PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI PT. KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA BATU, MALANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI PT. KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA BATU, MALANG"

Transkripsi

1 PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI PT. KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA BATU, MALANG SKRIPSI RADITANTRI SETYARINI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI PT. KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA BATU, MALANG SKRIPSI RADITANTRI SETYARINI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

3 RINGKASAN RADITANTRI SETYARINI. Pengaruh Risiko Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu, Malang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Kondisi sumberdaya alam Indonesia sebagai negara tropis yang subur mempunyai peluang yang sangat baik untuk mengembangkan produksi komoditas pertanian, salah satunya sayur-sayuran. Salah satu sayuran yang memiliki potensi perkembangan di pasar domestik maupun ekspor adalah paprika. Paprika bukan merupakan tanaman asli Indonesia, oleh karena itu dalam pembudidayaannya perlu modifikasi lingkungan agar paprika dapat tumbuh seperti pada lingkungan aslinya. Salah satu teknologi yang digunakan untuk membudidayakan paprika di Indonesia adalah secara hidroponik di dalam greenhouse. Jawa Timur merupakan daerah penghasil kedua paprika hidroponik di Indonesia. Potensi pengembangan paprika dapat dilihat melalui peningkatan luas panen yang digunakan di tahun 2009, yaitu sebesar 417,65 persen dari tahun Salah satu wilayah dataran tinggi di Jawa Timur yang menyumbang kurang lebih 80 persen pasokan paprika adalah Kota Batu, Malang, dan salah satu usaha agribisnis yang menjadi pioneer dalam mengusahakan paprika hidroponik adalah PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT. KSDW). Penelitian dilaksanakan di PT. KSDW. Waktu penelitian dilakukan selama bulan April hingga Mei Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pegawai perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data produksi perusahaan dan literatur lain yang relevan terhadap penelitian. Penelitian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapi perusahaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap produksi yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan Analisis Risiko Produksi dan Analisis Fungsi Produksi. Pengolahan data komputer menggunakan Microsoft Excel dan program Minitab 14 dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif. PT. KSDW memiliki beberapa bangunan greenhouse yang lima diantaranya digunakan untuk membudidayakan paprika hidroponik. Total luas lahan yang digunakan adalah sebesar 3107 m 2. Hingga saat ini perusahaan telah menjalani 18 kali tanam paprika. Berdasarkan data produksi perusahaan, terdapat fluktuasi pada nilai produktivitasnya sehingga pendapatan yang diterima perusahaan pun berfluktuatif. Fluktuasi ini mengindikasikan bahwa usaha budidaya paprika hidroponik yang dijalankan PT. KSDW mengalami risiko produksi. Perhitungan risiko produksi berdasarkan produktivitas dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sebelum menilai risiko, terlebih dahulu dihitung peluang dan nilai pengembalian harapan (expected return). Melalui kegiatan usahanya, dapat diketahui nilai harapan perolehan hasil produksi sebanyak ,40 kg dan pendapatan sebesar Rp ,00 untuk setiap luasan lahan 1000 m 2. Penilaian risiko produksi paprika hidroponik berdasarkan produktivitas per 1000 m 2 melalui nilai standard deviation sebesar 1.803,93 dan nilai coefficient ii

4 variation yang diperoleh adalah sebesar 0,15. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi PT. KSDW adalah sebesar 1.803,93 kilogram per 1000 m 2 atau sebesar 15 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh perusahaan. Terdapat tiga sumber risiko produksi pada usaha paprika hidroponik di PT. KSDW yaitu serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, serta keterbatasan kemampuan tenaga kerja. Pengaruh risiko produksi terhadap hasil produksi dapat dilihat dengan memasukkan salah satu sumber risiko yaitu jumlah hama thrips sebagai variabel faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi paprika hidroponik di PT. KSDW. Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, model yang diperoleh belum mampu menggambarkan model fungsi produksi yang baik karena adanya indikasi multikolinear. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengestimasi koefisien regresi tersebut dengan menggunakan Analisis Komponen Utama. Berdasarkan hasil analisis signifikansi parsial baku regresi komponen utama menunjukkan bahwa seluruh faktor produksi berpengaruh signifikan terhadap produksi paprika hidroponik yang diperoleh pada taraf nyata lima persen. Model akhir fungsi Cobb-Douglass menunjukkan bahwa terdapat tujuh variabel bebas yang berpengaruh positif terhadap produksi, yaitu luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi, jumlah pestisida, jumlah media tanam, jumlah tenaga kerja, dan jumlah pupuk daun. Variabel bebas jumlah hama thrips memiliki koefisien yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa risiko produksi yang dialami perusahaan juga berpengaruh negatif terhadap produksi paprika hidroponik di PT. KSDW karena jumlah hama thrips yang meningkat akan menyebabkan penurunan hasil produksi. Saran yang diajukan untuk penelitian ini adalah PT. KSDW sebaiknya melaksanakan dengan baik strategi penanggulangan risiko yang telah dirancang agar risiko produksi yang mengakibatkan jumlah produksi menurun dapat diminimalisir sehingga pendapatan dapat meningkat. iii

5 PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI PT. KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA BATU, MALANG RADITANTRI SETYARINI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

6 Judul Penelitian : Pengaruh Risiko Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu, Malang Nama : Raditantri Setyarini NRP : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: v

7 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Risiko Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu, Malang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir. Bogor, Januari 2011 Raditantri Setyarini H vi

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Raditantri Setyarini, dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Oktober Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Deddy Suhardiman dan Ibu Sudarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan IV Bogor pada tahun 2000 dan pendidikan menengah di SMPN 4 Bogor pada tahun Pendidikan menengah atas di SMAN 5 Bogor diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajamen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa MAX!! (Music Agriculture X-pression!!), aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian, dan memperoleh beasiswa dari Djarum Bakti Pendidikan tahun vii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan segala keajaiban di dunia tempat manusia berpijak. Kekayaan alam dan keindahan panorama yang ada bagai anugerah bagi makhluk ciptaan-nya sebagai wujud kasih-nya akan dunia ini. Manusia sebagai makhluk ciptaan-nya wajib menjaga dan melestarikan alam dan segala isinya, sebagai wujud rasa syukur kepada-nya. Penelitian ini menganalis risiko produksi yang terjadi dari usaha PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya membudidayakan paprika. Selain itu dianalisis juga pengaruh risiko produksi tersebut terhadap jumlah produksi paprika hidroponik di lokasi penelitian. Dengan segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pengaruh Risiko Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu, Malang ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2011 Raditantri Setyarini viii

10 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Tintin Sarianti, Sp dan Rahmat Yanuar, Sp, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah menjadi pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya selama masa perkuliahan. 4. Kedua orangtua, kakak-kakak, dua keponakan tercinta, om, tante, dan sepupu-sepupuku untuk setiap doa, dukungan, perhatian, kesabaran, dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga ini bisa jadi persembahan terbaik. 5. Segenap dosen dan staff Departemen Agribisnis serta Departemen KSHE yang memberikan banyak ilmu selama masa perkuliahan. 6. Djarum Bakti Pendidikan yang telah memberikan banyak teman, kesempatan, pengalaman, dan pelajaran berharga selama dua tahun terakhir ini. 7. Pihak Departemen Budidaya Tanaman Semusim Kusuma Agrowisata yang telah membantu selama proses penelitian berlangsung. 8. Sahabat-sahabat (Rieska, Inike, Mawar, Novi, Dea, Hanum, Bhibun, Azie, Iyas, Hania, Ikbal, Dheka, Dita, Esti, Rio, Bang Zaky, Maya, dan Mbak Rina) atas motivasi dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini. 9. Teman-teman Agribisnis angkatan 42, 43, 44, dan 45 atas semangat dan kenangan selama masa perkuliahan, serta abang, teman, dan adik-adik di UKM MAX!! atas doa dan dukungannya. 10. Semua orang yang tak dapat disebutkan satu per satu, yang pernah datang dan pergi dan memberikan berbagai warna dalam cerita kehidupanku. Semua bantuan, dukungan dan perhatian selalu teringat di lubuk hati. Terimakasih. Bogor, Januari 2011 Raditantri Setyarini ix

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xii xiii xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup... 8 II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Paprika Hidroponik Kajian Risiko Produksi Kajian Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Komoditas Pertanian III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Risiko dalam Produksi Kerangka Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Data dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Risiko Analisis Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Analisis Regresi Komponen Utama Pengujian Model Fungsi Produksi Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Batu, Malang PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Lokasi dan Letak Geografis Sejarah Perusahaan Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik x

12 Penggunaan Input Produksi Proses Budidaya Panen dan Pascapanen Analisis Usaha Paprika Hidroponik di Kusuma Agrowisata VI PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK Penilaian Risiko Produksi Analisis Pengaruh Risiko Produksi dan Faktor Produksi Lainnya Terhadap Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Periode Tahun 2003 hingga Produksi Beberapa Komoditas Sayuran yang Dapat Ditanam Secara Hidroponik di Indonesia Tahun Perkembangan Luas Panen dan Produksi Paprika di Pulau Jawa Tahun Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Musim Tanam, Tahun Rincian Biaya Variabel pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun Rincian Biaya Tetap pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun Produktivitas Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2002 hingga Penilaian Risiko Produksi Budidaya Paprika Hidroponik PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Berdasarkan Produktivitas per 1000 m Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2002 hingga Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi Cobb-Douglas pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Hasil Analisis Regresi antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan Skor Komponen Utama (W 1 ) Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial xii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Produktivitas Paprika Hidroponik per 1000 m 2 di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya tahun 2002 hingga Tahapan Suatu Proses Produksi Hubungan Risiko dan Return Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Alur Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi Divisi Agrowisata PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Waktu Tanam Paprika Hidroponik PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya pada Setiap Greenhouse Bentuk Bangunan Greenhouse Budidaya Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pompa dan pipa irigasi (a), tangki penampung nutrisi (b), pipa penyalur dan stik emiter (c), pengatur waktu (d) Bentuk Paprika yang Dihasilkan PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Thrips pada Bunga (a), Serangan Thrips pada Buah (b), Busuk Batang (c), dan Gejala Defisiensi Ca pada Buah (d).. 69 xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Hasil Regresi Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Analisis Komponen Utama Produksi Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Hasil Pendugaan Regresi antara Variabel Terikat dengan Skor Komponen Utama xiv

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan satu usaha yang sudah sejak lama dianggap memiliki peran cukup besar bagi pergerakan perekonomian Indonesia. Perkembangan dunia agribisnis akan semakin baik dan menarik seiring dengan berkembangnya perhatian dan minat masyarakat terhadap kegiatan agribisnis secara luas yang meliputi pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan (sektor agribisnis). Salah satu produk subsektor agribisnis yang cukup menjanjikan adalah hortikultura. Saat ini pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan potensi hortikultura karena subsektor ini memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Tujuan pembangunan hortikultura antara lain meningkatkan produksi, meningkatkan volume dan nilai ekspor, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Secara nasional, komoditas hortikultura mampu memberikan sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) yang signifikan. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), PDB produk hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman obat-obatan, tanaman hias, dan biofarmaka mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga Peningkatan PDB pada subsektor hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Periode Tahun 2005 hingga 2008 No. Kelompok Komoditas Nilai PDB (dalam Rp Milyar) * Pertumbuhan Rata-Rata (%) 1. Buah-buahan ,68 2. Sayur-sayuran ,64 3. Tanaman Hias ,06 4. Biofarmaka ,50 Total ,17 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI (2010) Keterangan : *Angka Sementara Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kontribusi subsektor hortikultura terhadap PDB nasional terus mengalami peningkatan dengan 1

17 pertumbuhan rata-rata dari total PDB sebesar 9,17 persen. Tahun 2006 nilai PDB lebih tinggi 11,08 persen dari tahun Tahun 2007 nilainya meningkat 11,88 persen dari tahun 2006 dan pada tahun 2008 nilai kontribusi subsektor hortikultura meningkat sebesar 4,55 persen dari tahun Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor hortikultura merupakan subsektor yang mempunyai prospek baik dimasa mendatang sehingga dapat diandalkan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Sayur-sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Ditinjau dari aspek klimatologinya, alam Indonesia dapat ditanami dengan berbagai macam sayuran. Sayuran yang dapat tumbuh tidak hanya sayuran asli Indonesia (sayuran lokal), tetapi ada juga dari negara lain (sayuran non lokal). Potensi pengembangan kegiatan usahatani hortikultura khususnya komoditas sayuran dapat dilihat melalui semakin bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat sayuran, serta perubahan pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hingga saat ini, tanah masih menjadi faktor penting dalam usahatani karena hampir semua produk pertanian yang berupa tanaman membutuhkan tanah sebagai tempat tumbuh, tempat persediaan nutrisi (unsur hara), maupun air yang sangat dibutuhkan tanaman. Tanah yang kaya akan unsur hara dan memiliki kandungan organik yang cukup, sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar tumbuh secara optimal. 1 Namun demikian, tidak mudah untuk menciptakan kondisi ideal suatu tanah bagi tanaman. Penggunaan lahan yang terus menerus, adanya perubahan iklim, pencemaran, penggunaan bahan kimia yang berlebihan juga sedikit banyak akan merubah variabel yang mempengaruhi kesuburan tanah seperti ph tanah, kandungan unsur hara makro maupun mikro, dan lain-lain. Sementara itu kegiatan produksi hortikultura dituntut harus dapat menghasilkan produk yang dapat memenuhi syarat 4 K, yakni kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan kompetitif atau daya saing. 1 Yoyos. Kondisi Tanah [12 Desember 2010] 2

18 Konsekuensi dari kondisi tersebut menuntut adanya pengembangan teknologi maju yang dapat menghasilkan produk berkualitas sepanjang tahun. 2 Hidroponik merupakan salah satu teknologi budidaya tanaman yang dapat mengatasi hal tersebut. Budidaya tanaman secara hidroponik dilakukan tanpa tanah dengan pemberian hara tanaman yang terkendali. Salah satu cara bertanam hidroponik adalah dengan menggunakan substrat atau media tanam berporos yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti arang sekam, batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau gambut. Keunggulan secara hidroponik diantaranya adalah produksi tidak tergantung musim, pemakaian air lebih efisien, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan ph lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi, harga jual komoditi lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibudidayakan secara tradisional di tanah, serta dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas. 3 Terdapat beberapa komoditas sayuran yang dapat dibudidayakan secara hidroponik baik dengan media substrat ataupun air. Berikut perbandingan produksi total beberapa komoditas sayuran yang juga dapat dibudidayakan secara hidroponik di Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Beberapa Komoditas Sayuran yang Dapat Ditanam Secara Hidroponik di Indonesia Tahun No. Komoditas Perkembangan (ton) (ton) (%) 1 Tomat 725, ,061 13,29 2 Kangkung 323, ,992 11,50 3 Bayam ,06 4 Paprika * 152,37 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI (2010) Keterangan : *Angka Sementara Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi paprika merupakan produksi sayuran hidroponik yang paling sedikit di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum banyak petani yang mengusahakan paprika. Selain itu, di Indonesia paprika hanya ditanam secara hidroponik di wilayah tertentu, sedangkan tomat, kangkung, dan bayam juga ditanam secara konvensional dan diusahakan secara 2 Susila Pengembangan Teknologi Maju untuk Meningkatkan Produksi Sayuran Berkualitas Sepanjang Tahun. [12 Desember 2010]. 3 Pengenalan Hidroponik. Situs Hijau. [4 Januari 2010] 3

