BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme"

Transkripsi

1 BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistimolog dari italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme. 23 Konstruksi sosial memiliki arti yang luas dalam ilmu sosial. Hal ini biasanya dihubungkan pada pengaruh sosial dalam pengalaman hidup individu. Asumsi dasarnya pada realitas adalah konstruksi sosial dari Berger dan Luckmann. Selanjutnya dikatakan bahwa konstruksi sosial memiliki beberapa kekuatan. Pertama, peran sentral bahasa memberikan mekanisme konkret, dimana budaya mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu. Kedua, konstruksi sosial dapat mewakili kompleksitas dalam satu budaya tunggal, hal ini tidak mengasumsikan keseragaman. Ketiga, hal ini bersifat konsisten dengan masyarakat dan waktu. Konstruksi sosial adalah sebuah pernyataan keyakinan (a claim) dan juga sebuah sudut pandang (a viewpoint) bahwa kandungan dari kesadaran, dan cara berhubungan dengan orang lain itu diajarkan oleh kebudayaan dan masyarakat. Individu di pandangnya sebagai acting subject makhluk hidup yang senantiasa bertindak dalam kehidupan sehari-hari yang dijalaninya. Tindakan-tindakan yang dilakukan bukan sekedar respon biologis terhadap 23 Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 1997),

2 32 suatu stimulus tertentu, tetapi berangkat dari makna-makna subjektif yang dimiliki sang aktor tentang tujuan yang hendak dicapai lewat tindakannya, cara atau sarana untuk mencapai tujuan tersebut, serta situasi dan kondisi dimana tindakan akan atau sedang dilakukan. Sedangkan masyarakat didefinisikannya sebagai suatu satuan kompleks yang terdiri dari relasi-relasi antar manusia yang relatif besar dan berpola. 24 Pandangan Peter Berger tentang hubungan antar individu dan masyarakat yang berpangkal pada gagasan bahwa masyarakat merupakan penjara, baik dalam artian ruang maupun waktu yang membatasi ruang gerak individu, namun tidak selamanya penghuninya menganggapnya sebagai belenggu. Malah sering kali kehadiran penjara ini diterima begitu saja (taked for granted) tidak dipertanyakan oleh si individu. Meski begitu dalam keterbatasannya ini, si individu masih memiliki kesanggupan untuk memilih tindakan yang hendak diambilnya. Begitu pentingnya arti penjara ini bagi individu hingga bisa dikatakan tidak ada individu yang bisa lepas darinya. Sejak lahir hingga meninggal ia hidup berpindah-pindah, dari satu penjara ke penjara lainnya. Secara khusus gagasan manusia dalam masyarakat (man in society) dan masyarakat dalam manusia (society in man) ini dikembangkan dalam bukunya yang ditulis bersama Thomas Luckmann, yaitu The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge (1966). Untuk kepentingan penyusunan 24 Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012), 1.

3 33 teorinya, Berger dan Luckmann amat mendasarkan dari pada dua gagasan sosiologi pengetahuan, yaitu realitas dan pengetahuan yakni: Realitas mereka artikan sebagai a quality pertaining to phenomena that we recognize as having a being independent of our volition (kualitas yang melekat pada fenomena yang kita anggap berada diluar kehendak kita) maksudnya, realitas merupakan fakta sosial yang bersifat eksternal, umum, dan mempunyai kekuatan memaksa kesadaran masing-masing individu. Terlepas dari individu itu suka atau tidak, mau atau tidak, realitas tetap ada. Sedangkan, Pengetahuan diartikan sebagai the certainty that phenomena are real and that they possess specific characteristics (keyakinan bahwa suatu fenomena riil dan mereka mempunyai karakteristik tertentu) maksudnya, pengetahuan merupakan realitas yang hadir dalam kesadaran individu (jadi, realitas yang bersifat subjektif). 25 B. Konsep Dasar Pemikiran Berger Perumusan Berger tentang hubungan timbal balik diantara realitas sosial yang bersifat objektif dengan pengetahuan yang bersifat subjektif dilandaskannya pada tiga konsep. Dan tiga konsep inilah yang akan dikemukakan disini. 1. Realitas kehidupan sehari-hari Berger memahami realitas sosial sebagai sesuatu yang kehadirannya tidak tergantung pada kehendak masing-masing individu. Selain itu, Berger pun mengakui bahwa realitas ada banyak corak dan ragamnya. Namun dalam karyanya bersama Luckmann, dipaparkan bahwa apa yang terpenting bagi analisis sosiologis 25 Burhan Bungin, Buku Sosiologi Komunikasi: Konstruksi sosial media massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Groip, 2008), 14.

4 34 adalah realitas kehidupan sehari-hari, yaitu realitas yang dihadapi atau dialami oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari Interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari Sejauh ini, realitas kehidupan sehari-hari terkesan dialami individu secara perorangan. Kenyataannya tidaklah demikian, menurut Berger dan Luckmann, 27 realitas sosial dialami oleh individu bersama-sama dengan individu lainnya. Selain itu, individu lainnya sesungguhnya juga merupakan realitas sosial. Dalam pengertian yang terakhir ini, berarti orang lain bukan hanya bagian atau objek dalam realitas kehidupan sehari-hari individu, tetapi ia atau mereka juga bisa dipandang sebagai realitas sosial itu sendiri. Artinya, pengalaman individu tentang sesamanya merupakan aspek yang penting untuk ditelaah dari konstruksi realitas dalam diri seseorang. Pada pokoknya, menurut Berger dan Luckmann, orang lain yang dihadapi oleh individu bisa digolongkan menjadi dua kategori: mereka yang dialami atau dihadapai dalam suasana tatap muka, dan lainnya yang dialami atau dihadapi diluar suasana tatap muka. Dibandingkan dengan golongan yang kedua, golongan yang pertama lebih penting artinya. Pemahaman individu akan orang lain yang berada dalam suasana tatap muka dengannya sebenarnya dilakukan pada skema Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012), Ibid,

5 35 tipifikasi yang sangat fleksibel. 28 Ketika baru pertama kali berinteraksi, tipe yang dibuat individu tentang lawannya masih sedikit dan tidak mendalam. Tetapi sejalan dengan peningkatan interaksi, tipifikasi yang dimilikinya pun kian meningkat. Sepanjang tidak terjadi perubahan, skema tipifikasi timbal balik antar individu dan lawan interaksinya akan bertahan. Tetapi begitu muncul persoalan atau situasi baru, skema ini akan mengalami perubahan. Dan perubahan bukan hanya melibatkan lawan interaksi, tetapi tipe jalur interaksi itu sendiri, misalnya: dari tipe formal menjadi tipe persahabatan. Ringkasnya, realitas sosial kehidupan sehari-hari tidak lepas dari interaksi tatap muka yang dilakukan individu dengan sesamanya. Dalam arti, bersama orang lain itu individu mengalami realitas sosial kehidupan sehari-hari, dimana orang lain dalam suasana tatap muka itu sendiri juga merupakan realitas sosial bagi si individu. 3. Bahasa dan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari Menurut Berger, 29 human expressivity is capable of objectivation. Maksudnya, ekspresi manusia dapat menjadi sesuatu yang baku dan objektif, menjadi cara bagi suatu kelompok sosial untuk berekspresi. Ia menjadi gerak isyarat (gesture) yang tersedia baik bagi si pencetus, yang menciptakannya, 28 Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sisial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1990), Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012),

6 36 maupun bagi orang-orang lain bersifat objektif perlu diingat ekspresi-ekspresi objektif berasal dari sesuatu yang subjektif, dari seorang pencetus. Dengan mengalami proses pemantapan secara sosial, suatu ekspresi menjadi tersedia melampaui batas-batas situasi tatap muka sewaktu ia dicetuskan untuk pertama kali. Sejauh ini, dapat kita katakan bahwa realitas kehidupan sehari-hari itu penuh dengan objektifikasi. Berbagai objek fisik, sosial, dan kultur/abstrak, masingmasing menampilkam ekspresivitas manusia. Keeratan hubungan antara objektivitas dan realitas kehidupan sehari-hari juga bisa dikatakan begini, keberadaan realitas kehidupan sehari-hari hanya dimungkinkan karena adanya objektivikasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: seperti telah diketahui, hasil dari objektivikasi adalah objek-objek, dimana masing-masing objek sebenarnya menampilkan maksud-maksud subjektif dalam komunikasi antar manusia. Maksud-maksud subjektif ini sendiri penting artinya bagi individu. Manusia hanya dapat bertahan hidup dengan berhubungan dengan yang lain. Ia merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang dialami individu. Dengan demikian jelaslah tanpa objektivikasi realitas kehidupan sehari-hari tidak mungkin ada. Jadi, ringkasnya realitas kehidupan sehari-hari tidak bisa bertahan tanpa adanya objek-objek 30 (hasil objektivikasi, peroses peng-objek-an yang terpenting dari objek-objek bukanlah bentuk fisiknya, tetapi makna atau maksud 30 Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sisial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1990), 29.

7 37 subjektif yang ditampilkan dalam interaksi seseorang atau sekelompok manusia kepada yang lainnya. Sebaliknya hal-hal subjektif yang disampaikan orang lain pun hanya dapat dipahami jika ia ditampilkam dalam bentuk objektif. Terdapat beberapa alasan mengapa Berger menganggap bahasa memiliki kedudukan yang fundamental. Pertama, bahasa sebagai cara/alat. Sebagai sarana jelas bahasa memiliki arti penting, tanpa bahasa makna subjektif yang terkandung dalam objek-objek yang membentuk realitas kehidupan sosial hanya dapat dipahami oleh pencetusnya saja dan tidak dapat diwariskan kepada orang lain. Lebih jauh, bahasa memungkinkan manusia saling menyesuaikan diri satu sama lain. Selain itu, dalam realitas kehidupan sehari-hari bahasa juga sanggup melampaui peran sebagai sarana bercakap-cakap, dan memegang peran penting dalam membentuk mentalitas manusia itu sendiri. Ada satu objek yang kehadirannya sangat berarti dalam situasi tatap muka, yaitu pengalamanpengalaman yang kemudian dipertukarkan dengan pengalaman orang lain. Dan lewat pertukaran seperti inilah terhimpun stok pengetahuan (stock of knowledge) yang bisa diwariskan ke generasi mendatang, memugkinkan bertahannya realitas kehidupan sehari-hari dari waktu ke waktu. Stok pengetahuan merupakan istilah yang banyak digunakan oleh penganut fenomenologi. 31 Secara sederhana, ia bisa dibatasi sebagai pengetahuan yang kita miliki tentang kehidupan sehari-hari, yang bersifat praktis dan dapat digunakan untuk menanggulangi berbagai masalah rutin Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),

8 38 yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal-hal ini, sekarang akan ditinjau secara khusus pandangan Berger tentang konstruksi realitas ke kehidupan sehari-hari. Dan diskusi ini akan dipecah ke dalam dua bagian besar yaitu, masyarakat sebagai realitas objektif dan masyarakat sebagai realitas subjektif. a. Masyarakat sebagai realitas objektif 32 Berger setuju dengan pandangan bahwa masyarakat merupakan realitas objektif (fakta sosial dalam pengertian Durkheim) masyarakat merupakan penjara yang membatasi ruang gerak individu dan umurnya jauh lebih panjang dari umur individu. Pada dasarnya, masyarakat tercipta (sebagai realitas objektif) karena adanya berbagai individu yang mengeksternalisasikan dirinya mengungkapkan subjektivitas masing-masing lewat aktivitasnya. Tidak seperti hewan lainnya manusia memiliki keterbatasan biologis. Oleh karena itu, untuk mempertahankan hidup di lingkungannya ia tidak bisa mengandalkan kemampuan biologisnya saja, melainkan juga perlu mendayagunakan pikirannya dalam wujud tindakan/aktivitas untuk menaklukkan lingkungannya. 33 Dan aktivitas ini dilakukannya secara terusmenerus. Walau eksternalisasi dilakukan manusia secara terus-menerus, tidak berarti bahwa aktivitas manusia terus mengalami perubahan. Manusia cenderung mengulangi aktivitas yang pernah dilakukannya, terbiasa dengan tindakan- 32 Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012), Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, diterjemahkan dari buku asli Sacred Canopy oleh Hartono, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994), 6.

9 39 tindakannya. Malah dapat dikatakan semua tindakan manusia pada pokoknya bisa dikaitkan dengan pembiasaan atau dalam terminologi yang dipakai Berger habitualisasi yaitu pengulangan tindakan atau aktivitas oleh manusia, melakukan sesuatu aktivitas di masa depan dengan cara yang kurang lebih sama seperti yang dilakukan masa sekarang dan masa lampau. Banyak keuntungan yang diperoleh manusia dengan habitualisasi. Yang terpenting manusia tidak selalu harus mendefinisikan dari awal situasi yang tengah dihadapinya. Ada kemungkinan cara seseorang memaknai suatu situasi akan dijadikannya sebagai dasar bertindak dalam berbagai situasi yang kurang lebih serupa. Menurut Berger muncul tipifikasi atas aktivitas yang mengalami habitualisasi. 34 Tetapi sasaran tipifikasi bukan itu saja aktornya sendiri juga menjadi sasaran tipifikasi. Tentunya mudah dimengerti bila dikatakan bahwa habitualisasi dan tipifikasi tidak hanya berlangsung pada satu atau dua orang saja, tetapi melibatkan semua manusia. Malah tipifikasi yang satu sering kali bertalian dengan tipifikasi lainnya (tipifikasi mutual) yang memungkinkan munculnya pranata (institusi) sosial. Pokoknya tipifikasi timbal balik dapat berubah menjadi institusi sosial bila ia sudah umum (berlaku luas), eksternal (objektif), dan koersif (memaksa) terhadap kesadaran masing-masing individu pembentuknya. 35 Beginilah institusionalisasi atau pembentukan tatanan institusional masyarakat 34 Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012), Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sisial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1990),

10 40 berlangsung. Dengan demikian, sejauh ini telah dibicarakan bahwa masyarakat pada pokoknya muncul karena adanya individu-individu yang memiliki pengalaman bersama sebagai hasil perjalinan aktivitas atau tindakan yang dilakukan masing-masing. Dimana letak kekhasan pengalaman bersama dibandingkan dengan pengalaman individu: 1) Pembentukan pengalaman bersama tidak melibatkan semua pengalaman individual, melainkan hanya sebagian saja, yaitu pengalaman individual yang bertahan atau mengendap dalam ingatan bersama. 2) Pengalaman bersama bersifat objektif, sedangkan pengalaman individual bersifat subjektif (maksudnya pengalaman individual tidak memiliki sifat sebagai fakta sosial). Pengalaman individu tertentu dimungkinkan untuk menjadi ingatan bersama yang objektif lantaran ia dikomunikasikan mengunakan simbol-simbol. Dengan begitu suatu pengalaman individu atau akumulasi pengetahuannya tersedia juga bagi mereka yang bahkan sama sekali tidak tahu-menahu perihal pengalaman tersebut, baik mereka yang hidup sejaman maupun mereka yang hidup dimasa mendatang. 3) Akumulasi pengalaman bersama tidak lepas dari pengalaman bersama lain yang telah ada sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa sesuatu pengalaman bersama bisa ditambahkan ke pengalaman bersama yang sudah ada sebelumnya, yang mana akan menyebabkan akan terjadinya semacam akumulasi pengalaman bersama. Dan akumulasi itu dikenal sebagai tradisi.

11 41 4) Pengalaman bersama yang semula bersifat individual dan seketika berhasil mendapat kedudukan yang objektif akan menjadi patokan berperilaku bagi para anggota masyarakat. Dalam konteks ini, menurut Berger tradisi tidak muncul begitu saja. Ia merupakan hasil pengalaman individual di jaman dulu yang dikomunikasikan kepada individu lain, dan sekarang ini telah memperoleh kedudukan objektif dan menjadi panduan berperilaku. Berbicara tentang masyarakat tak akan lepas dari berbicara tentang suatu peroses pewarisan lintas generasi. Bila pelegitimasian institusi masyarakat tidak terjadi dalam proses transmisi lintas generasi, maka masyarakat akan mengalami guncangan besar. 36 Makna objektif (norma, nilai, kesepakatan-kesepakatan) yang terdapat dalam masyarakat akan kehilangan konsistensi seiring bergantinya waktu. Masyarakat akan jatuh dalam kekacauan. Hanya dengan proses legitimasi sajalah makna-makna objektif yang terkandung dalam masyarakat dapat dipertahankan, sehingga masyarakat terhindar dari kekacauan berkelanjutan. Dengan demikian, keruntuhan masyarakat bisa dihindari. Legitimasi bisa diartikan sebagai proses untuk menjelaskan dan membenarkan makna-makna objektif yang ada sehingga individu bersedia menerimanya sebagai sesuatu yang bermakna. Jadi, mekanisme legitimasi bekerja untuk merangkul individu ke dalam lingkungan dunia sosialnya. 36 Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sisial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1990),

12 42 Dapat disimpulakan bahwa dalam proses kemunculan, pelestarian, dan perubahannya, institusi sosial sebagai realitas objektif tidak lepas dari manusia. Manusialah yang membentuk (atau dalam terminologi yang digunakan Berger, mengkonstruksi ) institusi dan masyarakat pulalah yang mempertahankan maupun merombaknya. Kemunculan realitas sosial itu sendiri dimugkinkan karena adanya proses institusionalisasi (yang berangkat dari eksternalisasi/pengungkapan diri manusia) yang berkesinambungan. Sedangkan pelestarian masyarakat dimungkinkan dengan adanya proses legitimasi yang melibatkan bukan hanya usaha menjelaskan tatanan yang ada, tetapi juga membenarkan tatanan termaksud. b. Masyarakat sebagai realitas subjektif 37 Menurut Berger ketika lahir manusia merupakan tabularasa. Waktu itu, masyarakat belum hadir dalam kesadaran manusia. Yang dimiliki manusia ketika lahir adalah satu modal besar pokok, yaitu kesiapan untuk menerima kehadiran masyarakat dalam kesadarannya (ia memiliki akal budi yang sejalan dengan pertumbuhan biologisnya, dapat berkembang). Dan berangkat dari kesiapan untuk menerima masyarakat dalam kesadaran sendiri inilah internalisasi berlangsung. Internalisasi dapat diartikan sebaagai proses manusia mencerap dunia yang sudah dihuni oleh sesamanya. Namun, internalisasi tidak berarti menghilangkan kedudukan objektif dunia tersebut (maksudnya, institusianal secara keseluruhan) dan menjadi persepsi individu berkuasa atas realitas sosial. Internalisasi hanya 37 Hanneman Samuel, Peter L. Berger: Sebuah Pengantar Ringkas (Depok: Kepik, 2012), 34.

13 43 menyangkut penerjemahan realitas objektif menjadi pengetahuan yang hadir dan bertahan dalam kesadaran individu, atau menerjemahkan realitas objektif menjadi realitas subjektif. Internalisasi berlangsung seumur hidup manusia baik ketika ia mengalami sosialisasi primer maupun ketika ia mengalami sosialisasi skunder. 38 Berger dan Luckmann memaksudkan sosialisasi primer sebagai sosialisasi yang dialami manusia sejak lahir hingga ia tumbuh menjadi individu yang memiliki sikap-sikap yang lazim di masyarakat. Sementara sosialisasi skunder dapat dikatakan sebagai sosialisasi yang dialami individu yang pernah mengalami sosialisasi primer. Yang sesungguhnya berlangsung dalam internalisasi menurut Berger, adalah proses penerimaan definisi situasi institusional yang disampaikan orang lain. Individupun pada akhirnya bukan hanya mampu memahami definisi orang lain, tetapi lebih dari itu, bersama dengan orang-orang lain mampu menjalin pendefinisian yang mengarah pada pembentukan definisi bersama. Selanjutnya, bila ini terjadi, barulah individu yang bersangkutan bisa dianggap sebagai anggota masyarakat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu yang dapat berperan aktif dalam pembentukan dan pelestarian masyarakatnya. 39 Seperti yang telah dikemukakan, Berger memandang realitas sosial bergerak dalam tiga proses utama: eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Realitas sosial yang pada dasarnya merupakan hasil konstruksi manusia (melalui mekanisme eksternalisasi dan 38 Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sisial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1990), Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial, diterjemahkan dari buku asli Sacred Canopy oleh Hartono, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994), 9-10.

14 44 objektivikasi), berbalik membentuk manusia (melalui mekanisme internalisasi). Inilah realitas sosial bergerak (muncul, bertahan, dan berubah). Inilah yang dimaksud dengan hubungan di antara manusia dan masyarakat yang bersifat dialektis. Untuk itu, hubungan dengan teori diatas adalah bagaimana cara masyarakat untuk dapat mengkonstruksi kehidupan sosial melalui pemikiran serta pola hidup mereka dalam mempertahankan sebuah warisan tradisi kearifan lokal yang masyarakat pertahankan seperti tradisi keduk beji di desa Tawun. Mengkonstruksi individu bahkan suatu kelompok masyarakat dalam mempertahankan nilai dan norma samapai mendarah daging dalam diri mereka yang dimana jika melakukan suatu penyimpangan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang mereka yakini dalam subuah budaya ataupun aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat akan diberikan suatu hukuman yang telah mereka sepakati. kearifan tradisi lokal yang harus dipertahankan oleh generasi selanjutnya harus dipertahankan melihat saat ini banyak tradisi lokal yang sudah ditinggalkan karena dianggap kolot serta sudah tidak menghargai jerih payah nenek moyang terdahulu yang membentuk suatu budaya dalam masyarakat agar dapat membentuk tatanan masyarakat yang seimbang sedikit demi sedikit akan terlupakan, karena sudah memasuki masa moderenisasi dimana pada masa ini semua aspek kehidupan menjadi mudah dan praktis.

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa

BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa 13 BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa A. Penelitian Terdahulu Dari beberapa judul penelitian yang pernah dilakuka terdapat keterkaitan dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep 1. Definisi Konsep a. Konstruksi Sosial Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Berbicara mengenai konstruksi

Lebih terperinci

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas.

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations TEORI INTERPRETIF Modul ke: FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME Fakultas 14FIKOM Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Fenomenologis Sebagai suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi (phenomenology)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI. karena semua faktor yang ada didalam maupun di luar masyarakat. Perubahan

BAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI. karena semua faktor yang ada didalam maupun di luar masyarakat. Perubahan BAB II PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DAN TEORI KONSTRUKSI A. Konsep Perubahan Sosial Ilmu Sosiologi banyak dipengaruhi oleh beberapa ilmu pengetahuan lain baik itu biologi, geologi, dan banyak lagi. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemunculan internet pada akhir 1980-an, konsep Web 2.0 pada awal 2000-an

BAB I PENDAHULUAN. Kemunculan internet pada akhir 1980-an, konsep Web 2.0 pada awal 2000-an BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemunculan internet pada akhir 1980-an, konsep Web 2.0 pada awal 2000-an dan euforia sosial media mengubah berbagai wajah dari kehidupan sosial masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat. BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

MEMAHAMI MASYARAKAT INFORMASI DI ERA DIGITAL-TEKNOLOGI PADA DUNIA KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Nurintan Cynthia Tyasmara

MEMAHAMI MASYARAKAT INFORMASI DI ERA DIGITAL-TEKNOLOGI PADA DUNIA KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Nurintan Cynthia Tyasmara MEMAHAMI MASYARAKAT INFORMASI DI ERA DIGITAL-TEKNOLOGI PADA DUNIA KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Nurintan Cynthia Tyasmara 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 79 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Temuan penelitian atau analisa data adalah salah satu tahap yang terdapat pada penelitian kualitatif yang berguna untuk menganalisis lebih mendalam tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH. paradigma fakta sosial yang di dalamnya memuat teori

BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH. paradigma fakta sosial yang di dalamnya memuat teori BAB II SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT GERSIK PUTIH Sebelum masuk pada pembahasan dan mengupas tentang teori solidaritas yang digunakan dalam penelitian ini ada baiknya peneliti ingin

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Masnur Muslich Penelitian ini berjudul Kekuasaan Media Massa Mengkonstruksi Realitas. Penelitian ini bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. ajaran Islam yang bersumber pada al-qur an dan as-sunnah. Sedangkan secara

BAB IV ANALISIS DATA. ajaran Islam yang bersumber pada al-qur an dan as-sunnah. Sedangkan secara BAB IV ANALISIS DATA Secara umum, Dakwah kultural dapat dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan sebagai makhluk berbudaya, dalam rangka menghasilkan budaya alternatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri merupakan suatu konsep yang digunakan untuk membedakan individu. mengenai image yang dimiliki seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri merupakan suatu konsep yang digunakan untuk membedakan individu. mengenai image yang dimiliki seseorang. 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Konsep Identitas Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang ; jati diri. 17 Secara psikologis, definisi identitas diri secara umum adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi 128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal sebagai seorang raja Kediri yang hebat, tetapi juga dikenal dengan

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal sebagai seorang raja Kediri yang hebat, tetapi juga dikenal dengan 28 BAB II KAJIAN TEORI A. Petilasan Sri Aji Jayabaya Petilasan Jayabaya merupakan warisan zaman dahulu yang selalu didatangi oleh banyak orang, terlebih dari berbagai daerah di Indonesia. Jayabaya tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia terlahir dibumi telah memiliki penyesuaian terhadap lingkungan baik secara jasmani maupun rohani dimana kita lahir secara turun-temurun, membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONSTRUKSI SOSIAL. berkembang ditengah-tengah masyarakat pada wilayah tertentu. Masyarakat di

BAB II TEORI KONSTRUKSI SOSIAL. berkembang ditengah-tengah masyarakat pada wilayah tertentu. Masyarakat di BAB II TEORI KONSTRUKSI SOSIAL A. Alam sebagai Objek-Subjek Mitos dikenal oleh masyarakat merupakan suatu cerita rakyat yang memiliki larangan-larangan di dalamnya dan harus dipatuhi oleh individu sebagai

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Komunikasi Massa sebagai system social dan pranata social. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI

Sosiologi Komunikasi. Komunikasi Massa sebagai system social dan pranata social. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI Modul ke: Sosiologi Komunikasi Komunikasi Massa sebagai system social dan pranata social Fakultas KOMUNIKASI Frenia T.A.D.S.Nababan Program Studi PUBLIC RELATION www.mercubuana.ac.id Bagian Isi Basis Sosial

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa gogor

BAB II KERANGKA TEORI. fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa gogor BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pemahaman Interaksi sosial anak Fenomena yang tergambar pada sebuah realitas sosial yang memang fakta benar benar terjadi di panti asuhan darul mushthofa, desa

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology

Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology DOSEN PEMBIMBING BAPAK MUHAMMAD ADIB, M.Si Nama kelompok : VII B 1. Andik Setiawan (071311333020) 2. Firman

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa memahami manusia sebagai makhluk budaya Mahasiswa mampu mengapresiasi kebudayaan Mahasiswa memahami problematika kebudayaan MANUSIA MANUSIA Apa

Lebih terperinci

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal REVITALISASI PERAN ORANG TUA SEBAGAI KUNCI KEBERHASILAN GENERASI BERIKUTNYA Sally Azaria, S.Sos., M.PPO. Instansi: Universitas Kristen Petra Email: sallyazaria@petra.ac.id Abstrak. Orang tua adalah kunci

Lebih terperinci

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PERTEMUAN 5 UNIVERSITAS MERCU BUANA MODUL 5 (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. POKOK BAHASAN: Proses dan Interaksi Sosial DESKRIPSI: Materi berupa uraian tentang struktur

Lebih terperinci

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif teknik analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang di peroleh dari berbagai macam sumber, baik itu pengamatan, wawancara,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

Konstruksi Realitas Sosial atas Peristiwa Ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara

Konstruksi Realitas Sosial atas Peristiwa Ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara Konstruksi Realitas Sosial atas Peristiwa R. Masri Sareb Putra Universitas Multimedia Nusantara masrisareb@yahoo.com ABSTRACT To be truthful, human being is incapable to grasp and see reality as it is.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara kita (Indonesia) tentang pendidikan juga diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER A. Teori Interaksionisme Simbolik Yang menjadi objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI 17 BAB II KERANGKA TEORI A. Sosiologi Pengetahuan Secara konseptual sosiologi pengetahuan muncul sebagai respon terhadap realitas ilmu-ilmu sosial yang mengadopsi ilmu-ilmu alam baik dalam teori, metodologi

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1B Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti 1. Paradigma (paradigm)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti 1. Paradigma (paradigm) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan perspektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalahmasalah dunia

Lebih terperinci

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si TEORI EFEK KOMUNIKASI MASSA DAN KONSTRUKSI SOSIAL Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si 1. Teori Stimulus Respon (Dennis McQuail) Efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Elemen utama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER A. Paradigma Definisi Sosial Sejarah suatu ilmu pengetahuan adalah sejarah bangun dan jatuhnya paradigma-paradigma. Untuk suatu masa mungkin hanya satu paradigma yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teori. Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang

BAB II. Kajian Teori. Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang BAB II Kajian Teori 2.1 Teori Identitas Sosial 2.1.1 Pengertian Identitas Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama,

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KONSTRUKSIONIS TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. MAX WEBER 5. THOMAS LUCKMAN 2. EDMUND HUSSERL 6. ANTHONY GIDDENS 3. ALFRED SCHUTZ 7. PIERE BOURDIEU 4. PETER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

Konstruksi Sosial Kesenian Dongkrek. (Studi Deskriptif Dalam Paguyuban Dongkrek Krido Sakti Desa Mejayan Kabupaten. Madiun) Oleh : Fitra Hananto

Konstruksi Sosial Kesenian Dongkrek. (Studi Deskriptif Dalam Paguyuban Dongkrek Krido Sakti Desa Mejayan Kabupaten. Madiun) Oleh : Fitra Hananto Konstruksi Sosial Kesenian Dongkrek (Studi Deskriptif Dalam Paguyuban Dongkrek Krido Sakti Desa Mejayan Kabupaten Madiun) Oleh : Fitra Hananto ABSTRAK Kesenian dongkrek merupakan kesenian yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Interaksi Sosial Menyangkut masalah proses sosial, betapa pentingnya proses sosial itu mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk

Lebih terperinci

MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Universitas Airlangga

MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Universitas Airlangga MAKNA SOSIAL ZAKAT DI KALANGAN MUZAKI KONVENSIONAL Difa Mukti Ahmad, S. Sos Difamuktiahmad1980@gmail.com Universitas Airlangga PENDAHULUAN Zakat 1 merupakan salah satu pilar (rukun) yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Konstruksi Gaya Hidup Vegetarian BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian (Studi Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian), dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai kota pendidikan karena banyaknya mahasiswa luar Bandung yang kuliah di sana. Kota

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN: PELURUSAN ATAS PEMAKNAAN Oleh Sumaryadi Staf Pengajar pada FBS UNY

KEBUDAYAAN: PELURUSAN ATAS PEMAKNAAN Oleh Sumaryadi Staf Pengajar pada FBS UNY KEBUDAYAAN: PELURUSAN ATAS PEMAKNAAN Oleh Sumaryadi Staf Pengajar pada FBS UNY Pendahuluan Kebudayaan berkembang sejalan dengan perjalanan kehidupan manusia itu sendiri. Manusia merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

E. TOPIK : REALITA SOSIAL AGAMA

E. TOPIK : REALITA SOSIAL AGAMA E. TOPIK : REALITA SOSIAL AGAMA 1. Realitas Sosial Agama Menurut Peter L Berger, masyarakat merupakan hasil dari suatu proses dialektika yang terdiri atas tiga momen yaitu : Ekternalisasi, Obyektivasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER A.Kajian Teori Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan dengan temapembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori tindakan sosial

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

Daftar Isi. Literature on Indonesia s Democratisation: Plenty of Empirical Details, Lack of Theories Ulla Fionna

Daftar Isi. Literature on Indonesia s Democratisation: Plenty of Empirical Details, Lack of Theories Ulla Fionna Daftar Isi Literature on Indonesia s Democratisation: Plenty of Empirical Details, Lack of Theories Ulla Fionna... 203 211 How is Indonesia Possible? Anton Novenanto... 212 220 Memahami Teori Konstruksi

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Media Massa dan Proses Sosialisasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Enjang Pera Irawan, S.Sos, M.I.Kom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT www.mercubuana.ac.id Sosialisasi dan Agen

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Manusia Sebagai Makhluk Sosial Makhluk Spiritual Manusia Makhluk individual Makhluk Sosial Manusia

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA

B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA B. TOPIK PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP AGAMA 1. Pendekatan Sosiologi Terhadap Agama. Beberapa cara melihat agama; menurut Soedjito (1977) ada empat cara, yaitu: memahami atau melihat sejarah perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF BAHAN AJAR BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DIKLATPIM TINGKAT III A. PENGANTAR Tujuan Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah mengembangkankompetensi kepemimpinan taktikal pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Penelitian Paradigma Konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA Paradigma pada penelitian ini mengacu pada paradigma konstruktivis. Menurut Guba dalam buku Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU ( PHS 101 ) Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology. oleh:

FILSAFAT ILMU ( PHS 101 ) Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology. oleh: FILSAFAT ILMU ( PHS 101 ) Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology oleh: Hendrysan Krisna K. 071211131008 Fransiska Tanuwijaya 071211132014 Pratika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan 33 BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD Kehidupan social itu sendiri tidak pernah terlepas dari adanya sebuah interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

Lebih terperinci