III KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Konsep Agroindustri Agroindustri merupakan salah satu subsistem dari sistem agribisnis yang memiliki peranan yang sangat penting karena memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi akibat adanya nilai tambah yang dihasilkan serta mempercepat transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian menuju industri. Agroindustri didefinisikan sebagai semua kegiatan industri yang terkait dengan kegiatan pertanian yang meliputi: (i) industri pengolahan hasil produk pertanian dalam bentuk setengah jadi dan produk akhir; (ii) industri penanganan hasil pertanian segar; (iii) industri pengadaan sarana produksi pertanian; dan (iv) industri pengadaan alat alat pertanian (Saragih, 2010). Austin (1981) mendefinisikan agroindustri sebagai pengolahan bahan baku yang bersumber dari tanaman atau binatang, yang meliputi proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik dan kimiawi, penyimpanan, pengepakan dan distribusi. Sedangkan Henson and Cranfield (2009) mendefinisikan sektor agroindustri sebagai bagian dari sektor manufaktur yang mengolah bahan baku dan barang setengah jadi yang berasal dari pertanian, perikanan dan kehutanan. Dengan demikian, sektor agroindustri meliputi pengolahan makanan, minuman, tembakau, tekstil dan pakaian, produk kayu dan furniture, kertas, dan produk karet. Dari berbagai definisi yang disampaikan di atas dapat dilihat bahwa sektor agroindustri bukanlah sektor yang dapat berdiri sendiri, karena merupakan bagian dari sistem agribisnis yang kompleks. Sebagai bagian dari sistem agribisnis, pengembangan agroindustri harus mengacu kepada keseluruhan sistem (Gambar 5). Tambunan (2010) menyebutkan bahwa pengembangan agroindustri harus memperhatikan kaidah keterpaduan usaha, yaitu: (i) azas keterpaduan wilayah; (ii) azas keterpaduan usahatani; dan (iii) azas keterpaduan komoditas. Ketiga azas tersebut harus berjalan secara simultan dimana ada kesepakatan dari semua pelaku bisnis dan pengambil keputusan untuk memberikan prioritas utama pada komoditas tertentu yang akan dikembangkan di suatu wilayah. Penentuan dan pengembangan komoditas yang memperhatikan wilayah sebagai suatu kesatuan ekonomi yang didasarkan kepada keterpaduan wilayah harus bermuara pada sistem usahatani yang

2 24 memadukan pola usaha dan organisasi produksi yang efisien dan azas keterpaduan usahatani. Subsistem Agribisnis Hulu - Produksi input pertanian, peralatan dan mesin - Pengadaan dan distribusi input pertanian, peralatan dan mesin Subsistem Agribisnis On Farm - Budidaya tanaman dan ternak - Penanganan panen dan pascapanen - Penjualan dan pemasaran produk primer pertanian Subsistem Agribisnis Hilir (AGROINDUSTRI) - Pengadaan bahan baku produk primer - Pengolahan produk antara dan produk akhir - Pemasaran produk antara dan produk akhir Subsistem Layanan Pendukung dan Kebijakan - Fasilitas kredit dan asuransi pertanian - Penyuluhan dan informasi pertanian - Transportasi dan komunikasi - Infrastruktur lokal dan nasional - Penelitian dan pengembangan - Lingkungan binis (makroekonomi dan kebijakan khusus) Gambar 5 Menggerakkan agroindustri dalam konseptualisasi agribisnis. (Sumber: Tambunan, 2010) Seperti yang disajikan pada Gambar 5, pengembangan agroindustri sangat terkait dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam menciptakan enabling environment yang mendukung perkembangan aktivitas agroindustri. Menurut Wilkinson and Rocha (2009), fokus kebijakan pemerintah dalam pengembangan agroindustri khususnya di negara negara berkembang adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan strategis terkait dengan daya saing agroindustri 2. Dukungan terhadap usaha kecil dan menengah terkait dengan peningkatan kapasitas, pembentukan klaster dan transfer teknologi

3 25 3. Pengakuan atas peran kunci sektor informal dan kebutuhan akan instrumen lingkungan bisnis yang mendukung dalam hubungannya dengan investasi asing 4. Kebijakan yang memasukkan petani kecil dan produsen produk pertanian dalam kontrak rantai pasok 5. Penyediaan barang publik dengan tujuan meningkatkan persaingan untuk memperoleh akses pasar 6. Penyediaan layanan untuk membangun kemampuan akses pasar yang berkelanjutan, pengembangan kebijakan perlindungan konsumen 7. Aktif berperan dalam harmonisasi dan menjamin transparansi standar mutu; langkah-langkah untuk memastikan bahwa pengembangan agroindustri adalah kompatibel dengan keberlanjutan lingkungan dan sosial serta negosiasi standar dan akses pasar di forum internasional. 3.2 Kebijakan Publik Definisi kebijakan menurut Wilson (2006) adalah tindakan, tujuan dan pernyataan pemerintah mengenai hal hal tertentu dan langkah langkah yang diambil untuk menerapkannya serta penjelasan yang diberikan mengenai apa yang terjadi atau tidak terjadi. Kebijakan publik merupakan pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn, 2003). Kebijakan terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait dalam satu sistem kebijakan yang terdiri dari pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan dan kebijakan itu sendiri. Untuk memperoleh informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah masalah publik, dilakukan proses analisis kebijakan. Dunn (2003) mengartikan analisis kebijakan sebagai disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk menciptakan, menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Dalam melakukan analisis kebijakan pengembangan agroindustri kakao, harus melalui lima prosedur analisis yaitu perumusan masalah, peramalan, pemantauan, evaluasi, dan rekomendasi (Gambar 6).

4 26 Evaluasi KINERJA KEBIJAKAN Perumusan Masalah Peramalan HASIL HASIL KEBIJAKAN MASALAH KEBIJAKAN MASA DEPAN KEBIJAKAN Pemantauan Perumusan Masalah AKSI KEBIJAKAN Rekomendas Gambar 6 Prosedur analisis kebijakan. (Sumber, Dunn, 2003) 1. Merumuskan masalah masalah kebijakan. Perumusan maslah kebijakan merupakan aspek yang paling krusial dan pada dasarnya merupakan sistem masalah yang saling tergantung, subyektif, artifisial dan dinamis. Masalah kebijakan sering mengandung konflik antara pelaku kebijakan dan tidak realistis untuk menganggap bahwa beberapa pengambil keputusan memiliki pilihan yang sama dan konsensus mengenai satu tujuan. Perumusan masalah merupakan suatu proses dengan empat tahap yang saling tergantung satu sama lain yaitu; penghayatan masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan spesifikasi masalah. Metode metode yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah masalah kebijakan meliputi analisis batasan, analisis klasifikasional, analisis hierarkis, sinektika, brainstorming, analisis perspektif berganda, analisis asumsional dan pemetaan argumentasi. 2. Meramalkan kebijakan di masa depan Peramalan merupakan prosedur untuk membuat informasi tentang situasi di masa depan atas informasi yang ada tentang masalah kebijakan. Bentuk utama ramalan kebijakan yaitu proyeksi, prediksi dan perkiraan yang dibedakan atas dasar ekstrapolasi kecenderungan, teori dan pandangan pribadi. Peramalan digunakan untuk membuat estimasi

5 27 tentang tiga tipe situasi masa depan yaitu; masa depan potensial, masa depan yang masuk akal dan masa depan normatif. 3. Merekomendasikan aksi aksi kebijakan Rekomendasi kebijakan ditujukan untuk menjawab pertanyaan Apa yang harus dilakukan? Dengan demikian, rekomendasi kebijakan memerlukan pendekatan yang normatif, dan tidak hanya empiris dan evaluatif serta memberikan berbagai alternatif. Pendekatan utama untuk rekomendasi dalam analisis kebijakan publik adalah analisis biaya manfaat dan analisis biaya efektivitas. 4. Memantau hasil hasil kebijakan Pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat kebijakan publik. Pemantauan menghasilkan pernyataan yang bersifat penandaan setelah kebijakan diadopsi dan diimplementasikan, sedangkan peramalan menghasilkan penandaan sebelum tindakan dilakukan. 5. Mengevaluasi kinerja kebijakan Evaluasi kebijakan terkait dengan seberapa jauh suatu hasil kebijakan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran. Fungsi utama evaluasi dalam analisis kebijakan adalah penyediaan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, kejelasan dan kritik nilai nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan informasi bagi perumusan masalah berikutnya. Kriteria evaluasi kebijakan antara lain efektivitas, estimasi, kecukupan, kesamaan, daya tanggap dan kelayakan. 3.3 Kebijakan Pertanian Definisi dan Instrumen Kebijakan Pertanian Kebijakan pertanian merupakan suatu program yang dijalankan pemerintah yang dipilih dari berbagai alternatif yang ada untuk mengarahkan dan menentukan kondisi sekarang dan yang akan datang di bidang pertanian (Schmitz, et al., 2002). Kebijakan pertanian merupakan bentuk intervensi yang cukup kompleks, mencakup pasar output, pasar input, perdagangan, investasi barang publik, sumber daya alam, regulasi dari eksternalitas, pendidikan, pemasaran dan distribusi produk. Ada 3 alasan mendasar bagi pemerintah untuk melakukan intervensi yaitu:

6 28 1. Efisiensi, yaitu membuat pasar menjadi lebih efisien seperti kebijakan subsidi untuk barang barang publik, pembatasan eksternalitas dan regulasi yang membatasi kekuatan pasar. 2. Stabilisasi, yaitu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi, seperti kebijakan moneter untuk menstabilkan nilai tukar. 3. Distribusi, yaitu kebijakan pemerintah untuk meredistribusi pendapatan di antara kelompok masyarakat. Van Tongeren (2008) menyebutkan bahwa kebijakan harus ditargetkan untuk hasil yang spesifik dan terpisah, Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan mengenai variabel variabel yang ditargetkan sehingga harus memenuhi beberapa dimensi sebagai berikut: (i) terukurnya definisi tujuan kebijakan yang akan ditargetkan dan unit-unit di mana target diukur; (ii) definisi spasial/geografis daerah, karena kegagalan pasar yang membenarkan intervensi kebijakan sering terjadi secara lokal atau regional terbatas; dan (iii) definisi karakteristik kelayakan, terkait dengan siapa yang berhak menerima dan tidak, karena kebijakan pertanian paling sering berlaku untuk petani secara individual. Setelah memenuhi kriteria tersebut, baru instrumen kebijakan dapat dipilih. Instrumen kebijakan pertanian biasanya disamakan dengan transfer uang, tetapi kebanyakan instrumen yang dibuat oleh pengambil kebijakan adalah berupa pajak (transfer negatif, regulasi dan fasilitas. Negara berkembang memiliki variasi yang sangat tinggi dalam hal sumberdaya alam, tipe sistem pertanian, ukuran usahatani, tingkat pembangunan sumberdaya manusia, infrastruktur dan lain lain. Kondisi ini membuat pemerintah dihadapkan pada berbagai tujuan dan kendala, sehingga harus memilih instrumen kebijakan yang paling sesuai. Brooks (2010) menyebutkan bahwa dengan kondisi tersebut, pilihan kebijakan pertanian adalah sebagai berikut: 1. Intervensi pasar output dan input, seperti: kebijakan harga dan perdagangan, kebijakan pemasaran, subsidi input (benih, pupuk dan kredit modal kerja) 2. Penyediaan barang publik seperti infrastruktur pedesaan 3. Transfer pendapatan 4. Perubahan kelembagaan seperti, dewan pemasaran, reformasi lahan, reformasi sektor keuangan, hukum, dan lain lain.

7 Kebijakan Bea Ekspor Penerapan kebijakan pajak ekspor biji kakao seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 dapat digambarkan seperti pada Gambar 7. Jika diasumsikan bahwa supply ekspor kakao adalah kurva S E, permintaan ekspor kurva ED, permintaan domestik kurva D D dan supply domestik adalah S D, maka harga perdagangan bebas kakao adalah P F. Pajak optimal diperoleh ketika S E berpotongan dengan pendapatan marjinal (MR ED ). Melalui penerapan pajak ekspor ini, pemerintah akan memperoleh pendapatan pajak sebesar abcd, sedangkan petani kakao akan kehilangan fcdp f. P S D S E b a f c P f d ED MR ED D D q E q D Gambar 7 Kebijakan bea ekspor kakao. (Sumber: Schmitz, et al., 2002) Dampak penerapan kebijakan bea ekspor terhadap pengembangan industri hilir kakao dapat digambarkan seperti yang disajikan pada Gambar 8. Dd merupakan permintaan biji kakao domestik, Sd adalah penawaran biji kakao domestik, De adalah permintaan ekspor biji kakao, Se adalah penawaran ekspor biji kakao, Se adalah penawaran biji kakao setelah penerapan kebijakan bea ekspor, TP(Q) adalah fungsi produksi industri pengolahan kakao domestik. Jika tidak terjadi perdagangan internasional, kondisi keseimbangan terjadi pada Q0 dengan tingkat harga P0. Dengan adanya perdagangan internasional, dimana terjadi permintaan ekspor yang ditunjukkan oleh garis De dan penawaran ekspor yang ditunjukkan oleh garis Se, maka tingkat harga biji kakao yang terbentuk adalah meningkat menjadi P1. Pada tingkat harga tersebut, jumlah biji kakao

8 30 yang diminta di dalam negeri adalah sebesar Q1 dan jumlah yang ditawarkan sebesar Q2. Selisih antara Q1 dengan Q2 merupakan jumlah biji kakao yang diekspor. Jika diasumsikan bahwa permintaan biji kakao domestik hanya dilakukan oleh industri pengolahan kakao, maka Q1 merupakan jumlah input yang digunakan oleh industri, sehingga industri pengolahan berproduksi pada tingkat TP0.. Gambar 8 Dampak kebijakan bea ekspor kakao terhadap industri hilir. Penerapan kebijakan bea ekspor biji kakao menyebabkan kurva penawaran ekspor biji kakao bergeser dari Se menjadi Se. Hal tersebut menyebabkan harga ekspor biji kakao meningkat menjadi P2, sedangkan harga domestik turun menjadi P3. Penurunan harga domestik tersebut menyebabkan jumlah biji kakao yang diminta oleh industri pengolahan meningkat dari Q1 menjadi Q3. Sedangkan jumlah biji kakao yang ditawarkan turun dari Q2 menjadi Q4 sehingga jumlah biji kakao yang diekspor juga turun menjadi Q4-Q3.

9 31 Peningkatan jumlah biji kakao yang diminta oleh industri pengolahan dari Q1 menjadi Q3 menyebabkan produksi kakao olahan juga meningkat dari TP0 menjadi TP1. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa penerapan bea ekspor mampu mendorong industri hilir dalam meningkatkan produksi kakao olahan. 3.4 Dinamika Sistem Sistem Permasalahan yang muncul di dunia nyata umumnya bersifat sangat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Untuk itu, upaya pemecahan masalah tersebut tidak bisa dilakukan secara terpisah, namun harus menyeluruh sebagai suatu sistem yang saling terkait, berinteraksi dan berhubungan. Marimin dan Maghfiroh (2010) mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha, terdiri dari bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Adanya hubungan yang teratur dan terorganisir merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah sistem dalam mencapai tujuan sebagai sasaran akhir seperti digambarkan pada Gambar 9. Sementara itu, Eriyatno (2003) menekankan pada adanya totalitas himpunan dari hubungan yang terstruktur serta memiliki ruang dan waktu. Dimensi ruang dapat dianggap sebagai sebuah batas lingkungan di mana interaksi antar unsur dari sebuah objek berlangsung (Muhammadi, et al., 2001). Dengan demikian, Marimin dan Maghfiroh (2010) menyebutkan bahwa suatu sistem memiliki sifat sifat dasar sebagai berikut: 1. Pencapaian tujuan. Orientasi pencapaian tujuan memberikan sifat dinamis kepada sistem yaitu memberikan ciri perubahan yang terjadi secara terus menerus dalam upaya mencapai tujuan. 2. Kesatuan usaha, mencerminkan sifat dasar dari sistem di mana hasil keseluruhannya melebihi jumlah bagian bagiannya atau sering disebut konsep sinergi. 3. Keterbukaan terhadap lingkungan. Pencapaian tujuan dari suatu sistem tidak harus dilakukan dengan satu cara terbaik, tetapi melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi. 4. Transformasi, yaitu proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem. 5. Hubungan antar bagian, yaitu kaitan antar subsistem yang memberikan analisa sistem suatu dasar pemahaman yang lebih kuat.

10 32 6. Sistem terdiri dari beberapa macam, seperti sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem dengan umpan balik. 7. Mekanisme pengendalian, menyangkut sistem umpan balik suatu bagian pemberi informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan masalah yang dihadapi. Elemen Penyediaan bahan baku Perdagangan Tujuan/ Sub Tujuan Industri pengolahan Konsumsi Interaksi Gambar 9 Pengertian sistem. (Sumber: Marimin dan Maghfiroh, 2010) McLeod and Schell (2008) menyebutkan bahwa sistem terdiri dari subsistem subsistem (komponen), batasan sistem (boundary), lingkungan di luar sistem (environment), penghubung (interface), masukan (input), pengolahan (process), keluaran (output), sasaran (objective) dan tujuan (goal). Elemen dari sistem adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan atau realitas fisik, setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas, ataupun keberadaan fisik (Eriyatno, 2003) Pendekatan Sistem Pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh sehingga diperlukan suatu kerangka pemikiran baru yang dikenal dengan pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan kebutuhan sehingga dapat menghasilkan operasi sistem yang efektif (Eriyatno, 2003). Sedangkan menurut Marimin dan

11 33 Maghfiroh (2010), pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri ciri sistem sebagai titik tolak. Pendekatan sistem dapat memberikan landasan pengertian yang luas mengenai faktor faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar pemahaman penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Dalam pendekatan sistem terdapat 2 hal umum yaitu; (i) semua faktor penting untuk mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (ii) pembuatan model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Pendekatan sistem terdiri delapan unsur agar dapat bekerja secara sempurna yaitu: metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, tim multidisipliner, pengorganisasian, disiplin untuk bidang non kuantitatif, teknik model matematika, teknik simulasi, teknik optimasi, dan aplikasi komputer. Untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan sistem, harus melalui enam tahapan yaitu analisa, rekayasa model, implementasi rancangan, serta implementasi dan operasi sistem. Sedangkan metodologi sistem terdiri dari enam tahap analisa yang meliputi analisa kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial politik, serta penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Sedangkan menurut McLeod and Schell (2008), pendekatan sistem terdiri dari 3 tahap yaitu persiapan, definisi dan solusi. Tahap persiapan meliputi melihat objek sebagai suatu sistem, pengenalan lingkungan sistem dan pengidentifikasian subsistem dari objek. Tahap pendefinisian terdiri dari 2 langkah yaitu meneruskan bentuk sistem menjadi subsistem dan menganalisis bagian bagian dari sistem secara berurutan. Tahap solusi terdiri dari pengidentifikasian alternatif solusi, evaluasi, memilih solusi terbaik, implementasi dan menindaklanjuti untuk memastikan bahwa solusi tersebut efektif. Ketika pendekatan sistem diaplikasikan menjadi pengembangan sistem, akan menghasilkan system development life cycle (SDLC) seperti yang disajikan pada Gambar 10. Dalam model SDLC seperti yang disajikan pada Gambar 10, masalah didefinisikan pada tahap perencanaan dan analisis. Alternatif solusi diidentifikasi dan dievaluasi pada tahap desain. Kemudian, solusi terbaik diimplementasikan dan digunakan. Pada tahap penggunaan, dilakukan pengumpulan umpan balik untuk melihat seberapa baik sistem dalam menyelesaikan masalah.

12 34 1. Tahap Perencanaan 5. Tahap Penggunaan 2. Tahap Analisis 4. Tahap Implementasi 3. Tahap Perancangan Gambar 10 Pola siklus system life cycle. (Sumber: McLeod and Schell, 2008) Pendekatan sistem diperlukan karena persoalan yang dihadapi semakin lama semakin kompleks, dinamis dan probabilistik sehingga interdependensi berbagai komponen dalam mencapai tujuan sistem semakin rumit. Pendekatan ini sangat penting untuk menonjolkan tujuan yang hendak dicapai dan sangat berguna sebagai cara berpikir dalam suatu kerangka analisa. Namun, pendekatan sistem menimbulkan kompleksitas analisa sehingga menghendaki sikap kritis dan kemampuan diagnostik setiap permasalahan yang dihadapi (Marimin dan Maghfiroh, 2010) Pendekatan Dinamika Sistem Dinamika sistem merupakan suatu metode untuk mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya perubahan (guncangan) dari dunia luar. Dengan demikian, dinamika sistem berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu dengan tujuan memahami dan menjelaskan bagaimana umpan balik (feedback) informasi mengenai perilaku sistem tersebut, mendesain struktur umpan balik informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan optimalisasi sistem dengan menggunakan model kuantitatif dan kualitatif (Coyle, 1995). Sedangkan System Dynamic Society (2011) menyebutkan bahwa dinamika sistem

13 35 merupakan sebuah pendekatan dengan bantuan komputer untuk menganalisis dan mendesain sebuah kebijakan yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan, saling interaksi, umpan balik informasi, dan lingkaran hubungan sebab akibat. Pendekatan ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dinamis yang timbul dalam sistem sosial, manajerial, ekonomi, ekologi, dan lain lain. Sedangkan Sterman (2000) menyebutkan bahwa dinamika sistem merupakan metode yang sangat kuat untuk mendapat informasi yang berguna mengenai kompleksitas yang dinamis dan resistensi kebijakan. Kompleksitas yang dinamis timbul karena sistem bersifat: 1. Dinamis. Perubahan dalam sistem terjadi pada skala yang banyak dan skala yang berbeda beda tersebut kadang kadang berinteraksi. 2. Tightly coupled. Pelaku dalam sistem berinteraksi kuat satu sama lain dan dengan lingkungannya. 3. Diatur oleh umpan balik (governed by feedback). Keputusan yang menghasilkan perubahan menyebabkan perubahan sifat dan memicu yang lain untuk bertindak, sehingga menimbulkan situasi baru yang akan berpengaruh pada keputusan berikutnya. 4. Nonlinear. Dampak dari sesuatu jarang proporsional dengan penyebabnya dan apa yang terjadi secara lokal dalam suatu sistem sering tidak berlaku di daerah yang jauh. Non linearity sering meningkat dari fisik dasar sistem dan juga banyaknya faktor yang berintegrasi dalam pengambilan keputusan. 5. History dependent. Ketergantungan terhadap satu jalur tertentu. 6. Self organizing. Kedinamisan suatu sistem sering meningkat secara spontan dari struktur internalnya. 7. Adaptive. Kapabilitas dan aturan aturan keputusan dalam sistem yang kompleks berubah setiap saat. Adaptasi juga terjadi sebagai proses belajar dari pengalaman khususnya yang dipelajari dari cara baru untuk mencapai tujuan dan menghadapi kendala. 8. Counterintuitive. Pada sistem yang kompleks, sebab dan akibat jauh dalam ruang dan waktu, namun kita cenderung berusaha menjelaskannya dengan mencari penyebab yang sedekat mungkin.

14 36 9. Policy resistant. Dalam sistem yang kompleks dimana kita memiliki kemampuan untuk memahaminya, sepertinya banyak solusi yang jelas untuk suatu masalah atau sebenarnya hanya memperburuk situasi. 10. Characterized by trade off. Gambar 11 Pola umum perilaku dinamika sistem. (Sumber: Sterman, 2000) Garcia (2006) menyebutkan bahwa tujuan dasar dari pendekatan dinamika sistem adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai penyebab struktural dari perilaku sistem. Untuk itu, pengetahuan mengenai peran dari setiap elemen dari sistem sangat penting untuk menilai bagaimana tindakan yang berbeda dari setiap elemen tersebut mempengaruhi kecenderungan perilaku sistem. Sterman (2000) dan Kirkwood (1998) menyebutkan bahwa bentuk perilaku dasar dari dinamika sistem adalah exponential growth, goal seeking, dan oscillation. Masing-masing bentuk tersebut dari struktur umpan balik yang sederhana dimana growth diperoleh dari umpan balik yang positif, goal seeking dari umpan balik negative dan oscillation dari umpan balik negatif dengan delay waktu. Bentuk perilaku seperti S-Shaped growth, S-shaped growth with overshoot and oscillation, dan overshoot and collapse terbentuk dari inteksi nonlinier dari struktur umpan balik dasar (Gambar 11). Umpan balik yang membentuk pola perilaku dari setiap model dinamika sistem merupakan salah satu inti dari konsep dinamika sistem (Sterman, 2000). Untuk merepresentasikan struktur umpan balik dari suatu sistem, causal loop diagram merupakan alat yang sangat penting. Diagram ini

15 37 sangat penting untuk: (i) menggambarkan secara cepat hipotesis penyebab dinamika dalam sistem; (ii) memperoleh mental model; dan (iii) mengkomunikasikan umpan balik yang penting dan dipercaya bertanggung jawab terhadap permasalahan. Dalam causal loop diagram, setiap variabel dihubungkan dengan hubungan sebab akibat (causal link) baik positif maupun negatif (Tabel 2). Tabel 2 Pengertian causal link X Simbol Interpretasi Rumus Matematis Contoh Luas areal Jika X meningkat > 0 + Y (menurun), maka Y meningkat = ( + ) + + (menurun) Produksi biji kakao X - Y Sumber: (Sterman, 2000) Jika X meningkat (menurun), maka Y menurun (meningkat) < 0 = ( + ) + Harga biji kakao - Permintaan biji kakao oleh industri 3.5. Pembangunan Model Dinamika Sistem Model merupakan suatu abstraksi dari realitas yang akan memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta timbal balik atau hubungan sebab akibat (Eriyatno, 2003). Sterman (2000) menyebutkan bahwa untuk membangun model yang baik harus mengikuti proses yang terdiri dari: (1) mengartikulasikan masalah yang harus diselesaikan; (2) formulasi dynamic hypotesis atau teori tentang penyebab masalah; (3) formulasi model simulasi untuk menguji dynamic hypotesis; (4) menguji model hingga sesuai dengan tujuan; dan (5) merancang dan mengevaluasi kebijakan untuk perbaikan. Proses tersebut merupakan langkah yang berulang (iteratif). Secara umum, tahapan analisis dalam membangun model dengan menggunakan dinamika sistem meliputi: (a) identifikasi masalah; (b) merumuskan hipotesis dinamika sistem; (c) menyusun hubungan sebab akibat yang kontinu atau interface diagram; (d) membangun model simulasi; (e)

16 38 melakukan pengujian model apakah dapat diterapkan di dunia nyata. Sterman (2000) mengingatkan beberapa prinsip untuk mengembangkan dan mengimplementasikan model dinamika sistem yaitu: (a) model dikembangkan untuk menyelesaikan masalah yang ada, bukan untuk memodelkan sistem; (b) pemodelan harus terintegrasi sejak awal; (c) bersikap skeptis terhadap nilai pemodelan sejak proyek dimulai; (d) dinamika sistem tidak dapat berdiri sendiri sehingga perlu menggunakan alat dan metode lainnya yang sesuai; (e) fokus pada pengimplementasian model sejak awal; (f) pemodelan yang terbaik merupakan proses penyelidikan bersama yang dilakukan berulang ulang; (g) hindari pemodelan black box ; (h) validasi merupakan proses yang kontinu dalam menguji dan membangun kepercayaan terhadap model; (i) dapatkan model awal yang bekerja secepat mungkin dengan hanya menggunakan rincian yang diperlukan; (j) batasan model yang luas lebih penting daripada banyak detail; (k) gunakan pemodel yang ahli; dan (l) implementasi model bukanlah akhir dari pekerjaan.

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkiraan Perkiraan adalah prediksi dari suatu variabel yang didasarkan pada nilai-nilai lampau yang diketahui dari variabel tersebut atau dari variabel lain yang berhubungan.

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Industri Pertumbuhan industri bisa dilihat dari sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Semakin besar sumbangan terhadap PDB maka

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis

Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Konsep, Sistem, dan Mata Rantai Agribisnis Contents 1. Pertanian berwawasan agribisnis 2. Konsep Agribisnis 3. Unsur Sistem 4. Mata Rantai Agribisnis 5. Contoh Agribisnis Pertanian Moderen berwawasan Agribisnis

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berubahnya orientasi usahatani dapat dimaklumi karena tujuan untuk meningkatkan pendapatan merupakan konsekuensi dari semakin meningkatnya kebutuhan usahatani dan kebutuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN

KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN AGROINDUSTRI TIK: Setelah mempelajari kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan agrobisnis dan agroindustri Catatan: Di akhir kuliah mohon dilengkapi 15 menit pemutan video Padamu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

Analisis kebijakan Publik

Analisis kebijakan Publik Analisis kebijakan Publik Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan adalah sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar,

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terutama hasil simulasi kebijakan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan

I. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017

KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 KONSEP, SISTEM DAN MATA RANTAI AGRIBISNIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH III WAWASAN AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, UNIVERSITAS JEMBER 2017 PERTANIAN MODEREN berwawasan Agribisnis CARA PANDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ALTERNATIF MODEL KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING KEDELAI LOKAL DALAM RANGKA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN NASIONAL TIM PENELITI Dr. Zainuri, M.Si (Ketua Peneliti)

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Software Vensim Simulasi Daya Saing Rantai Nilai Sistem Dinamik Pemodelan Sistem Klaster Industri Makro ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus:

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: Peserta pelatihan dapat: menjelaskan pengertian sistem dan model, menentukan jenis dan klasifikasi model, menjelaskan tahapan permodelan Apa itu sistem? himpunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Politik dan Pembangunan Pertanian OLEH: SUGIARTO 09.03.2.1.1.00013 PROGRAM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c

Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS UNIVERSITAS JAMBI Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. & Ir. R. Sihotang, MS. Mata Kuliah Kode / SKS Mata Kuliah :

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agroindustri adalah aktivitas pasca panen yang meliputi transformasi, pengawetan dan penyiapan produk pertanian, perikanan dan kehutanan menjadi produk antara atau konsumsi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH TIK ; MAHASISWA DIHARAPKAN DAPAT MENJELASKAN SYARAT - SYARAT POKOK PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEBIJAKAN PENDUKUNGNYA PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

PEMODELAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM INOVATIF

PEMODELAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM INOVATIF PEMODELAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM INOVATIF Nunu Noviandi Peneliti Utama Kajian Pemodelan Pengembangan PI-UMKM Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing 2010 1 Latar Belakang Kebijakan pengembangan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran Manajemen rantai pasokan berkembang menjadi langkah strategis yang menyinergikan pemasaran, pabrikasi, dan pengadaan dalam suatu hubungan yang kompleks dalam rangkaian

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi meskipun istilah sistem yang digunakan bervariasi,semua sistem pada bidangbidang tersebut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan ekonomi nasional dalam abad ke-21 (paling tidak dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY Oleh: RAHMI FAJARINI A24104068 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI 2004 Pribudiarta Nur Posted 22 June 2004 Sekolah Pasca Sarjana IPB Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Juni 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia Kebijakan agribisnis kakao yang diterapkan oleh pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kebijakan perkebunan seperti yang tertuang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci