Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA II.1 Metal Foam II.1.1 Definisi Metal Foam [16] Istilah solid foam (busa padat) dapat dijelaskan melalui gambar II.1. Gambar tersebut memperlihatkan jenis-jenis koloid yang dapat terbentuk melalui dua fasa. Dari gambar ini, maka solid foam didefinisikan sebagai material yang terbentuk dari fasa gas yang terdispersi dalam fasa solid. Solid foam seringkali juga disebut dengan cellular foam. Hal ini dikarenakan, fasa gas yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi ber-sel sehingga disebut dengan cellular foam. Ketika solid foam berasal dari material logam (metal), maka dinamakan dengan metallic foam. Metal foam dibedakan dari logam berpori (porous metal) melalui nilai densitas yang lebih kecil, dan jumlah % fasa gas sebesar %vol. Gambar II. 1 Klasifikasi jenis koloid berdasarkan fasa pembentuk [16] Muhammad Fida Helmi

2 II.1.2 Pembuatan Metal Foams Terdapat sembilan rute proses yang telah dikembangkan untuk membuat metal foam. Lima diantaranya telah dilakukan secara komersial. Semua proses tadi kemudian diklasifikasikan kedalam 4 kelas, yaitu: pembuatan foam dari fasa uap (vapor phase); pembuatan foam dengan electrodeposition dari larutan cair; pembuatan foam dengan proses melt based; dan pembuatan foam dengan solid based. Setiap metode dapat digunakan untuk membuat material berpori dengan densitas relatif dan ukuran sel pada kisaran yang terbatas. Beberapa diantara proses tadi, dapat memproduksi foam dengan sel terbuka (open cell foams), dan mayoritas lainnya dapat memproduksi foam dengan sel tertutup (open cell foams). Produk metal foam mempunyai kisaran kualitas dan harga yang sangat luas, sampai sekarang harganya dapat bervariasi dari $7 sampai $12000 per kg. II.1.3 Rute Proses Pembuatan Metal Foam [21] Berbagai sifat dan struktur metal foam bergantung pada sifat asli logam, densitas relatif dan topology sel (misal: sel yang tertutup atau terbuka, ukuran sel, dll). Metal foam dibuat dengan salah satu dari sembilan proses yang dijelaskan dibawah ini. Logam yang telah dibuat menjadi metal foam dengan proses tertentu kemudian digambarkan pada gambar II Penggelembungan gas kedalam paduan Al-SiC atau Al-Al 2 O 3 cair. (untuk logam Al, Mg) 2. Pengadukan foaming agent (seperti TiH 2 ) kedalam paduan logam cair (paduan Al) dan pengaturan tekanan ketika pendinginan (untuk logam Al) 3. Penyampuran serbuk logam (umumnya paduan Al) dengan partikel foaming agent (TiH 2 ) diteruskan dengan pemanasan sampai keadaan sangat lunak, ketika foaming agent melepaskan gas hidrogen, maka material tersebut akan mengembang. (untuk logam Al, Zn, Fe, Pb, Au) 4. Pembuatan cetakan keramik dari prekursor lilin atau polimer-foam, diikuti dengan membakar prekursor dan menginfiltrasikan logam cair yang dibantu dengan tekanan. (untuk logam Al, Mg, Ni-Cr, stainless steel, Cu) 5. Deposisi logam dari fasa uapnya atau dengan electrodeposition ke permukaan prekursor polimer foam dan kemudian dibakar, sehingga meninggalkan struktur sel berlubang (hollow cores). (untuk logam Ni, Ti) Muhammad Fida Helmi

3 6. Menggunakan powder Hot Isostatic Pressing (HIP) untuk memperangkap gas inert bertekanan tinggi, yang dikuti dengan ekspansi gas pada kenaikan temperatur tertentu. (untuk logam Ti) 7. Sintering hollow spheres, dibuat dengan proses atomisasi yang dimodifikasi. (untuk logam Ni, Co, Ni-Cr) 8. Penekananan bersama antara serbuk logam dengan serbuk yang mudah terlarut (seperti NaCl), atau infiltrasi serbuk yang mudah terlarut kedalam logam cair, yang diikuti dengan pelarutan sehingga didapatkan rangka metal foam. (untuk logam Al, dengan NaCl sebagai serbuk terlarut). 9. Pelarutan gas (seperti hidrogen) kedalam logam cair pada keadaan bertekanan, kemudian dilanjutkan dengan pelepasan gas yang diatur saat pembekuan berlangsung. (untuk logam Cu, Ni, Al). Diantara semua proses diatas, hanya 5 proses teratas yang sekarang diproduksi secara komersial. Gambar II.2 meringkaskan kisaran dari ukuran sel, tipe sel (terbuka atau tertutup), dan densitas relatif yang dapat dibuat dengan metode-metode diatas. Gambar II. 2 Kisaran ukuran sel dan densitas relatif untuk metode pembuatan metal foam yang berbeda. [21] Muhammad Fida Helmi

4 II.2. Aluminium Foams Pembuatan aluminium foam pertama kali dilakukan oleh Benjamin Sosnick pada tahun Dia mencoba mendispersikan gas kedalam aluminum padat dengan bantuan unsur merkuri (Hg) menggunakan bejana bertekanan tinggi. Dengan bantuan tekanan tinggi, penguapan Hg terjadi bersamaan saat temperatur leleh aluminium sehingga menyebabkan pembentukan foam (busa). Kemudian, ide pertama untuk memproduksi secara indirect foaming, dikembangkan di akhir tahun 1950 oleh Benjamin Allen. Lalu pada tahun 1990, metode ini dikembangkan lebih lanjut oleh Fraunhofer Laboratory di Bremen, Jerman. [10] Gambar II. 3 Skema proses pembuatan Aluminium dengan mendispersikan gas kedalam Al-solid, dengan bantuan Hg (merkuri). [10] II.2.1 Rute Proses Pembuatan Aluminium Foam [16] Saat ini, terdapat dua metode utama untuk memproduksi Aluminum foam. Metode pertama dinamakan dengan direct foaming. Caranya adalah dengan menyuntikkan gas secara kontinyu atau menambahkan foaming agent (agen pengembang) kedalam aluminum cair sehingga membentuk busa (foaming). Metode kedua adalah indirect foaming. Metode ini diawali dengan pembuatan solid precursor yang terdiri dari matriks logam aluminium dan partikel foaming agent yang terdispersi merata. Contoh foaming agent yang seringkali digunakan dalam pembuatan aluminum foam adalah hidrida dari unsur transisi, misalnya serbuk titanium atau zirconium hidrida. Ketika solid precursor ini dipanaskan sampai diatas temperatur leleh matriks logam, maka foaming agent akan melepaskan gas sehingga precursor tersebut mengembang dan membentuk foam. Muhammad Fida Helmi

5 Tabel II. 1 Klasifikasi rute pembuatan Aluminium Foam, direct foaming dan indirect foaming [16] II Pembuatan Foam langsung dari Aluminium Cair (Direct Foaming) [10] Lelehan aluminium dapat dibuat menjadi foam dengan cara membuat gelembung gas di dalam lelehan yang dibuat dalam keadaan stabil saat pemrosesan berlangsung. Keadaan ini dapat terjadi dengan menambahkan partikel keramik atau unsur paduan kedalam lelehan, yang berperan sebagai partikel penstabil. Saat ini, terdapat 4 cara yang biasa digunakan untuk membuat metal foam dari keadaan lelahan, yaitu: pertama, dengan menginjeksikan gas kedalam logam cair; kedua, dengan menambahkan foaming agent kedalam aluminium cair sehingga melepaskan gas; ketiga, dengan infiltrasi pada pola yang dapat dibuang (Invesment Casting), dan keempat, dengan mempresipitasikan gas yang sebelumnya telah terlarut didalam fasa cair. Pembuatan Aluminum Foam dengan Injeksi Gas (Cymat/MetComb TM ) [4] Saat ini, metode injeksi gas telah dilakukan secara komersial oleh Cymat Aluminum Corp (Kanada). Partikel silicon carbide, aluminum oxide atau magnesium oxide digunakan untuk memperbaiki viskositas dan penstabil proses. Fraksi volume partikel yang digunakan berkisar antara 10 sampai 20 %, dan ukuran rata-rata partikelnya berkisar dari 5 sampai 20 mikrometer. Lelehan aluminium diinjeksi dengan gas (berupa udara, nitrogen, argon) menggunakan rotating impellers atau dengan nozzle yang menimbulkan dan mendistribusikan gelembung gas secara merata, ditunjukkan pada gambar II.4. Hasilnya adalah campuran logam cair dan gelembung gas, yang kemudian akan mengambang di atas permukaan cairan, lalu mengering. Campuran busa ini relatif stabil karena dibantu oleh keberadaan partikel keramik didalam lelehan. Busa cair yang mengambang diatas permukaan ini, kemudian dapat ditarik Muhammad Fida Helmi

6 keluar, semisal dengan sabuk conveyor, lalu dibiarkan membeku. Gambar II. 4 Skema pembuatan Aluminum Foam dengan injeksi gas [10] Gambar II. 5 Penampang melintang aluminium foam dengan rute proses injeksi gas [10] Pembuatan Metal Foam Menggunakan Foaming Agent (Alporas TM ) [4] Cara kedua untuk membuat aluminium foam adalah dengan menambahkan foaming agent kedalam aluminium cair, yang diperlihatkan pada gambar II.6. Foaming agent selanjutnya akan terdekomposisi karena terpengaruh oleh panas sehingga melepaskan gas yang digunakan dalam proses foaming. Shinko Wire Co, Amagasaki (Jepang) telah memproduksi Aluminium foam dengan cara ini sejak tahun 1986, dengan kapasitas produksi yang terlaporkan sebesar 1 ton per hari. Selain itu, perusahaan Cina, Jiangsu Tianbo Light-Weight Materials di Nanjing juga telah dapat memproduksi hal yang serupa. Muhammad Fida Helmi

7 Gambar II. 6 Skema pembuatan Aluminium Foam menggunakan foaming agent [10] Pada skema diatas, langkah produksi pertama dilakukan dengan memasukkan kalsium sebesar 1.5% kedalam aluminium cair (680 0 C). Aluminium cair ini diaduk selama beberapa menit sehingga viskositasnya bertambah secara bertahap, karena dibantu oleh terbentuknya oksida (CaAl 2 O 4 ). Setelah proses ini, titanium hidrida (TiH 2 ) ditambahkan (sekitar 1.6 % berat) kedalam aluminium cair, yang berperan sebagai foaming agent untuk melepaskan gas hidrogen. Aluminium cair akan mulai mengembang secara perlahan dan secara bertahap akan mengisi bejana proses. Seluruh proses ini dapat menyita waktu sekitar 15 menit untuk kapasitas bejana sebesar 0.6 m 3. Setelah bejana mendingin dibawah temperatur leleh, maka busa cair akan berubah menjadi solid aluminum foam, dan kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk proses selanjutnya. pembuatan aluminum foam dengan metode ini mempunyai merek dagang Alporas TM, dan mempunyai struktur pori yang relatif merata. Gambar II. 7 Penampang melintang Alporas TM, Aluminium Foam menggunakan foaming agent [10] Muhammad Fida Helmi

8 Infiltrasi Pada Pola yang Dapat Dibuang (Invesment Casting) [10] Variasi proses casting, terutama untuk pembuatan foam dengan sel terbuka, didasarkan pada cetakan yang dapat dibuang (disposable), diperlihatkan pada gambar II.8. Cetakan yang lazim digunakan adalah garam (NaCl) yang disinter pada atmosfer udara selama beberapa jam agar terjadi panggabungan butir. Kemudian aluminium cair dituangkan agar terjadi infiltrasi kedalam pori cetakan. Setelah aluminium membeku, cetakan garam kemudian dilarutkan kedalam air sehingga terbentuklah foam dengan sel yang terbuka, dengan ukuran sel 3-4 mm. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses infiltrasi adalah pemanasan awal cetakan, sehingga dapat mengurangi kecenderungan aluminium cair untuk membeku terlalu cepat sebelum dapat memenuhi semua rongga cetakan. Diperlukan juga kombinasi antara keadaan vakum pada cetakan sebelum tuang dan tekanan tinggi, yang digunakan selama proses infiltrasi. Hal ini digunakan untuk mendapatkan struktur sel yang lebih halus. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar II.8, foam yang dihasilkan dapat mempunyai ukuran sel sekecil 400 mikro meter dengan ρ*/ρ sebesar Gambar II. 8 Rute proses invesment casting dengan penggunaan pola garam dan penampang melintang aluminium hasil proses [10]. Muhammad Fida Helmi

9 Proses infiltrasi tidak memelukan serbuk atau serat logam yang mahal. Bentuk produk juga dapat diatur secara seksama dengan pengaturan cetakan, serta dapat memiliki keseragaman struktur yang tinggi. Proses ini relatif kompleks, mensyaratkan proses sintering dan pelarutan cetakan. Jenis ukuran sel terbesar dan terkecil dapat diatur dengan menentukan proses infiltrasi dari pola cetakan yang rumit serta teknik untuk melarutkannya. Jenis proses lainnya diperlihatkan pada gambar II.9, serbuk logam dicampur dengan serbuk garam, lalu dikompaksi sehingga didapatkan blok yang padat. Kemudian blok tersebut disinter pada temperatur diantara titik leleh aluminium dan garam. Setelah itu, proses ini diikuti dengan pelarutan garam sehingga didapatkan foam dengan ρ*/ρ > 0.2. Akan tetapi, proses ini tidak digunakan untuk penggunaan yang luas. Proses ini cukup rumit, dan relatif mahal karena penggunaan serbuk aluminium. Hasil proses ini menghasilkan sambungan antara garam yang lebih sedikit, sehingga menghasilkan produk yang lebih padat, struktur pori yang kecil dan seringkali meninggalkan sisa NaCl. Gambar II. 9 Rute proses dengan penggabungan serbuk aluminum dengan serbuk garam, dilanjutkan dengan pelarutan; penampang melintang hasil rute proses [10] Pada proses yang lain, digunakan partikel polystyrene yang dicampur dengan resin, dan kemudian dibakar untuk menghasilkan cetakan resin yang berlapis (coating). Muhammad Fida Helmi

10 Aluminium cair lalu diinfiltrasikan dengan bantuan tekanan sebesar 460 Mpa selama 0,2 detik, sebelum polimer terdekomposisi. Polystyrene kemudian terbakar habis sehingga dihasilkan foam dengan sel terbuka berukuran sel 1-3 mm dan ρ*/ρ sebesar Proses ini relatif mahal sehingga digunakan untuk sampel yang terbatas. Proses lain yang relatif lebih mudah adalah dengan menggunakan foam polymer bersel terbuka sebagai pola untuk memproduksi aluminium foam dengan 2 tahapan proses invesment casting. Seperti yang terlihat pada gambar II.10, polymer (polyurethane) diinfiltrasi dengan plester, lalu dibakar untuk menghilangkan polimer. Cetakan yang tersisa lalu diisi oleh aluminium cair, juga seringkali dibantu dengan kombinasi antara keadaan vakum dan tekanan eksternal. Pada akhir proses, plester kemudian dilarutkan. Gambar II. 10 Rute proses dengan menggunakan template polymer, Duocell TM ; penampang TM [10] melintang aluminium foam Duocell Foam dapat diproduksi untuk berbagai macam logam dan paduannya, dengan ρ*/ρ Muhammad Fida Helmi

