Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa"

Transkripsi

1 berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya sel (cell rupture) Lubang dan Sobekan Dalam beberapa produk aluminium terdapat adanya lubang dan sobekan yang terlalu besar bila dibandingkan dengan porositas yang lain. Terlihat dalam gambar..., cacat ini terjadi saat proses pembuatan, dan bukan dipengaruhi oleh faktor-faktor stabilitas sel yang telah dijelaskan sebelumnya. Penyebab cacat lubang atau sobekan adalah karena terbentuknya lipatan aluminium saat pengadukan aluminium cair. Diperkirakan pada lipatan tersebut foaming agent berkumpul terlalu banyak. Oleh karena itu, saat terjadi dekomposisi foaming agent, maka yang terbentuk pada daerah tersebut adalah semacam lubang yang berukuran besar. Cacat lubang atau sobekan Gambar IV. 19 Produk aluminium foam yang mengalami cacat produk lubang atau sobekan Muhammad Fida Helmi

2 Untuk menghindari terjadi cacat ini tentunya perlu diperhitungkan kembali geometri pengaduk yang paling tepat sehingga dapat mendispersikan foaming agent secara merata tanpa menyebabkan terjadinya lipatan aluminium cair. IV.4 Analisa Proses Foaming dengan Kalsium Karbonat Pada proses foaming dengan menggunakan foaming agent CaCO 3, pembentukan gas CO 2 melalui reaksi : CaCO3( s) CaO( s) + CO2( g), ternyata tidak terjadi saat proses berlangsung. Hal ini dikarenakan secara termodinamika tidak terjadi reaksi (ΔG<0) saat temperatur prosesnya T<900 0 C. Selain itu, saat tekanan parsial CO 2 meningkat, kondisi ini akan menghambat proses dekomposisi berlangsung. Maka dari itu, diperlukan reaksi lain yang berlangsung saat proses foaming pada temperatur T<900 0 C dilakukan. Agar dekomposisi termal dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka diperlukan reaksi antara gas CO 2 yang telah terbentuk dengan logam di permukaan sel sehingga terjadi pengurangan tekanan parsial CO 2. Menurut teori yang ada, tekanan parsial CO 2 dibawah 10-2 atm diperlukan agar pada temperatur C, reaksi dekomposisi secara termodinamika dapat berlangsung. [10] IV.4.1 Reaksi yang Terjadi Pada Gas Hasil Dekomposisi Foaming Agent. Beberapa reaksi dapat mungkin terjadi. Gas CO 2(g) dapat direduksi oleh Al (l) menjadi CO (g) pada permukaan sel, membentuk lapisan Al 2 O 3(s). Reaksi ini secara termodinamika dapat terjadi pada temperatur C dengan ΔG 0 = -779 kj mol -1. 2Al + 3CO Al O + 3CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = T(K) () l 2( g) 2 3( s) ( g) Dua persamaan termodinamika diatas, dapat digabungkan sebagai reaksi satu tahap antara CaCO 3 dengan aluminium cair, menjadi: 2Al + 3CaCO Al O + 3CaO + CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = T(K) () l 3( s) 2 3( s) ( s) ( g) Energi bebas untuk beberapa reaksi ini digambarkan melalui kurva fungsi dari temperatur pada gambar IV.20 berikut, Muhammad Fida Helmi

3 Gambar IV. 20 Energi bebas gibbs terhadap temperatur pada beberapa reaksi [10] Pada reaksi satu tahap, memang terjadi batasan untuk dekomposisi CaCO 3 dapat berlangsung. Hal ini dikarenakan daerah kontak antara solid-liquid yang kecil, akibat terbentuknya oksida aluminium yang melapisi area permukaan sel. Keberadaan oksida aluminium ini terlihat melalui gambaran SEM pada permukaan sel. Terlihat pada gambar IV.20 dibawah, terdapat partikel CaCO 3 yang tersisa pada permukaan. Hal ini membuktikan bahwa ketika lapisan Al 2 O 3 terbentuk melapisi permukaan, maka reaksi lanjutan akan terhambat. Muhammad Fida Helmi

4 CaCO3 yang tersisa Gambar IV. 21 Sisa CaCO 3 pada permukaan sel, sampel Rasio=10:3, T=650 0 C Pada pemakaian paduan aluminium untuk sebagai bahan baku produksi, beberapa unsur paduan mempunyai aktifitas reaksi dengan CO 2(g) yang tinggi. Seperti halnya Mg dan Fe, yang dapat mereduksi tekanan parsial CO 2(g), melalui reaksi dengan CO 2(g) membentuk oksida magnesium, MgO (s) atau FeO (s), menurut reaksi sebagai berikut: Mg + CO MgO + CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = T(K) () l 2( g) ( s) ( g) IV.4.2 Hasil Uji X Ray Diffraction Pengujian X Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui keberaadaan dan jenis oksida yang terdapat pada permukaan sel. Kemungkinan reaksi yang terjadi antara gas foaming agent dan aluminium cair, dibuktikan melalui pengujian ini. Hasil uji XRD memperlihatkan kurva posisi derajat 2Ө terhadap intensitas. Berikut hasil uji yang didapat, gambar IV.22. Muhammad Fida Helmi

5 Gambar IV. 22 Hasil uji XRD sampel produk dengan rasio 10:3, dan T = C Pada spesimen dengan temperatur proses C, memperlihatkan peak aluminium pada posisi 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]. Kemudian terdapat pula peak yang dimiliki oleh oksida besi FeO, yaitu [ 0 ]; [ 0 ]. Lalu CuFeS 2 mempunyai peak dengan posisi 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]. Kemudian Mg(OH) 3 mempunyai peak yang berinterferensi dengan Al dan FeO, yaitu pada posisi 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]; dan peak yang lain di [ 0 ]. Muhammad Fida Helmi

6 Gambar IV. 23 Hasil uji XRD sampel produk dengan rasio 10:3, dan T = C Pada spesimen dengan temperatur proses C terdapat 4 peak Aluminium pada posisi 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]. Kemudian terdapat pula peak CuFeS 2 pada 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]. Lalu oksida aluminium Al(OH) 3 mempunyai peak pada posisi 2Ө = [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]; [ 0 ]. Penghitungan kuantitas senyawa didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel IV. 4 Tabel penghitungan kuantitas senyawa sampel T=650 0 C Tabel IV. 5 Tabel penghitungan kuantitas senyawa sampel T=750 0 C Sampel uji XRD, sebelumnya sempat bereaksi dengan air, saat dilakukan pengujian densitas menggunakan prinsip archimedes (celup), sehingga terdapat senyawa baru yang muncul dari hasil reaksi. Senyawa oksida yang didapatkan dari uji XRD, untuk spesimen C adalah FeO dan Mg(OH) 2. Maka dapat diprediksi, bahwa senyawa Muhammad Fida Helmi

7 yang sebenarnya terbentuk pada permukaan sel setelah proses foaming adalah MgO. Adapun reaksi antara oksida magnesium dan air adalah : MgO(s) + H 2 O (l) = Mg(OH) 3(s). Melalui hasil XRD, terbukti bahwa terjadi reduksi CO 2(g) melalui reaksi unsur paduan Mg(s) dan Fe(s) dengan CO 2(g). Serupa halnya dengan spesimen C, ternyata didapatkan senyawa Al(OH) 3 pada permukaan sel, yang sebenarnya merupakan hasil reaksi Al 2 O 3(s) + H 2 O (l) = Al(OH) 3(s). Maka, dari hasil uji XRD, terbuktilah bahwa reaksi antara CaCO 3(s) dengan Al(l) terjadi. IV.4.3 Gambaran Permukaan Sel a) Lapisan oksida aluminium b) Kerutan Gambar IV. 24 a) permukaan sampel C dengan lapisan oksida Al 2 O 3 yang berpori, dan b) permukaan sampel C dengan lapisan oksida FeO dan MgO yang berkerut Kedua gambar diatas, IV.24, memperlihatkan hasil SEM untuk permukaan sel sampel dengan T=750 0 C dan C. Pada sampel T=750 0 C terbentuk oksida Al 2 O 3 yang berbentuk pori dan tidak nampak terdapat kerutan. Hal ini menandakan bahwa lapisan oksida cukup kuat dan tebal untuk menahan laju pembesaran sel. Berbeda halnya dengan sampel T=650 0 C, terdapat lapisan oksida FeO dan MgO yang berkerut. Kerutan tersebut menandakan bahwa lapisan oksida tidak terlalu kuat untuk menahan laju pembesaran sel. Sekilas dari penjelasan tersebut, dapat diprediksi bahwa sel dengan lapisan oksida Al 2 O 3 mempunyai kekuatan dan sifat getas yang lebih tinggi. Penjelasan mengenai perbedaan lapisan yang terbentuk pada kedua sampel dengan temperatur proses yang berbeda belum dapat dipahami lebih lanjut. Hal ini, dikarenakan termodinamika hanya dapat memprediksikan kemungkinan reaksi yang Muhammad Fida Helmi

8 terjadi menurut tingkat energi bebas gibbs nya. Diperlukan kajian kinematika mengenai perbedaan pembentukan oksida. Meskipun saja, jika kita melihat kurva energi gibbs pada gambar IV.20, maka dapat diprediksikan bahwa pada temperatur yang semakin tinggi (T=750 0 C), maka reaksi yang dipilih adalah yang mempunyai energi gibbs lebih rendah (pembentukan Al 2 O 3 ). Muhammad Fida Helmi

9 IV. 5 Hasil Pengujian Tekan IV.5.1 Analisa Kelakuan Spesimen Produk Alumnium Foam Saat Penekanan Gambar IV. 25 Penekanan spesimen dengan % reduksi yang bertahap Gambar IV.25 memperlihatkan kelakukan ketiga spesimen produk aluminium foam yang diberi pembebanan tekan, dengan kecepatan penekanan crosshead sebesar 1 mm/menit. Sesuai teori sebelumnya, saat penekanan terjadi 3 tahapan utama dalam Muhammad Fida Helmi

10 skala utuh, yaitu tahap deformasi elastis, tahap perambatan pemampatan pita deformasi, dan tahap densifikasi spesimen. Pada tahap deformasi elastis, reduksi 0%-2%, pada dasarnya merupakan mekanisme deformasi plastis yang terlokalisasi pada beberapa sel sehingga membentuk bakal pita deformasi. Pada pengujian ini, sulit dilihat bakal pita deformasi yang terbentuk, karena hanya melibatkan perubahan kecil pada dimensi sel. Pada tahapan selanjutnya, gambar reduksi 15%, deformasi plastis pada skala makro telah terlihat melalui terbentuknya pita deformasi. Diperkirakan pada daerah ini memiliki densitas lokal yang paling rendah, sehingga deformasi terlokalisasi disana. Pita ini merupakan deretan sel seluas penampang spesimen yang mengalami kegagalan. Pada reduksi sebesar 15%, telah terlihat pita deformasi pada ketiga spesimen. Tidak dapat ditentukan dimana pita tersebut akan muncul pertama kali, karena hal itu tergantung pada struktur sel pori yang terbentuk. Disekitar pita deformasi tersebut (gambar reduksi 15-30%), terlihat adanya sel-sel yang memampat. Hal ini membuktkan bahwa setelah kegagalan plastis terjadi maka akan didampingi dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Kemudian saat kegagalan sel pada pita deformasi pertama terjadi, maka akan diiringi dengan penggagalan deretan sel tetanggnya. Mekanisme ini terjadi secara berkelanjutan, yang mengindikasikan adanya perambatan deformasi atau penggagalan pada setiap deretan sel yang ada. Selama perambatan terbentuknya pita deformasi plastis, maka yang akan terlihat di kurva uji adalah daerah datar. Pada daerah inilah proses penyerapan energi mekanik sebenarnya terjadi. Pada gambar reduksi 45%, pita deformasi semakin banyak dan kemudian akan memasuki tahapan densifikasi. Efisiensi penyerapan energi mekanik tergantung pada kemampuan foam untuk merambatkan pita deformasi secara rapi. Saat reduksi 30-45%, produk foam C mengalami keretakan searah dengan arah penekanan. Keretakan ini dimungkinkan oleh struktur sel yang lemah pada daerah tersebut. Data aspek rasio produk C, yang memilki nilai dan kisaran (range) paling tinggi, mungkin dapat menjelaskan kenapa hal ini terjadi. Muhammad Fida Helmi

11 Diatas reduksi 45% dan 60%, ketiga produk memperlihatkan tahapan densifikasi. Yaitu, ketika semua bagian dari pori telah rusak dan memampat. Pada tahapan ini, terjadi kenaikan tegangan yang signifikan. Hal ini, disebabkan oleh terjadinya strain hardening dan penambahan dimensi spesimen pada setiap penambahan reduksi. Saat tahap reduksi ini juga, perlu diperhatikan lebih lanjut pecahnya beberapa bagian pada spesimen C akibat keretakan struktur sel. Pecahnya spesimen ini akan berpengaruh pada profil kurva, yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut. IV.5.2 Kurva Pengujian Tekan Gambar IV. 26 Kompilasi kurva uji tekan Hasil pengujian tekan memperlihatkan perbedaan profil kurva yang signifikan diantara ketiga produk foam. Sampel produk foam untuk pengujian ini mempunyai densitas yang tidak terlalu jauh berbeda. Data densitas dan kekuatan produk foam disajikan sebagai berikut. Meskipun, secara teori mengatakan bahwa parameter awal untuk membedakan kelakukan aluminium foam terhadap pembebanan tekan ditentukan oleh densitas, ternyata hal itu belumlah cukup. Muhammad Fida Helmi

12 Tabel IV. 6 Data pengujian tekan Densitas ρ (gr/cc) ρ* / ρ s σ Upper (MPa) σ lower (MPa) T proses ( 0 C) C C C Produk foam C dan C menunjukkan profil yang serupa, dengan kekuatan tekan yang berdekatan. Meskipun saja, pada keduanya juga terjadi perbedaan gradien kenaikan tegangan diatas 30% reduksi. Gradien kenaikan pada produk C dikarenakan mulai terjadinya strain hardening dan densifikasi. Sedangkan pada C, gradiennya tidak setinggi produk C karena terjadi perpatahan pada bagian sel yang searah dengan arah penekanan. Hal ini menyebabkan dimensi luas penampang menjadi kecil. Sebagai akibatnya, bentuk tidak memperlihatkan kenaikan gradien tegangan sebenarnya. Pada produk C mengalami profil kurva yang berbeda dengan kedua produk yang lain. Selain mempunyai kekuatan yang lebih tinggi, produk ini memperlihatkan profil gerigi yang lebih banyak dan tajam. Tidak terjadi gradien kenaikan tegangan yang signifikan saat densifikasi mulai berlangsung. Diperkirakan, produk mengalami jenis kegagalan yang berbeda, yang akan dijelaskan kemudian. a, Analisa Profil Kurva Uji tekan Ilustrasi 2 dimensi dari foam dengan rute melt based, dijelaskan secara skematik di gambar berikut ini. Meskipun pada umumnya, distribusi keseragaman sel hanya ditemukan dalam skala lokal, namun derajat ketidakseragaman ukuran, bentuk dan konfigurasi sel seperti halnya dengan densital lokal juga perlu diperhatikan. Gambar IV.27 menunjukkan daerah tengah spesimen, yang mempunyai sel lebih kecil dan ketebalan dinding sel yang lebih tebal, menjadikan daerah tersebut mempunyai densitas lokal yang lebih tinggi. Pada tahap pertama saat pembebanan tekan, yaitu ketika regangan dapat kembali ke awal, deformasi elastis lazimnya terlokalisasi pada satu atau lebih pita sel yang tegak lurus pada arah penekanan, diperlihatkan pada gambar IV.27. Muhammad Fida Helmi

13 Gambar IV. 27 Pemodelan awal penekanan aluminium foam [10] Saat permulaan deformasi plastis, diperlukan kegagalan yang terjadi pada seluruh bidang sel spesimen secara melintang. Penekukan (buckling) pada permukaan sel, dan sisi datar pita sel, diperlihatkan secara skematik di gambar IV.28, dimana garis putus-putus menunjukkan area dimana kegagalan terjadi. Gambar IV. 28 Pemodelan penekanan aluminium foam saat pita deformasi mulai terbentuk [10] Permulaan gagal karena penekukan (buckling) yang simultan di sepanjang penampang area spesimen akan mengurangi pembebanan yang ditahan oleh foam. Pada penekanan dengan laju konstan, maka yang terlihat di kurva tegangan regangan adalah penurunan yang tajam, terlihat pada gambar IV.28. Gambar IV. 29 Pemodelan kegagalan aluminium foam secara getas dan ulet [10] Muhammad Fida Helmi

14 Kegagalan yang berkelanjutan setelah tahapan ini dapat dilanjutkan dengan perpatahan getas, atau dengan penekukan (buckling), terlihat pada gambar IV.29. Jika tidak dengan mekanisme kegagalan, sisi yang berlawanan dari pita yang telah rusak, pada saat tertentu akan saling bertemu. Secara alami sturuktur sel yang dibuat melalui rute melt based, mempunyai deviasi kisaran lokal densitas, ukuran sel, dan konfigurasi sel yang besar. Hal ini, berakibat pada pita sel yang rusak tidak mampu menahan densifikasi secara simultan sepanjang lebar spesimen. Maka densifikasi akan lebih muncul pada suatu bagian penampang melintang spesimen sebelum yang lain. Hal ini diilustrasikan pada gambar IV.30, dimana daerah yang mempunyai sel yang lebih kecil, akan memadat sebelum area yang mengelilinginya, lalu tegangan ditransfer ke sel-sel tetangganya. Gambar IV. 30 Pemodelan penekanan aluminium foam saat perambatan pita deformasi [10] Secara alami, tipe struktur sel yang seperti ini, kontaknya akan bermula secara lokal. Hampir semua pembebanan eksternal yang diaplikasikan pada spesimen akan disangga oleh bagian penampang melintang dari spesimen. Hal, ini menyebabkan peluluhan yang terlokalisasi pada daerah dimana tegangan terkonsentrasikan. Yaitu, pada daerah dimana pembebanannya lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menyebabkan peluluhan yang simultan pada sebuah pita sel sepanjang penampang melintang spesimen. Dari sini, akan terjelaskan bahwa bila hanya terdapat satu pita sel yang rusak sehingga terbentuk gerigi pertama, maka gerigi itu diperkirakan yang paling menonjol. Untuk semua tahapan selanjutnya, terutama untuk foam yang mempunyai keragaman sel pada penampang melintang, maka beragam pita sel lokal juga akan mengalami kegagalan pada derajat regangan yang berbeda. Spesimen foam akan memperlihatkan kekuatan sisa setelah gerigi pertama, karena pada regangan yang Muhammad Fida Helmi

15 diberikan, beberapa daerah pada sel akan mengalami puncak tegangan sebelum akhirnya gagal. Pada gambar IV.31, permulaan pita gagal lain yang terpisah dimanapun pada spesimen tersebut, akan memerlukan tegangan tekan yang lebih tinggi diatas permulaan tegangan plateau, yaitu ketika terjadi sampai permulaan densifikasi. Gambar IV. 31 Pemodelan perambatan pita deformasi [10] b. Pengaruh Ukuran dan Keberagaman Sel terhadap Profil Kurva Menurut teori yang dikemukakan oleh Curran, bahwa rasio d/d (diameter sel/panjang spesimen) yang semakin kecil akan mempengaruhi profil kurva yang lebih halus [10]. Dari ketiga foam tadi, dapat dibedakan dari kisaran keberagaman ukuran sel yang terbentuk. Dilihat dari morfologinya, kisaran diameter, luas area, dan aspek rasio produk C adalah yang paling tinggi. Meskipun secara rata-rata hampir berdekatan, tetapi dengan terdapatnya ukuran sel yang jauh lebih besar pada produk ini, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan profil kurvanya. Produk C dan C, gambar IV.26, memperlihatkan profil kurva yang serupa tapi tak sama. Perbedaan profil terdapat pada gerigi yang dibentuk pada kurva uji tersebut. Pada produk C terlihat adanya penurunan kurva saat pertama kali terdefomasi (lower yield) dan profil gerigi pada daerah plastis. Sedangkan pada produk C, tidak terdapat lower yield dan profil daerah plastis terlihat sangat halus. Bila dibandingkan dengan statistik diameter rata-rata, luas area sel, dan aspek rasio, yang menunjukkan bahwa produk C mempunyai kisaran lebih tinggi, maka terbukti bahwa penjelasan tersebut sesuai. Penjelasan serupa dapat digunakan untuk membedakan profil gerigi yang terlihat jelas pada produk C dibanding dengan C. Sesuai dengan ilustrasi gambar diatas (gambar IV.27-31), bahwa ketika terdapat densitas lokal yang berbeda dan lebih tinggi disekitar pita deformasi, maka pada daerah tersebut akan mengalami Muhammad Fida Helmi

16 deformasi plastis. Deformasi ini mengakibatkan adanya konsentrasi tegangan yang baru, sehingga untuk menggagalkan daerah ini diperlukan pembebanan yang lebih tinggi. Pembebanan ini diperlihatkan dengan adanya kenaikan tegangan setelah sebelumnya terjadi penurunan, atau dengan kata lain adanya bentuk gerigi yang lebih jelas. c. Modus Kegagalan Ulet dan Getas ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0, ,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 (a) T=650 0 C (b) T=750 0 C Gambar IV. 32 Profil kurva dengan kegagalan ulet T=650 0 C dan kegagalan getas pada T=750 0 C Perbedaan yang mencolok terjadi pada profil kurva produk C, gambar IV.32 (b). Produk ini memperlihatkan kekuatan tekan yang lebih tinggi, juga penurunan tegangan setelahnya yang lebih curam. Pada bagian plateau terlihat bentuk gerigi yang besar dan tajam, dan tidak diikuti oleh kenaikan tegangan yang signifikan saat memasuki tahapan densifikasi. Profil ini sesuai dengan penjelasan mengenai modus kegagalan getas pada bagian II.4.4 Bentuk gerigi yang tajam memperlihatkan kenaikan dan penurunan tegangan yang dibutuhkan ketika menghancurkan pita deformasi. Berbeda dengan bentuk gerigi yang lebih halus pada produk dengan T=650 0 C, gambar IV.32 (a). Diperkirakan produk ini mengalami kegagalan ulet. Dibuktikan dengan kenaikan gradien tegangan yang konstan, yang menunjukkan terjadinya deformasi plastis pada sel yang gagal. Kegagalan sel yang terjadi lebih menunjukkan penekukan daripada perpatahan. Maka dari sini dapat disimpulkan kenaikan gradien tegangan disebabkan karena terjadinya strain hardening pada setiap sel yang terdeformasi. Beberapa penjelasan mengenai modus kegagalan getas atau ulet belum dapat membuktikan pengaruh morfologi sel terhadap modus yang terjadi. Prediksi kuat Muhammad Fida Helmi

17 mengarah pada kelakuan material sel itu sendiri. Karena, bahan baku awal yang digunakan adalah sama, maka kemungkinan yang terjadi adalah pembentukan oksida yang dapat mempengaruhi kegetasan produk. Untuk itu, masih diperlukan karakterisasi lebih lanjut pada terbentuknya oksida saat proses foaming terjadi. IV.5.3 Kelakuan Penyerapan Energi Mekanik Untuk mendapatkan besaran energi mekanik yang dapat diserap oleh spesimen aluminium foam, maka yang dilakukan adalah menghitung luas dibawah kurva pada tahap deformasi elastis dan plastis (plateau curve). Untuk menghitung, dilakukan dengan cara mendekati kurva dengan persamaan polynomial, lalu diintegralkan dengan batas bawah 0 dan batas atasnya adalah regangan saat densifikasi mulai terjadi. Penghitungan disajikan sebagai berikut: Gambar IV. 33 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=650 0 C Gambar IV. 34 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=700 0 C Muhammad Fida Helmi

18 Gambar IV. 35 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=750 0 C Tabel IV. 7 Penyerapan energi mekanik oleh spesimen aluminium foam T ( 0 C) ε pemampatan (mm/mm) σ pemampatan (Mpa) Energi yang diserap /volume (MJ/m 3 ) Dari tabel IV.7, dapat dilihat bahwa energi yang diserap oleh spesimen C dan C menunjukkan nilai yang sama. Dalam aplikasi, penggunaan yang paling sesuai ditentukan kriteria kekuatan tekan, kekuatan densifikasi dan regangan yang cocok. Pada spesimen C, energi yang diserap menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Baik dari kekuatan tekan dan regangan yang bisa dipenuhi sampai terjadinya densifikasi. Hanya saja kekurangan dari kurva jenis ini adalah gerigi yang tajam tersebut sulit diprediksi. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian yang lebih, karena produk foam jenis ini tidak mudah diprediksikan kegagalannya. Berikut ini, gambar IV.36, yang menunjukkan energi penyerapan/unit volume untuk beberapa produk komersial. Terlihat pada gambar, ketiga produk aluminium foam yang telah dibuat, berada dalam kisaran produk komersil. Muhammad Fida Helmi

19 Gambar IV. 36 Desain material antara energi/unit volume dan tegangan tekan saat 25% reduksi Muhammad Fida Helmi

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA DATA DAN ANALISA IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I :

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Strata Satu pada Program Studi Teknik Material,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Proses Melting Route Aluminum foam Jika semua tahapan proses pembuatan aluminum foam dengan metode melt route dilakukan, maka dihasilkan produk aluminum foam utuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Produk Aluminum Foam Setelah proses pembuatan Aluminum foam dengan metode melt route process telah dilakukan maka didapat produk alumunium berupa bulk material seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

Jurnal Teknik Mesin UMY 1 PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS Dhani Setya Pambudi Nugroho 1, Aris Widyo Nugroho 2, Budi Nur Rahman 3 Program

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT Wicahya Indra Agustian 1, Ikhwansyah Isranuri 2, Suprianto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL- 2024 T3 Susilo Adi Widyanto Abstract Streching process of sheet materials is one of any process to increasing of material strength.

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW Hasil pengelasan menggunakan metode FSW ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan FSW adalah penyambungan pada kondisi padat atau logam las tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta Perbedaannya pada spesimen diletakan. Pada uji impak yang diukur adalah energi impak dan disebut juga ketangguhan takik ( notch toughness ). Bahan yang diuji diberi takik, kemudian dipukul sampai patah

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1 PEMBUATAN SAMPEL 4.1.1 Perhitungan berat komposit secara teori pada setiap cetakan Pada Bagian ini akan diberikan perhitungan berat secara teori dari sampel komposit pada

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, penelitian di awali dengan kajian pustaka yang dapat mendukung dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

Pada beberapa alloi/paduan, perambatan retak adalah sepanjang batas butir, patah ini disebut intergranular. (gb. 6b).

Pada beberapa alloi/paduan, perambatan retak adalah sepanjang batas butir, patah ini disebut intergranular. (gb. 6b). Pada beberapa alloi/paduan, perambatan retak adalah sepanjang batas butir, patah ini disebut intergranular. (gb. 6b). PRINSIP MEKANIKA PERPATAHAN Kekuatan rekat bahan getas biasanya sebesar E/10 (e= modulus

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gage length

BAB II TEORI DASAR. Gage length BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uji tarik merupakan salah satu pengujian mekanik yang paling luas digunakan di industri dan di dunia pendidikan karena kemudahan dalam menganalisa data yang didapatkan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia () 3. Hutomo

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1. DATA KARAKTERISASI BAHAN BAKU Proses penelitian ini diawali dengan karakterisasi sampel batu besi yang berbentuk serbuk. Sampel ini berasal dari kalimantan selatan. Karakterisasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi Dislokasi Konsep Dislokasi Pengertian dislokasi Dislokasi adalah suatu pergeseran atau pegerakan atom-atom di dalam sistem kristal logam akibat tegangan mekanik yang dapat menciptakan deformasi plastis

Lebih terperinci

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik ogam Oleh zhari Sastranegara Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. da empat jenis uji coba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat Terjemahan ZAT PADAT Zat padat adalah sebuah objek yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya luar mempengaruhinya. Karena kepadatannya itu, bahan padat digunakan dalam bangunan yang semua strukturnya

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan proses pengelasan gesek (friction welding) dan pengujian tarik dari setiap spesimen benda uji, maka akan diperoleh data hasil pengujian. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS 1.1.PENDAHULUAN Tujuan Pengujian Mekanis Untuk mengevaluasi sifat mekanis dasar untuk dipakai dalam disain Untuk memprediksi kerja material dibawah kondisi pembebanan Untuk memperoleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA II.1 Metal Foam II.1.1 Definisi Metal Foam [16] Istilah solid foam (busa padat) dapat dijelaskan melalui gambar II.1. Gambar tersebut memperlihatkan jenis-jenis koloid yang dapat terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Spesimen Uji Dimensi benda kerja dari hasil pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan keseluruhan dari benda kerja dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Parameter - Parameter Sifat Mampu Bentuk Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Jenis Perpatahan Mekanisme Perpatahan Perambatan Retakan Perpatahan Intergranular Mekanika Perpatahan Pemusatan Tekanan Ductile vs Brittle

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE

PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE Putu Trisna Sudarma 1, Aris Widyo Nugroho* 2, Budi Nur Rahman 3 1-3 Program Studi S-1 Teknik

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Aluminium merupakan jenis logam yang banyak digunakan dalam industri maupun rumah tangga. Aluminium banyak dimanfaatkan dikarenakan memiliki kelebihan diantaranya

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW Hasil pengelasan menggunakan metode friction stir welding ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan dengan metode FSW merupakan pengelasan yang terjadi

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian BAB III

Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Pracoba & Penentuan Parameter Eksperimen Penyiapan Proses Penyiapan Alat Penyiapan bahan Karakterisasi awal bahan Penimbangan dan pencampuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI Oleh Rosoebaktian Simarmata 04 04 04 06 58 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA

ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 1 ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA Turhamun

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Proses Shot peening Perlakuan shot peening pada material stainlees steel 304 memiliki pengaruh yang dapat dilihat pada gambar 4.1.(a) raw material, material sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Bahan komposit merupakan bahan teknologi yang mempunyai potensi yang tinggi. Komposit dapat memberikan gabungan sifat-sifat yang berbeda - beda pada penggunaan yang

Lebih terperinci

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN MULUR (CREEP)

PENGUJIAN MULUR (CREEP) PENGUJIAN MULUR (CREEP) Definisi creep adalah aliran plastis yang dialami material pada tegangan tetap Meskipun sebagian besar pengujian dilakukan dengan kondisi beban tetap, tersedia peralatan yang mampu

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI 2. 1 Gelombang Elastik Gelombang elastik adalah gelombang yang merambat pada medium elastik. Vibroseismik merupakan metoda baru dikembangkan dalam EOR maupun IOR

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) 1 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) TIN107 Material Teknik Jenis Perpatahan (Fracture) 2 Perpatahan sederhana adalah pemisahan material menjadi dua atau lebih sebagai reaksi terhadap tegangan statis

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA Bab 3 Model Elemen Hingga Pemodelan numerik tumbukan tabung bujursangkar dilakukan dengan menggunakan LS-Dyna. Perangkat lunak ini biasa digunakan untuk mensimulasikan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN 143 BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN Bahan-bahan terdapat disekitar kita dan telah menjadi bagian dari kebudayaan dan pola berfikir manusia. Bahan telah menyatu dengan peradaban manusia, sehingga manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil C Baja adalah salah satu alternatif bahan dalam dunia konstruksi. Baja digunakan sebagai bahan konstruksi karena memiliki kekuatan dan keliatan yang tinggi. Keliatan

Lebih terperinci

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9 Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK Rahmawan Setiaji 0706163735 Kelompok 9 Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material FTUI 2009 MODUL 1 PENGUJIAN TARIK I.

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

PERILAKU BALISTIK BAJA KOMERSIAL SCR 440 DENGAN KEKERASAN BERLAPIS (DUAL HARDNESS) DALAM SIMULASI DAN EKSPERIMEN

PERILAKU BALISTIK BAJA KOMERSIAL SCR 440 DENGAN KEKERASAN BERLAPIS (DUAL HARDNESS) DALAM SIMULASI DAN EKSPERIMEN PERILAKU BALISTIK BAJA KOMERSIAL SCR 440 DENGAN KEKERASAN BERLAPIS (DUAL HARDNESS) DALAM SIMULASI DAN EKSPERIMEN Beny Bandanadjaja 1, Arif Basuki 2 dan Mardjono Siswosuwarno 2 Peserta Program Doktor Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA digilib.uns.ac.id BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Data Pengelasan Pada penelitian ini, proses pengelasan menggunakan mesin milling merk Mikron tipe WF 2SA buatan Swiss dan parameter mesin yang digunakan disesuaikan

Lebih terperinci

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Porositas Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Dari gambar 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa partikel keramik bio gelas aktif berbentuk spherical menuju granular. Bentuk granular

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

KUAT TARIK BAJA 2/4/2015. Assalamualaikum Wr. Wb.

KUAT TARIK BAJA 2/4/2015. Assalamualaikum Wr. Wb. Assalamualaikum Wr. Wb. KUAT TARIK BAJA Anggota Kelompok 8 : 1. Roby Al Roliyas (20130110067) 2. Nurwidi Rukmana (20130110071) 3. M. Faishal Abdulah (20130110083) 4. Chandra Wardana 5. Kukuh Ari Lazuardi

Lebih terperinci