Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA"

Transkripsi

1 DATA DAN ANALISA IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I : Variasi rasio pencampuran pada temperatur tetap sekitar C No W Aluminium (gr) W CaCO 3 (gr) W Al-powder (gr) Rasio CaCO 3 : Al-powder Temp proses ( 0 C) Densitas foam bulk (gr/cc) : : : : Densitas Al Foam bulk (gr/cc) Densitas Al Foam bulk terhadap rasio penambahan aluminium powder Rasio penambahan Al powder per sepuluh berat CaCO 3 Gambar IV. 1 Grafik densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Hasil pengujian densitas untuk produk foam dengan variasi rasio foaming agent, yang diperlihatkan pada tabel IV.1 dan gambar IV.1, menunjukkan tingkat denstitas paling rendah dimiliki oleh produk dengan rasio CaCO 3 :aluminium powder = 10:3,. Terjadi kecenderungan naiknya densitas pada penambahan rasio aluminium powder terhadap CaCO 3 diatas 10:3, hal yang sama juga terjadi ketika rasionya dikurangi atau tidak dicampur dengan aluminium powder sama sekali. Muhammad Fida Helmi

2 Analisa Pengaruh Rasio CaCO 3 : Al powder Terhadap Densitas Produk Foam Proses foaming pada pembuatan produk aluminium, didasarkan pada dekomposisi CaCO 3 membentuk CaO dan CO 2. Gas karbondioksida yang dihasilkan dari proses tersebut mempunyai tekanan yang cukup untuk menghasilkan gelembung, sampai akhirnya terbentuklah porositas pada produk. Tingkat keberhasilan foaming salah satunya terletak pada kemampuan foaming agent untuk terdispersi secara merata pada aluminium cair sehingga menghasilkan porositas secara homogen disetiap bagian produk. Akan tetapi, CaCO 3 memiliki keterbatasan untuk terbasahi oleh aluminium cair, atau dengan kata lain memiliki wettabiliy yang rendah. Meskipun tingkat densitasnya mendekati aluminium, dikarenakan surface energy partikel CaCO 3 sudah cukup stabil (rendah), menjadikannya tidak mudah untuk terbasahi oleh aluminium cair. Untuk itu, diperlukan agen pendispersi (dispersant agent) berupa aluminium powder. Cara kerja aluminium powder adalah sebagai jembatan penghubung antara partikel CaCO 3 dengan aluminium cair. Partikel aluminium powder mampu menempel dan mengelilingi partikel CaCO 3 dengan baik, karena tingkat surface energy-nya terhadap volume yang tinggi. Kemudian, perlindungan oleh lapisan serpih aluminium powder ini memberikan kesempatan pada partikel CaCO 3 untuk terdispersi secara merata, sebelum akhirnya mencair sepenuhnya pada aluminium cair. Melalui analisis lebih lanjut, ternyata reaksi foaming agent tidak sepenuhnya didasarkan pada dekomposisi CaCO 3(s) membentuk CaO (s) dan CO 2(g) saja. Tetapi, terdapat reaksi lain yang mengikutinya, yaitu reaksi antara CaCO 3 dan aluminium cair. Oleh karena itu, rasio pencampuran rasio foaming agent berpengaruh dalam menentukan kontak antara keduanya. Pada foaming agent tanpa campuran aluminium powder (10:0), tidak terjadi proses foaming. Hal ini dikarenakan CaCO 3 tidak mampu terdispersi kedalam aluminium cair. CaCO 3 yang dituangkan kedalam aluminium cair hanya menggumpal diatas permukaan. Pada rasio CaCO 3 :Al powder = 10:1, jumlah serpih aluminium powder yang sedikit tidak sepenuhnya mampu menempel pada partikel CaCO 3. Sebagai akibatnya CaCO 3 akan teraglomerasi dengan partikelnya sendiri, sedangkan aluminium powder Muhammad Fida Helmi

3 menempel pada aglomerat tersebut. Oleh karena itu, campuran foaming agent akan memiliki aglomerat yang lebih besar. Pada saat proses foaming, aglomerat tersebut akan menghasilkan gas CO 2 yang lebih banyak sehingga membentuk gelembung yang juga lebih besar. Tetapi, saat pencampuran, aglomerat tersebut tidak dapat terdispersi dengan baik kedalam aluminium cair sehingga terdapat densitas yang tinggi pada bagian bawah produk. Penambahan rasio CaCO 3 :Aluminium powder = 10:3, menghasilkan produk aluminium fomm yang paling optimal. Melalui rasio ini, foaming agent mampu menghasilkan porositas yang tersebar merata dan densitas yang paling rendah. Pada penambahan rasio CaCO 3 :Aluminium powder = 10:5, partikel CaCO 3 dapat dikelilingi aluminium powder dengan lebih baik. Hal ini menjadikan dispersi lebih mudah dibanding pada rasio 10:1. Tetapi perlu dicermati, bahwa lapisan aluminium powder disekitar aglomerat CaCO 3 yang terlalu tertutup, ternyata tidak cukup baik untuk proses foaming. Lapisan tersebut justru menjadi penghalang reaksi antara CaCO 3 dengan aluminium cair. Reaksi yang kurang cepat menyebabkan campuran foaming agent akan bergerak keatas sehingga tidak terjadi penumbuhan gelembung yang terdistribusi merata. Hasilnya adalah densitas foaming yang tinggi dibagian bawah foam. Berikut ini perbandingan gambaran mikro foaming agent antara rasio 10:3 dan 10:5. a) b) CaCO3 Aluminium Powder Gambar IV. 2 a) foaming agent dengan rasio campuran CaCO 3 : Aluminium powder = 10:3, b) foaming agent dengan rasio campuran = 10:5 Muhammad Fida Helmi

4 IV.1.2 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 2 Data densitas aluminium foam terhadap temperatur Tahap II : Variasi temperatur pada rasio pencampuran tetap 10:3 No W Aluminium (gr) W CaCO 3 (gr) W Al-powder (gr) Rasio CaCO 3 : Al-powder Temp pouring ( 0 C) Densitas foam bulk (gr/cc) : : : : Densitas Al Foam bulk terhadap temperatur proses Densitas Al Foam bulk (gr/cc) Temperatur tuang foaming agent ( 0 C) Gambar IV. 3 Grafik densitas aluminium foam terhadap temperatur Hasil pengujian, disajikan dalam tabel IV.2 dan gambar IV.3, memperlihatkan nilai densitas aluminium foam utuh terkecil didapatkan saat temperatur penuangan foaming agent adalah C. Terjadi kecenderungan naiknya densitas, yaitu ketika temperatur penuangan dilakukan pada temperatur diatas C. Pengamatan proses foaming pada temperatur C memperlihatkan pengembangan yang lebih tinggi daripada pada temperatur C, namun kemudian foam mengempes secara signifikan. Analisa Pengaruh Temperatur Terhadap Densitas Produk Foam Proses keberhasilan foaming tergantung pada berbagai macam faktor, termasuk diantaranya adalah tingkat viskositas. Pada proses pembuatan aluminium foam, seperti halnya rute direct melting yang dilakukan oleh ALPORAS TM, lazim ditambahkan Ca ataupun MnO 2 sebagai thickening agent untuk menambah tingkat viskositas sebelum penambahan foaming agent [10]. Tingkat viskositas diperlukan Muhammad Fida Helmi

5 untuk mempertahankan bentuk gelembung agar tidak pecah dan rusak, dengan cara memberi pengaruh pada surface tension. Pada penuangan foaming agent di temperatur C, tingginya temperatur sangat mempengaruhi rendahnya tingkat viskositas aluminium cair. Ketika terjadi kenaikan temperatur, maka aluminium cair akan mengembang dengan cepat. Hal ini, disebabkan tegangan permukaan (surface tension) untuk mempertahankan bentuk spherical dan luas area gelembung terkecil, mampu dilebihi oleh tekanan yang dihasilkan oleh dekomposisi foaming agent. Seiring dengan itu, tingkat viskositas tidak mampu lagi menahan tekanan sehingga terjadi pemecahan gelembung (cell rupture). Pemecahan ini menyebabkan gas CO 2 lepas keluar, diikuti oleh memadatnya alumunium pada bagian atas produk. Selain gas CO 2 yang dapat keluar melalui permukaan atas foam, gas tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya penggabungan sel (cell coalescence) sehingga didapatkan pori yang lebih besar, dan cenderung memanjang. Gambar IV. 4 Hasil uji TGA untuk dekomposisi CaCO 3 [10] Menurut hasil uji TGA Thermogravity Analysis, yang pernah dilakukan oleh Universitas Cambridge, dekomposisi CaCO 3 menjadi CaO dan gas CO 2 di atmosfer udara terjadi pada range temperatur antara C [10]. Akan tetapi, temperatur dekomposisi ternyata dapat menjadi lebih rendah, ketika CaCO 3 bereaksi dengan aluminium cair. Pada proses pembuatan alumnium foam ini, CaCO 3 secara termodinamika terdekomposisi pada temperatur cair paduan aluminium. Hal ini terjadi karena adanya penurunan tekanan parsial CO 2, akibat reaksi lain yang dibantu oleh kenaikan Muhammad Fida Helmi

6 temperatur. Dari penjelasan ini, maka dapat dimengeri bahwa ketika temperatur penuangan foaming agent sekitar C, maka CaCO 3 akan terdekomposisi secara spontan, yang ditandai oleh pengembangan (foaming) yang cepat. Kombinasi antara rendahnya tingkat viskositas dan cepatnya dekomposisi CaCO 3, menyebabkan pengembangan yang lebih cepat dan tinggi pada temperatur proses C. Dari kombinasi itu pula, bentuk sel tidak dapat dipertahankan lagi setelah proses foaming mencapai tingkat maksimum, sehingga yang terjadi adalah pengempesan foam. Pada pembuatan sampel aluminium foam dengan temperatur C dan C juga memperlihatkan adanya kecenderungan naiknya densitas. Rendahnya temperatur membuat viskositas terlalu tinggi. Hal ini pun berperan dalam mengurangi keseragaman distribusi foaming agent saat dimasukkan kedalam aluminium cair. Kemudian, saat temperatur C diperkirakan telah terjadi dekomposisi gas yang ditandai dengan pengembangan aluminium cair. Meskipun saja, diakibatkan tingkat viskositas yang terlalu tinggi, maka gelembung tidak mampu untuk membesar lebih lanjut. Kesimpulan sementara, pengaruh temperatur berkaitan erat dengan hubungan terbalik antara tingkat viskositas dengan tingkat dekomposisi CaCO 3. Dengan tingkat viskositas yang tinggi dan diikuti oleh pembentukan gas yang rendah, maka densitas yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Maka, dari data yang tersaji, hasil optimal dimana densitas yang diperoleh paling rendah, didapatkan melalui proses foaming pada temperatur C. Muhammad Fida Helmi

7 IV.2 Gambaran Hasil Proses Foaming IV.2.1 Gambaran & Analisa Proses Foaming Pada Variasi Rasio Foaming Agent 10:0 10:1 10:3 10:5 T=750 0 C Gambar IV. 5 Penampang melintang Aluminium foam pada variasi rasio foaming agent Gambar IV.5 memperlihatkan perbandingan penampang melintang dari empat produk dengan temperatur proses yang sama (750 0 C), tetapi dengan rasio pencampuran foaming agent yang berbeda. Hanya produk dengan rasio 10:3 yang mampu mengembangkan foam secara baik sehingga mempunyai porositas pada bagian bawah produk. Tergambar secara jelas, terdapat bagian necking yang memisahkan bagian produk yang mempunyai porositas dan tidak. Pada bagian necking ini, fraksi porositas cukup kecil, dan mempunyai bentuk pori yang bulat sempurna namun berukuran kecil. Prediksi awal untuk produk foam dengan rasio 10:5, menjelaskan bahwa saat pengadukan, foaming agent sempat terdispersi sampai ke bagian bawah aluminium cair. Hal ini dibuktikan dari jejak porositas berukuran kecil dan berbentuk irregular. Penjelasannya adalah karena granul foaming agent yang terbentuk cukup kecil, maka meskipun dapat terdispersi mencapai bagian bawah, tetapi tidak dapat menghasilkan gelembung yang cukup besar. Seiring dengan proses foaming, terdapat gradien Muhammad Fida Helmi

8 tekanan dan temperatur yang lebih besar pada bagian bawah. Ini menyebabkan gelembung tersebut memampat dan bergerak ke atas. Pada produk dengan rasio 10:1, partikel CaCO 3 tidak terlapisi semua oleh aluminium powder sehingga menyebabkan campuran foaming agent tidak dapat terdispersi sampai kebagian bawah aluminium cair. Sedangkan tanpa penggunaan aluminium powder pada campuran foaming agent, menyebabkan CaCO 3 tidak dapat terdispersi kedalam aluminium cair sehingga hanya menggumpal pada permukaan atas produk. Pada produk dengan rasio 10:0, terlihat dengan jelas gumpalan CaCO 3 yang tidak mampu terdispersi kedalam aluminium cair. Hal ini membuktikan pentingnya penambahan aluminium powder sebagai agen pendispersi. Pada temperatur proses C, ketiga produk yang dihasilkan tidak memperlihatkan adanya kerusakan sel yang terlalu berat. Kerusakan sel berupa lepasnya gas keluar yang diakibatkan cell rupture pada bagian atas, tidak terjadi secara signifkan. Porositas pada bagian atas juga menunjukkan bahwa, proses foaming dapat terjadi untuk mengekspansi aluminium cair menjadi foam. Pada ketiga gambaran penampang melintang diatas, ketiga produk cukup memperlihatkan keseragaman pori yang terbentuk. Muhammad Fida Helmi

9 IV.2.2 Gambaran dan Analisa Proses Foaming Pada Variasi Temperatur C C C C Rasio = 10:3 Gambar IV. 6 Penampang melintang Aluminium foam pada variasi temperatur proses Gambar IV.6 memperlihatkan penampang melintang dari produk foam berdasarkan pengaruh temperatur proses. Pada produk dengan temperatur C dan C, tidak terdapat pori pada bagian bawah produk, karena viskositas yang terlalu tinggi menghambat terdispersinya foaming agent. Pada temperatur C, tidak terdapat porositas di bagian bawah foam. Pada kondisi ini, viskositas yang terlalu tinggi justru menyebabkan pori yang telah terbentuk menjadi rusak dan memadat. Hal ini terjadi karena porositas yang telah terbentuk, bergerak keatas dengan mudah pada tingkat viskositas yang rendah. Pada kedua temperatur itu pun, distribusi pori sangatlah besar, terdapat kisaran (range) yang cukup jauh pada bagian atas, tengah dan bawah penampang produk. Pada kedua produk C dan C, terjadi penumpukan aluminium padat dibagian atas foam. Terdapat perbedaan yang mendasar dari karakteristik penumpukan diantara keduanya. Pada produk C, terlihat bekas pori besar yang sebelumnya pernah terbentuk dan kemudian pipih memadat. Hal ini mengindikasikan terjadinya kegagalan berupa pecahnya sel atas ataupun penggabungan sel, akibat viskositas yang terlalu rendah dan dekomposisi yang terlalu cepat. Muhammad Fida Helmi

10 Sedangkan pada produk C, memang terdapat bekas pori berukuran kecil yang pernah terbentuk, namun berbentuk pipih terlipat. Pada bagian atas produk C pula ternyata masih banyak terlihat adanya foaming agent yang tidak bereaksi dengan indikasi bercak putih yang terdapat pada celah lipatan aluminium. Gambaran yang berbeda terjadi pada produk dengan temperatur proses sebesar C dan C. Keduanya secara sekilas mempunyai pori yang tersebar cukup merata pada setiap bagian produk, juga pada bagian bawah. Meskipun saja, pada produk dengan temperatur C, porositas pada bagian bawah masih kurang daripada pada produk dengan temperatur C. Pada bagian atas, juga terdapat pori, sehingga secara kuantitas, densitas kedua produk ini terbukti lebih rendah daripada produk lainnya. Muhammad Fida Helmi

11 IV.2.3 Pola Struktur Hasil Foaming Selama tahapan holding dan cooling pada proses foaming, terdapat fenomena pengaturan struktur sel yang kemudian akan mempengaruhi gambaran penampang melintang produk. Pada tahapan ini, ekspansi proses foaming berada dalam keadaan liquid state menuju solid state. Terdapat pula deformasi pada pori yang kemudian akan menghasilkan pola struktur yang terlihat pada penampang melintang produk. Pola struktur hasil foaming akan diwakili oleh produk dengan rasio 10:3 dan temperatur proses C, yang memperlihatkan proses foaming terbaik. Gambar IV. 7 Pola struktur hasil foaming; a)atas, b)samping, c)tengah, d)bawah Penampang melintang foam memperlihatkan struktur yang mewakili penyusunan gelembung untuk menjadi sel dalam sistem foam. Gelembung berawal dari gas yang dihasilkan oleh foaming agent yang sebelumnya terdispersi dalam keseluruhan aluminum cair. Aluminium cair kemudian akan mengalami pengembangan, yang Muhammad Fida Helmi

12 merupakan fenomena pembesaran dan pergerakan gelembung. Proses foaming memiliki arah ke atas dan dari tengah kesamping. Bagian bawah foam, diwakili oleh gambar D, memperlihatkan sel yang berbentuk bulat (spherical) dengan luas pori berbanding luas daerah yang relatif kecil. Dinding sel terlihat tebal jika dibandingkan dengan luas sel yang terbentuk. Pada bagian tengah foam, diwakili gambar C, sel berbentuk polyhedral atau tidak bulat sempurna. Bentuk polyhedral ini juga terlihat terdistorsi atau terelongasi sesuai arah foaming. Pada bagian ini, ukuran sel terlihat jauh lebih besar daripada yang terdapat di bagian bawah. Sedangkan bagian samping foam yang menempel di dinding crucible (gambar B) menunjukkan perbedaan besar pori pada lapisan terluar dan lapisan yang lebih dalam. Lapisan terluar yang menempel pada crucible mempunyai sel polyhedral tetapi relatif lebih kecil daripada sel yang terletak lebih kedalam. Pada sel yang terletak lebih dalam ini, memiliki bentuk sel polyhedral yang lebih besar namun terlihat terelongasi sesuai arah pengembangan foam. Akibatnya, bentuk sel polyhedral mempunyai aspek rasio yang besar (rasio diameter maks/min) >>1. Seringkali, lapisan terluar ini cukup tipis, karena hanya memiliki satu lapisan sel saja. Kemudian pada bagian atas foam yang digambarkan pada A, terlihat bentuk sel yang memipih tegak lurus dengan arah foam. Lapisan kedua dibawah sel yang memipih ini, lalu mempunyai bentuk polyhedral yang menyerupai bentuk tengah foam, akan tetapi ukurannya lebih kecil. Seringkali terlihat bentuk polyhedral lebih mendekati equiaksial (bulat sempurna). Analisa Pola Struktur Hasil Foam a. Pemodelan Deformasi Sel Foam Foam memiliki kekuatan luluh geser. Dibawah titik luluh ini, deformasi yang terjadi adalah elastis. Ketika tegangan melebihi titik luluh, maka foam akan terdeformasi secara plastis, dan shear rate akan bergantung pada tingkat viskositas [20]. Pada gambar IV.8, diperlihatkan model sederhana dari proses deformasi sel foam. Ketika surface tension seragam, maka terdapat tiga lapisan yang bertemu, sehingga sudut yang dibentuk adalah Namun, ketika regangan gesernya mencapai nilai luluh, maka akan terdapat lapisan lain yang bertemu. Pertemuan lapisan itu juga Muhammad Fida Helmi

13 merupakan akibat dari terdistorsinya sel, sehingga pada skala makro akan berbentuk polyhedral, seperti halnya terlihat pada bagian tengah produk foam. Gambar IV. 8 Pemodelan deformasi sel [20] Kekuatan luluh geser merupakan fungsi dari ukuran sel dan volume liquid yang mengelilingi sel. Meskipun, memang sulit untuk menentukan kekuatan luluh yang sebenarnya, terutama ketika batas sisi datar yang mengelilingi sel terlalu tebal, maka kita hanya dapat memperkirakan saja. b. Struktur Sel Pada Bagian Dinding Model deformasi sel pada bagian permukaan telah dijelaskan oleh Wenzel [20], diperlihatkan pada gambar IV.9. Pada model ini, lapisan liquid padat (label A) menempel pada dinding crucible. Kemudian lapisan sel selanjutnya (label B) terletak dekat setelah lapisan A. Berdasarkan teori aliran viscous (viscous flow), kecepatan aliran pada bagian antarmuka dengan dinding crucible adalah nol. Asumsikan bahwa kekuatan geser pada lapisan padat ditentukan oleh aliran geser lapisan C dan bagian antarmuka yang tidak bergerak. Maka, pergeseran lapisan B memerlukan tegangan geser yang cukup. Gambar IV. 9 Pemodelan deformasi dan slip pada bagian dinding [20] Gelembung dapat bergerak dengan pergesaran sisi datar diatas lapisan liquid yang padat. Karenanya, dari sini akan terlihat adanya gradien kecepatan. Bedasarkan Muhammad Fida Helmi

14 model Wenzel [20] ini, kecepatan lapisan B sangat bergantung pada ketebalan dinding sel dan viskositas liquid. Misal ketika laju ekspansinya rendah, tarikan kisi sel yang berikatan dengan lapisan liquid padat akan mendapat deformasi elastis. Oleh karena itu, bentuknya menjadi polyhedral namun tidak sampai terelongasi. Sedangkan slip kisi sel disamping lapisan liquid padat adalah pergerakan viscous. Bentuk sel pada lapisan B ditentukan oleh tingkat viskositas lokal pada bagian kisi sel yang menempel pada lapisan liquid padat terluar. c. Struktur Sel Pada Permukaan Atas Gambar IV.10 memperlihatkan bagaimana permukaan baru muncul mengembang pada permukaan atas selama ekspansi proses berlangsung. Karena pengaruh tekanan, sel B tertekan sehingga menembus celah antara sel A dan C dengan mekanisme inter-cell sliding. Mekanisme inter-cell sliding terjadi karena terdapat gradien tekanan sepanjang arah vertikal. Kemudian, karena pengaruh tekanan akibat dekompsosi foaming agent ini pula, sel-sel pada bagian atas permukaan akan mengalami tarikan kesamping. Hal ini menjadikan tekanan pada bagian bawah lebih besar daripada daerah diatasnya. Maka dari itu, tekanan sel B yang lebih besar daripada sel A dan C, memaksa sel B untuk mengisi celah tersebut. Gambar IV. 10 Inter-cell slip pada bagian atas foam [20] Muhammad Fida Helmi

15 IV.3 Data dan Analisa Sampel Kubus Produk Alumnium Foam IV.3.1 Densitas Produk Kubus Aluminium Foam Tabel IV. 3 Data densitas spesimen aluminium kubus Densitas Aluminium Foam Kubus (30 X 30 X 30 mm2) No Rasio CaCO 3 : Al-powder Temp pouring ( 0 C) Densitas kubus Aluminium foam (gr/cc) 2 10: : : Densitas Kubus Al Foam terhadap temperatur tuang foaming agent 0.45 Densitas kubus Al Foam (gr/cc) Temperatur tuang foaming agent ( 0 C) Gambar IV. 11 Grafik densitas spesimen aluminium kubus Pada preparasi sampel uji ini, bentuk kubus berdimensi 30 X 30 X 30 mm 3 diambil dari bagian tengah produk aluminium foam utuh. Hasil yang didapatkan menunjukkan nilai densitas yang berdekatan, berbeda dengan densitas pada produk aluminium foam secara utuh. Hal ini, menunjukkan bahwa struktur sel pada bagian tengah produk tidak terlalu banyak berbeda dalam hal perbandingan area pori dan ketebalan selnya. IV.3.2 Analisa Distribusi Morfologi Sel Dari keenam produk yang dibuat berdasarkan parameter rasio foaming agent dan temperatur, berdasarkan distribusi dan struktur selnya, maka hanya 3 produk yang dapat dibuat sampel berbentuk kubus. Ketiga sampel kubus ini memiliki densitas yang relatif sama, akan tetapi distribusi morfologi sel yang berbeda. Muhammad Fida Helmi

16 Gambar IV. 12 Morfologi sel spesimen kubus, a&d)750 0 C, b&e)700 0 C, c&f)650 0 C Gambar IV.12, merupakan gambaran dua dimensi dari porositas yang terdapat pada ketiga produk alumnium foam. Dengan nilai densitas yang relatif sama, mengindikasikan rasio volume dinding sel dan volume kubus yang sama untuk ketiganya. Maka dari itu, pembedaan yang mungkin adalah dari jumlah pori yang terbentuk, diameter pori, luas pori tebal dinding sel, aspek rasio, dan arah sudut sel. Pada sisi yang sama, tampilan distribusi morfologi disajikan dalam 4 macam kriteria, sebagai berikut. a. Distribusi Diameter Rata-Rata Porositas Statistik dan histogram berikut memperlihatkan distribusi garis yang melewati titik centroid dan menghubungkan antar sisi yang dimiliki oleh setiap porositas. Status Diameter Rata-rata (mm) T=650 0 C T=700 0 C T=750 0 C Min Max Range Mean Std.Dev Sum Samples Muhammad Fida Helmi

17 Gambar IV. 13 Statistik dan histogram diameter rata-rata porositas b. Distribusi Luas Area Porositas Statistik dan histogram berikut menyajikan distribusi luas area porositas, dan persen jumlah luas porositas terhadap luas penampang kubus. Status Luas Area Porositas (mm 2 ) T=650 0 C T=700 0 C T=750 0 C Min Max Range Mean Std.Dev Sum Samples total area % area Muhammad Fida Helmi

18 Gambar IV. 14 Statistik dan histogram luas area porositas c. Distribusi Aspect Ratio Porositas Statisik dan histogram berikut menyajikan distribusi rasio antara diameter max / diameter min porositas, nilainya selalu lebih besar dari 1. Status Aspect Ratio T=650 0 C T=700 0 C T=750 0 C Min Max Range Mean Std.Dev Sum Samples Gambar IV. 15 Statistik dan histogram aspect ratio porositas Muhammad Fida Helmi

19 d. Distribusi Arah Sel Statistik dan histogram berikut menyajikan distribusi sudut yang dibentuk diameter max porositas terhadap sumbu vertikal. Arah Sel Terhadap Sumbu Status Vertikal T=650 0 C T=700 0 C T=750 0 C Min Max Range Mean Std.Dev Samples Gambar IV. 16 Statistik dan histogram sudut sel porositas Muhammad Fida Helmi

20 IV.3.3 Analisa Cacat Produk Kisaran distribusi morfologi sel atau porositas produk yang terlalu besar tidak hanya dipengaruhi oleh parameter temperatur atau rasio pencampuran foaming agent. Terdapat berbagai hal yang juga mempengaruhi, diantaranya cacat saat proses dilakukan, penjelasannya sebagai berikut: Fenomena Penggabungan Sel Gambar IV. 17 Mekanisme penggabungan sel karena pengaruh surface tension. [10] Gambar IV.17 memperlihatkan mekanisme terjadinya penggabungan sel. Pertama kita melihat gambar a, dimana terdapat dua gelembung yang berdekatan. Akibat pengaruh surface tension, maka terjadi penipisan dinding sel. Surface tension menyebabkan berpindahnya atom-atom pada permukaan dinding sel menuju daerah pertemuan sel (plateau border). Hal ini terjadi karena efek surface tension mendorong agar interfacial energy antara fasa gas dan liquid mempunyai nilai terkecil dengan cara membulatkan bentuk gelembung (aspect ratio=1). Ketika penipisan berlangsung secara kontinyu, maka terdapat batasan ketebalan kritis. Saat ketebalan kritis, yang dipengaruhi oleh viskositasnya, dilampaui oleh efek penipisan tadi, maka yang terjadi selanjutnya adalah pecahnya dinding sel. Terjadinya penyatuan dua gelembung, menyebabkan surface area yang terbentuk menjadi dua kali lipatnya. Maka, efek surface tension kembali bekerja dengan mendorong atomatom yang berada pada dinding sel untuk bergerak kembali ke plateau border. Akibatnya, terjadi penggabungan dan pembulatan menjadi sebuah sel. Pada proses foaming dengan menggunakan CaCO 3, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggabungan sel terjadi. Faktor utama tentunya keberadaan surface tension dan tekanan yang dihasilkan oleh gas saat dekomposisi. Kedua faktor tadi didukung oleh viskositas aluminium cair dan terbentuknya oksida pada dinding sel. Viskositas berpengaruh pada tingkat surface tension, sedangkan oksidasi selain Muhammad Fida Helmi

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Proses Melting Route Aluminum foam Jika semua tahapan proses pembuatan aluminum foam dengan metode melt route dilakukan, maka dihasilkan produk aluminum foam utuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Produk Aluminum Foam Setelah proses pembuatan Aluminum foam dengan metode melt route process telah dilakukan maka didapat produk alumunium berupa bulk material seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

Jurnal Teknik Mesin UMY 1 PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS Dhani Setya Pambudi Nugroho 1, Aris Widyo Nugroho 2, Budi Nur Rahman 3 Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Strata Satu pada Program Studi Teknik Material,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, penelitian di awali dengan kajian pustaka yang dapat mendukung dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE

PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE Putu Trisna Sudarma 1, Aris Widyo Nugroho* 2, Budi Nur Rahman 3 1-3 Program Studi S-1 Teknik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis VII EASTISITAS Kompetensi yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa setelah mempelajari bab elastisitas adalah kemampuan memahami, menganalisis dan mengaplikasikan konsep-konsep elastisitas pada kehidupan

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Parameter - Parameter Sifat Mampu Bentuk Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe,

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe, BABV ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Lempung Asli (remolded) Sifat fisik dari lempung asli (remolded) sebagaimana yang dapat dilihat dari hasil pengujian pada bab sebelumnya yakni indeks kompresi (Cc) sebesar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan untuk Pola Aliran Dengan dan Tanpa Sekat Ada jenis impeller yang membentuk pola aliran aksial dan ada juga jenis impeller lain yang membentuk pola aliran radial

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT Wicahya Indra Agustian 1, Ikhwansyah Isranuri 2, Suprianto

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian BAB III

Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Pracoba & Penentuan Parameter Eksperimen Penyiapan Proses Penyiapan Alat Penyiapan bahan Karakterisasi awal bahan Penimbangan dan pencampuran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap

BAB VI PEMBAHASAN. hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian berikut ini diarahkan kepada efek (pengaruh) hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap kekerasan dan keausan. 6.1 Mikrostruktur

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat Terjemahan ZAT PADAT Zat padat adalah sebuah objek yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya luar mempengaruhinya. Karena kepadatannya itu, bahan padat digunakan dalam bangunan yang semua strukturnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Spesimen Uji Dimensi benda kerja dari hasil pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan keseluruhan dari benda kerja dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH PENAMBAHAN MANGAN TERHADAP SIFAT FISIK LAPISAN INTERMETALIK Dalam sub bab ini akan dibahas pengaruh penambahan mangan terhadap sifat fisik dari lapisan intermetalik

Lebih terperinci

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi Dislokasi Konsep Dislokasi Pengertian dislokasi Dislokasi adalah suatu pergeseran atau pegerakan atom-atom di dalam sistem kristal logam akibat tegangan mekanik yang dapat menciptakan deformasi plastis

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL. PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR

HALAMAN JUDUL. PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR HALAMAN JUDUL PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada

Lebih terperinci

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Porositas Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Dari gambar 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa partikel keramik bio gelas aktif berbentuk spherical menuju granular. Bentuk granular

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA II.1 Metal Foam II.1.1 Definisi Metal Foam [16] Istilah solid foam (busa padat) dapat dijelaskan melalui gambar II.1. Gambar tersebut memperlihatkan jenis-jenis koloid yang dapat terbentuk

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Timbunan Ringan Dengan Mortar Busa Material timbunan ringan dengan Mortar busa adalah merupakan foamed embankment mortar disebut juga sebagai high-grade soil yang terdiri dari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 56 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan 1. Pengujian agregat Hasil Pengujian sifat fisik agregat dan aspal dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1. Hasil Pengujian Agregat Kasar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING 6 BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING 2.1 Pengertian running-in Ketika dua permukaan diberi pembebanan untuk pertama kalinya dan terjadi gerak relatif antar permukaan, terjadi perubahan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max). DEFORMASI PLASTIS BAHAN POLIKRISTAL Deformasi dan slip pada bahan polikristal lebih kompleks. Polikristal terdiri dari banyak butiran ( grain ) yang arah slip berbeda satu sama lain. Gerakan dislokasi

Lebih terperinci

DENSITAS, POROSITAS, LUAS PERMUKAAN

DENSITAS, POROSITAS, LUAS PERMUKAAN DENSITAS, POROSITAS, LUAS PERMUKAAN dan SHRINKAGE Rini Yulianingsih DENSITAS Diperlukan untuk Proses separasi Densitas cairan : Daya untuk pemompaan Perencanaan sehubungan dengan kapasitas 1 Densitas Cairan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

4/6/2011. Stress, DEFORMASI BAHAN. Stress. Tegangan Normal. Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN NORMAL TEGANGAN GESER. Stress.

4/6/2011. Stress, DEFORMASI BAHAN. Stress. Tegangan Normal. Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN NORMAL TEGANGAN GESER. Stress. Stress DEFORMASI BAHAN RINI YULIANINGSIH Stress Tegangan: Gaya per satuan luas TEGANGAN GESER TEGANGAN NORMAL Tegangan Normal Gaya bekerja pada luas penampang yang tegak lurus Simbol ( ) Deformasi: Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini menggunakan 2 macam sampel paduan alumunium silikon dengan kadar penambahan Fe yang berbeda-beda. Yang pertama adalah sampel paduan alumunium

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Maya Machfudzoh 1410100038 Dosen Pembimbing : Ir. Endang Purwanti S., MT. Hamzah Fansuri, M.Si, Ph.D 25 Juli

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. INDIKASI FASA PADA SETIAP LAPISAN INTERMETALIK Berdasarkan hasil SEM terhadap H13 yang telah mengalami proses pencelupan di dalam Al-12Si cair, terlihat dalam permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung

Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional SNI ISO 12957-1:2012 Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung ICS 59.080.70 Geosynthetics Determination

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

Morfologi dan Kuat Tekan Aluminium Berpori yang Diproduksi dengan Teknik Metalurgi Serbuk Menggunakan Urea sebagai Space Holder

Morfologi dan Kuat Tekan Aluminium Berpori yang Diproduksi dengan Teknik Metalurgi Serbuk Menggunakan Urea sebagai Space Holder Morfologi dan Kuat Tekan Aluminium Berpori yang Diproduksi dengan Teknik Metalurgi Serbuk Menggunakan Urea sebagai Space Holder Aris Widyo Nugroho Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Dengan semakin banyaknya pemakaian bahan alternatif untuk beton, maka penelitian yang bertujuan untuk membuka wawasan tentang hal tersebut sangat dibutuhkan, terutama penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS A. Gambaran Umum Deformasi. Deformasi adalah perubahan bentuk akibat adanya tegangan dalam logam yaitu tegangan memanjang dan tegangan melintang, yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan )

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomena-fenomena tersbut mempunyai hubungan dengan adanya

Lebih terperinci

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

Sifat fisika kimia - Zat Aktif Praformulasi UKURAN PARTIKEL, DISTRIBUSI PARTIKEL BENTUK PARTIKEL / KRISTAL POLIMORFI, HIDRAT, SOLVAT TITIK LEBUR, KELARUTAN KOEFISIEN PARTISI, DISOLUSI FLUIDITAS (SIFAT ALIR), KOMPAKTIBILITAS PEMBASAHAN

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

KERUSAKAN REFRAKTORI

KERUSAKAN REFRAKTORI Dr.-Ing. Ir. Bambang Suharno Kerusakan Refraktori Refraktori memiliki peranan penting dlm proses temp. tinggi Akibat kondisi operasi yang tak terkendali service life refraktori tidak maksimum produksi

Lebih terperinci