11 sebesar Proses ini tentunya mempunyai keuntungan dan kerugian dalam segi proses jika dibandingkan dengan penggunaan pola garam. Variasi porositas dapat diatur dengan penggunaan cetakan polimer. Duocel TM, merupakan salah satu produk yang diproses dengan metode ini. Aplikasi penggunaannya antara lain sebagai heat exchanger, elektrode berpori, dan filter kimia. Pembekuan Eutektik Dari Solid-Gas [4] Metode ini dikembangkan sekitar 15 tahun yang lalu, memanfaatkan perbedaan kelarutan gas dalam logam berfasa cair dan padat. pertama kali, gas hidrogen atau nitrogen dilarutkan pada tekanan tinggi (diatas 50 bar) kedalam lelehan logam. Jika kemudian temperatur diturunkan dibawah temperatur leleh logam, maka presipitat gas akan tumbuh. Pada saat kondisi ini, gelembung gas akan terperangkap di dalam logam. Morfologi pori yang didapat akan tergantung pada kandungan gas, tekanan pada lelahan logam, laju pelepasan panas dan komposisi kimia dari lelehan logam. Gambar II. 11 Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutektik dari Solid-Gas; dan hasil proses [10] Pada umumnya, bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah pembekuan. Diameter pori berkisar antara 10 mikrometer sampai 10 mm. Panjang pori berkisar antar 100 mikrometer samapai 300 mm, dan porositasnya 5-75%. Kata "gasar" tercipta dari akronim Rusia yang berarti "gas-reinforced". saat ini, metode tersebut telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan "lotus-structure" karena menyerupai akar lotus (teratai). Muhammad Fida Helmi

12 II Pembuatan Aluminium Foam dengan Precursor (Indirect Foaming) [10] Teknik pembuatan metal foam ini dilakukan dengan menambahkan satu langkah dalam rantai proses yang ada. Berbeda dengan teknik pembuatan langsung dari keadaan cair, precursor yang mengandung foaming agent dipersiapkan terlebih dahulu. Pengembangan foam dilakukan dengan cara melelehkan precursor sehingga gas akan terlepas dan membentuk gelembung. Keuntungan dari teknik ini adalah bentuk yang rumit dapat diproduksi dengan cara mengisi cetakan dengan precursor. Precursor ini dapat disiapkan dengan tiga cara: pertama dengan memadatkan campuran serbuk dalam keadaan padat, kedua dengan membentuk campuran serbuk dengan thixo-casting dan dengan mencampur serbuk foaming agent kedalam lelehan logam. Kompaksi Antara Serbuk Aluminium dan Foaming Agent (Foaminal TM ) [4] Skema produksi diperlihatkan pada gambar II.12. Proses produksi dimulai dengan mencampurkan antara serbuk logam (logam murni, paduan, atau campuran) dengan serbuk foaming agent. Setelah itu, campuran tersebut dikompaksi sampai padat sehingga didapatkanlah produk setengah jadi. Kompaksi harus dilakukan dengan teknik tertentu sehingga foaming agent akan menempel pada matriks logam tanpa adanya sisa porositas. Contoh metoda kompaksi yang lazim digunakan adalah dengan uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling. Pembuatan precursor harus dilakukan dengan hati-hati karena sisa-sisa porositas atau cacat lain akan menyebabkan hasil yang buruk setelah dilakukan proses lanjutan. Langkah selanjutnya adalah dengan melelehkan matriks logam yang sekaligus menyebabkan foaming agent terdekomposisi. Gas yang dilepaskan akan menghasilkan gaya untuk mengekspansi precursor sehingga terbentuklah struktur dengan ukuran pori yang relatif besar. Waktu yang diperlukan untuk mengekspansi tergantung parameter temperatur dan ukuran precursor. Material aluminum dan paduannya, seng, kuningan, timah, emas dan logam lainnya dapat dibentuk menjadi foam dengan memilih foaming agent dan parameter proses yang cocok. Muhammad Fida Helmi

13 TM [10] Gambar II. 12 Rute proses kompaksi serbuk aluminium dan foaming agent, Foaminal TM [10] Gambar II. 13 Penampang melintang dari produk Foaminal Foaming Thixo-Cast Precursor Material (Thixofoam TM ) [4] Teknik pembuatan precursor dilakukan dengan teknik pemadatan thixo-casting dalam keadaan setengah padat (semi-solid) [24]. Dengan teknik ini, pertama kali campuran serbuk di padatkan dalam bentuk billet dengan Cold isostatic pressing, menghasilkan densitas sekitar 80%. Billet ini kemudian dipanaskan pada temperatur semi-solid dan kemudian dicetak pada bentuk tertentu menggunakan mesin die casting. Selanjutnya precursor hasil teknik ini dapat dilelehkan kembali serupa dengan teknik sebelumnya. Keuntungan dari rute proses ini adalah precursor dapat memiliki bentuk rumit dan tidak memerlukan tambahan pembentukan akhir. Selain itu, jika dibandingan dengan Muhammad Fida Helmi

14 metode pemadatan serbuk, metode casting ini dapat mengahasilkan precursor yang isotropik sehingga mempunyai sruktur pori yang seragam. Foaming of Ingots Containing Foaming Agents (FOAMGRIP TM ) [4] Material precursor juga dapat dibuat tanpa menggunakan serbuk logam. Caranya adalah dengan mencampurkan partikel titanium hydride ke dalam logam cair, sesaat setelah cairan logam akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya dapat diproses dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus dilakukan dengan dengan cepat atau dengan menggunakan foaming agent yang dipasifkan sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan dalam tahapan ini. Skema proses ini diperlihatkan pada gambar II.14. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk hidrida diinjeksikan kedalam cetakan (die) bersamaan dengan logam cair [25]. Tantangan permasalahan yang harus dihadapi adalah cara untuk mendapatkan distribusi serbuk TiH 2 yang terdistribusi secara homogen. Sebagai alternatif, serbuk TiH 2 dapat ditambahkan kedalam cairan logam dengan pengadukan lambat dan pendinginan lanjutan. Untuk mendapatkan foam yang stabil, maka sering digunakan partikel SiC sekitar % vol. Muhammad Fida Helmi

15 Gambar II. 14 Rute proses FOAMGRIP TM dan penampang melintang dari produknya. [10] II.3 Agen Penghasil Gas (Foaming Agent) II.3.1 Penggunaan Foaming Agent [10] Keuntungan utama pemakaian foaming agent adalah bubuk foaming dapat secara efisien terdispersi didalam aluminium cair dengan pengadukan sebelum terjadi dekomposisi termal. Pada proses yang penggelembungan gasnya terjadi secara langsung didalam logam cair, maka pengaturnya adalah kecenderungan alami gelembung untuk naik ke permukaan logam cair dan efek dorongan dari gelembung yang bersebelahan. Perlu diperhatikan juga, bahwa pengadukan logam cair setelah penambahan gelembung dapat menyebabkan penggabungan sel dan pengempesan foam secara cepat. Muhammad Fida Helmi