19 luas di Indonesia. Angka produksi paprika pada tahun 2009 yang ditunjukkan dalam tabel mengalami peningkatan sebesar 152,37 persen dari tahun Peningkatan produksi ini menunjukkan bahwa komoditas paprika masih memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Walaupun jumlah produksinya meningkat, ternyata produksi paprika hidroponik masih belum sesuai dengan harapan. Menurut Gunadi (2006), produktivitas paprika di Indonesia rata-rata baru mencapai sebesar 8 kilogram per meter persegi, namun pada kenyataanya produktivitas paprika Indonesia pada tahun 2008 hanya mencapai angka 2,43 kilogram per meter persegi. Kesenjangan nilai produktivitas sebesar 5,57 kilogram per meter persegi tersebut menunjukkan adanya penyimpangan dalam kegiatan produksi. Penyimpangan yang terjadi mengindikasikan bahwa dalam menjalankan budidayanya, petani paprika hidroponik di Indonesia mengalami risiko produksi. Risiko produksi inilah yang menyebabkan hasil panen yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan karena terjadinya risiko produksi cenderung menurunkan hasil panen yang diperoleh. Saat ini penanaman paprika terus dikembangkan karena adanya kebutuhan pasar yang terus meningkat, sehingga paprika memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling banyak memberikan kontribusi dalam memproduksi paprika di Indonesia (kurang lebih 80 persen dari total produksi paprika). Selain melalui nilai perkembangan produksi, prospek pengembangan usaha paprika di Indonesia dapat dilihat melalui peningkatan luas panen paprika di Pulau Jawa pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Paprika di Pulau Jawa Tahun No Provinsi Luas Panen (Ha) Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI (2010) Keterangan : *Angka Sementara Tahun 2008 Tahun 2009* Pertumbuhan Luas Luas Produksi Produksi Panen Panen (Ton) (Ton) (Ha) (%) Produksi (%) 1 Jawa Barat ,37 125,81 2 Jawa Tengah ,00-100,00 3 Jawa Timur ,65 93,86 Total ,93 120,82 4

20 Tabel 3 menjelaskan pada tahun 2009 hanya dua provinsi yang memproduksi paprika yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat merupakan penghasil paprika terbesar di Pulau Jawa yang selanjutnya diikuti oleh Jawa Timur. Potensi pengembangan paprika di Pulau Jawa dapat dilihat dari meningkatnya luas panen yang digunakan untuk mengusahakan paprika. Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan luas panen pada tahun 2009 sebesar 197,37 persen dari tahun 2008, sedangkan Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan luas panen pada tahun 2009 sebesar 417,65 persen dari tahun Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha komoditas paprika di Jawa Timur masih memiliki potensi yang baik. Kota Batu, Malang merupakan wilayah dataran tinggi di Jawa Timur yang memiliki potensi untuk ditanami sayur-sayuran selain buah apelnya yang terkenal. PT. KSDW yang terletak di Kota Batu Malang adalah salah satu bentuk usaha agribisnis yang juga membudidayakan paprika hidroponik. Teknik budidaya hidroponik paprika dilakukan dalam rumah kasa atau kaca (greenhouse). Beberapa faktor seperti serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, serta human error dapat menjadi sumber risiko produksi dari usaha budidaya paprika hidroponik (Moekasan et al, 2008). Adanya sumber risiko yang terjadi pada proses budidaya tersebut menyebabkan tingkat produksi paprika hidroponik berpotensi mengalami penurunan. Produksi yang menurun akan berpengaruh pada perolehan pendapatan serta kelangsungan dan perkembangan usaha. Oleh karena itu, risiko dari kegiatan produksi yang dilakukan perlu untuk diperhitungkan karena umumnya risiko berdampak pada kerugian yang ditanggung oleh perusahaan. Selain risiko dari sumber yang ada, jumlah produksi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan. Oleh karena itu, penting untuk diketahui pengaruh masing-masing faktor produksi termasuk salah satu variabel risiko produksi terhadap jumlah produksi yang dihasilkan oleh PT. KSDW. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengombinasikan penggunaan faktor produksi dengan tepat dalam perencanaan produksi sehingga hasil yang didapat dari proses produksi dapat optimal. 5

21 1.2. Perumusan Masalah PT. KSDW merupakan salah satu usaha agribisnis di daerah Kota Batu. Tempat ini pada awalnya berfokus pada pengembangan komoditas apel, namun seiring dengan pengembangan usaha, PT. KSDW juga membudidayakan produk hortikultura dan buah-buahan lain yang salah satunya adalah paprika. Paprika bukan merupakan tanaman asli Indonesia, sehingga dalam pembudidayaannya di Indonesia dibutuhkan suatu modifikasi lingkungan agar tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik. Paprika juga merupakan tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membudidayakan paprika di dalam greenhouse dengan sistem hidroponik substrat. PT. KSDW mengawali usaha budidaya paprika sejak tahun Seiring dengan pengembangan usaha, jumlah greenhouse saat ini yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik sebanyak lima bangunan dengan luas lahan total m 2. Kelima bangunan tersebut letaknya terpisah sehingga diberi nama berbeda antar greenhouse, yaitu greenhouse A, greenhouse B, greenhouse C, greenhouse D1, dan greenhouse D2. Melalui kelima greenhouse tersebut, hingga saat ini PT. KSDW telah berproduksi sebanyak 18 kali tanam. Luasan dan hasil produksi pada masing-masing greenhouse berbeda, sehingga produktivitas dari tiap proses produksi yang dihasilkan pun berbeda (Gambar 1). Produktivitas Produktivitas Rata-Rata dari Masing-Masing Greenhouse Gambar 1. Produktivitas Rata-Rata Paprika Hidroponik per 1000 m 2 dari Masing-Masing Greenhouse di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya tahun 2002 hingga 2010 Sumber: Departemen Budidaya Tanaman Semusim PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (2010), diolah 6

22 Gambar 1 menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata per 1000 m 2 yang dihasilkan PT. KSDW mengalami fluktuasi. Produktivitas rata-rata tertinggi terjadi saat paprika ditanam di Greenhouse C yaitu sebesar kg per 1000 m 2, sedangkan produktivitas rata-rata terendah terjadi saat paprika ditanam di Greenhouse A yaitu sebesar kg per 1000 m 2. Risiko yang terjadi cenderung megurangi hasil yang diperoleh perusahaan. Fluktuasi produktivitas yang dialami dapat mengindikasikan terjadinya risiko produksi pada usaha paprika hidroponik. Sumber risiko pada kegiatan produksi paprika diantaranya adalah serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, serta human error. Dampak yang paling terlihat dari risiko produksi tersebut adalah penurunan kualitas ataupun penurunan hasil produksi secara keseluruhan. Produksi yang menurun akan berpengaruh pada perolehan pendapatan serta kelangsungan dan perkembangan usaha karena perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan sesuai dengan jumlah yang diminta. Selain risiko, fluktuasi tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa pengombinasian faktor-faktor produksi yang dilakukan perusahaan belum optimal. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam membudidayakan paprika antara lain luas greenhouse yang digunakan, benih, nutrisi, pestisida, media tanam, tenaga kerja, dan pupuk daun. Selain faktor produksi berupa fisik, sumber risiko produksi yang dapat diketahui jumlahnya seperti hama pun dapat menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah produksi paprika. Adanya hama thrips yang menyerang tanaman menyebabkan kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan menurun. Oleh karena itu, selain menilai risiko produksi, identifikasi pengombinasian dalam penggunaan faktor produksi lain perlu diperhatikan agar paprika yang dihasilkan dapat optimal. Hal ini dibutuhkan perusahaan agar dapat membuat keputusan strategis dalam perencanaan produksi terutama dalam hal mengatasi risiko produksi yang terjadi. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat risiko produksi paprika hidroponik di PT. KSDW? 2. Bagaimana pengaruh risiko produksi (hama thrips) dan faktor produksi lainnya terhadap jumlah produksi paprika hidroponik di PT. KSDW? 7

23 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis tingkat risiko produksi paprika hidroponik di PT. KSDW. 2. Menganalisis pengaruh risiko produksi (hama thrips) dan faktor produksi lainnya terhadap jumlah produksi paprika hidroponik di PT. KSDW Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Perusahaan, sebagai masukan untuk mengetahui sumber-sumber risiko produksi dan seberapa besar tingkat risiko yang terjadi pada perusahaan dalam membudidayakan paprika hidroponik, yang kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya pada saat menghadapi risiko dan dalam membuat perencanaan produksi. 2. Penulis, sebagai sarana bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. 3. Pemerintah, sebagai referensi untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi pada proses budidaya dan pengaruh faktor produksi fisik terhadap jumlah produksi paprika hidroponik sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan komoditas paprika hidroponik Ruang Lingkup Penelitian ini difokuskan pada penilaian tingkat risiko produksi dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik yang dihasilkan PT. KSDW melalui lima greenhouse dengan total luas bangunan 3107 m 2. Data produksi yang digunakan merupakan produksi paprika hidroponik total, yaitu jumlah keseluruhan dari paprika hijau, merah, dan kuning yang dihasilkan per greenhouse per periode tanam (satu tahapan produksi). Selain itu juga digunakan data penggunaan input produksi dalam membudidayakan paprika hidroponik. Penelitian ini menggunakan data periode selama siklus produksi berlangsung, yaitu dari tahun 2002 hingga Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat keragaan usahatani paprika hidroponik, pendapatan usahatani, risiko 8

24 produksi, dan fungsi produksi dari faktor produksi yang digunakan PT. KSDW dalam membudidayakan paprika hidroponik. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi antara lain gagal panen, rendahnya produktivitas, serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain. Namun demikian, dalam penelitian ini jenis sumber risiko produksi yang menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah produksi adalah jumlah hama thrips yang dihitung dari 60 tanaman contoh yang diamati selama periode siklus produksi berlansgung. Selain itu, faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi adalah input yang digunakan PT. KSDW selama membudidayakan paprika, yaitu luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi, jumlah pestisida, jumlah media tanam, jumlah tenaga kerja, dan jumlah pupuk daun. 9

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Paprika Hidroponik Tanaman paprika memiliki nama ilmiah Capsicum annum var. grossum. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung yaitu famili Solonaceae karena memiliki bunga seperti terompet. Paprika merupakan tanaman yang berasal dari negara sub tropis dan bukan tanaman asli Indonesia sehingga dalam pembudidayaannya diperlukan kondisi yang mirip daerah asalnya. Paprika di Indonesia umumnya dibudidayakan secara hidroponik. Tanaman ini cocok dikembangkan di daerah dataran tinggi seperti Lembang, Cipanas, Cisarua (Jawa Barat); Dieng, Purwokerto (Jawa Tengah); dan Brastagi (Sumatera Utara). Selain di dataran tinggi, paprika juga mulai ditanam di dataran menengah antara lain Karanganyar (Jawa Tengah) dan Sukabumi (Jawa Barat) (Prihmantoro dan Indriani 2003). Moekasan et al. (2008) dan Prihmantoro dan Indriani (2003) menyatakan bahwa paprika merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Permintaan buah paprika tiap tahun meningkat, namun tidak semua permintaan tersebut dapat terpenuhi oleh petani paprika karena masih rendahnya produktivitas maupun kualitas buah yang dihasilkan. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh tanaman paprika harus diperhatikan dalam pembudidayaannya seperti media, suhu, air, cahaya, dan kelembaban. Menurut Prihmantoro dan Indriani (2003) tanah yang baik untuk pertumbuhan paprika adalah tanah yang cukup subur, gembur, kaya akan bahan organik atau humus, dan beraerasi baik. Ukuran ph yang cocok untuk tanaman paprika berkisar antara 5,5 6,5. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu derajat celcius, namun paprika masih dapat tumbuh dengan baik pada suhu sampai 30 derajat celcius dengan kelembaban udara berkisar 80 persen. Paprika merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga untuk menanggulanginya dibutuhkan naungan. Paprika juga merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap air. Kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata 0,5 liter, namun demikian kebutuhan tersebut tergantung dari keadaan suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara di sekitar tanaman. Selain hal tersebut, menurut Moekasan et al. 10

26 (2008) salah satu faktor yang juga menentukan keberhasilan budidaya paprika adalah serangan organisme pengganggu tanaman. Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat poros, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, dan rockwool (Lingga 1993). Menurut Prihmantoro dan Indriani (2003), kegiatan budidaya hidroponik memerlukan suatu lingkungan tumbuh yang terkendali, tanaman harus terlindung dari siraman hujan, angin yang terlalu kencang, dan cahaya sinar matahari langsung. Oleh karena itu dikembangkan sistem rumah plastik (greenhouse), sehingga dapat mengendalikan faktor alam tersebut. Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang diperlukan tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuia dengan kebutuhan tanaman (Lingga 1993). Cara penanaman paprika secara hidroponik agak berbeda dengan cara menanam di tanah, namun secara garis besarnya sama yaitu meliputi persiapan, persemaian, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Menanam paprika secara hidronik lebih menguntungkan dibandingkan secara konvensional karena jumlah produksi yang lebih tinggi, harga jual lebih tinggi, dan produknya lebih berkualitas. Selain itu paprika dapat ditanam dua kali dalam setahun (Prihmantoro dan Indriani 2003). Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai paprika hidroponik, antara lain yaitu Tampubolon (2005) yang menganalisis usaha paprika hidroponik di PT Abdoellah Bastari Agriculture Cianjur (PT. ABBAS Agri) serta Ningsih (2005) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani paprika 11

27 hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Tampubolon (2005) selain menganalisis usaha PT. ABBAS Agri juga menganalisis usaha PT. JORO dan PT. Triple A Horticulture Agribusiness Farming and Trading (PT. THA) sebagai pesaing usaha PT. ABBAS Agri dalam memproduksi paprika hidroponik, sedangkan Ningsih (2005) berfokus pada analisis kesempatan kerja dan analisis pendapatan usaha petani paprika hidroponik di Desa Pasir Langu. Hasil yang diperoleh dari masing-masing penelitian berbeda. Perhitungan usaha paprika hidroponik di PT. ABBAS Agri dikonversi menjadi luasan lahan greenhouse per 1800 m 2. Penerimaan PT. ABBAS Agri diperoleh dengan mengalikan harga jual sebesar Rp ,00 per kilogram dengan hasil produksi total paprika yang diperoleh selama satu periode tanam. Biaya yang dikeluarkan dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan greenhouse dan alat-alat irigasi, sedangkan biaya variabel meliputi benih, nutrisi, pestisida, arang sekam, polybag, gaji pegawai operasional, serta biaya listrik dan telepon dengan total biaya sebesar Rp ,30. Lain halnya dengan penelitian Ningsih (2005) di Desa Pasir Langu yang menilai pendapatan berdasarkan golongan luas lahan yang dimiliki petani. Berdasarkan hasil penelitiannya, petani golongan I (luas greenhouse >1.900 m 2 ) memiliki biaya total usahatani paprika hidroponik yang lebih besar dibandingkan dengan petani golongan II (luas greenhouse <1.900 m 2 ). Kedua penelitian juga menunjukkan bahwa usaha paprika hidroponik di kedua lokasi berbeda tersebut menguntungkan dan efisien untuk dilakukan karena nilai R/C rasionya lebih besar dari satu. Keuntungan dapat dilihat dari nilai penerimaan yang lebih besar daripada biaya total. PT. ABBAS Agri memperoleh pendapatan sebesar Rp ,7 dengan nilai R/C rasio sebesar 3,09, sedangkan rata-rata pendapatan yang diterima petani paprika di Desa Pasir Langu untuk petani golongan I adalah sebesar Rp ,20 dengan nilai R/C rasio sebesar 1,9 dan untuk petani golongan II adalah Rp ,90 dengan nilai R/C rasio sebesar 1,8 selama satu musim tanam. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan kedua penelitian sebelumnya terdapat pada objek 12

28 penelitian dan analisis perhitungan pendapatannya yang menggunakan analisis usahatani yang juga menghitung nilai rasio antara penerimaan dan biaya totalnya. Persamaan lain dengan penelitian Tampubolon (2005) terdapat dalam hal pemilihan responden yang merupakan sebuah perusahaan, berbeda dengan Ningsih (2005) yang memperoleh data dari beberapa petani di Desa Pasir Langu. Selain perbedaan lokasi penelitian, perbedaan yang terlihat dari penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini hasil nilai pendapatan yang diperoleh dari masing-masing periode tanam di greenhouse yang berbeda kemudian digunakan untuk mengetahui nilai risiko produksi berdasarkan pendapatan Kajian Risiko Produksi Sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap pengambilan keputusannya dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi. Alokasi faktor produksi ini menyangkut penggunaan dan macam teknologinya. Kegagalan dalam adopsi teknologi oleh petani seringkali terjadi karena mengabaikan perhitungan unsur risiko dalam perakitannya (Rozi, Margono, dan Heriyanto 1997). Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko, diantaranya Ginting (2009) yang menganalisis risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Safitri (2009) yang menganalisis tentang risiko produksi daun potong di PT. Pesona Daun Mas Asri di Ciawi, Bogor, serta Utami (2009) yang meneliti tentang risiko produksi dan perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Menurut Ginting (2009) indikasi adanya risiko produksi pada budidaya tiram jamur putih dapat dilihat dari adanya fluktuasi dan variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami sedangkan menurut Safitri (2009) dan Utami (2009) indikasi adanya risiko produksi dari masing-masing objek yang dianalisis dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas dan pendapatan. Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, adanya risiko produksi mengakibatkan hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Ginting (2009) menganalisis risiko produksi pada usaha spesialisasi jamur tiram saja dan menggunakan coefficient variation untuk menilai risiko. Berdasarkan hasil penelitiannya, diketahui bahwa budidaya jamur 13

29 tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Hasil penelitian Safitri (2009) melakukan perbandingan pengukuran risiko produksi antara dua komoditas pada kegiatan usaha spesialisasi dan diversifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai variance, standar deviasi, dan coefficient variance berdasarkan produktivitas yang diperoleh dari komoditas Philodendron marble lebih tinggi dibandingkan komoditas Asparagus bintang. Hal ini menunjukkan bahwa risiko produksi yang dialami Philodendron marble juga lebih besar. Lain halnya dengan perolehan nilai variance, standar deviasi, dan coefficient variance berdasarkan pendapatan. Ketiga nilai tersebut pada komoditas Asparagus bintang menunjukkan nilai yang lebih besar sehingga setiap satu satuan rupiah yang dihasilkan komoditas Asparagus bintang menghadapi risiko berdasarkan pendapatan bersih yang lebih tinggi dibandingkan Philodendron marble. Hasil dari perhitungan analisis risiko produksi yang dilakukan Utami (2009) menunjukkan nilai coefficient variation dari kegiatan usaha bawang merah sebesar 0,203. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar 20,3 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Sementara itu, risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes berdasarkan pendapatan adalah sebesar 60,09 persen dari nilai pendapatan yang diperoleh petani. Melalui nilai tersebut, jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi pendapatan ternyata jauh lebih tinggi. Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mengetahui perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama menganalisis risiko produksi, namun penelitian ini hanya menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi atau satu komoditas saja seperti penelitian Ginting (2009) dan Utami (2009). Persamaan lainnya terletak pada pendekatan yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko produksi dari usaha yang dijalankan yaitu menggunakan nilai variance, standar deviasi, dan coefficient 14

30 variance. Pada penelitian ini, perhitungan ketiga pendekatan berdasarkan hasil produktivitas dan pendapatan seperti yang dilakukan Safitri (2009) dan Utami (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian dan lokasi penelitian. Selain itu, analisis risiko produksi yang dilakukan kemudian digunakan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh salah satu sumber risiko produksi dan faktor produksi lainnya terhadap produksi paprika hidroponik yang oleh PT. KSDW Kajian Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Komoditas Pertanian Produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil tangkapan (perahu, alat tangkap, nelayan, jumlah trip, operasional, dan musim). Faktor-faktor produksi yang dapat digunakan pada proses produksi di lahan adalah lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, serta manajemen (Rahim dan Hastuti 2008). Menurut Soekartawi (1993) yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut factor relationship. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai analisis faktor produksi, diantaranya Kartikasari (2006) yang melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani paprika hidroponik di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, serta Dwilistyanti (2009) yang menganalisis tentang faktor-faktor produksi selada aeroponik di Parung Farm Bogor. Kedua penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menduga faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi masing-masing objek yang dianalisis. Kartikasari (2006) menambahkan 15

31 variabel bebas tingkat pendidikan dan Dwilistyanti (2009) menambahkan variabel bebas penggunaan listrik selain lima variabel bebas yang sama yang digunakan keduanya untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksinya, yaitu variabel luas lahan, benih, tenaga kerja, nutrisi atau obatobatan, dan pengalaman. Berdasarkan hasil analisis model fungsi Cobb-Douglas tersebut dapat diketahui variabel bebas apa saja yang memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap produksi serta nilai elastisitasnya. Penelitian Kartikasari (2006) menunjukkan bahwa variabel luas greenhouse, benih, tenaga kerja, dan obat-obatan berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi paprika hidroponik, sedangkan penelitian Dwilistyanti (2009) menunjukkan variabel luas lahan, benih, dan nutrisi berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi selada aeroponik, sedangkan untuk faktor produksi penggunaan listrik, tenaga kerja, pengalaman, dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada lokasi dan objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga memodifikasi topik analisis dengan memperhitungkan salah satu sumber risiko produksi sebagai variabel bebas yang diduga mempengaruhi produksi yang dihasilkan perusahaan. Mengacu pada penelitian Kartikasari (2006) yang juga meneliti paprika hidroponik, penelitian ini menggunakan beberapa variabel bebas yang sama untuk diduga pengaruhnya terhadap jumlah produksi, yaitu variabel luas lahan, benih, nutrisi, dan tenaga kerja, namun pada penelitian ini juga terdapat variabel bebas lain seperti pestisida, media tanam, pupuk daun, dan jumlah hama thrip. Variabel jumlah hama thrips tersebut merupakan salah satu komponen sumber risiko produksi yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi. Perbedaan lainnya adalah pada penelitian ini tidak menggunakan variabel dummy, tetapi hanya menggunakan faktor-faktor produksi fisik sebagai variabel bebasnya. Persamaan penelitian ini dengan ketiga penelitian sebelumnya selain sama-sama menganalisis faktor-faktor produksi juga terdapat pada penggunaan model penduga, yaitu model fungsi produksi Cobb-Douglas. 16

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah masukan menjadi keluaran (Soekartawi, 2002 dan Nicholson, 1991). Sumberdaya yang dibutuhkan untuk penciptaan komoditas disebut sebagai faktor produksi atau dikenal juga dengan istilah input. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, diantaranya lahan pertanian, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, bibit, teknologi, dan manajemen (Rahim dan Hastuti, 2008). Hubungan fisik antara masukan produksi (input) dan keluaran produksi (output) dapat diformulasikan dalam model fungsi produksi. Output biasanya menjadi variabel yang dijelaskan, sedangkan input biasanya menjadi variabel yang menjelaskan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi et al. 1986), yaitu: 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Menurut Nicholson (1991), terdapat dua tolak ukur untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal (PM) dari sebuah masukan adalah keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan tersebut dengan mempertahankan semua masukan lain tetap konstan, sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: PM = = PR = = 17

33 Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase perubahan dari faktor produksi atau input yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Ep = = Penjelasan terhadap PM akan lebih berguna bila dikaitkan dengan PR atau Produksi Total (PT). Dengan mengaitkan PM, PR, dan PT, hubungan antara input dan output akan lebih informatif, artinya dapat diketahui elastisitas produksinya. Tahapan proses produksi komoditas pertanian yang menggambarkan hubungan antara PT, PM, dan PR dijelaskan pada Gambar 2. Daerah I Daerah II Daerah III C Produksi (Q) B PT A Ep > 1 0<Ep<1 Ep < 0 0 Input X Y A B PR 0 X1 X2 X3 PM X Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Debertin (1986) 18

34 Keterangan: X = Faktor Produksi Y = Hasil Produksi PR = Produk Rata-rata PM = Produk Marjinal PT = Produk Total Daerah I = Daerah produksi irasional Daerah II = Daerah produksi rasional Daerah III = Daerah produksi irasional Gambar 2 menjelaskan hubungan antara PM dan PT, serta PM dan PR dengan ketentuan nilai elastisitas (Debertin, 1986) sebagai berikut: 1. Nilai Ep > 1 terjadi saat nilai PM > PR, sampai tercapai titik dimana PR=PM. Disini petani mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input ditambahkan. 2. Nilai Ep = 1 terjadi bila PR mencapai maksimum atau bila PR = PM. 3. Nilai Ep < 1 terjadi pada daerah II atau daerah yang melampaui titik PR=PM. 4. Nilai Ep = 0 terjadi saat nilai PM mencapai titik nol. 5. Nilai Ep < 0 terjadi saat nilai PM negatif. Pada kondisi ini produksi mengalami penurunan, sehingga setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan petani yang bersangkutan. Selain menjelaskan hubungan antara PM, PR, dan PT, kurva tersebut juga dapat menjelaskan daerah yang tidak rasional berdasarkan elastisitas produksi (Debertin, 1986), yaitu: 1. Daerah produksi I dengan Ep > 1. Merupakan produksi yang tidak rasional (irasional) karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. Daerah produksi I mencakup wilayah tingkat penggunaan input dari titik nol sampai ke tingkat penggunaan dimana PR = PM. 2. Daerah produksi II dengan 1 > Ep > 0. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan komoditas paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen, tergantung harga input dan outputnya. Di daerah ini akan dicapai pendapatan maksimum sehingga 19

35 disebut daerah produksi yang rasional. Daerah produksi II mencakup wilayah dari titik PR = PM (Ep = 0) ke titik dimana PT mencapai maksimum dan nilai PM sama dengan nol. 3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irasional). Daerah produksi III mencakup wilayah saat PT menurun dan nilai PM negatif. Fungsi yang digunakan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah fungsi Cobb-Douglas. Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan hokum kenaikan yang berkurang atau law of diminishing returns untuk setiap input i (Gambar 5), sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai Returns to Scale (RTS) agar setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan proporsi yang lebih besar. Terdapat tiga kondisi RTS (Soekartawi, 2002), yaitu: 1. Decreasing returns to scale, bila jumlah koefisien regresi dari semua variabel (nilai elastisitas) kurang dari satu ((b 1 + b 2 ) < 1). Hal ini berarti proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 2. Constant returns to scale, bila (b 1 + b 2 ) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Increasing returns to scale, bila (b 1 + b 2 ) > 1. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar Risiko dalam Produksi Risiko menunjukkan pada situasi dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil dari suatu keputusan. Setiap bisnis yang dijalankan pasti dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam menjalankan usahanya. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga, atau pendapatan. Risiko yang 20

36 dihadapai harus diminimalisir, maka dibutuhkan analisis atau penilaian risiko yang nantinya akan berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Ada beberapa pengertian mengenai risiko. Risiko menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Hal ini sejalan dengan pendapat Kountur (2004) yang menyatakan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut hal apa yang akan terjadi. Terdapat beberapa jenis risiko yang dihadapi petani, salah satunya adalah risiko produksi. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain (Harwood et al. 1999). Beberapa konsep lainnya yang penting untuk mengukur risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation (Elton dan Gruber, 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Kebanyakan ukuran acak yang digunakan adalah ukuran simpangan baku (standard deviation) yang menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil atau return semakin besar risiko. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 3. 21

37 Return Expected Risk Gambar 3. Hubungan Risiko dan Return Sumber : Barron s (1993) Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa semakin besar pendapatan maka semakin besar tanggung jawab risiko yang dihadapi. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan Namun demikian seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Risiko cenderung menurunkan hasil baik produksi maupun pendapatan perusahaan (Ellis, 1988). Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 4. f a Total Value Product Y (Rp) d e c g h i b j TC TVP 1 E(TVP) TVP 2 0 X 2 X E X 1 Input X Gambar 4. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis (1988) 22

38 Gambar 4 menunjukkan bahwa variasi pendapatan dipengaruhi oleh keputusan pengalokasian salah satu sumberdaya yang digunakan untuk produksi. Dalam contoh ini bentuk kurva mencerminkan dampak dari kondisi yang baik dan buruk terhadap respon output untuk berbagai tingkat penggunaan input. Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang didapat dari hasil produksi. Kondisi TVP yang diperlihatkan berbeda-beda, terdiri dari tiga kondisi yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP 1 ), pada kondisi yang diharapkan (normal) (E(TVP)), dan pada saat kondisi buruk (TVP 2 ). Penambahan kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X 1, X 2, X E. 1. Input yang digunakan sebanyak X 1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi dimana pada saat ini terjadi kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami perusahaan. 2. Input yang digunakan sebanyak X 2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi, maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh, dan jika TVP 2 terjadi maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan sedikit keuntungan sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut perusahaan masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP>TC). 3. Input yang digunakan sebanyak X E. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Grafik menunjukkan jika kondisi TVP 1 terjadi, maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP 2 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami perusahaan, dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terkecil Kerangka Operasional PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT.KSDW) adalah salah satu bentuk usaha agribisnis yang juga membudidayakan paprika hidroponik selain komoditas utamanya yaitu apel. Total luas bangunan greenhouse yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik di PT. KSDW adalah seluas 3107 m 2. Dalam 23

39 mengusahakan paprika hidroponik, PT. KSDW menghadapi kendala, salah satunya risiko produksi. Sumber utama yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi dalam budidaya paprika hidroponik antara lain hama dan penyakit serta cuaca dan iklim yang tidak dapat diprediksi. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada usaha ini masih belum memadai karena perlakuan budidaya yang rumit. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas dari hasil usaha paprika. Masing masing kendala memiliki dampak tersendiri pada hasil produksi yang diperoleh. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami antara lain adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen yang menurun. Kerugian tersebut berdampak pada perkembangan usaha dan pendapatan yang diterima petani. Hasil produksi dari kegiatan budidaya paprika hidroponik dipengaruhi faktor-faktor produksi atau input produksi yang digunakan. Berdasarkan referensi penelitian sebelumnya dan informasi di lapangan, input produksi yang diduga mempengaruhi hasil produksi di PT. KSDW adalah luas bangunan greenhouse, benih, nutrisi, pestisida, media tanam, tenaga kerja, pupuk daun, dan jumlah hama thrips. Analisis faktor produksi yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di PT. KSDW diduga dengan menggunakan analisis Cobb-Douglas. Setelah hasil analisis diperoleh, maka akan diinterpretasikan untuk menunjukkan faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi. Berdasarkan hasil itu pula diketahui bagaimana pengaruh salah satu komponen sumber risiko produksi yaitu jumlah hama thrips terhadap produksi. Kombinasi penggunaan faktor produksi sangat berpengaruh pada hasil produksi paprika, sehingga dalam hal ini perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi dan analisis pengaruh faktor produksi agar perusahaan dapat menentukan strategi yang tepat untuk proses produksi. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5. 24

40 Kegiatan PT. KSDW Penerapan teknologi hidroponik pada budidaya paprika Faktor-faktor Produksi : - Luas bangunan greenhouse - Benih - Nutrisi - Pestisida - Media tanam - Tenaga kerja - Pupuk daun Produksi Paprika Risiko Produksi Jumlah hama thrips Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 25

41 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT. KSDW) yang beralamat di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan Ngaglik, Batu, Malang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. KSDW merupakan perusahaan yang menjadi pioneer dalam membudidayakan paprika hidroponik di Kota Batu. Selain itu, dalam pengembangan usahanya ini belum pernah dilakukan analisis risiko produksi dan analisis faktor-faktor produksi terhadap budidaya paprika hidroponik. Pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan April hingga Mei Data dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pegawai PT. KSDW, staf pemerintah daerah, dan petani paprika di wilayah Kota Batu. Wawancara dengan pegawai PT. KSDW dilakukan untuk mengetahui kondisi usaha pembudidayaan paprika hidroponik di perusahaan tersebut. Wawancara dengan staf pemerintah daerah dilakukan untuk mengetahui bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap usaha pembudidayaan paprika hidroponik di Kota Batu. Wawancara dengan petani paprika Kota Batu dilakukan untuk mengetahui luas lahan, jumlah produksi, permintaan, dan penawaran paprika di wilayah Batu. Data sekunder yang digunakan berasal dari data statistik perusahaan yaitu data produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selama 18 kali tanam paprika hidroponik. Selain itu, data sekunder diperoleh melalui studi literatur berbagai buku, skripsi, internet dan instansi-instansi terkait seperti Perpustakaan IPB, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Pemerintah Daerah Kota Batu, dan instansi lain yang terkait dengan penelitian Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2010 atau selama satu bulan. Lokasi pengumpulan data meliputi perpustakaan IPB, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Pemerintah Daerah Kota Batu, dan instansi 26

42 lain yang terkai dengan penelitian serta pengumpulan data primer di PT. KSDW. Pengumpulan data primer diperoleh dari pegawai PT. KSDW yang bergerak di Divisi Agrowisata, Departemen Budidaya Tanaman Semusim. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara wawancara langsung, wawancara mendalam, dan observasi. Teknik pengumpulan data tersebut digunakan untuk mengumpulkan data primer. Sedangkan untuk data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan browsing internet Metode Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan Minitab 14. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum perusahaan, proses produksi, dan pengelolaan risiko yang diterapkan perusahaan. Analisis kuantitatif terdiri dari analisis usahatani, analisis risiko produksi, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi Penentuan peluang berdasarkan suatu kejadian pada kegiatan budidaya yang dapat diukur dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya. Peluang dari masing-masing kegiatan budidaya akan diperoleh pada setiap kondisi. Pengukuran peluang (P) pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Secara sistematis dapat dituliskan: Keterangan : f = Frekuensi kejadian T = Total kejadian Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu dan secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : 27

43 Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan expected return. Expected return adalah jumlah dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi dari peluang masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti. Rumus expected return dituliskan sebagai berikut : P i menunjukkan nilai peluang dari suatu kejadian di masing-masing kondisi. Namun, pada kondisi dimana nilai fluktuasi produktivitas berbeda-beda dari tiap kejadian, nilai peluang yang dihasilkan sama, yaitu satu dibagi dengan total periode waktu proses produksi, sehingga nilai expected return-nya merupakan nilai rata-rata dari total nilai produktivitas atau pendapatan tersebut, dituliskan sebagai berikut: Dimana : E (R i ) = Expected return R i = Return (Produktivitas) n = Jumlah kejadian (1,2,3,, 18) Pengukuran sejauh mana risiko yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan usaha terhadap hasil atau pendapatan yang diperoleh perusahaan digunakan pendekatan sebagai berikut: 1) Variance Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dan expected return yang kemudian dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) : 28

44 Dimana : = Variance dari return P ij = Peluang dari suatu kejadian R ij = Return (Produktivitas dan Pendapatan) E(R i ) = Expected return Nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilainya maka semakin kecil penyimpangan yang terjadi sehingga semakin kecil pula risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut. 2) Standard deviation Standard deviation dapat diukur dengan mengakarkan nilai variance. Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi produktivitas dan pendapatan, sehingga semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut : Dimana : = Variance = Standard deviation 3) Coefficient variation Coefficient variation dapat diukur dari rasio antara standard deviation dengan return yang diharapkan (expected return). Semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus coefficient variation adalah : Dimana : CV = Coefficient variation = Standard deviation E(R i ) = Expected return Analisis Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Produksi hasil komoditas pertanian (on-farm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi (input) dan komoditas (output). 29

45 Secara matematik, dapat dituliskan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/ independent variable dan variabel tidak bebas/ dependent variable) (Soekartawi, 2002) Y = a a.. e π Penaksiran parameter dilakukan dengan mentransformasikannya ke dalam bentuk double logaritme natural (Ln) sehingga merupakan bentuk linier berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Dimana: Ln Y = Ln a o + a 1 Ln X 1 + a 2 Ln X a i Ln X i + a n Ln X n + e Y = Produksi komoditas pertanian a 0 = intersep/ konstanta a 1, a 2,, a n = Koefisien arah regresi masing-masing variabel X 1, X 2,, X n = Faktor-faktor produksi e = error term Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, oleh karena itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum peneliti menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan itu antara lain (Soekartawi 2002): 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Artinya jika fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan diperlukan analisis lebih dari satu model (dua model) maka perbedaan model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition. 4. Perbedaan lokasi (pada fungsi tersebut) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. 30

46 Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk produksi paprika hidroponik dapat dituliskan sebagai berikut: Ln Y = Ln a o + a 1 Ln X 1 + a 2 Ln X 2 + a 3 Ln X 3 + a 4 Ln X 4 + a 5 Ln X 5 + a 6 Ln X 6 + Dimana: a 7 Ln X 7 + a 8 Ln X 8 + e Y = Jumlah produksi paprika hidroponik per musim tanam (kg) X 1 = Luas bangunan greenhouse (m 2 ) X 2 = Jumlah benih per musim tanam (biji) X 3 = Jumlah nutrisi per musim tanam (liter) X 4 = Jumlah pestisida per musim tanam (liter) X 5 = Jumlah media tanam per musim tanam (kg) X 6 = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HKP) X 7 = Jumlah pupuk daun per musim tanam (kg) X 8 = Jumlah hama Thrips (ekor) a 0 = intersep a 1, a 2, a 3, a 8 = nilai dugaan besaran parameter e = Unsur sisa (galat) Variabel bebas seperti luas lahan (a 1 >0), benih (a 2 >0), pupuk (a 3 >0), pestisida (a 4 >0), media tanam (a 5 >0), tenaga kerja (a 6 >0), dan pupuk daun (a 7 >0) diduga berpengaruh positif terhadap produksi paprika hidroponik. Artinya setiap penambahan satu satuan dalam variabel-variabel tersebut akan menambah jumlah tertentu (satuan) variabel produksi paprika hidroponik. Sedangkan untuk jumlah hama thrips (a 8 <0) diduga berpengaruh negatif terhadap produksi paprika hidroponik. Artinya setiap penambahan satu satuan dalam variabel tersebut akan mengurangi jumlah produksi paprika hidroponik karena paprika yang dihasilkan jumlah dan kualitasnya menurun akibat tanaman terserang hama. Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS). Menurut Gujarati (1999), metode ini dipakai jika memenuhi asumsi: 1. u i ~ N(0,σ 2 ) Unsur sisa (u i ) menyebar normal (N) dengan nilai rata-rata nol dan varians (σ 2 ) konstan, dimana: Rata-rata : E (u i ) = 0 Varians : E( ) = σ 2 Cov (u i, u j ) : E (u i, u j ) = 0, i j 31

47 2. Homoskedatisitas, bahwa var (u i ) = E( ) = σ 2 3. Tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas 4. Unsur sisa (u i ) dan variabel x i bebas, yaitu cov (u i, u j ) = 0 Multikolinieritas atau kolinier ganda dapat terjadi bila dua atau lebih peubah dalam model saling berkaitan dan biasanya ditangani dengan menyederhanakan model (Sembiring, 1995). Menurut Hasan dan Iqbal (2008), indikasi adanya multikolinier dapat dilihat saat model memiliki nilai R 2 yang tinggi sedangkan nilai t-hitung sangat rendah yang berarti sebagian atau seluruh koefisien regresi tidak signifikan. Selain itu, menurut Kleinbaum (1986) tingkat multikolinieritas yang tinggi ditunjukkan oleh nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang lebih besar dari 10. Cara terbaik untuk menangani masalah multikolinier adalah dengan mencari data tambahan sedemikian rupa sehingga kolinieritas hilang. Cara lain adalah dengan menggabungkan peubah bebas yang mengakibatkan terjadinya multikolinieritas atau membuang salah satunya. Apabila hal kedua hal tersebut sukar dilakukan, maka cara lain yang tersedia yaitu dengan menggunakan komponen utama Analisis Regresi Komponen Utama Analisis regresi komponen utama merupakan kombinasi antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Pada prinsipnya analisis komponen utama bertujuan mereduksi dimensi peubah asal yang telah ditransformasikan ke peubah baru dan menginterpretasikannya. Parameter asal yang saling berkorelasi ditransformasikan menjadi parameter baru yang saling bebas satu sama lain, yaitu komponen utama sehingga masalah multikolineritas tidak akan mempengaruhi model regresi. Variabel bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel asal Z (variabel Z adalah hasil pembakuan dari variabel X), yang disebut sebagai komponen utama (W). Komponen utama ke-j dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : W j = v 1j Z 1 + v 2j Z v pj Z p dimana W j saling orthogonal sesamanya. Komponen ini menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. 32

48 Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proporsi keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua datanya terjelaskan. Tidak semua W dapat digunakan. Komponen utama yang dapat digunakan adalah komponen utama yang nilai akar cirinya lebih dari satu, karena jika akar cirinya lebih kecil dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen tersebut juga kecil (Morrison 1978). Analisis komponen utama bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah bebas yang diamati dengan cara mereduksi atau membakukan dimensinya. Pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap peubah bebas asal X j dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku, dinotasikan sebagai berikut : Dimana : Z ij = Unsur matriks Z baris ke-i dan kolom ke-j X ij = Unsur matriks X baris ke-i dan kolom ke-j j = Rataan parameter X j S j = Simpangan baku parameter X j Sehingga persamaan parameter regresinya dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : Y = βz + ε Y = Vektor baris parameter tidak bebas berukuran nx1 Z = Matriks parameter bebas yang berukuran nxp β = Vektor baris koefisien regresi yaitu β 1, β 2,., β n ε = Vektor galat yang berukuran nx1 Selanjutnya matriks baku Z ditransformasikan menjadi matriks skor komponen utama (SK) dengan SK = ZA, dimana A adalah matriks yang kolomkolomnya merupakan vektor ciri dari matriks Z`Z. Skor komponen utama ini selanjutnya diregresikan dengan variabel terikat dengan menggunakan analisis regresi linier. Model regresi komponen utama dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = γsk + ε dimana γ adalah vektor baris koefisien regresi komponen utama yaitu γ 1, γ 2,., γ n, dan n, sehingga diperoleh hubungan β = γ A dan Var (β) = A Var (γ) A`. Pendugaan koefisien regresi asal dilakukan transformasi persamaan b j = β j / S j 33

49 dengan Var (b j ) = Var (β j ) / S 2 j. Khusus untuk menduga persamaan b 0 =γ 0 - β j X j /S j dengan Var (b 0 ) = Var (γ 0 ) / S 0 (Jolliffe 1986) Pengujian Model Fungsi Produksi Uji F dilakukan untuk menganalisis apakah faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik berpengaruh secara bersamaan (Walpolle, 1992) F-hitung = Dimana: R 2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel n = Sampel Kriteria uji: 1. Jika F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), berarti variabel bebas secara bersamaan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi paprika hidroponik. 2. Jika F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), berarti variabel bebas secara bersamaan berpengaruh terhadap hasil produksi paprika hidroponik. Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi paprika hidroponik secara parsial. t-hitung = Dimana: b i = Koefisien regresi Sb i = Standar error ke-b i Kriteria uji: 1. Jika t-hitung < t-tabel (α/2, n-k), maka faktor-faktor produksi yang digunakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap hasil produksi paprika hidroponik. 2. Jika t-hitung > t-tabel (α/2, n-k), maka faktor-faktor produksi yang digunakan secara parsial berpengaruh terhadap hasil produksi paprika hidroponik. 34

50 Definisi Operasional 1. Produksi (Y) adalah jumlah panen total paprika hidroponik (warna hijau, merah, dan kuning) yang diukur dalam kilogram per musim tanam. 2. Luas bangunan greenhouse (X 1 ) adalah luas bangunan yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik yang diukur dalam satuan meter persegi per musim tanam. 3. Benih (X 2 ) adalah jumlah benih paprika yang ditanam yang diukur dalam satuan biji per musim tanam. 4. Nutrisi (X 3 ) adalah jumlah cairan nutrisi campuran (larutan pekat dengan air) yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan paprika hidroponik yang diukur dalam satuan liter per musim tanam. 5. Pestisida (X 4 ) adalah jumlah racun pencegah hama dan penyakit tanaman paprika yang diukur dalam satuan liter per musim tanam. 6. Media tanam (X 5 ) adalah jumlah media tanam campuran (arang sekam dan kompos) yang digunakan dalam budidaya paprika hidroponik yang diukur per satuan kilogram per musim tanam. 7. Tenaga kerja (X 6 ) adalah jumlah orang yang digunakan dalam proses budidaya paprika hidroponik yang diukur dalam hari kerja pria (HKP) per musim tanam. 8. Pupuk daun (X 7 ) adalah jumlah pupuk daun yang digunakan yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam. 9. Jumlah hama thrips (X 8 ) adalah jumlah hama yang menyerang tanaman paprika yang diukur dalam satuan ekor per populasi tanaman contoh yaitu sebanyak 60 tanaman paprika. 35

51 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Letak Geografis Kota Batu Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 15 km sebelah barat Kota Malang. Kota Batu secara geografis terletak antara 7 o Bujur Timur (BT) dan 115 o o 19 0 Lintang Selatan (LS). Kota Batu berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Gunung Arjuna di sebelah utara, dengan Kabupaten Malang di sebelah timur dan barat, serta Gunung Panderman dan Kabupaten Malang disebelah selatan. Luas wilayah Kota Batu 202,30 km 2 yang terbagi menjadi tiga kecamatan dan 24 desa/kelurahan. 4 Keadaan topografi Kota Batu memiliki dua karasteristik yang berbeda. Karakteristik pertama yaitu bagian sebelah utara dan barat yang merupakan daerah ketinggian yang bergelombang dan berbukit. Sedangkan karakteristik kedua, yaitu daerah timur dan selatan merupakan daerah yang relatif datar meskipun berada pada ketinggian meter dari permukaan laut. Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut sebagai layaknya wilayah pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk sehingga tepat untuk kawasan pertanian sayur-sayuran dan buah-buahan. 5 Jumlah petani di Kota Batu yang mengusahakan paprika hidroponik hingga bulan Mei 2010 adalah sebanyak tujuh orang dengan kepemilikan lahan sekitar m 2. Salah satu yang menjadi pioneer untuk usaha budidaya paprika hidroponik di Kota Batu adalah PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT. KSDW). Setelah itu, petani lain mengikuti karena melihat peluang pasar luar dan dalam negeri untuk paprika masih terbuka lebar karena jumlah pasokan lebih kecil dibandingkan permintaan. Total permintaan paprika hidroponik ke Kota Batu mencapai kurang lebih 650 ton per tahun, sedangkan produksi dari ketujuh 4 Profil Kota Batu. [8 Oktober 2010] 5 Kondisi dan Topografi Kota Batu. [8 Oktober 2010] 36

52 pemilik usaha paprika hidroponik di Kota Batu hanya sebesar kurang lebih 370 ton per tahun PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Lokasi dan Letak Geografis PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT. KSDW) merupakan salah satu bentuk objek wisata yang berbasis pertanian. PT. KSDW terletak di Kota Batu, Jawa Timur, tepatnya terletak di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan Ngaglik, 0,75 km dari Kota Batu. Kota Batu terletak sekitar 19 km dari Kota Malang dan berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata di PT. KSDW derajat Celcius dengan kecepatan angin 2,93 km/jam serta curah hujan rata-rata mm/tahun. Hal tersebut menjadikan Kota Batu memiliki hawa yang sejuk. Selain itu, Kota Batu memiliki pemandangan alam yang indah. karena dikelilingi oleh beberapa pegunungan antara lain Gunung Panderman (2.040 meter), Gunung Arjuno (3.339 meter), Gunung Welirang (2.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), dan Gunung Kawi (2.651 meter). Oleh karena itu, Kota Batu sering dijuluki sebagai kota wisata. Kondisi PT. KSDW yang berada di daerah pegunungan sangat cocok sebagai tempat usaha pertanian hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan bunga). Salah satu buah yang menjadi ciri khas dari Kota Batu adalah Apel tropis. Hamparan kebun Apel di daerah Kota Batu dapat dilihat sampai dengan ketinggian 1500 meter dari permukaan laut Sejarah Perusahaan PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang memiliki nama komersial Kusuma Agrowisata merupakan salah satu bentuk usaha agribisnis yang secara harfiah dapat diartikan sebagai salah satu bentuk objek wisata yang menonjolkan usaha pertanian sebagai ciri khas dan dapat mendukung fungsinya sebagai tempat wisata. Kusuma Agrowisata muncul pertama kali pada tahun 1989 dengan nama PT. Panderman Indera Jaya, kemudian pada tanggal 21 Mei 1990 berganti nama menjadi PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Berdasarkan akta notaris no. 6 Hasil Wawancara dengan Petani Paprika Hidroponik Kota Batu (Mei 2010) 37

53 50, Kusuma Agrowisata berbadan hukum Perseroan Terbatas dengan nama PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya, dengan SIUP: 91-92/13-24/PM/VII/97/P.I di bawah naungan Departemen Perindustrian. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang dimiliki oleh Ir. Edy Antoro, seorang sarjana jurusan Agronomi, Universitas Negeri Jember. Beliau pernah bekerja sebagai karyawan di perkebunan kopi PT Perkebunan XXVI (sekarang PTPN XII di daerah Ijen, Bondowoso) sebelum akhirnya mendirikan PT. KSDW. Edy Antoro mengawali usaha di bidang agrowisata dengan mencoba untuk mengelola kebun apel seluas empat hektar pada tahun Kendala-kendala di bidang pemasaran yang dihadapi Edy Antoro membuatnya mencetuskan ide untuk menciptakan sebuah agrowisata. Saat itu pengunjung hanya dibebani biaya sebesar rupiah per orang untuk dapat memetik sendiri serta memakan buah apel sepuasnya. Apabila pengunjung ingin membawa pulang apel yang telah dipetik harus ditimbang dan dibayar rupiah per kilogram. Menurut keterangan Edy Antoro, dengan harga apel tersebut, dapat diperoleh keuntungan kurang lebih sebesar 600 rupiah per kilogram karena harga apel di pasaran adalah rupiah sementara pengunjung yang membayar rupiah per orang dan makan sepuasnya paling banyak hanya dapat menghabiskan lima buah apel yang setara dengan satu kilogram. Perusahaan mulai membangun cottage sebanyak 16 kamar dan arealnya diperluas menjadi delapan hektar pada tahun 1992, untuk ditanami apel dan selebihnya ditanami jeruk. Pada tanggal 21 Mei 1992, PT. KSDW mulai diresmikan dan mulai dioperasikan sebagai kawasan wisata untuk umum dan fasilitas bagi tamu cottage Kusuma. Pada tahun berikutnya perusahaan menambah kamar cottage menjadi 66 buah dan fasilitas yang lain di antaranya kolam renang, restoran, dan ruang pertemuan. Kemudian pada tahun 1994 jumlah kamar bertambah menjadi 84 buah dan pada tahun 1995 dibangun hotel berlantai tiga sehingga total kamarnya menjadi 152 kamar. Selain itu, fasilitasnya juga bertambah yaitu lobi, tiga buah restoran, delapan ruang pertemuan dan lapangan tenis. Pada tahun 1996, untuk menambah objek wisata agrowisata, dibangun greenhouse untuk tanaman hias dan kebun kopi jenis Arabika Kate yang genjah 38

54 seluas Sembilan hektar. Selanjutnya pada tahun 1997 perusahaan melebarkan usaha ke bidang estate dan travel. Pada periode perusahaan menambah jenis tanaman untuk agrowisata yaitu stroberi dan juga menambah jumlah greenhouse untuk sayur dan tanaman jenis hidroponik lainnya. Seiring dengan perkembangannya, pada tahun yang sama juga dibangun home industry dengan buah apel sebagai bahan utamanya. Tujuan utama didirikannya industri pengolahan ini adalah untuk menutupi tingginya biaya produksi serta mendayagunakan dan mengefisienkan buah apel yang rusak. Produk industri apel ini sudah menjangkau daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, dan Bali. Pada tahun yang sama juga didirikan Klinik Agribisnis sebagai pusat kajian agribisnis untuk memberdayakan khususnya petani Indonesia dan dunia agribisnis di tanah air pada umumnya. Program dari Klinik Agribisnis antara lain mengadakan pelatihan-pelatihan (training), studi banding, seminar, kajian-kajian dan memasyarakatkan agrowisata di masyarakat dengan membuat paket-paket wisata (bekerja sama dengan birobiro perjalanan dan travel). Klinik Agribisnis mulai mengembangkan pertanian organik pada tahun Semua usaha dan aktivitas yang telah dirintis, diwadahi dalam sebuah badan hukum legal yaitu PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang sekarang merupakan holding dari beberapa perusahaan antara lain hotel, estate, travel, dan agrowisata. Total luas arealnya sekarang adalah 60 hektar dengan jumlah karyawan tetap sekitar 400 orang dan total seluruh karyawan termasuk karyawan harian lepas mencapai lebih dari 800 orang Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan PT. KSDW telah menerapkan visi atau suatu pandangan ke depan yang hendak dicapai. Rumusan visi tersebut adalah Mewujudkan perusahaan sebagai objek agrowisata yang bertumpu kepada agribisnis dan pariwisata dengan tetap melestarikan nilai-nilai budaya dan lingkungan hidup. Disamping visi, pernyataan misi yang merupakan deklarasi alasan keberadaan suatu bisnis, yang membedakannya dengan bisnis lain adalah: 1. Menciptakan iklim usaha yang mendukung kepada pemenuhan kebutuhan konsumen dalam bentuk pelayanan, fasilitas, sarana dan prasarana. 39

55 2. Menciptakan produk dan jasa yang inovatif secara kontinyu sesuai dengan perubahan pasar lokal dan pasar global. 3. Mengembangkan dan melestarikan citra produk perkebunan sebagai salah satu diferensiasi dominasi. 4. Menciptakan dan mengembangkan produk-produk industri pengolahan hasil perkebunan sebagai pendukung perolehan pendapatan bagi perusahaan. Tujuan didirikannya PT. KSDW terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus yaitu : 1. Tujuan Umum Tujuan agrowisata adalah menerima devisa Negara dari sektor nonmigas, kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan melalui pemanfaatan yang optimal potensi agrowisata sebagai kunjungan wisatawan agar pembangunan pertanian di masa mendatang sesuai dengan yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1993, dengan demikian tujuan umum PT. KSDW adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani b. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha c. Mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri d. Menunjang perkembangan wilayah 2. Tujuan Khusus a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata b. Menciptakan iklim usaha yang baik pada pengusaha di bidang agro dan pariwisata di dalam menyelenggarakan dan pelayanan wisuda c. Menciptakan pemasaran terpadu d. Mengamankan dan melestarikan citra produk perkebunan sebagai salah satu diversifikasi produk wisata e. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha di kawasan usaha pertanian lainnya berupa akomodasi, pertokoan, souvenir, pemandu dan lain-lain. 40

56 Motto PT. KSDW adalah We Serve Better Than The Other yaitu dengan menganjurkan karyawan tiap divisi untuk bersikap ramah, berpakaian rapi, dan bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi Tenaga kerja yang ada pada agrowisata tidak mengalami banyak perubahan tiap tahunnya. Tenaga kerja sebagian besar berasal dari daerah sekitar Batu dan sebagian kecil berasal dari luar kota Malang. Hal ini karena tidak terlepas dari tujuan PT. KSDW yang ingin menyerap tenaga kerja di sekitar perusahaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sistem perekrutan tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut : 1. Atas dasar kebutuhan tenaga kerja 2. Gethok Tular, yaitu sistem bawaan dari pekerja yang lebih dahulu bekerja di PT. KSDW Hal di atas berlaku bagi pekerja yang ada di dalam kebun pada departemen teknik budidaya. Saat ini telah dilaksanakan pembagian tenaga kerja sebagai berikut : 1. Tenaga kerja harian 2. Tenaga kerja bulanan 3. Tenaga kerja kontrak 4. Tenaga kerja musiman Tenaga kerja harian terdiri dari tenaga kerja harian tetap dan tenaga kerja lepas atau tidak tetap. Tenaga kerja bulanan adalah tenaga kerja yang sudah diangkat menjadi karyawan dan mendapat gaji bulanan. Tenaga kerja kontrak adalah tenaga kerja yang dikontrak untuk pekerjaan tertentu dalam jangka waktu minimal satu tahun. Tenaga kerja musiman adalah tenaga kerja yang dibutuhkan hanya pada waktu tertentu saja, misalnya pemandu wisata. Bentuk organisasi di PT. KSDW adalah garis staf yang telah menempatkan posisi karyawan berdasarkan tugasnya masing-masing. Divisi agrowisata terbagi menjadi enam departemen yang meliputi : 1. Departemen Keuangan, Umum dan Administrasi bertanggung jawab untuk melakukan pencatatan secara administratif dari seluruh kegiatan usaha divisi dan mengambil kesimpulan tentang keuntungan dan kerugian, mengatur dan 41

57 bertanggung jawab atas perencanaan keuangan serta dana yang dibutuhkan bagi kegiatan departemen lain, melakukan pengawasan, dan pencatatan penggunaan harta perusahaan, melakukan pembayaran-pembayaran dari pembelian, pembayaran gaji dan upah karyawan, dan menerima penghasilan yang diperoleh dari penjualan produk. 2. Departemen Penjualan dan Pemasaran bertanggung jawab untuk seluruh kegiatan operasional maupun adminstratif dalam bidang pemasaran, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program produksi agar dapat berjalan sesuai dengan rencana pemasaran yang telah ditetapkan dan melakukan perencanaan terhadap usaha-usaha untuk meningkatkan volume penjualan serta melancarkan kegiatan promosi. 3. Departemen Agroindustri bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan produksi dengan selalu menjaga kualitas produk yang dihasilkan, menjaga kontinuitas produk olahan apel yang akan dipasarkan, dan menetapkan petunjuk serta prosedur kerja bagi karyawan pabrik. 4. Departemen Teknik Budidaya bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan budidaya, baik dalam penyediaan sarana produksi maupun saat panen, dan menjaga agar tanaman yang dibudidayakan selalu tersedia dalam keadaan baik untuk dipetik atau dikonsumsi oleh wisatawan. Terdapat dua departemen budidaya yaitu Departemen Budidaya Tanaman Semusim (BTS) dan Departemen Budidaya Tanaman Tahunan (BTT) 5. Departemen Food Beverage dan Entertainment, mengatur seluruh kegiatan operasional maupun administratif dalam bidang hiburan dan prasarananya, dan melakukan perencanaan terhadap usaha-usaha untuk meningkatkan sarana dan prasarana hiburan di PT. KSDW. 6. Departemen Klinik Agribisnis dan Agrowisata melakukan pengkajian tentang agribisnis dari segala aspeknya. Terdapat empat program utama yang dilaksanakan melalui empat di bidang jasa layanan yaitu (a) Jasa Penelitian dan Pengembangan; (b) Jasa Pendidikan dan Pelatihan; (c) Jasa Layanan Informasi; dan (d) Jasa Layanan Wisata. 42

58 Struktur organisasi PT. KSDW selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan usaha. Saat ini terdapat pemisahan untuk departemen budidaya tanaman semusim dengan tanaman tahunan serta adanya coordinator security. Struktur organisasi divisi agrowisata dapat dilihat pada Gambar 6. OPERATIONAL MANAGER KA. DEPT. BTT KA. DEPT. BTS KA. DEPT PERSONALIA & PUBLIK AREA KA.DEPT. FOOD & BEVERAGE ENGINEERING KA. DEPT. PEMASARAN WISATA & ADVENTURE KA. DEPT. TRADING KA. DEPT. ACCOUNTING ASST. KA. DEPT. PUBLIC AREA ASST. KA. DEPT. FOOD & BEVERAGE Gambar 6. Struktur Organisasi Divisi Agrowisata PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Sumber : Klinik Agribisnis Agrowisata, PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya 2010 Setiap divisi dikepalai oleh seorang general manager dan untuk tiap departemen dikepalai oleh seorang kepala bagian yang bertindak sebagai manajer. Setiap karyawan PT. KSDW baik general manager, kepala bagian maupun staf diberikan job description untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya. General manager bertanggung jawab atas kelancaran kerja divisi yang dipimpin dalam mencapai tujuan perusahaan, yaitu suatu keuntungan yang wajar dengan memberikan rasa puas kepada pengunjung, pemilik serta karyawan sesuai dengan standar dan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan. Seorang kepala bagian bertanggung jawab atas kelancaran operasional kerja pada departemen yang dipimpinnya Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik Penanaman paprika hidroponik di PT. KSDW dimulai sejak tahun Jumlah greenhouse awal yang digunakan sebanyak satu bangunan dengan luas lahan total 200 m 2. Greenhouse tersebut hanya mampu berproduksi dua kali musim tanam. Seiring dengan pengembangan usaha, jumlah greenhouse saat ini yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik sebanyak lima bangunan dengan luas lahan total m 2. 43

59 Masing-masing greenhouse memiliki luas yang berbeda. Greenhouse A memiliki luas 984 m 2. Greenhouse ini telah berproduksi dalam enam kali proses tanam. Greenhouse B memiliki luas 1000 m 2 dan telah berproduksi sebanyak tiga kali proses tanam. Greenhouse C memiliki luas 425 m 2 dan telah berproduksi sebanyak lima kali proses tanam. Greenhouse D1 memiliki luas 406 m 2 sedangkan greenhouse D2 memiliki luas 292 m 2. Kedua greenhouse ini telah berproduksi sebanyak dua kali musim tanam. Sudah setahun ini greenhouse B tidak dapat digunakan karena sedang dilakukan perbaikan sehingga saat ini hanya empat greenhouse yang digunakan untuk membudidayakan paprika hidroponik. Total waktu yang digunakan PT. KSDW untuk melakukan satu proses budidaya paprika hidroponik dari persiapan hingga pembongkaran adalah satu tahun. Proses persiapan dilakukan dalam waktu dua bulan, proses usahatani dilakukan selama sembilan bulan, sedangkan proses pembongkaran dilakukan dalam waktu satu bulan. Waktu penanaman masing-masing greenhouse berbeda, biasanya jarak waktu penanaman antar greenhouse berkisar dua sampai empat bulan. Pemetaan waktu tanam paprika hidroponik dapat dilihat pada Gambar 7. GH Bulan A B C D1 D2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Gambar 7. Waktu Tanam Paprika Hidroponik PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya pada Setiap Greenhouse Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa greenhouse A mulai ditanam sekitar bulan Januari, greenhouse B bulan April, greenhouse C bulan November, greenhouse D1 bulan Agustus, dan greenhouse D2 bulan Juni. Perbedaan waktu tanam ini dilakukan dengan tujuan agar PT. KSDW dapat menjaga kontinuitas hasil produksi paprika hidroponik sehingga dapat selalu memenuhi permintaan pasar. Tanaman paprika mulai berproduksi saat berumur tiga bulan setelah tanam. Melalui keenam greenhouse tersebut, hingga saat ini PT. KSDW telah berproduksi sebanyak 18 kali tanam (Lampiran 1). Paprika yang dihasilkan adalah paprika berwarna hijau, merah, dan kuning. Paprika hijau merupakan paprika 44

60 merah atau kuning yang masih muda, sedangkan buah paprika merah dan kuning merupakan buah matang dari paprika Penggunaan Input Produksi Dalam mengusahakan produk pertanian dibutuhkan sumberdaya yang dapat mendukung terciptanya suatu produk. Sumberdaya yang digunakan saat faktor produksi dikenal dengan sebutan input. Terdapat beberapa input produksi yang digunakan oleh PT. KSDW dalam mengusahakan paprika hidroponik, diantaranya bangunan greenhouse, sistem irigasi, benih, nutrisi, pestisida, media tanam, tenaga kerja, pupuk, wadah tanam, dan input lain yang mendukung proses budidaya paprika hidroponik. Uraian mengenai masing-masing input tersebut dijelaskan pada bagian berikut. A. Bangunan Greenhouse Rumah plastik atau yang lebih dikenal dengan nama greenhouse diperlukan bila mengusahakan tanaman paprika secara komersial. Greenhouse yang dimiliki PT. KSDW terdiri dari dua jenis, yaitu greenhouse penyemaian dan pembibitan serta greenhouse budidaya. Kedua jenis greenhouse ini harus dibedakan karena tanaman muda atau bibit hasil penyemaian rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan atau serangan hama dan penyakit. PT. KSDW memiliki lima bangunan greenhouse yang digunakan untuk membudidayakan paprika hidroponik dan satu greenhouse untuk penyemaian dengan luas delapan meter persegi. Bangunan greenhouse budidaya di PT. KSDW dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Bentuk Bangunan Greenhouse Budidaya Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya 45

61 Gambar 9 memperlihatkan bahwa greenhouse budidaya dibuat permanen dengan tiang besi sebagai penyangga sehingga dapat digunakan berulang kali serta lebih lama umur teknisnya dibandingkan dengan kerangka jenis kayu dan bambu. Atap greenhouse dibuat dari plastik transparan atau yang dapat menghalangi cahaya masuk secara langsung sehingga jumlah sinar yang masuk dapat dikurangi serta kain kassa dengan kerapatan satu millimeter sebagai penutup samping agar udara dapat tetap masuk kedalam greenhouse. Bagian dalam greenhouse memerlukan lantai yang steril sehingga lantai disemen dan dibuat juga saluran kecil untuk mengalirkan air sisa irigasi yang menetes agar tidak terjadi genangan di lantai. Biaya usahatani yang dikeluarkan PT. KSDW untuk membangun greenhouse termasuk ke dalam biaya tetap. Pembangunan greenhouse budidaya membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 per meter persegi. Biaya ini sudah mencakup biaya pembangunan, biaya alat irigasi berupa pipa penyalur dan alat emiter, biaya pembuatan tendon atau tangki penampung nutrisi, biaya besi penyangga, serta biaya plastik UV dan kassa. Greenhouse penyemaian biaya pembuatannya lebih rendah yaitu senilai Rp ,00 per meter persegi. Hal ini disebabkan di dalam greenhouse penyemaian tidak dilengkapi alat irigasi dan dibuat lebih sederhana. Umur teknis greenhouse budidaya adalah 25 tahun, sedangkan greenhouse penyemaian yang lebih sederhana memiliki umur teknis lima tahun. B. Sistem Irigasi atau Penyiraman Pemberian air ke tanaman dapat dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat yang dikenal dengan sistem irigasi tetes (drip irrigation). Pemberian air secara manual biasanya dilakukan saat tanaman berada di greenhouse penyemaian dan pembibitan dengan menggunakan handsprayer. Sistem irigasi tetes terdiri atas pompa penarik air dari dalam tanah, pompa distribusi larutan hara, pompa pengaduk, tangki penampung larutan hara, filter atau penyaring, pipa penyalur, stik emiter, dan pengatur waktu. Beberapa perangkat alat irigasi yang digunakan PT. KSDW dapat dilihat pada Gambar

62 a b c d Gambar 10. Pompa dan pipa irigasi (a), tangki penampung nutrisi (b), pipa penyalur dan stik emiter (c), pengatur waktu (d) Gambar 10 menunjukkan beberapa alat penting pada sistem irigasi budidaya paprika hidroponik dalam greenhouse yang digunakan PT. KSDW. Pompa irigasi berfungsi mulai dari menarik sumber air dari dalam tanah, lalu ditampung dalam tangki penampung nutrisi yang berkapasitas 8000 liter. Air dalam tangki tersebut kemudian dicampurkan dengan larutan nutrisi dan diaduk dengan pompa pengaduk. Selanjutnya, larutan nutrisi tersebut didistribusikan ke tanaman melalui pipa-pipa penyalur dan stik emiter yang ditancapkan di masingmasing polybag penanaman. Pemberian nutrisi pada tanaman paprika telah diatur waktunya oleh timer sehingga saat waktunya tiba, pompa irigasi akan secara otomatis berfungsi dan menyalurkan nutrisi kepada tanaman paprika. Biaya yang dikeluarkan untuk sistem irigasi termasuk ke dalam biaya tetap yaitu untuk pembelian pompa irigasi senilai Rp ,00. Umur teknis dari penggunaan pompa irigasi yang dimiliki PT. KSDW adalah 10 tahun. C. Benih Pemilihan varietas baik mengenai warna dan bobot per buahnya perlu diperhatikan karena erat kaitannya dengan permintaan pasar. Varietas benih paprika merah yang digunakan PT. KSDW adalah Athena yang merupakan benih hibrida F1, sedangkan benih paprika kuning yang digunakan adalah Sunny. Hal ini disebabkan bobot dan bentuk buah dari kedua varietas ini lebih disenangi. Varietas Athena dan Sunny dapat menghasilkan buah paprika dengan bobot kurang lebih 200 gram per buah. Bentuk yang dihasilkan adalah blok, yaitu buah paprika yang agak bulat dan melebar ke samping (tidak terlalu lonjong), dapat dilihat pada Gambar

63 Gambar 11. Bentuk Paprika yang Dihasilkan PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT. KSDW memperoleh benih di distributor dan toko pertanian Kota Batu. Biaya untuk membeli benih adalah Rp 1.500,00 per biji benih untuk jenis Athena dan Rp 1.800,00 per biji benih untuk jenis Sunny. Biaya yang dikeluarkan untuk benih tergantung jumlah tanaman yang akan direncanakan tanam. Jumlah penggunaan benih adalah 10 persen lebih banyak dari rencana jumlah tanaman yang akan ditanam. Sebelum digunakan, benih direndam dalam air hangat selama 24 jam atau dalam air fungisida selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar PT. KSDW dapat menyeleksi benih sebelum pindah ke media penanaman. Kebutuhan benih PT. KSDW dipenuhi dengan membeli dari salah satu pemasok bahan baku pertanian hidroponik yaitu PT. JORO. D. Nutrisi dan Pupuk Pemberian nutrisi pada budidaya paprika secara hidroponik mempunyai peranan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak tersedia formulasi nutrisi untuk bertanam paprika secara hidroponik. Masingmasing susunan mempunyai susunan dan aplikasi yang berbeda sesuai dengan keadaan, ekonomi, dan daerah pertanaman. Kebutuhan nutrisi bagi tanaman akan dipenuhi dengan baik apabila zat-zat hara sebagai nutrisi tanaman selalu tersedia dipermukaan akar pada kondisi siap serap dan komposisi yang tepat. Ketersediaan unsur hara dipengaruhi oleh dua hal yaitu jumlah unsur hara yang cukup dan kepekatan yang tepat. Jumlah unsur hara yang cukup artinya setiap unsur yang dibutuhkan oleh tanaman terpenuhi dan tersedia, sedangkan kepekatan yang tepat berhubungan dengan konsentrasi larutan yang akan diserap tanaman. 48

64 Pupuk atau nutrisi untuk tanaman paprika sudah tersedia di pasaran dalam bentuk siap pakai yang terdiri atas dua campuran yaitu pupuk A dan B, disebut dengan AB Mix. Pupuk A mengandung unsur Kalsium (Ca) sehingga dalam keadaan pekat tidak boleh dicampur dengan Sulfat dan Fosfat yang terdapat dalam pupuk B. Pupuk A dan B yang tercampur dalam keadaan pekat akan mengalami proses pengendapan sehingga unsur-unsur tidak dapat diserap oleh tanaman. PT. KSDW menggunakan nutrisi yang di produksi oleh PT. JORO yang diperoleh dari distributor di daerah Purwakarta. Paket pupuk A dan B yang terpisah masing-masing dilarutkan dalam 90 liter air dan dimpan dalam drum besar sebagai larutan pekat. Selanjutnya untuk mendapatkan larutan pupuk yang lebih encer dan siap siram, dari masing-masing larutan pekat tersebut diambil 5 liter dan diencerkan dengan 990 liter air. Satu set pupuk dapat diencerkan menjadi kurang lebih liter larutan nutrisi siap siram. Biaya yang dikeluarkan telah dikonversi oleh pihak PT. KSDW menjadi biaya larutan nutrisi encer per satu liter yaitu sebesar Rp 35,00. Pemberian larutan nutrisi pada tanaman paprika di PT. KSDW dilakukan sebanyak empat kali sehari dengan rata-rata pemberian adalah sebanyak satu hingga 1,2 liter per hari per polybag. Selain nutrisi, PT. KSDW menggunakan pupuk daun Gandasil untuk menyuburkan daun. Jumlah daun yang cukup dengan pertumbuhan daun yang baik akan berpengaruh baik pula pada pertumbuhan tanaman paprika. Jumlah daun yang cukup menyebabkan penguapan meningkat sehingga penyerapan unsur hara oleh tanaman optimal. Biaya yang dikeluarkan PT. KSDW untuk membeli pupuk daun adalah senilai Rp 2.400,00 per kilogram. E. Pestisida Seperti halnya tanaman lain, paprika membutuhkan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit. Jenis pestisida yang digunakan adalah Folicur dan Imidacloprit. Jumlah dan waktu pemberian pestisida yang digunakan dalam satu musim tanam disesuaikan dengan jumlah hama dan penyakit yang menyerang. Biasanya PT. KSDW melakukan penyemprotan pestisida sebanyak satu kali seminggu dengan dosis ml pestisida per minggu dimana setiap 0,75-1 ml pestisida dicampur dengan satu liter air. Biaya yang dikeluarkan PT. KSDW untuk pembelian pestisida adalah Rp ,00 per kilogram untuk 49

65 Folicur dan Rp ,00 per liter untuk Imidacloprit. PT. KSDW memperoleh pestisida dari toko pertanian di wilayah Kota Batu dan sekitarnya. F. Media Tanam Media yang digunakan PT. KSDW dalam budidaya paprika hidroponik adalah media sekam yang sudah disterilisasi melalui proses pembakaran atau biasa juga disebut arang sekam. Saat penyemaian, media yang digunakan hanya arang sekam, sedangkan saat penanaman media yang digunakan adalah campuran arang sekam dan kompos dengan perbandingan 3 : 1. Tujuan pencampuran arang sekam dengan kompos adalah untuk menjaga kelembaban, mengikat air, dan menambah unsur-unsur makro dan mikro sehingga proses pertumbuhan lebih cepat dan akar tanaman lebih kuat. PT. KSDW tidak menghasilkan sendiri media tanam melainkan memperolehnya dari distributor di wilayah Pasuruan. Biaya yang dikeluarkan telah dikonversi oleh pihak PT. KSDW menjadi biaya media tanam campuran dan dinilai sebesar Rp 3.600,00 per polybag. G. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik di PT. KSDW berasal dari luar keluarga pemilik dan merupakan tenaga kerja harian tetap dan lepas. Tenaga kerja harian tetap merupakan pegawai PT. KSDW yang bertindak sebagai pengawas dan penanggung jawab budidaya komoditas paprika hidroponik. Terdapat satu orang pengawas khusus yang menangani paprika hidroponik. Gaji untuk pengawas sebesar Rp ,00 per orang per bulan dengan tambahan natura berupa makan siang sebesar ,00 per orang per bulan sehingga total biaya tenaga kerja pengawas adalah Rp ,00 per orang per bulan. Tenaga pengawas dalam analisis usahatani dihitung untuk satu periode tanam yaitu selama satu tahun atau 12 bulan kerja. Tenaga kerja harian lepas merupakan tenaga kerja yang bekerja enam jam sehari. Upah yang berlaku adalah sebesar Rp ,00 per tenaga kerja pria per hari. PT. KSDW memiliki 2-3 orang tenaga kerja dalam setiap greenhouse yang keseluruhannya adalah pria, sehingga tenaga kerja dinilai dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP). Tenaga kerja harian lepas digunakan untuk seluruh kegiatan budidaya paprika hidroponik dari persiapan tanam hingga pembongkaran. Jumlah 50

66 tenaga kerja yang digunakan dalam setiap kegiatan berbeda, tergantung luasan greenhouse dan input produksi yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Musim Tanam, Tahun 2009 No Kegiatan Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp) 1 Sterilisasi GH 2 HKP , ,00 2 Penyemaian 12 HKP , ,00 3 Pembibitan 12 HKP , ,00 4 Pengisian media ke polybag 24 HKP , ,00 5 Penanaman 12 HKP , ,00 6 Pelilitan 12 HKP , ,00 7 Pemeliharaan 657 HKP , ,00 8 Pemeriksaan HPT 18 HKP , ,00 9 Pembongkaran 24 HKP , ,00 10 Pengawas 12 HKP , ,00 Total Biaya Tenaga Kerja ,00 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja paling banyak dialokasikan untuk kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyemprotan pestisida, dan pemupukan, pembentukan batang dan cabang produksi, pelilitan, serta pewiwilan. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan selama kegiatan usahatani berlangsung sedangkan kegiatan pemeriksaan HPT dilakukan satu kali seminggu oleh tenaga ahli. Kebutuhan tenaga kerja yang besar selanjutnya adalah pada kegiatan pengisian media kedalam polybag, hal ini disebabkan tenaga kerja melakukannya dengan cara manual atau menggunakan tangan tanpa bantuan alat. H. Wadah Wadah yang digunakan PT. KSDW dalam membudidayakan paprika hidroponik ada tiga jenis, yaitu wadah penyemaian, wadah pembibitan (polybag kecil), dan wadah penanaman. Wadah penyemaian dapat berupa baki penyemaian dari plastik (tray) yang berukuran 24x30 cm dan tinggi 5 cm. Wadah pembibitan menggunakan polybag berdiameter 7-10 cm dan tinggi 6-7 cm sedangkan saat penanaman digunakan wadah polybag berukuran 20x30 cm. 51

67 Polybag yang akan digunakan baik untuk penyemaian, pembibitan dan penanaman diberi lubang sebanyak 5-10 lubang per polybag. Fungsi pelubangan ini adalah agar air yang diberikan tidak tergenang dan akar tidak terapung saat dialiri larutan nutrisi serta mencegah pembusukan akar. Jumlah lubang juga tidak boleh terlalu banyak agar kelembaban tetap terjaga dan porositas air tidak terlalu besar, karena semakin banyak lubang, maka porositas air bertambah besar serta sirkulasi udara dan penguapan juga besar. Hal ini mempengaruhi tanaman karena larutan nutrisi akan banyak terbuang dan akar tanaman dapat menjalar keluar. Polybag tanam dapat digunakan hingga tiga kali sehingga untuk pemakaian kedua dan seterusnya polybag harus disterilkan dengan cara dicuci dan disemprot menggunakan air mengalir, setelah itu direndam larutan fungisida dalam bak dan dibilas sampai bersih. PT. KSDW memperoleh wadah berupa tray, polybag besar dan kecil dari distributor dan toko pertanian di daerah Malang dan sekitarnya. Harga tray, polybag kecil dan polybag besar per satu unit secara berturut-turut adalah sebesar Rp ,00, Rp 96,00, dan Rp 520,00. I. Input Lain Input produksi lain digunakan untuk mendukung kelangsungan proses produksi paprika hidroponik. Input lain tersebut meliputi power sprayer, sprayer gendong, termometer, drum besar, batu bata, kawat lilit, timbangan elektrik, silet, benang kasur, bensin, handsprayer, sikat lantai, dan sabut colek. Power sprayer, sprayer gendong, dan handsprayer digunakan untuk menyemprot pestisida. Drum besar berkapasitas 200 liter digunakan untuk menyimpan nutrisi dan mencuci polybag sedangkan batu bata digunakan untuk alas polybag agar tidak langsung menyentuh lantai, satu polybag menggunakan dua batu bata. Kawat lilit digunakan sebagai penyangga batang bawah tanaman dan penghubung benang kasur sebagai penyangga batang tanaman agar tanaman tidak tumbuh rebah. Silet digunakan untuk kegiatan pewiwilan, sedangkan bensin digunakan sebagai bahan bakar power sprayer untuk penyemprotan pestisida yang dilakukan seminggu sekali. 52

68 Proses Budidaya Pembudidayaan paprika hidroponik dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, penyemaian dan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, serta pengendalian hama dan penyakit. Tahap persiapan dilakukan untuk mengetahui sarana produksi penting apa saja yang harus dipersiapkan sebelum kegiatan budidaya dimulai serta untuk mengetahui apakah sarana produksi yang akan digunakan dapat berfungsi dengan baik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam menanam secara hidroponik yaitu bangunan greenhouse, sistem irigasi, media tanam, wadah, dan nutrisi. Tahap kedua adalah penyemaian dan pembenihan. Penyemaian dan pembibitan paprika dilakukan di dalam greenhouse yang berbeda dengan greenhouse penanaman. Saat penyemaian, satu per satu benih dimasukkan ke dalam lubang wadah semai atau tray berisi media arang sekam untuk kemudian disimpan dalam tempat gelap dan lembab selama 7-12 hari. Setelah itu tray dipindahkan ke tempat terang selama dua hingga tiga hari agar bibit beradaptasi dengan lingkungan dan kemudian bibit dapat dipindahkan dalam polybag kecil berisi arang sekam yang telah diberi larutan nutrisi. Tahap selanjutnya adalah penanaman. Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan persiapan seperti pencampuran media tanam, sterilisasi greenhouse, serta sterilisasi alat irigasi. Bibit dapat dipindahkan ke media tanam setelah berumur hari sejak benih disemaikan. Bibit yang dapat ditanam adalah bibit yang memenuhi syarat tanam yaitu bibit yang pertumbuhannya baik serta tidak terserang hama dan penyakit. Polybag penanaman berisi media tanam berupa arang sekam dan kompos dengan perbandingan 3 : 1. Jumlah tanaman dalam satu polybag penanaman dapat diisi hingga dua bibit. Pemindahan bibit dilakukan dengan hati-hati agar akar tidak patah. Setelah selesai ditanam, stik emiter untuk irigasi ditancapkan di dekat batang tanaman. Tanaman paprika dapat mulai berproduksi saat berumur tiga bulan setelah tanam. Salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang baik selama masa pertumbuhan akan menghasilkan produk yang maksimal dan kualitas buah yang baik. Pemeliharaan pada budidaya paprika secara hidroponik meliputi 53

69 penyiraman dan pemupukan, pembentukan batang produksi, pemasangan penyangga dan pelilitan, pewiwilan, serta pengendalian hama dan penyakit. 1. Penyiraman, pemupukan, dan penyemprotan Penyiraman dan pemberian pupuk atau larutan nutrisi merupakan aspek paling penting dalam menanam paprika secara hidroponik. Hal ini disebabkan tidak ada penunjang air dan makanan lainnya dalam media yang digunakan. Pupuk dan air diberikan secara bersamaan dalam bentuk larutan nutrisi. Teknik penyiraman yang digunakan PT. KSDW adalah teknik irigasi tetes (drip irrigation). Penggunaan alat ini dapat mempermudah penyiraman, menghemat tenaga dan waktu, serta lebih akurat dalam pengukuran larutan nutrisi yang diberikan. Pemberian larutan nutrisi biasanya dilakukan empat kali dalam sehari. Banyaknya larutan nutrisi yang diberikan tergantung umur tanaman dan fase partumbuhan. Fase tanaman muda membutuhkan kira-kira 100 ml per tanaman setiap pemberian. Fase tanaman yang mulai berbunga membutuhkan kurang lebih 150 ml per tanaman setipa pemberian, sedangkan pada tanaman yang telah memasuki fase berbuah membutuhkan ml per tanaman setiap pemberian. Tanaman yang menjelang akan dibongkar kembali jumlah air yang dibutuhkan hanya 100 ml per tanaman setiap pemberian. Selain nutrisi, PT. KSDW juga memberikan pupuk daun pada tanaman setiap dua minggu sekali. 2. Pemilihan dan pembentukan batang produksi Tanaman paprika membentuk cabang ketika berumur sekitar tiga sampai empat minggu setelah tanam. Tidak semua cabang dibiarkan tumbuh dan berkembang tetapi ditetapkan hanya dua atau tiga cabang utama yang dipelihara dalam satu tanaman. Cabang yang dipilih adalah cabang yang paling kokoh, kuat, dan membentuk sudut paling lebar. Pemilihan cabang dimaksudkan agar pertumbuhan dan produksi tanaman maksimal sehingga buahnya bermutu baik dan jumlahnya cukup banyak. Setelah mempunyai cabang utama, masing-masing cabang diikat dan dililitkan pada tali penopang secara terpisah. 54

70 3. Pemasangan penyangga dan pelilitan Tanaman paprika dapat terus tumbuh hingga empat meter sehingga diperlukan penyangga agar tanaman dapat berdiri tegak. Penyangga yang digunakan adalah benang kasur yang diikatkan pada bentangan kawat di langit-langit greenhouse dan pada kawat dekat percabangan batang utama. Secara periodik ikatan tali harus dipindahkan karena batang tanaman terus tumbuh besar. Selanjutnya tanaman paprika dililitkan pada tali penyangga tersebut secara rutin. Pelilitan harus dilakukan dengan hati-hati agar pucuk dan batangnya tidak patah atau rusak. Tali dipasang tidak terlalu kencang agar tidak melukai batang dan juga tidak terlalu longgar karena dapat mengakibatkan tanaman sedikit rebah. 4. Pewiwilan Pewiwilan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemangkasan tunas air dan cabang yang tidak dipelihara, pembuangan mahkota bunga, dan penjarangan buah. Pewiwilan dimaksudkan agar energi yang dihasilkan oleh tanaman tidak digunakan untuk pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. Pengerjaan semua kegiatan pewiwilan dilakukan secara bersamaan di masingmasing tanaman. Saat pemangkasan tunas air yang perlu diperhatikan adalah jumlah daun di setiap ruasnya. Jumlah daun yang sebaiknya dipelihara adalah dua atau tiga daun di setiap ruas tanaman paprika agar buah yang dihasilkan lebih optimal. Mahkota bunga merupakan salah satu tempat persembunyian thrips, oleh karena itu sisa mahkota bunga pada buah yang telah terbentuk harus segera dibuang. Hal yang sama dilakukan juga pada bunga yang telah layu. Buah merupakan bagian tanaman yang paling banyak menyimpan hasil fotosintesis, oleh karena itu jika jumlah buah terlalu banyak, bagian tanaman yang lain seperti daun dan batang menjadi kekurangan hasil fotosintesis sehingga pucuk tanaman menjadi kurus, pertumbuhan lambat, ukuran buah kecil-kecil dan bunga gugur. Buah yang berdempetan juga merupakan salah satu tempat lain thrips bersembunyi. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan penjarangan buah. Buah yang berada di bagian bawah dekat dengan percabangan utama tidak dipelihara agar pertumbuhan 55

71 batang dapat optimal. Buah yang berdempetan dibuang salah satunya, dipilih buah yang paling sehat, mulus, dan dapat tumbuh dengan baik. Proses terakhir dalam budidaya adalah tahap pengendalian hama dan penyakit tanaman. Tanaman paprika yang dibudidayakan dalam greenhouse tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit namun jenisnya lebih sedikit daripada hama dan penyakit yang meyerang tanaman paprika yang ditanam di tanah. Hama dan penyakit ini harus dikendalikan agar tidak menurunkan produksi atau menggagalkan panen. Hama yang menyerang tanaman paprika di PT. KSDW adalah thrip, sedangkan penyakitnya adalah busuk akar dan batang yang disebabkan oleh jamur, serta penyakit fisiologis seperti defisiensi unsur kalsium. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman paprika akan berpengaruh pada hasil hasil yang diperoleh. Pengaruh yang ditimbulkan yaitu dapat mengurangi jumlah produksi dan menurunkan kualitas dari buah yang dihasilkan. Oleh karena itu, hama dan penyakit merupakan salah satu risiko produksi yang harus ditanggulangi. Penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit dilakukan PT. KSDW adalah dengan cara menyemprotkan pestisida setiap satu minggu sekali, pengecekan hama dan penyakit sejak dini serta memusnahkan tanaman yang sudah terdeteksi berpotensi akan mati karena penyakit Panen dan Pascapanen Tanaman paprika mulai dapat dipanen saat usia tiga bulan setelah tanam dan dapat dipanen hingga usia 9 bulan. Buah paprika hijau merupakan jenis paprika merah atau kuning yang belum berubah warna (buah muda). Selain disengaja, paprika hijau yang dipanen oleh PT. KSDW biasanya juga merupakan hasil dari penjarangan buah. Paprika matang yang siap panen adalah paprika yang tingkat kekerasan dan ukurannya sudah cukup. Pemanenan paprika matang atau berwarna kuning dan merah dilakukan PT. KSDW ketika presentase warnanya mencapai persen. Hal ini bertujuan agar paprika memiliki daya tahan yang lama dan sesuai dengan jarak atau waktu yang dibutuhkan untuk pemasaran. Pemanenan yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat wiwil yang terbuat dari silet.pemotongan tangkai buah dilakukan dengan hati-hati agar tangkai buah tidak cacat, karena hal itu akan menurunkan kualitas buah. 56

72 Kegiatan yang dilakukan pascapanen adalah kegiatan sortasi dan pembungkusan buah dengan plastic wrap atau sterofoam, sesuai dengan permintaan konsumen. Selain dijual di gerai oleh-oleh di dalam wilayah PT. KSDW, paprika hidroponik juga dipasarkan ke restoran dan swalayan di wilayah Malang, Surabaya, dan Bali Analisis Usaha Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari keuntungan maksimal yang diperoleh petani dalam mengusahakan lahannya dengan mengombinasikan faktorfaktor produksi yang digunakan. Salah satu ukuran dalam kegiatan usaha paprika hidroponik ini adalah analisis pendapatan. Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan penting yaitu untuk melihat keadaan usaha paprika yang sekarang sedang berlangsung dan untuk menggambarkan keadaan usaha paprika yang akan datang. Dalam hal ini, analisis pendapatan menunjukkan struktur biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh PT. KSDW dari usahatani paprika hidroponik. Perhitungan usahatani paprika hidroponik dalam penelitian ini dikonversi menjadi luasan greenhouse per 1000 m 2 dengan jumlah 5000 pohon paprika. Masing-masing polybag terdiri dari dua pohon sehingga terdapat 2500 polybag yang ditanam dengan jarak tanam rata-rata yaitu sebesar 0,4 x 1 m. Alasan pengambilan luasan tersebut karena luasan tersebut merupakan luasan greenhouse terbesar yang dimiliki PT. KSDW. Selain itu juga memudahkan dalam perhitungan, memperkecil bias yang terjadi dalam perhitungan, serta memudahkan dalam menganalisis usahataninya. Perhitungan analisis pendapatan dilakukan selama satu periode tanam mulai dari persiapan tanam hingga pembongkaran kembali yaitu selama satu tahun. A. Penerimaan Komponen penerimaan pada usahatani paprika hidroponik di PT. KSDW diperoleh dari total produksi yang dihasilkan selama satu periode tanam dikalikan dengan harga rata-rata yang diterima dari semua kualitas dan warna yang dihasilkan saat penelitian berlangsung yaitu sebesar Rp ,00 per kilogram. Produktivitas yang dihasilkan per tanaman sebesar tiga kilogram dengan jumlah 5000 tanaman dalam luasan greenhouse 1000 m 2. Berdasarkan uraian tersebut 57

73 maka total produksi yang dihasilkan per 1000 m 2 untuk satu periode tanam sebanyak kg sehingga total penerimaan yang diperoleh adalah senilai Rp ,00. B. Biaya-Biaya Produksi Biaya-biaya yang dikeluarkan PT. KSDW untuk usahatani paprika hidroponik selama satu periode tanam dibedakan kedalam dua komponen biaya. Kedua biaya tersebut adalah biaya variabel dan biaya tetap. Biaya yang termasuk ke dalam biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya pembelian sarana produksi yang habis sekali pakai meliputi media tanam, benih, nutrisi, pupuk, pestisida, tenaga kerja, benang kasur, handsprayer, bensin, dan silet, sedangkan biaya tetap mencakup biaya penyusutan yang dikeluarkan untuk greenhouse, alat irigasi, polybag, sprayer, thermometer, drum, batu bata, dan kawat. Rincian biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rincian Biaya Variabel pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2009 No Keterangan Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp) 1 Media tanam 3000 polybag Benih a. Merah 4950 biji b. Kuning 550 biji Nutrisi liter Pupuk daun 210 kg Pestisida a. Fungisida (Folicur) 35 kg b. Insektisida (Imidacloprit) 20 liter Benang kasur 15 gulung Bensin 2 liter Silet 4 pak Handsprayer 1 unit Sikat lantai 5 unit Sabun colek 5 pak Tenaga Kerja (HKP) Biaya tak terduga (10%) Total Biaya Variabel

74 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat jumlah penggunaan dan biaya yang dikeluarkan PT. KSDW untuk membeli input variabel. Media tanam yang digunakan adalah sebanyak polybag besar dengan rincian sebanyak 2500 untuk penanaman dan sisanya digunakan untuk media pembibitan, sehingga jumlah biaya untuk media tanam adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 11,95 persen dari total biaya variabel. Benih yang dibutuhkan untuk menanam 5000 pohon paprika adalah sebanyak 5500 biji benih dengan rincian sebanyak 4950 biji benih paprika merah dan sisanya paprika kuning, sehingga biaya yang digunakan untuk benih adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 9,31 persen dari total biaya variabel. Tabel 5 juga menjelaskan biaya nutrisi yang dikeluarkan PT. KSDW adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 31,38 persen dari total biaya variabel dengan rincian pemberian sebanyak 1,2 liter larutan encer per hari dikali 270 hari pemberian selama satu musim tanam dikali 2500 polybag. Pupuk daun yang digunakan dalam satu musim tanam adalah sebanyak 210 kg sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pupuk daun adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 0,56 persen dari total biaya variabel. Jumlah penggunaan pestisida untuk jenis Folicur adalah sebanyak 35 kg, sedangkan jenis Imidacloprit digunakan sebanyak 20 liter. Biaya total yang digunakan untuk pestisida adalah sebesar Rp atau sebesar 4,26 persen dari total biaya variabel. Biaya total input lain seperti benang kasur, bensin, silet, handsprayer, sikat lantai, dan sabun colek adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 0,63 persen dari total biaya variabel, sedangkan alokasi biaya untuk upah tenaga kerja adalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 32,81 persen dari total biaya variabel. Biaya tak terduga digunakan perusahaan untuk biaya tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan seperti untuk perbaikan greenhouse dan alat irigasi. Biaya yang dikeluarkan selain biaya variabel dalam proses budidaya paprika hidroponik adalah biaya tetap. Komponen biaya tetap tersebut antara lain biaya penyusutan greenhouse penanaman dan penyemaian, penyusutan sarana irigasi, dan penyusutan peralatan pendukung, dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai penyusutan dihitung dengan membagi nilai pembelian (jumlah unit dikali harga beli per unit) dengan umur ekonomis dari peralatan tersebut. Bangunan 59

75 greenhouse yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu greenhouse budidaya dan greenhouse penyemaian. Biaya pembangunan greenhouse budidaya sudah mencakup biaya pembangunan, biaya alat irigasi berupa pipa dan alat emiter, biaya pembuatan tendon atau tangki penampung nutrisi, biaya besi penyangga, serta biaya plastik UV dan kassa dengan umur ekonomis greenhouse selama 25 tahun. Tabel 6. Rincian Biaya Tetap pada Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2009 No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Biaya Penyusutan (Rp) 1 Greenhouse 1000 (beserta alat m 2 irigasi) Greenhouse Penyemaian 8 m Sprayer gendong Termometer Drum Besar (200 lt) Tray pembibitan Batu bata Polybag penanaman Kawat lilit Power sprayer Polybag pembibitan Pompa irigasi Timbangan elektrik Total Biaya Tetap Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat peralatan apa saja yang digunakan untuk mendukung proses budidaya paprika hidroponik. Alokasi biaya terbesar digunakan untuk pembangunan greenhouse budidaya yaitu sebesar Rp ,00 dengan biaya penyusutan sebesar Rp ,00 atau sebesar 62,57 persen dari total biaya tetap. Total biaya tetap yang harus dikeluarkan PT. KSDW adalah 60

76 sebesar Rp ,00 yang merupakan nilai penyusutan dari total harga sebesar Rp ,00. C. Analisis Pendapatan Analisis pendapatan usaha paprika hidroponik menunjukkan struktur biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usaha paprika hidroponik di PT. KSDW. Perhitungan analisis pendapatan dilakukan selama satu periode tanam mulai dari persiapan tanam hingga pembongkaran kembali yaitu selama satu tahun untuk luasan 1000 m 2. Pendapatan usaha paprika hidroponik merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Struktur biaya dan penerimaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2009 No. Keterangan Satuan Nilai 1 Total Penerimaan Rp Total Biaya Variabel Rp Total Biaya Tetap (penyusutan alat) Rp Jumlah Total Biaya (2 + 3) Rp Pendapatan atas Biaya Total (1-4) Rp R/C atas Biaya Total (1/4) 1,75 Tabel 7 menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh PT. KSDW dari usaha paprika hidroponiknya adalah sebesar Rp ,00. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha paprika hidroponik yang dijalankan PT. KSDW menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa setiap seribu rupiah biaya total yang dikeluarkan pada usahatani paprika hidroponik, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.750,00. Berdasarkan nilai R/C rasio yang lebih dari satu tersebut, maka usaha paprika hidroponik di PT. KSDW efisien untuk dilakukan. 61

77 VI. PENGARUH RISIKO PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK 6.1. Penilaian Risiko Produksi Setiap kegiatan budidaya pertanian pasti dihadapkan pada masalah risiko. Salah satu indikasinya adalah terjadi variasi atau fluktuasi dari produksi yang diperoleh perusahaan. Risiko produksi yang terjadi akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi. Penilaian risiko produksi yang dilakukan pada usaha paprika hidroponik merupakan penilaian terhadap kegiatan spesialisasi yang dilihat berdasarkan produktivitas. Produktivitas didapat berdasarkan rasio antara produksi total paprika (hijau, merah, dan kuning) dengan luas lahan yang digunakan. Pengukuran peluang pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi kejadian yang dibagi dengan total kegiatan produksi selama kegiatan budidaya berlangsung. PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya (PT. KSDW) telah melakukan 18 kali tanam paprika hidroponik dari lima greenhouse dan selama itu PT. KSDW memperoleh hasil yang berbeda-beda. Adanya fluktuasi pada produktivitas mengindikasikan bahwa perusahaan menghadapi risiko pada kegiatan produksi. Risiko yang terjadi di PT. KSDW dalam membudidayakan paprika hidroponik disebabkan oleh kondisi alam yang tidak pasti, hama penyakit yang sulit diprediksi, serta tenaga kerja yang kurang terampil. Produktivitas yang diperoleh merupakan produktivitas dari total hasil produksi paprika. Total produksi merupakan penggabungan hasil produksi paprika merah. paprika hijau. dan paprika kuning di masing-masing greenhouse selama satu musim tanam. Untuk memudahkan perhitungan, luasan greenhouse pada data produksi (Lampiran 1) dikonversi menjadi 1000 m 2 untuk mencari nilai produktivitas. Nilai produktivitas dari usahatani paprika hidroponik pada masing-masing greenhouse di PT. KSDW dapat dilihat pada Tabel 8. 62

78 Tabel 8. Produktivitas Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2002 hingga 2010 Produktivitas (kg/1000 m 2 ) Tanam ke- Greenhouse A Greenhouse B Greenhouse C Greenhouse D1 Greenhouse D , , , , , , , , , , , , , , , , , , Tabel 8 menunjukkan bahwa masing-masing periode tanam memiliki produktivitas yang berbeda-beda sehingga produktivitas yang dihasilkan oleh PT. KSDW dalam membudidayakan paprika nilainya berfluktuasi. Produktivitas tertinggi adalah sebesar kg per 1000 m 2 yang terjadi pada greenhouse B, sedangkan terendah adalah sebesar 8.621,95 kg per 1000 m 2 yang terjadi pada greenhouse A. Berdasarkan hasil wawancara, pihak Divisi Budidaya Tanaman Semusim PT. KSDW menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan produktivitas paprika hidroponik tertinggi, yaitu : 1. Kondisi cuaca dan iklim yang baik sehingga suhu dan tingkat kelembaban cocok untuk usaha budidaya paprika. 2. Jumlah hama dan penyakit sedikit yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang baik. 3. Nutrisi yang diberikan kepada tanaman cukup. 4. Benih yang digunakan merupakan benih yang berkualitas. 5. Bibit yang digunakan adalah bibit yang telah diseleksi dan memenuhi syarat untuk pindah tanam. 6. Media tanam yang digunakan dicampur dengan kompos sehingga tanaman tumbuh lebih subur. 7. Perlakuan pindah tanam dan pemeliharaan dilakukan dengan baik. Kondisi produktivitas terendah juga pernah dialami PT. KSDW, dan faktor-faktor penyebabnya adalah sebagai berikut : 1. Kondisi dan iklim yang kurang baik. 63

79 2. Jumlah hama dan penyakit yang menyerang banyak karena kondisi cuaca dan iklim yang kurang baik. 3. Nutrisi yang diberikan kepada tanaman tidak cukup. 4. Benih dan bibit tidak diseleksi sebelum ditanam. 5. Media tanam yang dipakai tidak dicampur dengan kompos. 6. Perlakuan pindah tanam dan pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik. Dalam penelitian ini, peluang kejadian dari produktivitas dapat diukur dari proporsi frekuensi kondisi produktivitas yang terjadi selama pengusahaan paprika hidroponik. PT. KSDW telah berproduksi selama 18 kali dengan nilai produktivitas yang berbeda-beda sehingga peluang yang dihasilkan sama yaitu sebesar 0,056. Nilai peluang yang telah diketahui dari produktivitas tersebut kemudian digunakan untuk mencari nilai produktivitas yang diharapkan (expected return). Expected return atau nilai harapan merupakan perolehan atau pengembalian yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan usaha. Perhitungan expected return pada peluang kondisi yang sama adalah dengan mengalikan jumlah total produktivitas dengan peluang, namun karena peluang yang dihasilkan sama maka nilai expected return sama dengan nilai ratarata dari produktivitas tersebut, sehingga diperoleh nilai produktivitas yang diharapkan sebesar ,40 kg/1000 m 2 untuk setiap kondisi dalam proses budidaya paprika hidroponik yang telah diakomodasi perusahaan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya paprika hidroponik memberi harapan perolehan hasil produksi sebanyak ,40 kg untuk setiap luasan lahan 1000 m 2. Dengan mengetahui harapan produktivitas yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan usaha budidaya paprika hidroponik berdasarkan perhitungan risiko produksi, maka hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk kelanjutan usaha ataupun sebagai perencanaan untuk menentukan langkah yang akan diambil dalam perkembangan usaha. Pengukuran sejauhmana risiko produksi yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan usaha terhadap hasil atau pendapatan yang diperoleh perusahaan dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi, yaitu melalui pendekatan nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, seperti misalnya nilai standard deviation 64

80 merupakan akar kuadrat dari nilai variance, sedangkan nilai coefficient variation merupakan rasio antara standard deviation dengan nilai expected return dari produktivitas dan pendapatan yang diperoleh PT. KSDW melalui usaha budidaya paprika hidroponik. Hasil penilaian risiko produksi paprika hidroponik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penilaian Risiko Produksi Budidaya Paprika Hidroponik PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Berdasarkan Produktivitas per 1000 m 2 No. Ukuran Nilai 1 Variance ,04 2 Standard deviation 1.803,93 3 Coefficient Variation 0,15 Tabel 9 menunjukkan penilaian risiko produksi paprika hidroponik berdasarkan produktivitas per 1000 m 2 melalui nilai standard deviation sebesar 1.803,93 dan nilai coefficient variation yang diperoleh adalah sebesar 0,15. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi PT. KSDW adalah sebesar 1.803,93 kilogram per 1000 m 2 atau sebesar 15 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh perusahaan. Nilai coefficient variation yang semakin besar menunjukkan bahwa semakin tinggi pula risiko yang dihadapi perusahaan. Setiap kegiatan usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usaha, dimana secara ekonomi keuntungan yang diharapkan adalah berupa pendapatan usaha. Seperti halnya pada kegiatan usaha paprika hidroponik yang dijalankan PT. KSDW, pemilik mengharapkan umpan balik yang positif, yaitu adanya keuntungan berupa pendapatan dari kegiatan budidaya tersebut. Adanya risiko produksi yang dialami dalam menjalankan usaha budidaya paprika hidroponik menimbulkan kerugian bagi pihak PT. KSDW. Kerugian tersebut akan berpengaruh terhadap hasil produksi karena risiko yang ada menyebabkan kualitas dan kuantitas berkurang. Produktivitas paprika yang berfluktuasi. mengakibatkan pendapatan yang diperoleh berfluktuasi pula. Fluktuasi pendapatan yang diperoleh PT. KSDW melalui usahanya membudidayakan paprika dapat dilihat pada Tabel

81 Tabel 10. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya per 1000 m 2 per Periode Tanam, Tahun 2002 hingga 2010 Pendapatan (Rp) Tanam ke- Greenhouse A Greenhouse B Greenhouse C Greenhouse D1 Greenhouse D Pendapatan yang diperoleh merupakan pengurangan penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dengan asumsi bahwa biaya yang dikeluarkan setiap kali tanam adalah sama berdasarkan analisis pendapatan yang telah dilakukan yaitu sebesar Rp ,00. Harga jual yang digunakan dalam perhitungan pun sama yaitu sebesar Rp per kilogram sehingga diasumsikan risiko harga tidak terjadi. Harga ini merupakan harga rata-rata dari produk paprika hijau, merah, dan kuning. Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa pendapatan tertinggi diperoleh saat produktivitas tertinggi, yaitu sebesar Rp ,00, begitupun sebaliknya dengan pendapatan terendah yang diperoleh yaitu sebesar Rp ,00. Nilai produktivitas dan pendapatan usahatani yang dijalankan PT. KSDW dalam membudidayakan paprika hidroponik selama 18 kali tanam memang tidak bernilai negatif, namun adanya risiko yang terjadi meyebabkan nilai tersebut berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu, pihak PT. KSDW diharapkan memiliki langkah penanganan yang sesuai dengan sumbersumber risiko yang dihadapi agar dapat menghindari atau memperkecil risiko yang dihadapi. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko produksi pada usaha budidaya paprika hidroponik di PT. KSDW adalah sebagai berikut: 1. Serangan hama dan penyakit Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu faktor risiko yang dihadapi dalam budidaya paprika hidroponik. Kondisi tersebut disebabkan karakteristik tanaman paprika yang rentan terhadap serangan hama dan 66

82 penyakit. Hal ini dapat berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi yang tidak sesuai dengan harapan. Hama yang menyerang tanaman paprika di PT. KSDW adalah thrips, sedangkan penyakitnya adalah busuk batang dan benjol akar yang disebabkan oleh jamur, serta penyakit fisiologis seperti defisiensi unsur kalsium. Hama dan penyakit yang menyerang bukan saja berdampak pada hasil tetapi juga menyebabkan kematian pada tanaman sehingga tidak dapat berproduksi. Penyebaran hama bisa disebabkan oleh cuaca dan iklim, kurang optimalnya proses strerilisasi, dan orang luar lingkungan greenhouse yang menghantarkan hama atau penyakit tersebut. Penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit dilakukan dengan cara menyemprotkan pestisida setiap satu minggu sekali, mengecek ada tidaknya hama dan penyakit sejak usia tanaman masih dini, dan memusnahkan tanaman yang sudah terdeteksi berpotensi akan mati, karena tanaman yang terserang penyakit dapat menular ke tanaman lainnya. Menurut informasi di lapangan, PT. KSDW saat ini mengurangi penggunaan pestisida untuk menekan biaya produksi sehingga jumlah pestisida yang digunakan tidak sesuai dengan jumlah hama yang menyerang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan hama dan penyakit yang menyerang tidak dapat dikendalikan. Berikut uraian beberapa hama dan penyakit tanaman yang menyerang paprika hidroponik di PT. KSDW. a. Thrips (Thrips parvispinus) Berdasarkan informasi di lapangan, hama thrips merupakan hama yang paling utama yang menyerang tanaman paprika hidroponik di PT. KSDW. Thrips menyerang daun-daun yang masih muda, biasanya pada saat tanaman beumur 3-5 bulan setelah tanam dimana pada umur tersebut tanaman sedang mengalami panen pertamanya, sehingga pertumbuhan tunas dan bunga terhambat. Thrips juga menyerang pada saat pembentukan buah dan suka bersembunyi di dalam bunga sehingga akan merusak calon buah (Gambar 11a). Hama ini tingkat perkembangbiakannya tinggi pada saat musim kemarau. Efeknya terhadap produksi adalah kualitas yang buruk karena buah menjadi berlurik (Gambar 11b), serta kuantitas yang berkurang akibat 67

83 dari tidak terbentuknya bunga. Penurunan kuantitas juga terjadi karena tanaman membutuhkan waktu lebih untuk berbuah karena harus membentuk tunas baru. Pencegahan yang dilakukan PT. KSDW adalah dengan mengatur sirkulasi udara dalam greenhouse, mengendalikan penyebaran sejak tanaman masih muda yaitu dengan mengelap satu per satu daun muda secara manual saat tanaman berusia dua bulan setelah tanam, dan menyemprotnya dengan pestisida. b. Busuk batang dan benjol akar Kebusukan yang dialami batang disebabkan oleh jamur Phythoptora infesta. Kebusukan batang terjadi akibat keadaan lembab di sekitar tanaman dan juga luka pada tanaman yang ditimbulkan saat kegiatan pewiwilan atau panen. Efeknya pada tanaman adalah tanaman layu dan mati sehingga tidak dapat berproduksi (Gambar 11c). Pencegahan layu batang yang dilakukan PT. KSDW adalah dengan mengolesi fungisida pada batang bekas pewiwilan dan panen, serta dengan memusnahkan tanaman sebelum menyebar ke tanaman lain. Benjolan pada akar disebabkan oleh Meloidogyne spp. Benjolan ini yang menyebabkan akar tidak dapat menyerap unsur secara optimal sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pencegahannya adalah dengan merendam media tanam dengan larutan fungisida sebelum proses penanaman, serta dengan memusnahkan tanaman yang terserang. c. Defisiensi Kalsium (Ca) Defisiensi merupakan gejala kekurangan zat pada nutrisi. Gejala kekurangan Ca ditandai dengan membengkoknya daun-daun pucuk yang kemudian akan mengakibatkan daun mati. Selain itu, gejala defisiensi Ca juga dapat terjadi pada buah dengan gejala buah mengalami kebusukan (Gambar 12d). Pencegahan yang dilakukan oleh PT. KSDW untuk mengatasi penyakit ini adalah dengan pemberian nutrisi yang sesuai kebutuhan, penyemprotan Ca, serta pemusnahan buah rusak. 68

84 a b c d Gambar 11. Thrips pada Bunga (a), Serangan Thrips pada Buah (b), Busuk Batang (c), dan Gejala Defisiensi Ca pada Buah (d) 2. Kondisi cuaca atau iklim Kondisi cuaca dan iklim menjadi salah satu munculnya risiko dalam produksi paprika hidroponik di PT. KSDW. Hal ini disebabkan perubahan cuaca yang sulit diprediksi padahal kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. PT. KSDW belum menggunakan alat-alat canggih untuk dapat mengatur suhu di dalam greenhouse, sehingga suhu bergantung pada cuaca yang terjadi. Saat musim hujan, suhu di dalam greenhouse menjadi lembab. Hal ini dapat menyebabkan penguapan oleh tanaman berkurang sehingga tanaman dapat terserang penyakit akar. Tanaman yang akarnya telah terserang oleh penyakit akan mengalami pertumbuhan yang terhambat, busuk pada batang, atau layu dan tidak dapat berproduksi kembali. Kondisi tanaman yang seperti demikian diatasi dengan pemusnahan tanaman. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap hasil produksi karena pengurangan tanaman akan berdampak pada penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Selain itu, saat musim hujan PT. KSDW berpotensi terkena bencana yang diakibatkan oleh hujan lebat dan angin yang kencang sehingga dapat merusak bangunan greenhouse. Hal ini tentu dapat menyebabkan kerugian pada PT. KSDW karena harus mengeluarkan biaya lebih untuk perbaikan. Selain musim hujan, musim kemarau juga berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Menurut informasi di lapangan, saat musim kemarau hasil paprika hidroponik kualitasnya menurun. Hal ini disebabkan oleh hama thrips yang mengakibatkan bercak pada buah sehingga buah yang 69

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah Indonesia memiliki iklim dan wilayah tropis yang menyebabkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga wilayah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI SKRIPSI MUHAMAD SOLIHIN H34067016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR PENDAHULUAN

STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR PENDAHULUAN P R O S I D I N G 360 STUDI TENTANG PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN HIAS DAN TANAMAN SAYUR DI KOTA BATU JAWA TIMUR Hendro Prasetyo¹ dan Robi atul Adawiyah² 1 ) Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Brassica oleracea) (Pracaya, 2005). Kailan termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Disusun Oleh: Ainun Mardiah A14303053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT SKRIPSI DIAN PUSPITASARI H34080095 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA SKRIPSI TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk. Pertanian, 2003). Adapun jenis-jenis paprika ada banyak, antara lain wonder bell,

Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk. Pertanian, 2003). Adapun jenis-jenis paprika ada banyak, antara lain wonder bell, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk ke dalam jenis hortikultura sayuran yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor hortikultura Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci