MEMAHAMI FENOMENOLOGI KESADARAN INTERSUBJECTIF ALFRED SCHÜTZ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMAHAMI FENOMENOLOGI KESADARAN INTERSUBJECTIF ALFRED SCHÜTZ"

Transkripsi

1 MEMAHAMI FENOMENOLOGI KESADARAN INTERSUBJECTIF ALFRED SCHÜTZ Rini Sudarmanti * Communications is like a bond of our human social life. Without it, our life such losing its soul. Phenomenologist, Alfred Schutz offers an alternative solution to recognize and analyze social communication phenomenon. Inspired by Husserl and Weber ideas, Schutz then nourished social act thought. He emphasized the meaning, structure, and essences of life subjectively toward person who goes through, feels, and works by himself. According to this theory, one could not make generalization due to the fact that every human is uniquely different. Di Indonesia saat ini, perspektif subjektif fenomenologi banyak mewarnai berbagai kajian ilmu sosial untuk menelaah berbagai fenomena yang dirasakan sulit untuk dikupas dengan hanya mengandalkan perspektif objektif. Fenomena sosial dipandang sebagai sesuatu yang sangat kompleks dan memiliki keunikkan tersendiri yang tidak mungkin generalisasikan. Oleh karena itu suatu fenomena sosial perlu untuk dianalisa secara menyeluruh (holistik) sesuai dengan konteks yang melingkupinya. Pada intinya fenomenologi yang berada pada rentang perspektif subjektif ini berusaha menelaah sesuatu berdasarkan orang yang mengalami dan merasakannya sendiri. Untuk itu apa yang menjadi titik berat dari fenomenologi ini adalah bagaimana berbagai pengetahuan itu dimaknai berdasarkan kesadaran dari orang-orang itu sendiri yang mengalaminya. Tentu saja karena berdasarkan sudut pandang masing-masing individu, maka keunikan tiap-tiap manusia itu menentukan maknanya sendiri-sendiri. Oleh karena itu makna ini tidak mungkin untuk digeneralisasi. * Rini Sudarmanti, lahir di Bogor, 13 Februari Menyelesaikan studi S1 dan S2 dalam bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Saat ini sedang menyelesaikan studi S3 dalam bidang yang sama di Universitas Padjadjaran, Bandung. Bekerja sebagai dosen luar biasa Universitas Paramadina, Jakarta. Jurnal Universitas Paramadina Vol.4 No. 2, Maret 2006:

2 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz Weber, Husserl, dan Kesadaran Intersubyektif Schűtz Salah satu tokoh fenomenologi yang cukup terkenal adalah Alfred Schütz. Ia lahir di Wina ibukota Austria pada tahun 1899 dan wafat di New York tahun Ia adalah seorang ahli dalam dua bidang sekaligus. Ia seorang banker yang handal sekaligus sebagai filsuf fenomenologi. Edmund Husserl menggambarkannya sebagai a banker by day and a philosopher by night. Ia belajar di Universitas Wina mendalami ilmu hukum dari seorang ahli hukum, Hans Kelsen dan dari seorang ahli ekonomi Ludwig von Mises, salah seorang kritikus Max Weber. Secara intelektual Schütz tertarik dengan pemikiran Weber dan ia berusaha menjernihkan dan mengembangkan pemikiran Weber ini dengan menggabungkannya dengan mengagas fenomenologis Edmund Husserl yang ia kenal secara pribadi. Pada jaman Nazi Jerman, ia dan keluarganya hijrah ke New York dan kembali bekerja di bidang perbankan, sekaligus sebagai pengamat ekonomi. Selain itu ia aktif menuangkan gagasannya sambil mengajar di New School for Social Research and Business. (disarikan dari Campbell, 1994: 233) Alfred Schütz berangkat dari pemikirian kritisnya terhadap pendapat tindakan sosial Max Weber ( ), seorang sosiolog Jerman yang merupakan satu dari tiga orang teoritis klasik, Emile Durkheim dan Karl Marx. Weber dianggap Schütz kurang mampu menjelaskan realitas sosial. Weber dapat dikatakan sebagai pencetus intrepretivisme dalam dunia ilmu sosial. Weber menekankan pentingnya hal yang subjektif di dalam menganalisis sosiologi. Weber seperti dikutip oleh Giddens (1986;177) mengatakan : Dalam makna yang digunakan oleh kata yang sangat bersifat mempunyai dua arti, di sini, maka sosiologi harus diartikan seperti mengacu kepada ilmu pengetahuan yang berurusan dengan sosiologi sendiri, dengan pengertian yang bersifat tafsiran tentang tindakan sosial dan dengan demikian disertai pula dengan sebab musabab dari jalannya tindakan sosial beserta akibat-akibatnya. Tindakan sosial 145

3 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: atau perilaku sosial ialah tindakan atau perilaku, dimana arti subjektif yang terlibat, berkaitan dengan pribadi orang lain atau dengan golongan lain. Ada dua makna, dimana arti tindakan dapat dianalisis;dianalisis dalam acuan kepada arti konkrit yang dimiliki oleh tindakan bagi tiap orang pelaku tertentu, ataupun dalam kaitan dengan suatu jenis ideal dari arti subjektif dari pihak seorang pelaku. Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif terhadap perilaku tersebut. Menurut Weber, suatu tindakan manusia itu akan bermakna sosial berdasarkan makna subjektifnya bagi individu. Artinya suatu tindakan itu dilakukan manusia karena memang disengaja untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu menurut Weber, manusia itu adalah individu yang berpikir, dan aktif melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna tidak saja bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi individu-individu lainnya (Mulyana, 2003:60) Namun konsep Weber ini dianggap Schütz menggambarkan seolah-olah manusia itu adalah mahluk yang terisolasi. Suatu tindakan itu hanya dapat dimengerti oleh mereka yang terlibat di dalam tindakan tersebut. Pemahaman ini seolah mengabaikan kekuatan-kekuatan tersembunyi yang menggerakkan manusia, seperti emosi, gagasan, maksud, motif, perasaan, tekad dan sebagainya. Selain konsep Weber sebagai titik berangkat pemikirannya, pemikiran fenemenologi Schütz ini juga bertolak dari gagasan Edmund Husserl, seorang ahli matematika yang beralih menjadi seorang filsuf. Husserl merasakan bahwa pandangan empirik kurang lengkap untuk mengungkapkan suatu fenomena. Menurutnya, fenomenologi itu adalah studi untuk mengetahui makna dalam pemikiran manusia dalam dunia kehidupan keseharian (lebenswelt). Untuk mengetahuinya, Husserl menawarkan metodenya epoche, yaitu melakukan kontemplasi dengan menarik diri dari berbagai pengaruh sekitar sehingga mampu memperoleh esensi dari 146

4 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz kehidupan itu. Disini kesadaran manusia memegang peranan penting dimana melibatkan kemampuan persepsi manusia terhadap suatu objek sehingga diperoleh pemahaman tentang bagaimana dunia keseharian itu terbentuk. Pengalaman-pengalaman manusia dalam mempersepsi objek ini kemudian berakumulasi dalam diri manusia yang mengalaminya. Schütz mengungkapkan dunia sosial keseharian sebagai suatu yang intersubjektif. Dunia yang manusia alami sebenarnya secara keseluruhan tidak akan pernah bersifat pribadi sepenuhnya, bahkan di dalam kesadarannya sekalipun, manusia akan selalui menemukan bukti adanya kesadaran yang juga dialami manusia lainnya. Pengalaman yang dialami seseorang itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain. Schütz mendukung pemikiran Husserl yang menyatakan bahwa proses pemahaman dan pemberian makna tehadap pengalamanpengalaman itu dilakukan melalui refleksi tingkah laku. Pemahaman makna tindakan sosial diperoleh dengan memutar dan menyeleksi kembali rekaman-rekaman pengalaman tindakan sosial yang berakumulasi dalam diri manusia sebagai persediaan pengetahuan (stock of knowledge). Kemudian kita dapat menyeleksi unsur-unsur pengalaman yang memungkinkan kita untuk melihat tindakan kita sendiri sebagai bermakna. Begitu luasnya dunia intersubjektif manusia dan tidak selamanya pula setiap diri manusia dapat melulu mempunyai akses untuk masuk ke dalam dunia subjektif diri orang lain. Tidak selamanya pula manusia mampu memaknai dan memahami tindakan orang lain. Hal ini dapat dipahami ketika berhadapan dengan fenomena mengapa kesalahpahaman antara manusia sering terjadi di dunia ini meski keadaan fisik, atau rambut sama hitam warnanya. Dunia sosial yang kita jalani ini telah terima sebagai pregiven world, atau sudah diterima sebagaimana adanya ini sungguh unik dan menggelitik serta mengundang banyak pertanyaan. Dunia sosial kita tidaklah homogen. Ia terbentuk dari struktur yang berbeda-beda (multiform structure). Realitas sosial yang dibentuknya pun 147

5 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: beragam (multiple realities). Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk menginterpretasi atau memaknai mengapa orang bertindak sebagaimana terlihat dengan menganalisa lebih jauh struktur dunia sosial kita. Oleh karena itu studi fenomenologi yang berangkat dari pemikiran Schütz ini adalah untuk mengetahui bagaimana kita dapat menginterpretasi tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sesuatu yang bermakna dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna tindakan bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. Dalam pandangan Schütz, situasi fenomenologis, yakni konteks ruang, waktu dan historis secara unik menempatkan individu. Pertama, Schütz melihat hubungan sosial manusia, bukan pada tindakan manusia sebagai suatu sistem sosial, tetapi sebagai pelaku sosial (aktor). Schütz menelaah kehidupan sosial manusia dari pengalaman sosial seseorang bersama atau yang melibatkan orang lain. Disini ia menekankan pada dunia intersubjektif yang dibangun manusia dalam dunia sosialnya. Kedua Schütz menekankan pada adanya the reciprocity of perspectives. Schütz menjelaskan bahwa aktor sosial umumnya berasumsi bahwa dunia sosial ini dipahami orang lain dengan cara yang sama sebagaimana ia memahami dirinya sendiri. Selanjutnya Schütz memperkenalkan konsep multiple realities yang menggambarkan bahwa realita di dunia ini bukan hanya dalam realitas kehidupan sosial, tetapi juga termasuk realitas fantasi, realitas mimpi dan sebagainya. (disarikan dari Cuff, 1981; ) Jadi dengan demikian realitas itu bukanlah hanya seperti yang kita lihat saja, tapi realitas lain yang menurut pandangan individu masing-masing, dan itu dapat saja realitas yang maya, yang kita tidak mungkin dapat melihatnya dengan indera manusia. Apa Guna Stock of Knowledge bagi Manusia? Persediaan pengetahuan (stock of knowledge) yang ada dalam benak kesadaran manusia ini dipahami Schütz seperti layaknya kumpulan resep-resep (receipts) yang memberikan tuntunan bagi manusia dalam 148

6 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz berperilaku dalam suatu komunitas dengan kesadaran intersubjektif yang sama antar anggota masyarakat tersebut. Resep inilah yang memberikan kita pengetahuan misalnya dalam bagaimana menjawab telepon, bagaimana berbicara atau bersopan snatun dengan orang yang lebih tua atau bertingkah laku untuk hal lainnya. Pilihan tuntunan inilah yang menggiring seseorang untuk berperilaku sebagaimana dimaksud sehingga mencapai pertukaran makna yang sama. Semakin banyak pertukaran makna sehingga daerah bermakna sama semakin luas, maka akan semakin lancarlah proses komunikasi yang dilakukan. Sementara itu persediaan pengetahuan (stock of knowledge) sebagaimana dimaksud Schütz terdiri dari dua kategori. Kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap muka dengan orang lain. Kesadaran yang terjadi begitu saja dalam keseharian kehidupan manusia. Kategori pengetahuan kedua disebut Schütz sebagai pengkhasan (typication). Kesadaran manusia di dalam melakukan pemilahan-pemilahan dengan mengkategorisasikan pengalamanpengalaman yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya, yang terdiri dari mitos, pengetahuan budaya dan common sense. Berdasarkan karakterisitik dunia sosial demikian, intersubjektivitas berlangsung dalam berbagai macam hubungan dengan orang lain, termasuk orang-orang (terdekat) yang berbagi ruang dan waktu dengan kita (dalam komunikasi tatap-muka), yang hidup sejaman dengan kita tetapi tidak kita kenal (pembaca, pendengar atau pemirsa lain yang tak pernah kita temui), mereka yang telah mendahului kita sebelum kita lahir, dan mereka yang akan datang setelah kita mati). (Disarikan dari Mulyana, 2003;62) Jadi dari pemikiran Alfred Schutz ini dapatlah dipahami mengapa manusia dapat melakukan pengendalian arus refleksi pengalaman tindakan sosial tersebut menjadi sebuah jalinan tindakan sosial yang terpilah-pilah untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Manusia dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi sosial dengan merujuk pada pengalaman-pengalaman subjektifnya itu. Bila seseorang mampu menentukan tipikasi yang tepat, 149

7 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: maka hal itu akan sangat membantunya dalam menentukan tindakantindakan yang diperlukan untuk menyesuaikan dan berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Untuk itu individu perlu terlebih dahulu mampu mendefinisikan situasi dimana ia berada dan mampu menetapkan atau memutuskan dalam situasi apa, apa masalah-masalahnya, sehingga ia dapat menentukan tipikasi tindakan yang dibutuhkan untuk berusaha meraih tujuan atau harapan yang diinginkannya. Motif-Motif Intersubyektif Manusia Pengalaman subjektif manusia yang dialami manusia itu ada yang mengalir terjadi begitu saja tanpa direncanakan sebagaimana adanya, dan ada yang digerakkan oleh motif tertentu berdasarkan stok pengetahuan sebelumnya, tergantung pada situasi dimana seseorang berada (actual biographical). Pengalaman subjektif manusia ini juga bukan berarti mendominasi segalanya. Ia saling berhubungan sebab akibat dengan dunia objektif manusia sebagai suatu sistem life plan manusia yang terintegrasi dari hari ke hari dan dari waktu ke waktu. Life plan ini menggerakkan serangkaian motif. Pertama motivational relevancy yang menimbulkan emosi atau tindakan untuk memperhatikan sesuatu, berpikir, berperilaku seperti yang terlihat. Motif ini situasional sifatnya dan bisa terjadi begitu saja atau bahkan tanpa kita disadari. Motif motivational relevancy ini dapat berkembang lebih lanjut menjadi thematic relevancy yang menggerakkan manusia untuk memenuhi knowledge acquaintance-nya. Pengalaman subjektif yang dicarinya itu memiliki satu tema pengetahuan yang berantai. Selanjutnya di dalam memaknai realitas sosial, manusia berusaha untuk mengelaborasi stock of knowledge aktual yang dimilikinya dengan mencari relevansi antara resep-resep pengetahuan yang dimilikinya dengan situasi dan kondisi di hadapannya (interpretational relevancy). Selain itu adapula motif yang melihat dari orientasinya untuk melakukan suatu tindakan sosial, yaitu in order to motives berorientasi pada masa depan dan because 150

8 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz motives yang merujuk kepada pengalaman masa lalu (preconstituted knowledge). Schütz juga menjelaskan bahwa dalam hubungan sosial manusia tentulah tidak terlepas dari dorongan atau motif yang menyertai suatu tindakan manusia. Dalam kesadaran intersubjektifnya, manusia melakukan pertukaran motif (the reciprocity of motives) melalui proses taking the role of other yakni membayangkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan memandang segala sesuau melalui perspektif orang lain. Berkenaan dengan motif ini, Schütz menjelaskan dua jenis diantaranya sebagai in order motives dan because motives. Motif pertama merupakan tujuan yang digambarkan sebagai maksud, rencana, harapan, minat, dan sebagainya, yang diinginkan aktor dan karena itu, berorientasi ke masa depan. Motif jenis kedua merujuk kepada pengalaman masa lalu manusia dan tertanamkan pengetahuannya itu (preconstituted knowledge) dan berorientasi pada masa lalu. (disarikan dari Mulyana, 2003; 81) Penjelasan motif inilah yang dapat menjelaskan mengapa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Schütz melihat pentingnya komunikasi diantara manusia dengan menggunakan lambang bahasa untuk menggiring kesadaran manusia memahami tindakan manusia dunia sosial. Manusia melakukan proses tipikasi (perlambangan) dengan melihat objek dunia sosial sebagai suatu pengalaman sehingga menjadi pengetahuan, sementara kata-kata dan kategorisasi merekonstruksi atau membangun balok-balok dinding dunia sosial itu. Kesadaran manusia akan pengetahuan dunia sosialnya akan membantunya dalam memprediksi dan menganalisa reaksi orang lain. Lambang atau tanda yang digunakan sebagai bahasa oleh manusia haruslah yang telah dipahami dan dimengerti bersama. Schütz menyebut masyarakat yang mempunyai kesepakatan tanda bahasa dalam proses komunikasi tersebut sebagai masyarakat linguistik. Sementara makna bersama yang dipertukarkan itu disebut sebagai common sense. Sebagai ilustrasi, kita membicarakan tentang kata jangan. Dalam bahasa Indonesia kita memaknai kata ini sebagai tidak boleh. Pada suatu 151

9 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: jamuan makan di mana sang tuan rumah berasal dari keturunan suku Jawa dan sebagian besar tamu berasal dari suku daerah yang berbeda, jangan dapat dimaknai lain. Sang tuan rumah mencampuradukkan bahasa daerahnya dengan bahasa Indonesia sewaktu mempersilakan tamu-tamunya makan. Monggo, jangan kangkung itu dimakan, dengan bangganya ia berkata. Mendengar hal itu, sang tamu jadi salah tingkah, dan terheran-heran. Kok tidak boleh dimakan? Hasilnya, tidak ada seorang dari tamunya yang mengambil sayur kangkung ke atas piring mereka. Kejadian ini menunjukkan bahwa ternyata bahasa yang kita gunakan membentuk konseptualisasi realita yang berbeda. Makna jangan dalam bahasa Indonesia berbeda dengan jangan dalam bahasa Jawa yang berarti kategori tipikasi sayur. Kata jangan dapat saja dimaknai bersama, tetapi bila dipandang dari konteks dunia sosial budaya berbeda, jangan akan dimaknai berbeda. Bila seorang tamu tidak mempunyai kesadaran pengalaman sosial yang sama dengan sang tuan rumah berkenaan dengan kata jangan, boleh jadi kesalahpahaman itu ada. Namun bila ada kesadaran pengalaman yang sama mengenai jangan yang direfleksi ketika sang tuan rumah menyebutkan kata jangan, maka tamu tersebut akan mampu memaknainya sesuai dengan yang dimaksud. Illustrasi ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kesadaran intersubjektif. Kesadaran tidak akan pernah bersifat pribadi sepenuhnya, selalu adanya kesadaran yang juga dialami manusia lainnya. Semakin luas daerah kesadaran intersubjektif, semakin baik proses komunikasi dan interaksi yang terjadi. Schütz juga meyakini bahwa ada perbedaan antara realita kehidupan sehari-hari dan realita ilmiah. Perbedaan ini menimbulkan penggunaan konsep-konsep bahasa common sense bermakna yang dipertukarkan seperti bertingkat-tingkat abstraksinya. Konsep-konsep yang berkenaan dengan apa yang umum diketahui orang atau kata-kata yang dipergunakan sehari-hari disebut Schütz constructs of the first degree 152

10 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz (konstruk derajat pertama). Sementara konsep-konsep yang lebih tinggi abstraksinya untuk keperluan ilmiah digolongkan sebagai constructs of the second degree (konstruk derajat kedua). (disarikan dari Cuff, 1981; 126 dan Mulyana, 2003 ; 172) Untuk menjelaskan objek yang dipahami berbentuk sebagai anjing, dalam komunitas orang Indonesia disebut anjing, komunitas orang Inggris, Amerika atau Australia digunakan kata dog, sementara orang Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur menyebutnya dengan kata asu. Sebutan ini termasuk dalam kategori common sense konstruk bahasa tingkat pertama terlepas apakah itu jenis anjing herder, pudel atau dobberman. Namun bila diggunakan kata animal dalam bahasa Inggris, atau hewan dalam bahasa Indonesia untuk menghimpunan semua jenis objek berbentuk anjing dan lainnya merupakan contoh dari kontruk derajat kedua. Manusia dalam Masyarakat Manusia tidak akan lepas dari kelompok sosialnya. Kesadaran yang dialaminya berkaitan dengan tindakan sosial kelompoknya. Kesadaran sosial intersubjektif dimana makna atas sesuatu didasarkan pada makna bersama. Dengan demikian, kebersaman manusia di dalam kelompok sosial menuntunnya untuk selalu melakukan kesadaran untuk memahami orang lain sehingga memperoleh makna yang dapat dimengerti dan dipahami bersama. Anggota-anggota kelompok yang masing-masing memiliki ego sendiri tersebut dikatakan disebut Schütz sebagai consociates. Kemampuan untuk memperoleh kesamaan makna concociatesnya menentukan apakah seseorang itu dapat diterima atau tidak sebagai anggota suatu kelompok sosial. Semakin luas daerah kesadaran intersubjektif concociates, semakin banyak kesamaan makna diantara concociates kelompok dan semakin kuat pula ikatan di antara mereka. Kesadaran manusia sebagai mahluk sosial menimbulkan konsekuensi bahwa kesadaran yang berlaku disini adalah kesadaran sosial sebagaimana dimaksud Schütz berlangsung dalam dua cara : pertama, 153

11 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: kesadaran yang mengandaikan begitu saja apa adanya dan kegiatankegiatan orang lain sebagai sesuatu yang dialami bersama. Hal ini terlihat dari dari tindakan-tindakan sosial seseorang yang memperhitungkan reaksireaksi orang lain. Begitu juga dari pengetahuan-pengetahuan berdasarkan pengalaman tindakan sosial yang mereka andaikan mengenai situasi itu dan seterusnya. Kedua, kesadaran yang menggunakan tipikasi-tipikasi yang diciptakan dan dikomunikasikan oleh kelompok dalam dunia bersama ini, dunia yang secara historis telah ada. (disarikan dari Campbell, 1994 : ) Sebuah masyarakat adalah sebuah komunitas linguistik. Kesadaran sehari-hari adalah kesadaran sosial atau kesadaran yang diwariskan secara sosial turun temurun dengan menggunakan tanda-tanda dan simbol-simbol. Dunia kehidupan individu merupakan sebuah dunia intersubjektif dengan makna-makna bersama sehingga terbina rasa kesatuan dalam kelompok. Kelompok ini milik kita, bukan hanya milikku. Kita mengandaikan begitu saja bahwa kita saling memahami satu sama lain, melihat dunia ini dengan cara yang sama dan bertindak di dalam menyatakan yang sama. Berdasarkan hubungan manusia dalam masyarakat ini Schütz membedakan dua tipe hubungan yaitu we relationships dan they relationships. Dalam hubungan we, manusia dihadapkan pada kelompok sosial dimana anggota-anggotanya dapat saling memahami dan mempunyai tipikasi yang sama. Biasanya dalam kelompok kecil. Hubungan diantara mereka erat dan terbina rasa saling memiliki. Mereka menyatu atas dasar sukarela. Kita hidup dalam suatu komunitas masyarakat yang digambarkan dalam we relationship ini. Sedangkan they relationship adalah hubungan dimana seseorang tidak mampu secara spontan begitu saja bergabung dalam suatu komunitas. Hubungan mereka terjadi di dalam suatu lingkungan kelompok sosial yang lebih luas dan kompleks. Untuk itu bila ingin bergabung di dalam kelompok tesrebut, setiap orang dituntut untuk mengikuti alur kehidupan dan kesadaran intersubjektif para anggota kelompok yang berlaku di dalamnya. Ia harus dapat mempelajari 154

12 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan yang dialami dalam kelompok sehingga dapat bergabung di kelompok tersebut. Implikasi Fenomenologi dalam Kajian Ilmu Komunikasi Meskipun pemikiran Schütz masih dalam tataran abstrak, tapi setidaknya ia mampu menghantar kita untuk memahami kompleksitas dunia kehidupan manusia yang selalu melibatkan komunikasi. Komunikasi memang menyertai setiap ruang gerak kegiatan manusia. Sementara apa serta bagaimana komunikasi itu dilakukan sangat ditentukan oleh norma dan budaya komunitas dimana konteks komunikasi itu dilakukan. Setiap diri manusia yang berbeda satu sama lain membawa kekhasannya masing-masing ketika berkomunikasi sehingga membedakannya dengan yang lainnya. Tak salah bila dikatakan komuikasi menentukan dan menggambarkan identitas diri seseorang. Oleh karena itu kajian tetang komunikasi itu merupakan suatu hal yang selalu menarik untuk dikaji. Sementara mengkaji kegiatan komunikasi yang unik itu dirasakan kurang memadai dengan hanya mengandalkan penghitungan inferensial berdasarkan perspektif empirik yang bersifat objektif. Tidak selamanya suatu stimulus akan menghasilkan suatu efek sedemikian rupa seperti yang dimaksud. Kerapkali kesalahpahaman itu ada dan menjadi permasalahan yang terus menjadi-jadi. Perspektif fenomenologi membuka cakrawala para ahli untuk menelaah suatu fenomena khas masing-masing individu dalam menggunakan stimulus berupa simbol dan tanda pesan yang dipertukarkan dalam suatu interaksi. Kajian fenomenologi akan berusaha berlayar dalam arus kesadaran intersubjektif manusia untuk menjawab apa makna, struktur, esensi dari kehidupan bagi seseorang atau suatu kelompok tertentu secara holistik. Kajian ini besar manfaatnya akan membuka khazanah pemahaman bagi setiap orang bahwa masing-masing diri manusia itu tidaklah sama. Perbedaan itu akan selalu ada, tergantung dari bagaimana seseorang itu memaknai sesuatu dari sudut pandang subjektif dirinya sendiri yang tidak 155

13 Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: akan pernah sama dengan yang lainnya. Oleh karena itu setiap pendapat sebagai pemaknaan seseorang atas sesuatu itu tidak akan dapat digeneralisasi karena unik sifatnya. Pemahaman akan perbedaan itu akan membantu kita memaknai ada apa dengan dunia kehidupan kita yang terlihat selalu begitu berwarna, sehingga kerusuhan dan keresahan yang terjadi karena kesalahpahaman dapat dieliminasi. 156

14 Rini Sudarmanti Memahami Fenomenologi Kesadaran Intersubyektif Alfred Schűtz Daftar Pustaka Anderson, James A Communication Research. USA : The McGraw Hill Communication Theory : Epistemological Foundations. The New York : Guilford Press. Bakker, J.I. (Hans) The Life World, Grief and Individual Uniqueness : Social Definition in Dilthey, Windelband, Rikert, Weber, Simmel and Schutz. From : Campbell,Tom.1994.Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta: Kanisius Cuff, E.C., & G.C.F.Payne Perspective in Sociology. London : George Allen & Unwin Griffin E.M A First Look at Communication Theory. USA ; The MacGraw-Hill Littlejohn, Stephen W Theories of Human Communication. USA : Wadsworth Publising Company Miller, Katherine Perspectives, Processes, dan Contex Theories Communications. USA : Wadsworth Publising Company. Mulyana, Deddy Komunikasi Efektif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Wilson, T.D Alfred Schutz, Phenomenology and Research Methodology for Information Behavior Research. From : Zeitlin, Irivng M Memahami Kembali Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada 157

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak

BAB I PENDAHULUAN. empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Mobil adalah kendaraan darat yang digerakkan oleh tenaga mesin, beroda empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak (bensin atau solar)

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel

Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel Fenomenologi I: Etnometodologi Garfingkel Kuliah ke-9: Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, PhD. a.wardana@uny.ac.id Sedikit pengantar tentang Fenomenologi Warisan Husserl dan Schutz Fenomenologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih mampu memanfaatkan teknologi sesuai dengan fungsinya. Internet

BAB I PENDAHULUAN. lebih mampu memanfaatkan teknologi sesuai dengan fungsinya. Internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya, masyarakat dituntut untuk lebih mampu memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KONSTRUKSIONIS TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. MAX WEBER 5. THOMAS LUCKMAN 2. EDMUND HUSSERL 6. ANTHONY GIDDENS 3. ALFRED SCHUTZ 7. PIERE BOURDIEU 4. PETER

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain, maka dari itu manusia selalu berusaha berinteraksi dengan orang lain dan mencari

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Saat ini tidak diragukan lagi bahwa informasi sangat dibutuhkan untuk berbagai kepentingan yang sifatnya sangat mendasar karena itu perannya sangat luar biasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai pengalaman psikologis pada remaja yang mengalami perceraian orangtua. Untuk mengetahui hasil dari

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Pendekatan dan Pengertian Ilmu Komunikasi. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Pendekatan dan Pengertian Ilmu Komunikasi. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Pendekatan dan Pengertian Ilmu Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Pemahaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap,

Lebih terperinci

Teori Komunikasi MODUL PERKULIAHAN. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Teori-Teori Dalam Konteks Komunikasi Antar Pribadi

Teori Komunikasi MODUL PERKULIAHAN. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Teori-Teori Dalam Konteks Komunikasi Antar Pribadi MODUL PERKULIAHAN Teori Komunikasi Pokok Bahasan 1 Antarpribadi 1.1 Elemen pembentuk kesadaran diri 1.2 Konsep-konsep yang mempengaruhi perkembangan kesadaran diri 1.3 Teori-Teori Tentang Diri (Konsep

Lebih terperinci

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations TEORI INTERPRETIF Modul ke: FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME Fakultas 14FIKOM Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Fenomenologis Sebagai suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi (phenomenology)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai kota pendidikan karena banyaknya mahasiswa luar Bandung yang kuliah di sana. Kota

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan pemerintahan dibawah pimpinan seorang rektor, sudah selayaknya memiliki watch dog yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

Komunikasi Organisasi

Komunikasi Organisasi Modul ke: Komunikasi Organisasi Pandangan Alternatif tentang Kenyataan, Manusia dan Organisasi Fakultas KOMUNIKASI Ida Anggraeni Ananda Program Studi Public Relarions www.mercubuana.ac.id Pembuka Pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini terbukti dari salah satu seni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam situasi dunia seperti ini dimana banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat membuat masyarakat semakin semangat di dalam melakukan

Lebih terperinci

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS Disarikan dari buku Griffin (2006) dan Littlejohn & Foss (2008) Oleh : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D Departemen Ilmu Komunikasi FISIP-UI

Lebih terperinci

PENDEKATAN FENOMENOLOGI (Suatu Ranah Penelitian Kualitatif)

PENDEKATAN FENOMENOLOGI (Suatu Ranah Penelitian Kualitatif) PENDEKATAN FENOMENOLOGI (Suatu Ranah Penelitian Kualitatif) Oleh: Dr. Farid Hamid, M.Si. Abstract Phenomenology is a philosophy made popular by Edmund Husserl. A phenomenological study describes the meaning

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Marcomm 03 85001 Deskripsi Pokok bahasan pengantar ilmu komunikasi membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia sudah melakukan komunikasi sejak ia dilahirkan. Manusia melakukan proses komunikasi dengan lawan bicaranya baik dilingkungan masyarakat,

Lebih terperinci

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Modul ke: TEORI INTERPRETIF INTERAKSIONAL SIMBOLIK Fakultas 15FIKOM Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Interaksionisme Simbolik Teori interaksionisme simbolik sangat berpengaruh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skuter yang dirancang pabrikan Yamaha di Negara asal negeri sakura Jepang,

BAB I PENDAHULUAN. Skuter yang dirancang pabrikan Yamaha di Negara asal negeri sakura Jepang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kendaraan Yamaha NMAX, merupakan jenis otomotif roda dua bermesin Skuter yang dirancang pabrikan Yamaha di Negara asal negeri sakura Jepang, Nmax pertama kali diproduksi

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab II ini akan membahas pengertian mengenai komunikasi, interaksi

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL 1. Metode Penelitian Sosial (Social Research Method) Mahasiswa selalu dihadapkan pada permasalahan teoritis dan metodologis dalam proses penulisan tugas akhir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas BAB IV ANALISIS DATA Salah satu proses analisis data ini telah dikembangkan lebih lanjut yang materinya diambil dari hasil deskripsi data penelitian untuk nantinya dijadikan sebagai suatu temuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani kehidupannya manusia tidak dapat hidup sendiri. Setiap individu membutuhkan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB III. Metodologi Penelitian. dengan wawasanya. Sebagian orang menyatakan paradigma (Paradigm) sebagai

BAB III. Metodologi Penelitian. dengan wawasanya. Sebagian orang menyatakan paradigma (Paradigm) sebagai BAB III Metodologi Penelitian 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma ibarat sebuah jendela tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasanya. Sebagian orang menyatakan paradigma (Paradigm) sebagai intelektual

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Pengertian, Sifat, Tujuan dan Fungsi Teori

TEORI KOMUNIKASI. Pengertian, Sifat, Tujuan dan Fungsi Teori MODUL PERKULIAHAN TEORI KOMUNIKASI Pengertian, Sifat, Tujuan dan Fungsi Teori Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi 02 85004 Abstract Pengertian Teori Dalam

Lebih terperinci

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainya. Manusia sebagai mahluk social didunia

Lebih terperinci

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ini. TEORI KONTEKSTUAL TEORI KOMUNIKASI DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis merupakan pendekatan yang memandang realitas

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF Adalah jenis-jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian Tugas individual Carilah penelitian kualitatif (bisa

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh 50 BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD A. Interaksionisme Simbolik Teori yang relevan untuk menjelaskan judul ini adalah interaksionisme simbolik. Istilah interaksionisme simbolik pertama kali

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 03FIKOM. Ruang Lingkup Komunikasi. Fakultas. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 03FIKOM. Ruang Lingkup Komunikasi. Fakultas. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas 03FIKOM Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom Program Studi MARCOMM Ruang Lingkup Komunikasi Dalam memahami ruang lingkup komunikasi sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar biasa dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, dengan kelebihannya tersebut manusia dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar belakang Banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia dan dijadikan trend bagi masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang masuk pun datang dari barat dan timur dunia. Kebudayaan

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan SOFIA AUNUL, M.SI. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan SOFIA AUNUL, M.SI. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI Program Studi BROADCASTING www.mercubuana.ac.id Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmu komunikasi

Lebih terperinci

Komunikasi dan Etika Profesi

Komunikasi dan Etika Profesi Modul ke: 01Fakultas Ekonomi & Bisnis Program Studi Manajemen Komunikasi dan Etika Profesi Perspektif Komunikasi Dosen : Nia Kusuma Wardhani, S.Kom, MM. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif Fakultas ILMU KOMUNIKASI SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Teori Pendekatan

Lebih terperinci

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07 MODUL PERKULIAHAN Tes Inventori Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 07 A61616BB Riblita Damayanti S.Psi., M.Psi Abstract

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni peorganisasin data kedalam pola-pola yang saling berhubungan, serta setiap kategori maupun sistem yang ada. Pada tahap

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani kehidupannya sehari hari tentunya tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani kehidupannya sehari hari tentunya tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupannya sehari hari tentunya tidak bisa lepas dari kegiatannya untuk bersosialisasi dengan orang lain dan untuk bersosialisasi itulah manusia

Lebih terperinci

MENGENAL PENELITIAN ETNOGRAFI. Oleh Maaruf Fauzan, S.Si Widyaiswara LPMP Provinsi Aceh

MENGENAL PENELITIAN ETNOGRAFI. Oleh Maaruf Fauzan, S.Si Widyaiswara LPMP Provinsi Aceh MENGENAL PENELITIAN ETNOGRAFI Oleh Maaruf Fauzan, S.Si Widyaiswara LPMP Provinsi Aceh Penelitian etnografi termasuk salah satu pendekatan dari penelitian kualitatif. Penelitan etnografi di bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Moleong (2009) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur

Lebih terperinci

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan 20 Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan memperhatikan sebuah pesan, yaitu (Griffin, 1997:223)

Lebih terperinci

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial

More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial DOI: 10.7454/mjs.v22i2.8245 Resensi More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial Kevin Nobel Kurniawan Departemen Sosiologi UI Email: KevinNobel93@gmail.com Pyythinen, Olli.

Lebih terperinci

Dosen Pengampu: Wahyuni Choiriyati, S.sos., M.si. Mata Kuliah: Teori Komunikasi

Dosen Pengampu: Wahyuni Choiriyati, S.sos., M.si. Mata Kuliah: Teori Komunikasi Adaptive Structuration Theory, Information System Approach to Organization, Cultural Approach to Organization, dan Critical Theory of Communication Approach to Organization Dosen Pengampu: Wahyuni Choiriyati,

Lebih terperinci

PERAN SIGNIFICANT OTHERS

PERAN SIGNIFICANT OTHERS PERAN SIGNIFICANT OTHERS DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (Studi Kasus tentang Peran Romo dalam Pembentukan Konsep Diri Kaum Muda melalui Komunikasi Interpersonal di Gereja Paroki Santa Maria Assumpta Babarsari)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam - macam materi yang terdapat dalam kepustakaan

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari PERTEMUAN 15 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Penelitian Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi 128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan

Lebih terperinci

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi TEORI KOMUNIKASI MODUL 4 Perspektif dalam Ilmu Komunikasi Membicarakan teori pada dasarnya membicarakan perspektif yang melatarbelakanginya. Dalam materi ini, kita menggunakan perspektif dan paradigma

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai 37 BAB II KERANGKA TEORITIK A. Teori Tindakan sosial Max Weber Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai mana Paradigma definisi sosial tidak berangkat dari sudut pandang

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

Kajian Filsafati pada Ilmu Komunikasi. Rachmat Kriyantono, Ph.D

Kajian Filsafati pada Ilmu Komunikasi. Rachmat Kriyantono, Ph.D Kajian Filsafati pada Ilmu Komunikasi Rachmat Kriyantono, Ph.D Kajian Filsafati pada Ilmu Komunikasi Sejauh mana manusia membuat pilihan-pilihan nyata? - apakah pilihan nyata adalah mungkin? a. Kaum determinis:

Lebih terperinci

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING.

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING. Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI Program Studi BROADCASTING www.mercubuana.ac.id TEORI INTERPRETIF Teori intrepretif mengasumsikan bahwa makna dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

Tabitha Hart University of Washington, USA

Tabitha Hart University of Washington, USA Tabitha Hart University of Washington, USA Abstrak Mengetahui bagaimana cara terbaik untuk menilai dan mengevaluasi komunikasi yang berlangsung dalam seting pendidikan online dapat menjadi suatu tantangan,

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF ATRIBUT PADA MAHASISWA S1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN SARAH F FATHONI ABSTRACT

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF ATRIBUT PADA MAHASISWA S1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN SARAH F FATHONI ABSTRACT STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF ATRIBUT PADA MAHASISWA S1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN SARAH F FATHONI ABSTRACT Self attribute merupakan suatu hal yang dimiliki oleh individu untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Manusia bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomotis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon, tetapi antara stimulus yang diterima dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

FENOMENA ROOFTOPPING DI JAKARTA (STUDI FENOMENOLOGI PADA ROOFTOPPERS DI JAKARTA) The Rooftopping phenomenon in Jakarta

FENOMENA ROOFTOPPING DI JAKARTA (STUDI FENOMENOLOGI PADA ROOFTOPPERS DI JAKARTA) The Rooftopping phenomenon in Jakarta ISSN : 2355-9357 e-proceeding of Management : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3141 FENOMENA ROOFTOPPING DI JAKARTA (STUDI FENOMENOLOGI PADA ROOFTOPPERS DI JAKARTA) The Rooftopping phenomenon in Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Penggunaan pendekatan kualitatif ini bertujuan agar dapat memaparkan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk mengkaji secara holistik

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pengantar

BAB V PENUTUP Pengantar BAB V PENUTUP 5.1. Pengantar Bab ini berisi simpulan dan saran. Selain itu, dimunculkan pula refleksi terhadap Mocopat Syafaat, dan implikasi atas teori yang digunakan. Pemahaman teori dipandang perlu,

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer

Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-7 Amika Wardana, PhD. a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Asumsi Dasar Interaksionisme-Simbolik Akar kesejarahan Interaksionisme-Simbolik Max Weber: Verstehen (Pemahaman Subyektif)

Lebih terperinci

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul ke: TEORI KOMUNIKASI Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif Fakultas ILMU KOMUNIKASI SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. b. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi audience maka. faktor yang paling berpengaruh adalah kredibilitas persuader, tingkat

BAB IV PENUTUP. b. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi audience maka. faktor yang paling berpengaruh adalah kredibilitas persuader, tingkat 128 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Dari analisis diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini pun dapat terjawab. Peneliti membagi kesimpulan menjadi dua yakni kesimpulan praktis dan teoritis. 1. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. perolehan sampel acak, melainkan berupaya memahami sudut pandang dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. perolehan sampel acak, melainkan berupaya memahami sudut pandang dan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Poerwandari (1998) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif memiliki dasar yang berbeda, tidak menekankan pada upaya generalisasi (jumlah) melalui perolehan

Lebih terperinci

MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK

MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK MODUL DELAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN OPINI PUBLIK Munculnya karya klasik Walter Lippmann, Public Opinion pada 1922, mengenai hubungan komunikasi dengan politik mulai membangkitkan keingintahuan lebih dalam

Lebih terperinci