16 Jika membandingkan penambahan gas secara langsung, yang memproduksi gelembung secara sesaat, maka penggunaan foaming agent memberikan dekomposisi kimia secara gradual dan ekspansi gelembung secara progresif. Hal ini, memberkan kesempatan pada gelembung untuk menyusun kembali sehingga variasi densitas lokal dapat dihindari. Partikel penstabil dapat membantu penyusunan pori, juga menstabilisasi permukaan dengan bantuan reaksi kimia antara gelembung gas dan aluminium cair. II.3.2 Persyaratan untuk Foaming Agent [10] Prinsipnya, setiap material yang stabil di temperatur kamar namun dapat melepaskan gas saat kenaikan temperatur, maka dapat berpotensi sebagai foaming agent. Termasuk kedalam foaming agent adalah bahan inorganik hidrat seperti kalsium klorida, cupric sulfat dan barium iodida, juga mineral yang memiliki lapisan hidrat seperti vermiculite. Ketika dipanaskan diatas temperatur dekomposisinya ( C), maka bahan ini akan terhidrasi dan uap air yang terlepas dapat digunakan untuk mengembangkan (foaming) cairan logam. Senyawa logam, termasuk hidrida, oksida, nitrida, sulfida, dan karbonat, juga cocok digunakan. Pada kenaikan temperatur yang cukup, bahan tersebut dapat terdekomposisi membentuk formula: MX M + X ( s) ( s) ( g) [2.1] Mayoritas pengerjaan foaming pada logam cair ditujukan pada aluminium. Hal ini, dikarenakan karakteristiknya yang mempunyai densitas rendah, relatif mempunyai titik leleh rendah, dan sifat mampu tahannya terhadap korosi. Aluminium murni meleleh pada C, sedangkan aluminium paduan yang lazim digunakan sebagai bahan aluminum foam, mempunyai temperatur leleh yang lebih rendah dibawah C. Beberapa paten menyarankan kisaran yang luas untuk bahan yang berpotensial sebagai foaming agent. Termasuk didalamnya adalah CdCO 3 dan MgCO 3, molekul organik dengan rantai panjang, (NH 4 )CO 3, vermiculite, logam sulfat dan karbonat. Diantara semua bahan tersebut, titanium hidrida (TiH 2 ) dan zirconium hidrida (ZrH 2 ), merupakan foaming agent yang sering digunakan secara praktik. Pada penggunaan komersial pun hanya TiH 2 yang luas dipakai. Bahan ini terdekomposisi melalui reaksi: Muhammad Fida Helmi

17 TiH Ti + H 2( s) ( s) 2( g) ΔG 0 (kj mol -1 ) = T(K) [2.2] Energi bebas dari reaksi ini, ΔG 0, diplotkan sebagai fungsi dari temperatur pada gambar II.15. Semua elemen diasumsikan pada keadaan standar, yaitu ketika gas terbentuk pada tekanan atmosfer. Hal ini, menyesuaikan perkiraan situasi didalam sel saat aluminium bersifat cair. Dekomposisi TiH 2 menghasilkan hidrogen, secara langsung terjadi dalam keadaan atmosfer pada temperatur C. Tetapi, pada proses foaming dekomposisi TiH 2 terjadi secara cepat di temperatur yang lebih rendah. Senyawa intermetalik TiAl dan TiAl 3 teramati pada permukaan interface antara partikel TiH 2 dan logam cair. Hal ini menunjukkan adanya reaksi lain yang terjadi. Kisaran Temperatur leleh untuk paduan Aluminuium Gambar II. 15 ΔG 0 untuk dekomposisi termal dari TiH 2, dan untuk beberapa reaksi pembentukan gas dari TiH 2 pada Paduan Aluminium cair. ph 2 = 1 [10] II.3.3 Logam Karbonat Sebagai Agen Penghasil Gas [10] Logam karbonat sangat berpotensial juga sebagai agen penghasil gas dalam proses foaming. Energi bebas untuk dekomposisi bahan karbonat diplotkan dalam gambar II.16, untuk reaksi yang terjadi sebagai berikut: nxco. = nxo. + CO [2.3] 3( s) ( s) 2( g) Muhammad Fida Helmi

18 Gambar II. 16 ΔG 0 reaksi [3.3] untuk satu mol pada berbagai macam logam karbonat, pco 2 =1 atm, berdasaran tabulasi data dari berbagai sumber. [10] Segera setelah melihat gambar diatas, maka dapat terlihat bahwa kebanyakan dari karbonat tidak terlalu stabil untuk digunakan sebagai foaming agent pada aluminium. Terlihat pada kesetimbangan tekanan parsial dari CO 2 (pco 2 ) beberapa karbonat di gambar II.17. Selain itu, beberapa karbonat terdekomposisi pada temperatur yang terlalu tinggi. Penjelasan ini mungkin memberikan alasan kurang lazimnya penggunaan karbonat untuk saat ini. Muhammad Fida Helmi

19 Gambar II. 17 Kesetimbangan pco 2 untuk logam karbonat. Pita kelabu menunjukkan kisaran temperatur leleh untuk paduan aluminium. [10] Kalsium Karbonat Kalsium karbonat (CaCO 3 ) ternyata mempunyai kriteria yang paling cocok. Yaitu, mempunyai densitas yang mirip dengan Aluminium (2710 kg m -3 ) dan juga telah lama digunakan sebagai agen foaming pada gelas dengan reaksi sebagai berikut: CaCO CaO + CO [2.4] 3( s) ( s) 2( g) pco 2 untuk reaksi ini diplotkan sebagai fungsi dari temperatur di gambar II.18. Gambar II. 18 Kesetimbangan pco 2 untuk reaksi [3.4]. Pita kelabu menandakan kisaran temperatur leleh paduan aluminium [10] Muhammad Fida Helmi

20 Meskipun dekomposisi termal CO 2 murni pada keadaan atmosfer terjadi diatas temperatur leleh aluminium paduan, reaksi satu tahap, secara termodinamika cocok terjadi pada saat temperatur leleh dengan penurunan kecil pco 2. Diperlihatkan pada gambar II.19. Maka, CaCO 3 dapat digunakan sebagai foaming agent aluminium, jika pco 2 didalam sel dapat dikurangi. Gambar II. 19 ΔG untuk reaksi [3.4] untuk beberapa nilai pco 2 [10] CaCO 3 stabil pada 2 buah bentuk polimorf utama, yaitu: calcite, dengan struktur kristal trigonal, dan aragonite, dengan struktur orthorhombik simetris. Keadaan polimorf CaCO 3 stabil, secara relatif diplotkan dalam gambar II.20. Aragonite mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah untuk mendekomposisi dari pada calcite. Gambar II. 20 Stabilitas polimorf calcite dan aragonite untuk CaCO 3 [10] Muhammad Fida Helmi

21 Dekomposisi termal dari calcite telah dipelajari dengan menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA), Thermogravimetric Analysis (TGA) dan Dynamic X-ray Diffraction (XRD). Data yang didapatkan, mempunya pensebaran hasil yang signifikan. Dekomposisi pada atmosfer inert terjadi secara lambat pada T>500 0 C, dan terjadi secara cepat pada temperatur C. Temperatur dekomposisi yang teramati tadi dipengaruhi oleh pco 2, dengan permulaan dekomposisi pada temperatur C untuk CO 2 murni. Akan tetapi, efek dari pco 2 secara kinetik pada dekomposisi belumlah jelas. Partikel CaCO 3 yang lebih besar, dengan luas permukaan yang lebih kecil dan jarak difusi gas antar partikel yang lebih besar, akan terdekomposisi lebih lambat. Telah pula dilakukan penelitaan secara sistematik yang mempelajari efek dari kemurnian serbuk. Karbonat yang mempunyai kemurnian tinggi ternyata terdekomposisi sedikit lebih lambat daripada limestone alam yang tidak murni. Pembersihan sampel serbuk telah diteliti dapat menunda dekomposisi, memberikan alasan bahwa kotoran atau gas yang terserap dapat saja berperan sebagai permukaan dimana terjadi pengintian CaO. Melalui penelitiannya, Nakamura melaporkan bahwa CaCO 3 dapat digunakan sebagai foaming agent untuk aluminum pada proses Alporas TM. Proses ini menggunakan kalsium sebagai penambah viskositas. Proses foaming dapat terjadi dengan membentuk lapisan terlebih dahulu setebal 30 nm pada permukaan partikel foaming agent CaCO + 2NaF = CaF + Na CO [2.5] Pertukaran ion terjadi pada larutan NaF hangat selama 40 menit. Dilanjutkan dengan pengeringan udara (120 0 C) selama 12 jam. Lapisan coating dilaporkan digunakan untuk membantu memperbaiki wettability. Al-Foam untuk partikel yang dicoating, memperlihatkan daerah pengeringan yang luas dan struktur sel acak pada pori yang ter-interkoneksi. Sedangkan CaCO 3 yang tidak dicoating, ternyata tidak dapat membentuk foam dari logam cair. Besar pori yang dibentuk oleh karbonat (1,1 mm) adalah 60% lebih kecil daripada Al-foam yang dibentuk oleh hidrida (1,8 mm). Perbedaan yang mencolok dapat terlihat lebih jelas untuk spesimen yang diperlihatkan dalam gambar II.21. Penelitian tersebut menghubungkan bahwa perbedaan ukuran sel digunakan untuk menambah wettabiliy dari foaming agent. Muhammad Fida Helmi

22 Diasumsikan hal ini diupayakan untuk menambah jumlah pengintian gelembung dan membantu pelepasan gas. Gambar II. 21 Foam yang diproduksi dengan TiH 2, CaCO 3, dan CaCO 3 pre-treated [10] II.4 Tahapan pembentukan struktur foam [10] II.4.1 Penumbuhan Sel Struktur sel terbangun melalui tahapan yang diperlihatkan di gambar II.22. Bentuk sel pada awalnya dikontrol hanya oleh tegangan permukaan, lalu membentuk pori bulat. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan bentuk pori menjadi bertambah angular. Dikarenakan pergerakan gelembung relatif dengan gelembung lainnya menjadi sulit, maka akhirnya membentuk jaringan tiga dimensi dari sel polihedral. Terminologi yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur sel polyhedral dijelaskan melalui gambar II.23. Gambar II. 22 Skema pertumbuhan struktur sel dengan ρ*/ρ berkurang selama pengembangan logam cair dengan menggunakan foaming agent yang terdispersi [10] Muhammad Fida Helmi

23 Gambar II. 23 Terminology dan notasi struktur sel [10] II.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Struktur Foam Difusi Gas Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang berbeda akan menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Ostwald Rippening. Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan berbanding terbalik dengan radius lengkungan selnya. Perbedaan tekanan diantara sel yang berdekatan membentuk persamaan dengan radius lengkungan r 1 dan r 2, yang dijelaskan sebagai berikut: 1 1 ΔP T. [2.6] r 1 r 2 persamaan tadi diperluas untuk gelembung didalam struktur. Hal ini dapat diperlihatkan bahwa sebuah gelembung dengan radius r akan tumbuh pada laju: dr 1 1 C. = [2.7] dt r r dimana r adalah radius rata-rata gelembung didalam foam. Oleh karena itu, gelembung dengan r > r akan tumbuh dengan menghilangkan gelembunggelembung yang lebih kecil yang juga mempunyai rasio luas permukaan dengan volume yang tinggi. Prinsipnya adalah saat proses foaming berlangsung, akan berpotensial terjadinya difusi gas. Meskipun pada awalnya semua gelembung mempunyai ukuran yang sama, gelembung yang terdapat pada sisi terluar Muhammad Fida Helmi

24 mempunyai lengkungan sampai permukaan dan dapat meloloskan gas keluar atmosfer. Difusi yang terjadi, akan tetapi dibatasi oleh tingkat difusivitas dan kelarutan gas dalam logam cair. kelarutan berbagai macam gas seringkali dapat diabaikan, kecuali H 2 yang mempunyai klarutan signifikan kedalam aluminium cair. Gambar II.24 memperlihatkan kelarutan gas dapat dikurangi secara signifikan dengan tambahan paduan Si. Dikarenakan, pada proses foaming, gelembung akan dipertahankan dalam keadaan cair untuk waktu yang sebentar, maka dapat diasumsikan bahwa efek dari difusi gas pada struktur sel dapat diabaikan. Gambar II. 24 Kelarutan H 2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi Si, diekspresikan sebagai volume gas pada 0 0 C dan tekanan atmosfer ang akan terlarut pada logam seberat 100g [10] Pengaturan Sel Jika dekomposisi pada sel yang bedekatan menunjukkan perbedaan tekanan yang jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat mengatur kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan kembali. Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan permukaan yang rendah dapat melengkung. Viskositas Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus dapat ditahan didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain, kecepatan pergerakan naiknya gelembung perlu dikurangi. Pengaruh ukuran gelembung dan tingkat viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung gas pada logam cair dapat Muhammad Fida Helmi

25 diperoleh dengan menyeimbangkan kemampuan apung gelembung dengan tahanan logam cair karena viskositas. Untuk sebuah gelembung dengan diameter d, maka gaya apungnya sama dengan massa logam cair yang dipindahkan oleh gelembung tadi: 1. 3 π. ρliquid. Fapung = d g [2.8] 6 Hukum stokes memberikan persamaan gaya menarik gelembung didalam logam cair dengan viskositas, sebagai berikut : = 3. π. η. d. v [2.9] Ftahan persamaan 3.8 dan 3.9, menghasilkan : 2 1 d v= ρ. g. [2.10] 18 liquid η Gambar II. 25 v terminal sebagai fungsi dari η untuk beberapa nilai d [10] Untuk memperkirakan tingkat viskositas logam cair yang disyaratkan untuk membuat struktur sel yang stabil, maka diperlukan kisaran kriteria kekasaran foam. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa struktur foam dapat stabil jika (η) cukup tinggi untuk mengurangi v terminal gelembung pada tingkat tertentu. Untuk waktu foaming total selama 10 menit, juga dapat diasumsikan bahwa foam akan tidak stabil atau rusak jika gelembung-gelembungnya bergerak dengan jarak yang lebih besar dari radiusnya Muhammad Fida Helmi

26 selama waktu tersebut. Misal, sebuah gelembung dengan r = 2mm akan memerlukan tingkat viskositas logam cair sebesar ~7000 Pa s agar dapat stabil. Tegangan Permukaan Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan bentuk sel dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal ini dperlihatkan pada gambar II.26 Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan logam cair dari permukaan sel ke batas datar sel. Gambar II. 26 Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar [10] Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi antar permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan sel ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel. Oksidasi Pada Aluminium Aluminium memiliki reaktifitas yang tinggi untuk membentuk lapisan oksida sesuai dengan reaksi: 2 Al 3 () l + O2( ) 2 3( ) 2 g Al O s 0 1 Δ G ( kjmol. ) = T( K) 1729 [2.11] Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signfikan mengganggu fluiditas dari Aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan permukaan, diperlihatkan pada gambar II.27 Muhammad Fida Helmi

27 Gambar II. 27 Gabungan nilai tegangan permukaan dari aluminium murni yang diukur pada keadaan vakum (P<10-4 Pa). [10] Pensebaran yang diperlihatkan pada gambar, menunjukkan bahwa terdapat kesulitan dalam penentuan data yang akurat. Nilai terendah, dengan γ dibawah 1 Nm -3, menunjukkan kebergantungan permukaan yang teroksidasi terhadap temperatur. Sedangkan nilai tertinggi didapatkan melalui eksperimen dimana keberadaan oksigen dihindari sehingga tegagan permukaan yang didapatkan pada permukaan murni mendekati Nm -1. Kenaikan temperatur (diatas~1100 K) dan agitasi luar membuat lapisan tebal oksida tidak stabil. Permukaan aluminium solid juga dapat teroksidasi secara cepat, meskipun laju oksidasi akan turun atau diabaikan saat mencapai batas ketebalan oksida pada permukaan. Batas ini dikenal sebagai Mott thickness dengan nilai 2 nm pada temperatur kamar, dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan parsial oksigen. Diatas C lapisan oksida akan tumbuh secara cepat dengan skala waktu harian sehingga ketebalan akan menebal secara signifikan Muhammad Fida Helmi

28 II.5. Karakter Mekanik Aluminum Foam [10] II.5.1 Tingkat Skala Metal foam dapat dikarakterisasi melalui 3 skala tingkatan. Tingkat pertama, metal foam dapat diperlakukan sebagai material teknik yang utuh (bulk material), yaitu mengabaikan keberadaan porositas. Sifat material yang menjadi perhatian adalah kekakuan, kekuatan, ketangguhan dan densitasnya. Sifat-sifat tersebut merupakan kelakuan material foam ketika berdeformasi plastis dan mengalami strain hardening. Sifat-sifat ini menjadi paramater yang dapat disesuaikan dengan persyaratan untuk beberapa tipe produk foam komersial tertentu. Pada tingkat kedua, metal foam dapat dilihat sebagai bagian sel-sel yang dirangkaikan. Sifat yang diperhatikan, termasuk didalamnya adalah kisaran dan distribusi dari ukuran sel pada sesimen tertentu; bentuk sel dan kelakuan ketika sel tersebut di rangkaikan terhadap sel yang lain; ketebalan; dan profil permukaan penampang melintang sel. Dalam usaha mengoptimalkan sifat mekanik dari metal foam, maka saat ini telah terdapat penelitian yang mencari hubungan diantara aspek struktur sel dengan sifat material teknik yang utuh (bulk material). Pada tingkat ketiga, struktur mikro dari logam matriks foam menjadi hal yang signifikan. Seperti halnya struktur sel, maka gambaran distribusi fasa dapat menentukan sifat metal foam. Proses produksi dari metal foam seringkali memerlukan partikel atau fasa tambahan yang berperan sebagai penstabil atau surfactant yang juga berefek pada performa mekaniknya. Pada tingkat ini, hubungan antara struktur mikro dan sifat meterial utuh, masih menjadi bahan penelitian lanjutan. II.5.2 Deformasi Tarik dan Tekan Sifat elastik dari beberapa metal foam komersial saat ini telah dipelajari secara luas. Secara umum, sifat tersebut memperlihatkan kesamaan kelakuan pada deformasi tarik dan tekan, terutama untuk regangan yang kecil. Sifat utama yang diinginkan dari metal foam adalah kemampuan untuk menyerap energi tekan plastis pada jumlah yang besar, kemudian mentransmisikan beban yang rendah secara konstan. Oleh karena itu, saat ini deformasi tekan pada metal foam telah dipelajari secara mendalam dibandingkan dengan deformasi tarik. Evaluasi terhadap penentuan sifat tarik saat ini masih sulit untuk disimpulkan. Deformasi Muhammad Fida Helmi

29 plastis pada pembebanan tarik, hanya memperlihatkan modus kegagalan dari foam saja. Kekuatan luluh tarik pada metal foam biasanya sama atau lebih kecil daripada kekuatan luluh tekan. Semisal, beberapa penelitian menemukan bahwa kekuatan luluh tarik dan tekan dari metal foam Alporas TM, menunjukkan angka yang mirip. II.5.3 Defomasi Metal Foam Pada Pembebanan Tekan II Kelakuan Pada Regangan Rendah Gambar dibawah, memperlihatkan skema kurva tegangan-regangan dari metal foam (closed-cell) pada pembebanan tekan. Karakteristik yang menonjol adalah tidak adanya daerah yang memperlihatkan deformasi kembali pada keadaan semula. Modulus tangensial pada awal kurva pembebanannya cukup rendah daripada pembebanan yang terekam saat metal foam dilepaskan pembebanannya. Selain itu, pada siklus pembebanan-pelepasan beban, seringkali terlihat adanya kurva histersis. Gambar II. 28 Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk metal foam dengan pori tertutup. Pembebanan dilakukan dengan 2 siklus, sehingga memperlihatkan tegangan luluh, modulus elastisitas pada saat pembebanan dan modulus elastisitas saat pelepasan beban. [10] Penggunaan software (image-matching), dapat memperlihatkan gambar dari kelakuan metal foam ketika dideformasi secara bertahap, hal ini digunakan untuk lebih memahami kelakuan metal foam yang irreversible ketika diberi deformasi pada pembebanan yang kecil. Melalui pengujian tersebut terungkap bahwa hampir semua deformasi elastis terkonsentrasi pada suatu pita (band) tertentu, biasanya terpisahkan sekurangnya 3-4 dari diameter selnya. Saat deformasi berlangsung, jumlah pita dan luas deformasi pada pita tersebut akan mengalami kenaikan. Lokalisasi deformasi Muhammad Fida Helmi

30 plastis pada permukaan sel (atau terbentuknya pita deformasi) yang menyebabkan kurva pembebanan awal yang tidak linear. Perlu diperhatikan, bahwa deformasi elastis yang terlokalisasi muncul sebagai akibat dari tidak seragamnya bentuk foam. Pada metal foam (open-cell) yang mempunyai struktur sel seragam, tidak terdapat perbedaan diantara modulus pembebanan dan pelepasan beban. Melalui image-matching juga terlihat bahwa pada pembebanan awal, deformasi elastis yang terjadi akan lebih homogen. Modulus elastis tetap menjadi sifat yang paling penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi konstruksi. II Keluluhan & Plastisitas Metal Foam Pita Deformasi (deformation bands) Deformasi plastis pada skala besar dari closed-cell, umumnya dimulai oleh kegagalan dari sebuah pita sel pada penampang melintang spesimen. Kegagalan ini muncul pada salah satu pita yang mengalami konsentrasi deformasi lokal. Konsentrasi ini terbentuk selama tahap deformasi elastis (dalam skala utuh), juga seringkali muncul di daerah yang mempunyai densitas lokal terendah. Deformasi yang terjadi pada pita tersebut, selanjutnya akan menyebabkan pemadatan lokal, dimana deformasi plastis (pada skala utuh) terjadi saat adanya kegagalan pada sel yang lain. Pembentukan pita yang gagal ini, ditandai oleh turunnya beban yang diterima oleh foam, proses ini digambarkan secara skematis pada gambar II.28. Daerah pada metal foam, yang telah mengalami kegagalan plastis akan selalu berdampingan dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Ketika regangan plastis makro yang besar, peluluhan akan terjadi dengan cara menggagalkan sel yang belum terdeformasi, sehingga memberikan tegangan datar yang konstan (plateau stress): ditunjukkan pada tahap 2 dari skema kurva tegangan-regangan pada gambar II.29. Muhammad Fida Helmi

31 Gambar II. 29 Tiga tahapan pada kurva tegangan-regangan untuk metal foam, pada pemberian regangan tekan yang besar [10] Kegagalan plastis, seringkali terjadi melalui penjalaran pita pertama yang telah mengalami kegagalan sepanjang bidang spesimen. Pada sturuktur sel yang tidak seragam, akan terkesan bahwa terdapat banyaknya keberadaan pita yang gagal. Hal ini, adalah konsekuensi dari daerah yang mempunyai densitas lokal tinggi pada struktur sel, yang mencegah penjalaran lanjutan, sehingga mendorong terjadinya kegagalan plastis secara acak. Pemadatan (densfication) Ketika kegagalan pada pita sel berlanjut, terdapat satu titik dimana tidak ada lagi ruang tersisa untuk berdeformasi dengan buckling. Hal ini digambarkan melalui kenaikan secara tajam pada kurva tegangan-regangan, sebagai fungsi dari kekuatan (tahap 3 pada gambar II.29). Regangan teknik (engineering strain) disaat pemadatan terjadi, E d, dimodelkan dengan persamaan empiris berdasarkan data dari metal foam dengan ρ*/ρ diantara 0.02 sampai 0.4: ρ * ( ρ ) ε = [2.12] d Angka 1.4 sebagai faktor untuk memperhitungkan rongga kecil yang terperangkap dalam material ketika tidak ada lagi deformasi sel yang terjadi. Muhammad Fida Helmi

32 Possion's Ratio Possion's ratio, umumnya mempunyai harga mendekati nol, dikarenakan tidak adanya peregangan lateral, yang biasanya terjadi saat deformasi plastis. Dengan adanya ruang bebas yang luas, berarti pita deformasi dapat mengikuti jejak dimana resistansinya paling kecil, dan seringkali terdapat pada sudut 45 0 atau lebih pada arah penekanan. Kekuatan luluh hidrostatik, mempunyai kemiripan dengan kekuatan luluh uniaksial. II.5.4 Modus Kegagalan Getas dan Ulet Modus kegagalan metal foam (closed cell) dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu modus kegagalan getas dan ulet. Modus kegagalan ulet ditandai oleh daerah plateau stress yang relatif halus pada kurva tegangan-regangan, diiringi dengan kenaikan tegangan sebagai akibat dari strain hardening atau pemadatan. Sedangakan modus kegagalan getas ditandai dengan adanya penurunan (drop) setelah kekuatan tekan awal, dilanjutkan dengan kurva tegangan-regangan yang bergerigi (naik-turun), memperlihatkan adanya foam yang pecah. Karakteristik kurva tegangan-regangan pada dua tipe kegagalan diperlihatkan pada gambar II.30. Strain hardening dapat memberikan kenaikan yang halus pada kurva tegangan-regangan. Akan tetapi, fenomena ini hanya terjdi pada metal foam yang mengalami modus kegagalan ulet dan mempunyai kandungan paduan. Gambar II. 30 Kurva tegangan-regangan tekan untuk spesimen kubus dari spesimen Alulight TM (ulet) dan Alcan TM (getas). [10] Muhammad Fida Helmi

33 II.5.5 Modus Kegagalan untuk Energy Absorber Ketika mempertimbangkan kegunaan metal foam sebagai material penyerap energi, terdapat 2 parameter kunci, yaitu: energi yang terserap per unit massa ketika penekanan, dan tegangan dimana energi tersebut terserap. Parameter pertama, ditunjukkan pada area dibawah kurva tegangan-regangan metal foam. Berdasarkan aplikasi, bentuk kurva sebelum tegangan melampaui nilai kritis, σ e, adalah penting. seperti yang diilustrasikan pada gambar II.31, penurunan tegangan setelah luluh, atau kenaikan strain hardening yang tinggi, dapat saja terjadi. pada umumnya, hal ini tidak diinginkan. plateau stress σ plateau, dapat juga direkayasa agar cocok dengan tegangan kompresi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, sekalipun dengan cara mengurangi densification strain. Gambar II. 31 Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas. Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu sebelum mencapai pembebebanan tekan kritis σ e [10] II.6 Aplikasi Aluminium Foam Sebagai Penyerap Energi Mekanik II.6.1 Effisiensi dan Kapasitas Penyerapan Energi Mekanik [9] Aluminum foam dapat digunakan sebagai penyerap energi mekanik, disebabkan kemungkinannya untuk mengkontrol tegangan-regangan berdasarkan material matriks, geometri sel dan densitas relatifnya. Selain itu, keunggulan lainnya adalah kemampuan untuk menyerap energi mekanik tanpa menimbulkan tegangan maksimum atau percepatan gaya yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan kerusakan atau cedera yang lebih serius. Muhammad Fida Helmi

34 Gambar II. 32 Kekuatan tekan dan efisiensi penyerapan energi untuk foam AlSi ( ρ = 0.36 g.cm -3 ) [9] Gambar II.32 memperlihatkan kelakuan deformasi dari aluminum foam terhadap pembebanan tekan. Energi per volume yang diserap oleh material ditunjukkan secara langsung oleh luas area dibawah kurva tegangan-regangan. Aluminum foam yang memperlihatkan tegangan deformasi konstan, berarti dapat lebih menyerap energi deformasi dibandingkan dengan aluminum padat ketika keduanya dibebani sampai tingkat batas tegangan. II Efisiensi Penyerapan Energi [9] Efisiensi dari penyerapan energi adalah perbandingan antara energi deformasi yang diserap oleh komponen dengan penyerap energi mekanik ideal. Penyerap energi mekanik ideal memperlihatkan bentuk persegi empat dari kurva pembebanan tekan. Kurva tersebut memperlihatkan regangan maksimum yang dapat diterima, dan tetap terjaga konstan selama proses deformasi berlangsung. Effisiensi (η) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang terserap sebenarnya setelah regangan tekan (s) dengan penyerapan dari ideal absorber: η = s 0 Fs ( ') ds' F max () s s Dimana F max (s) adalah gaya tertinggi yang terjadi saat deformasi (s). [2.13] Sebagaimana semua material memperlihatkan tegangan yang beragam selama penekanan, maka perhitungan effisiensi juga berubah-ubah selama proses deformasi. Oleh karena itu, perhitungan efisiensi bergantung pada sifat kurva pembebanan Muhammad Fida Helmi

35 tekan. Bergantung pada densitas dan komposisi paduan, efisiensi penyerapan energi aluminum foam dapat mencapai lebih dari 90%, terutama saat deformasi 60% pertama. Densitas relatif, morfologi sel, dan homogenitas foam, seperti halnya gradien densitas mempengaruhi panjang dari daerah dataran (plateau) selama penekanan. Pada area pemadatan, efisiensi akan berkurang ketika kenaikan tegangan. Dengan kata lain, aluminum foam dapat diberi pebebanan secara optimal hanya ketika sampai dengan area daerah datar pada kurva tegangan-regangan. Efisiensi penyerapan energi adalah parameter terukur saat karakterisasi, yang memperlihatkan kemampuan menyerap energi dan simpulan dari sifat umum kelakuan aluminum foam saat berdeformasi. Akan tetapi, untuk pemilihan material untuk aplikasi penyerapan energi mekanaik, maka informasi efisiensi saja tidaklah cukup. II Kapasitas Penyerapan Energi Mekanik [9] Perhatian khusus untuk konstruksi kendaraan, tempat dan berat yang dibutuhkan untuk struktur komponen tambahan adalah sangatlah penting. Energi impak yang diserap per volume oleh energy absorber selanjutnya merupakan perhatian penting yang diperlihatkan pada gambar II. 33 sebagai fungsi dari densitas. Gambar II. 33 Energi terserap per unit volume terhadap berbagai macam densitas foam AlSi setelah penekanan sebesar 20%, 40%, dan 60%. [9] Muhammad Fida Helmi

36 II.6.2 Diagram Penyerapan Energi Mekanik [9] Maiti et al. telah mengembangkan metode dan mengajukan diagram penyerapan energi mekanik untuk menentukan optimasi penyerapannya. Asumsi awalnya adalah mendekati keidealan dari foam saat menyerap energi pada tegangan minimum. Gambar II.34, memperlihatkan kelakuan kompresi dari tiga foam dari berbagai macam densitas, menjelaskan fakta-fakta ini secara detail. Gambar II. 34 Kelakuan tekan dari 3 macam foam AlSi12 pada berbagai densitas. Ketiga daerah kelabu memperlihatkan energi yang terserap dengan jumlah yang sama sebesar W* [9] Area kelabu berkaitan dengan jumlah energy W* yang sama terserap oleh ketiga foam. Batas kanan dari setiap area kelabu menandai penekanan yang diperluan untuk menyerap sejumlah energi ini. Pada kasus ini, densitas terendah, kurva tegangan regangan telah melewati tegangan konstan sebelum energi W* terserap. Oleh karena itu, tegangannya mencapai harga yang tinggi. Sedangkan untuk foam dengan densitas tertinggi akan memperlihatkan daerah datar dengan tegangan konstan dan di sisi lain mempunyai tegangan maksimum yang paling tinggi. Sebagai perbedaan, untuk energi impak yang diberikan W*, foam dengan densitas medium terbebani tepat berada pada akhir area datar. Oleh karena itu, hal ini memperlihatkan puncak tegangan yang terendah untuk penyeraan energi. Dengan keadaan ini, untuk setiap energi impak yang diberikan kepada foam dengan densitas spesifik yang dapat ditentukan, maka akan memerlihatkan tegangan maksimum terendah yang mungkin selama deformasi. Maka disimpulkan bahwa bermacam tingkat energi dan tegangan impak yang diperbolehkan untuk foam dapat dipilih. Muhammad Fida Helmi

37 Terdapat berbagai teknik untuk memilih dan mengevaluasi penyerap energi mekanik yang terbuat dari aluminum foam. Akan tetapi, perlu diperhatikan untuk aplikasi struktur yang sederhana, maka foam tidak langsung memperlihatkan penyerapan energi mekanik optimal. Dengan mengintegrasikan elemen2 kedalam struktur secara keseluruhan, maka elemen-elemen ini dapat disesuaikan sesuai kelakuan deformasi untuk keseluruhan struktur sehingga didapat penyerapan energi yang efisien. Seperti contoh, dengan memilih paduan dan perlakuan panas, maka akan mempengaruhi tingkat tegangan dan modus kegagalannya (ulet atau getas). II.6.3 Penggunaan Penyerap Energi Mekanik Pada Otomotif II Crashbox [1] Crashbox ditempatkan diantara impact beam dan front rail mobil. Penggunaannya adalah untuk menyerap energi tabrakan pada kecepatan menengah. Dengan menggunakan cara ini, maka dapat mengurangi biaya perbaikan akibat tabrakan. Crashbox, dibuat dari aluminum ekstrusi atau bagian baja lasan yang diisi dengan aluminum foam. Saat mengalami tabrakan, maka crashbox akan hancur atau rusak disepanjang bagian, untuk menyerap energi mekanik. Crashbox juga telah secara luas digunakan di Eropa untuk lebih menjamin keselamatan kendaraan. Beberapa keuntungan pemakaian aluminum foam sebagai isian dari crashbox diantaranya adalah sebagai berikut: Mengurangi kerusakan front rail, dengan menyerap energi tabrakan pada kecepatan diatas sekitar 20 km/jam. Oleh karena itu, penggunaannya dapat melokalisasi kerusakan sehingga mengurangi ongkos perbaikan. Menyerap energi tabrakan satu sumbu, dengan lebih efisien daripada desain bagian yang kosong berlubang (hollow). Menyerap energi mekanik lebih besar daripada bagian yang kosong pada massa yang serupa. Menawarkan kebebasan desain yang lebih baik pada front end dengan menyerap energi impak, terlebih pada jarak yang dekat. Pengetahuan yang komprehensif mengenai rekayasa desain crashbox telah banyak diterbitkan. Kelakuannya tetap sama, tanpa menghiraukan perubahan temperatur dan kecepatan. Muhammad Fida Helmi

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA DATA DAN ANALISA IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I :

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

Jurnal Teknik Mesin UMY 1 PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS Dhani Setya Pambudi Nugroho 1, Aris Widyo Nugroho 2, Budi Nur Rahman 3 Program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang aluminum foam dengan blowing agent CaCO 3 sudah pernah dilakukan dari mulai meneliti tentang pengaruh penambahan magnesium, pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Strata Satu pada Program Studi Teknik Material,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Proses Melting Route Aluminum foam Jika semua tahapan proses pembuatan aluminum foam dengan metode melt route dilakukan, maka dihasilkan produk aluminum foam utuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

12/03/2015. Nurun Nayiroh, M.Si

12/03/2015. Nurun Nayiroh, M.Si Fasa (P) Fasa (phase) dalam terminology/istilah dalam mikrostrukturnya adalah suatu daerah (region) yang berbeda struktur atau komposisinya dari daerah lain. Nurun Nayiroh, M.Si Fasa juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Produk Aluminum Foam Setelah proses pembuatan Aluminum foam dengan metode melt route process telah dilakukan maka didapat produk alumunium berupa bulk material seperti

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0

SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0 SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356. STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.0 Hari Subiyanto 1), Subowo 2), Gathot D.W 3), Syamsul Hadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan tentang studi literatur yang berkaitan denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat TKKS yang diuji menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, penelitian di awali dengan kajian pustaka yang dapat mendukung dalam

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT Wicahya Indra Agustian 1, Ikhwansyah Isranuri 2, Suprianto

Lebih terperinci

Kata kunci : aluminium foam,logam busa

Kata kunci : aluminium foam,logam busa PENGARUH VARIASI FRAKSI MASSA SPACE HOLDER UREA DENGAN UKURAN MESH 16/18 TERHADAP POROSITAS DAN KUAT TEKAN ALUMINIUM FOAM Arif Prasetyo Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Intisari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikro Struktur mikro yang dihasilkan pada Gambar 4.1 memiliki tiga bagian, titik 0 mm dan 5 mm dari sumbu las masuk pada daerah las, titik 10 mm dan 15 mm sudah

Lebih terperinci

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max). DEFORMASI PLASTIS BAHAN POLIKRISTAL Deformasi dan slip pada bahan polikristal lebih kompleks. Polikristal terdiri dari banyak butiran ( grain ) yang arah slip berbeda satu sama lain. Gerakan dislokasi

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR

PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Mekanisme Penguatan pada Material Logam Mekanisme penguatan pada material logam merupakan hubungan antara pergerakan dislokasi dan sifat mekanik dari logam. Kemampuan suatu material

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian BAB III

Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Pracoba & Penentuan Parameter Eksperimen Penyiapan Proses Penyiapan Alat Penyiapan bahan Karakterisasi awal bahan Penimbangan dan pencampuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 59 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil perhitungan dan pengujian material uji akan ditampilkan pada Bab IV ini. Hasil perhitungan didiskusikan untuk mengetahui komposisi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam Diagram Fasa Latar Belakang Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,

Lebih terperinci

BAB 7 KERAMIK Part 2

BAB 7 KERAMIK Part 2 BAB 7 KERAMIK Part 2 PENGERTIAN KERAMIK Keramik adalah bahan yang terbentuk dari hasil senyawa (compound) antara satu atau lebih unsur-unsur logam (termasuk Si dan Ge) dengan satu atau lebih unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL. PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR

HALAMAN JUDUL. PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR HALAMAN JUDUL PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN METODE MELT ROUTE TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 LOGAM BUSA Logam busa atau material selular merupakan suatu material yang memiliki banyak struktur sel dan pori di dalamnya. Porositas dalam aplikasi keteknikan dapat menjadi

Lebih terperinci

7. Pertumbuhan Kristal (Growth of Crystal)

7. Pertumbuhan Kristal (Growth of Crystal) 7. Pertumbuhan Kristal (Growth of Crystal) Proses pertumbuhan kristal yang mana didahului nukleasi (pengintian) menentukan struktur akhir dari solid. Mode pertumbuhan baik untuk butiran individual maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM 4.1. Proses Perlakuan Panas pada Aluminium Proses perlakuan panas merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Sampel Pada proses preparasi sampel terdapat tiga tahapan utama, yaitu proses rheomix, crushing, dan juga pembentukan spesimen. Dari hasil pencampuran dengan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR II.1 LOGAM BUSA II.1.1 Definisi Logam Busa Logam busa atau yang dikenal dengan istilah Metal Foam merupakan suatu Advance Material yang memiliki struktur berongga pada material logam

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. Teknologi proses produksi secara umum : - Serbuk dipadatkan (di compressed/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci