BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsentrasi obat dalam plasma dapat bervariasi diantara dua individu meskipun dengan berat badan dan dosis obat yang sama. Keberadaan obat dalam tubuh melibatkan 4 fase farmakokinetika yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Farmakokinetika obat dapat bervariasi antar individu dan antar etnik. Variasi pada fase metabolisme obat sangat berpengaruh terhadap timbulnya variasi farmakokinetika (Kim et al., 2004). Variasi metabolisme tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain faktor genetika, fisiologi, patofisiologi, dan faktor lingkungan. Secara umum, faktor genetika diperkirakan berperan sebesar % terhadap perbedaan antar individu dalam hal metabolisme dan respon terhadap obat, bahkan beberapa obat menunjukkan bahwa faktor genetika berperan sekitar 95 % terhadap perbedaan antar individu dalam hal disposisi dan efek obat. Perbedaan metabolisme obat dapat ditentukan oleh perbedaan genetika (Eichelbaum et al., 2006; Ingelman-Sundberg, 2001). Salah satu proses metabolisme obat yang penting adalah metabolisme fase I yang diperantarai oleh sitokrom P-450 (CYP) yaitu suatu superfamili enzim yang mengoksidasi sejumlah besar senyawa endogen (misal eikosanoid dan steroid) dan xenobiotik (misal obat dan senyawa dari lingkungan) menjadi senyawa yang lebih hidrofilik (Nebert & Russell, 2002). Aktivitas enzim ini menjadi penentu terjadinya metabolisme obat fase I yang pada akhirnya menentukan efek obat. 1

2 Telah diketahui bahwa pada gen yang mengkode enzim pemetabolisme obat ini sering terjadi polimorfisme genetik (varian alel pada gen yang sama) dan ini menyebabkan variabilitas metabolisme obat antar individu. Konsekuensi dari polimorfisme adalah pada dosis biasa dapat terjadi adverse drug reaction atau tidak ada respon terhadap obat. Diantara anggota superfamili CYP, gen yang mengkode CYP2D6 bersama dengan CYP2C9 dan CYP2C19 memiliki polimorfisme yang tinggi, yaitu secara keseluruhan sekitar 40% dari metabolisme hepatik fase I (Ingelman-Sundberg, 2005). Single Nucleotide Polymorphism (SNP) adalah polimorfisme yang paling sering dijumpai, sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam farmakogenetik. SNP adalah point-mutation dengan frekuensi lebih dari 1 % pada suatu populasi tertentu. Polimorfisme juga dapat berupa delesi dan insersi suatu nukleotida tunggal. Studi farmakogenetik terhadap gen CYP2D6 menunjukkan adanya variasi genetik berupa SNP yaitu keberadaan paling tidak dua alel yang berbeda pada satu gen, perbedaan hanya pada satu posisi DNA yang spesifik. (Ingelman-Sundberg, 2005). Polimorfisme gen yang mengkode CYP2D6 merupakan polimorfisme yang paling relevan secara klinik di antara polimorfisme gen yang telah diketahui (Ingelman-Sundberg, 2005). Hal tersebut dikarenakan walaupun CYP2D6 adalah merupakan bentuk isoform CYP yang minor yaitu hanya sekitar 2 % dari total CYP (Shimada et al., 1994) namun memiliki kontribusi yang penting dalam metabolisme sekitar % obat yang digunakan di klinik diantaranya -blocker dan anti aritmia. Polimorfisme yang terdapat pada CYP2D6 secara 2

3 signifikan mempengaruhi farmakokinetika sekitar 50% obat yang digunakan di klinik yang merupakan substrat dari CYP2D6 dan respon yang muncul berkaitan dengan isoenzim ini bervariasi antar pasien (Ingelman-Sundberg, 2005; Ramesh & Bharatam, 2012). Frekuensi alel gen CYP2D6 secara regional dan antar etnis diketahui berbeda (Sistonen et al., 2007; Sistonen et al., 2009). Lebih dari 150 alel gen CYP2D6 yang berbeda telah diketahui muncul dengan frekuensi yang berbeda pada populasi yang berbeda di seluruh dunia ( cyp2d6. htm). Alel gen CYP2D6 juga telah dikaitkan dengan 4 (empat) fenotip berdasarkan tingkat ekstensif metabolisme obatnya (Abraham & Adithan, 2001). Empat klasifikasi fenotip yaitu pemetabolisme lambat (poor metabolizer/pm), pemetabolisme sedang (intermediate metabolizer/im), pemetabolisme cepat (extensive metabolizer/em), dan pemetabolisme ultra cepat (ultra-rapid metabolizer/um) berdasarkan polimorfisme/mutasi dan jumlah kopi alel fungsional gen CYP2D6. Inidividu yang memiliki satu atau dua alel gen CYP2D6 non fungsional (CYP2D6*3, *4, *5, dan *6) dikaitkan dengan fenotip PM. Individu yang memiliki satu atau dua alel gen CYP2D6 dengan fungsi yang berkurang (CYP2D6*9, *10, *17, dan *41) dikaitkan dengan fenotip IM. Individu yang memiliki satu atau dua alel gen CYP2D6 dengan fungsi penuh (CYP2D6*1 dan *2) dikaitkan dengan fenotip EM. Individu yang memiliki lebih dari 2 gen CYP2D6 dengan fungsi penuh yaitu duplikasi/multipikasi (x 2, x 3, x 4, x 5) alel EM (*1 dan *2) atau *4, *6, *10, *17,dan *41) dikaitkan dengan fenotip UM (Zanger et al., 2004; Ingelman-Sundberg et al., 2007). Hal tersebut menunjukkan 3

4 rentang aktivitas CYP2D6 yang lebar pada banyak populasi di dunia (Sistonen et al., 2007). Pada populasi Eropa, varian alel CYP2D6 yang umum adalah CYP2D6*4 (12-21%) yaitu adanya mutasi 188 C > T dan 1934 G > A, serta menyebabkan splicing defect dan berkorelasi dengan tidak adanya aktivitas enzim CYP2D6 serta dikaitkan dengan fenotip PM. Frekuensi PM dari substrat CYP2D6 pada populasi Asia adalah rendah, namun memiliki frekuensi yang tinggi untuk varian alel CYP2D6*10 (51%) yang mengandung mutasi 188 C > T pada exon 1 dan menyebabkan substitusi asam amino P34S sehingga mengakibatkan ketidakstabilan aktivitas enzim dengan aktivitas metabolik yang lebih rendah (Johansson et al., 1994). Alel CYP2D6*10 dikaitkan dengan fenotip intermediate metabolizer (IM). Pada populasi Afrika, varian alel yang umum adalah CYP2D6*17 yang mengandung mutasi 1111 C > T pada exon 2 (Masimirembwa, et al., 1996) dan berhubungan dengan menurunnya aktivitas enzim CYP2D6 dan dikaitkan dengan fenotip IM (Eichelbaum et al., 2006; Ingelman-Sundberg, 2005). Selain alel CYP2D6*10 dengan frekuensi tertinggi pada populasi Asia (51%) jika dibandingkan populasi Kaukasia (1-2%) dan Afrika (6%), alel CYP2D6*5 adalah merupakan null allele yang menonjol pada populasi Asia yaitu berkisar 6% jika dibandingkan pada populasi Kaukasia yang berkisar sekitar 2-7% dan pada populasi Afrika (4%) serta Etiopia dan Arab Saudi (1-3%). Alel CYP2D6*5 berkaitan dengan mutasi delesi gen dengan konsekuensi tidak adanya enzim CYP2D6 (Ingelman-Sundberg, 2005). 4

5 Pada populasi Malaysia, alel dengan frekuensi yang tinggi adalah CYP2D6*1 yaitu sebesar 41,67 %; CYP2D6*10 sebesar 43,33 %; dan *5 sebesar 8,33%. Hasil pada subyek Malaysia ini memiliki kemiripan dengan populasi Cina dan Jepang (Gan et al., 2002). Studi pada subyek Jepang (n = 98) diperoleh hasil frekuensi alel CYP2D6*1 sebesar 42,3%, *10 sebesar 40,8 %, dan *5 sebesar 6,1 % (Tateishi, 2002). Studi pada subyek Korea (n = 758) diperoleh hasil frekuensi alel CYP2D6*1 sebesar 32,3%; *10 sebesar 45,6 %; dan *5 sebesar 5,6 %. Pada subyek Cina (n = 89) diperoleh frekuensi alel CYP2D6*1 sebesar 27,5%; *10 sebesar 43,8 %; dan *5 sebesar 9,6 %. Pada subyek Vietnam (n = 122) frekuensi alel CYP2D6*1 sebesar 24,6 %; *10 sebesar 57,0 %; dan *5 sebesar 6,1 % (Kim et al., 2010). Hasil penelitian lain pada subyek Vietnam (n = 78) ditemukan frekuensi alel CYP2D6*5(8%) dan *10 (44 %). Proporsi alel ini sebanding dengan hasil lain pada populasi Asia yang telah dilaporkan (Veiga et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa secara umum pada populasi Asia memiliki frekuensi alel yang khas untuk alel CYP2D6*10, CYP2D6*1, dan CYP2D6*5. Aktivitas enzim CYP2D6 dapat ditentukan dengan melakukan pengujian genotip dan fenotip (Zanger et al., 2004; Ingelman-Sundberg, 2005). Pengujian genotip dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu strategi Polymerace Chain Reaction (PCR), Single-strand conformation polymorphism (SSCP), real-time PCR, dan microarray untuk analisis DNA. Metode PCR-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) menjadi metode yang memiliki keuntungan yaitu dalam hal kecepatan dan biaya untuk mengidentifikasi genotip CYP2D6 yang 5

6 relevan secara klinik sehingga sesuai untuk digunakan secara luas terutama di negara berkembang (Dorado et al., 2005). Pengujian fenotip aktivitas enzim CYP2D6 dapat diukur secara in vivo setelah pemberian oral dosis tunggal obat yang menjadi substrat enzim ini yang kemudian ditentukan rasio metabolik (metabolic ratio/mr) yaitu perbandingan antara urinary recovery dari obat induk dan metabolitnya. Berdasarkan nilai MR atau Log 10 MR (LogMR) maka individu akan diklasifikasikan sebagai pemetabolisme ultra cepat/ultra rapid metabolizer (UM), pemetabolisme cepat/extensive metabolizer (EM), pemetabolisme sedang/intermediate metabolizer (IM), atau pemetabolisme lambat/poor metabolizer (PM) (Zanger et al., 2004; Ingelman-Sundberg, 2005). Substrat yang umum digunakan untuk pengujian fenotip aktivitas CYP2D6 secara in vivo adalah debrisoquine, metoprolol, dan dekstrometorfan (Tucker et al., 2001). Debrisoquine menjadi substrat pilihan dibandingakan dekstrometorfan atau metoprolol, namun sayangnya tidak tersedia untuk penggunaan pada manusia di banyak negara termasuk di Indonesia. Metoprolol menjadi substrat yang sensitif dan sesuai untuk pengujian fenotip CYP2D6 dikarenakan reaksi α-hidroksilasi metoprolol hanya dimediasi oleh CYP2D6, metabolitnya (α-hidroksimetoprolol) tidak mengalami metabolisme lebih lanjut, dan jarak yang lebar antara rasio metabolik pada EM dan PM, sehingga memperkecil kemungkinan kesalahan klasifikasi fenotip, terutama pada individu dengan nilai rasio metabolik yang mendekati nilai antimode (Lennard, 1985). Pengujian fenotip dengan substrat dekstrometorfan lebih dipengaruhi oleh ph urine dibandingkan dengan pengujian dengan 6

7 metoprolol (Özdemir et al., 2004). Nilai MR metoprolol/α-hidroksimetoprolol bervariasi sekitar 6x sedangkan nilai MR dekstrometorfan/dekstrorfan bervariasi sekitar 20 kali karena pengaruh ph fisiologis urine (Labbe et al., 2000). Selain itu, konsentrasi dekstrometorfan yang rendah menjadi kendala dalam mendeteksi fenotip UM atau mendeteksi perubahan kecil pada aktivitas CYP2D6. Dengan substrat metoprolol, MR pada subyek EM dapat diukur dengan presisi yang tinggi. Oleh karena itu, pada pengujian fenotip yang dikombinasi dengan pengujian genotip, metoprolol menjadi substrat yang lebih dipilih dibandingkan dengan dekstrometorfan (Tamminga et al., 2001). Metoprolol merupakan antagonis adrenoreseptor ( -blocker) yang telah digunakan secara ekstensif selama lebih dari 25 tahun untuk mengatasi gangguan kardiovaskular seperti hipertensi, aritmia dan gagal jantung. Metoprolol mengalami first-pass metabolism yang ekstensif, sehingga ketersediaan hayatinya hanya sekitar 50 % (Venkateswarlu et al., 2010). Enzim CYP2D6 secara spesifik mengkatalisis metabolisme metoprolol dengan jalur α-hidroksilasi menghasilkan metabolit α-hidroksimetoprolol (Fang et al., 2004). Korelasi yang kuat antara rasio metabolik metoprolol/α-hidroksimetoprolol dan rasio metabolik debrisoquine/4-hidroksidebrisoquine memberikan bukti kuat bahwa α-hidroksilasi metoprolol dan 4-hidroksilasi debrisoquine dikatalisis oleh sistem enzim yang sama, sehingga metoprolol mungkin menjadi alternatif substrat yang cocok (McGourty & Silas, 1985) Polimorfisme CYP2D6 menjadi contoh yang dapat memberikan penjelasan terbaik dari variasi farmakogenetik pada metabolisme obat sehingga perlu diteliti 7

8 secara intensif (Weinshilboum, 2003). Mengingat variasi metabolisme antar individu sangat mungkin terjadi dan farmakokinetiknya tidak linear maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk menentukan genotip CPY2D6 untuk dapat memprediksi fenotipnya. Mengingat pada populasi Asia lainnya telah dilaporkan jenis alel yang dominan adalah CYP2D6*1 yaitu yang berkaitan dengan fenotip EM, *10 yang berkaitan dengan fenotip IM, dan CYP2D6*5 yang berkaitan dengan fenotip PM, oleh karena itu peneliti melakukan pengujian genotip untuk melihat adanya alel gen CYP2D6 khususnya CYP2D6*1, *5 dan *10 pada subyek sehat Indonesia khususnya suku Jawa dan Sunda. Pengujian fenotip dengan substrat metoprolol juga perlu diteliti untuk menentukan aktivitas enzim CYP2D6 pada subyek uji, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai EM atau PM, yang kemudian dapat dihubungkan dengan genotip CYP2D6 yang diperoleh pada subyek tersebut. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan informasi yang penting untuk mengetahui individu dengan respon khas tertentu terhadap obat. Pengetahuan tentang aktivitas metabolik suatu populasi dan pengaturan dosis obat untuk pasien dengan genotip tertentu akan menurunkan risiko kegagalan terapi atau munculnya adverse effect. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, disampaikan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ditemukan adanya tipe alel gen CYP2D6*1, *5, dan *10 pada subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda? 8

9 2. Berapa frekuensi untuk masing-masing alel CYP2D6*1, *5, dan*10 pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda? 3. Apakah ada perbedaan kapasitas hidroksilasi metoprolol pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda? 4. Apakah ada korelasi jenis alel gen CYP2D6 dan fenotip kapasitas hidroksilasi metoprolol pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda? C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian untuk penentuan polimorfisme CYP2D6 pada populasi yang berbeda telah dilakukan. Analisis genotip 12 alel gen CYP2D6 (*1, *2, *5, *10, *14, *18, *21, *41, *49, *52, *60, dan duplikasi CYP2D6) menggunakan 2 reaksi PCR diikuti dengan multiplex Single Base Extention (SBE) dengan 10 primer dan singleplex SBE dengan 1 primer telah dilakukan pada populasi Asia khususnya subyek Korea (758 orang), Cina (89 orang) dan Vietnam (122 orang). CYP2D6 *14, *21, *41, *49, dan *52 ditemukan pada sekitar 5% subyek Cina dan Vietnam (Kim et al., 2010). Penelitian lain melakukan investigasi pengaruh alel CYP2D6*10 terhadap disposisi Tramadol pada 30 subyek Malaysia. Keberadaan alel CYP2D6*1, *3, *4, *5, *9 dan *17 juga dipelajari (Gan et al., 2002). Studi polimorfisme genetik CYP2D6 pada subyek Jepang dan pengaruhnya terhadap konsentrasi Paroxetine pada pasien psikiatrik telah diteliti (Ueda et al., 2006). Telah dilaporkan pula pengujian genotip dan fenotip enzim CYP2D6 pada sukarelawan sehat Afrika-Amerika (154 orang) dan Kaukasia (143 orang). Pada 9

10 subyek Afrika-Amerika alel CYP2D6*17 dan *5 lebih dominan dengan frekuensi alel *4 yang lebih kecil dibanding subyek Kaukasia. Kedua kelompok subyek menunjukkan kemiripan dalam aktivitas CYP2D6 yang diukur menggunakan dekstrometorfan sebagai substrat. Diperoleh nilai MR 2,21 ± 0,78 untuk subyek Afrika-Amerika dan 2,11 ± 0,86 untuk subyek Kaukasia (Wan et al., 2001). Penelitian mengenai analisis 11 varian alel gen CYP2D6 pada 90 sampel yang mewakili 8 populasi Amerika asli yang berasal dari Argentina dan Paraguai yang diidentifikasi sebagai Amerindian memperoleh hasil bahwa sebanyak 88,6 % dari total frekuensi alel CYP2D6 berhubungan dengan *1,*2,*4 dan*10 (Bailliet et al., 2007). Penelitian untuk menganalisis aktivitas metabolik CYP2D6 pada populasi Meksiko Amerika menggunakan dekstrometorfan sebagai substrat dan menghubungkannya dengan analisis genotip pada sampel 50 orang Meksiko Amerika dan 25 non-meksiko Amerika sebagai kontrol. Frekuensi fenotip PM sama diantara kelompok Meksiko Amerika dan kelompok non-meksiko Amerika yaitu masing-masing 6% dan 5,5 %. Frekuensi alel pada kelompok Meksiko Amerika serupa dengan frekuensi yang telah dipublikasikan pada populasi kulit putih non-hispanik:*4 (17 %),*5 (2 %), *10 (1 %), *17 (2 %),*xn (3 %). Hasil ini mengindikasikan bahwa jika dibandingkan dengan subyek kulit putih non-hispanik, subyek Meksiko Amerika memiliki proporsi fenotip PM dan polimorfisme genetik CYP2D6 yang mirip (Casner, 2005). Telah dilakukan pula pengujian kapasitas oksidasi metoprolol pada 218 subyek sehat orang Korea menggunakan urinary metabolic ratio (MR) 8 jam 10

11 metoprolol terhadap α-hidroksimetoprolol setelah pemberian dosis tunggal metoprolol tartrat 100 mg secara oral. Hasil penelitian tersebut dibandingkan juga dengan kapasitas oksidasi metoprolol dari 295 subyek Jepang dan 107 subyek Cina daratan yang diuji dengan cara yang sama. Frekuensi keberadaan PM adalah 0,5% pada populasi Korea, 0,7% pada populasi Jepang dan 0% pada populasi Cina. Rata-rata MR (0,84 ± 1,14 dan 0,87 ± 0,90) pada EM populasi Korea dan Jepang secara signifikan lebih kecil dibanding MR pada EM populasi Cina daratan (2,81 ± 2,35), dan modus distribusi histogram dan plot probit data untuk EM populasi Cina bergeser ke kanan jika dibandingkan dengan pada EM populasi Korea dan Cina EM pada populasi Cina memiliki kapasitas yang lebih rendah untuk memetabolisme metoprolol menjadi α-hidroksimetoprolol jika dibandingkan dengan EM pada populasi Korea dan Jepang. Pada populasi Korea, seperti halnya Jepang dan Cina daratan, fenotip PM oksidasi tipe debrisoquine/sparteine memiliki frekuensi yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan populasi Kaukasia (Sohn et al., 1991). Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengujian genotip CYP2D6 *1, *5, dan*10 dan pengujian fenotip kapasitas hidroksilasi metoprolol pada subyek sehat Indonesia menggunakan urinary metabolic ratio (MR) metoprolol terhadap α-hidroksimetoprolol setelah pemberian dosis tunggal metoprolol tartrat 100 mg secara oral sehingga dapat ditentukan fenotipnya. Dengan hasil pengujian genotip dan fenotip tersebut dapat ditentukan ada tidaknya hubungan antara jenis alel CYP2D6 *1, *5, dan*10 dengan kapasitas hidroksilasi metoprolol pada subyek sehat Indonesia. 11

12 D. Manfaat yang Diharapkan Hasil penelitian farmakogenetik dapat digunakan untuk mempelajari respon yang berbeda terhadap obat yang sama karena faktor genetik dan menggunakan informasi ini untuk membangun upaya terapi individual. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui perbedaan frekuensi alel CYP2D6 khususnya *1,*5 dan *10 pada subyek orang Indonesia suku Jawa dan Sunda. Mengingat variasi metabolisme antar individu sangat mungkin terjadi dan jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear, maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk menentukan genotip CPY2D6 untuk dapat memprediksi fenotipnya yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar untuk individualisasi terapi. Metoprolol yang merupakan substrat enzim CYP2D6 mengalami first pass metabolism yang ekstensif menghasilkan ketersediaan hayati yang rendah, sehingga penentuan fenotip kapasitas hidroksilasi dengan menentukan rasio metabolik metoprolol dan metabolitnya α-hidroksimetoprolol yang diperantarai secara eksklusif oleh enzim CYP2D6 menjadi sangat penting untuk dipelajari. Berdasarkan hasil pengujian genotip dan fenotip nantinya dapat dipelajari ada tidaknya hubungan antara jenis alel CYP2D6 (*1,*5 atau *10) dengan fenotip yang muncul. 12

13 E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi polimorfisme gen CYP2D6 dan variabilitas kapasitas oksidasi metoprolol sebagai substrat enzim CYP2D6 pada subyek sehat orang Indonesia suku Jawa dan Sunda. 2. Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini dilakukan dengan tujuan: a. Mengetahui ada tidaknya tipe alel gen CYP2D6*1, *5, dan *10 pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda. b. Menentukan frekuensi alel CYP2D6*1, *5, dan *10 pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda. c. Menentukan fenotip kapasitas hidroksilasi metoprolol pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda. d. Mengetahui hubungan jenis alel gen CYP2D6 dan fenotip kapasitas hidroksilasi metoprolol pada kelompok subyek sehat Indonesia suku Jawa dan Sunda. 13

TUGAS METABOLISME OBAT Pengaruh Genetik terhadap Metabolisme Warfarin

TUGAS METABOLISME OBAT Pengaruh Genetik terhadap Metabolisme Warfarin TUGAS METABOLISME OBAT Pengaruh Genetik terhadap Metabolisme Warfarin OLEH : ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE 0808505002 NI MADE WIRYATINI 0808505003 KHATIJA TAHER ALI 0808505014 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan kanker kepala dan leher yang paling sering dijumpai di dunia maupun di Indonesia (Thompson, 2007; Adham et al., 2012). Insidensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang menimbulkan risiko gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sekian banyak negara berkembang yang memiliki berbagai variasi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit jantung merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Obesitas telah menarik perhatian masyarakat dunia karena peningkatan prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar terjadinya diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin dan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar terjadinya diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dasar terjadinya diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, keduanya saling berkaitan. Pada fase awal dari DMT2, sekresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tipe 2 pada dekade-dekade terakhir ini (Abdullah et al., 2010). Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tipe 2 pada dekade-dekade terakhir ini (Abdullah et al., 2010). Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama diabetes tipe 2. Peningkatan jumlah penduduk dengan obesitas berkontribusi terhadap meningkatnya prevalensi diabetes tipe 2 pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek berbahaya dari alkohol sudah menjadi masalah. global sekarang ini. Diperkirakan sekitar 250 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek berbahaya dari alkohol sudah menjadi masalah. global sekarang ini. Diperkirakan sekitar 250 juta BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Efek berbahaya dari alkohol sudah menjadi masalah global sekarang ini. Diperkirakan sekitar 250 juta orang di dunia adalah pengguna alkohol dan sekitar 2,5 juta kematian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan istilah umum untuk etanol, dimana. sebagian besar alkohol diproduksi melalui fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan istilah umum untuk etanol, dimana. sebagian besar alkohol diproduksi melalui fermentasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alkohol merupakan istilah umum untuk etanol, dimana sebagian besar alkohol diproduksi melalui fermentasi dari beberapa bahan makanan, yang paling sering barley, hops,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

MATA KULIAH Farmakogenetik dan Farmakogenomik

MATA KULIAH Farmakogenetik dan Farmakogenomik RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Farmakogenetik dan Pengampu Mata Kuliah: Prof. Dr. Sismindari, SU., Apt Prof. Dr. Zulies Ikawati, Apt Prof. Dr., MSi., Apt PROGRAM

Lebih terperinci

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM

TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM TUGAS BIOMOLEKULER SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM OLEH Ni Nyoman Trisna Dewi NIM: 1214068105 PPDS I ILMU PENYAKIT SARAF UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PENDAHULUAN Dampak dari bioteknologi yang tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering. terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering. terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi di dunia dan kejadiannya bertambah terutama pada negara berkembang. Kanker payudara sendiri adalah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi Kode Blok Blok Bobot Semester Standar Kompetensi : Pendidikan Dokter : KBK04 : METABOLISME NUTRISI DAN OBAT : 4 SKS : I : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan BAB I. PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat gangguan sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Burkholderia pseudomallei merupakan bakteri penyebab utama penyakit melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering menyebabkan sepsis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang

Lebih terperinci

FARMAKOGENETIK. (Konsep Dasar & Implikasi Klinis) (Buku Referensi Mahasiswa S1,S2 Kedokteran, Farmasi dan Kesehatan) Seri I: Evidence Based Medicine

FARMAKOGENETIK. (Konsep Dasar & Implikasi Klinis) (Buku Referensi Mahasiswa S1,S2 Kedokteran, Farmasi dan Kesehatan) Seri I: Evidence Based Medicine FARMAKOGENETIK (Konsep Dasar & Implikasi Klinis) (Buku Referensi Mahasiswa S1,S2 Kedokteran, Farmasi dan Kesehatan) Seri I: Evidence Based Medicine EM SUTRISNA 2015 SUTRISNA, EM Farmakogenetik: Konsep

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan. lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan. lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB tetap merupakan infeksi bakteri

Lebih terperinci

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis 2 BAB 1 PENDAHULUAN Pada umumnya kebanyakan orang dewasa dan lanjut usia sering mengalami penyakit darah tinggi (hipertensi). Hal ini tidak lagi hanya terjadi pada orang-orang dewasa atau lanjut usia saja,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini. V.

BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini. V. 53 BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN V.1. Kesimpulan Tidak ada korelasi kadar hidrazin dengan kadar SGPT 2 jam setelah minum obat anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian mengenai biodiversitas mikroba termofilik telah membuka banyak informasi mengenai interaksi mikroba dengan lingkungannya (Newman dan Banfield, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Leukemia akut merupakan 30-40% dari keganasan pada masa anak-anak. Insiden

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Leukemia akut merupakan 30-40% dari keganasan pada masa anak-anak. Insiden BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leukemia akut merupakan 30-40% dari keganasan pada masa anak-anak. Insiden rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun (Ugrasena, 2006). Secara luas terapi

Lebih terperinci

Farmaka Volume 4 Nomor 4 1

Farmaka Volume 4 Nomor 4 1 Volume 4 Nomor 4 1 POLIMORFISME CYP2D6 DAN PENGARUHNYA TERHADAP METABOLISME KODEIN: REVIEW Annisa Mayangsari 1, Tina Rostinawati 2 Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang km21

Lebih terperinci

Farmaka Volume 14 Nomor 4 21

Farmaka Volume 14 Nomor 4 21 Volume 14 Nomor 4 21 POLIMORFISME CYP2D6 DAN PENGARUHNYA TERHADAP METABOLISME KODEIN: REVIEW Annisa Mayangsari, Tina Rostinawati Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang km21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection,

BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan di dunia yang sering menimbulkan kematian mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease 1 I. Pendahuluan a. Latar Belakang Angina pectoris adalah rasa nyeri di bagian dada dan merupakan suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart Disease (CHD). Coronary heart disease

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1. Fakultas / Program Studi : FMIPA / Biologi 2. Mata Kuliah / Kode : Genetika Molekuler / SBG 252 3. Jumlah SKS : Teori = 2

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dan 85% di antaranya meninggal karena serangan jantung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab disabilitas dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 0,5-

BAB I PENDAHULUAN. penyebab disabilitas dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 0,5- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik berat, sangat destruktif, penyebab disabilitas dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 0,5-1% (Stefansson et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali 41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir. Uji Pra-Klinik Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai. Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TERIIADAP VARIABILITAS METABOLISME TERIIADAP OBATAI{TI MALARH PENGARUH POLIMORFISME GENETIK CYP2IX PADA PENDERITA MALARIA

bio.unsoed.ac.id TERIIADAP VARIABILITAS METABOLISME TERIIADAP OBATAI{TI MALARH PENGARUH POLIMORFISME GENETIK CYP2IX PADA PENDERITA MALARIA PENGARUH POLIMORFISME GENETIK CYP2IX PADA PENDERITA MALARIA TERIIADAP VARIABILITAS METABOLISME TERIIADAP OBATAI{TI MALARH Oleh : Dr. Daniel Joko Wahyono, M.Biomed. Pendahuluan Faktor genetik merupakan

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Deskripsi hasil penelitian mencakup tentang lokasi penelitian, survai larva dan rearing nyamuk Ae. aegypti, survai penggunaan insektisida,

Lebih terperinci

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T Studi farmakokinetik Profil ADME obat baru Bentuk sediaan, besar dosis, interval pemberian dan rute pemberian HEWAN UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan membutuhkan penanganan sedini

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (World Health Organization/WHO, 2009). Sekitar setengah populasi dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (World Health Organization/WHO, 2009). Sekitar setengah populasi dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit malaria merupakan salah satu jenis penyakit mematikan di dunia (World Health Organization/WHO, 2009). Sekitar setengah populasi dunia mengalami risiko

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. meningkat, serta menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit seperti

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. meningkat, serta menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit seperti BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting di dunia karena dari tahun ke tahun prevalensi kejadian hipertensi semakin meningkat, serta

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi masalah utama di dunia termasuk Indonesia karena angka prevalensinya dari tahun ketahun semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan salah satu permasalahan kesehatan di dunia yang menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ARTI SINGKATAN... INTISARI... i ii iii vi xi xv xvi xvii xxi

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi obesitas mengalami peningkatan di seluruh dunia menjadi dua kali lipat berdasarkan data dari

Lebih terperinci

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 FARMASI/SMK BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc., Apt KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok jamur keratinofilik yang dapat mengenai jaringan keratin manusia dan hewan seperti pada kulit, rambut, dan kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. bakso menggunakan daging sapi dan daging ayam. campuran bakso, dendeng, abon dan produk berbasis bakso lainnya.

BAB. I PENDAHULUAN. bakso menggunakan daging sapi dan daging ayam. campuran bakso, dendeng, abon dan produk berbasis bakso lainnya. BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan yang sangat populer di Indonesia. Bakso dapat dijumpai mulai dari pedagang gerobak yang berkeliling hingga restoran di hotel berbintang. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar dan tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru didiagnosis setiap

Lebih terperinci

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB VIII UJI

Lebih terperinci

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya 2013 Manusia dikenakan paparan berbagai xenobiotik (bahan kimia) terus. xenobiotik adalah senyawa hadir dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011; 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011; World Health Organization,

Lebih terperinci