TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Teori Struktural Fungsional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Teori Struktural Fungsional"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 6 adalah "unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya". Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat juga sebagai wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi dan aspek sosial dan ekonomi. Menurut Puspitawati (2009), keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi, dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama. Setiap keluarga pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam setiap tahapan hidupnya. Adapun tujuan dari membentuk keluarga yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anggotanya (BKKBN 1992). Terdapat delapan fungsi utama untuk mencapai tujuan keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 yang terdiri dari fungsi keagamaan, sosial, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan (BKKBN 1996). Selanjutnya Rice & Tucker (1986) membagi peran keluarga menjadi dua peran utama yaitu peran ekpresif dan peran instrumental. Peran ekspresif adalah untuk memenuhi keutuhan emosi (cinta kasih, ikatan suami-istri, dan ikatan orangtua-anak) dan perkembangan anak yang di dalamnya meliputi moral, loyalitas, dan sosialisasi anak. Sedangkan peran instrumental adalah peran manajemen sumberdaya keluarga yang dimiliki (fungsi ekonomi) untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui prokreasi dan sosialisasi anak, serta dukungan dan pengembangan anggota keluarga. Teori Struktural Fungsional Teori struktural fungsional merupakan teori dengan pendekatan sosiologi yang memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman kehidupan sosial dalam struktur masyarakat (Megawangi 1999). Struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga agar dapat berfungsi dengan baik dan kestabilan sosial dalam sitem masyarakat. Sebab

2 10 menurut Megawangi (1999), pendekatan ini tidak pernah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut. Teori struktural-fungsional dapat dilihat penerapannya dalam keluarga melalui struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Megawangi (1999) menyatakan bahwa tanpa adanya pembagian tugas masing-masing anggota keluarga dengan jelas sesuai dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Pembagian peran dan tugas dalam keluarga dibutuhkan untuk dapat saling melengkapi dan menjaga keharmonisan sistem agar dapat berfungsi dengan baik. Untuk lebih lanjutnya Levy dalam Megawangi (1999) membuat daftar persyaratan yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya sebagai berikut: 1. Diferensiasi peran yaitu adanya pembagian peran dan tugas yang harus dijalankan oleh setiap anggota keluarga. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang perlu dilakukan dalam keluarga, maka harus terdapat alokasi peran untuk setiap anggota keluarga. Terminologi diferensiasi peran tersebut dapat dibagi berdasarkan umur, gender, generasi, posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. Sebagai ilustrasi yaitu menyetir Seorang bapak adalah lebih kuat daripada anak lelakinya (karena juga lebih muda) sehingga bapak akan diberikan peran sebagai pemimpin dalam kegiatan instrumental. 2. Alokasi solidaritas yang menyangkut adanya distribusi relasi antar anggota keluarga. Distribusi relasi antar anggota menurut cinta, kekuatan, dan intensitas dalam hubungan. Cinta dan kepuasan dapat menggambarkan hubungan antar anggota. Misalnya keterikatan emosi antara ibu dengan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak mungkin lebih utama dibandingkan dengan hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas merupakan kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun kekuatan. 3. Alokasi ekonomi menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk tercapainya tujuan keluaga. Distribusi barang-barang dan jasa ini untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas dalam hal ini dapat terlihat dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa dalam keluarga.

3 11 4. Alokasi politik menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga. Yang dimaksud dengan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. agar keluarga dapat berfungsi, maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi meliputi cara atau teknik sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku bagi setiap anggota keluarga. Teori struktural-fungsional mengasumsikan bahwa suatu keluarga terdiri dari bagian yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemampuan struktur keluarga dapat berfungsi secara efektif pada keluarga inti yang tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru (Parsons & Bales 1956). Fungsi Ekonomi Keluarga Salah satu fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 yang terdapat dalam BKKBN (1996) adalah fungsi ekonomi. Sebagai suatu unit ekonomi keluarga merupakan alat untuk melakukan aktivitas agar memperoleh hasil yang diinginkan, seperti kepuasan, tujuan, gaya hidup, standar hidup, kesejahteraan, keamanan, kemampuan dan keterampilan untuk proses produksi dan konsumsi (Bryant 1990). Beberapa fungsi ekonomi keluarga menurut Rafella (2003) yaitu pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan dan mengonsumsi produk diantara anggota keluarga. Keluarga perlu melakukan aktivitas ekonomi secara produktif untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan. Menurut Garman (1993) aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh keluarga diantaranya: 1. Mencari pendapatan: Orang melakukan aktivitas seperti bekerja untuk mendapatkan penghasilan berupa gaji atau upah, keuntungan pengusaha bisnis, dan perolehan dari investasi. 2. Konsumsi: Konsumsi diartikan sebagai pemakaian atau penghabisan barang-barang seperti komoditi dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi keinginan. 3. Menggunakan: Menggunakan dapat diartikan sebagai tindakan pemakaian suatu sumber ekonomi dan non-ekonomi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

4 12 4. Meminjam: Agar tercapainya pemenuhan kebutuhan maka keluarga pasti pernah melakukan peminjaman atau berhutang dalam jangka waktu tertentu dengan perjanjian akan dikembalikan sejumlah peminjamannya tersebut. 5. Menabung: Menabung merupakan aktivitas memindahkan alokasi uang untuk masa mendatang atau penghasilan saat ini yang tidak habis untuk dikonsumsi. 6. Investasi: Investasi merupakan kegiatan mengerahkan sumberdaya yang ada berupa uang ataupun properti untuk memproduksi barang dan jasa agar memperoleh keuntungan berupa bunga, uang sewa, perolehan modal, dan pendapatan lainnya. 7. Pembayaran Pajak: Pembayaran pajak merupakan perilaku sukarela seseorang untuk membayarkan pajak kepada pemerintah. Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang vital bagi kehidupan keluarga, bahkan hal tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga tersebut. Teori Gender Gender dapat diartikan sebagai hasil dari sosio kultural yang membedakan karakteristik antara laki-laki dan perempuan. Hubeis (2010) menyatakan bahwa gender merupakan suatu konsep mengenai sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan lelaki yang tidak hanya ditentukan oleh perbedaan biologis, melainkan juga oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi. Adanya perbedaan konsep mengenai gender dari lingkungan sosial mengakibatkan adanya perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Peran gender menggambarkan kesepakatan antara pandangan dalam masyarakat dengan suatu budaya terkait perilaku yang harus ditampilkan berdasar jenis kelamin tertentu (Hubeis 2010). Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan peran (gender gap) yaitu perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang pekerjaan dan pendapatan. Perempuan cenderung mendapatkan kesulitan untuk memasuki pasar tenaga kerja karena adanya kekhawatiran budaya akan pergeseran peran seperti perempuan akan meninggalkan tugasnya sebagai istri dan ibu rumahtangga (Puspitawati 2009a). Menurut Puspitawati (2009a), hal ini disebabkan sistem patriarki mengatur bahwa suami memiliki peran sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) dan istri sebagai pengatur rumahtangga atau kegiatan domestik (home maker). Peran gender dapat bergeser dan mengalami perubahan sesuai dengan terjadinya perubahan

5 13 dalam suatu tatanan sosial, ekonomi di tingkat lingkungan masyarakat dan kesepakatan yang telah dibuat dalam lingkungan keluarga (Hubeis 2010). Pendekatan gender dilakukan untuk dapat mengubah situasi ketidakadilan atau deskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi situasi tercapainya kesetaraan serta keadilan dengan mempertimbangkan sikap, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki (Nurulfirdausi 2010). Analisis Gender Kerangka Moser Menurut Lassa (2009) terdapat lima kerangka berpikir berbasis gender yang umum digunakan untuk menganalisis gender, yaitu: 1. The Harvard Analytical Framework, atau juga dikenal dengan the Gender Roles Framework 2. The Moser Gender Planning Framework 3. The Women s Empowerment Framework (WEP) 4. The Social Relations Approach, dan 5. The Gender Analysis Pathway (GAP) Kerangka Moser (The Gender Roles Framework) tidak berfokus pada kelembagaan tertentu melainkan lebih berfokus pada rumahtangga. Adapun Moser (1993) membagi tiga konsep utama dari kerangka ini menjadi: 1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif, dan kerja komunitas. Hal ini dilakukan untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja. Adapun tiga kategori triple roles, yaitu: a. Peran reproduktif adalah peran yang berhubungan dengan tugas-tugas domestik yang menyangkut kelangsungan keluarga. contohnya, melahirkan, memasak, mengasuh anak, mencuci, membersihkan rumah, menjahit, dan lainnya. b. Peran produktif adalah peran yang dikerjakan oleh perempuan dan lakilaki untuk mendapatkan upah berupa uang secara tunai atau sejenisnya. Contohnya, bekerja di sektor formal ataupun non formal. c. Peran pengelolaan masyarakat dan politik. Peran ini dibagi menjadi dua kategori yaitu: 1) Peran pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan dalam komunitas bersifat sukarela dan tanpa upah. 2) Peran pengelolaan politik (kegiatan politik) mencakup seluruh aktivitas

6 14 politik dalam komunitas yang biasanya tanpa dibayar dan untuk meningkatkan kekuasaan atau status. 2. Upaya untuk membedakan kebutuhan yang bersifat praktis dengan yang strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berhubungan dengan posisi perempuan (subordinasi). 3. Pendekatan analisis kebijakan menfokuskan pada kesejahteraan (walfare), kesamaan (equity), anti kemiskinan, efisiensi, dan pemberdayaan perempuan dari atau WID (Women in Development) ke GAD (Gender and Development). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap Warga negara Indonesia (WNI) yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. TKI perempuan disebut sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Salah satu peran produksi yang dilakukan perempuan salah satunya dengan menjadi TKW. Selain itu adanya keterbatasan kesempatan kerja di bidang formal, menyebabkan banyaknya perempuan yang berminat menjadi TKW. Negara tujuan TKW terbesar yaitu Malaysia dan Saudi Arabia (BPS 2009a). Umumnya TKW bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT). Perempuan bekerja untuk mendapatkan penghasilan sehingga mampu mencukupi kebutuhan keluarga (Zehra 2008). Keputusan untuk bekerja di luar negeri sebagai TKW menjadi sebuah pilihan yang diambil oleh sebagian masyarakat agar dapat mengubah kehidupan perekonomian keluarganya. Bekerja di luar negeri menjadi sebuah daya tarik tersendiri dikarenakan tingkat pendapatan yang diterimanya jauh lebih besar dibandingkan bekerja di desanya. Pengiriman uang yang cukup lancar kepada keluarga yang ditinggalkan merupakan salah satu indikator keberhasilan menjadi TKW. Umumnya para istri mengirimkan pendapatannya pada bulan Januari, Februari, November, dan Desember (Nurulfirdausi 2010). Sedangkan menurut Norwanto (2007), tidak semua perempuan yang bekerja sebagai TKW dapat membantu pergerakan ekonomi keluarga dikarenakan pengiriman pendapatan yang tidak reguler. Sebagian TKW mengirimkan uang kepada keluarganya beberapa bulan sekali, sedangkan yang lainnya membawa penghasilan setelah kontrak kerja mereka usai.

7 15 Pendapatan TKW selama bekerja di luar negeri yang dikirimkan kepada keluarga lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan pendidikan. Selain itu ada juga yang menggunakan untuk melunasi hutang (Geerards 2010). Perubahan Struktur Keluarga Akibat Peran Istri dalam Pencarian Nafkah Dengan kepergian istri menjadi TKW maka terjadi perubahan struktur dalam keluarga. Padahal dalam sebuah keluarga, perempuan memiliki kewajiban berperan utama dalam pekerjaan domestik seperti mengurus anak dan suami serta anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Hal ini merupakan pengaruh budaya patriarki yang masih berlaku dalam masyarakat dimana nilai istri hanya sebagai pengasuh anak. Namun perlahan anggapan tersebut mulai bergeser seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan dalam sektor publik. Berikut salah satu contoh perubahan peran perempuan dalam keluarga menurut Hubeis (2010): Seorang lelaki bekerja di rumah yaitu mengurus rumah tangga serta mengasuh anaknya yang masih bayi, sedangkan tugas mencari nafkah dilakukan istrinya. Hal ini terjadi karena pendapatan keluarga akan lebih baik jika istri yang bekerja dibanding suami. Akan tetapi jika keduanya bekerja maka mereka harus menyewa jasa pengasuh bayi dan hampir menghabiskan pendapatan yang diperoleh. Sebaliknya, jika istri diam di rumah dan suami bekerja maka pendapayan suami tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Karena itu, istrilah yang bekerja dan suami mengurus rumah. Perempuan memiliki peran yang sangat berarti bagi keluarga, dimana sebagian besar waktunya sekitar 8-16 jam per hari dalam pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah, menyetrika, mengasuh anak, dan sebagainya. Hal ini jelas tidak dapat dilakukan oleh perempuan atau istri yang memutuskan untuk bekerja di luar rumah (Zehra 2008). Terdapat beberapa alasan perempuan bekerja di luar rumah meskipun mereka menyadari peranannya dalam sektor domestik. Salah satu yang menjadi alasan utamanya untuk menambah pendapatan bagi keluarga. Perempuan memiliki peranan sosial yang beragam dalam kehidupan perekenomian dimana perempuan dituntut untuk mampu menjalani fungsinya dalam keluarga serta sebagai pencari nafkah tambahan atau bahkan pencari nafkah utama (main breadwinner) bagi keluarga dan membina hubungan sosial yang baik. Hal ini membuktikan bahwa perempuan memiliki eksistensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya terutama dalam kehidupan perekonomian keluarga (Gulcubuk 2010).

8 16 Menurut Sumarwan (1993) peningkatan jumlah angkatan tenaga kerja wanita disebabkan oleh beberapa fakor, diantaranya: 1. Peningkatan tuntutan ekonomi yang menyebabkan sebagian keluarga tidak dapat mempertahankan tingkat kesejahteraannya hanya dari satu pendapatan; 2. Perubahan gaya hidup atau selera keluarga dalam mengkonsumsi barang dan jasa; 3. Semakin terbukanya kesempatan kerja bagi semua warga negara Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki, untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Sedangkan Hoffman & Nye (1974) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu: 1. Alasan ekonomi: Tujuannya untuk menambah pendapatan keluarga, terutama jika pendapatan suami relatif kecil. Selain itu karena istri memiliki suatu keahlian tertentu yang membuatnya merasa lebih efektif apabila waktunya digunakan untuk mencari nafkah. 2. Mengangkat status diri: Tujuannya untuk meningkatkan kekuasaan lebih besar atau minimal setara dengan suami dalam kehidupan keluarga. 3. Terdapat motif intrinsik (dari dalam dirinya) untuk menunjukkan eksistensinya seperti kemampuan berprestasi sebagai manusia, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Suami, orangtua, atau kerabat yang lainnya harus menyadari terdapat peran serta kewajiban menggantikan ibu (istri) agar tetap dapat tercapinya keseimbangan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh tim Pusat Studi Gender dan Keluarga STAIN Salatiga di Gamol, Kecandran, Salatiga, Jawa Tengah, yang juga dipresentasikan di The International Seminar of Gender Mainstreaming on Higher Education di UKSW Salatiga pada Desember 2006, menunjukkan adanya kesadaran tiga pola pergeseran peran, antara lain: 1. Suami mengambil alih peranan penuh dalam keluarga yang ditinggalkan oleh istri seperti mengurusi berbagai pekerjaan domestik, termasuk mengasuh anak. 2. Suami mengambil alih sebagian peranan keluarga yang ditinggalkan oleh istri. Suami biasanya dibantu oleh ibu atau anggota keluarga lain. 3. Suami sama sekali tidak mengambil peranan apapun. Pola ini dapat dikatakan sebagai kegagalan keluarga dalam melaksanakan transformasi

9 17 nilai yang menyebabkan ibu atau mertua TKW mengambil alih seluruh peran domestik keluarga. Keputusan istri untuk berpartisipasi di sektor publik dengan menjadi TKW merupakan pilihan yang sulit dan sangat tergantung pada keadaan ekonomi keluarga. Ketiadaan istri di rumah berdampak meningkatkan tingkat stress pada suami karena suami harus menggantikan peran istri yang ditinggalkannya sehingga suami memiliki peran ganda dalam rumah tangga, yaitu sebagai penggerak ekonomi keluarga dan melakukan pekerjaan domestik. Laporan penelitian Sunarti (2009a) menyatakan bahwa "Semakin besar sumbangan pendapatan dari istri, maka semakin sejahtera keluarga". Kontribusi Ekonomi Perempuan Salah satu tujuan seseorang bekerja di bidang nafkah adalah untuk memperoleh penghasilan berupa uang. Hal tersebut yang mendorong peran perempuan sebagai penunjang perekonomian rumahtangga menjadi sangat penting dan ikut serta berperan dalam sektor ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga dan memenuhi kebutuhan (Hubeis 2010). Tenaga kerja perempuan umumnya dihargai dengan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Seringkali upah yang dihasilkan oleh istri untuk keluarga dianggap sebagai hasil kontribusi suami terhadap pendapatan keluarga, meskipun istrilah yang menghasilkannya. Kontribusi ekonomi perempuan masih dianggap sekunder dan hanya sebagai pelengkap hasil dari laki-laki (Sobary 1992). Perempuan seringkali dipandang sebagai orang kedua yang hanya membantu pasangan (subordinat), berpendidikan rendah, dan memiliki keterbatasan keterampilan untuk menghasilkan kontribusi ekonomi bagi keluarga (Zehra 2008). Tidak jarang perempuan yang bekerja sebagai pencari nafkah tidak mendapatkan imbalan berupa uang sehingga tidak dapat memberikan kontribusi ekonominya pada pendapatan rumah tangganya. Banyak perempuan di desa yang mencari kesempatan bekerja di luar atau kota besar agar bisa memperoleh penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan bekerja di desanya. Namun hal ini tidak diikuti dengan jaminan keamanan sosial seperti asuransi (Gulcubuk 2010). Menurut Zehra (2008) alasan utama perempuan berpartisipasi aktif bekerja dengan upah di luar rumah untuk menambah kontribusi pendapatan keluarga secara langsung. Hubeis (2010) menyatakan bahwa umumnya perempuan di pedesaan dan berusia muda bekerja karena membutuhkan penghasilan untuk melanjutkan

10 18 kelangsungan kehidupan keluarga (terutama anak-anaknya) bukan untuk mengejar karir sehingga menerima berbagai jenis pekerjaan apapun tanpa memperhatikan besarnya pendapatan yang ditawarkan dari lingkungan kerja. Menurut Lasswell dan Laswell (1987), kontribusi ekonomi perempuan dalam ekonomi keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Meskipun pekerjaan mereka memiliki kontribusi yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan keluarga, namun pada kenyataannya perempuan masih saja dipandang sebelah mata dalam masyarakat (Zehra 2008). Disamping itu, Adriyani (2000) menyatakan, tinggi rendahnya kontribusi ekonomi wanita ditentukan juga oleh jumlah anggota rumah tangga yang bekerja mencari nafkah dan memperoleh pendapatan berupa uang. Meskipun demikian beberapa fakta empiris yang dikemukakan oleh Hubeis (2010) menunjukkan hal-hal berikut: 1. Perempuan mengalokasikan pendapatannya dalam jumlah yang lebih besar untuk keluarga dan kerabatnya dibandingkan untuk dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan sifat bawaan perempuan yaitu unselfish (tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi selalu mendahulukan keluarga) sebagai produk dalam masyarakat yang membentuk bagaimana perempuan bersikap terutama dalam tatanan keluarga. 2. Perempuan yang bekerja pada umumnya membantu usaha rumahtangga dengan atau tanpa memperoleh upah, baik di sektor publik maupun di sektor domestik. 3. Tenaga kerja perempuan lapisan bawah yang terkena PHK umumnya akan langsung pulang kembali ke kampung halaman untuk mencari perlindungan sosial dan keamanan, sedangkan perempuan yang berpendidikan tinggi akan secara langsung aktif untuk mencari kesempatan kerja yang lain. Arus Kas Keuangan Keluarga (Family Cash Flow) Setiap keluarga akan berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya. Pada umumnya seluruh kebutuhan keluarga memerlukan uang. Oleh sebab itu tidak jarang uang dijadikan sebagai alat pengukur dari sumberdaya (Guhardja et al., 1993). Kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga tidak hanya kebutuhan rutin saat ini saja, tetapi juga kebutuhan masa depan atau jangka panjang, sedangkan pendapatan yang

11 19 diterima keluarga terbatas (Krisnatuti et al., 2009). Dengan demikian keluarga perlu memiliki kemampuan mengatur keuangan yang baik dan bijak antara pendapatan, pengeluaran dan rencana tabungan masa depan (Garman dan Forgue 1988). Manajemen keuangan berkaitan dengan pembuatan anggaran. Menurut Garman dan Forgue (1988), membuat anggaran merupakan suatu proses perencanaan dan pengontrolan keuangan yang berhubungan dengan penggunaan catatan keuangan untuk menetapkan tujuan, perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengontrolan, dan evaluasi. Laporan arus kas (cash flow) memperlihatkan aliran uang yang masuk (pendapatan) dan aliran uang yang keluar (pengeluaran) yang rutin dilakukan oleh individu atau keluarga pada beberapa waktu yang telah lewat, seperti dalam bulanan atau tahunan. Menurut Garman dan Forgue (1988), pendapatan keluarga adalah seluruh perolehan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan teridiri dari upah dan gaji, bonus dan komisi, warisan, uang lembur, beasiswa, bunga deposito, dll. Pengeluaran adalah segala aktivitas yang mengakibatkan jumlah keuangan berkurang. Sebuah keluarga dapat membuat perencanaan pengeluaran, tetapi ketika uang tersebut telah dikeluarkan oleh keluarga disebut sebagai pengeluaran aktual (actual expenditure). Pengetahuan tentang cash flow penting dan wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan berantakan dan terpantau (Anonim 2007). Manajemen cash flow yang efektif dapat membatasi pengeluaran bulanan, meningkatkan pemasukan, menggunakan tabungan atau melakukan peminjaman (hutang). Hal tersebut bermanfaat dalam mengontrol pengeluaran tidak tetap seperti biaya rekreasi, pengeluaran pribadi, dan pengeluaran pangan. Adapun cash flow dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. Tujuan dari pembuatan laporan cash flow yaitu untuk memberikan informasi kondisi keuangan keluarga, termasuk di dalamnya menunjukkan sumber pendapatan sekaligus gambaran pola pengeluaran, tabungan, dan investasi (Garman dan Forgue 1988). Dalam banyak peristiwa, keluarga tidak dapat menyisihkan uangnya untuk dimasukkan ke dalam tabungan karena tidak berhasil menekan jumlah pengeluaran.

12 20 Gambar 1 Diagram Cash flow manajemen keuangan keluarga (Anonim 2007). Pengeluaran Keluarga Dalam suatu keluarga pendapatan akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga (Suryawati 2002). Hal ini terjadi karena tingkat pendapatan keluarga menentukan jenis pangan yang akan dibeli. Teori Bennet mengungkapkan bahwa persentase bahan pokok pangan dalam konsumsi suatu keluarga akan semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan dan cenderung akan beralih pada pangan yang mengandung energi lebih mahal. Seiring dengan meningkatnya pendapatan maka akan terjadi pergeseran porsi pengeluaran untuk pangan ke pengeluaran non pangan. Pergeseran pola pengeluaran tersebut dikarenakan elastisitas terhadap pangan umumnya rendah, sebaliknya elastisitas terhadap non-pangan tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan atau ditabung (BPS 2002). Salah satu cara untuk mengetahui tingkat kehidupan suatu masyarakat dapat dilihat dari pola pengeluaran rumah tangganya (BPS 2002). Keluarga dapat dikatakan sejahtera apabila kebutuhan setiap anggota keluarganya dapat terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia secara umum dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer merupakan

13 21 kebutuhan dasar yang sangat diperlukan agar dapat hidup dengan layak, seperti gizi, perumahan, pelayanan, pengobatan, pendidikan, dan sandang. Sedangkan kebutuhan sekunder meliputi waktu luang, ketenangan hidup, dan lingkungan hidup. Bryant (1990) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi konsumsi keluarga yaitu pendapatan, ukuran (besar keluarga), komposisi keluarga, dan harga. Menurut Sumarwan (1993), pola konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari kepala rumah tangga, tingkat pendapatan keluarga, jumlah keseluruhan anggota keluarga dan selera makan keluarga. Teori Engel menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga maka akan semakin rendah persentase untuk pangan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan rumahtangga maka akan semakin tinggi persentase pengeluarannya untuk pangan. Bagi keluarga berpenghasilan rendah, umumnya pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan sebagian besar dari mereka sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup secara layak, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup atau kesejahteraannya (Rambe et al., 2008). Hal ini didukung dengan pernyataan BPS (2002) yang menyebutkan bahwa pada negara yang sedang berkembang, persentase pengeluaran rumahtangga yang terbesar adalah pengeluaran untuk pangan. Tingkat kesejahteraan suatu keluarga akan dikatakan semakin baik apabila persentase pengeluaran untuk pangan semakin kecil jika dibandingkan dengan total pengeluaran keluarga (Rambe 2004). Jenis pengeluaran keluarga yang digunakan oleh BPS (2008) yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk pangan adalah pengeluaran untuk konsumsi terhadap bahan pangan kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, dan lemak. Komoditi pangan yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, tahu, tempe, mi instan, dan minyak goreng. Sementara itu, pengeluaran non pangan meliputi biaya untuk perumahan, bahan bakar, penerangan dan air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama lainnya. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Mangkuprawira (1985) bahwa jenis pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Secara naluriah seseorang dalam keluarga akan

14 22 terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan baru kemudian untuk non pangan. Jika dikaitkan dengan teori Maslow seperti yang dikemukakan Rambe et al. (2008), maka akan dipenuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan dasar keluarga, salah satunya adalah pangan. Walaupun demikian, perilaku ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, tempat tinggal, musim, dan pendidikan (Mangkuprawira 1985). Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh sebuah keluarga. Keluarga dikatakan sejahtera apabila sudah dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, baik sandang, pangan, papan, sosial, dan agama (Sulaeman 2008). Menurut Rambe et al. (2008), kesejahteraan merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, termasuk spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu sama lain tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang berbeda yang sangat bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya akibat dari pengalaman sebelumnya (Angur et al., 2004). Kesejahteraan keluarga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang dapat diukur dari terpenuhinya kebutuhan dari pemasukan keluarga (contohnya diukur melalui pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran keluarga) dan kesejahteraan meterial (family material well-being) yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang digunakan keluarga (Sunarti 2008). Umumnya pengukuran kesejahteraan material dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Menurut Sunarti (2008) tingkat kesejahteraan dapat diukur melalui dua cara, yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif. Angur & Robin (2002) dalam Angur et al. (2004) mengemukakan dalam pengukuran

15 23 kesejahteraan objektif dapat digunakan indikator seperti kondisi perumahan, demografi, dan ekonomi. Robin (2004) dalam Angur et al. (2004) mengemukakan indikator untuk kesejahteraan subjektif terhadap kualitas hidup (subjective quality of life) seperti kepuasan, persepsi, komitmen, aspirasi, dan motivasi. Kesejahteraan objektif diasumsikan penghitungannya melalui kesesuaian jumlah objektivitas atau angka (kuantitatif) berbeda dengan kesejahteraan subjektif yang diukur melalui asumsi subjektivitas (kualitatif) pengalaman seseorang. Tingkat kesejahteraan objektif seseorang akan mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Dimana persepsi seseorang terhadap suatu kondisi (objektif) akan membentuk suatu perilaku tertentu (subjektif). Kesejahteraan Subjektif (Quality of Life) Kesejahteraan subjektif (Quality of Life) adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu (Krueger 2009). Pendekatan subjektif dapat diukur melalui standar kualitas sikap, opini, dan skala persepsi. Menurut Diener & Eunkook (1997), tingkat kesejahteraan subjektif secara langsung menggambarkan perasaan seseorang dalam konteks standar yang telah ditetapkannya. Semakin tinggi kepuasan dibandingkan dengan standar hidup yang berlaku, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kualitas hidupnya. Haydron (2005) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan seseorang tidak hanya bergantung pada prioritas dalam hidupnya, tetapi juga bagaimana ia merespon terhadap suatu keadaan yang terkadang tidak sesuai dengan harapan. Menurut Puspitawati et al. (2008), puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dari nilai-nilai yang terbentuk dari pengalaman sebelumnya dan tujuan yang ingin dicapainya. Seseorang akan merasa semakin puas dan bahagia apabila semakin tinggi kekayaan yang dimilikinya (Angur et al., 2004). Kesejahteraan subjektif erat kaitannya dengan pandangan mengenai kualitas hidup. Menurut University of Toronto-Canada (2008) kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai berikut: Quality of life is the degree to which a person enjoys the important possibilities of his/her life. Possibilities result from oppurtunities and limitations each person has in her/his life and reflect the interaction of personal and environmental factors (University of Toronto 2008). Menurut Kruenger (2009), terdapat dua komponen kualitatif kesejahteraan subjektif, yaitu:

16 24 Pertama terkait pandangan hidup dalam bagaimana menyikapi aktivitas sehari-hari yang dipengaruhi emosi positif dan negatif serta pengalaman. Kedua terkait evaluasi kehidupan seseorang dengan mengukur tingkat kepuasan hidupnya, misalnya dengan menanyakan sejauh apa kepuasan yang Anda rasakan terhadap hidup Anda sehari-hari?. Kesejahteraan Objektif Kesejahteraan objektif diperoleh dengan hasil melalui pengamatan atau observasi dari suatu objek yang dapat dibandingkan dengan standar baku dengan hasil kuantitatif. Umumnya pendekatan fisik (objektif) lebih sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup penduduk suatu daerah (Angur et al., 2004). Kesejahteraan objektif dapat diukur dengan menggunakan dua indikator, yaitu indikator utama dan indikator tambahan. Indikator utama merupakan tingkat pendapatan per kapita per bulan dengan mengacu standar garis kemiskinan daerah. Sedangkan, indikator tambahan meliputi indikator pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan anak, dan perawatan kesehatan keluarga (Sunarti 2009). Sumarwan (1993a) mengatakan bahwa seseorang dikatakan sejahtera apabila terpenuhinya kebutuhan fisik dan material, dimana kebahagiaan berhubungan dengan perasaan atau emosi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga dikatakan lebih baik apabila presentase pendapatan yang digunakan untuk pangan lebih rendah dibandingkan presentase untuk kebutuhan lainnya atau non pangan. Salah satu indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan objektif yaitu menggunakan batas garis kemiskinan BPS yang didasarkan pada data konsumsi dan pengeluaran pangan dan non pangan (Rambe et al., 2008). Garis kemiskinan diartikan sebagai tingkat pendapatan seseorang atau keluarga yang layak untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum. Pengukuran tingkat kemiskinan suatu masyarakat secara luas dan keluarga secara khususnya dapat digunakan pendekatan secara objektif dengan cara penetapan garis kemiskinan suatu daerah yang kemudian dapat digunakan sebagai pembanding. Garis kemiskinan (GK) didapatkan dari hasil survey modul konsumsi Susenas yang dinyatakan dalam bentuk rupiah setiap bulannya (Cahyat 2004). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) (BPS 2010).

17 25 Kesejahteraan Ekonomi Keluarga Lingkungan dan tempat tinggal. Rumah menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia dalam hidupnya. Disamping sebagai tempat untuk berlindung, baik dari hujan maupun panas, rumah juga berfungsi sebagai tempat tinggal yang memberikan rasa aman bagi penghuninya dari gangguan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu sangat penting keluarga memelihara kualitas rumah yang ditinggalinya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka semakin sejahtera keluarga yang menempati rumah tersebut. (BPS 2002). Adapun berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut berdasarkan Indikator Kesejahteraan Rakyat BPS (2002) diantaranya: Jenis lantai dimana semakin baik kualitas lantai perumahan maka semakin baik tingkat kesejahteraan penduduk. Rumah tangga dengan jenis lantai keramik atau marmer memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik daripada rumah tangga yang menggunakan jenis lantai semen, ubin atau tanah. Atap yang layak dan dinding permanen dimana pada umumnya kualitas perumahan di pedesaan lebih rendah dibandingkan di daerah perkotaan. Kepemilikan Aset. Menurut Bryant (1990) sumberdaya rumahtangga dapat dibedakan menjadi human resources (sumberdaya manusia) dan physical resources (sumberdaya fisik). Termasuk dalam human resources yaitu waktu, keahlian, dan energi dari seluruh anggota rumahtangga. Sedangkan physical resources lebih kepada sumberdaya materi berupa fasilitas kredit, saham, rekening tabungan, obligasi, mobil, rumah, dan tanah. Sementara itu Guharja et al. (1993) membedakan aset keluarga menjadi dua jenis, yaitu: Aset lancar terdiri dari barang-barang yang dapat cepat diuangkan, contoh: emas, perhiasan, dan tentu saja uang. Aset tidak lancar terdiri dari barang-barang yang relatif agak lama diuangkan, contoh: tanah, rumah, mobil, kebun, surat-surat berharga, saham, dan investasi modal. Penelitian Pendahulu Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang sejenis. Adapun penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 1.

18 26 Tabel 1 Hasil penelitian pendahulu Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Yani Adriani 2000 Pengaruh Kontribusi Ekonomi Persentase rata-rata Wanita Bekerja terhadap Pola kontribusi ekonomi wanita Pengambilan Keputusan dan bekerja sebesar 33,3-75,0 Tingkat Kesejahteraan dalam persen terhadap Rumahtangga Nelayan, Kasus pendapatan keluarga. Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon Eka Aprilianti 2007 Analisis Tingkat Stress dan Sebanyak 46,7 persen Strategi Koping pada Suami istri setelah TKW yang Istrinya Bekerja Sebagai berkontribusi terhadap TKW di Luar Negeri, Kasus di pendapatan suami Desa Sukasari, Kecamatan sebesar lebih dari 75 Cisaat, Kabupaten Sukabumi persen dengan rata-rata sebesar Rp ,70 per bulan. Hal ini berarti sumbangan pendapatan istri terhadap pendapatan suami sangat besar. Vivi Irzalinda 2010 Kontribusi Ekonomi, Peran Istri Semakin besar kontribusi dan Kesejahteraan Keluarga di nilai ekonomi produktif Kota dan Kabupaten Bogor, terhadap pendapatan Studi Kasus pada Istri di total keluarga per bulan Kelurahan Situ Gede- maka akan semakin lebih Kecamatan Bogor dan Desa besar tingkat Hambaro-Kecamatan Nanggung kesejahteraan keluarga. Kabupaten Bogor Rata-rata kontribusi nilai ekonomi prduktif istri terhadap pendapatan total keluarga di Kelurahan Situ Gede sebesar Rp ,- per bulan (71,8%) dan di Desa Hambaro sebesar Rp ,- (46,6%). Khairunnisa Nurulfirdausi 2010 Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW), Kasus di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Sebanyak tiga perempat istri (70,2%) menyumbang pendapatan terhadap pendapatan total keluarga setelah menjadi TKW sebesar lebih dari 60,0 persen. Dengan pengeluaran contoh lebih banyak untuk pengeluaran non-pangan dibandingkan untuk pengeluaran pangan (85,1%).

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN POLA PENGELUARAN DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW)

HUBUNGAN ANTARA KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN POLA PENGELUARAN DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW) HUBUNGAN ANTARA KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN POLA PENGELUARAN DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW) AYUNDA WINDYASTUTI SAVITRI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional 5 TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn dan Talcott Parsons mengembangkan pendekatan struktural-fungsional dalam kehidupan keluarga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh suatu negara. Berdasarkan data BPS tahun 2010, persentase kemiskinan saat ini mencapai 13,3 persen. Kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa

BAB II LANDASAN TEORI. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Gender. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu Gander. Jika dillihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri

Lebih terperinci

BAB 9. KELUARGA DAN TENAGA KERJA WANITA (TKW) Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 9. KELUARGA DAN TENAGA KERJA WANITA (TKW) Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 9. KELUARGA DAN TENAGA KERJA WANITA (TKW) Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Dilema TKW dalam Sistem Patriarki Sesuai dengan norma masyarakat yang umumnya berlandaskan sistem patriarki, maka simbol

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga Manajemen merupakan salah satu turunan ilmu ekonomi. Walaupun manajemen tidak membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani Keluarga petani ialah keluarga yang kepala keluarga atau anggota keluarganya bermatapencaharian sebagai petani. Keluarga petani mendapatkan penghasilan utama dari kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis moneter yang melanda Indonesia pada Tahun 1997 meningkatkan angka kemiskinan dan angka pengangguran. Jumlah penduduk miskin selama periode 1996-2006 berfluktuasi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 No. 05/01/75/Th.IX, 2 Januari 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 Pada September 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,41 persen. Angka ini turun dibandingkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015

Lebih terperinci

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPSPROVINSI JAWATIMUR BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 06/01/35/Th.XIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan September 2014 dibandingkan turun sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 No. 05/01/75/Th.XI, 3 Januari 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 Berdasarkan survei pada September 2016 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,63 persen. Angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.57/07/64/Th.XX,17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.58/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XVI, 2 Januari 2013 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT JANUARI 2013 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 37/08/61/Th. XIV, 5 Agustus 2011 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 SEBESAR 9,38 PERSEN No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017 Penduduk miskin di Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 07/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 59/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPSPROVINSI JAWATIMUR BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 47/07/35/Th.XIV, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2016 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,23 poin persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan dibandingkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 No. 31/07/91/Th. VI, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2012 sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 07/01/62/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XV, 2 Januari 2012 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XVIII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05 /01/32/Th. XVII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang dapat dicerminkan dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

[diunduh 19 Oktober 2011]. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana

[diunduh 19 Oktober 2011]. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana DAFTAR PUSTAKA Adriyani Y. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumahtangga Nelayan (Kasus Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin berkurang 6,75 ribu

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009 No. 29/07/51/Th. III, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009 Jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan Maret 2009 tercatat sebesar 181,7 ribu orang, mengalami penurunan sebesar 33,99 ribu orang

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.07/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 05/01/33/Th. XI, 3 Januari 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 13,19 PERSEN Pada bulan ember 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017 No.38/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 8,19 PERSEN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar penduduk di negara-negara sedang berkembang berada di bawah

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar penduduk di negara-negara sedang berkembang berada di bawah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar penduduk di negara-negara sedang berkembang berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk yang dialami oleh negara-negara

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 No. 37/07/75/Th.X. 17 Juli 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 Berdasarkan survei pada Maret 2017 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,65 persen. Dibandingkan persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH. BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER 2016 No. 08/07/18/TH.IX, 3 Januari 2017 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2016

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH. BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2016 No. 08/07/18/TH.VIII, 18 Juli 2016 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 mencapai

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPSPROVINSI JAWATIMUR BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 64/09/35/Th.XIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan dibandingkan September 2014 naik sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/07/61/Th. XV, 2 Juli 2012 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2012 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 66/09/64/Th.XVIII,15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci