ASI di SDN 09 selama lebih dari 12 bulan sebesar 26.3%. Rata-rata durasi pemberian ASI di SDN 09 adalah 7.42 dengan standar deviasi Hal ini jauh dari hasil penelitian Oktariana (2010) yang menyatakan bahwa sebesar 61 persen bayi diberikan ASI selama lebih dari 24 bulan. Lebih dari 80% ibu di perkotaan dari golongan kaya dan berpendidikan tinggi tidak sanggup memberikan ASI sampai usia 6 bulan, hal ini karena masalah yang bersifat psiko-fisiologis, sosial dan budaya, emosional dan psikologis di dukung lagi semakin efektifnya teknik komunikasi yang benar-benar berkembang dan penilaian mereka yang tinggi kemajuan

8 38 duniawi (Berg 1986). Roesli (2000) menjelaskan bahwa ASI sebagai makanan tunggal yang memenuhi kebutuhan bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian Susu Formula Muchtadi (2002) mendefinisikan susu formula adalah produk berupa tepung susu (umumnya susu sapi) yang telah diformulasikan sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati air susu ibu. Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan pemberian susu formula (n=38) Variabel n % Pemberian Susu Formula Ya Tidak Mulai pemberian susu formula < 6 bulan bulan Orang tua siswa khususnya kaum ibu di SDN 09 lebih banyak memberikan susu formula dari pada ASI. Hal ini terlihat dari hasil tabel 8 yaitu sebanyak 68.4 persen ibu siswa memberikan susu formula kepada anaknya. Ibu siswa memberikan susu formula kepada anaknya saat anak berusia kurang dari 6 bulan (63.2%). Alasan yang dikemukakan orangtua siswa ketika susu formula diberikan saat usia kurang dari 6 bulan yaitu ASI tidak keluar dan ibu sibuk kerja. Susu formula sebagai pengganti ASI (PASI) karena ASI tidak keluar atau anaknya tidak mau ASI, anak sudah disapih, anak ditinggal bekerja, anjuran dari paramedis atau bidan (Fitrisia 2002). Hasil penelitian (Depkes RI 2003) di bogor menunjukkan bahwa anak yang diberi ASI eksklusif tidak ada yang menderita gizi buruk. Data untuk penelitian yang sama bahwa 57% ibu-ibu dianjurkan oleh bidan untuk memberikan susu formula pada minggu pertama setelah kelahiran. Beberapa ahli berpendapat dan telah membuktikan bahwa tidak benar susu formula yang ditambah DHA dapat mencerdaskan anak. Susu formula diciptakan sebagai pendamping ASI tetapi tidak akan pernah bisa menyamai ASI yang mengandung DHA (Mihilal 2002).

9 39 Kecerdasan Logika Matematika Kecerdasan Logika-Matematika adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan ada pola dan hubungan logis, serta fungsi logis (Gunawan 2003). Kecerdasan logika-matematika melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan seharihari kecerdasan ini bermanfaat untuk menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan, atau mencerna laporan sebuah penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli matematika, ilmuwan, dan sebagainya (Gardner dalam Armstrong 2002). Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan anak dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik para murid. Kecerdasan logika matematika dapat diukur dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dengan menggunakan Intelligence Quetion (IQ) kelas 4 semester satu dan pengukuran tidak langsung dengan menggunakan prestasi belajar matematika yang dilihat dari nilai raport matematika dan tes hasil belajar matematika kelas 4 semester satu. Nilai Intelligence Quotient Siswa Pengukuran langsung dengan menggunakan Intelligence Quetion (IQ) kelas 4 semester satu. Intelligence Quetion (IQ) dikelompokkan menjadi delapan kategori yaitu sangat kurang (<69), kurang (69-79), rata-rata kurang (80-89), sedang (90-109), rata-rata cerdas ( ), cerdas ( ), sangat cerdas ( ), istimewa cerdas (>160). Tabel 9 menunjukkan bahwa skor intelligence Quotient siswa kelas 4 SDN 09 sangat bervariasi. Sebanyak 31.6% siswa berada pada kategori rata-rata kurang dengan rentang skor 80-89, sedangkan siswa dengan IQ cerdas dengan rentang skor relatif sedikit yaitu sebesar 5.3%. Rata-rata skor IQ siswa kelas 4 SDN 09 sebesar 87.7 dengan standar deviasi sebesar Siswa yang memiliki IQ yang tinggi lebih mudah berinteraksi meskipun dalam lingkungan yang baru, dengan kemampuan yang ada, mereka lebih mudah bergaul dan beradaptasi. Hal ini juga dibantu dengan

10 40 adanya kemampuan yang mudah dalam mempelajari sesuatu hal oleh seseorang yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi (Dalyono 2007). Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan skor intelligence quotient Skor Intelligence Quotient (IQ) n % Sangat Kurang (<69) 0 0 Kurang (69-79) Rata-rata Kurang (80-89) Sedang (90-109) Rata-rata Cerdas ( ) Cerdas ( ) Sangat Cerdas ( ) 0 0 Istemewa Cerdas (> 160) 0 0 Total Rata-Rata±SD 87.7±16.5 Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar merupakan salah satu ukuran dari tingkat kecerdasan anak. Prestasi belajar siswa dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran. Hasil evaluasi tersebut diukur dengan menggunakan nilai rapor (Winkel 1996). Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan prestasi belajar matematika (n=38) Variabel n % Nilai Raport Matematika Kurang (<60) Cukup (60-69) Lebih dari cukup (70-79) Baik (>80) Rata-rata±SD 64.2±8.4 Tes hasil belajar Kurang (<60) Cukup (60-69) Lebih dari cukup (70-79) Baik (>80) Rata-rata±SD 65.8±14.7 Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh dari hasil nilai raport matematika dan tes hasil belajar matematika kelas 4 semester satu. Nilai raport matematika dan tes hasil belajar matematika dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu kurang, cukup, lebih dari cukup, dan baik. Berdasarkan nilai raport matematika tersebut, hanya terdapat 10.5% (4 orang) siswa yang termasuk

11 41 dalam kategori prestasi belajar yang baik sedangkan 39.5% (15 orang) dalam kategori prestasi belajar cukup. Rata-rata nilai raport matematika kelas 4 semester satu adalah 64.2 dengan standar deviasi 8.4. Sementara itu, nilai tes harian bersama (THB) matematika, hanya terdapat 23.7% (9 orang) siswa yang termasuk dalam kategori prestasi belajar yang baik sedangkan 47.4% (18 orang) dalam kategori prestasi belajar kurang. Rata-rata nilai tes harian bersama (THB) matematika kelas 4 semester satu adalah 65.8 dengan standar deviasi Menurut Dalyono (2007), seseorang yang memiliki intelegensi yang baik (IQ tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensi rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Kebiasaan Makan Siswa Kebiasaan makan merupakan istilah yang menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, distribusi makan antaranggota keluarga (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan yang jelek dicerminkan dengan terjadinya kelebihan asupan dan penyakit akibat gizi (Atmarita 2005). Kebiasaan makan siswa yang dilihat adalah frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan minum susu, jumlah susu yang biasa diminum, jenis susu yang dikonsumsi, konsumsi pangan hewani, konsumsi pangan nabati, konsumsi sayuran, konsumsi buah, kebiasaan membawa bekal, kebiasaan membawa air minum ke sekolah, kebiasaan jajan di sekolah, dan jenis makanan yang sering dibeli. Frekuensi Makan Sehari Seseorang yang dianjurkan untuk makan secara teratur dan pada jamjam tertentu, yaitu tiga kali sehari (Purwati, Rahayu, & Salimar 2002). Hal ini untuk menghindari makan secara berlebihan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kelebihan berat badan. Siswa yang diteliti sebagian besar terbiasa makan tiga kali sehari. Hal ini terlihat pada persentase tertinggi terdapat pada frekuensi makan tiga kali sehari sebesar 92.1%. Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan frekeunsi makan Frekuensi Makan sehari n % 2 kali 3 7,9 3 kali 35 92,1 Total

12 42 Kebiasaan Sarapan Sarapan merupakan kegiatan yang penting dilakukan, tetapi seringkali ditinggalkan dengan berbagai alasan. Sarapan memberikan energi pada seseorang untuk melakukan kegiatan di siang hari, namun terkadang seseorang malas untuk sarapan dengan alasan ingin kurus, terburu-buru atau malas makan (Wirakusumah 1994). Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan sarapan Kebiasaan Sarapan n % Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah 0 0 Total Tabel 12 menjelaskan tentang kebiasaan sarapan siswa, sebanyak 92.1% siswa kelas 4 selalu melakukan sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Hal ini diduga siswa kelas 4 terbiasa makan tiga kali sehari sehingga kebiasaan sarapan menjadi kegiatan yang selalu dilakukan oleh siswa. Kebiasaan Minum Susu Susu merupakan bahan makanan sempurna karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan perbandingan zat gizi di dalam susu sangat ideal, mudah dicerna serta diserap darah secara maksimal (Sanjaya et al. 2007). Susu memiliki nilai biologi protein yang sangat tinggi, susu juga mengandung zat-zat esensial lain yang mudah diserap. Jenis-jenis susu antara lain susu kental manis, susu bubuk, susu kambing, dan lain-lain. Selain itu, ada juga produk susu seperti yoghurt dan keju. Sebagian besar siswa selalu terbiasa minum susu setiap hari (73.7%). Rata-rata sebagian besar siswa mengkonsumsi susu sebanyak satu gelas setiap hari (76.3%). Berdasarkan hasil recall diketahui jenis susu yang paling banyak dikonsumsi adalah susu kental manis (52.6%). DKBM (2008) diketahui bahwa susu kental manis merupakan jenis susu yang tinggi kalori. Kandungan energi per 100 g susu kental manis adalah 168 Kalori.

13 43 Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan minum susu, jumlah susu yang biasa diminum setiap hari, jenis konsumsi susu (n=38) Variabel n % Kebiasaan Minum Susu Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah 0 0 Jumlah susu yang biasa diminum setiap hari 1 gelas/hari gelas/hari Jenis Susu yang dikonsumsi Susu Kental Manis Susu Bubuk Susu Sapi 0 0 Konsumsi Pangan Hewani Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi. Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein komplit atau protein dengan nilai biologis tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan (Almatsier 2004). Tabel 14 Sebaran siswa menurut kebiasaan mengonsumsi lauk hewani dan jenis lauk hewani yang dikonsumsi Variabel n % Kebiasaan Mengonsumsi Lauk Hewani Selalu Kadang-kadang Jenis Lauk Hewani yang Dikonsumsi Daging Ayam Daging Sapi Telur Ayam Ikan Sebesar 94.7% siswa selalu mengonsumsi lauk hewani yang termasuk di dalamnya adalah mengonsumsi daging ayam (94.7%), telur ayam (89.5%), dan ikan (84.2%). Berbeda dengan daging ayam, telur ayam, dan ikan, sumber pangan hewani berupa daging sapi menjadi sumber pangan hewani yang paling banyak tidak dikonsumsi oleh siswa (68.4%). Daging ayam, telur ayam, dan ikan paling banyak dikonsumsi dibandingkan daging sapi diperkirakan karena rasanya yang enak, dan harganya yang cukup terjangkau bagi konsumen.

14 44 Konsumsi Pangan Nabati Protein yang berkualitas tinggi sangat mudah ditemukan pada kacang polong, berbagai kacang-kacangan yang memberikan bermacam-macam manfaat bagi tubuh. Sebagian besar siswa selalu mengonsumsi lauk nabati (94.7%). Jumlah lauk nabati yang minimal dikonsumsi siswa yaitu sebanyak 3 jenis. Sebanyak 92.1% siswa mengkonsumsi tempe dan 86.8% mengonsumsi tahu, sedangkan kacang hijau paling banyak tidak disukai (68.4%). Hal ini diduga karena rasa tempe dan tahu yang enak dan harganya yang terjangkau. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan mengonsumsi lauk nabati Variabel n % Kebiasaan Mengonsumsi Lauk Nabati Selalu Kadang-kadang Jenis Lauk Nabati yang Dikonsumsi Tempe Kacang Hijau Tahu Konsumsi Sayur Sayuran berwarna hijau dapat mempertahankan berat badan, kekuatan dan kesehatan yang baik. Sayuran warna hijau dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh karena merupakan antioksidan yang kuat, yang dapat membantu tubuh untuk tumbuh dan memiliki banyak manfaat kesehatan yang lain. Kebiasaan konsumsi sayur siswa dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi konsumsi sayur yang dikonsumsi siswa dan jenis sayuran yang dikonsumsi oleh siswa. Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan mengonsumsi sayur Variabel n % Kebiasaan Mengonsumsi Sayur Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah Jenis Sayur yang Dikonsumsi Bayam Kacang Panjang Kangkung Jenis sayuran yang dikonsumsi siswa yaitu bayam, kacang panjang, dan kangkung. Sebesar 44.7% siswa menyatakan selalu mengkonsumsi sayur. Dari

15 45 tiga jenis kelompok sayur, maka sebagian besar siswa lebih banyak mengonsumsi sayur bayam (71.1%) dan kangkung (81.6%), sedangkan kacang panjang paling banyak tidak dikonsumsi (81.6%). Alasan siswa kelas 4 lebih banyak mengonsumsi bayam dan kangkung karena rasanya enak dan bergizi. Konsumsi Buah Kebiasaan konsumsi buah siswa pada penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi konsumsi buah yang dikonsumsi siswa dan jenis buah yang biasa dikonsumsi siswa. Jenis buah yang dikonsumsi siswa yaitu jeruk, anggur, dan apel. Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan mengonsumsi buah Variabel n % Kebiasaan Mengonsumsi Buah Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah 0 0 Jenis Buah yang Dikonsumsi Jeruk Anggur Apel Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa siswa kelas 4 kadang-kadang mengonsumsi buah (50%). Buah yang paling banyak dikonsumsi oleh siswa yaitu jeruk (81.6%) dan apel (73.7%), sedangkan buah yang paling banyak tidak dikonsumsi adalah anggur (31.6%). Hal ini diduga karena rasa buah apel dan jeruk yang manis, enak, dan harganya yang cukup terjangkau Kebiasaan Membawa Bekal Ke Sekolah Siswa yang membawa bekal memiliki pengetahuan gizi yang baik, karena mereka lebih mengerti tentang kebersihan makanan jika dibawa dari rumah lebih terjamin kebersihannya dibandingkan jika harus jajan di luar rumah, termasuk sekolah, selain itu bekal yang dibawa dari rumah biasanya disediakan oleh ibu mereka yang dianggap lebih memperhatikan kandungan gizi dan kebersihan pada bekal yang akan dibawa (Triyanti et al. 2009). Tabel 18 menjelaskan tentang kebiasaan membawa bekal ke sekolah, sebagian besar (52.6%) siswa kadang-kadang terbiasa membawa bekal ke sekolah. Sebanyak 60% siswa paling banyak mengonsumsi nasi dan lauk pauk sebagai bekal sekolah. Jenis

16 46 lauk pauk yang biasa dibawa oleh siswa yaitu sosis ayam, nugget ayam, telur, ayam goreng. Tabel 18 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan membawa bekal ke sekolah dan jenis bekal yang dibawa Variabel n % Kebiasaan Membawa Bekal Ke Sekolah Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah Jenis Bekal yang Dibawa ke Sekolah Nasi + Lauk Pauk Mie 3 10 Roti 9 30 Lainnya 0 0 Kebiasaan Membawa Air Minum Ke Sekolah Kebutuhan manusia akan air sangat penting, karena tanpa air, manusia tidak dapat bertahan hidup lebih lama bila dibandingkan dengan kekurangan makanan. Air bermanfaat dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, sehingga metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tetap dapat berjalan dengan baik (Wiseman 2002). Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan membawa air minum dan jenis air minum yang dibawa ke sekolah Variabel n % Kebiasaan Membawa Air Minum Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah Jenis Air Minum yang Dibawa ke Sekolah Air mineral Susu Teh Manis Sari Buah Berdasarkan tabel 19, siswa selalu terbiasa membawa air minum ke sekolah (52.6%). Jenis air minum yang paling banyak dibawa yaitu air mineral (89.5%), sedangkan susu (65.8%) dan teh manis (73.7%) paling tidak banyak dibawa oleh siswa. Hal ini diduga karena air mineral praktis untuk dibawa ke sekolah.

17 47 Kebiasaan Jajan di Sekolah Kebiasaan jajan adalah salah satu bentuk kebiasaan makan. Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa kebiasaan jajan merupakan istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan prilaku yang berhubungan dengan jajan dan makanan jajanan seperti frekuensi jajan, jenis makanan jajanan, kepercayaan terhadap makanan jajanan (pantangan), preferensi dan cara pemilihan makanan jajanan. Sebanyak 86.8% siswa selalu terbiasa jajan di sekolah, dari beberapa jenis kelompok makanan jajanan, maka sebagian besar siswa lebih banyak membeli mie (50%), sosis (47.4%), dan pangsit (42.1%). Alasan siswa membeli jajanan tersebut karena rasanya enak dan gurih. Menurut Atmarita (2004), kebiasaan jajan anak-anak tidak perlu dihilangkan karena jika makanan yang dibeli tersebut sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan, maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak. Tabel 20 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan jajan dan jenis jajanan yang sering dibeli Variabel n % Kebiasaan Jajan Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah 0 0 Makanan Jajanan yang sering dibeli Pangsit Mie Martabak Es Teh Roti Sosis Nasi Goreng Bakso Lainnya Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi sosial ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi

18 48 ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memilki daya beli yang lebih sehingga dapat mengonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998). Data ukuran dan frekuensi yang dikumpulkan meliputi makanan pokok, pangan hewani dan olahannya, pangan nabati dan olahannya, sayuran, dan buah-buahan, serta susu dan olahannya. Data ukuran dan frekuensi konsumsi selama 1 bulan terakhir dikumpulkan dengan menggunakan Food Frequency Quotientnaire (Gibson 2005). Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi konsumsi pangan per minggu Pangan Rata-rata Frekuensi ± SD(kali) Makanan Pokok Nasi (Beras Putih) 18.4±3.8 Mie (Instant) 4.1±2.8 Roti 1.9±2.2 Pangan Hewani dan Olahannya Telur Ayam 6.4±4.6 Sosis Sapi (Worst) 7.6±4.6 Nugget Ayam 1.4±1.9 Pangan Nabati dan Olahannya Kacang Hijau 0.9±1.1 Tempe 7.4±4.6 Tahu 5.2±4.3 Sayuran Bayam 1.5±1.8 Kangkung 1.3±1.9 Sop Kol dan Wortel 1.4±2.1 Buah-Buahan Jeruk 1.6±1.7 Pepaya 1.7±2.4 Pisang 1.6±2.1 Susu dan olahannya Keju 0.7±0.7 Susu Kental manis 3.7±3.3 Susu Bubuk 1.5±2.9 Makanan pokok dalam penelitian ini terdiri atas nasi (beras putih), mie (instant), dan roti (Tabel 21). Nasi merupakan pangan sumber karbohidrat dengan frekeunsi konsumsi tertinggi. Rata-rata frekuensi konsumsi nasi siswa adalah 18.4±3.8 kali/ minggu (65.8%). Sumber protein hewani dan olahannya

19 49 terdiri atas telur ayam, sosis sapi, dan nugget ayam. Sumber protein hewani dengan frekuensi konsumsi tertinggi adalah sosis sapi dengan rata-rata frekuensi konsumsi 7.6±4.6 kali/ minggu (21.1%). Sumber pangan nabati dan olahannya terdiri atas kacang hijau, tempe, dan tahu. Pangan sumber protein nabati yang paling tinggi frekuensi konsumsi adalah tempe dengan rata-rata frekuensi konsumsi 7.4±4.6 kali/ minggu (26.3%). Sayuran yang dikonsumsi siswa terdiri atas bayam, kangkung, dan sop kol dan wortel. Sayuran yang paling tinggi dikonsumsi adalah sop kol dan wortel dengan rata-rata frekuensi konsumsi 1.4±2.1 kali/ minggu (10.5%). Buah yang dikonsumsi siswa adalah jeruk, papaya, dan pisang. Buah yang paling tinggi frekuensi konsumsinya adalah papaya dengan rata-rata frekuensi 1.7±2.4 kali/ minggu (13.2%). Sementara itu, susu dan olahannya yang dikonsumsi oleh siswa adalah keju, susu kental manis, dan susu bubuk. Sumber susu dan olahannya yang paling tinggi frekuensinya adalah susu kental manis dengan rata-rata frekuensi 3.7±3.3 kali/minggu (44.7%). Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2005) konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan, pola kebiasaan makan, serta pendapatan. Kesesuaian antara konsumsi zat gizi seseorang dengan kecukupannya disebut juga dengan tingkat kecukupan energi. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi responden, maka perlu diketahui data mengenai total energi yang dikonsumsi responden beserta data kecukupannya. Tabel 22 menunjukkan rata-rata konsumsi zat gizi, angka kecukupan zat gizi, dan tingkat kecukupan zat gizi siswa. Tabel 22 menunjukkan rata-rata konsumsi energi siswa adalah 1359 Kalori dan rata-rata konsumsi protein siswa adalah 35.3 gram. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan gizi berdasarkan WNPG (2004), maka diperoleh ratarata Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) energi sebesar 65.8%, protein sebesar

20 %. Rata-rata kecukupan konsumsi energi secara nasional anak umur 7 12 tahun (usia sekolah dasar) berkisar antara 71,6%-89,1% dan sebanyak 44,4% anak mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal, sedangkan rata-rata nasional kecukupan konsumsi protein anak usia 7-12 tahun berkisar antara 85,1%-137,4% dan persentase konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal adalah 30,6% (Riskesdas 2010). Tabel 22 Konsumsi zat gizi, AKG, dan TKG siswa Rata-Rata Energi dan Protein Jumlah Energi Konsumsi (Kalori) 1359 Angka Kecukupan Energi (Kalori) 1936 Tingkat Kecukupan Energi (%) 65.8 Protein Konsumsi (g) 35.3 Angka Kecukupan Protein (g) 47.3 Tingkat Kecukupan Protein (%) 69.9 Gibson (2005) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein kedalam lima tingkat, yaitu : (1) defisit tingkat berat (<70% kebutuhan), (2) defisit tingkat sedang (70%-79% kebutuhan), (3) defisit tingkat ringan (80%-89% kebutuhan), (4) normal (90%-119% kebutuhan), dan (5) diatas angka kebutuhan ( 120% kebutuhan). Tingkat Kecukupan Zat Gizi Tingkat kecukupan energi dan protein siswa dibedakan menjadi lima dengan mengacu pada cut of poin berdasarkan Gibson (2005). Data pada Tabel 23 menunjukkan bahwa siswa memiliki presentase defisit energi tingkat berat sebesar 71.1%. Tingkat kecukupan yang tergolong defisit ini diduga karena siswa mengkonsumsi makanan yang rendah kalori dan lebih menyukai makanan jajanan. Konsumsi pangan yang kurang akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat ketidakmampuan fungsi normal. Keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan otak (Soemantri 1978).

21 51 Tabel 23 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan energi Klasifikasi n % Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal 0 0 Diatas Angka Kebutuhan Total Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena fungsinya sebagai bahan bakar dalam tubuh dan zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Sebanyak 50% siswa mengalami defisit protein tingkat berat. Namun terdapat 10.5% siswa yang mengalami kelebihan konsumsi protein bila dibandingkan dengan nilai kecukupannya. Defisit protein tingkat berat yang dialami oleh sebagian besar siswa ini diperkirakan karena siswa lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan dibandingkan dengan mengkonsumsi lauk pauk, baik yang berasal dari hewani maupun nabati. Menurut Judarwanto (2004), kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme otak, sehingga menganggu pembentukan DNA di susunan syaraf. Hal ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru terutama pada usia di bawah tiga tahun sehingga berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan otak anak. Tabel 24 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan protein Klasifikasi n % Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal 0 0 Diatas Angka Kebutuhan Total Fasilitas Belajar Tersedianya fasilitas belajar yang memadai merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi belajar seseorang. Menurut Moesono (1986), anakanak yang berbakat membutuhkan bimbingan dan perlengkapan. Tersedianya alat-alat penunjang pendidikan akan dapat membantu pengembangan bakat anak secara optimal. Penyediaan fasilitas belajar meliputi ruang belajar, bukubuku pelajaran, alat-alat tulis, keikutsertaan dalam les tambahan. Selain sarana

22 52 dan fasilitas belajar, proses belajarpun harus diperhatikan untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Menurut Moesono (1986), proses belajar adalah seluruh kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak baik ketika di sekolah maupun di rumah. Kegiatan belajar yang dilakukan anak misalnya mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan guru, pekerjaan sekolah, mempersiapkan diri sebelum ulangan, membaca buku pelajaran secara teratur dan mencatat semua pelajaran yang diberikan oleh guru. Proses belajar yang diteliti meliputi mengerjakan PR di rumah, mengulangkembali pelajaran di sekolah saat di rumah, orangtua menemani belajar, sedangkan sarana belajar meliputi memiliki meja khusus untuk belajar, kursus atau les, memiliki ruang belajar, memiliki buku pelajaran yang lengkap, memiliki alat-alat tulis. Proses belajar seseorang dapat memperlancar prestasi belajarnya. Tabel 25 menunjukkan bahwa lebih dari 70% siswa kelas 4 SDN 09 terbiasa mengerjakan PR di rumah. Sebesar 55.3% siswa tidak terbiasa mengulang kembali pelajaran di rumah, sedangkan sebanyak 60.5% siswa terbiasa ditemani belajar oleh orangtuanya. Siswa yang memiliki cara belajar yang baik dapat dilihat melalui mengerjakan PR di rumah, mengulang kembali pelajaran di rumah. Fasilitas yang dibutuhkan anak dalam kegiatan belajar meliputi fasilitas fisik dan non fisik. Fasilitas fisik seperti buku-buku pelajaran, alat tulis. Fasilitas non fisik seperti guru les (Moesono 1986). Menurut Gunarsa (2006), anak-anak yang mempunyai keluarga besar dan kondisi ekonomi yang miskin tidak punya cukup uang untuk membeli buku dan membiayai kegiatan-kegiatan belajar lainnya sehingga prestasi belajarnya rendah. Sarana belajar yang diperlukan meliputi meja belajar, ruang belajar, buku pelajaran yang lengkap, dan alat-alat tulis. Sebesar 50% siswa memiliki meja khusus untuk belajar. Tabel 25 Sebaran fasilitas belajar siswa Fasilitas Belajar n % Mengerjakan PR di Rumah Mengulang Kembali Pelajaran Memiliki Meja Khusus untuk Belajar Orangtua Menemani Belajar Kursus atau Les Memiliki Ruang belajar Memiliki Buku Pelajaran yang lengkap Memiliki alat-alat tulis

23 53 Sebagian besar (39.5%) siswa meluangkan waktunya untuk kursus. Sebanyak 60.5% siswa tidak memiliki ruang belajar untuk belajar di rumah. Penyediaan buku-buku pelajaran juga menjadi penunjang dalam proses belajar mengajar. Sebesar 100% siswa memiliki buku pelalajaran yang lengkap. Hal ini dikarenakan sekolah meminjamkan buku-buku pelajaran kepada siswanya. Penyediaan alat-alat tulis dapat memperlancar prestasi belajar seseorang (Sukardi dalam Damayanti 2002). Alat tulis yang diperlukan meliputi pensil, pulpen, penggaris, penghapus, rautan pensil, dan lain-lain. Sebagian besar (52.6%) siswa tidak memiliki alat tulis lengkap. Alasan yang dikemukan siswa karena alat-alat tulisnya sering hilang, maka dari itu siswa malas membeli kembali alat-alat tulisnya. Menurut Gunarsa (2006) kurangnya fasilitas belajar menyebabkan siswa kurang dapat mengaktualisasikan kemampuan dasar yang dimiliki, sehingga dapat menimbulkan kegagalan dalam prestasi akademiknya. Hubungan antar Variabel Berdasarkan hasil penelitian terdapat sembilan variabel yang diduga memiliki hubungan dengan intelligensi quetion (IQ) dan prestasi belajar yaitu durasi pemberian ASI, durasi pemberian ASI eksklusif, tingkat kecukupan gizi, konsumsi zat gizi, frekuensi konsumsi pangan, kebiasaan makan, fasilitas belajar, karakteristik siswa, dan karakteristk orangtua. Hubungan IQ dengan Beberapa Variabel Intelligence Quotient atau IQ adalah skor yang diperoleh dari tes intelegensi. Kecerdasan ini diatur oleh bagian korteks otak yang dapat memberikan kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi (Boeree 2003). Intelligence Quotient (IQ) diduga memiliki hubungan dengan durasi pemberian ASI, durasi pemberian ASI eksklusif, dan karakteristik orangtua. Tabel 26 Hubungan IQ (intelligence quotient) dengan beberapa variabel Variabel Intelligence Quotient (IQ) r p Durasi ASI Eksklusif Durasi ASI Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Keluarga

24 54 ASI Ekslusif Hubungan Durasi Pemberian ASI Eksklusif dengan IQ Terdapat hubungan yang sangat nyata antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan Intelligensi Quotient (IQ) (p<0.01). Hubungan yang ditunjukkan antara kedua variabel tersebut bernilai positif dengan nilai korelasi sebesar Hal ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan ASI eksklusif selama enam bulan maka IQ anak tersebut semakin tinggi. Berdasarkan laporan Archives of General Psychiatry, para ilmuwan asal Kanada menemukan fakta bahwa bayi-bayi yang diberi ASI Eksklusif selama tiga bulan pertama, walaupun banyak di antaranya juga mendapat ASI sampai dua belas bulan, mencapai angka rata-rata 5.9 dalam tes IQ. Penelitian yang dilakukan tahun 1992 di Flinders Medical Center terhadap 32 bayi usia enam bulan menemukan, bayibayi yang diberi ASI, kecerdasan mentalnya 40 persen lebih tinggi dibanding bayi-bayi yang mendapat susu non-asi. Kecerdasan mental pada bayi yang disusui dengan ASI memperlihatkan bayi tersebut tumbuh menjadi orang yang lebih cerdas (Pambudy 2010). Kurang Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan ASI eksklusif dan IQ Rata-Rata Kurang IQ (intelligence quotient) Sedang Rata-Rata Cerdas Cerdas Total n % n % n % n % n % n % 2 bulan bulan bulan Total Tabel 27 menunjukkan sebaran siswa berdasarkan ASI ekslusif dan IQ. Persentase siswa dengan IQ kurang (0%), rata-rata kurang (0%), sedang (26.3%), rata-rata cerdas (5.3%), dan cerdas (5.3%) sebagian besar diberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Riordan (2005) menjelaskan ASI dapat meningkatkan perkembangan otak, anak yang disusui lebih pintar dibandingkan anak yang tidak disusui. Komposisi ASI yang mengandung protein yang tinggi, memiliki perbandingan antara whey dan casein yang sesuai untuk bayi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 63:65, sehingga protein ASI lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu sapi. ASI juga mengandung taurin, Dexosahexsanoid acid (DHA) dan Arachhidonic Acid (AA). Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang berperan penting sebagai neuro-transmitter dan proses maturasi sel otak (Depkes 2001).

25 55 Hubungan Durasi Pemberian ASI dengan Intelligence Quotient (IQ) Hubungan antara durasi pemberian ASI dengan Intelligensi Quotient (IQ) menunjukkan hubungan yang sangat nyata positif (r=0.694, p<0.01) (Tabel 26). Hal tersebut artinya semakin lama ibu memberikan asi kepada seorang anak maka semakin tinggi intelligence Quotient (IQ) seorang anak. Penelitian Jacobson, Chiodo & Jacobson (1999) membuktikan bahwa pemberian ASI meningkatkan perkembangan kognitif bayi dan meningkatkan IQ. Tim peneliti di Universitas McGill, Kanada, menemukan bahwa bayi yang mendapat ASI memiliki hasil lebih baik pada tes Intelligent Quotient (IQ) pada usia enam tahun (Perkins & Vannais 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Alan Lucas dan para koleganya di Institute for Child Care di Great Ormond Street Hospital, London menunjukkan bahwa anak-anak yang pada masa bayi menerima setidaknya sedikit ASI memiliki nilai tes IQ yang lebih tinggi dibanding yang hanya mendapat formula standar (Julianto 2010). Hubungan Karakteristik Orangtua dengan Intelligence Quotient (IQ) Hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 26) tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ayah (r=0.200, p>0.05) dengan Intelligence Quetion (IQ), namun terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan ibu (r=0.351, p<0.05) dengan Intelligence Quotient (IQ). Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin tinggi IQ seorang anak, Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yulia (1987) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka peranan ibu cenderung semakin besar, sehingga ibu yang mempunyai keterampilan membimbing lebih tinggi lebih mampu mengembangkan kemampuan intelektual anak-anaknya, dibandingkan dengan ibu-ibu yang mempunyai keterampilan membimbing lebih rendah. Faktor lingkungan yang juga mempunyai efek positif terhadap kecerdasan yaitu tingkat pendidikan ibu (Wibowo et al. 1995). Hasil penelitian Suprihatin et al. (1996) tentang studi transisi keluarga, konsumsi pangan dan gizi dan perkembangan/ kecerdasan anak bahwa tingkat pendidikan ibu terhadap skor IQ menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0.004). Pertama, ibu yang pendidikan tinggi mempunyai potensi kecerdasan yang relatif tinggi pula yang diturunkan ke anak. Kedua, ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyerap informasi yang berguna dalam pengasuhan anak, sehingga ibu mempunyai bekal pengetahuan yang relatif baik untuk diterapkan

26 56 dalam menumbuh kembangkan anak. Pendidikan ibu yang relatif tinggi, memungkinkan ibu lebih sering memperoleh informasi tentang perkembangan anak dari majalah, surat kabar, radio, dan televisi sehingga orangtua lebih mengerti tentang perkembangan anak (Hurlock 1999). Menurut Boeree (2003), IQ dipengaruhi oleh faktor genetik. Kecerdasan dapat ditunkan melalui gen-gen dalam kromosom. Oleh karena itu, ayah-ibu yang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas pula. Pendapatan keluarga tidak berhubungan nyata dengan IQ (r=0.011, p>0.05). Hal ini diduga karena rata-rata pendapatan keluarga siswa kurang dari Rp ,00 per bulan, IQ dalam kategori rata-rata kurang. Hubungan Prestasi belajar Matematika dengan Beberapa Variabel Menurut Hawadi (2001), prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak dapat berasal dari dalam dirinya sendiri (faktor internal), maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal meliputi kecerdasan/ intelegensi, bakat, minat, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Prestasi belajar matematika diduga berhubungan dengan tingkat kecukupan zat gizi, konsumsi protein hewani dan nabati, karakteristik siswa, fasilitas belajar, karakteristik orangtua, dan IQ. Prestasi belajar matematika dilihat dari dua variabel yaitu nilai raport matematika dan THB matematika. Tabel 28 Hubungan prestasi belajar matematika dengan beberapa variabel Prestasi Belajar Matematika Variabel Nilai Raport Matematika THB Matematika r p r p Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Protein Konsumsi Protein Hewani Konsumsi Protein Nabati Status Gizi Jenis Kelamin Uang Saku Usia Mengerjakan PR di Rumah Mengulangkembali Pelajaran Orangtua Menemani Belajar Kursus Memiliki Ruang Belajar Pribadi Memiliki Meja Khusus Belajar Memiliki Alat Tulis Pribadi Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Keluarga IQ

27 57 Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang nyata positif antara tingkat kecukupan energi (r=0.336, p<0.05), tingkat kecukupan protein (r=0.384, p<0.05) dengan prestasi belajar matematika yang dilihat dari nilai raport matematika. Sementara itu, tingkat kecukupan energi (r=0.294, p>0.05) tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar yang dilihat dari tes hasil belajar matematika, namun tingkat kecukupan protein (r=0.347, p<0.05). Hal ini berarti bahwa semakin cukup tingkat kecukupan protein maka semakin tinggi prestasi belajar siswa. Hal ini diduga karena siswa lebih banyak mengonsumsi makanan jajanan yang berasal dari protein daripada makanan yang mengandung kalori tinggi. Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2003) menyatakan bahwa protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar 4.1 kalori. Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, daya kreativitas dan daya kerja merosot, mental lemah dan lain-lain. Protein merupakan salah satu sumber zat gizi makro (makronutrien) yang berkontribusi besar pada fungsi otak. Asam amino esensial diperlukan untuk mengatur pembentukan neurotransmiter di otak (Bourre 2006). Menurut Khomsan dan Faisal (2008), zat pembangun merupakan unsur protein yang sangat penting untuk perkembangan tingkat kecerdasan seseorang. Menurut Winarno dan Ong (2007), tubuh mencerna karbohidrat menjadi bentuk glukosa dan mendistribusikan glukosa ke seluruh sel dalam tubuh, termasuk otak. Dalam sel, glukosa mengalami proses pembakaran sehingga menghasilkan energi yang akan dipakai untuk beraktivitas, otak mengonsumsi lebih besar dari organ lainnya. Dalam aktivitas sehari-hari, otak mengonsumsi lebih dari 40% seluruh karbohidrat yang dimakan. Sel-sel neuron di otak memerlukan energi dalam jumlah yang besar karena sel tersebut berperan dalam aktivitas metabolisme. Menurut Waugh dan Grant (2003), mendukung aktivitas internal dan eksternal, tubuh membutuhkan energi. Sumber energi didapatkan dari metabolisme bahan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein.

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Penelitian dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di Jakarta yang memiliki sistem pembelajaran akselerasi. Sekolah yang terpilih adalah Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln

Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Tidak pernah. Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Lampiran 1 FOOD FREQUENCY QUESTIONER (FFQ) Bahan makanan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg 1-3x/mg 1-3x/bln Tidak pernah n % n % n % n % n % n % Makanan pokok Beras/nasi 88 73,9 19 16,0 6 5,0 6 5,0 0 0 0 0 Mie 3 2,5

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi dan Status Gizi Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik individu dan karakteristik keluarga.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015 74 HUBUGA PERILAKU KOSUMSI MAKAA DEGA STATUS GIZI PS BAPPEDA KABUPATE LAGKAT TAHU 215 I. Data Responden 1. ama : 2. omor Responden : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : 5. Pendidikan : 6. Berat Badan : 7. Tinggi

Lebih terperinci

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, akan mengadakan penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

Lebih terperinci

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini. NO. RESP A. KUESTIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Perkenalkan nama saya Intan Fermia P, mahasiswi Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,. Kakak sedang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI, POLA KONSUMSI PANGAN, DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA ANAK SDN 09 PAGI JAKARTA UTARA

HUBUNGAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI, POLA KONSUMSI PANGAN, DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA ANAK SDN 09 PAGI JAKARTA UTARA HUBUNGAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI, POLA KONSUMSI PANGAN, DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA ANAK SDN 09 PAGI JAKARTA UTARA AULIA MASRUROH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

Tabel 1. Data Profil Responden (n = 146) Profil responden Jumlah Persentase (%)

Tabel 1. Data Profil Responden (n = 146) Profil responden Jumlah Persentase (%) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Profil Responden Tabel 1 menunjukkan profil ibu dan anak. Profil ibu meliputi pendidikan terakhir ibu, penghasilan keluarga serta pekerjaan ibu. Adapun profil anak meliputi jenis

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LAMPIRAN 60 61 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode: KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN 90 Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Tingkat asupan Protein, Lemak, Natrium, Kalium, Serat, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Senam Bugar Lansia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka panjang tahap ke dua ( PJP II) adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Selamat Pagi/Siang/Sore Perkenalkan nama Saya Laila Suciati mahasiswi S1 eks 2006 Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Faktor Internal Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0 tahun. Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK (Nutrition Knowledge, Physical Activity, Snack Consumption and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Apa itu Nutrisi???? Defenisi Nutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Setiap anak mempunyai kebutuhan Setiap anak mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER A. DATA RESPONDEN 1. Nama ibu : 2. Usia : 3. Pendidikan terakhir : 4. Pekerjaan : a. Bekerja b. Tidak Bekerja 5. Penghasilan keluarga : a.

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 79 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan Hormat, Saya Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN Astini Syarkowi *) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat sehingga memiliki kecakapan memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Karakteristik Remaja Putri Usia Remaja Putri

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Karakteristik Remaja Putri Usia Remaja Putri HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Sekolah SMA Budi Mulia terletak di Jalan Kapten Muslihat nomor 22 Bogor. Sekolah ini terletak di pusat keramaian dan letaknya sangat strategis sehingga banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Karakteristik Siswa Besar uang saku

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Karakteristik Siswa Besar uang saku TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Menurut Hurlock (1999), anak usia sekolah dasar termasuk ke dalam fase akhir masa kanak-kanak (late childhood). Fase ini berlangsung dari usia 6 tahun dan berakhir saat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU IDENTITAS Nomor Responden : Alamat Responden

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER Identitas Pengetahuan

LAMPIRAN KUESIONER Identitas Pengetahuan LAMPIRAN KUESIONER Identitas 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : a. < 20 tahun b. 20-30 tahun c. 31-40 tahun d. > 40 tahun 4. Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD b. SD / sederajat

Lebih terperinci

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 LAMPIRAN 104 105 LAMPIRAN I HUBUNGAN PEMBERIAN MPASI LOKAL, FREKUENSI PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS WAIPARE, KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci