TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (BKKBN 1992). Menurut Saxton (1990) keluarga merupakan suatu hubungan antar dua orang atau lebih yang dipersatukan melalui kelahiran, adopsi, atau perkawinan, dan hidup bersama-sama dalam suatu rumah tangga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gunarsa&Gunarsa (2004) bahwa keluarga yaitu sekelompok orang yang diikiat oleh perkawinan atau pertalian darah, biasanya meliputi ayah, ibu, dan anak. Menurut Mattessich dan Hill (Zeitlin 1995) keluarga merupakan suatu kelompok yang berhubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal (yaitu interdepensi intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas keluarga). Keluarga merupakan suatu manajerial unit yang mampu mengelola sumberdaya keluarga yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga (Gross, Crandal, dan Knoll 1973). Menurut Duvall dan Miller (1985) keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, ikatan darah, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan serta mempertahankan kebudayaannya. Tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi anggota keluarganya, serta untuk melestarikan keturunan dan budaya suatu bangsa (Landis 1989). Fungsi keluarga utama yang telah diuraikan didalam resolusi majelis Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi 2009). Definisi-definisi tersebut menunjukkan

2 8 bahwa selain adanya ikatan yang terjalin antara anggota keluarga, keluarga juga mempunyai tujuan dan fungsinya. Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) terdapat delapan fungsi utama keluarga dalam proses untuk mengembangkan potensinya agar dapat terwujud keluarga sejahtera yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Pendekatan Teori Struktural- Fungsional Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam suatu institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat, dan akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Penganut pandangan teori struktural fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis, dan berkelanjutan. Konsep struktur sosial meliputi bagianbagian dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir (Puspitawati 2012) Pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauerholz 2002). Salah satu aspek penting dari perspektif struktural fungsional adalah bahwa pada setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi keluarga yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarkis yang harmonis, dan adanya komitmen terhadap pelaksanaan peran atau fungsi tersebut. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik, untuk mencapai tujuan sistem. Menurut Levy dalam Megawangi (1999) harmoni dalam pembagian dan penyelenggaraan fungsi dan peran, alokasi solidaritas, komitmen terhadap hak, kewajiban dan nilainilai bersama ini merupakan kondisi utama bagi berfungsinya suatu keluarga.

3 9 Menurut Puspitawati (2012) aspek struktural menciptakan keseimbangan sebuah sistem yang tertib (social order), ketertiban keluarga akan tercipta jika ada struktur atau strata dalam keluarga, yaitu masing-masing mengetahui peran dan posisinya dan patuh pada nilai yang melandasi struktur tersebut. Levy dalam Megawangi (1999) mengatakan bahwa tanpa adanya pebagian peran dan tugas yang jelas pada masing-masing anggota dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang nantinya akan berpengaruh terhadap sistem yang lebih besar lagi. Jika hal ini terjadi, maka akan ada satu posisi yang tidak dapat dipenuhi, sehingga akan dapat menimbulkan konflik bagi keluarga, dan akhirnya keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan. Persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai suatu sistem dapat berfungsi antara lain: 1. Adanya diferensiasi peran, dari serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap anggota dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing- masing aktor. 2. Alokasi solidaritas, distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta dan kepuasan menggambarkan hubungan antaranggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak laki-laki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antaranggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi, yaitu distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas ini juga ada terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik, distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka diperlukan distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu.

4 10 5. Alokasi integrasi dan ekspresi, distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota. Pendekatan Konsep Gender dalam Kehidupan Keluarga Konsep Gender Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian, gender adalah hasil kesepakatan antarmanusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karena itu, gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya (Puspitawati 2012). Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting untuk menentukan hubungan keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan menjadi pendefinisian perilaku gender yang semestinya oleh masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu ditetapkan oleh kelas, gender, dan suku (Mosse 2002). Puspitawati (2012) menyatakan bahwa gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; sedangkan laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman. Konsep gender yang digunakan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Perempuan (1996) adalah perbedaan-perbedaan sifat perempuan dan pria yang tidak mengacu pada perbedaan biologis, tetapi pada nilai-nilai sosial budaya yang menentukan peranan perempuan dan pria dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat. Kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarkhi menafsirkan perbedaan biologis menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung

5 11 pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol, dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya, tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya (Puspitawati 2012). Menurut Puspitawati (2012) Pembagian peran gender bertujuan untuk mendistribusikan tugas dalam rangka menjaga efisiensi dan keseimbangan sistem keluarga dan masyarakat. Umumnya masyarakat membagi peran berdasarkan tradisi para leluhur yang sudah dibakukan dalam internalisasi dan sosialisasi norma masyarakat. Kesetaraan gender yaitu kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Sedangkan keadilan gender yaitu suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki (Puspitawati 2012), Menurut Puspitawati (2009) wujud kesetaraan dan keadilan gender antara lain : 1. Akses, yaitu kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya pembangunan, contoh: memberikan kesempatan yang sama baik kepada laki-laki ataupun perempuan dalam memperoleh informasi pendidikan dan kesempatan untuk meningkatkan karir. 2. Partisipasi, yaitu perempuan dan laki-laki memiliki partisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan, contoh: memberikan peluang yang sama baik kepada laki-laki ataupun perempuan untuk ikutn serta dalam menentukan pilihan pendidikan di dalam rumahtangga. 3. Kontrol, yaitu perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumberdaya pembangunan, contoh: memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam penguasaan terhadap sumberdaya baik materi maupun non materi dan mempunyai kontrol yang mandiri dalam menentukan apakah laki-laki dan perempuan mau meningkatkan jabatan struktural menuju jenjang yang lebih tinggi.

6 12 4. Manfaat, yaitu pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki, contoh: Program Pendidikan dan Latihan (Diklat) harus memberikan manfaat yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Persepsi Peran Gender Pandangan laki-laki lebih cocok untuk melakukan peran produktif dan perempuan lebih cocok untuk mengerjakan peran reproduktif secara tradisional ditanamkan dalam benak individu tentang kekhasan perilaku seorang perempuan (feminin) dan kekhasan perilaku laki-laki (maskulin) yang oleh Hurlock (1980) disebut sebagai peran gender, dan akhirnya akan membentuk suatu pendapat yang dapat menjadi suatu norma di dalam masyarakat. Pada dasarnya pembagian peran gender dalam keluarga petani antara aktivitas domestik rumah tangga dan aktivitas pertanian, istri petani paling dominan dalam melakukan aktivitas domestik dan suami dalam aktivitas pertanian (Whatmore 1991). Pada budaya patriarkhi, terdapat pembagian peran gender yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan. Umumnya masyarakat membagi peran berdasarkan sosialiasi norma masyarakat, dengan kata lain, norma membatasi apa yang pantas dilakukan oleh laki-laki dan yang tidak pantas dilakukan oleh lakilaki, sebaliknya juga dengan perempuan. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki dan perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau menggendong anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun demikian, ada juga masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi (Puspitawati 2012). Scanzoni dan Supriyantini (2002) dalam Rachmawati (2010) membedakan pandangan peran gender melalui dua bagian yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern.

7 13 1. Peran gender tradisional Pandangan ini membagi tugas secara tegas berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender yang tradisional, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan. 2. Peran gender modern Tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau setingkat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumahtannga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Peran Perempuan (Istri) dalam Keluarga Gender dalam rumahtangga adalah perbedaan status dan peran antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) dalam menjalankan fungsi-fungsi rumahtangga. Gender dalam rumahtangga dapat mencakup pembagian kerja bagi anggota keluarga, adanya pembagian kerja tersebut akan menentukan peran dan tanggungjawab masing-masing anggota keluarga. Adanya peran anggota keluarga pun dapat menentukan seberapa besar partisipasi anggota keluarga dapat berkontribusi tehadap ekonomi keluarga. Telah diakui adanya peran ganda (multy roles) dari perempuan, baik sebagai istri, ibu dan sebagai pekerja, serta anggota masyarakat. Jadi perempuan dapat memainkan peranannya baik di sektor publik, domestik dan kemasyarakatan. Perempuan dikenal sebagai individu yang dapat mengerjakan berbagai kegiatan pada waktu yang sama (overlapping activities) sehari-hari. Halhal yang biasa dilakukan peempuan di desa adalah aktivitas-aktivitas seperti menggendong anak sambil menyapu halaman rumah di pagi hari atau sambil menunggu menjemur padi dan menjemur pakaian, atau aktivitas-aktivitas seperti mengasuh anak sambil menunggu di rumah, sambil memasak air dan menunggu menjemur pakaian. Peran perempuan di sektor publik dalam menambah

8 14 pendapatan keluarga tidak dapat dipandang sebelah mata. Telah dibuktikan oleh realita bahwa ternyata perempuan dapat menjadi penyelamat keluarga dan juga penyelamat bangsa di masa krisis ekonomi dengan keuletannya dalam beraktifitas mencari tambahan uang bagi keluarganya (family generating income) (Puspitawati 2009). Hubeis (2000) menyebutkan bahwa pembagian kerja dalam perspektif gender mengacu pada cara-cara dimana semua jenis-jenis pekerjaan (reproduktif, produktif dan sosial) dibagi antara pria dan wanita serta bagaimana pekerjaan tersebut dinilai dan dihargai secara kultural dalam masyarakat tertentu. Pekerjaan reproduktif atau domestik adalah kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan tugas-tugas kerumah tanggaan seperti menyiapkan makanan, berbelanja, mengasuh dan mendidik anak. Pekerjaan produktif menyangkut segala pekerjaan yang bertujuan menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi sendiri atau diperdagangkan. Sedangkan pekerjaan sosial adalah pekerjaan atau aktifitas yang terkait dengan aspek status kekuasaan atau kewajiban kewajiban bagi seseorang yang terbentuk secara kultural pada struktur masyarakat dimana ia tinggal. Kontribusi Ekonomi Perempuan Keluarga yang hidup dalam kondisi miskin melakukan suatu strategi untuk dapat bertahan di tengah keterbatasan. Rumahtangga petani-petani di perdesaan contohnya menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah anggota keluarga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik on farm maupun off farm. Dalam strategi nafkah tersebut, wanita seperti juga pria memiliki peran yang sangat penting sebagai pencari nafkah. Wanita tidak hanya terlibat dalam kegiatan reproduksi yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi juga dalam kegiatan produksi yang langsung menghasilkan pendapatan (White, Hart, Pudjiwati Sajogyo dalam Sitorus 1991). Masalah rendahnya produktivitas perempuan dalam pengembangan ekonomi keluarga sama sekali belum disentuh secara mendetail dan berkesinambungan. Produktivitas perempuan dalam hal ini diukur berdasarkan

9 15 kontribusi pekerjaan publik yang dibayar, sedangkan pekerjaan perempuan di aspek domestik tidak diperhitungkan (Puspitawati 2012). Di daerah perdesaan, wanita memiliki peranan besar dalam kegiatan mencari nafkah, di samping mengatur rumahtangga. Berbagai kegiatan usahatani spesifik gender dilakukan wanita, seperti: menanam, menyiang, panen dan pasca panen, bahkan menentukan tenaga kerja, pemasaran, dan perputaran kredit. Peran wanita tersebut sangat dipengaruhi oleh: 1) tingkat pendapatan (makin miskin suatu rumahtangga, maka makin besar kontribusi tenaga atau waktu wanita yang tercurah); 2) kondisi sosial budaya (tingkat pendidikan, kesehatan, posisi dalam proses pengambilan keputusan, mobilitas yang sangat dipengaruhi nilai atau norma sosial dan keseimbangan; 3) umur dan status perkawinan (Roosganda 2007). Pada umumnya peran perempuan secara ekonomi adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu penghasilan tambahan dari aktifitas ekonomi perempuan dapat mengentaskan keluarga dari kemiskinan (Rahardjo 1995). Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditunjukkan bahwa perempuan merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpartisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumahtangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di Perdesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumahtangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial (Sajogyo 1981). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kaum wanita memberikan kontribusi setengah atau lebih dari total tenaga kerja usahatani (Roosganda 2007). Kontribusi perempuan terhadap pendapatan pertanian keluarganya adalah sebesar 66,6 persen (Ukoha 2003). Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan merupakan harapan dan tujuan hidup setiap orang. Tingkat kesejahteraan setiap orang dapat berbeda-beda dalam arti keadaan kesejahteraan yang dialami seseorang belum tentu sama bagi orang lain. Kesejahteraan menurut Sawidak (1985) merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun demikian tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat

10 16 relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Kesejahteraan ekonomi dari suatu keluarga biasanya didefinisikan sebagai tingkat kepuasan atau tingkat pemenuhan kebutuhan yang telah diperoleh oleh keluarga (Park & Kim 2002). Secara umum, pengukuran tingkat kesejahteraan dapat dibedakan melalui dua pendekatan yaitu kesejahteraan objektif dan kesejahteraan subjektif. Pengukuran menggunakan pendekatan objektif didasarkan pada standar yang telah disepakati negara atau provinsi, namun pada pengukuran kesejahteraan subjektif didasarkan pada pertimbangan individual (Raharto dan Romdiati 2000). Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa kesejahteraan keluarga objektif dapat diukur salah satunya berdasarkan pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan diartikan sebagai tingkat pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum. Suatu keluarga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan, tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan secara materia, sehingga digolongkan pada keluarga miskin. Diener (2009) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan seseorang atau keluarga sesuai dengan evaluasi subjektif terhadap kehidupan mereka. Kesejahteraan subjektif adalah kepuasan hidup berdasarkan atas standar personal (Chen 2010). Pengukuran kesejahteraan bersifat subjektif manakala berkaitan dengan aspek psikologis yaitu diukur dari kebahagiaan dan kepuasan (Sunarti 2008). Terdapat perbedaan pandangan kesejahteraan secara subjektif berdasarkan wilayah regional maupun geografi serta nilai sosial-budaya yang ada di masyarakat (Raharto & Romdiati 2000). Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya yang meliputi agama, psikologi, makan dan minum dan sebagainya. Adapun tujuan membentuk keluarga yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras dan

11 17 seimbang antar anggota keluarga dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (Landis 1989; BKKBN 1992). Pembangunan keluarga sejahtera pada hakekatnya adalah meningkatkan keberdayaan dan kemampuan serta peran seluruh anggota keluarga dalam membangun keluarga yang berkualitas sesuai dengan tahapan-tahapannya. Sasaran dari pembangunan keluarga sejahtera adalah keluarga secara utuh dengan sasaran difokuskan kepada ibu atau perempuan. Hal ini dipertimbangkan karena ibu atau perempuan merupakan anggota keluarga yang paling rentan dan memiliki pengaruh yang besar serta resiko yang tidak dimiliki oleh anggota keluarga lain. Ibu juga merupakan anggota keluarga yang memiliki peranan yang besar dalam mengembangkan dan melaksanakan fungsi keluarga yang selama ini belum banyak diberikan dukungan. Dengan demikian seluruh dukungan yang diberikan kepada ibu akan memberikan nilai lebih pada keluarga dibandingkan dengan bila diberikan kepada anggota keluarga yang lain (BKKBN 1998). Kualitas hidup manusia meliputi domain kehidupan manusia antara lain 1) Domain Being (domain yang berkaitan dengan keadaan badan atau makhluk) yang terdiri dari kesejahteraan fisik, kesejahteraan psikologi, sosial dan keadaan spiritual; 2) Domain belonging (domain berkaitan dengan harta milik dan barangbarang) yang meliputi harta fisik, harta sosial, dan harta masyarakat (Universitas Toronto 2003 dalam Puspitawati 2012). Kesejahteraan keluarga pada hakikatnya mempunyai dua dimensi yaitu dimensi material dan spiritual (Sunarti 2008). Untuk menciptakan kesejahteraan suatu keluarga, maka diperlukan suatu keluarga kecil yang bahagia, namun dengan ekonomi yang kuat. Keluarga dengan ekonomi yang kuat dapat terwujud apabila fungsi ekonomi dalam keluarga tersebut dapat dipersiapkan dan dibangun dengan baik (BKKBN 1998). Berdasarkan penelitian Khairunnisa (2010) kesejahteraan subjektif itu dipengaruhi oleh jumlah anak. Sedangkan berdasarkan penelitian Irzalinda (2010) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga adalah permasalahan keluarga itu sendiri, dan dinyatakan faktor determinan kesejahteraan subjektif adalah pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, persepsi kerja, dan pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian

12 18 Puspitawati (2009) ditemukan adanya pengaruh positif dari besar keluarga. lama pendidikan suami, umur istri, umur balita, pengeluaranlkapitalbulan dan nilai ekonomi pekerjaan ibu rumah tangga untuk kegiatan domestik pekerjaan pemeliharaan rumah terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Sementara itu, faktor yang berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah umursuami. Sedangkan Chen (2010) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia di China adalah perbedaan gender dan frekuensi peran. Frekuensi peran yang tinggi akan meningkatkan rata-rata kesejahteraan perempuan. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terkait peran gender, kontribusi ekonomi perempuan dan kesejahteraan keluarga telah banyak dilakukan. Penelitian Puspitawati dan Fahmi (2008) menyatakan bahwa kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan domestik khususnya dalam mengurus anak dan memelihara rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh istri, dan kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan publik/ekonomi (mencari nafkah) lebih banyak dilakukan oleh suami, tetapi pada kegiatan mencari nafkah terlihat pula keterlibatan istri, sedangkan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan usaha tani dilakukan secara bersama-sama antara suami istri. Penelitian Puspitawati dan Fahmi (2008) menunjukkan juga bahwa keluarga petani mempunyai pola pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh, permasalahan dalam usaha tani yang paling banyak dialami adalah rendahnya produksi pertanian. Berdasarkan penelitian terdahulu ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendapatan/kapita/bulan, frekuensi perencanaan, dan permasalahan umum keluarga, adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam usaha tani adalah jumlah anggota keluarga, frekuensi perencanaan dan permasalahan umum keluarga. Fausia dan Prasetyaningsih (2005) menyatakan bahwa mayoritas perempuan di pedesaan kurang memiliki akses terhadap sumberdaya pertanian seperti terbatasnya akses dan hak atas lahan dan sumberdaya lainnya. Penelitian

13 19 Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Hasil penelitian terdahulu tersebut dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Penelitian pendahulu terkait topik penelitian No. Tahun Penulis Judul Hasil Ukoha Contribution of Women to Farm Family income in Ikuwano Local Government Area of Abia State, Nigeria Khaerunisa Nurul Firdausi Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga TKW Vivi Irzalinda Kontribusi Ekonomi, Peran Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor Sinta Rahmi Putri Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran Dataran Rendah Kontribusi perempuan terhadap pertanian keluarganya adalah sebesar 66,6 persen Kontribusi ekonomi TKW tidak berpengaruh pada kesejahteraan keluarga Kesejahteraan subjektif dipengaruhi nyata positif oleh jumlah anak Rata-rata kontribusi nilai ekonomi pekerjaan istri terhadap pendapatan total keluarga adalah 16,4 dan 46,2 persen pada masingmasing dua daerah lokasi penelitian Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah permasalahan keluarga. Pada masyarakat petani sayuran pola pengambilan keputusan masih di dominasi oleh laki-laki sebagai kepala keluarga. Perempuan hanya memiliki dominasi kekuasaan dalam mengambil keputusan pada kegiatan domestik. Keterlibatan perempuan di kegiatan produktif sebagian besar terbatas pada mencabut dan mengikat sayuran pada akhir periode tanam. Mayoritas kegiatan yang dilakukan oleh laki-laki

14 20 No. Tahun Penulis Judul Hasil Wiwik Gustina Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Peran Gender terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. adalah di sektor produktif yaitu mengelola lahan pertanian sayuran dengan memegang kontrol terhadap reproduksi hingga pemasaran Rata-rata kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan total keluarga perbulan adalah 43,3 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kontribusi ekonomi perempuan adalah umur istri dan kepemilikan aset. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap peran gender dalam pengambilan keputusan adalah kepemilikan aset dan kontribusi ekonomi perempuan. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah kepemilikan aset dan pendapatan total keluarga.

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

PERAN GENDER, KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PETANI HORTIKULTURA

PERAN GENDER, KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PETANI HORTIKULTURA PERAN GENDER, KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PETANI HORTIKULTURA (Kasus di Dusun Padajaya, Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur) NOVI PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional 5 TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn dan Talcott Parsons mengembangkan pendekatan struktural-fungsional dalam kehidupan keluarga

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga Undang-Undang No.52 tahun 2009 mendefinisikan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau

Lebih terperinci

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar  8.2 Pengertian Keluarga BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan bahwa keluarga

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu pembangunan dikatakan berhasil dengan melihat tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera harus dimulai dari bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DI KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA UNDANG-UNDANG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa

BAB II LANDASAN TEORI. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Gender. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu Gander. Jika dillihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antar suami istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller merumuskan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya yang meliputi kebutuhan fisik (makan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA (Kasus: Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Kota Bogor) RIZQI SUCI LESTARI A14204039 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Definisi Keluarga Berdasarkan undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran. perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran. perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender 2.1.1 Defenisi a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004). b. Gender adalah perbedaan status dan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Rumah Tangga merupakan sub sistem dari masyarakat yang memiliki struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah tangga peran suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

BUPATI WONOGIRI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA BUPATI WONOGIRI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Melalui servecynya terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Noorfi Kisworowati F 100 050 234

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Pekerjaan Istri = Bekerja / Tidak Bekerja Apa pekerjaan Istri Anda? = Berapa jam perhari Istri bekerja = Usia Anak =...Tahun Pembantu Rumah Tangga = Punya / Tidak Punya (Lingkari Salah Satu) Dengan hormat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

2015 PENYESUAIAN PERANAN IBU BEKERJA DALAM KEHIDUPAN KELUARGA

2015 PENYESUAIAN PERANAN IBU BEKERJA DALAM KEHIDUPAN KELUARGA A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang sedang gencar melakukan pembangunan industri. Tertulis dalam Peraturan

Lebih terperinci