BAB 4 ANALISIS KEMAMPUAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 ANALISIS KEMAMPUAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA"

Transkripsi

1 BAB 4 ANALISIS KEMAMPUAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Penelitian ini berusaha mengkaji kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur. Pembahasan dalam bab ini meliputi dua bagian. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai hasil analisis sejauhmana kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di wilayah kajian studi. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kriteria, indikator, serta tolok ukur kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak dengan kondisi nyata di lapangan sehingga dapat dilihat bagaimana dukungan kriteria tersebut terhadap kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. Setelah dilakukan analisis mengenai kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak, maka selanjutnya pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai faktor-faktor (faktor pendukung maupun penghambat) yang mempengaruhi perkembangan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. 4.1 Analisis Kemampuan Usaha Tape Ketan Menjadi Motor Penggerak Usaha tape ketan dapat dikatakan mampu menjadi motor penggerak apabila usaha tersebut mampu memenuhi tiga kriteria yaitu mampu bertahan, mampu menciptakan lapangan kerja, serta mampu merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru. Berikut akan dijelaskan sejauhmana kemampuan usaha tape ketan mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal berdasarkan ketiga kriteria tersebut, serta indikator dan tolok ukurnya Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal berdasarkan kriteria kemampuan bertahan dapat dilihat dari keberlanjutan produksi 47

2 48 serta pemasarannya. Jika usaha tape ketan telah kuat dan kokoh dari sisi keberlanjutan produksi dan pemasarannya, maka dapat dikatakan bahwa usaha tape ketan telah memiliki kemampuan bertahan yang tinggi, dan selanjutnya usaha tape ketan mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal Dukungan Keberlanjutan Produksi Dukungan kebelanjutan proses produksi terhadap kemampuan bertahan dapat dilihat dari lima aspek, yaitu tenaga kerja, modal, bahan baku, alat produksi dan teknologi, serta jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha. 1. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi dalam keberlanjutan proses produksi, terutama bagi usaha padat karya seperti usaha tape ketan. Adapun analisis mengenai aspek tenaga kerja ini meliputi dukungan kualifikasi serta jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha tape ketan. Kualifikasi Tenaga Kerja Dilihat dari proses produksinya yang mudah dan sederhana, di dalam usaha tape ketan tidak diperlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus maupun latar belakang pendidikan yang terlalu tinggi. Lulusan Sekolah Dasar bahkan telah sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan. Kualifikasi tenaga kerja yang paling diutamakan dalam usaha tape ketan adalah perempuan berusia lebih dari 20 tahun yang memiliki keterampilan membuat tape ketan. Hal ini dikarenakan keterampilan membuat tape pada umumya dimiliki oleh perempuan dewasa. Tabel 4.1 Kualifikasi Tenaga Kerja Usaha Tape Ketan No. Komponen Kualifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan 1. Jenis Kelamin Perempuan 2. Umur >20 tahun 3. Pendidikan SD 4. Keterampilan Mampu membuat tape ketan Sumber: Hasil Survei, 2008

3 49 Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kualifikasi tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, maupun keterampilan yang dibutuhkan pada usaha tape ketan dapat dikatakan rendah. Di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur sendiri, keterampilan membuat tape ketan sudah merupakan warisan yang turun temurun. Seperti yang disampaikan oleh para kepala desa maupun pengusaha tape ketan sendiri, bahwa pada awalnya tape ketan merupakan makanan khas yang biasa dihidangkan pada acara-acara hajatan dan dibuat oleh kaum ibu-ibu yang saling bertetangga. Keterampilan ini kemudian berlangsung turun temurun sehingga kaum perempuan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur rata-rata mampu membuat tape ketan. Selain itu, kondisi penduduk di ketiga kecamatan juga sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja pada usaha tape ketan dimana sekitar 50% penduduknya merupakan lulusan SD dan jumlah penduduk perempuan yang berusia lebih dari 20 tahun juga tinggi. Jumlah penduduk perempuan lulusan SD dan jumlah penduduk perempuan berusia lebih dari 20 tahun di wilayah kajian studi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang disampaikan oleh para pengusaha merupakan jumlah tenaga kerja rata-rata pada hari-hari biasa. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tape ketan disesuaikan dengan permintaan pasar atau pesanan sehingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat berubah sewaktu-waktu disesuaikan dengan jumlah produksi tape ketan. Status tenaga kerja yang ada dalam usaha tape ketan ini sendiri adalah buruh lepas yang tidak memiliki kontrak kerja. Tenaga kerja hanya akan bekerja jika diminta atau dipanggil oleh pemilik usaha tape ketan. Jumlah total tenaga kerja pada usaha tape ketan ini adalah sebanyak 180 orang. Jumlah ini adalah jumlah tenaga kerja ketika produksi pada hari-hari biasa. Namun, ketika musim-musim tertentu seperti musim lebaran, atau liburan, jumlah tenaga kerja bertambah sampai 139%, yaitu mencapai 429 orang. Hal ini disebabkan permintaan tape ketan sendiri meningkat 3-4 kali lipat dari hari-hari biasa. Namun, dengan kenaikan

4 50 kebutuhan tenaga kerja pun, jumlah tersebut dapat dipenuhi, sehingga dalam kegiatan produksinya, sebanyak 84% pengusaha tidak pernah kesulitan dalam mencari tenaga kerja. Hanya sebanyak 16% pengusaha saja yang menghadapi kesulitan memperoleh tenaga kerja. Kesulitan yang dimaksud adalah pengusaha tersebut sampai perlu mencari dari luar desa untuk mendapatkan tambahan tenaga kerja. Sedangkan untuk kebutuhan tenaga kerja pada masa mendatang, perlu dilihat bagaimana ketersediaan jumlah penduduk yang memenuhi kualifikasi tenaga kerja, yaitu lulusan SD dan diutamakan perempuan berusia lebih dari 20 tahun. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Kelompok Umur Tahun 2007 Kelompok Umur Kecamatan Cibeureum Kecamatan Cibingbin Kecamatan Cigugur > Jumlah Jumlah Penduduk Total Sumber: Kabupaten Kuningan dalam Angka, 2007 Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan yang berusia lebih dari 20 tahun di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur mencapai orang (35,13% dari jumlah total penduduk di ketiga kecamatan). Jumlah ini jauh lebih besar dari jumlah kebutuhan tenaga kerja dalam usaha tape ketan yang berkisar antara orang. Sementara ketersediaan tenaga kerja menurut kualifikasi latar belakang pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.3

5 51 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Tahun 2007 Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Kecamatan Cibeureum Kecamatan Cibingbin Kecamatan Cigugur Tidak/belum pernah sekolah Tidak/Belum tamat SD SD/MI SLTP/MTs Sederajat SLTA Sederajat SM Kejuruan Perguruan Tinggi Jumlah Sumber: Data Sosial Ekonomi Daerah Kab. Kuningan, 2007 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan yang merupakan lulusan SD di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur adalah sebanyak orang (52,6% dari jumlah total penduduk perempuan). Di sisi lain, jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan lebih rendah dari lulusan SD juga dapat dilihat sebagai peluang ketersediaan tenaga kerja karena penduduk dengan pendidikan rendah umumnya tidak memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi. Sementara kualifikasi tenaga kerja usaha tape ketan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dan hanya mengutamakan keterampilan membuat tape ketan. Di lain pihak, keterampilan tape ketan sendiri banyak dimiliki rata-rata penduduk perempuan di wilayah kajian studi, serta mudah dipelajari bagi yang tidak pernah membuat tape ketan sebelumnya. Dengan demikian, pekerjaan sebagai tukang pembuat tape ketan sangat sesuai dengan karakter masyarakat lokal di wilayah kajian studi. Tabel 4.4 Jumlah dan Ketersediaan Tenaga Kerja di Wilayah Ketersediaan Tenaga Kerja Jumlah (orang) Tenaga kerja usaha tape ketan pada hari-hari biasa 180 Tenaga kerja usaha tape ketan pada saat lebaran 430 Ketersediaan tenaga kerja yang sesuai kualifikasi *) *) Data menurut BPS

6 52 Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah ketersediaan tenaga kerja pada usaha tape ketan jauh lebih besar dari kebutuhan tenaga kerja untuk masa mendatang Ketersediaan tenaga kerja usaha tape ketan yang melimpah tidak hanya terkait dengan mendominasinya pendudk berlatar belakang pendidikan rendah tetapi juga terkait dengan kesempatan kerja di wilayah kajian studi juga masih rendah. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa pekerjaan tenaga kerja sebelum bekerja pada usaha tape ketan adalah 56% bertani, 30% merupakan ibu rumah tangga, 10% merupakan pengangguran, dan 2% bekerja serabutan. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai pembuat tape ketan menjadi satu-satunya alternatif sumber pendapatan di luar sektor pertanian. Jadi, pemenuhan tenaga kerja bukanlah merupakan persolan bagi usaha tape ketan. Tabel 4.5 Dukungan Aspek Tenaga Kerja Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Kualitas tenaga kerja, kualitas tenaga kerja yang ada sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan Kualifikasi yang dibutuhkan: - keterampilan membuat tape - pendidikan SD - wanita berusia >20 th -Keterampilan membuat tape dimiliki oleh rata-rata penduduk perempuan -Sebagian besar penduduk merupakan lulusan SD -Jumlah penduduk wanita mendukung Jumlah Tenaga Kerja, jumlah tenaga kerja yang tersedia mencukupi untuk saat ini dan masa mendatang Jumlah tenaga kerja: 180 (hari biasa) 429 (hari-hari ramai tertentu) berusia > 20th besar Jumlah tenaga kerja yang sesuai kualifikasi: orang mendukung Tabel di atas menunjukkan bahwa aspek tenaga kerja telah mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek tenaga kerja merupakan potensi bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.

7 53 2. Modal Salah satu kendala yang paling sering dijumpai oleh usaha kecil adalah mengenai permodalan. Di sisi lain, keberhasilan pengembangan usaha kecil ikut ditentukan oleh kondisi permodalannya. Dalam penelitian ini akan dikaji kondisi permodalan usaha tape ketan dilihat dari keberadaan sumber modal, akses terhadap sumber modal, kemampuan menjangkau suku bunga sumber modal, serta kemampuan mengakumulasikan modal. Keberadaan Sumber Modal Keberadaan sumber modal merupakan salah satu tolok ukur dukungan aspek modal terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan. Dengan keberadaan sumber modal yang bervariasi, maka pengusaha memiliki berbagai alternatif untuk memperoleh sumber modal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sehingga persoalan kesulitan modal dapat dihindari. Adapun sumber-sumber modal yang terdapat di wilayah kajian studi dilihat pada tabel 4.6 di bawah. Tabel 4.6 Keberadaan Lembaga Keuangan Tahun 2006 Kecamatan Jenis Lembaga Keuangan Bank Umum BPR Pegadaian KUD Non-KUD Cibeureum Cibingbin Cigugur Sumber: Seksi Perekonomian Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur, 2007 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Bank Umum, BPR, dan lembaga keuangan non-kud justru banyak terdapat di Kecamatan Cibingbin dan Cigugur yang unit usaha tape ketannya jauh lebih sedikit dibandingkan di Kecamatan Cibeureum. Di Kecamatan Cibeureum sendiri, hanya terdapat satu lembaga keuangan yaitu koperasi yang merupakan lembaga keuangan non-kud. Sementara lembaga keuangan ini sendiri tidak berjalan efektif dan dimanfaatkan oleh para pengusaha tape ketan untuk menjadi sumber modal. Koperasi yang berada di Kecamatan Cibeureum merupakan koperasi yang memiliki modal sendiri. Di sisi lain, modal yang dimiliki koperasi di Kecamatan

8 54 Cibeureum terbatas. Selain itu, perkembangan koperasi juga sangat bergantung terhadap kinerja para pengurus. Sementara kualitas SDM pengurus dan kelembagaan koperasi sendiri masih rendah. Sementara itu, menurut UU No. 25/2000 tentang Perbankan, LKM yang dimungkinkan hanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun pada kenyataannya, kegiatan BPR tidak banyak berbeda dengan bank pada umumnya. Hampir semua aturan main BPR sama dengan bank umum, sehingga keberadaan BPR sendiri yang memungkinkan akses yang lebih mudah bagi pengusaha nyatanya tidak bisa dimanfaatkan secara efektif. Adapun sumber modal yang dimanfaatkan oleh para pengusaha tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Sumber Modal Pengusaha Tape Ketan No. Sumber Modal Jumlah (%) 1. Modal Sendiri 7 (28%) 2. Modal Sendiri dan Bukan Modal Sendiri 8 (32%) Sumber Modal Jumlah (%) Tabungan sendiri dan bank 3 (12%) Tabungan sendiri dan pinjam saudara 1 (4%) Tabungan sendiri dan kerjasama 4 (16%) dengan tukang ketan 3. Bukan Modal Sendiri 10 (40%) Sumber Modal Jumlah (%) Bank 7 (28%) KUD 1 (4%) Bank dan pinjam saudara 2 (8%) Jumlah 25 (100%) Dari tabel 4.7 di atas, bisa dilihat bahwa terdapat berbagai alternatif sumber modal yang beragam. Selain modal sendiri, sumber modal yang digunakan adalah bank, KUD, kerja sama dengan tukang ketan dan pinjaman saudara. Adapun alasan para pengusaha memperoleh modal dengan melakukan kerja sama dengan tukang ketan adalah karena usaha tape ketan memanfaatkan ketan sebagai

9 55 bahan baku utama. Oleh karena itu, terdapat 16% pengusaha yang memperoleh modal dengan melakukan kerja sama dengan penjual ketan. Dari berbagai alternatif sumber modal yang ada, modal sendiri merupakan sumber modal terbaik dari sumber modal lainnya. Dengan adanya pemanfaatan modal sendiri, maka artinya pengusaha telah mandiri dan kemampuan bertahan yang kokoh, serta tidak memiliki ketergantungan terhadap sumber modal lain. Namun kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha (72%) masih belum benarbenar mampu mandiri menggunakan modal sendiri. Akses terhadap Sumber Modal Salah satu karakteristik usaha kecil adalah memiliki akses yang rendah terhadap lembaga-lembaga keuangan formal. Dalam penelitian ini, aksesibilitas terhadap permodalan dapat dilihat dari mudahnya pengusaha memenuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan sumber modal, serta bunga yang dapat dijangkau oleh pengusaha. Tabel 4.8 Kemampuan Pengusaha dalam Permodalan dan Syarat Kredit Sumber Modal Kemampuan Pengusaha Syarat: Kopi IdentitasDiri NPWP TDP Jaminan: Tidak ada jaminan Bunga < 1% per bulan Syarat dan Ketentuan Kredit Sumber Modal Bank Syarat: 1. Kopi IdentitasDiri 2. NPWP 3. SIUP 4. TDP Jaminan: Barang tidak bergerak: sertifikat rumah, tanah, dll Barang Bergerak: kendaraan, dll Bunga = 0,9% per bulan KUD Syarat: 1. Anggota 2. Aktif menabung setiap bulan 3. Foto copy KTP 4. Besar pinjaman 3x lipat dari jumlah simpanan Jaminan: Sertifikat tanah/rumah/bpkb/surat berharga lainnya Bunga = 2,5% per bulan

10 56 Kemampuan Pengusaha Syarat dan Ketentuan Kredit Sumber Modal Kerja sama dengan tukang ketan - Batas pengambilan ketan 50 kuintal - Dibayar dalam jangka waktu 2 minggu - Tidak ada jaminan dan bunga Pinjam Saudara Tidak ada syarat, jaminan, dan bunga karena berdasarkan kekeluargaan Berdasarkan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank, maka dapat dilihat bahwa akses permodalan pengusaha terhadap bank masih kurang mendukung. Meskipun dari segi bunga bank telah menetapkan sebesar kurang dari 1%, namun jaminan yang ditentukan masih memberatkan pengusaha. Hal inilah yang kemudian menyebabkan lebih dari separuh pengusaha (52%) tidak meminjam kredit ke bank. Tabel 4.9 Kendala Peminjaman ke Bank Apakah Meminjam Modal ke Bank? Jumlah (%) Ya 12 (48%) Tidak 13 (52%) Alasan Jumlah (%) Modal yang dimiliki sudah mencukupi 4 (16%) Tidak memiliki jaminan 9 (36%) Jumlah 25 (100%) Ada dua alasan mengapa pengusaha tidak meminjam modal melalui bank. Alasan paling banyak, yaitu sebanyak 36% adalah para pengusaha ini tidak memiliki jaminan sebagai syarat peminjaman modal ke bank. Sementara sebanyak 16% mengakui bahwa modal yang diperoleh bukan dari bank, telah mencukupi sehingga tidak perlu meminjam uang dari bank. Jadi dapat dilihat bahwa aksesibilitas permodalan pengusaha terhadap bank masih belum dapat mendukung. Berdasarkan tabel 4.8 juga dapat dilihat bahwa syarat dan ketentuan peminjaman yang ditetapkan KUD masih memberatkan dari sisi suku bunga yang tinggi. Dari 25 pengusaha yang ada, hanya terdapat satu pengusaha yang meminjam modal melalui

11 57 KUD di Kecamatan Cibingbin. Pengusaha yang meminjam pun berasal dari kecamatan yang sama, sementara pengusaha yang berasal dari Kecamatan Cibeureum, tidak ada satu pun yang memanfaatkan KUD sebagai sumber modal, meskipun di Kecamatan Cibeureum sendiri tidak terdapat sumber modal formal selain koperasi. Alternatif sumber modal lain yang dimanfaatkan oleh pengusaha tape ketan adalah dengan bekerja sama dengan penjual ketan. Cara ini dimanfaatkan oleh sebanyak 4 pengusaha (16%). Meskipun tidak memberatkan dari segi jaminan dan suku bunga, dan dilakukan hanya atas dasar kepercayaan, namun penjual ketan menetapkan batas pengambilan ketan hanya mencapai 50 kuintal. Oleh karena itu, bentuk kerja sama dengan tukang ketan biasanya dimanfaatkan oleh pengusaha yang jumlah produksinya tidak terlalu besar. Dari ketiga sumber modal lainnya, pinjam saudara memang paling tidak memberatkan dari sisi persyaratan, jaminan, maupun bunga. Namun tentu tidak semua pengusaha memiliki kerabat maupun saudara yang mampu meminjamkan modal untuk usahanya. Selain itu, meminjam ke saudara juga masih dilihat lemah dari kemandirian pengusaha. Hal ini dikarenakan sistem peminjaman kepada saudara biasanya berdasarkan kekeluargaan dan tidak ada syarat yang mengikat. Jangka waktu pembayaran pun biasanya tidak ditentukan dengan pasti. Berbeda dengan meminjam ke bank yang secara tidak langsung juga dapat mendidik pengusaha untuk memiliki sistem pembukuan dan manajemen keuangan perusahaan yang lebih baik, serta belajar bertanggung jawab. Akumulasi Modal Kemampuan mengakumulasikan modal ikut menentukan kemampuan bertahan suatu usaha. Pengusaha dikatakan mampu mengakumulasikan modalnya apabila hasil dari penjualan yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya serta masih dapat ditabung untuk proses produksi selanjutnya. Berikut adalah gambaran mengenai kondisi kemampuan mengakumulasikan modal pengusaha tape ketan.

12 58 Tabel 4.10 Kemampuan Mengakumulasikan Modal Pengusaha Kemampuan Mengakumulasi Modal Jumlah (%) Tidak mampu menabung, laba<kebutuhan 6 (24%) Tidak mampu menabung, laba=kebutuhan 5 (20%) Mampu menabung dan mengakumulasikan modal 14 (66%) Jumlah 25 (100%) Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa sebagian besar pengusaha (66%) telah mampu mengakumulasikan modalnya. Sebanyak 20% pengusaha belum mampu menabung untuk proses produksi selanjutnya karena pendapatan yang diperoleh baru mampu memenuhi kebutuhan hidupnya (subsistem). Sementara 24% pengusaha belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari pendapatan yang diperoleh. Akibatnya, pengusaha-pengusaha yang tidak mampu menabung dari hasil penjualan tape ketan ini akan mencari modal kembali untuk melanjutkan usahanya. Akan tetapi, kendati belum mampu menabung dan mengakumulasikan modalnya, pengusaha tape ketan memiliki ketekunan usaha dan pantang menyerah sehingga masih mampu bertahan. Tabel 4.11 Dukungan Aspek Modal Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Sumber modal, tersedia berbagai alternatif sumber modal ada berbagai alternatif sumber modal baik yang formal maupun informal sumber modal: modal sendiri, bank, KUD, kerjasama dengan tukang ketan, dan pinjaman mendukung Akses terhadap modal, adanya kelancaran dan kemudahan dalam memperoleh modal Bunga yang rendah, bunga yang ditetapkan sumber modal dapat dijangkau Akumulasi modal, modal yang diperoleh syarat dan jaminan mudah dipenuhi Bunga <1% per bulan Sebagian besar pengusaha (>50%) saudara Syarat dan jaminan bank dan KUD masih menyulitkan pengusaha Bunga yang ditetapkan sumber modal selain KUD <1% Sebanyak 66% pengusaha telah mampu Tidak mendukung mendukung mendukung

13 59 Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan dapat terakumulasi untuk keberlanjutan produksi dapat menabung dan diakumulasikan untuk proses produksi menabung dan mengakumulasikan modalnya Tabel 4.11 menunjukkan bahwa aspek modal masih belum mendukung sepenuhnya kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek modal masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. 3. Bahan Baku Aspek selanjutnya yang ikut mempengaruhi keberlanjutan produksi yaitu bahan baku. Dukungan bahan baku sendiri dapat dilihat dari ketersediaan bahan baku berdasarkan jenis, jumlah, dan kontinuitasnya dan sumber bahan baku. Jenis, Jumlah, dan Kontinuitas Bahan Baku Bahan baku utama untuk membuat tape ketan ini adalah ketan. Jenis ketan yang dibutuhkan biasa disebut jenis ketan untuk. Sementara bahan baku kemasan yang dibutuhkan adalah daun jambu dan ember hitam. Tabel 4.12 Jumlah Kebutuhan Bahan Baku Bahan Baku Jumlah Kebutuhan Per Bulan Ketan 36 ton Ember Hitam buah Daun Jambu karung Untuk bahan baku ketan, jumlah yang dibutuhkan adalah sebanyak kurang lebih 36 ton. Sementara menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan, ketersediaan ketan di Kabupaten Kuningan mencapai 100 ton per bulan. Jadi, kebutuhan ketan dapat dipenuhi karena jumlah ketersediaan ketan mencukupi. Sementara kebutuhan ember sebanyak buah, dan daun jambu adalah karung (1 karung rata-rata digunakan untuk 10 ember). Pada dasarnya, daun

14 60 jambu dan ember hitam mudah diperoleh di pasar-pasar terdekat. Namun, terkadang jika permintaan meningkat, pengusaha perlu mencari bahan baku ke luar kota. Tabel 4.13 Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Bahan Baku Ketersediaan Bahan Baku Utama Jumlah (%) Ketersediaan Bahan Baku Kemasan Jumlah (%) Selalu Mencukupi 22 (88%) Selalu Mencukupi 23 (92%) Tidak Selalu Mencukupi 3 (12%) Tidak Selalu Mencukupi 2 (8%) Keterjangkauan Harga Bahan Baku Utama Jumlah (%) Keterjangkauan Harga Bahan Baku Kemasan Jumlah (%) Terjangkau 24 (96%) Terjangkau 25 (100%) Tidak terjangkau 1(4%) Tidak terjangkau 0 (0%) Untuk bahan baku utama, yaitu ketan, sebanyak 88% pengusaha mengatakan bahwa ketan mudah diperoleh dan jumlahnya selalu mencukupi untuk kebutuhan produksi. Sementara sisanya, yaitu sebanyak 12% mengatakan bahwa bahan baku utama ketan tidak selalu mencukupi untuk kebutuhan produksi tape ketan. Kesulitan memperoleh ketan itu biasanya ketika musim lebaran dimana permintaan tape ketan meningkat 3-4 kali sehingga kebutuhan ketan ikut meningkat pula. Sementara dari sisi keterjangkauan harga, menurut 96% pengusaha, harga bahan baku untuk pembuatan tape ketan ini masih terjangkau, dan hanya sebanyak satu pengusaha (4%) yang merasa harga bahan baku tidak terjangkau. Adapun harga bahan baku utama yang digunakan, yaitu ketan berkisar antara harga Rp Rp per kilogram. Sementara harga bahan baku kemasan yaitu daun jambu rata-rata Rp /karung, dan harga ember hitam yaitu Rp /buah. Sumber Bahan Baku Sumber bahan baku ikut mempengaruhi dukungan keberlanjutan produksi. Dikaitkan dengan tujuan penelitian ini yang berusaha mengkaji kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal, maka sumber bahan baku yang ditekankan adalah bahan baku lokal. Karena konsep dari pengembangan ekonomi lokal itu sendiri adalah memanfaatkan segenap kemampuan lokal dalam

15 61 mengembangkan wilayahnya. Hal ini juga dapat melihat ketergantungan usaha tape ketan terhadap bahan baku non-lokal. Tabel 4.14 Sumber Bahan Baku Bahan Baku Jumlah Lokal/Non-Lokal (%) Ketan Lokal 1 (4%) Non-Lokal 24 (96%) Ember Non-lokal 18 (72%) Lokal dan Non-Lokal 3 (12%) Lokal 4 (16%) Daun Jambu Non-Lokal 5 (20%) Lokal dan Non-Lokal 3 (12%) Lokal 17 (68%) Tabel 4.14 menunjukkan bahwa mayoritas pengusaha (sebanyak 96%) memanfaatkan bahan baku ketan non-lokal, dan hanya 4% saja yang memanfaatkan bahan baku lokal. Adapun bahan baku ketan non-lokal yang digunakan berasal dari Cirebon, Indramayu, Bogor, Brebes, Garut. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya produksi ketan lokal akibat terganjal oleh faktor kondisi geografis. Sementara penggunaan ember untuk kemasan juga masih bergantung terhadap produk non-lokal. Hal ini dapat dilihat bahwa sebanyak 72% pengusaha masih menggunakan ember non-lokal. Ember-ember yang digunakan ini biasanya berasal dari Cirebon ataupun Jawa Tengah (Tegal, Brebes). Untuk daun jambu, jika kebutuhan meningkat maka pengusaha perlu mencari ke luar kota seperti Indramayu dan Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan. Tabel 4.15 Dukungan Aspek Bahan Baku Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Jenis bahan baku, jenis bahan baku yang dibutuhkan tersedia Utama Ketan jenis untuk Kemasan Daun jambu dan ember hitam Ketan untuk, daun jambu, ember hitam tersedia di pasar/toko, dan pemasok mendukung

16 62 Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Ketan (36 ton), daun Jumlah bahan baku jambu (1.039 karung), utama maupun mendukung ember ( buah) pendukung yang (berlipat 3-4 kali ketika dibutuhkan tersedia musim lebaran) Jumlah bahan baku, jumlah bahan baku yang dibutuhkan tersedia Kontinuitas bahan baku, bahan baku mudah diperoleh kapan saja Sumber bahan baku, adanya pemanfaatan bahan baku lokal bahan baku mudah diperoleh kapan saja Sumber bahan baku yang digunakan adalah lokal Bahan baku sulit diperoleh ketika permintaan pasar meningkat (lebaran) Ketergantungan terhadap sumber bahan baku non-lokal tinggi Tidak mendukung Tidak mendukung Tabel 4.15 menunjukkan bahwa aspek bahan baku masih belum mendukung sepenuhnya kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek modal masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. 4. Alat Produksi Dalam hal alat produksi dan teknologi, dalam proses produksi usaha tape ketan ini tidak dibutuhkan alat dan teknologi yang terlalu tinggi. Berikut adalah alat yang digunakan dalam produksi tape ketan: 1. Tampah (nyiru) 6. Rak penjemuran 2. Kompor 7. Kantong Plastik 3. Panci biasa 8. Karton 4. Panci 9. Kipas Angin 5. Sendok kayu Jadi, dapat dilihat bahwa alat-alat produksi yang digunakan dalam pembuatan produksi tape ketan masih menggunakan alat-alat tradisional yang sederhana. Tidak diperlukan alat-alat produksi yang modern atau berteknologi tinggi dalam pembuatannya karena dengan memanfaatkan alat-alat yang sederhana pun, proses produksi masih tetap bisa berjalan. Dengan kesederhanaan alat yang dibutuhkan ini, maka pengusaha tape pun

17 63 dapat memenuhinya karena alat-alat yang dibutuhkan pun mudah diperoleh di pasarpasar lokal. Sekalipun telah ada 2 pengusaha yang memiliki mesin pencuci beras, namun 23 pengusaha lainnya merasa penggunaan teknologi tidak mendesak sampai menghambat proses produksi. Sebaliknya, pengusaha merasa pengolahan yang serba manual justru lebih higienis. Penggunaan mesin ditakutkan akan mengurangi kebersihan ketan akibat pengaruh bahan mesin tersebut. Di sisi lain, modal utama dalam membuat tape ketan yang baik adalah kebersihan ketika mencuci ketan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa dengan pemanfaatan alat produksi yang masih sederhana pun usaha tape ketan masih dapat berjalan secara produktif. Tabel 4.16 Dukungan Aspek Alat Produksi Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Ketersediaan alat produksi, adanya alat produksi yang menunjang proses produksi Menggunakan alat produksi: tampah (nyiru), kompor, panci biasa, panci , sendok kayu, rak penjemuran, kantong plastik, karton, kipas angin Alat produksi yang dibutuhkan sederhana dan banyak tersedia sehingga mampu dipenuhi, serta mampu menunjang proses produksi mendukung Tabel 4.16 menunjukkan bahwa aspek alat produksi telah mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek alat produksi merupakan potensi yang dimiliki usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. 5. Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial Pemberdayaan usaha kecil menghadapi kendala berupa rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang tercermin dari kurang berkembangnya kewirausahaan dan rendahnya produktivitas serta daya saing usaha kecil. Kendala itu mempengaruhi kemampuannya dalam menciptakan dan memanfaatkan peluang usaha.

18 64 Jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha dapat dilihat dari latar belakang pendidikan pengelola, pembukuan yang rapih dan teratur, kemampuan berinovasi, serta telah adanya pembagian tugas kerja yang jelas. Berikut adalah gambaran kondisi jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha tape ketan di wilayah kajian studi. Tabel 4.17 Kondisi Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial Pengusaha Tape Ketan Pengelola Usaha Jumlah (%) Keluarga 23 (92%) Manajer khusus 2 (8%) Pendidikan Terakhir Pengelola Jumlah (%) SD 20 (80%) SMP 1 (4%) SMA 4 (16%) Pembukuan yang Rapih dan Teratur Jumlah (%) Ada 7 (28%) Tidak ada 18 (72%) Pengadaaan Inovasi Produk Jumlah (%) Ada 2 (8%) Tidak ada 23 (92%) Pembagian Tugas Kerja yang Jelas Jumlah (%) Ada 3 (12%) Tidak ada 22 (88%) Tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial usaha-usaha tape ketan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin maupun Cigugur masih rendah. Hal ini diindikasikan dari manajemen usaha yang masih dipegang oleh pemilik sendiri atau pihak keluarga yang pendidikan terakhirnya masih tingkat sekolah dasar. Di sisi lain, sistem kekeluargaan ini akan berpengaruh terhadap pola manajemen yang diterapkan oleh unit usaha. Jiwa pengusaha juga kurang inovatif terhadap pengembangan produk-produknya karena hanya 8% pengusaha yang mengaku pernah mengadakan inovasi produk. Sementara 92% lainnya tidak pernah melakukan pengadaan inovasi produk. Inovasi

19 65 produk yang pernah dilakukan adalah inovasi rasa terhadap tape ketan. Mereka mencoba membuat tape ketan dengan berbagai rasa seperti durian, strawberry dan melon. Namun, setelah diadakan percobaan, pengusaha tersebut mengaku hasilnya tidak terlalu memuaskan karena rasanya tidak terlalu enak. Hanya aromanya saja yang kuat, namun rasa buahnya sendiri tidak terlalu terasa. Rasa yang alami justru lebih enak dan lebih terasa tape -nya. Sehingga percobaan ini dianggap gagal dan tidak pernah diterapkan dalam produksi selanjutnya. Selain inovasi, para pengusaha juga belum banyak yang telah memiliki pembukuan yang rapih dan teratur. Hanya sebanyak 28% pengusaha yang memiliki pembukuan yang rapih dan teratur, sementara sisanya yaitu sebanyak 72% mengaku tidak memiliki pembukuan yang rapih dan teratur. Di sisi lain, pembukuan/sistem administrasi keuangan yang baik akan membantu mengatur kepemilikan pribadi dan perusahaan. Sehingga, investasi pribadi tidak akan bercampur dengan investasi perusahaan. Namun, sebagian besar pengusaha masih belum memiliki pembukuan yang baik, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pengelolaan modal. Kurangnya kestabilan kondisi keuangan ini akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup usaha tape ketan menjadi terancam. Sementara dari pembagian kerja, hanya 12% pengusaha yang memiliki pembagian tugas kerja yang jelas. Sementara 88% sisanya tidak memiliki pembagian tugas kerja yang jelas. Pembagian tugas kerja yang jelas ini dimiliki oleh unit-unit usaha yang produktivitasnya lebih tinggi. Tabel 4.18 Dukungan Aspek Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Sebagian besar (>75%) 8% pengusaha pengusaha memiliki jiwa pernah melakukan Tidak wirausaha yang inovatif inovasi produk mendukung dan kreatif Jiwa wirausaha pengusaha, pengusaha memiliki jiwa wirausaha untuk mengembangkan usahanya Kemampuan manajerial, Sebagian besar (>75%) pengusaha memiliki - 28% pengusaha memiliki Tidak mendukung

20 66 Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan pengusaha memiliki kemampuan manajerial pembukuan yang rapih pembukuan yang rapih yang baik Sebagian besar (>75%) pengusaha memiliki pembagian tugas kerja yang jelas - 12% pengusaha memiliki pembagian tugas kerja yang jelas Tidak mendukung Tabel 4.18 menunjukkan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial belum mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal Dukungan Pemasaran Setelah melihat dukungan dari sisi keberlanjutan produksi, selanjutnya akan dilihat bagaimana dukungan pemasaran terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan. Dukungan pemasaran sendiri dilihat dari permintaan pasar, cara pemasaran, wilayah pemasaran, serta akses terhadap pasar. Permintaan Pasar Salah satu tolok ukur dukungan pemasaran adalah usaha tape ketan mampu memenuhi permintaan pasar dari segi kualitas, kuantitas, kontinuitas. Dari segi kualitas, seluruh pengusaha maupun distributor tidak pernah menerima keluhan mengenai kualitas tape ketan dari konsumen. Kualitas ini dilihat dari rasa manis yang pas serta bentuknya yang tidak ancur ataupun keras. Jika dilihat dari segi kuantitas, karena jumlah produksi tape ketan disesuaikan dengan permintaan pasar/pesanan, maka dapat dikatakan pengusaha telah dapat memenuhi permintaan pasar dari segi kuantitas. Namun, pengusaha belum bisa memenuhi permintaan pasar dari segi kontinuitas dimana ketika musim lebaran, tape ketan mulai sulit diperoleh akibat permintaan yang sangat tinggi. Sehingga konsumen perlu memesan dua minggu sebelum bulan puasa.

21 67 Cara Pemasaran Adanya kemudahan distribusi produk merupakan salah satu tolok ukur dukungan pemasaran terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan. Kemudahan distribusi dapat ditandai dengan sistem penentuan harga dan sistem pemasaran yang diterapkan oleh pengusaha tape ketan. Tabel 4.19 Cara Pemasaran dan Harga Jual Produk Tape Ketan Kecamatan Harga Jual Produk Sistem Penentuan Harga Sistem Pemasaran Cibingbin ember besar Rp , Ditentukan sendiri Hanya dijual di tempat (1 pengusaha) ember kecil Rp Cigugur ember besar Rp , Ditentukan sendiri Hanya dijual di tempat (3 pengusaha) ember kecil Rp Cibeureum (21 pengusaha) ember besar Rp , ember kecil Rp Berdasarkan kesepakatan para pengusaha tape Dijual di tempat dan dititip ke toko-toko Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan harga produk di ketiga kecamatan. Harga yang paling tinggi adalah produk tape ketan dari Kecamatan Cigugur, disusul oleh dari Kecamatan Cibingbin. Hal ini dikarenakan pengusaha di Cigugur dan Cibingbin hanya menjual produk tape ketan di tempat (di rumah saja), dan tidak mendistribusikannya ke toko-toko seperti tape ketan produk Kecamatan Cibeureum. Hal ini berkaitan dengan sistem titip yang diterapkan oleh toko-toko berisiko tinggi dapat merugikan pengusaha. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa usaha tape ketan memiliki modal yang terbatas dan perputaran modalnya cepat. Sehingga penetapan sistem titip akan memperkecil margin keuntungan yang mereka peroleh. Selain itu, persaingan dengan produk-produk dari Kecamatan Cibeureum juga sangat ketat, sehingga mereka memilih untuk menjual di tempat saja. Hal ini dikarenakan produk-produk dari Kecamatan Cibeureum memiliki harga yang seragam. Seolah-olah ada peraturan tidak tertulis bagi para pengusaha tape ketan di Cibeureum untuk tidak dapat menaikkan ataupun menurunkan harga produk seenaknya. Dari pihak agen (toko-toko) sendiri juga lebih memilih untuk menjual produk-produk dari Kecamatan Cibeureum karena harganya yang relatif lebih murah.

22 68 Meski harga jual produk dari Kecamatan Cigugur ini lebih tinggi, namun jika dari segi produktivitas, tingkat produksi di Cigugur tidak setinggi di Kecamatan Cibeureum. Rata-rata, pengusaha tape ketan di Kecamatan Cigugur berproduksi sebanyak 2 kali seminggu. Sementara unit-unit usaha tape ketan di Kecamatan Cibeureum, bisa sampai 3-5 kali seminggu, bahkan terdapat unit usaha yang telah yang berproduksi setiap hari. Hal ini dikarenakan pemasaran produk-produk Kecamatan Cibeureum lebih luas dibandingkan produk dari Kecamatan Cigugur dan Cibingbin. Wilayah Pemasaran Tolok ukur lain dari aspek pemasaran adalah adanya wilayah pemasaran yang luas (mencapai wilayah luar Jawa Barat) dan bukan hanya sekedar dipasarkan di lokal atau wilayah kabupaten-kabupaten tetangga saja. Dengan wilayah pemasaran yang lebih luas, maka tingkat penjualan serta daya saing produk tape ketan sebagai trade mark Kabupaten Kuningan dapat meningkat. Adapun gambaran mengenai wilayah pemasaran produk tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.20 Tabel 4.20 Wilayah Pemasaran Produk Tape Ketan Wilayah Pemasaran Jumlah (%) Lokal 18 (72%) Lokal dan non-lokal (kabupaten tetangga) 4 (16%) Lokal dan non-lokal (luar Jabar) 3 (12%) Dari segi wilayah pemasaran, meski sebanyak 16% pengusaha telah memasarkan produknya sampai luar kabupaten, bahkan sebanyak 12% pengusaha telah mencapai beberapa wilayah luar Jawa Barat, seperti Jakarta dan Brebes, namun kebanyakan pengusaha, yaitu sebanyak 72% masih memasarkan produknya sebatas ruang lingkup lokal saja. Keterbatasan wilayah pemasaran juga mengindikasikan bahwa permintaan pasar (demand) produk tape ketan di luar Jawa Barat masih rendah, sehingga jika dilakukan ekspansi pemasaran, maka kemungkinan terjadinya over supply menjadi tinggi. Maka dari itu, dilihat dari sisi wilayah pemasaran, usaha tape ketan masih belum memiliki kemampuan bertahan yang kokoh.

23 69 Akses terhadap Pasar Lokasi suatu usaha tentu akan menentukan suatu kegiatan produksi karena berkaitan dengan sumber input maupun toko bagi output serta akan mempengaruhi tingkat pengeluaran dan keuntungan yang diterima. Lokasi unit usaha tape ketan ke pasar dan toko dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.21 Jarak Unit Usaha Tape Ketan ke Pasar dan Toko Kecamatan Jarak ke Pasar (Km) Ps. Baru Toko Oleh-oleh Ps.Luragung Ps. Ciawi Ps. Cibingbin Cigugur Cibeureum Cibingbin Tabel 4.21 menunjukkan bahwa jarak lokasi usaha tape ketan ke pasar relatif jauh, sehingga menyebabkan akses usaha ke pasar dinilai rendah. Sehingga dukungan sarana transportasi pribadi akan sangat diperlukan. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa baru terdapat 8 (32%) pengusaha yang telah memiliki sarana transportasi pribadi. Sementara sisanya (68%) hanya mengandalkan sarana transportasi umum sehingga memerlukan ongkos transportasi yang lebih tinggi. Tabel 4.22 Dukungan Aspek Pemasaran Terhadap Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Permintaan pasar, mampu memenuhi permintaan pasar Mampu memenuhi permintaan pasar dari segi: Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas -Mampu memenuhi permintaan pasar dari segi kualitas dan kuantitas -Ketika lebaran, harus mendukung Cara pemasaran, adanya kemudahan distribusi produk Akses ke pasar, adanya kemudahan akses terhadap pasar Pengusaha menerima cash dari distributor Lokasi unit usaha dekat ke sumber input maupun toko. dilakukan pemesanan 21 pengusaha (84%) melakukan sistem titip Lokasi unit usaha ke pasar dan toko relatif jauh Tidak mendukung Tidak mendukung

24 70 Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Wilayah pemasaran, jangkauan pemasaran luas Sebagian besar (>50%) memasarkan produknya sampai luar Jawa Barat 12% telah memasarkannya sampai ke luar Jawa Barat Tidak mendukung Tabel 4.18 menunjukkan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial belum sepenuhnya mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja Kriteria kedua yang menunjukkan apakah suatu usaha tape ketan mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal adalah kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal pada saat ini dan masa mendatang. Jika usaha tape ketan telah mampu menyerap tenaga kerja lokal yang besar baik untuk saat ini dan di masa mendatang,maka dapat dikatakan bahwa usaha tape ketan telah mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Usaha Tape Ketan Gambaran mengenai jumlah dan asal tenaga kerja pada usaha tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.23 berikut. Tabel 4.23 Asal Tenaga Kerja Usaha Tape Ketan Asal Jumlah (%) Hari-Hari Biasa Lebaran Lokal 172 (95,56%) 423 (98,60%) Keluarga 6 (4,44%) 6 (1,40%) Jumlah 180 (100%) 429 (100%)

25 71 Pada dasarnya, tenaga kerja pada usaha tape ketan seluruhnya merupakan masyarakat lokal. Artinya, usaha tape ketan telah menjadi alternatif sumber pendapatan serta mampu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Namun, keterlibatan keluarga sebagai tenaga kerja juga menunjukkan bahwa produktivitas usaha tape ketan masih rendah. Sementara besar persentase penyerapan tenaga kerja lokal pada usaha tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.24 berikut. Tabel 4.24 Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Usaha Tape Ketan Jumlah TK Jumlah Penduduk Perempuan Bekerja Penyerapan TK 180* (data menurut 1,47%* 430** BPS) 3,49%** *) jumlah tenaga kerja pada hari-hari biasa **) jumlah tenaga kerja pada hari lebaran Dari tabel 4.24 dapat dilihat seberapa besar penyerapan tenaga kerja lokal usaha tape ketan yang ada di ketiga wilayah kajian studi. Angka penyerapan tenaga kerja ini dapat diperoleh dengan menghitung persentase jumlah total tenaga kerja yang bekerja pada usaha tape ketan dengan jumlah total penduduk perempuan yang bekerja. Pada hari-hari biasa, penyerapan tenaga kerja usaha tape ketan adalah sebesar 1,47% dari jumlah total penduduk perempuan yang bekerja. Sementara pada saat-saat lebaran, penyerapan tenaga kerja meningkat sampai 3,49%. Selain mampu menyerap tenaga kerja, bagi sebanyak 22% tenaga kerja sendiri, bekerja di dalam usaha tape ketan juga telah menjadi pekerjaan satu-satunya. Sementara bagi 64% tenaga kerja, bekerja di dalam usaha tape ketan merupakan pekerjaan utama. Dari 64% tenaga kerja yang menjadikan menjadikan usaha tape ketan sebagai pekerjaan utama, 58% memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani, dan 6% lainnya memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak. Artinya, pekerjaan sebagai tukang tape ketan telah menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar tenaga kerja.

26 72 Penyerapan Tenaga Kerja Lokal di Masa Mendatang Jumlah penyerapan tenaga kerja lokal di masa mendatang dapat diukur dari kecenderungan pertambahan jumlah usaha kecil yang secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Menurut tabel 4.27, jumlah usaha tape ketan memang selalu mengalami pertambahan. Namun, persentase pertumbuhannya dapat dikatakan masih rendah yaitu 3-9 usaha setiap lima tahunnya. Dari gambar di atas dihitung bahwa laju pertumbuhan rata-rata jumlah usaha tape ketan di wilayah kajian studi adalah sebesar 60% per lima tahunnya atau sekitar 12% per tahun. Sementara itu, jumlah tenaga kerja pada usaha tape ketan sendiri berkisar antara 2-25 orang. Hal ini menunjukkan bahwa peluang peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal usaha tape ketan di masa mendatang masih sangat rendah. Tabel 4.25 Dukungan Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan Penyerapan tenaga Seluruh tenaga kerja - 95,56% lokal Mendukung kerja lokal merupakan masyarakat lokal - 4,44% hanya keluarga Adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal di masa mendatang Peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal rendah Tidak mendukung

27 73 Tabel 4.26 menunjukkan bahwa kemampuan usaha tape ketan dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal masih belum sepenuhnya mendukung usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal Kemampuan Merangsang Pertumbuhan Kegiatan Ekonomi Baru Kriteria ketiga yang menunjukkan apakah suatu usaha tape ketan mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal adalah mampu merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru. Kegiatan ekonomi baru yang muncul bisa berupa usaha sejenis (usaha-usaha tape ketan), maupun yang tidak sejenis (usaha hulu maupun hilir dari usaha tape ketan) Kegiatan Ekonomi Baru Sejenis Kemampuan menciptakan usaha sejenis (usaha tape ketan) dapat dilihat dari perkembangan usaha tape ketan dari tahun ke tahun, motivasi tenaga kerja dan masyarakat lokal, serta dukungan masyarakatnya. Pertumbuhan Usaha Tape Ketan Salah satu indikator kemampuan usaha tape ketan untuk merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru adalah tumbuhnya usaha-usaha tape ketan. Pada kondisi nyata di lapangan, jumlah usaha tape ketan ini selalu bertambah dari tahun ke tahun. Gambaran pertumbuhan usaha tape ketan dapat dilhat pada tabel 4.27 Tabel 4.26 Perkembangan Usaha Tape Ketan Lama Usaha Jumlah (%) 0-5 th 6 (24%) 6-10 th 9 (36%) th 3 (12%) th 3 (12%) >20 th 4 (16%) Jumlah 25 (100%)

28 74 Dari tabel 4.27 dapat dilihat bahwa usaha tape ketan berkembang sejak 10 tahun terakhir. Unit usaha tape ketan paling pertama adalah unit usaha berdiri sejak 38 tahun yang lalu, dan yang terbaru adalah unit usaha yang berdiri sejak dua tahun yang lalu. Usaha tape ketan paling banyak berdiri 6-10 tahun yang lalu yaitu mencapai sebanyak 9 unit usaha (36%). Dan jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun. Meskipun tingkat pertumbuhannya dapat dikatakan cukup rendah, namun usaha tape ketan selalu hidup dan pertambahan ini menunjukkan bahwa usaha tape ketan masih dilihat sebagai peluang usaha sebagai alternatif sumber pendapatan. Motivasi Tenaga Kerja Motivasi tenaga kerja turut menentukan kemampuan usaha tape ketan untuk terus tumbuh dan berkembang. Jika tenaga kerja memiliki motivasi yang tinggi dalam mendirikan usaha serupa, maka peluang tumbuh dan berkembangnya usaha tape ketan akan semaking meningkat. Namun, dari hasil survei diperoleh keterangan bahwa motivasi tenaga kerja dalam mendirikan usaha tape ketan masih rendah. Tabel 4.27 Motivasi Tenaga Kerja dalam Mendirikan Usaha Tape Ketan Keinginan Mendirikan Jumlah (%) Usaha Tape Ketan Ya 13 (26%) Tidak 37 (74%) Jumlah 25 (100%) Alasan Ingin Mendirikan Jumlah (%) Usaha Tape Jika ada modal 5 (10%) Menambah penghasilan 2 (4%) Prospek cerah 6 (12%) Jumlah 13 (26%) Alasan Tidak Ingin Jumlah (%) Mendirikan Usaha Tape Ketan Tidak ada modal 30 (60%) Sudah banyak 7 (14%) Jumlah 37 (74%)

29 75 Dari tabel 4.28 dapat dilihat bahwa hanya terdapat 26% tenaga kerja yang memiliki keinginan untuk mendirikan usaha tape ketan. Namun, sisanya yaitu sebanyak 74% tenaga kerja tidak memiliki keinginan untuk mendirikan usaha tape ketan. Keterbatasan modal dijadikan alasan oleh sebanyak 60% tenaga kerja yang menyebabkan rendahnya motivasi mereka dalam mendirikan usaha tape. Sementara alasan lain yang diungkapkan tenaga kerja adalah karena jumlah usaha tape ketan sudah cukup banyak sehingga untuk mendirikan usaha serupa, persaingannya akan terlalu ketat. Dukungan dan Motivasi Masyarakat Dukungan masyarakat akan turut mempengaruhi perkembangan usaha tape ketan di masa mendatang. Jika masyarakat mendukung dan memperoleh manfaat dari keberadaan usaha tape ketan, maka usaha tape ketan berpotensi untuk terus semakin bertambah. Sebaliknya, jika masyarakat tidak mendukung dan hanya memperoleh dampak buruk, usaha tape ketan sulit untuk bisa tumbuh dan berkembang. Tabel 4.28 Pandangan Masyarakat Lokal Mengenai Usaha Tape Ketan Apakah Mendukung Usaha Tape Ketan? Jumlah (%) Ya 96 (96%) Tidak 2 (2%) Tidak tahu 2 (2%) Manfaat yang Dirasakan Jumlah (%) Sebagai sumber lapangan kerja 6 (6%) Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan 15 (15%) Mendukung usaha yang dimiliki 2 (2%) Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan serta 2 (2%) mendukung usaha yang dimiliki Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan serta 2 (2%) memberikan keterampilan mengolah tape ketan Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan, mendukung 2 (2%) usaha yang dimiiki dan memberikan bantuan kegiatan sosial Sebagai konsumen 62 (62%) Tidak tahu 2 (2%) Tidak ada 6 (6%) Menambah kreatifitas 1 (1%)

30 76 Dampak Buruk yang Dirasakan Jumlah (%) Sampah/limbah 1 (1%) Tidak ada 97 (97%) Tidak tahu 2 (2%) Dilihat dari tabel 4.28, dukungan masyarakat terhadap usaha tape ketan yang ada di wilayah kajian studi sangat tinggi yaitu mencapai 96%. Hanya sebanyak 2% saja yang tidak mendukung keberadaan usaha tape ketan. Menurut masyarakat lokal, usaha tape ketan memberikan banyak manfaat bagi mereka. Sebanyak 15% masyarakat mengungkapkan bahwa usaha tape ketan bisa dijadikan sebagai sumber lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat lokal. Namun, mayoritas masyarakat (62%) merasakan manfaat keberadaan usaha tape ketan ini hanya sebagai konsumen, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijadikan oleh-oleh ketika mereka keluar kota. Meskipun begitu, hal ini juga bisa mengindikasikan bahwa masyarakat lokal mendukung akan adanya usaha tape ketan. Mengenai dampak buruk yang dihasilkan, sebanyak 97% masyarakat menyatakan bahwa tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan dengan adanya usaha tape ketan. Hal ini berkaitan dengan proses pembuatan tape ketan sendiri yang sederhana dan tidak menghasilkan limbah maupun polusi. Adapun gambaran mengenai motivasi masyarakat lokal dalam mendirikan usaha tape ketan dapat dilihat ada tabel 4.29 berikut. Tabel 4.29 Motivasi Masyarakat Lokal dalam Mendirikan Usaha Tape Ketan Keinginan untuk Mendirikan Jumlah (%) Usaha Tape Ketan Ya 37 (37%) Tidak 61 (61%) Tidak tahu 2 (2%) Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa motivasi masyarakat lokal dalam mendirikan usaha tape ketan ini masih rendah. Hanya sebanyak 37% masyarakat yang

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai gambaran umum Kabupaten Kuningan dan bagian

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR Bab ini terbagi menjadi tiga bagian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga puluh tahun Indonesia menjalani sistem sentralistik. Namun, reformasi pembangunan telah membawa perubahan tidak hanya terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN FOTO-FOTO RISET

LAMPIRAN FOTO-FOTO RISET LAMPIRAN FOTO-FOTO RISET DENAH LOKASI PEMBUATAN TEMPE Jalan Besar Belok kiri Jalan Lurus Lokasi Pembuatan Tempe Bagian Sebelah Kiri Lokasi LIMBAH CAIR PEMBUATAN TEMPE Tempat Limbah Mengalir PROSES SINGKAT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 123 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data-data dan pembahasan pada bab sebelum ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Karakteristik dan Kondisi Industri Tenun

Lebih terperinci

EKSISTENSI HOME INDUSTRI TAPE KETAN DI DESA TARIKOLOT KECAMATAN CIBEUREUM KABUPATEN KUNINGAN

EKSISTENSI HOME INDUSTRI TAPE KETAN DI DESA TARIKOLOT KECAMATAN CIBEUREUM KABUPATEN KUNINGAN Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 1 EKSISTENSI HOME INDUSTRI TAPE KETAN DI DESA TARIKOLOT KECAMATAN CIBEUREUM KABUPATEN KUNINGAN Mita Friamita, Darsiharjo, Ahmad Yani Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. 4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan. 5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda

Lampiran 1 Kuesioner. 4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan. 5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda Lampiran 1 Kuesioner A. Identitas Responden 1. Nama Responden: 2. Umur Responden: 3. Alamat Usaha : 4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah 181 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Terdapat beberapa kesimpulan yang diperoleh peneliti sebagai jawaban dari setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL

LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL LAMPIRAN 77 78 LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL Tabel 1. Analisis ekonomi sampel 1 Jenis Produk Kuantitas Harga / potong Tahu 1. Mentah (4 kotak) 6600 potong Rp. 1000 2. Goreng Bahan (8 kotak) Baku Kuantitas 26400

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan Sentra industri rajutan Binong Jati merupakan sentra rajut terbesar di Kota Bandung yang terletak di Jl.Binong

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peranan industri kecil dalam perekonomian Indonesia dirasakan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Peranan industri kecil dalam perekonomian Indonesia dirasakan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan industri kecil dalam perekonomian Indonesia dirasakan sangat penting terutama dalam aspek-aspek seperti kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi dikembangkannya sektor pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS 121 STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN A. PROFIL PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR INFORMAL

BAB III HASIL PENELITIAN A. PROFIL PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR INFORMAL BAB III HASIL PENELITIAN A. PROFIL PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR INFORMAL Mengamati potensi sumber daya manusia dan peran perempuan bekerja di sektor informal, yang jumlahnya cenderung meningkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten yang terletak di bagian timur Jawa Barat yang berada pada lintasan jalan regional penghubung kota Cirebon dengan wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. umur. Karakteristik umur berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas gula semut

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. umur. Karakteristik umur berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas gula semut V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Anggota KUB Gendis Manis 1. Umur Kinerja anggota dalam mengelola gula semut dipengaruhi oleh karakteristik umur. Karakteristik umur berpengaruh terhadap kualitas dan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KEGIATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

KEMAMPUAN KEGIATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL KEMAMPUAN KEGIATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Studi Kasus: Usaha Tape Ketan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur) T U G A S A K H I R MAYANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Ada beberapa pengertian UMKM menurut para ahli atau pihak yang langsung berhubungan dengan UMKM, antara lain: 1.

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP- 481 Oleh: RINAWATI NUZULA L2D 000 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian Desa Banjarharjo adalah salah satu desa di Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar Biaya dalam industri tahu meliputi biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

Boks 1. SURVEI UMKM POTENSIAL DI KABUPATEN KERINCI

Boks 1. SURVEI UMKM POTENSIAL DI KABUPATEN KERINCI Boks 1. SURVEI UMKM POTENSIAL DI KABUPATEN KERINCI A. Usaha Telur Ayam Usaha ayam petelur berlokasi di Kota Sungai Penuh dan telah berjalan selama hampir 30 tahun. Pada awalnya kegiatan ini hanya berorientasi

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1. Kuesioner kajian. STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Usaha 4.1.1 Sejarah Perusahaan UKM Flamboyan adalah salah satu usaha kecil menengah yang mengolah bahan pertanian menjadi berbagai macam produk makanan olahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan mahluk sempurna, sehingga untuk mendapatkan sesuatu manusia harus berusaha. Semua mahluk hidup memiliki kebutuhan tak terkecuali manusia, bahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di Negara-negara berkembang. Sektor pertanian merupakan sumber persediaan bahan makanan dan bahan mentah yang dibutuhkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian saat ini masih tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada peningkatan peran sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISA STRATEGI PEMASARAN TENUN SERAT PT. RETOTA SAKTI

ANALISA STRATEGI PEMASARAN TENUN SERAT PT. RETOTA SAKTI 46 Lampiran 1. Kuesioner kajian ANALISA STRATEGI PEMASARAN TENUN SERAT PT. RETOTA SAKTI Hari Subagyo Lanjutan Lampiran 1. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PENGANTAR 47 Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting pada negara berkembang seperti di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian ini sangat berpengaruh untuk pembangunan negara. Hal ini

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Potensi UMKM di Kecamatan Ciampea Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam daerah pengembangan Kabupaten Bogor wilayah Barat, yang mempunyai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PENGURUS DEWAN PIMPINAN KETUA WAKIL KETUA SKRETARIS WAKIL SEKRETARIS BENDAHARA 3 ORANG ANGGOTA MENEJER KABID KEUANGAN ANGGOTA DILAYANI

PENGURUS DEWAN PIMPINAN KETUA WAKIL KETUA SKRETARIS WAKIL SEKRETARIS BENDAHARA 3 ORANG ANGGOTA MENEJER KABID KEUANGAN ANGGOTA DILAYANI RAPAT ANGGOTA TAHUNAN (RAT) PENGURUS DEWAN PIMPINAN KETUA WAKIL KETUA SKRETARIS WAKIL SEKRETARIS BENDAHARA 3 ORANG ANGGOTA BADAN PENGAWAS KETUA SEKRETARIS ANGGOTA PENGURUS PARIPURNA KOMISARIS-KOMISARIS

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan pembangunan industri di era globalisasi ini bertujuan untuk menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Dengan adanya UKM tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke empat di Dunia. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia kurang

BAB I PENDAHULUAN. ke empat di Dunia. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk tertinggi ke empat di Dunia. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 255.993.674 jiwa atau

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Godean berupa tanah yang datar dan sedikit berbukit. 2. Utara : Kecamatan Mlati, Kecamatan Seyegan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Godean berupa tanah yang datar dan sedikit berbukit. 2. Utara : Kecamatan Mlati, Kecamatan Seyegan IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak wilayah Godean adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan Godean berada di sekitar 10 km sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi DKI Jakarta No. 55/11/31/Th. XIX, 6 November 2017 PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Tingkat P Terbuka (TPT) sebesar 7,14

Lebih terperinci

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING 6.1 Analisis Lingkungan Usaha Kecil Menengah Sate Sop Kambing Usaha kecil menengah mempunyai peran yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH A. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM di definisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KECAMATAN BANJAR. berdiri bersamaan dengan dibentuknya Kota Banjar yang terpisah dari kabupaten

IV. KEADAAN UMUM KECAMATAN BANJAR. berdiri bersamaan dengan dibentuknya Kota Banjar yang terpisah dari kabupaten IV. KEADAAN UMUM KECAMATAN BANJAR A. Letak Geografis Kecamatan Banjar adalah salah satu bagian dari wilayah Kota Banjar selain Kecamatan Purwaharja, Kecamatan Pataruman, dan Kecamatan Langensari yang berdiri

Lebih terperinci

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KOTA PEKALONGAN 2016 DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga olahan Salak Pondoh. Kegiatan pengolahan Salak Pondoh sudah dilakukan oleh warga masyarakat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Industri Rumah Tangga olahan Salak Pondoh. Kegiatan pengolahan Salak Pondoh sudah dilakukan oleh warga masyarakat V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Industri Rumah Tangga olahan Salak Pondoh Kegiatan pengolahan Salak Pondoh sudah dilakukan oleh warga masyarakat Desa Donokerto selama 10 tahun terakhir. Pengolahan Salak

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan ekonomi bebas saat ini, setiap negara terutama negara-negara yang sedang berkembang diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 melaksanakan pembangunan nasional dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MARTABAK MANIS

MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MARTABAK MANIS VI. MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MARTABAK MANIS Persediaan sangat dipengaruhi oleh permintaan akan produk jadi tersebut yaitu martabak manis. Tingkat persediaan juga berubah-ubah dipengaruhi permintaan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POTENSI PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL Kasus Industri Kecil Mebel Kayu di Pekanbaru

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POTENSI PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL Kasus Industri Kecil Mebel Kayu di Pekanbaru ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POTENSI PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL Kasus Industri Kecil Mebel Kayu di Pekanbaru Ruzikna Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015 BPS KABUPATEN SEKADAU No.06/11/6109/Th. II, 17 November 2016 KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015 SEBESAR 2,97 PERSEN Persentase angkatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal sebagai negara agraris, dimana penduduknya sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan sangat besar dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran, memperluas kesempatan kerja, memerangi

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Kebutuhan primer terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan tersebut tidak

I.1 Latar Belakang Kebutuhan primer terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan primer terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang signifikan pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dunia terutama di Asia Timur dan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci