Kata kunci: mutu pembelajaran klinik, skaling, media ajar, simulasi, model gigi xv

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: mutu pembelajaran klinik, skaling, media ajar, simulasi, model gigi xv"

Transkripsi

1 INTISARI Peningkatan mutu pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi dilakukan antara lain dengan menyediakan media ajar yang memadai, media ajar sebagai alat simulasi dapat digunakan dalam proses penilaian pencapaian kompetensi klinis. Pembelajaran dengan simulasi memberi kesempatan mahasiswa untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi pasien sesungguhnya. Pengembangan media ajar untuk praktik skaling dilakukan karena media ajar yang saat ini digunakan sering menyulitkan mahasiswa dan pembimbing praktik terutama dalam menampilkan tanda-tanda adanya kalkulus/karang gigi, cara menghilangkan kalkulus, dan penentuan indeks kebersihan gigi dan mulut. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan rancang pretest-posttest control group design. Lokasi penelitian adalah Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan waktu penelitian bulan April 2011 sampai dengan Oktober Sampel adalah mahasiswa semester 3 dan 5, teknik pengambilan sampel secara simple random sampling dan jumlah sampel sebanyak 140 mahasiswa. Kriteria sampel adalah: a) mahasiswa yang akan atau sudah selesai mengikuti praktik klinik, b) bersedia ikut serta dalam penelitian dengan mengisi informed consent. Penelitian ini menghasilkan suatu media ajar dalam bentuk model gigi (typodont) dengan kalkulus artifisial yang dilengkapi alat penyangga. Hasil analisis pengaruh intervensi media ajar terhadap prestasi mahasiwa menunjukkan bahwa berdasarkan analisis uji t-test ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara nilai pretest dan nilai posttest (nilai kognitif) baik pada mahasiswa semester 3 maupun 5, namun selisih rata-rata kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). Ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) nilai keterampilan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun demikian selisih rata-rata nilai keterampilan kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Analisis multivariat menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa nilai kognitif berkontribusi sebesar 2,7% terhadap peningkatan nilai keterampilan. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) tersedianya unit model gigi dengan kalkulus artifisial sebagai media ajar yang memadai untuk praktik skaling sebagai salah satu upaya tindak lanjut peningkatan mutu pembelajaran klinik, (2) ada pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa, yaitu: (a) ada perbedaan yang signifikan nilai kognitif mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling, (b) ada perbedaan yang signifikan nilai keterampilan mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling. Kata kunci: mutu pembelajaran klinik, skaling, media ajar, simulasi, model gigi xv

2 ABSTRACT Improving the skills learning quality of dental nursing education is conducted by, among others, providing adequate learning media; learning media can be used as a simulation tool in the assessment process of the achievement of clinical competence. Learning with simulations provides students opportunity to prepare before facing real patients. Development of learning media to practice scaling is done because the current learning media are often difficult for students and practice tutors primarily in showing signs of calculus/tartar, procedures to remove calculus, and the determination of dental and oral hygiene index. This was a quasi experiment study with a pretest-posttest control group research design. The research location was in Dental Nursing Department of Health Polytechnic of Yogyakarta conducted from April 2011 to October Samples were students in semester 3 and 5, taken with simple random sampling and the sample size was finally 140 students. Sample criteria were: a) students who would take or had already completed a clinical practice, b) students who were willing to participate in the study by completing an informed consent. This study produced a teaching medium in the form of dental model (typodont) with artificial calculus equipped with a buffer. The results of analysis of the effect of learning media interventions on student achievement showed that, based on t-test analysis, there was a significant difference (p<0,05) between the pretest and posttest values (cognitive value) in both semester 3 and 5 students; however, the mean difference of both groups did not show any statistically significant difference (p>0,05). There was a significant difference (p<0,05) in skills score between the experimental group and the control group; however, the mean difference in both groups was not statistically significant (p>0,05). Multivariate analysis using linear regression showed that cognitive scores accounted for 2.7% of the increase in the skills score. The conclusions of this study are: (1) there is an availability of adequate learning media in the form of dental models and artificial calculus equipped with a buffer for scaling practices, (2) there is an effect of intervention using learning media in the scaling practice on a student achievement, namely: (a) a significant difference in cognitive value of scaling practices on students before and after learning media intervention, (b) a significant difference in the score of scaling practice skills students before and after learning media intervention. Keywords: quality of clinical learning, scaling, learning media, simulations, dental models xvi

3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di negara-negara Asean, seperti Indonesia. Peningkatan mutu tersebut dapat dicapai antara lain dengan perbaikan mutu pendidikan sehingga para lulusan kompeten di bidangnya. Di Inggris dan Australia, mutu perguruan tinggi dikaitkan dengan kebijakan dan sistem institusional, aktivitas, serta kinerja perguruan tinggi, bahkan pada tahun 2004 kebijakan publik di Inggris telah mendefinisikan tentang standar mutu perguruan tinggi (Westerheijden et al., 2007). Pada kompetisi pasar global, mutu merupakan faktor tunggal yang sangat menentukan kesuksesan. Juran dan Godfrey (1999) mengatakan bahwa abad 20 adalah abad produktivitas, sedangkan abad 21 adalah abad kualitas/mutu. Manajemen mutu menjadi isu kompetitif pada beberapa organisasi seperti di Amerika Serikat bahkan mutu menjadi bagian dari agenda nasional. Reformasi pendidikan vokasional di Romania dilakukan dalam mengembangkan kerangka penjaminan mutu di tingkat nasional (Hart dan Rogojinaru, 2007). Gvaramadze (2008) memprakarsai penjaminan mutu dengan melakukan analisis tentang peningkatan mutu dan implikasi budaya mutu perguruan tinggi di Eropa. Dieter (2009) mengembangkan suatu program reformasi dalam ilmu-ilmu dasar, penelitian klinis, dan pelayanan pasien untuk meningkatkan mutu output pada pendidikan kedokteran di Jerman.

4 2 Tuntutan reformasi pendidikan juga menyangkut pembaruan sistem di berbagai bidang pendidikan. Hal lain yang juga penting adalah upaya peningkatan mutu pendidikan perguruan tinggi sehingga mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan stakeholders, dan berdaya saing dalam kehidupan global. Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi di Indonesia yaitu peningkatan mutu secara berkelanjutan, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi perlu dicapai (Depdiknas, 2003). Penerapan sistem penjaminan mutu (quality assurance) di suatu lembaga pendidikan tinggi sangat diperlukan sehingga para lulusan mampu bersaing di pasar global dengan mutu yang baik (Hadi, 2005). Pemahaman beberapa pendapat di atas menegaskan bahwa tujuan utama paradigma baru manajemen perguruan tinggi saat ini adalah terwujudnya suatu sistem yang lebih dinamis dan efektif, sehingga menjamin terjadinya peningkatan mutu secara berkesinambungan agar menghasilkan produk yang selaras dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat pengguna. Perguruan tinggi perlu melaksanakan sistem penjaminan mutu untuk menjamin agar mutu pendidikan perguruan tinggi dapat dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Mutu pembelajaran di perguruan tinggi merupakan sebuah isu strategis karena hal tersebut merupakan faktor determinan bagi tercapainya tujuan pembelajaran (Morley, 2003 cit. Hoecht, 2006). Namun demikian, banyak faktor masih menghambat pelaksanaan pencapaian mutu pembelajaran yang baik.

5 3 Salah satu dari faktor-faktor tersebut adalah belum optimalnya mutu dalam proses pembelajaran. Manajemen mutu pendidikan dapat dilakukan antara lain dengan mengevaluasi pengaruh mutu pendidikan terhadap prestasi mahasiswa setelah proses pembelajaran (Fry et al., 2009). Berdasarkan pengertian ini, perguruan tinggi memiliki peran dalam mempersiapkan lulusan yang bermutu untuk dapat dipertanggungjawabkan di dalam masyarakat. Pengelolaan pendidikan tenaga kesehatan (Diknakes) merupakan tantangan dalam rangka menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang profesional, mandiri dan berdaya saing secara efisien dan efektif (Depkes, 2009b). Pengelolaan penjaminan mutu institusi di lingkungan Diknakes dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara kebijakan dibawah pimpinan institusi Diknakes, secara teknis fungsional dibina oleh pembantu pimpinan bidang akademik dan secara operasional dilaksanakan oleh unit penjaminan mutu (Kemenkes, 2010a). Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) merupakan sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan. Keputusan Menkes RI Nomor OT tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Laksana Poltekkes menyebutkan bahwa Poltekkes mempunyai tugas melaksanakan pendidikan yang bersifat vokasional dengan jenjang D I, II, III dan/atau D IV, sesuai keputusan UU yang berlaku (Depkes, 2009a). Jurusan yang ditawarkan dalam lingkup Poltekkes Kemenkes adalah jurusan Gizi, Analis Kesehatan, Kebidanan, Keperawatan, Kesehatan Lingkungan, serta Keperawatan Gigi. Penyelenggaraan Jurusan Keperawatan

6 4 Gigi (JKG) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998. Kompetensi lulusan pendidikan keperawatan gigi dihasilkan melalui proses pendidikan di institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Gigi yang diharapkan dapat berperan serta dalam upaya-upaya kesehatan gigi dan mulut untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2009c). Kompetensi perawat gigi Indonesia terdiri dari domain, kompetensi utama, kompetensi penunjang, dan kemampuan dasar (Kemenkes, 2010b). Pendidikan keperawatan gigi dituntut untuk mempunyai suatu kurikulum yang membantu mahasiswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Proses pembelajaran di klinik adalah proses inti dalam pendidikan tenaga kesehatan, oleh karena itu keberadaan standar kompetensi lulusan menjadi sangat mutlak dan sifatnya strategis (Wellard et al., 2009). Pembelajaran klinik selaras dengan pendidikan keperawatan gigi yang mengutamakan pembelajaran praktik daripada teori. Schweek dan Gebbie, 1996 cit. Depkes, 2004 menyebutkan bahwa praktik klinik merupakan unsur utama dari perencanaan kurikulum (the heart of the total curriculum plan). Pembelajaran klinik menjadi faktor utama yang mendukung proses belajar mengajar pada pendidikan keperawatan gigi untuk menghasilkan mutu lulusan yang kompeten di bidangnya, hal ini sesuai pendapat Papp et al. (2003) bahwa pembelajaran klinik adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi profesional mahasiswa keperawatan. Mahasiswa diharapkan mempunyai kompetensi yang menyeluruh berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan

7 5 pengalaman klinik yang sudah mereka dapatkan selama pendidikan. Tujuan pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi adalah menciptakan ahli madya keperawatan gigi yang kompeten yaitu mampu mengelola pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut. Kemampuan dan keterampilan dasar yang diberikan dalam pendidikan difokuskan dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif terbatas (Depkes, 2004). Peningkatan mutu pembelajaran klinik pada pendidikan keperawatan gigi menjadi faktor utama yang mendukung proses pendidikan vokasi untuk meningkatkan kualitas lulusannya. Pengalaman pembelajaran praktik klinik penting untuk mempersiapkan mahasiswa ke arah penerapan pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional dengan memberi kesempatan mahasiswa melalui proses pembelajaran dalam situasi nyata. Pencapaian tujuan pembelajaran perlu didukung adanya sarana prasarana yang memadai serta waktu yang cukup untuk pembelajaran (Lake dan Ryan, 2006). Stark et al. (2003) menyatakan pentingnya pembimbing klinik sebagai role models, dan upaya peningkatan mutu pembelajaran klinik perlu dukungan dana serta pelatihan keterampilan mengajar. Proses pembelajaran yang efektif membutuhkan penyediaan sarana prasarana yang memadai termasuk media ajar yang sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan media ajar dalam pembelajaran praktik klinik untuk melengkapi dan membantu pembimbing dalam menyampaikan materi atau informasi, adanya media ajar yang tepat diharapkan terjadi interaksi antara

8 6 pembimbing dengan mahasiswa dan antar mahasiswa secara maksimal sehingga dapat mencapai hasil belajar sesuai tujuan pembelajaran. Studi pendahuluan tentang implementasi model penjaminan mutu PDCA (Plan, Do, Check, dan Act) pada pembelajaran klinik Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta (lampiran 3) menunjukkan bahwa berdasarkan pemetaan posisi mutu menggunakan diagram Kartesius maka upaya tindak lanjut (follow up) yang menjadi prioritas utama program peningkatan mutu pembelajaran klinik adalah pada indikator mutu aspek evaluasi (check) yaitu penyediaan sarana prasarana yang memadai, khususnya kebutuhan media ajar sebagai alat simulasi pada pembelajaran praktik skaling. B. Rumusan Masalah Penguasaan keterampilan praktik merupakan faktor yang penting dalam menghasilkan tenaga perawat gigi yang berkualitas dan salah satu upaya yang diperlukan adalah penyediaan media ajar yang memadai. Penggunaan media ajar pada pembelajaran klinik penting karena keadaan mahasiswa sangat heterogen, media ajar sebagai simulator membantu pembimbing klinik dalam menyampaikan pesan-pesan atau materi pembelajaran praktik kepada mahasiswa supaya lebih mudah dimengerti, lebih menarik, dan lebih menyenangkan sehingga menambah motivasi dan lebih merangsang minat mahasiswa untuk belajar. Pembelajaran praktik skaling dilakukan dengan cara simulasi untuk mencapai tingkat kompetensi shows hows (Dent dan Harden, 2009), yaitu mahasiswa dapat melakukan atau mendemonstrasikan sebuah keterampilan pada

9 7 situasi yang terkendali. Simulasi pada praktik skaling merupakan usaha menciptakan pengalaman menggunakan media ajar sebelum mahasiswa menghadapi pasien sesungguhnya. Media ajar dalam bentuk model gigi yang saat ini digunakan belum mirip dengan keadaan nyata pada pasien, model tidak menampilkan tanda-tanda kelainan kalkulus, juga tidak dapat diatur posisinya sesuai kebutuhan operator sehingga sering menyulitkan mahasiswa maupun pembimbing praktik, hal ini menyebabkan pembelajaran praktik skaling menjadi tidak efektif dan target pencapaian kompetensi mahasiswa menjadi tidak tuntas. Media ajar praktik skaling yang realistik dibutuhkan supaya penyampaian informasi yang berkaitan dengan keterampilan skaling lebih mudah dipahami, menambah motivasi belajar mahasiswa, meningkatkan interaksi antar mahasiswa maupun pembimbing dengan mahasiswa, sehingga meningkatkan mutu proses dan produk pembelajaran. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan masalah: Apakah pengembangan media ajar pada proses pembelajaran praktik skaling berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Untuk mengembangkan media ajar yang memadai pada pembelajaran praktik skaling. 2. Tujuan Khusus: Untuk mengetahui pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa dilihat dari nilai kognitif dan nilai keterampilan.

10 8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk Pembangunan Pendidikan: Pengembangan media ajar sebagai alat simulasi praktik mahasiswa menjadi salah satu strategi dalam upaya penjaminan mutu pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia, khususnya pada pendidikan keperawatan gigi. 2. Manfaat bagi Pengembangan Ilmu: Penelitian ini menambah penguatan mengenai prinsip-prinsip dan langkah-langkah pembelajaran klinik pada pendidikan keperawatan gigi sehingga menghasilkan tenaga perawat gigi yang kompeten di bidangnya. E. Keaslian Penelitian Fokus penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu peningkatan mutu pendidikan keperawatan gigi melalui pengembangan media ajar praktik skaling berbasis implementasi model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik. Beberapa penelitian terdahulu mengenai peningkatan mutu pembelajaran klinik di perguruan tinggi adalah sebagai berikut: Penelitian Snell et al. (2000) yang mendiskusikan pentingnya evaluasi pembelajaran klinik bagi institusi perguruan tinggi (dosen dan program studi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model evaluasi dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proses pembelajaran dengan peran pembimbing, selain itu dapat menjadi dasar untuk penelitian tentang hubungan antara mutu pembelajaran dengan hasil yang diharapkan, perbaikan sistem pembelajaran, serta nilai praktik klinik. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan

11 9 adalah mengevaluasi pembelajaran klinik, sedangkan perbedaannya adalah konteks penelitian yang akan dilakukan adalah tindak lanjut evaluasi mutu pembelajaran klinik keperawatan gigi. Papp et al. (2002) menggambarkan pendapat mahasiswa keperawatan mengenai pengalaman pembelajaran klinik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dari Colaizzi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran klinik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi profesional seorang perawat. Keseluruhan responden (16 mahasiswa) menyatakan terciptanya lingkungan pembelajaran klinik yang baik karena didukung adanya kerjasama antara institusi dengan staf klinik. Persamaan dengan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan pendapat mahasiswa tentang pengalaman pembelajaran klinik. Perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui mutu pembelajaran klinik sekaligus mengkaji pengaruh upaya tindak lanjut peningkatan mutu pembelajaran klinik terhadap output proses pembelajaran. Stark (2003) meneliti tentang persepsi mahasiswa kedokteran dan pembimbing klinik tentang mutu proses pembelajaran klinik. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semistruktur. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pembimbing klinik sebagai role models, dan upaya peningkatan mutu pembelajaran klinik perlu dukungan dana serta pelatihan keterampilan mengajar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

12 10 adalah konteks pembelajaran klinik perawat gigi dan metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif. Penelitian Stokroos et al. (2003) untuk mengetahui efektivitas pembelajaran klinik sebuah fakultas kedokteran di Amsterdam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kualitatif, responden terdiri dari 19 mahasiswa yang dibagi dalam 2 kelompok. Penelitian ini menyatakan bahwa supervisi pembimbing dan umpan balik (feedback) yang konstruktif merupakan kunci utama efektivitas pembelajaran klinik dan merekomendasi upaya peningkatan mutu pada komponen-komponen pembelajaran klinik meliputi mahasiswa, pembimbing, lingkungan, serta cara pembelajaran mandiri. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah melihat efektivitas pembelajaran klinik berdasarkan persepsi mahasiswa, sedangkan perbedaannya adalah rekomendasi-rekomendasi yang diberikan dalam rangka program peningkatan mutu pembelajaran klinik. Varma et al. (2005) membahas tentang pentingnya umpan balik mahasiswa terhadap perubahan kurikulum baru pada delapan rumah sakit pendidikan di Inggris. Metode penelitian yaitu penggunaan kuisioner DREEM untuk mengukur educational environment pada 206 mahasiswa setelah mengikuti modul pembelajaran. Kesimpulan penelitian ini adalah skor DREEM mahasiswa tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0.811) walaupun mahasiswa berasal dari institusi pendidikan yang berbeda-beda. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini juga menggunakan inventory DREEM sebagai salah satu acuan pembuatan instrumen evaluasi mutu

13 11 pembelajaran klinik keperawatan gigi dan perbedaannya adalah pada bentuk intervensi yang dilakukan untuk meningkatakan mutu pembelajaran klinik. Walasek et al. (2011) menyajikan model penjaminan mutu PDCA dalam proyek E-learning pada fakultas Teknik Universitas Czestochowa untuk menjamin mutu implementasi pembelajaran secara on line. Hasil penelitian menunjukkan model PDCA dapat menjamin dan meningkatkan mutu proses pembelajaran secara on line. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan model penjaminan mutu PDCA sebagai indikator mutu pembelajaran klinik, sedangkan perbedaannya adalah bahwa aspek-aspek PDCA kontennya disesuaikan pendidikan keperawatan gigi dan pada metode penelitian yang digunakan.

14 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Klinik Pendidikan Keperawatan Gigi 1. Pengertian Kegiatan belajar dari keseluruhan proses pendidikan merupakan kegiatan yang paling pokok dan memegang peranan yang sangat penting. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami individu yang belajar, di samping adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut. Belajar adalah proses alami yang menghasilkan perubahan apa yang ingin diketahui, apa yang dapat dikerjakan, dan bagaimana melakukannya (Gagne et al., 1992). Hamalik (2009) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa dalam proses belajar terdapat tiga persoalan yang fundamental yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Ormrod (2009) mendefinisikan belajar sebagai perkembangan mental dalam jangka waktu yang panjang atau sebagai hasil dari pengalaman, dan belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Proses belajar terjadi apabila seseorang berinteraksi langsung dengan obyek belajar dengan menggunakan semua alat indera. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah uatu proses interaksi individu dengan

15 13 lingkungannya, menghasilkan perubahan-perubahan dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Teori belajar yang sesuai dengan pembelajaran di klinik adalah penggabungan antara teori sosial kognitif dan konstruktivistik yang dilaksanakan dalam lingkungan pekerjaan nyata. Teori sosial kognitif menyatakan bahwa perilaku individu dalam proses belajar tidak semata-mata karena refleks otomatis dari stimulus, tetapi juga akibat adanya interaksi timbal balik dengan tingkah laku individu lain disekitarnya. Teori sosial kognitif merupakan gabungan teori behavioristik dengan reinforcement dan teori kognitif yang menekankan fungsi kognitif. Pembelajaran terjadi dengan cara mengamati (observasi), peniruan (imitasi), dan contoh (modelling) dan menganggap pentingnya faktor penguat (reinforcement) untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang dikehendaki (Bandura, 1989 cit. Ormrod, 2009). Teori konstruktivistik atau kognitif menekankan pada proses internal pembelajaran yang terjadi di dalam akal (mind) meliputi ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor lain. Teori ini berkembang dari hasil penelitian Piaget, teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi. Proses belajar tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi dibangun sedikit demi sedikit dan diperluas melalui konteks yang terbatas. Teori ini menyatakan bahwa dalam belajar, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan, menemukan sendiri, dan mentransformasikan informasi kompleks, serta memberi makna melalui pengalaman nyata (Ormrod, 2009).

16 14 Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (pasal 1 UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Jihad dan Haris (2010) mengatakan pembelajaran merupakan proses komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap. Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dan pendidik memegang peranan utama. Pembelajaran praktik klinik adalah proses interaksi peserta didik dengan pasien di bawah bimbingan dan supervisi yang dilakukan pembimbing/instruktur klinik. Proses pembelajaran klinik bersifat menyeluruh dan terpadu sesuai kompetensi yang akan dicapai, dengan pendekatan student centered learning akan memudahkan mahasiswa mencapai kompetensi yang ditetapkan kurikulum (Harsono, 2008). Proses pembelajaran keterampilan praktik klinik memberikan pengalaman klinis bagi mahasiswa yaitu langsung berhadapan dengan pasien selama proses pembelajaran, mahasiswa secara langsung melakukan kontak dengan pasien dengan kasus klinis yang sesungguhnya (Collin dan Harden, 1998). Pada pembelajaran klinik, mahasiswa akan menemukan tanda dan gejala klinis yang nyata pada pasien yang kadang-kadang tidak dapat ditemukan pada teknik simulasi dan laboratorium, mahasiswa juga lebih mempunyai motivasi untuk mempelajari kasus-kasus pasien yang ditemukan dan mendapatkan pengalaman klinis. Pada saat yang sama, mahasiswa juga melihat dosen atau instruktur pembimbing klinik melakukan penatalaksanaan

17 15 terhadap pasien, sehingga pengalaman ini akan dijadikan sebagai contoh (role model) secara profesional (Dimoliatis et al., 2010; Dornan et al., 2003; Hutchinson, 2003). Pembelajaran klinik memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam mencapai kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Kolb (1984) dalam experiental learning theory mengatakan bahwa pembelajaran akan lebih efektif ketika didasarkan pada pengalaman. Dalam proses pembelajaran klinik, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan tanggung jawab profesi, berpikir secara kritis, mempunyai kreativitas, hubungan interpersonal, pemahaman terhadap profesi dan aspek sosial budaya, serta mengaplikasikan teori ke dalam praktik klinik (Depkes, 2009c). Nursalam (2007) mengatakan pembelajaran klinik merupakan suatu proses sosialisasi mahasiswa dalam mendapatkan pengalaman nyata untuk mencapai keterampilan profesional, intelektual, sikap dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan berbagai strategi dan teknik yang mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, bereksplorasi dan berkreasi memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran. Knowles et al. ( 2005) mengatakan bahwa pembelajaran klinik mengikuti kaidah pembelajaran pada orang dewasa (andragogi) sebagai berikut: a) orang dewasa mampu menentukan kebutuhan pembelajaran dan mengetahui cara untuk mendapatkannya dan mampu mengarahkan diri sendiri, b) orang dewasa mempunyai pengalaman yang beragam, c) orang dewasa siap belajar secara

18 16 efektif, d) orientasi belajar orang dewasa bersifat problem centered atau performance centered, e) motivasi belajar orang dewasa timbul dari diri sendiri daripada pengaruh dari luar (external motivation). 2. Kompetensi Klinik Pengertian kompetensi menurut Kepmendiknas 045/U/2002 adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi klinik merupakan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan klinis yang berhubungan dengan proses penegakan diagnosis dan perawatan pasien. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan yang luas mengenai hasilhasil pendidikan yang diinginkan atau target pembelajaran yaitu tercapainya hasil yang optimal terhadap kognitif, psikomotorik, dan afektif (Hamalik, 2009). Tujuan pembelajaran klinik adalah membentuk kompetensi profesional, yaitu kemampuan dan kecakapan melakukan berbagai aspek mulai dari melakukan komunikasi dan anamnesis, pemeriksaan fisik, mendiagnosis, merencanakan dan melakukan penatalaksanaan tindak lanjut terhadap kasus yang ditangani, serta berbagai tindakan lain bila dibutuhkan. Seorang mahasiswa baru bisa menyelesaikan pendidikannya apabila telah mempunyai kompetensi sesuai dengan standar minimal yang telah ditentukan (Nursalam, 2007). Pencapaian kompetensi pembelajaran klinis adalah hasil proses pembelajaran selama pendidikan dan berkembang

19 17 sepanjang waktu, hal ini sangat tergantung juga dengan peran pembimbing klinik, peer group, dan lingkungan pembelajaran (Leach, 2004). Kompetensi para lulusan menjadi sangat penting karena adanya isu pendaftaran ijin praktik, perlindungan publik, lapangan kerja dan karir. Pihak penyedia lapangan kerja dan pihak yang berwenang lainnya mengharapkan layanan dari profesional kesehatan yang kompeten (Emilia, 2008). Pemahaman dari beberapa pendapat mengenai kompetensi yaitu kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan mahasiswa membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran. Kompetensi lulusan merupakan modal untuk bersaing di tingkat global. Pembelajaran di lingkungan klinik sangat penting untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa (Wimmers et al., 2006). Pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes menghasilkan Ahli Madya Keperawatan Gigi menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam standar kompetensi perawat gigi yang mencakup kualifikasi kemampuan meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan pendidikan perawat gigi (Kemenkes, 2010b). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Pembelajaran Mahasiswa keperawatan menghargai praktik klinik dan kemungkinankemungkinan yang ditawarkan dalam proses tumbuh menjadi seorang perawat dan seorang profesional. Program studi seharusnya mampu menyediakan lingkungan pembelajaran klinik yang sesuai dengan waktu yang

20 18 direncanakan, sehingga teori dan praktik akan saling melengkapi (Papp et al., 2003). Proses pembelajaran yang efektif dan strategi pembelajaran berhubungan dengan prestasi belajar mahasiswa (Buchel dan Edwards, 2005). Aspek-aspek lain yang juga berperan dalam keberhasilan suatu pembelajaran di antaranya adalah situasi pembelajaran, motivasi, jenis kelamin, strategi pembelajaran, serta latar belakang budaya (Sari et al., 2008). Syah (2010) menyatakan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam belajar dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor Internal Faktor internal pada hakekatnya adalah faktor psikologis seseorang yaitu berasal dari dalam diri manusia dan mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Faktor internal meliputi: 1) Sikap Azwar (2008) menyatakan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap baik positif maupun negatif. Komponen konatif disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan tendensi atau kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap yang dihadapinya. Menurut Syah (2010) sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau

21 19 merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek baik secara positif maupun negatif. 2) Minat dan Bakat Menurut Syah (2010) minat adalah interest, berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi terhadap suatu obyek. Minat dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar karena pemusatan perhatian yang intensif memungkinkan peserta didik belajar lebih giat untuk mencapai apa yang diinginkannya, sedangkan Slameto (2010) mengatakan minat adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang, minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara dirinya dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau semakin dekat hubungan itu berarti minatnya semakin besar. Djamarah (2008) menyatakan minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. Bakat atau aptitude seseorang menunjukkan sesuatu yang bersifat potensial daripada suatu kemampuan untuk belajar maupun bekerja. Setiap individu pasti memiliki bakat atau berpotensi mencapai prestasi dan bakat dapat mempengaruhi besarnya pencapaian prestasi tersebut (Semiawan, 2009).

22 20 3) Motivasi Sumiati dan Asra (2007) menyatakan motivasi dapat memberi semangat terhadap seseorang untuk berperilaku dan memberi arah dalam belajar. Motivasi merupakan keinginan yang ingin dipenuhi dan timbul jika ada rangsangan baik karena adanya kebutuhan maupun minat terhadap sesuatu. Menurut Santrock (2009) motivasi merupakan kekuatan, energi atau dorongan seseorang yang dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan suatu kegiatan, baik yang berasal dari dalam diri (motivasi internal) maupun dari luar (motivasi eksternal). Pada pembelajaran klinik mahasiswa menjadi termotivasi oleh proses yang relevan dan partisipasi aktif karena pembelajaran klinik berpusat pada masalah yang nyata dalam konteks praktik profesional (Spencer, 2003). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi lebih ditekankan pada proses daripada produk yang dihasilkan. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri manusia meliputi: 1) Dukungan Orang Tua dan Keluarga Syah (2010) mengatakan bahwa lingkungan sosial yang lebih banyak memepengaruhi keberhasilan belajar adalah orang tua dan keluarga peserta didik itu sendiri. Orang tua yang mampu mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dan penuh perhatian terhadap

23 21 anak, mengetahui kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak, serta mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-anaknya berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar anak atau sebaliknya (Sunaryo, 2004). 2) Tenaga Pengajar/Pembimbing Penguasaan keterampilan praktik merupakan elemen penting dari mutu lulusan tenaga kesehatan. Peran pengajar/pembimbing dalam proses pembelajaran sangat penting karena pengajar berfungsi sebagai perencana pembelajaran, pembimbing, pengelola, maupun penilai hasil belajar (Slameto, 2010). Peran pembimbing klinik menurut Mandriawati (1998) adalah sebagai: a) konselor atau sebagai problem solver, yaitu membantu peserta didik memecahkan masalah-masalah yang ditemukan khususnya dalam mencapai tujuan pembelajaran, b) manajer, yaitu mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan, dan proses penyelenggaraan pembelajaran klinik, c) pembimbing, yaitu membimbing peserta didik dalam mengaplikasikan teori sesuai kasuskasus yang ditemukan dan melatih keterampilan peserta didik dalam mengelola pasien, d) fasilitator, yaitu membantu peserta didik dalam melengkapi fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran klinik. Kinerja pembimbing klinik harus baik, pembimbing harus menginformasikan jadual kegiatan praktik, memberi penilaian dan

24 22 umpan balik, serta mempunyai waktu yang cukup untuk membimbing mahasiswa. 3) Sarana dan Prasarana Proses pembelajaran akan semakin berhasil bila ditunjang dengan sarana prasarana pendidikan yang memadai. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan untuk menunjang proses pembelajaran seperti gedung, alat-alat/media pembelajaran, dan lain-lain. Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang proses pembelajaran seperti halaman, taman, asrama, dan lain-lain (Slameto, 2010). Menurut Arikunto (2002) sarana atau alat pendidikan antara lain alat peraga, alat praktikum, alat media pembelajaran seperti over head proyector (OHP), white board, dan lain sebagainya. Fasilitas pada skills lab untuk membangun sebuah fondasi dalam berbagai keterampilan yang kemudian diasah dan diperkaya melalui pengalaman belajar yang dilakukan dalam praktik klinik (Bradley dan Postlethwaite, 2003). Model gigi adalah salah satu media ajar sebagai alat simulasi yang digunakan pada pembelajaran praktik di skills lab/preklinik keperawatan gigi. B. Pengembangan Media Ajar pada Praktik Skaling 1. Pengertian Media Ajar Media adalah segala bentuk atau saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi. Media pembelajaran dapat dipahami sebagai

25 23 segala sesuatu bisa berupa orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga mendorong keinginan untuk belajar pada dirinya. Kedudukan media ajar sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang dipakai dalam suatu proses pembelajaran akan menuntut jenis media yang digunakan sehingga bisa diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Paradigma pembelajaran adalah suatu proses transfer pengetahuan, keterampilan/psikomotorik dari pendidik kepada peserta didik, maka posisi media ajar digambarkan dan disejajarkan dengan proses komunikasi atau proses pembelajaran (Depdiknas, 2008b). Peran media ajar pada proses pembelajaran menurut Arsyad (2006) ada 2 (dua) teori yaitu: a) teori Brunner yang menyebutkan bahwa ada tiga tingkatan modus utama belajar yaitu belajar melalui pengalaman langsung, melalui gambar/piktorial, melalui pengalaman abstrak (simbolik). Ketiga tingkatan tersebut saling berinteraksi untuk membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang, b) teori Dale yang membuat 12 tingkatan pengalaman belajar/ kerucut pengalaman Dale (Dale s Cone of Experience). Kerucut Dale (Gambar 1) disusun berdasarkan tingkat keabstrakan, yaitu dari tingkatan paling kongkrit sampai paling abstrak. Menurut teori Dale, proses belajar merupakan proses komunikasi, dalam hal ini tugas pengajar adalah menyampaikan pesan. Pesan disampaikan melalui lambanglambang (coding) yang diterima dan ditafsirkan mahasiswa sebagai pesan

26 24 (decoding), proses ini sangat dipengaruhi indera yang digunakan mahasiswa, semakin banyak indera yang digunakan maka semakin banyak hasil belajar yang diperoleh. RASIONAL PENGGUNAAN MEDIA L.AUDIO ABSTRAK KERUCUT Gambar PENGALAMAN Gambar 1. Kerucut 1. Kerucut Dale Dale Mappin et al., 2002 cit. Yoyo, 2007 mengelompokkan media ajar menjadi dua jenis, yaitu: a) berdasarkan karakteristik fisik yaitu media cetak (teks), gambar mati (foto, gambar), gambar hidup (film, video), audio (tape, rekaman) dan obyek nyata (demonstrasi), b) berdasarkan kanal sensoris yaitu audio (suara dosen), visual (gambar, tulisan kapur tulis), audio visual (video tape) dan taktil/kinestetik (model kerja). 2. Syarat-syarat Media Ajar L.VISUAL GBR HIDUP AUDIO VISUAL PAMERAN DARMAWISATA PERCONTOHAN PENGALAMAN DRAMATAISASI PENGALAMAN TIRUAN PENGALAMAN LANGSUNG KONGKRIT Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rancangan instruksional media ajar adalah media ajar harus mampu menarik perhatian dan memberi rangsangan kepada mahasiswa, dapat menjelaskan tujuan pembelajaran, memfasilitasi pengetahuan awal mahasiswa sesuai materi yang sedang dipelajari, menyajikan materi yang dapat dan mudah diingat, memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berlatih, memberikan tanggapan

27 25 (feedback) terhadap mahasiswa, menilai kemampuan mahasiswa, memberikan situasi yang mirip dengan kenyataan, serta memberi latihan bagi mahasiswa (Gagne et al., 1992). Pemilihan media ajar juga harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: a) rancangan instruksional, b) tujuan yang ingin dicapai, c) karakteristik mahasiswa, dan d) kepraktisan media (Arsyad, 2006). Kepraktisan media menjadi dasar pertimbangan pemilihan media yang dikaitkan dengan: a) media itu sendiri yaitu kelebihan dan kekurangan media, b) pengguna media yaitu kemampuan/kenyamanan pengguna, biaya pembuatan, ketersediaan alat untuk menggunakan, luas dan interior ruangan yang diperlukan (Gagne et al., 1992; Yoyo, 2007). Dent dan Harden (2009) menyatakan simulasi adalah seseorang, seperangkat peralatan, atau pengaturan kondisi yang mencoba untuk mengemukakan masalah pasien secara nyata. Sikap profesional praktisi kesehatan yang mampu menerapkan keterampilan klinik dalam menangani masalah pasien pada situasi nyata dapat diprediksi melalui pengamatan ketika melakukan simulasi pada clinical setting. Clinical setting membutuhkan simulator, antara lain model anatomi/model fisiologik. Model anatomi yang tidak realistik membuat simulasi menjadi tidak realistik juga, dan lebih memprihatinkan bila simulasi tanpa model maka pembelajaran dapat menjadi lebih mahal dan banyak intervensi langsung kepada pasien (Kyle dan Murray, 2008).

28 26 Simulasi dapat dikategorikan sebagai berikut: a) cases studies dan roleplays yaitu bentuk simulasi yang sangat sederhana. Alat yang dibutuhkan cukup kertas dan pensil atau bahan lainnya yang murah. Simulasi ini lebih ke arah peningkatan pengetahuan dan sikap peserta didik, b) part-task trainers, bentuk simulasi ini ada beberapa macam mulai dari manikin sampai pasien simulasi yang standar, bermanfaat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan klinik. Alat yang digunakan disesuaikan dengan metode pembelajaran, biaya lebih murah dibandingkan menggunakan pasien simulasi, c) full mission simulation, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pembiayaannya cukup variatif, mulai dari sedang sampai mahal (Kyle dan Murray, 2008). Pemahaman dari beberapa pendapat di atas bahwa syarat-syarat pemilihan media ajar antara lain harus mempertimbangkan faktor ekonomis, praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel, dan komponenkomponen media ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 3. Penggunaan Media Ajar pada Praktik Skaling Prasyarat mahasiswa keperawatan gigi sebelum mengikuti pembelajaran klinik adalah mahasiswa harus lulus pembelajaran preklinik/skills lab terlebih dahulu. Pusat keterampilan klinik (skills lab/preklinik) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar dan berlatih keterampilan pada model sebelum mempraktikkan pada situasi yang sesungguhnya (Jones, 2005). Keterampilan mahasiswa dikembangkan untuk

29 27 mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah keterampilan pada pusat keterampilan klinik (Dent, 2001). Skills lab adalah sebuah lingkungan yang aman, tidak memberikan ancaman, fasilitas pembelajaran preklinik/skills lab dapat digunakan untuk pengembangan berbagai keterampilan, dukungan formal melalui pengawasan dan umpan balik pembimbing, serta memberi kesempatan mahasiswa untuk belajar praktik mandiri (Bradley dan Postlethwaite, 2003; Bradley et al., 2006). Pembelajaran praktik di skills lab perlu dilengkapi media ajar sebagai alat simulasi untuk melatih keterampilan mahasiswa sebelum menangani pasien sesungguhnya. Hal-hal yang mendukung pentingnya pembelajaran berbasis simulasi antara lain: mahasiswa memperoleh kemampuan teknis yaitu keterampilan psikomotor, teori pembelajaran, pentingnya review, asistensi, serta pembelajaran dalam konteks profesional (Kneebone dan Nestel, 2005). Pembelajaran praktik skills lab di JKG dilaksanakan di laboratorium yang memungkinkan mahasiswa memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang diperoleh melalui metode simulasi, demonstrasi, role play dan/atau dental unit/chair side teaching/practice. Kegiatan praktik meliputi praktik anatomi gigi, konservasi gigi, skaling, dan fissure sealant (Kemenkes, 2011). Situasi belajar untuk mencapai suatu kompetensi, terkait dengan keterampilan tertentu memerlukan peralatan sesungguhnya atau simulasi misalnya pada praktik skaling atau pembersihan karang gigi diperlukan media ajar berupa suatu model gigi sebagai alat simulasi.

30 28 Tujuan pembelajaran praktik skaling meliputi 3 domain yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Praktik skaling dalam domain pengetahuan (knowledge) dapat menggunakan berbagai jenis media ajar. Domain keterampilan (skills) media ajar yang dipilih adalah media yang lebih kongkrit, yaitu demonstrasi, simulasi, dan pengalaman langsung. Domain sikap (afektif), media ajar paling sederhana yang dapat dipilih untuk domain ini adalah pengajar dan hasil pembelajaran akan menjadi lebih baik jika sejak awal mahasiswa mendapatkan pengalaman yang lebih nyata. Peran media ajar pada pembelajaran keterampilan di skills lab sangat penting dan harus dipersiapkan dalam merancang suatu pengajaran (Yoyo, 2007). Media ajar mempunyai manfaat untuk memperjelas pesan dan informasi yang ingin disampaikan kepada mahasiswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil belajar, meningkatkan dan mengarahkan perhatian mahasiswa sehingga dapat meningkatkan motivasi dan interaksi antar mahasiswa, mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, serta memberikan kesamaan belajar kepada seluruh mahasiswa (Arsyad, 2006). C. Sistem Penjaminan Mutu pada Pendidikan Keperawatan Gigi 1. Mutu dan Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi a. Pengertian Pengertian mutu (quality) antara lain adalah sebagai berikut: 1) kesesuaian dengan standar, harapan stakeholders, atau pemenuhan janji yang telah diberikan (UGM, 2006), 2) suatu keadaan dari hasil atau jasa yang sesuai atau melebihi harapan konsumen (Suyudi, 1995), 3) unggulan,

31 29 sesuai dengan tujuan, usaha mencapai kesuksesan, bentuk dasar keputusan akreditasi, untuk menambah nilai, dan fokus mutu adalah efisiensi yang berhubungan dengan akuntabilitas, dan kepuasan konsumen (Green, 1994 cit. AUN-QA, 2006), 4) pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan dalam rencana strategis institusi atau kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan (Sallis, 2003), 5) tingkat keunggulan suatu produk baik berupa barang maupun jasa, baik tangible maupun intangible (Umaedi, 1999). Mutu dapat dilihat sebagai bagian dari suatu produk atau pelayanan, yang menjadi obyek utama (seperti mutu pendidikan), atau tergantung dari persepsi konsumen (kepuasan mahasiswa) sebagai subyek utama (Gaalen, 2010). Mutu merupakan tanggungjawab perguruan tinggi. Mutu perguruan tinggi adalah pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh institusi perguruan tinggi atau kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan. Pengertian penjaminan mutu (quality assurance) pada perguruan tinggi antara lain sebagai berikut: 1) proses yang didesain untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengeliminasi variasi atau dampak dalam proses dan keluaran (Donabedian, 1988 cit. Leahy et al., 2009), 2) fenomena yang sangat kompleks sesuai kebutuhan stakeholders (Kohoutek, 2009), 3) proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah,

32 30 dosen, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) akan memperoleh kepuasan (Depdiknas, 2003), 4) semua kegiatan yang bertujuan menjamin mutu pendidikan yang meliputi: pengumpulan data tentang mutu, penggunaan data untuk mencapai kesepakatan dalam mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan, cara meningkatkan mutu, serta mendiskusikan cara pencapaian mutu pendidikan sesuai harapan (Visscher, 2009); 5) semua kegiatan yang sistematis dan direncanakan untuk menyajikan kepercayaan yang adekuat sehingga produk atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan (Brown, 2004). Tingkatan-tingkatan penjaminan mutu pada perguruan tinggi yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Tingkatan penjaminan mutu pada perguruan tinggi (Gaalen, 2010) Tingkatan Subsidi dan program internasional Kebijakan nasional Institusi perguruan tinggi Program studi Pengajaran dan pembelajaran Mahasiswa Contoh fokus mutu Kriteria dengan belajar sepanjang hidup Kriteria untuk aplikasi pendanaan Akreditasi/proses mutu Akreditasi/proses mutu Tujuan pembelajaran Mutu pelayanan Laffel dan Blumenthal, 1989 cit. Leahy et al., 2009 mengatakan bahwa proses penjaminan mutu merupakan subyek dari suatu kegiatan evaluasi dan obyek dari proses peningkatan mutu yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan, harapan, serta kepuasan konsumen. Tujuan penjaminan mutu adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan

33 31 tinggi secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu perguruan tinggi secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi (Kemenkes, 2009). Pemahaman dari beberapa pengertian penjaminan mutu adalah penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan perguruan tinggi yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga semua pemangku kepentingan memperoleh kepuasan. Dalam menjalankan suatu proses penjaminan mutu, diperlukan suatu proses evaluasi yang komprehensif dan tindakan korektif terhadap keseluruhan proses. Tabel 2. Alasan dan strategi peningkatan mutu suatu perguruan tinggi (Gaalen, 2010) Makro Internasional Nasional Meso Institusi Mikro Program studi Mahasiswa Tujuan internasionalisasi Instrumen dan Strategi Keluaran/efek Perdamaian dunia Beasiswa Intergrasi sosial Pertumbuhan Keserasian antara Kompetisi sistem ekonomi sistem pendidikan perguruan tinggi pada dan QA dunia pendidikan Kualitas tenaga Rekruitmen Pendidikan/peningkatan kerja internasional keterampilan tenaga kerja Kemampuan dan kualitas mahasiswa dan staf Peningkatan mutu pendidikan Pengalaman pembelajaran yang menarik Kesepakatan dengan partner internasional Internasionalisasi dalam negeri Belajar ke luar negeri, kerjasama internasional, dll Membangun reputasi Kepuasan mahasiswa dan pengguna/industri, membangun reputasi Kemampuan diri dan kesempatan kerja yang lebih baik

34 32 Yunus (2007) mengatakan bahwa prinsip-prinsip untuk peningkatan mutu perguruan tinggi antara lain adanya kepemimpinan yang baik, memberdayakan dan melibatkan semua unsur perguruan tinggi, memberikan kepuasan kepada mahasiswa, orang tua dan masyarakat. Proses pencapaian mutu memerlukan partisipasi dari semua pihak baik internal maupun eksternal dan mutu hanya dapat diukur menggunakan suatu produk (Eggertsson, 1990 cit. Westerheijden et al., 2007). b. Model Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi Di beberapa Negara, perguruan tinggi memiliki tanggungjawab untuk menanggung dan menjamin mutu perguruan tinggi, oleh karena itu sangatlah penting bagi setiap perguruan tinggi untuk mengembangkan sistem Internal Quality Assurance (IQA) yang efisien. Perguruan tinggi bebas memutuskan model penjaminan mutu yang tepat digunakan pada institusinya, namun demikian tetap ada beberapa persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi tersebut. Beberapa model penjaminan mutu pada perguruan tinggi antara lain: 1) Model Logika (Logic Models) Model Logika sangat bermanfaat bagi suatu perguruan tinggi karena model ini dapat digunakan sebagai pedoman mengevaluasi dan memahami suatu program atau proses yang dirancang oleh perguruan tinggi untuk mengatasi suatu masalah, dan mengidentifikasi hasil kinerja yang diharapkan. Pada model logika, evaluator biasanya menginterpretasikan melalui praktik dalam konteks adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di negara-negara Asean,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pemerintah adalah dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pemerintah adalah dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, merata, terpadu dan bermutu. Upaya kesehatan yang dilakukan

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI Oleh: VALENT SARI DANISA K4308123 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR Nur Widia Wardani Nurul Ulfatin E-mail: nurwidia_wardani@yahoo.co.id, Universitas Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan Tinggi (PT) saat ini membawa konsekuensi untuk memperkuat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO STANDAR PROSES PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP SM 04 07 SEMARANG 2O16 Standar Proses Pembelajaran Sistem Penjaminan Mutu Internal Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres kerja adalah respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasi tuntutan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional dalam tujuan mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap warga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Apoteker Indonesia 1. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi Standar Kompetensi Sarjana Farmasi merupakan standar nasional yang harus dicapai lulusan pendidikan S1 Farmasi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS IV SISWA SD ATHIRAH KOTA MAKASSAR 1 Nurhadifah Amaliyah, 2 Waddi Fatimah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. widya husada. Penelitian ini dilakaukan diakper widya husada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. widya husada. Penelitian ini dilakaukan diakper widya husada BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab ini membahas hasil penelitian tentang hubungan mutu pembelajaran skills lab dengan hasil belajar mahasiswa diakper widya husada.

Lebih terperinci

RATIH DEWI PUSPITASARI K

RATIH DEWI PUSPITASARI K HUBUNGAN ANTARA IQ, MOTIVASI BELAJAR DAN PEMANFAATAN SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: RATIH DEWI PUSPITASARI K4308021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA 1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : SRI WULANNINGSIH K4308057 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era globalisasi ini. Selain itu, dengan adanya pasar bebas AFTA dan AFLA serta APEC tentu saja telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Konsep Belajar IPS a. Hakikat Belajar Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes 1 Kompetensi tenaga kesehatan yang belum sesuai dengan kebutuhan individual pasien maupun populasi; Kerja sama antar profesi yang masih rendah; Paradigma yang lebih berorientasi

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

THE USAGE OF ENVIRONMENT TO INCREASE THE STUDENTS ACHIEVEMENT IN NATURAL SCIENCE SUBJECT FOR THE

THE USAGE OF ENVIRONMENT TO INCREASE THE STUDENTS ACHIEVEMENT IN NATURAL SCIENCE SUBJECT FOR THE THE USAGE OF ENVIRONMENT TO INCREASE THE STUDENTS ACHIEVEMENT IN NATURAL SCIENCE SUBJECT FOR THE 5 th GRADE STUDENTS OF PEMBANGUNAN PRIVATE ELEMENTARY SCHOOL TANJUNG MORAWA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Nurhaty

Lebih terperinci

BAB IV. Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi. experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin

BAB IV. Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi. experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar melibatkan keterampilan dan perilaku baru bagi peserta didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang sesungguhnya

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012-2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia menuju ke kehidupan yang lebih baik. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 20 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) kegunaan penelitian, dan 5) definisi istilah penelitian. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti PAL. 2. Mahasiswa yang mengikuti PAL mempunyai persepsi yang baik tentang PAL. 3.

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Efikasi diri 1.1 Pengertian efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang ingin dicapai (Bandura

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,

Lebih terperinci

2). Fokus pada kesadaran pada proses pembelajaran dan tanggung jawab. 3). Peran dosen tidak mengajari tetapi menstimulasi proses yang aktif.

2). Fokus pada kesadaran pada proses pembelajaran dan tanggung jawab. 3). Peran dosen tidak mengajari tetapi menstimulasi proses yang aktif. COACHING PROSES Pengertian : 1). Pemberdayaan kualitas potensial mahasiswa 2). Fokus pada kesadaran pada proses pembelajaran dan tanggung jawab 3). Peran dosen tidak mengajari tetapi menstimulasi proses

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MINAT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN PRAKTIK DILABORATORIUM KETERAMPILAN KEPERAWATAN

HUBUNGAN ANTARA MINAT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN PRAKTIK DILABORATORIUM KETERAMPILAN KEPERAWATAN HUBUNGAN ANTARA MINAT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN PRAKTIK DILABORATORIUM KETERAMPILAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

RIDA BAKTI PRATIWI K

RIDA BAKTI PRATIWI K PENGARUH PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VIII SMP N 1 KEBAKKRAMAT TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SDN CONDONGCATUR

EFEKTIFITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SDN CONDONGCATUR 2.348 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 24 Tahun ke-5 2016 EFEKTIFITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SDN CONDONGCATUR EFFECTIVITY OF PROBLEMS

Lebih terperinci

PENYULUHAN DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG SARAPAN PAGI PADA SISWA KELAS IV SDN 01 MANGUHARJO KOTA MADIUN

PENYULUHAN DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG SARAPAN PAGI PADA SISWA KELAS IV SDN 01 MANGUHARJO KOTA MADIUN SKRIPSI PENYULUHAN DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG SARAPAN PAGI PADA SISWA KELAS IV SDN 01 MANGUHARJO KOTA MADIUN DWIKY ROHMANA SIWI NIM 1203410008 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, yang sebelumnya pembelajaran berbasis pengajar (teacher-centered

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MODUL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI IPS

PENGARUH PENGGUNAAN MODUL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI IPS PENGARUH PENGGUNAAN MODUL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI IPS Wahyu Wulansari SMK Bhakti Mulia Kediri wahyuwulansari@yahoo.com Abstract: The purpose of this study

Lebih terperinci

STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP SM 04 06 SEMARANG 2O16 Standar Isi Sistem Penjaminan Mutu Internal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan era keterbukaan bagi negara-negara di dunia. Peluang dan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan era keterbukaan bagi negara-negara di dunia. Peluang dan tantangan yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), merupakan era keterbukaan bagi negara-negara di dunia. Peluang dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan diterapkan seiring dengan pemanfaatan media dan sumber belajar (Prawiradilaga, 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penelitian Basic Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur darurat yang digunakan untuk menjaga oksigenasi darah dan perfusi jaringan yang bertujuan

Lebih terperinci

STANDAR PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

STANDAR PENGELOLAAN PEMBELAJARAN STD-SPM.Pol//7/2017 STD-SPM.Pol//7/2017 1. Visi dan Misi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta Visi : Misi : Menjadi Institusi pendidikan tinggi kesehatan yang unggul, kompetitif dan bertaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : LATIF SOFIANA NUGRAHENI K4308096 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Kurikulum Menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000 kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran dengan teman sebaya (Peer-Assisted Learning; selanjutnya disingkat PAL) sudah cukup populer dan sejak lama digunakan dalam pendidikan kedokteran. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah sebagai salah satu lembaga formal memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan proses pendidikan. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mutu telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini. Jika sebelumnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar, serta kemajuan media komunikasi dan informasi memberikan tantangan tersendiri bagi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat lubang ke dalam trakea dan memasukkan selang indwelling ke

BAB I PENDAHULUAN. membuat lubang ke dalam trakea dan memasukkan selang indwelling ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tracheostomy merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat lubang ke dalam trakea dan memasukkan selang indwelling ke dalam trakea yang dapat bersifat permanen (Hidayati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman, pengamatan, rangsangan, dan penginderaan. Persepsi adalah pengalaman tentang objek,

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI METODE PEMBELAJARAN PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW (PQ4R)

HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI METODE PEMBELAJARAN PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW (PQ4R) HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI METODE PEMBELAJARAN PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW (PQ4R) DAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KEBAKKRAMAT TAHUN PELAJARAN 2011 / 2012 Skripsi

Lebih terperinci

AKREDITASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

AKREDITASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI Draf 07 Agustus 2011 BAN-PT AKREDITASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI BUKU VII PEDOMAN ASESMEN LAPANGAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI JAKARTA 2011 DAFTAR ISI halaman DAFTAR ISI 1 BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENGARUH PENERAPAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 PENGARUH PENERAPAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : FAISAL IMAM PRASETYO K4308035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual yang merata di seluruh wilayah tanah air

Lebih terperinci

Kompetensi Apoteker Indonesia adalah :

Kompetensi Apoteker Indonesia adalah : 9 masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan suatu wadah untuk membangun generasi penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN A. Rasional Standar proses proses pembelajaran merupakan acuan penyelenggaraan serta bentuk akuntabilitas perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi program sarjana merupakan komponen utama dalam menilai kemampuan peserta didik pada pendidikan tinggi ilmu keperawatan. Pengujian klinik lapangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini perkembangan teknologi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan yang memiliki

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007 DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010) BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan mendasar bagi calon perawat dalam pemahaman patofisiologi, penilaian klinis, dan prosedur keperawatan.

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN IKATAN BIDAN INDONESIA dan ASSOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN INDONESIA 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik TEDC didirikan pada tahun 2002 berdasarkan ijin. penyelenggaraan dari DIKTI No. 73/D/O/2002. Politeknik TEDC merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik TEDC didirikan pada tahun 2002 berdasarkan ijin. penyelenggaraan dari DIKTI No. 73/D/O/2002. Politeknik TEDC merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politeknik TEDC didirikan pada tahun 2002 berdasarkan ijin penyelenggaraan dari DIKTI No. 7/D/O/2002. Politeknik TEDC merupakan lembaga pendidikan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat. melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat. melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi yang diperlukan sebagai dokter (Kevin, 2010). Disebutkan dalam Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan, sehingga jelas pelayanan keperawatan di Rumah sakit (RS) merupakan pelayanan yang terintegrasi

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA. Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta

PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA. Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta E-mail: dsafaa_81@yahoo.com Abstract: The purposes of the study is to determine the effect

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS YANG BERBASIS KOMPETENSI ABSTRAK

KURIKULUM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS YANG BERBASIS KOMPETENSI ABSTRAK 1 KURIKULUM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS YANG BERBASIS KOMPETENSI Kusmantoro Edy, S. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ABSTRAK Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi mempunyai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU. Dalam Konteks MBS

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU. Dalam Konteks MBS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH Dalam Konteks MBS MANAJEMEN SEKOLAH Paradigma baru manajemen pendidikan (Wirakartakusumah, 1998) Mutu Otonomi Akuntabilitas Akreditasi Evaluasi Apa yang diharapkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses penting dari perubahan. perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses penting dari perubahan. perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses penting dari perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakannya (Anni, 2004). Belajar juga merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh sektor salah satunya juga sektor jasa dan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Berdirinya rumah sakit yang bertaraf

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MEMORI DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI RANAH KOGNITIF SISWA SMA NEGERI 2 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MEMORI DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI RANAH KOGNITIF SISWA SMA NEGERI 2 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MEMORI DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI RANAH KOGNITIF SISWA SMA NEGERI 2 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : AFRISA MUSTIKA HABSARI NIM K4307002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITF DAN RANAH AFEKTIF SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan merupakan suatu proses pembinaan, pengayoman, pengajaran dan pembentukan karakter manusia atau siswa, baik secara fisik dan mental untuk

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH MANAJEMEN SEKOLAH MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH Dalam Konteks MBS PAKEM PARTISIPASI MAS Paradigma baru manajemen pendidikan (Wirakartakusumah, 1998) Mutu Otonomi Akuntabilitas Akreditasi Evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum pada penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 15,

Lebih terperinci

14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. KOMPETENSI INTI 14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN Saat ini komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pendidikan dan kemampuan yang baik. Dengan pendidikan maka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pendidikan dan kemampuan yang baik. Dengan pendidikan maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi yang penting bagi setiap individu bahkan Negara. Dalam kehidupan yang penuh persaingan saat ini, seseorang diperhitungkan kedudukan

Lebih terperinci

Universitas Respati Yogyakarta. Jln. Laksda Adi Sucipto KM 6.3 Depok Sleman Yogyakarta B A D A N P E N J A M I N A N M U T U

Universitas Respati Yogyakarta. Jln. Laksda Adi Sucipto KM 6.3 Depok Sleman Yogyakarta B A D A N P E N J A M I N A N M U T U STANDAR PROSES Universitas Respati Yogyakarta Jln. Laksda Adi Sucipto KM 6.3 Depok Sleman Yogyakarta Telp : 0274-488 781 ; 489-780 Fax : 0274-489780 B A D A N P E N J A M I N A N M U T U Standar Kompetensi

Lebih terperinci