dp 2 P,h;qL,q g. (2.11) P(0) = P wh, (2.12) P(L) = P w f. (2.13)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dp 2 P,h;qL,q g. (2.11) P(0) = P wh, (2.12) P(L) = P w f. (2.13)"

Transkripsi

1 BAB 2. SISTEM SUMUR DUAL GAS LIFT 17 dengan dp dh = f 2 P,h;qL,q g P wh, merupakan tekanan kepala sumur, dan P0 = P wh, 2.12 PL = P w f. 2.13

2 Bab 3 Performansi Sumur Dual Gas Lift Performansi sumur dual gas lift menyatakan kemampuan sumur memproduksi cairan untuk suatu nilai laju gas injeksi tertentu. Performansi sumur gas lift akan diilustrasikan melalui kurva performansi gas lift, equal slope dan kestabilan laju produksi sumur. 3.1 Kurva Performansi Gas Lift Kurva performansi gas lift menggambarkan hubungan antara jumlah gas injeksi dengan jumlah liquid atau cairan yang dapat diproduksi oleh sumur. Kurva performansi gas lift sangat berperan dalam menentukan jumlah total gas injeksi yang diperlukan sumur-sumur minyak pada suatu lapangan minyak. Ilustrasi mengenai kurva performansi gas lift dapat dilihat pada gambar 3.1. Persamaan 2.11 dan 2.12 merupakan permasalahan nilai awal. Misalkan P h;q L,q g solusi dari masalah nilai awal 2.11 dan P h;q L,q g merupakan keluarga 18

3 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 19 fungsi yang bergantung pada dua 2 parameter bebas, q L,q g. Untuk setiap nilai q g yang diberikan, nilai q L jika ada dapat diperoleh dengan menambahkan syarat 2.13 pada P h;q L,q g, yakni menyelesaikan persamaan implicit P L;q L,q g = Pw f = f 1 q L Himpunan semua titik q L,q g yang memenuhi 2.11, 2.12 dan 2.13 akan membentuk kurva performansi gas lift. Laju produksi cairan, q L dapat dinyatakan sebagai fungsi dari laju gas injeksi, q g secara explicit, yaitu: q L = ϕ q g 3.1 Gambar 3.1: Sketsa Kurva Performansi Gas Lift Eksistensi kurva performansi gas lift secara analitik untuk sumur tunggal telah dibuktikan [6]. Pada mulanya peningkatan laju injeksi gas akan meningkatkan laju produksi minyak. Namun, sejalan dengan peningkatan laju injeksi gas tersebut, suatu saat akan tercapai kondisi dimana laju injeksi gas menjadi tidak efisien lagi sebagai media pangangkat fluida dari reservoir ke permukaan, yang ditunjukkan dengan semakin ditambahkan jumlah gas injeksi, semakin menurunkan jumlah produksi minyak. Pada saat dimana kondisi ini terjadi disebut sebagai kondisi setelah

4 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 20 optimum. Kondisi tepat sebelum ini terjadi disebut sebagai kondisi optimum. Kondisi optimum menggambarkan bahwa banyaknya gas yang diinjeksikan kedalam sumur merupakan jumlah gas injeksi optimum yang akan mengakibatkan sumur memproduksi total cairan maksimum. Berdasarkan kurva performansi gas lift dapat ditentukan total gas injeksi yang diperlukan pada sebuah sumur jika sumur akan diproduksi pada laju produksi tertentu. Jumlah gas injeksi optimum ditunjukkan dari kemiringan pada kurva performansi gas lift, yaitu jika kemiringan kurva sama dengan nol, maka gas injeksi menunjukkan jumlah maksimum. dq L dq g = Dalam prakteknya, jumlah gas injeksi optimum tersebut dapat dipenuhi jika persediaan gas dilapangan tidak terbatas, tetapi untuk suatu lapangan dengan jumlah gas injeksi terbatas, jumlah gas injeksi yang diberikan untuk sumur-sumur minyak ditentukan pada saat kemiringan kurva performansi gas lift berharga positif, yaitu: dq L dq g > Equal Slope slope pada istilah ini menyatakan perubahan laju produksi minyak untuk setiap peningkatan laju gas injeksi. Pada subbab 3.1 telah diuraikan mengenai kurva performansi gas lift, dan telah disebutkan bahwa nilai produksi maksimum dipenuhi oleh persamaan 3.2.Untuk beberapa sumur gas lift lebih dari satu sumur, jumlah total

5 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 21 gas injeksi yang memenuhi persamaan 3.2 lebih dari yang tersedia di lapangan, hal ini tidak mungkin diterapkan mengingat gas alam memiliki nilai jual yang tinggi. Akibatnya, harus dicari laju injeksi gas dari masing-masing sumur dimana jumlah gas injeksi kurang dari yang tersedia di lapangan. Maka laju injeksi optimum ini dicari melalui slope atau kemiringan yang sama pada tiap-tiap kurva performansi gas lift. Equal Slope digunakan untuk menyelesaikan permasalahan jumlah alokasi gas injeksi pada short string dan long string pada sumur dual gas lift dengan jumlah gas injeksi terbatas[3]. Prinsip equal slope adalah menghitung kemiringan atau gradien kurva performansi gas lift. Kurva performansi gas lift menggambarkan jumlah produksi minyak sebagai fungsi dari jumlah gas yang diinjeksikan ke dalam sumur, sehingga dapat dituliskan: q o = h q g 3.4 Kemiringan atau gradien dari kurva performansi gas lift dinyatakan: h q g 3.5 Fungsi turunan akan didekati oleh h q g = lim c o h q g + c h q g c Dalam permasalahan sumur dual gas lift, equal slope akan dikenakan bagi masingmasing kurva performansi gas lift long string dan short string. Nilai produksi maksimum bagi long string dan short string untuk total gas injeksi terbatas dipenuhi

6 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 22 oleh persmaan, q gls,q gss q Lls,q Lss h q gls = h q gss Persamaan h q gls = h q gss dapat dituliskan sebagai, h q gls + c h q gls = h q gss + c h q gss c c diperoleh, h q gls + c h q gls = h qgss + c h q gss 3.6 atau q L ls q Lls = q L ss q Lss Kestabilan Produksi Sumur Gas Lift Pada sub bab berikut akan diuraikan daerah kestabilan pada sumur gas lift berdasarkan penelitian Herald Asheim [4] dan F.J.S Alhanati [5]. Dalam penelitian Asheim, dikaji mengenai kestabilan pada valve titik injeksi dan pada formasi, sedangkan Alhanati, mengkaji mengenai kestabilan pada choke gas injeksi di permukaan. Dengan menggabungkan kedua kriteria tersebut diharapkan dapat dilakukan analisa kestabilan pada sebuah sumur gas lift melalui pengukuran parameter-parameter operasi di lapangan. Penelitian mengenai kestabilan produksi pada sumur gas lift juga telah dilakukan oleh [7],[8] dan [9] dengan mengembangkan penelitian Asheim dan Alhanati.

7 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT Kriteria Kestabilan Asheim Kriteria kestabilan pada formasi dikembangkan berdasarkan laju alir fluida dari reservoir ke dalam sumur, dimana laju alir tersebut lebih sensitif terhadap tekanan dibandingkan laju injeksi gas, terutama pada reservoir yang memproduksi minyak berat atau pada kondisi produksi dengan kadar air tinggi. Oleh karena, peningkatan densitas rata-rata fluida campuran yang mengalir akan menyebabkan penurunan tekanan tubing di titik injeksi. Persamaan kestabilan F 1 dinyatakan dalam: F 1 = ρ giq 2 gi q L B g J > EA 1 ρ gi menyatakan massa jenis gas di titik injeksi kg/m 3 lbm/ f t 3, q gi menyatakan laju alir gas injeksi m 3 /sec f t 3 /s, q L menyatakan laju alir fluida reservoir m 3 /sec f t 3 /s. B g adalah faktor volume gas dalam formasi, J merupakan Indeks Produktivitas, stdm 3 /s.pa[sc f /sec.psi],m 3 /kpa.s[bpd/psi], A i sebagai luas area port injeksi m 2 [ f t 2] dan E: Faktor efisiensi orifice diasumsikan 0.7. Analisa kestabilan pada formasi ditentukan berdasarkan densitas gas injeksi, tekanan tubing di dasar sumur, dan jumlah gas injeksi yang masuk kedalam tubing. Dari kriteria ini, kestabilan aliran akan dipenuhi oleh sejumlah besar gas injeksi yang masuk ke dalam tubing, produktivity index produktivitas cairan tinggi, dan diameter valve injeksi yang kecil. Hal ini akan meningkatkan tekanan tubing di titik injeksi yang mengarah kepada keadaan stabil. Ketaksamaan 3.8 dapat dituliskan dalam q l = f q g sebagai langkah mendapatkan daerah kestabilan dari kriteria pertama. 0 < q L < αq 2 g, 3.9

8 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 24 dengan, α = ρ gb g J EA i 2 Selain itu, Asheim [4] menambahkan sebuah kriteria lagi jika kriteria stabilitas F 1 tidak terpenuhi. Jika F 1 tidak terpenuhi, maka terjadi penurunan tekanan tubing yang akan menyebabkan laju injeksi gas meningkat dan lebih besar dari laju alir cairan. Hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan tubing pada titik injeksi, tetapi secara bersamaan akan terjadi penurunan tekanan injeksi gas di annulus pada titik injeksi. Dengan demikian, jika penurunan tekanan annulus lebih cepat daripada penurunan tekanan tubing pada titik injeksi, maka perbedaan tekanan antara tekanan annulus dan tekanan tubing pada titik injeksi akan berkurang, dan demikian juga laju injeksi gas akan berkurang. Kondisi ini akan membuat aliran menjadi stabil. Kriteria kestabilan pada titik injeksi sebagai pengaruh penurunan tekanan annulus diberikan oleh persamaan F 2. F 2 = C V ti V c 1 gd i qgi + q L P ti > q L [1 F 1 ] ρ L ρ gi Ketaksamaan 3.10 dapat dituliskan dalam dimana, β = 1 F 1 V t V c 1 gli 1. P ti ρ f i ρ gi 0 < q L < q g β Kriteria Asheim diatas dibangun berdasarkan kondisi steady state atau kondisi tunak. Akibatnya, hubungan antara aliran dari reservoir dan tekanan dasar sumur

9 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 25 diberikan oleh hubungan inflow performance relationship yang steady state. Selain itu gas injeksi yang melalui choke dipermukaan dianggap konstan dan gas injeksi yang melalui valve injeksi diasumsikan dalam kondisi isothermal. Tekanan tubing diasumsikan hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi, sedangkan percepatan dan friksi diabaikan Kriteria Kestabilan Alhanati Kriteria kestabilan yang dikembangkan oleh Alhanati [5] merupakan pengembangan dari kriteria yang dikembangkan oleh Asheim [4], dengan tujuan melengkapi kriteria Asheim. Kriteria ini dikembangkan dari choke gas injeksi di permukaan sampai dengan gas lift valve. Dengan penambahan kriteria ini, diharapkan kestabilan produksi sumur gas lift dapat diperoleh berdasarkan parameter operasi di lapangan yang lebih lengkap. Asumsi yang digunakan pada penurunan kriteria kestabilan ini adalah bahwa tekanan distribusi gas sejak dari choke injeksi dianggap konstan. Flow regime pada choke adalah aliran kritis, dimana aliran gas injeksi yang melalui choke konstan. Untuk kasus ini, aliran gas injeksi yang masuk melalui valve injeksi meningkat seiring dengan penurunan tekanan tubing. Kriteria Alhanati dipenuhi oleh pertaksamaan: r v 2 r v F 1 + F 3 > µ v µ v dan

10 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 26 r v F r v > µ v dimana F 1 B f q 2 gjρ g EA i 2 q L, F 3 q L+q ga t P t ρ f ρ ggq L, r v P t P c, µ v zt t zt c. Kriteria tersebut diatas merupakan kriteria yang terkait dengan kriteria F 1 dan F 2. Jika hanya terjadi penurunan tekanan yang cukup kecil di valve, maka harga r v dan µ v akan mendekati 1, dan pada kondisi ini kedua pertaksamaan diatas dapat direduksi menjadi: F F 3 > 0. dan F 1 > 0. dimana kedua pertaksamaan tersebut selalu benar. Jika kriteria I Asheim menyebutkan F 1 > 1, maka pertaksamaan F F 3 > 0 memenuhi dan pertaksamaan F 1 > 0, selalu benar. Ketaksamaan 3.12 dan 3.13 dapat dituliskan dalam q o qg sebagai langkah mendapatkan daerah kestabilan, yaitu: 0 < q L < γq g 1 F rv µ v 1 µ v 2 r v γ < q L < αq 2 g µv r v µ v 3.15

11 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 27 dimana: γ = A t P ti g ρ f rho g, r v = P t P c, µ v = zt t zt c Kriteria Kestabilan Produksi Sumur Dual Gas Lift Dengan menggunakan kriteria Asheim dan Alhanati diatas, kestabilan produksi sumur gas lift dapat dinyatakan sebagai daerah kestabilan sebagai berikut: Kriteria Asheim: D 1 = ql,q g R 2 0 < q l < ρ gb g Jq 2 g EA i D 2 = ql,q g R 2 0 < q l < q g 1 F 1 1 Pt gl 1 ρ f ρg Vt Vc Kriteria Alhanati: dan D 3 = ql,q g R 2 0 < q l < 1 F1 r v µ v D 4 = ql,q g R 2 0 < q l < A t P t q g gρ f ρ g µ v 2 r v At P t q g gρ f ρ g q 2 gρ f B g J EA i 2 µ v r v µ v dimana: r v = P t P c, µ v = zt t zt c

12 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 28 D 1 menyatakan daerah kestabilan Asheim pada formasi, D 2 menyatakan daerah kestabilan Asheim pada titik injeksi. Karena D 1 dan D 2 bukan merupakan kriteria yang saling berpengaruh antara kriteria yang satu dengan yang lain maka hubungan antara daerah pertama dan kedua adalah gabungan D 1 D 2. D 3 dan D 4 menyatakan daerah kestabilan Alhanati choke gas injeksi di permukaan. Karena D 3 dan D 4 harus terpenuhi keduanya agar aliran pada choke injeksi di permukaan stabil, maka hubungan antara D 3 dan D 4 adalah irisan, D 3 D 4. Kriteria Asheim D 1 D 2 dengan kriteria Alhanati D 3 D 4 tidak saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain, sehingga hubungan keterkaitan antara kriteria Asheim dan Alhanati adalah gabungan kriteria, D 1 D 2 D 3 D 4, yang dapat dinyatakan sebagai: 0 < q l < Γ 3.20 dimana: Γ = max max αq 2 g, q g,min β αq 2 g µ v, r v µ v A t P t q g gρ f ρ g 1 F1 r v µ v µv 2 r v A t P t gρ f ρ g Dalam ilustrasi ruang parameter, daerah kestabilan sumur gas lift ditunjukkan pada gambar 2.3 Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa daerah kestabilan ditentukan oleh nilai F 1. Jika F 1 = ρ gq 2 g B g J q l > 1 dan aliran pada choke berada pada kondisi aliran kritis maka EA i 2 menurut Asheim [4], hal ini menjamin stabilitas keseluruhan sumur gas lift. Kriteria F 1 diturunkan dari kondisi fisis, jika parameter reservoir B g, J yang berada pada posisi pembilang bernilai tinggi, menunjukkan bahwa reservoir memiliki performa

13 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 29 Gambar 3.2: Ilustrasi Daerah Kestabilan Produksi Sumur Dual Gas Lift yang baik. Maka, daerah kestabilan memenuhi D 1, persamaan B g J EA i 2 Jika F 1 = ρ gq 2 g q l < 1 maka permasalahan sumur gas lift secara umum masih harus didefinisikan berdasarkan keadaan di titik injeksi dan aliran gas injeksi pada choke di permukaan. Jika aliran gas injeksi pada choke dipermukaan senantiasa konstan, karena parameter aliran pada choke tersebut, yaitu P atau tekanan di downstream dan P atau tekanan pada upstream dapat diatur sehingga dapat menstabilkan aliran gas injeksi dalam choke, maka permasalahan daerah kestabilan sumur gas lift berada pada aderah D 2. Daerah kestabilan produksi sumur dual gas lift berdasarkan penurunan kriteria kestabilan Asheim [4] dan Alhanati [5] dinyatakan dalam D 1 D 2 D 3 D 4. Kemiringan-kemiringan pada kurva performansi gas lift didalam daerah kestabilan bagi short string dan long string untuk suatu kondisi tertentu akan diilustrasikan pada Gambar 3.3.

14 BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT 30 Gambar 3.3: Ilustrasi kemiringan kurva performansi gas lift short string dan long string pada daerah kestabilan D 1

15 Bab 4 Model Optimasi Alokasi Gas Injeksi Sumur Dual Gas Lift Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab 2, sumur dual gas lift merupakan sumur dengan dua tubing, long string dan short string. Gas injeksi dari permukaan akan terbagi dua, masuk ke dalam long string dan sisanya masuk ke dalam short string. Gambar 4.1: Ilustrasi Kurva Performansi Gas Lift untuk Short String dan Long String untuk satu kondisi tertentu Hubungan antara laju injeksi gas dan laju produksi pada short string dan long string 31

16 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT32 dinyatakan melalui kurva performansi gas lift, seperti yang telah dijelaskan pada subbab 3.1. Kurva performansi gas lift untuk long string dan short string masingmasing diberikan oleh persamaan 4.1 dan 4.2, q Lls = ϕ ls qgls q Lss = ϕ ss qgss Persamaan 4.1 memenuhi dengan dp ls dh ls = f 2ls Pls,h ls ;q Lls,q gls. 4.3 P ls 0 = P whls, 4.4 PL ls = P w fls = f 1ls qlls. 4.5 Persamaan 4.2 memenuhi dengan dp ss dh ss = f 2ss Pss,h ss ;q Lss,q gss. 4.6 P ss 0 = P whss, 4.7

17 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT33 PL ss = P w fss = f 1ss qlss. 4.8 Agar sistem dual gas lift berjalan stabil, q gls,q gss harus terletak pada daerah kestabilan, yakni: qgls,q g ss { D = D ls 1 D ls 2 D ls 3 Dls 4 D ss 1 Dss 2 D3 ss Dss 4 0 qgls + q g q ss g tersedia} dengan, D ls 1 = qlls,q g ls R 2 0 < q Lls < ρ g ls B gls J ls q 2 g ls EAils 2, D ls 2 = qlls,q g ls R 2 0 < q Lls < q gls 1 F1ls Vt ls Vc 1 gl ils Pt ls ρ fls ρg, 1 D ls 3 = qlls,q g ls R 2 0 < q Lls < A tls P tls q gls g ρ fls ρ gls r vls 1 F 1ls µ vls µ vls 2 rvls A tls P tls q gls g ρ fls ρ gls, D ls 4 = qlls,q g ls q2 gls ρ fls B gls J ls 2 R 2 0 < q < EAils Lls µ vls r vls µ vls. dimana: r vls = P t ls P c, µ vls = z lst ls t zt c

18 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT34 D1 ss = qlss,q g ss R 2 0 < q < ρ g ss B gss J ss q 2 g ss Lss 2, EAiss D ss 2 = qlss,q g ss R 2 0 < q Lss < q gss Vtss Vc 1 F 1 ss 1 gl i ss Ptss ρ f ss ρ g 1, D ss 3 = A t ss qlss,q P tss q gss g ss R 2 0 < q < Lss r 1 F v ss 1ss µ v ss gρ f ss ρ gss µ v ss 2 r v ss At ss P tss q gss gρ f ss ρ gss, D ss 4 = qlss,q g ss R 2 0 < q Lss < q 2 gss ρ fss B gss J ss EA i ss 2 µ v ss r v ss µ v ss. dimana: r vss = P tss P c, µ vss = z sst ss t zt c D ls 1, Dls 2 dan Dss 1, Dss 2 masing-masing menyatakan daerah kestabilan Asheim untuk long string dan short string. D ls 3, Dls 4 dan Dss 3, Dss 4 masing-masing menyatakan daerah kestabilan Alhanati untuk long string dan short string. 4.1 Model Optimasi Akan dibangun model optimasi sumur dual gas lift yang dikaitkan dengan equal slope. Masalah memaksimumkan produksi minyak pada sumur dual gas lift dapat dituliskan sebagai berikut.

19 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT35 maxϕ 1 qgls + ϕ2 ξ qgls 4.9 dimana, q gss = ξ q gls yang memenuhi ϕ 1 qgls = ϕ 2 qgss. dengan q gls,q gss D. Untuk kondisi laju gas injeksi yang sangat sedikit, maka solusi optimum untuk model dual gas lift mungkin jatuh dibawah kurva performansi gas lift. Kondisi ini tidak diharapkan, karena tidak memberikan interpretasi kemampuan produksi sumur gas lift. Pada penelitian ini, laju gas injeksi optimum akan dicari pada daerah kestabilan sepanjang kurva performansi gas lift. Daerah pencarian laju gas injeksi optimum dinyatakan dalam D qg D qg = { q gls,q gss q + gls q gls q gtersedia,q + g ss q gss q gtersedia } 4.10 q + g ls dan q + g ss adalah nilai laju gas injeksi terkecil sehingga titik q + g ls,q + L ls dan q + gss,q + L ss berada pada kurva performansi gas lift didalam daerah kestabilan. 4.2 Skema Numerik Untuk suatu nilai q gls dan q gss yang diberikan, nilai ϕ 1 qgls dan ϕ2 qgss dapat diperoleh dari solusi persamaan implicit, P ls Lls ;q gls,q Lls Pw fls qlls = P ss Lss ;q gss,q Lss Pw fss qlss =

20 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT36 Dimana P ls Lls ;q gls,q Lls memenuhi masalah nilai awal 4.3, 4.4 dan 4.5. Pss Lss ;q gss,q Lss memenuhi masalah nilai awal 4.6, 4.7 dan 4.8. Dalam skema numerik, P ls Lls ;q gls,q Lls dan P ss Lss ;q gss,q Lss akan dihitung dengan metode Runge-Kutta orde 4. Nilai qlls dan q Lss akan dihitung dengan metode shooting, prosedur metode shooting dapat dilihat di lampiran. Dalam skema numerik, permasalahan optimasi 4.11 dapat dinyatakan sebagai masalah pemaksimuman produksi liquid dari short string dan long string. maxq Lls + q Lss 4.13 dengan, q L ls q Lls = q L ss q Lss 4.14 q gls + q gss q qtersedia 4.15 dan, q gls,q gss Dqg. Nilai q Lls dan q Lss diperoleh dengan metode shooting untuk nilai q gls dan q gss yang berpadanan. Nilai q L ls dan q L ss diperoleh dengan metode shooting untuk nilai qgls + c dan q + c gss yang berpadanan, untuk suatu nilai c yang cukup kecil. Permasalahan optimasi ini akan diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika. Untuk menyelesaikan permasalahan dengan algoritma genetika diperlukan mengubah masalah optimasi dengan kendala menjadi masalah optimasi tanpa kendala, dengan menggunakan pendekatan fungsi penalti. Permasalahan pemaksimuman 4.13, 4.14 dan 4.15 dapat dituliskan menjadi masalah peminimuman,

21 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT37 min f = 1 + r 1 g + r 2 h q Lls + q Lss dengan, qgls,q g ss Dqg. g = max 0, [ ] 2. q gss + q gls q gtersedia h = q L ls q Lls = q 2. L ss q Lss r 1 dan r 2 merupakan faktor penalti yang nilainya diambil cukup besar. Dalam algoritma genetika, r 1 dan r 2 akan dipilih sebagai fungsi yang naik terhadap generasi. 4.3 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode optimasi dengan menggunakan teknik pencarian acak berdasarkan mekanisme seleksi alam. Algoritma genetika dapat menyelesaikan permasalahan optimasi dengan kendala maupun masalah optimasi tanpa kendala. Masalah optimasi dengan kendala terbagi menjadi kendala persamaan equality constraints dan atau kendala pertaksamaan inequality constraints. Algoritma Genetika bekerja pada sekumpulan titik calon solusi optimum yang disebut sebagai populasi [10],[11]. Setiap titik di dalam populasi disebut sebagai individu, dan setiap individu dinyatakan oleh sejumlah bit yang merepresentasikan sifat dan karakteristik dari individu itu sendiri. Dalam thesis ini digunakan string biner untuk menyatakan sejumlah bit tersebut. Untuk suatu populasi akan diproses melalui beberapa iterasi sehingga diperoleh individu terbaik sebagai solusi optimum dari permasalahan yang diberikan. Ukuran baik atau tidaknya suatu individu dilihat dari nilai fitness-nya, dimana nilai fitness merupakan harga dari suatu individu yang diperoleh dengan cara memetakan

22 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT38 individu tersebut menjadi suatu fungsi fitness. Individu yang memiliki nilai fitness tertinggi di dalam suatu populasi merupakan individu terbaik. Secara umum langkah-langkah pada algoritma genetika dijelaskan pada sub bab berikut ini Populasi Awal Pada Algoritma Genetika Pada tahap awal, Algoritma Genetika akan membangkitkan sebanyak N individu, dari bilangan acak, yang disebut sebagai ukuran populasi. N individu ini disebut sebagai populasi awal. Setiap individu dinyatakan oleh sejumlah bit, yang dalam thesis ini direpresentasikan dalam string biner. Namun, sebelum membangkitkan individu-individu tersebut, perlu ditentukan panjang dari string biner yang akan digunakan untuk merepresentasikan masing-masing individu dalam populasi. Panjang string biner dalam algoritma genetika didefinisikan sebagai berikut: Misalkan diberikan suatu permasalahan yang memiliki M variabel x 1, x 2,..., x M dengan x i [a i,b i ] dan k i merupakan ketelitian angka di belakang koma yang dikehendaki untuk variabel ke-i, untuk i = 1, 2,..., N. Misalkan l i adalah panjang string biner yang akan ditentukan untuk variabel ke-i, maka l i yang optimal adalah bilangan bulat l i terkecil yang memenuhi persamaan berikut : 1 + b i a i 10 k i 2 l i. untuk i = 1,2,..., N. Panjang string biner yang mewakili suatu individu l merupakan jumlah dari panjang

23 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT39 string biner untuk setiap variabel: l = N l i. i=1 Selanjutnya, populasi awal dibangun dengan membangkitkan bilangan acak yaitu bilangan 1 dan 0 sebanyak ukuran populasi dikalikan dengan panjang string satu individu, yaitu N l. Bilangan acak diperoleh dengan menggunakan fungsi pembangkit bilangan acak yang tersedia dalam perangkat lunak komputer Fungsi Fitness Setelah terbentuk populasi awal yang berupa string biner dilanjutkan dengan menghitung nilai objektif, f x dengan merubah terlebih dahulu dari string biner ke real. Dalam algoritma genetika untuk mengukur tingkat adaptif suatu individu terhadap lingkungannya digunakan fungsi fitness. Fungsi fitness F x merupakan hasil transformasi dari fungsi objektifnya. Karena permasalahan yang dihadapi adalah masalah meminimumkan suatu fungsi objektif f maka fungsi fitness F yang digunakan adalah: F x = max f x 1, f x 2,..., f x N f x i. Untuk i = 1,2,..., N menyatakan banyaknya individu.

24 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT Elitis Elitis merupakan pemilihan individu terbaik dalam populasi pada suatu generasi untuk terus memasuki generasi berikutnya. Elitis bertujuan untuk menjamin individu dengan nilai fitness tertinggi untuk tetap bertahan ke tahap lebih lanjut. Biasanya jumlah individu yang dipilih dalam elitis adalah dua individu. max F x. Dengan F x = max f x 1, f x 2,..., f x N f x i Reproduksi Setelah populasi mengalami proses elitis, selanjutnya populasi akan mengalami reproduksi, yang merupakan pemilihan individu dalam populasi secara acak berdasarkan nilai fitness-nya. Semakin tinggi nilai fitness suatu individu berarti semakin besar peluangnya untuk terpilih memasuki tahap selanjutnya, bahkan memungkinkan suatu individu terpilih lebih dari satu kali. Reproduksi yang digunakan dalam Algoritma Genetika Sederhana adalah reproduksi yang berdasarkan mekanisme roda rolet roulette wheel. Semakin tinggi nilai fitness suatu individu, semakin besar proporsi areanya di roda rolet. Pemilihan individu dilakukan dengan memutar roda rolet secara acak sebanyak ukuran populasi. Individu yang proporsi areanya ditunjuk oleh pin roda rolet berarti berhak memasuki tahap selanjutnya. Oleh karena itu, individu yang memiliki proporsi area yang lebih besar memiliki peluang untuk terpilih yang lebih besar pula. Misalkan suatu populasi terdiri dari lima individu dengan nilai fitness masing-

25 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT41 masing. Setiap individu memiliki peluang seleksi yang besarnya bergantung pada nilai fitness-nya. Selanjutnya, ilustrasi roda rolet dapat digambarkan pada gambar3.2. Gambar 4.2: Roulette Wheel Langkah-langkah proses reproduksi: 1. Hitung total nilai fitness populasi F total = N f x i,i = 1,2,..., N i=1 2. Hitung peluang seleksi setiap individu P i = F x i F total,i = 1,2,..., N 3. Hitung peluang kumulatif setiap individu: Q k = k P i,k = 1,2,..., N i=1 4. Acak bilangan r antara 0 dan 1, kemudian tentukan bilangan bulat terkecil j

26 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT42 sehingga r Q j, maka individu ke- j merupakan individu yang bertahan ke tahap selanjutnya 5. Ulangi langkah 4 sampai diperoleh sebanyak N e individu, e merupakan banyak individu dalam elitis Persilangan Crossover Setelah populasi mengalami proses elitis dan reproduksi, selanjutnya di dalam populasi akan mengalami persilangan, yang merupakan pertukaran substring antara dua individu secara acak sehingga menghasilkan dua individu yang baru. Dalam proses persilangan terdapat peluang persilangan P c yang menentukan apakah di antara dua individu yang dipilih secara acak tersebut akan mengalami persilangan atau tidak. Metode persilangan yang digunakan dalam thesis ini adalah one point cut, dimana dipilih suatu bilangan acak di antara 1 dan n 1 sebagai posisi persilangan, dengan n adalah panjang string dari suatu individu. Misalkan bilangan acak yang diperoleh adalah tiga maka persilangan terjadi pada posisi di antara bit ketiga dan bit keempat. Skema metode one point cut dapat digambarkan sebagai berikut. Langkah-langkah persilangan: 1. Semua individu dalam populasi dipasangkan dua-dua sehingga terbentuk N 2 pasangan ; N 2 = bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan N 2.

27 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT43 2. Acak bilangan r k antara [0,1], k = 0,1,..., N 2 =; jika rk < P c maka pasangan ke-k mengalami persilangan jika tidak, pasangan ke-k tidak mengalami persilangan Mutasi Mutasi adalah proses evolusi terakhir yang dialami oleh populasi setelah mengalami elitis, reproduksi, dan persilangan. Mutasi merupakan perubahan nilai bit individu secara acak dari 1 menjadi 0 dan dari 0 menjadi 1. Dalam proses mutasi juga terdapat peluang mutasi P m yang menentukan apakah suatu bit dari individu dalam populasi mengalami mutasi atau tidak. Langkah-langkah mutasi: 1. Acak bilangan r k [0,1], k = 0,1,...,R R merupakan banyak bit dalam populasi, yakni ukuran populasi dikalikan dengan panjang satu individu 2. Jika r k < P m maka ubah nilai bit ke-k dari 0 menjadi 1 atau dari 1 menjadi 0 Jika tidak maka bit ke -k tidak mengalami mutasi Uji Penghentian Terdapat dua pengujian yang dilakukan untuk menentukan kriteria penghentian iterasi, yakni : Uji kekonvergenan dan uji iterasi. 1. Uji Kekonvergenan Iterasi akan dihentikan apabila populasi telah mengalami kestabilan. Suatu populasi dikatakan stabil apabila populasi tersebut memenuhi definisi kesta-

28 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT44 bilan populasi sebagai berikut. Definisi Populasi StabilOffersman 1995: Misalkan P suatu populasi yang terdiri dari n individu. l banyaknya gen dari suatu individu. A i = A i 1, A i 2,..., A i l kromosom untuk individu ke-i pada P. Gen A i dikatakan stabil jika dan hanya jika terdapat lebih dari 90% individu dalam populasi dengan A i p = c;c = 1,2,...,n c bernilai 0 atau 1 untuk suatu pp = 1,2,...,l. Permutasi dikatakan stabil apabila semua gen dalam P tersebut stabil. Pada praktiknya, kriteria ini sulit untuk dicapai, terutama bila panjang string yang digunakan cukup besar. 2. Uji Iterasi Selain kriteria kekonvergenan di atas, suatu iterasi akan mengalami penghentian apabila telah mencapai iterasi maksimum yang telah ditentukan sebelumnya Fungsi Penalti Permasalahan alokasi gas injeksi untuk mendapatkan total produksi maksimum merupakan permasalahan optimisasi dengan kendala. Algoritma genetika akan menyelesaikan permasalahan optimisasi tersebut dengan mengubahnya menjadi fungsi tanpa kendala atau dengan kendala yang sederhana domain constraints. Kendala ditambahkan pada fungsi objektif melalui parameter penalti apabila terjadi pelanggaran terhadap kendala. Secara umum, fungsi penalti yang tepat harus memberikan penalti positif untuk titik infeasible dan meniadakan penalti untuk titik feasible. Apabila diberikan suatu masalah optimasi yang disertai kendala seperti berikut: g i X 0, untuk i = 1,2...,m.

29 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT45 h j X = 0, untuk i = 1,2...,n. Maka fungsi penalti P yang sesuai untuk masalah tersebut adalah: PX = m φ [ g i X ] l + ϕ[h i X] i=1 i=1 dengan φ dan ϕ fungsi kontinu yang memenuhi: φy = 0 jika y 0 dan φy 0 jika y > 0. ϕy = 0 jika y = 0 dan ϕy > 0 jika y 0. Bentuk fungsi yang memenuhi persamaan diatas: φy = [ max0,y ]q dan ϕy = y q q merupakan bilangan bulat positif. Oleh karena itu, fungsi penalti P biasanya berbentuk: PX = m [ n max0,gi x ]q + h i x q i=1 i=1 4.4 Penerapan algoritma genetika dalam masalah optimasi alokasi gas injeksi dalam sumur dual gas lift Prosedur metode algoritma genetik dalam mencari solusi optimum dalam daerah kestabilan bagi permasalahan dual gas lift: 1. Menentukan banyaknya generasi.

30 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT46 2. Menentukan banyaknya individu dalam sebuah generasi. 3. Menentukan peluang persilangan cross over. 4. Menentukan peluang mutasi. 5. Menentukan ketelitian yang diinginkan. 6. Dalam kasus optimasi pada sumur dual gas lift ini dibutuhkan 2 dua buah kromosom yang berada pada sebuah populasi. Dimana dua buah kromosom tersebut mewakili q gss,q gls. Daerah pencarian dibatasi pada daerah kestabilan produksi masing-masing string. 7. Menghitung nilai q L untuk masing-masing tubing dengan metode Shooting dan Runge-Kutta orde 4 dimana nilai q g diperoleh dari variabel acak pada nomor Melakukan proses evolusi yaitu menghitung nilai kendala, nilai fungsi objektif dan nilai fungsi fitness. 9. Melakukan proses seleksi elitis dan reproduksi dan proses evolusi mutasi dan cross over. 10. Memeriksa kriteria pemberhentian, bila belum terpenuhi kembali ke nomor 7. Diagram alir penyelesaian optimasi alokasi gas injeksi diilustrasikan pada Gambar 4.3. Sedangkan diagram alir mengenai proses optimasi dengan menggunakan algoritma genetika diilustrasikan pada gambar 4.4.

31 BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT47 Gambar 4.3: Diagram alir tesis Gambar 4.4: Diagram alir proses optimasi dengan algoritma genetika

Model Optimasi Alokasi Gas Injeksi Sumur Dual Gas Lift

Model Optimasi Alokasi Gas Injeksi Sumur Dual Gas Lift Bab 4 Model Optimasi Alokasi Gas Injeksi Sumur Dual Gas Lift Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab 2, sumur dual gas lift merupakan sumur dengan dua tubing, long string dan short string. Gas injeksi

Lebih terperinci

Studi Kasus dan Analisa Simulasi

Studi Kasus dan Analisa Simulasi Bab 5 Studi Kasus dan Analisa Simulasi Alokasi gas injeksi pada sumur dual gas lift memerlukan hubungan antara laju injeksi gas terhadap laju produksi minyak untuk masing-masing tubing (string). Kurva

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 4. Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan permasalahan pada penelitian ini adalah:

BAB 1. PENDAHULUAN 4. Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan permasalahan pada penelitian ini adalah: Bab 1 Pendahuluan Pada saat produksi awal suatu sumur minyak, fluida dapat mengalir secara natural dari dasar sumur ke wellhead atau kepala sumur. Seiring dengan meningkatnya produksi dan waktu operasi,

Lebih terperinci

OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT

OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT Tesis Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: Silvya Dewi Rahmawati NIM: 20105018 Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis 5.1 Parameter dan Variabel Optimasi Salah satu variabel yang paling menentukan dalam perhitungan biaya operasi pompa yang telah dijelaskan pada subbab 3.2

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

Sistem Sumur Dual Gas Lift

Sistem Sumur Dual Gas Lift Bab 2 Sistem Sumur Dual Gas Lift 2.1 Metode Pengangkatan Buatan (Artificial Lift Penurunan tekanan reservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak, serta menurunkan laju produksi sumur.

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian BAB III PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembentukan portofolio optimum menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD)

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN III.1. Diskripsi Sistem Sistem pendistribusian produk dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan permasalahan vehicle routing problem (VRP). Berikut ini adalah gambar

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Disusun oleh: Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, PENS ITS Surabaya 2003 Algoritma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Penjadwalan adalah penempatan sumber daya (resource) dalam satu waktu. Penjadwalan mata kuliah merupakan persoalan penjadwalan yang umum dan sulit dimana tujuannya

Lebih terperinci

[1] Brown,K.E., The Technology of Artificial Lift Methods Volume 2a, Petroleum Publishing Company, Tulsa, 1982.

[1] Brown,K.E., The Technology of Artificial Lift Methods Volume 2a, Petroleum Publishing Company, Tulsa, 1982. Daftar Pustaka [1] Brown,K.E., The Technology of Artificial Lift Methods Volume 2a, Petroleum Publishing Company, Tulsa, 1982. [2] Brown,K.E., The Technology of Artificial Lift Methods Volume 4, Petroleum

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Siklus RCGA 2. Alternatif Operator Reproduksi pada Pengkodean Real 3. Alternatif Operator Seleksi 4.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi Cobb-Douglas dengan galat aditif merupakan salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara hasil produksi dan faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

III RELAKSASI LAGRANGE

III RELAKSASI LAGRANGE III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah diadopsi untuk mengurangi getaran pada gedung-gedung tinggi dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. telah diadopsi untuk mengurangi getaran pada gedung-gedung tinggi dan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuned mass damper (TMD) telah banyak digunakan untuk mengendalikan getaran dalam sistem teknik mesin. Dalam beberapa tahun terakhir teori TMD telah diadopsi untuk mengurangi

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Bagus Priambodo Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana e- mail : bagus.priambodo@mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai model matematika pada pendistribusian raskin di Kota Yogyakarta, penyelesaian model matematika tersebut menggunakan algoritma genetika serta perbandingan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sistem dan Informasi 2.1.1 Sistem Menurut Sutabri (2004), bahwa sistem adalah sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lainnya berfungsi untuk mencapai

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN Eva Desiana, M.Kom Pascasarjana Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara, SMP Negeri 5 Pematangsianta Jl. Universitas Medan, Jl.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Mike Susmikanti Pusat Pengembangan Informatika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG Oleh : Ellys Kumala P (1107100040) Dosen Pembimbing Dr. Melania Suweni Muntini, MT JURUSAN

Lebih terperinci

V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA)

V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA) V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA) 5.1 Pendahuluan Algoritma genetika baru-baru ini telah menjadi subjek yang sangat menarik dan relatif berkembang

Lebih terperinci

Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam. penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut

Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam. penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut terlaksana dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 36 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengurutan Pekerjaan (Job Sequencing) 2.1.1 Deskripsi Umum Dalam industri manufaktur, tujuan penjadwalan ialah untuk meminimasikan waktu dan biaya produksi, dengan cara mengatur

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini BAB II KAJIAN TEORI Pembahasan pada bagian ini akan menjadi dasar teori yang akan digunakan untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini adalah optimisasi, fungsi, pemrograman

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS Surabaya 2003 Algoritma Genetika Algoritma

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Vol. 14, No. 1, 19-27, Juli 2017 Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Jusmawati Massalesse dan Muh. Ali Imran Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Valuta Asing Valuta asing dapat diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam hukum ekonomi bila terdapat

Lebih terperinci

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Azimatul Khulaifah 2209 105 040 Bidang Studi Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Dosen Pembimbing : Dosen

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

METODA GENETIC ALGORITMA SEBAGAI PERENCANAAN LINTASAN ROBOT UNTUK APLIKASI PENGEBORAN PADA PCB ABSTRAK

METODA GENETIC ALGORITMA SEBAGAI PERENCANAAN LINTASAN ROBOT UNTUK APLIKASI PENGEBORAN PADA PCB ABSTRAK METODA GENETIC ALGORITMA SEBAGAI PERENCANAAN LINTASAN ROBOT UNTUK APLIKASI PENGEBORAN PADA PCB 1)Adam Ridiantho M, 2 Djoko Purwanto 1,2) Program Studi Teknik Elektro, Program Pasca Sarjana, ITS Ruang B205,

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Perkembangan game dari skala kecil maupun besar sangat bervariasi yang dapat dimainkan oleh siapa saja tanpa memandang umur, dari anak

Lebih terperinci

OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM

OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM Poetri Lestari Lokapitasari Belluano poe3.setiawan@gmail.com Universitas Muslim Indonesia Abstrak Non Dominated Sorting pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. 5 Mulai HASIL DAN PEMBAHASAN Kromosom P = rand [0,1] Ya P < Pm R = random Gen(r) dimutasi Selesai Tidak Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. Hasil populasi baru yang terbentuk akan dievaluasi kembali dan

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing menggunakan algoritma memetika, akan diberikan contoh sebagai berikut. Contoh Misalkan

Lebih terperinci

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Muhammad Abdy* 1, Maya Sari Wahyuni* 2, Nur Ilmi* 3 1,2,3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Makassar e-mail: * 1 m.abdy@unm.ac.id,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. ABSTRAK Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. Pada skripsi ini, metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan job shop scheduling

Lebih terperinci

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING BAB 3 LINEAR PROGRAMMING Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini sebagai landasan berpikir untuk melakukan penelitian ini dan mempermudah pembahasan hasil utama pada bab selanjutnya. 3.1 Linear Programming

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA Muhammad Arief Nugroho 1, Galih Hermawan, S.Kom., M.T. 2 1, 2 Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur No. 112-116, Bandung 40132 E-mail

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SISTEM SENSOR GAS. Muthmainnah

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SISTEM SENSOR GAS. Muthmainnah TESIS PENEAPAN ALGOITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI TANSFE DAYA PADA SISTEM SENSO GAS Muthmainnah 1108201008 DOSEN PEMBIMBING Dr. Melania Suweni Muntini, MT PENDAHULUAN Sensor gas yang sering ditemui dipasaran

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP

BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP Prosedur AM dan GRASP dalam menyelesaikan PFSP dapat digambarkan oleh flowchart berikut: NEH GRASP SOLUSI NEH SOLUSI ELIT MEMETIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya, wisata belanja, hingga wisata Alam. Untuk menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya, wisata belanja, hingga wisata Alam. Untuk menarik minat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Objek pariwisata di Yogyakarta sudah semakin beragam mulai dari wisata budaya, wisata belanja, hingga wisata Alam. Untuk menarik minat wisatawan dapat dibuat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM Anies Hannawati, Thiang, Eleazar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131,

Lebih terperinci

Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem

Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem Adidtya Perdana Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Jl. H.M. Jhoni No. 70 C Medan adid.dana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM MENENTUKAN SPESIFIKASI PC BERDASARKAN KEMAMPUAN FINANSIAL KONSUMEN

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM MENENTUKAN SPESIFIKASI PC BERDASARKAN KEMAMPUAN FINANSIAL KONSUMEN APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM MENENTUKAN SPESIFIKASI PC BERDASARKAN KEMAMPUAN FINANSIAL KONSUMEN Eva Haryanty, S.Kom. ABSTRAK Komputer adalah salah satu peralatan yang pada saat ini banyak pula digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. genetika, dan algoritma memetika yang akan digunakan sebagai landasan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. genetika, dan algoritma memetika yang akan digunakan sebagai landasan dalam BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II ini dijelaskan mengenai beberapa teori tentang penjadwalan, penjadwalan kuliah, metode penyelesaian penyusunan jadwal kuliah, algoritma genetika, dan algoritma memetika

Lebih terperinci

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author:

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author: Institut Teknologi Padang, 27 Juli 217 ISBN: 978-62-757-6-7 http://eproceeding.itp.ac.id/index.php/spi217 Optimasi Bentuk Struktur dan Penampang pada Struktur Rangka Baja Terhadap Kendala Kehandalan Material

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM 3.1 TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Sebelum membahas pencarian solusi Travelling Salesman Problem menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar

Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar Soni Irawan Jatmika 2210 105 052 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, MT. 2. Heri Suryoatmojo, ST. MT.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA ABSTRAKSI RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Tedy Rismawan, Sri Kusumadewi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai optimisasi, pengertian penjadwalan,

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA LAPORAN TUGAS BESAR ARTIFICIAL INTELLEGENCE KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA Disusun Oleh : Bayu Kusumo Hapsoro (113050220) Barkah Nur Anita (113050228) Radityo Basith (113050252) Ilmi Hayyu

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION Samuel Lukas 1, Toni Anwar 1, Willi Yuliani 2 1) Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir ini, peranan algoritma genetika terutama untuk masalah optimisasi, berkembang dengan pesat. Masalah optimisasi ini beraneka ragam tergantung dari bidangnya. Dalam

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali)

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) I Made Budi Adnyana

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) Yayun Hardianti 1, Purwanto 2 Universitas Negeri Malang E-mail: yayunimoet@gmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta tidak merupakan

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS Hafid Hazaki 1, Joko Lianto Buliali 2, Anny Yuniarti 2

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN 1907-5022 OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Manahan Siallagan, Mira Kania Sabariah, Malanita Sontya Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hemofilia Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai

Lebih terperinci