ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT SKRIPSI DIAN PUSPITASARI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 RINGKASAN DIAN PUSPITASARI. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Petanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Pengembangan agribisnis sayuran di Indonesia memiliki prospek yang bagus dilihat dari potensi pasar yang besar. Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu jenis sayuran yang menjadi trend di dunia bisnis hortikultura saat ini adalah sayuran eksklusif seperti paprika. Tingginya permintaan paprika baik untuk kebutuhan di dalam negeri maupun di luar negeri menjadi peluang yang besar bagi para pelaku bisnis paprika. Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua merupakan sentra penghasil paprika terbesar di Kabupaten Bandung Barat. Akan tetapi petani paprika di lokasi ini masih menghadapi keterbatasan produksi, salah satunya disebabkan oleh produktivitas riil paprika yang masih berada di bawah produktivitas potensialnya. Agar dapat mengoptimalkan produktivitas paprika, pengalokasian faktor-faktor produksi perlu dilakukan secara efisien. Keberhasilan pengembangan usahatani paprika hidroponik baik dari segi kualitas maupun kuantitas produksi sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi dan keterampilan petani dalam pemeliharaannya yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada pendapatan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua, (2) menganalisis tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua, dan (3) menganalisis tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua. Hasil analisis efisiensi teknis berdasarkan estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier, menunjukkan bahwa penggunaan benih dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan masingmasing pada taraf α = 20 persen. Sementara faktor produksi lainnya seperti nutrisi, insektisida, dan fungisida tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai oleh petani paprika hidroponik adalah sebesar 89,9 persen dari produktivitas maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sudah efisien, tetapi masih terdapat peluang sebesar 10,1 persen untuk mencapai produktivitas maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap efek inefisiensi teknis adalah umur petani, pendidikan formal, dan dummy status usahatani. Variabel pengalaman, umur bibit, dummy keikutsertaan dalam kelompok tani, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy kredit bank berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap terhadap inefisiensi teknis adalah umur

3 petani, pengalaman, umur bibit, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy kredit bank masing-masing pada taraf α = 20 persen. Analisis pendapatan usahatani dan R/C menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sudah efisien dan dapat memberikan keuntungan. Hasil analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik menunjukkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp ,77 sedangkan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp ,21. Sementara R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,36 dan R/C atas biaya total adalah sebesar 1,50. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, antara lain: (1) upaya peningkatan produktivitas hendaknya dilakukan dengan melakukan pendekatan sosialisasi terkait penggunaan input benih dan tenaga kerja pada jumlah yang optimal, (2) mengingat tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai petani sudah tinggi maka untuk dapat meningkatkan produktivitas secara nyata dibutuhkan inovasi teknologi yang lebih maju seperti penggunaan drip irrigation pada sistem fertigasi, dan (3) penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis untuk mendapatkan analisis efisiensi yang lebih komprehensif.

4 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT DIAN PUSPITASARI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat : Dian Puspitasari : H Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Dian Puspitasari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supriyanto Atmo Suwito dan Ibu Sri Mudjiharti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bedahan 1 Cibinong pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SLTPN 1 Cibinong. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 3 Bogor diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi dan pendapatan usahatani paprika hidroponik yang dijalankan oleh para petani di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Namun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2013 Dian Puspitasari

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini. 3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini. 4. Dr. Ir. Suharno, MA.Dev selaku dosen pembimbing akademik dan Ir. Harmini, MSi yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi. 5. Kedua orangtua dan keluarga tercinta atas kasih sayang, doa, perhatian, dan dukungan moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalani studi hingga proses penyelesaian skripsi ini. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 6. Yulinda selaku pembahas pada seminar hasil penulis yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 7. Pak Deden Wahyu (Ketua Poktan Dewa Family) dan Pak Cepy (Ketua Koperasi Mitra Sukamaju) atas ilmu, bantuan, dan pengarahannya kepada penulis selama melakukan penelitian di Desa Pasirlangu. Kepala Desa Pasirlangu beserta staf atas data dan informasi yang diberikan kepada penulis. Pak Kusnadi beserta keluarga, Pak Arief, Pak Aji, Mang Iding, serta seluruh pekerja Poktan Dewa Family dan Koperasi Mitra Sukamaju, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung. 8. Ryan Satria Nugroho yang turut membantu penulis dalam banyak hal selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semangat, dorongan, serta doa yang telah diberikan kepada penulis.

10 9. Petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. 10. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, FEM, IPB. 11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Desa Pasirlangu Farisah Firas dan Rizky Ilham, serta teman-teman satu bimbingan penulis Ruri, Yuki, dan Fitri, atas semangat, dukungan, dan sharing selama ini. 12. Teman-teman Agribisnis angkatan 45 atas semangat kekeluargaan selama penulis kuliah di Agribisnis, FEM, IPB. 13. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2013 Dian Puspitasari

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Paprika Tinjauan Empiris Paprika Hidroponik Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Fungsi Produksi Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Konsep Pendapatan Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Uji Hipotesis Analisis Pendapatan Usahatani Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN Gambaran Umum Desa Pasirlangu Keadaan Geografi dan Administratif Kependudukan Sarana dan Prasarana Karakteristik Responden Budidaya Paprika Hidroponik Persiapan Greenhouse dan Lahan Penyemaian dan Pembibitan xii xiv xv x

12 Penanaman Pemeliharaan Penyiraman dan Pemupukan Pengaijiran Pemilihan dan Pembentukan Batang Produksi Pewiwilan Pengendalian Hama dan Penyakit Panen dan Pasca Panen VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sebaran Efisiensi Teknis Sumber-sumber Inefisiensi Teknis VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik Biaya Usahatani Paprika Hidroponik Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika Indonesia Tahun Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Provinsi Jawa Barat Tahun Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Desa Pasirlangu Tahun Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Pasirlangu Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Paprika Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Perolehan Kredit Bank Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Greenhouse Tahun Sebaran Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode OLS (Per Satuan Lahan) Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode MLE (Per Satuan Lahan) Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Pendugaan Parameter Maximum-Likelihood Model Inefisiensi Teknis Usahatani Paprika Hidroponik xii

14 19. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik per m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam Biaya Usahatani Paprika Hidroponik per m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Paprika Hidroponik per m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam xiii

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Fungsi Produksi Fungsi Produksi Stochastic Frontier Efisiensi Teknis dan Alokatif Kerangka Pemikiran Operasional Bangunan Greenhouse Budidaya di Desa Pasirlangu (a) dan Bedengan yang Ditutupi Mulsa (b) Penyemaian dan Pembibitan Paprika Hidroponik Pupuk AB Mix (a) dan Tangki Penampung Nutrisi (b) Tanaman Paprika yang Dililitkan Tali Proses Pemangkasan Tunas Air yang Tidak Dipelihara Paprika Hidroponik yang Dihasilkan di Desa Pasirlangu xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model Hasil Output Frontier Usahatani Paprika Hidroponik Kuisioner Penelitian xv

17 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini meliputi kelompok komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka. Kontribusi subsektor hortikultura dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari subsektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI (2012), nilai PDB subsektor hortikultura mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2006 sampai Akan tetapi nilai PDB subsektor hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,69 persen dari 88,33 triliun rupiah pada tahun 2009 menjadi 85,96 triliun pada tahun Secara keseluruhan, ratarata tingkat pertumbuhan PDB subsektor hortikultura dari tahun 2006 sampai 2010 sebesar 5,94 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang meningkat sebesar 11,88 persen dari tahun Tabel 1. Kelompok Komoditas Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Nilai PDB (Milyar Rp) Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka Total Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) Sayuran termasuk dalam kelompok komoditas hortikultura yang memberikan kontribusi dalam PDB nasional hortikultura dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,11 persen per tahun. Berdasarkan kontribusi per kelompok komoditas terhadap PDB nasional tahun 2010, kelompok komoditas sayuran

18 menempati urutan kedua setelah kelompok komoditas buah-buahan. Kontribusi PDB komoditas sayuran pada tahun 2010 mencapai 31,24 triliun rupiah atau sekitar 36,35 persen terhadap total PDB hortikultura. Nilai PDB kelompok komoditas sayuran yang terus mengalami peningkatan mengindikasikan bahwa komoditas ini masih berpeluang untuk terus tumbuh. Pengembangan agribisnis sayuran di Indonesia memiliki prospek yang baik dilihat dari potensi pasar yang besar. Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Menurut data Kementerian Pertanian, tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sebesar 40,90 kg per kapita, meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun Akan tetapi, tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan standar konsumsi sayur yang direkomendasikan FAO sebesar 73 kg per kapita per tahun dan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg per kapita per tahun 1. Kesenjangan ini diharapkan dapat menjadi peluang bagi para pelaku usaha agribisnis sayuran. Tabel 2 menyajikan data produksi sayuran di Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun Berdasarkan data, terdapat 15 jenis sayuran yang mengalami pertumbuhan produksi yang positif dalam satu tahun terakhir, yaitu bawang merah, kubis, kembang kol, petsai/sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe besar, paprika, jamur, tomat, terung, buncis, dan labu siam. Paprika merupakan salah satu sayuran yang mengalami pertumbuhan secara signifikan. Pertumbuhan produksi paprika tahun 2009 hingga tahun 2010 sebesar 24 persen, menempati urutan kedua terbesar setelah komoditi jamur. Sementara rata-rata pertumbuhan produksi paprika tahun adalah sebesar 67,54 persen. Paprika memiliki peluang pasar yang besar karena banyak diminati, baik di dalam negeri maupun di luar negeeri. Sejalan dengan menjamurnya restauranrestauran dan hotel yang menyajikan menu makanan asing maka peluang pasar untuk jenis sayuran eksklusif seperti paprika di dalam negeri masih terbuka lebar. Di Jabodetabek, terdapat outlet pizza yang setiap hari membutuhkan 1 Dinas Peternakan Banten Gema Sayuran untuk Tingkatkan Konsumsi Sayuran. [Diakses 7 Februari 2012] 2

19 pasokan hingga 20 ton 2. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, paprika juga berpotensi untuk diekspor. Negara tujuan utama ekspor paprika Indonesia adalah Singapura. Kondisi tersebut diharapkan dapat menjadi peluang bagi petani untuk dapat meningkatkan jumlah produksi. Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Jenis Sayuran Produksi (ton) Pertumbuhan/ Growth 2010 over 2009 (%) Bawang Merah ,68 Bawang Putih ,26 Bawang Daun ,45 Kentang ,82 Kubis ,98 Kembang Kol ,38 Petsai/Sawi ,72 Wortel ,80 Lobak ,81 Kacang Merah ,77 Kacang Panjang ,17 Cabe Besar ,51 Cabe Rawit ,77 Paprika ,00 Jamur ,56 Tomat ,52 Terung ,81 Buncis ,64 Ketimun ,17 Labu Siam ,21 Kangkung ,80 Bayam ,33 Melinjo ,05 Petai ,82 Jengkol ,59 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan : - ) Data tidak tersedia 2 Agrina Usaha Sayuran Terdesak Permintaan. [Diakses 9 Februari 2012] 3

20 Paprika termasuk dalam komoditi yang umumnya dibudidayakan di bawah naungan, yang merupakan teknik penanaman sayuran yang dapat mengatasi masalah yang berhubungan dengan penanaman sayuran di lahan terbuka. Teknik ini merupakan usaha perlindungan fisik pada tanaman dengan tujuan utama untuk mengendalikan faktor cuaca yang mengganggu perkembangan tanaman. Beberapa keuntungan penggunaan budidaya tanaman di bawah naungan adalah hasil tanaman lebih tinggi, kualitas produk lebih baik, masa panen lebih panjang dibandingkan dengan produksi sayuran di lahan terbuka, efisiensi penggunaan pupuk dan pestisida, serta produksi tanaman lebih terencana (Gunadi et al 2006). Tiga daerah penghasil paprika yang berada di Indonesia antara lain Sumatera, Jawa, dan Bali. Berdasarkan Tabel 3, Pulau Jawa merupakan pusat produksi paprika di Indonesia, dengan total produksi tahun 2010 mencapai 92,17 persen dari total produksi paprika nasional. Provinsi penghasil paprika terbesar di Pulau Jawa adalah Jawa Barat, selanjutnya diikuti oleh Jawa Timur. Pada tahun 2010, kontribusi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi paprika di Pulau Jawa sebesar 91,39 persen dengan produktivitas yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain, yaitu sebesar 43,97 ton per hektar. Hal tersebut menggambarkan kontribusi Provinsi Jawa Barat yang sangat besar terhadap produksi paprika di Pulau Jawa maupun di Indonesia. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika Indonesia Tahun 2010 Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Sumatera Utara ,67 Sumatera ,67 Jawa Barat ,97 Jawa Tengah ,67 Jawa Timur ,87 Jawa ,69 Bali ,21 Bali dan Nusa Tenggara ,21 Indonesia ,37 Sumber : BPS (2011) 4

21 Kabupaten Bandung Barat, yang merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Bandung sejak tahun 2007, adalah sentra produksi paprika di Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2010, luas panen paprika di Kabupaten Bandung Barat mencapai 68 hektar dengan rata-rata hasil per hektar sekitar 59,58 ton. Dengan produktivitas dan luas panen yang tinggi tersebut, Kabupaten Bandung Barat mampu memberikan kontribusi sebesar 86,93 persen terhadap total produksi paprika di Provinsi Jawa Barat. Dalam hal luas areal tanam, Kabupaten Bandung Barat terus mengalami peningkatan luas tanam dari tahun 2008 hingga tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 61,14 persen setiap tahunnya (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2011). Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Kabupaten/Kota Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) Sukabumi ,27 Cianjur Bandung ,17 Garut Sumedang Subang Purwakarta Bandung Barat ,58 Jawa Barat ,97 Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2011) Dewasa ini, paprika dibudidayakan tanpa menggunakan media tanah, melainkan dengan media tanam lain seperti arang sekam yang disebut juga dengan istilah hidroponik. Berbeda dengan usahatani konvensional lainnya yang membutuhkan lahan yang luas dan cenderung berorientasi kepada ekstensifikasi lahan, usahatani paprika secara hidroponik ini lebih berorientasi pada intensifikasi usahatani. Oleh karena itu, pemanfaatan sistem hidroponik ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman paprika sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. 5

22 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Bandung Barat merupakan kawasan pengembangan komoditi paprika di Provinsi Jawa Barat. Program pengembangan kawasan ini diarahkan pada pemilihan komoditi prioritas atau komoditi unggulan daerah sesuai potensi dan kekhasan wilayah. Sentra produksi paprika Kabupaten Bandung Barat berada di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua. Topografi Desa Pasirlangu yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata C sangat mendukung untuk budidaya tanaman paprika. Peluang pasar paprika yang dihasilkan petani Desa Pasirlangu sangat besar. Selain banyak diserap oleh pasar dalam negeri, paprika yang dihasilkan petani juga dibutuhkan untuk ekspor. Di dalam negeri, paprika banyak diminati khususnya di daerah perkotaan, seperti restauran, hotel, dan supermarket. Sementara untuk ekspor, pasar utama paprika adalah ke Singapura. Permintaan paprika untuk ekspor bisa mencapai 10 ton per minggu, sementara petani di Desa Pasirlangu baru mampu memenuhi pasokan paprika sebanyak 4-6 ton karena keterbatasan produksi 3. Dengan demikian, petani Desa Pasirlangu masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar ekspor sehingga potensi pasar paprika belum sepenuhnya tergarap dengan baik. Teknik budidaya paprika yang sebagian besar digunakan oleh para petani Desa Pasirlangu yaitu sistem hidroponik dalam rumah plastik dengan menggunakan media tanam berupa arang sekam. Dalam teknik hidroponik dibutuhkan nutrisi sebagai sumber makanan bagi tanaman. Penggunaan sistem hidroponik bertujuan agar pertumbuhan tanaman lebih terkontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi, dan tanaman bebas dari gulma (Prihmantoro dan Indriani 1998). Akan tetapi sampai saat ini petani paprika di Desa Pasirlangu masih mengalami keterbatasan produksi yang salah satunya disebabkan oleh produktivitas paprika yang belum optimal. Luas lahan dan produktivitas paprika hidroponik di Desa Pasirlangu tahun terus mengalami peningkatan yang berimplikasi terhadap peningkatan produksi setiap tahunnya. Walaupun jumlah produksinya meningkat, tetapi 3 Hasil wawancara dengan ketua Kelompok Tani Dewa Family dan Koperasi Mitra Sukamaju 6

23 produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu masih belum sesuai harapan. Menurut Gunadi (2006), berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal hingga mencapai 8-9 kilogram per meter persegi. Namun pada kenyataannya produktivitas rata-rata paprika hidroponik yang mampu dicapai oleh petani di Desa Pasirlangu hanya sebesar 5,7 kilogram per meter persegi atau 57 ton per hektar. Tabel 5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Desa Pasirlangu Tahun Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Sumber: Laporan Profil Desa Pasirlangu (Diolah) Kesenjangan antara produktivitas riil dan produktivitas potensial yang diharapkan diduga karena para petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu masih menghadapi kendala di lapang khususnya terkait dengan penggunaan input produksi. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa masih ada beberapa petani yang kesulitan mencukupi kebutuhan input-input usahatani karena kurangnya modal sehingga efisiensi dan produktivitasnya menjadi kurang optimal. Sebaliknya, ada pula petani yang memberikan input seperti insektisida yang berlebih dengan asumsi pemberian insektisida yang banyak akan semakin cepat membasmi hama tanaman. Namun pada kenyataannya, pemberian input berlebih justru akan menurunkan kualitas tanaman dan hanya akan menambah beban biaya. Penggunaan insektisida yang berlebih juga sempat mengakibatkan penolakan ekspor paprika ke Singapura karena kandungan residu melebihi batas minimum yang ditetapkan importir. Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap produksi yaitu kapabilitas manajerial sumberdaya manusia yang ada. Keterampilan manajerial petani akan menentukan rasionalitas petani dalam mengambil keputusan yang berkaitan 7

24 dengan pengalokasian faktor-faktor produksi. Tenaga kerja yang terampil merupakan faktor yang penting karena pengusahaan paprika hidroponik dalam greenhouse berbeda dengan pembudidayaan paprika konvensional di lahan terbuka, terutama berkaitan dengan pengelolaan atau penanganan yang lebih detail. Teknik budidaya paprika hidroponik yang diterapkan oleh petani akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani. Petani yang mampu mengelola penggunaan sumberdaya (input) yang ada untuk mencapai produksi (output) maksimum atau meminimumkan penggunaan input untuk mencapai output dalam jumlah yang sama, maka dapat dikatakan petani tersebut telah efisien. Informasi mengenai tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis diperlukan untuk mengevaluasi kinerja para petani paprika hidroponik serta dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Keberhasilan pengembangan usahatani paprika hidroponik baik dari segi kualitas maupun kuantitas produksi sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi dan keterampilan petani dalam pemeliharaannya yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada pendapatan yang diperoleh. Tingkat efisiensi teknis yang dicapai akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima petani. Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua? 2. Bagaimana efisiensi teknis serta faktor apa saja yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua? 3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua. 8

25 2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua. 3. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi petani sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya peningkatan produktivitas pada pengelolaan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, Kecamatan cisarua, Kabupaten Bandung Barat. 2. Bagi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait dengan efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. 3. Bagi pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Komoditi yang diteliti adalah paprika hidroponik. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan paprika yang ditanam dengan menggunakan sistem hidroponik dalam greenhouse, menggunakan arang sekam sebagai media tanamannya dan menggunakan sistem fertigasi manual, serta memiliki variasi dalam variabel yang mempengaruhi fungsi produksi. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat efisiensi teknis dan pendapatan usahatani paprika hidroponik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi Cobb-Douglas stochastic frontier, analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C. 9

26 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Paprika Paprika (Capsicum annuum var grossum) tergolong ke dalam keluarga tomat dan terung, yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga seperti terompet. Berbeda dengan tanaman cabai lainnya, tanaman paprika tumbuh lebih kompak dan rimbun. Daun umumnya berukuran lebih besar dan berwarna hijau gelap. Bentuk buahnya unik karena mirip dengan lonceng sehingga dinamakan bell pepper. Meskipun aroma buah paprika pedas menusuk, namun rasanya tidak pedas, bahkan cenderung manis, sehingga disebut sweet pepper. Buah paprika mengandung sedikit protein, lemak dan gula, tetapi mengandung banyak karoten dan sebagai sumber vitamin C (sampai 340 mg/100 g buah segar). Jika dibandingkan dengan buah jeruk yang mengandung vitamin C sekitar 146 mg/100 g, maka kandungan vitamin C pada paprika jauh lebih tinggi daripada buah jeruk (Morgan dan Lennard 2000 diacu dalam Gunadi et al 2006). Selain itu paprika juga mengandung zat antosianin yang dapat digunakan sebagai zat pewarna alami. Paprika berasal dari Amerika tropis yaitu Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Dalam pertumbuhannya, paprika memerlukan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh paprika adalah ketinggian tempat meter di atas permukaan laut; tanah dengan ph 5,5-6,5; suhu udara C; cahaya matahari yang cukup sepanjang hari; serta kelembapan udara 80-90%. Tanaman paprika sangat responsif terhadap pemberian air. Kondisi air yang berlebihan dapat menyebabkan kelayuan pada tanaman dan kerontokan bunga. Hal yang sama juga dapat terjadi bila tanaman kekurangan air pada saat pembungaan (Prihmantoro dan Indriani 2003) Tinjauan Empiris Paprika Hidroponik Tanaman paprika mulai dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1990-an. Pada awal pengembangannya, para petani membudidayakan paprika secara konvensional pada lahan terbuka. Akan tetapi, dengan adanya transfer teknologi

27 dari beberapa pihak, kini para petani paprika telah mengembangkan paprika secara hidroponik di bawah naungan seperti rumah plastik atau greenhouse. Penelitian Adiyoga et al (2007) menunjukkan bahwa paprika merupakan jenis sayuran utama yang diusahakan di rumah plastik di Kabupaten Bandung Barat. Dua varietas paprika yang paling sering dipilih petani adalah Edison dan Spartacus. Kedua varietas ini banyak dibudidayakan karena pertumbuhan dan hasilnya yang baik, disamping itu bentuk dan ukuran buah dari kedua varietas paprika tersebut mudah untuk dijual di pasar lokal maupun ekspor. Pada umumnya petani responden menggunakan populasi tiga tanaman per m 2 (59%), tetapi beberapa petani reponden mencoba menanam lebih tanaman per m 2 yaitu empat tanaman per m 2 (41%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari keseluruhan total biaya produksi tanaman paprika, ternyata alokasi biaya untuk nutrisi mendominasi biaya produksi secara keseluruhan. Biaya untuk nutrisi adalah 35,2% dari biaya total produksi secara keseluruhan, diikuti oleh biaya untuk tenaga kerja yaitu sebesar 25% dari biaya total produksi secara keseluruhan. Biaya untuk pestisida, benih atau bibit dan media tanam berturut-turut sebesar 20,5%, 10,6%, dan 8,6% dari biaya total produksi secara keseluruhan. Para petani di Indonesia pada umumnya menggunakan naungan berupa konstruksi bangunan rumah plastik dari bambu yang sederhana. Alasan penggunaan rumah plastik dari bambu dibanding dengan material lainnya seperti kayu dan besi, yaitu karena harganya relatif lebih murah dan mudah didapat di semua daerah. Namun demikian, konstruksi rumah plastik bambu sebenarnya merupakan konstruksi bangunan yang umumnya relatif lebih berat dan berdampak banyak mengurangi intersepsi sinar matahari yang sangat diperlukan untuk tanaman paprika (Gunadi et al 2008). Pada umumnya, produksi paprika di dalam rumah plastik atau greenhouse menggunakan sistem hidroponik. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Media tanam yang umumnya digunakan untuk paprika hidroponik adalah arang sekam. Pada penanaman paprika secara hidroponik, penyiraman dan pemberian pupuk atau larutan hara merupakan hal yang paling 11

28 penting. Hal ini disebabkan dalam media yang digunakan tidak ada penunjang air dan makanan lainnya, berbeda halnya dengan tanah (Prihmantoro dan Indriani 2003). Berdasarkan penelitian Gunadi et al (2008) diketahui bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman paprika yang ditanam pada media arang sekam selalu lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanaman paprika yang ditanam pada media perlite. Keadaan ph yang lebih tinggi pada media tanam arang sekam daripada ph media tanam perlite menyebabkan kondisi lingkungan sekitar perakaran lebih baik untuk menyerap unsur hara sehingga tanaman paprika yang ditanam pada media arang sekam lebih tinggi. Selain itu, media tanam juga berpengaruh terhadap bobot buah dan jumlah buah per tanaman paprika. Media tanam arang sekam memberikan bobot buah dan jumlah buah per tanaman paprika lebih tinggi daripada media tanam perlite. Penelitian mengenai komoditi paprika juga dilakukan oleh Kartikasari (2006). Penelitian yang berlangsung di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung (sekarang Kabupaten Bandung Barat) ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani paprika hidroponik dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu Kartikasari juga menganalisis efisiensi pengunaan faktor-faktor produksi berdasarkan nilai perbandingan Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Berdasarkan analisis fungsi produksi, hasil uji F sebesar 130,97 menunjukkan secara bersama-sama faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 96,5 persen artinya 96,5 persen keragaman atau variasi produksi paprika dapat dijelaskan oleh luas greenhouse, benih, tenaga kerja, obat-obatan, dan dummy pendidikan serta sisanya 3,5 persen dijelaskan oleh peubah bebas lain di luar model. Nilai uji t menunjukkan variabel luas greenhouse, benih, dan tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produksi paprika hidroponik, sedangkan variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan α= 5%. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi kegiatan usahatani paprika memiliki rasio NPM/BKM lebih dari satu yang artinya 12

29 penggunaan input belum efisien, agar penggunaan input efisien maka penggunaannya perlu ditambah. Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor produksi paprika dapat dijadikan acuan dalam penelitian yang dilakukan penulis. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik, penulis menggunakan alat analisis fungsi produksi stochastic frontier karena selain dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh juga dapat melihat tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor penyebab inefisiensi yang berkaitan. Penelitian mengenai pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sebelumnya pernah dilakukan oleh Kusnanto (2000). Perhitungan usahatani paprika hidroponik dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kategori luas lahan rumah plastik yang dimiliki yaitu petani golongan I dan petani golongan II. Petani golongan I adalah petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih kecil dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh petani contoh. Petani golongan II adalah petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih besar dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh petani contoh. Analisis pendapatan usahatani golongan II berdasarkan analisis R/C atas biaya total lebih besar daripada pendapatan usahatani golongan I. R/C atas biaya total golongan II mencapai 1,36 sedangkan golongan I sebesar 1,13. Terdapat persamaan pada penelitian yang dilakukan penulis dan penelitian Kusnanto (2000), yaitu dalam topik dan lokasi. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu maka terjadi pula perubahan dalam usahatani paprika yang dilakukan petani di lokasi penelitian sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan hasil antara penelitian saat ini dan penelitian terdahulu. Perbedaan biaya usahatani, harga jual paprika, dan tingkat produktivitas paprika saat ini diduga akan menghasilkan tingkat pendapatan usahatani yang berbeda pula. Oleh karena itu, dengan melakukan penelitian di lokasi yang sama, secara tidak langsung penulis dapat membandingkan tingkat pendapatan usahatani yang dihasilkan saat penelitian terdahulu berlangsung dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis. 13

30 2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Efisiensi teknis dan pendapatan usahatani dapat dijadikan sebagai indikator kinerja yang dilakukan oleh petani sehingga topik tersebut menarik untuk dianalisis. Sejumlah penelitian empiris mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani beberapa komoditas pertanian telah dilakukan. Beberapa komoditas pertanian yang telah diteliti terkait dengan efisiensi teknis dan pendapatan usahatani antara lain kentang, cabai merah, dan padi. Tanjung (2003) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani kentang di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani yaitu analisis pendapatan dan analisis R/C. Dalam penelitiannya, Tanjung membandingkan tingkat pendapatan usahatani yang menggunakan benih unggul Granola F2 dan yang menggunakan benih lokal. Dari hasil penelitian diketahui bahwa R/C usahatani yang menggunakan benih Granola F2 lebih besar dari R/C usahatani yang menggunakan benih lokal. R/C atas biaya tunai dan biaya total dari usahatani kentang yang menggunakan benih Granola F2 adalah 1,8 dan 1,4. Sementara R/C atas biaya tunai dan biaya total usahatani yang menggunakan benih lokal adalah 1,2 dan 0,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani kentang dengan benih lokal tidak menguntungkan untuk dijalankan berdasarkan analisis R/C atas biaya total. Alat yang digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis yaitu fungsi produksi stochastic frontier, yang juga digunakan untuk menganalisis efisiensi alokatif dan ekonomis. Hasil analisis menunjukkan bahwa petani kentang telah mencapai efisiensi teknis dengan nilai rata-rata sebesar 0,756. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani adalah usia, pengalaman, keikutsertaan petani dalam kelompok tani, dan jenis benih. Namun, keikutsertaan petani di dalam kelompok tani berhubungan negatif dengan efisiensi teknis petani. Sementara hasil analisis efisiensi alokatif dan ekonomis petani responden menggambarkan bahwa petani responden belum efisien. Penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani kentang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya juga dilakukan oleh Andarwati (2011). Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara ini berfokus untuk 14

31 meneliti tingkat efisiensi teknis dari usahatani kentang yang menggunakan benih varietas Granola dari beberapa generasi. Berdasarkan analisis fungsi produksi stochastic frontier menunjukkan bahwa variabel yang bernilai positif dan berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang per hektar yaitu benih dan pupuk organik, sedangkan unsur S dalam pupuk anorganik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap produksi kentang. Usahatani kentang di lokasi penelitian secara keseluruhan telah mencapai efisiensi secara teknis dengan nilai rata-rata 0,75. Usahatani kentang benih G3-G6 telah mencapai efisiensi secara teknis karena rata-rata efisiensinya telah mencapai lebih dari 70 persen, sedangkan usahatani kentang benih G7 belum mencapai efisiensi secara teknis. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang antara lain pengalaman usahatani, pendidikan formal, dan luas lahan yang dikuasai. Sementara faktor umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang. Berdasarkan hasil kedua penelitian mengenai efisiensi teknis kentang, dapat disimpulkan bahwa benih berpengaruh terhadap efisiensi teknis usahatani kentang. Dengan demikian penggunaan benih berkualitas tinggi harus diupayakan agar usahatani berjalan efisien dan pendapatan usahatani lebih maksimal. Selain kentang, kajian efisiensi teknis dengan pendekatan stochastic frontier juga pernah dilakukan terhadap komoditi cabai merah. Sukiyono (2004) melakukan penelitian mengenai faktor penentu tingkat efisiensi teknis usahatani cabai merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Faktorfaktor yang dimasukkan dalam model fungsi produksi frontier antara lain benih, luas area, tenaga kerja, urea, TSP, KCL, pupuk kandang, dan pestisida. Sementara faktor-faktor yang dimasukkan dalam model inefisiensi teknis adalah atribut petani, yakni umur, pengalaman berusahatani cabai, tingkat pendidikan, dan luas lahan. Hasil analisis fungsi produksi frontier dengan metode MLE menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah pupuk TSP, KCL, pupuk kandang, tenaga kerja, luas area, dan pestisida, namun untuk variabel TSP dan tenaga kerja memiliki tanda negatif. Variabel benih dan urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi meskipun memiliki tanda positif. Tingkat efisiensi teknis usahatani cabai merah bervariasi, dengan nilai terendah 7,73 persen dan tertinggi 15

32 99,48 persen. Lebih jauh, secara keseluruhan rata-rata efisiensi teknis yang dicapai oleh petani yaitu sebesar 64,86 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya pendidikan formal yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis. Maryono (2008) meneliti tentang efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat pengaruh dari adanya program benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis dan pendapatan usahatani. Peneliti menggunakan fungsi produksi stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi teknis, sedangkan untuk menganalisis pendapatan usahatani digunakan analisis pendapatan serta analisis R/C. Enam variabel yang dimasukkan dalam fungsi produksi frontier yaitu luas lahan, jumlah benih, urea, TSP, obat, dan tenaga kerja. Akan tetapi, variabel luas lahan menimbulkan multikolinearitas pada model sehingga variabel tersebut dijadikan pembobot bagi variabel dependen dan independen. Sementara variabel yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis adalah pengalaman, pendidikan formal, umur bibit, rasio urea-tsp, dummy bahan organik, dan dummy legowo. Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil pada musim tanam I dan musim tanam II. Berdasarkan hasil perhitungan produksi stochastic frontier dengan metode MLE, pada masa tanam I bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu jumlah pupuk urea, tenaga kerja, dan benih. Faktor produksi seperti urea dan tenaga kerja memiliki nilai yang positif, sebaliknya koefisien jumlah benih bernilai negatif. Pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa selain urea dan tenaga kerja, faktor produksi obat-obatan juga memiliki nilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sementara faktor produksi selain benih yang bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu TSP. Penelitian menunjukkan bahwa pada masa tanam II terjadi penurunan tingkat efisiensi teknis petani responden. Nilai rata-rata efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 sedangkan pada masa tanam II nilai rata-rata efisiensi teknis hanya sebesar 0,899. Hal tersebut menunjukkan bahwa program benih bersertifikat justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen. Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa tanam I variabel yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis adalah dummy bahan organik 16

33 dan dummy legowo. Sementara pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi adalah pengalaman, pendidikan, dan rasio urea-tsp. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa R/C atas biaya total setelah program secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan. R/C atas biaya total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar 1,62. Penelitian mengenai efisiensi usahatani padi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang juga dilakukan oleh Hutauruk (2008). Serupa dengan penelitian Maryono, penelitian Hutauruk ini juga mengkaji tentang pengaruh program pemerintah dengan membandingkan efisiensi dan pendapatan usahatani padi benih bersubsidi sebelum dan setelah program. Akan tetapi, penelitian Hutauruk tidak hanya menganalisis efisiensi teknis tetapi juga menganalisis efisiensi alokatif dan ekonomis. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi frontier sama dengan penelitian sebelumnya hanya menambahkan variabel lain seperti pupuk KCL dan NPK serta memecah variabel tenaga kerja menjadi dua yaitu tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga. Di dalam model inefisiensi, Hutauruk tidak menggunakan variabel rasio urea-tsp dan dummy bahan organik seperti penelitian sebelumnya, melainkan menggunakan variabel besar pendapatan di luar usahatani dan dummy status kepemilikan lahan. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, jumlah benih, pupuk KCL, pupuk NPK, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi musim tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL, dan tenaga kerja luar keluarga. Penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan efisiensi usahatani sesudah penggunaan benih bersubsidi dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih bersubsidi. Efek inefisiensi teknis dipengaruhi oleh umur bibit. Penggunaan bibit muda akan menurunkan inefisiensi teknis sedangkan dalam pelaksanaannya petani responden jarang menggunakan bibit muda. Pada musim tanam kedua pendapatan tunai maupun total justru mengalami penurunan karena pada saat itu produksi dan 17

34 harga gabah menurun. Ini ditunjukkan oleh R/C atas biaya tunai dan total yang menurun. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21 persen. Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan penulis, khususnya yang terkait dengan variabelvariabel produksi dan variabel-variabel inefisiensi teknis. Sama halnya dengan penelitian terdahulu, penulis juga memasukkan variabel atau faktor produksi seperti lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja dalam penelitian ini. Akan tetapi, dalam penelitian ini variabel luas lahan akan dijadikan pembobot pada variabel dependen maupun variabel independen. Sementara variabel inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini dan juga yang telah digunakan pada penelitian terdahulu antara lain variabel umur petani, pengalaman, pendidikan formal, umur bibit, dummy keikutsertaan dalam kelompok tani, dan dummy status kepemilikan lahan. Variabel lainnya yang akan dianalisis yaitu variabel dummy status usahatani dan dummy kredit bank karena perbedaan status usahatani dan sumber permodalan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis. 18

35 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat atau permukaan bumi yang diperlukan untuk produksi pertanian (Mosher 1968, diacu dalam Mubyarto 1989). Sementara Rifai (1980), diacu dalam Hernanto (1996) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani sebagai organisasi dimaksudkan bahwa usahatani harus ada yang mengorganisir dan ada yang diorganisir, yang mengorganisir usahatani adalah petani dibantu oleh keluarga dan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Soekartawi (2006) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan usahatani adalah memperoleh hasil produksi yang optimal agar menghasilkan pendapatan yang maksimal. Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola, dan tipe usahataninya. Penjelasan mengenai klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut: 1) Corak dan Sifat Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan telah memperhatikan kualitas dan kuantitas produk. 2) Organisasi Berdasarkan organisasi, usahatani dibagi menjadi 3, yakni usahatani individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh sendiri beserta keluarga. Usahatani kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu

36 kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok. 3) Pola Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi. 4) Tipe Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa jenis usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti: usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Dalam usahatani, proses produksi dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor-faktor produksi yang mendukung kegiatan produksi tersebut sudah terpenuhi. Terdapat empat faktor produksi yang selalu ada dalam usahatani, yaitu tanah (lahan), modal, tenaga kerja, dan manajemen. Keempat faktor produksi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda namun saling terkait satu sama lain. 1) Tanah atau Lahan Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata (Hernanto 1996). Tanah memiliki sifat di antaranya: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Menurut Soekartawi (2002), luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Akan tetapi pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan, dan topografi. 20

37 2) Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan produk pertanian. Hernanto (1996) membedakan modal berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis pakai pada satu periode produksi, seperti tanah dan bangunan. Modal bergerak adalah jenis modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Berdasarkan sumbernya modal dapat dibedakan menjadi modal milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang, famili, dan lain-lain), hadiah warisan, usaha lain, dan kontrak sewa. 3) Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik (Hernanto 1996). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam maupun luar keluarga. Dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Skala usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan jenis tenaga kerja yang diperlukan. 4) Manajemen Hernanto (1996) menggambarkan manajemen usahatani sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian seperti yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas usahanya. 21

38 Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Hernanto 1996). Faktor internal terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Faktor internal ini dapat dikendalikan oleh petani itu sendiri. Sementara faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu proses produksi, fungsi produksi menunjukkan berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda. Soekartawi et al. (1986) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara masukan (input) dan produksi. Beberapa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya akan mempengaruhi jumlah output yang diperoleh. Dapat dimisalkan Y adalah produksi dan X i adalah input ke-i, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X 1, X 2, X 3,..., X m yang dipakai. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X 1, X 2, X 3,..., X m ) Fungsi produksi yang telah diketahui dapat digunakan untuk menduga hasil produksi dan dapat pula dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik. Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk aljabar fungsi produksi, yaitu: 1) Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekat keadaan usahatani sebenarnya. 2) Bentuk fungsi produksi yang digunakan mudah diukur atau dihitung secara statistik. 3) Fungsi produksi mudah diartikan secara ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Hernanto (1996) mengungkapkan bahwa melalui fungsi produksi dapat dilihat secara nyata bentuk hubungan dari faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh sejumlah produksi, dan sekaligus menunjukkan produktivitas dari 22

39 hasil itu sendiri. Hubungan input dan output tersebut dapat digambarkan dari produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM menunjukkan banyaknya penambahan atau pengurangan output Y yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan input X, dengan kondisi input lainnya tetap. Hubungan Y dan X ini dapat terjadi dalam tiga situasi, yaitu bila PM konstan, bila PM menurun, dan bila PM meningkat (Soekartawi 2002). PM konstan dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu-satuan unit input X dapat menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional. Bila terjadi suatu peristiwa tambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit output Y yang menurun atau decreasing productivity, maka PM menurun. Sebaliknya, bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan output Y yang semakin meningkat secara tidak proporsional, maka disebut dengan increasing productivity yang menyebabkan PM meningkat. Produk Marjinal (PM) = Perubahan Output Perubahan Input Produk rata-rata adalah perbandingan antara output total dengan input produksi. Dimana output total atau produk total (PT=Y) adalah jumlah output yang diperoleh dalam proses produksi. Produk Rata-rata (PR) = Ouput Total Input Total = Y x i Dengan mengaitkan PT, PM, dan PR maka hubungan input dan ouput akan lebih informatif. Artinya, dengan cara seperti itu akan dapat diketahui elastisitas produksi yang sekaligus juga akan diketahui apakah proses produksi yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi yang rendah atau sebaliknya. Elastisitas produksi (E p ) adalah presentase perubahan dari output akibat dari presentase perubahan dari input. E p = y / y x / x = y x x y = PM PR Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produksi terbagi menjadi tiga daerah (stage), yaitu stage I dimana sepanjang tahap ini PR terus naik, stage II dimana terjadi penurunan PR saat PM positif, dan stage III dimana terjadi penurunan PR saat PM negatif dan PT mulai turun. = y x i 23

40 Y Stage I Stage II Stage III TP E p >1 0<E p <1 E p <0 Y PR X 1 X 2 X 3 PM Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber: Soekartawi (2002) Stage I dimulai dari penggunaan X sebesar 0 unit sampai PR mencapai maksimum dan berpotongan dengan PM. Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (E p > 1), dimana PT meningkat pada tahapan increasing rate dan PR juga meningkat. Kondisi tersebut terjadi saat nilai PM lebih besar dari nilai PR. Petani belum mencapai keuntungan maksimum karena masih mampu memperoleh sejumlah produksi jika menambah sejumlah input tertentu. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien. Stage II dimulai pada PR maksimum dan berakhir pada PM = 0, dengan nilai elastisitas produksi (0 < E p < 1). Dalam keadaan demikian, tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh atau mengalami penambahan hasil produksi yang semakin menurun 24

41 (decreasing rate). Penggunaan input pada daerah ini telah optimal sehingga disebut daerah rasional atau efisien. Stage III merupakan daerah dimana PM pada posisi negatif dan turun secara tajam serta PR dan PT berada pada kondisi menurun, dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (E p < 0). Pada daerah ini upaya penambahan sejumlah input akan merugikan bagi petani karena akan menurunkan produksi. Penggunaan input dalam jumlah berlebih menyebabkan daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Metode stochastic frontier adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani (Seiford dan Thrall 1990, diacu dalam Coelli et al. 2005). Dalam metode tersebut digunakan data hasil survei untuk menentukan produksi frontier terbaik. Dugaan stokastik berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak (random error) yang meliputi dugaan fungsi produksi frontier dimana keluaran dari suatu usahatani merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi, kesalahan acak, dan inefisiensi. Greene (1993), diacu dalam Sukiyono (2005) menjelaskan bahwa model produksi frontier dimungkinkan untuk menduga atau memperkirakan efisiensi relatif suatu kelompok atau usahatani tertentu yang didapatakan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang dapat dicapai. Karakterisitik model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah adanya pemisah dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi ragam yang menggambarkan efisiensi teknis (Giannakas et al. 2003, diacu dalam Sukiyono 2005). Dengan demikian, metode frontier dapat menduga ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan galat dari modelnya. Aigner et al. (1977); Meeusen & van den Broeck (1977), diacu dalam Coelli et al. (2005) menjelaskan bahwa fungsi produksi stochastic frontier merupakan fungsi produksi yang dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional data) yang memiliki dua komponen error term, yaitu random effects (v i ) dan inefisiensi teknis (u i ). Secara matematis, fungsi produksi stochastic frontier dapat ditulis dalam persamaan berikut: 25

42 ln y i = x i + (v i - u i ); i = 1,2,3,...,N dimana: y i = produksi yang dihasilkan pada waktu ke-i x i = vektor input yang digunakan pada waktu ke-i = vektor parameter yang akan diestimasi v i = variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed, iid.) N (0, v 2 ), berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama) u i = variabel acak non negatif yang diasumsikan iid., yang menggambarkan inefisiensi teknis dalam produksi, dengan sebaran bersifat setengah normal N (0, u 2 ) Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic), yaitu nilai harapan dari x i β + v i atau exp(x i β + v i ). Random error (v i ) dapat bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(x i β). y Output frontier (y i *) exp(x i β+v i ), jika v i > 0 Fungsi produksi, y=f(exp(xβ)) y j Output frontier (y j *) exp(x j β+v j ), jika v j < 0 y i x i x j x Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: Coelli et al. (2005) Struktur dasar dari model stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2. Sumbu x mewakili input dan sumbu y mewakili output. Komponen dari model 26

43 frontier yaitu f(xβ), digambarkan sesuai asumsi diminishing return to scale, dimana jika variabel faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan secara terus-menerus dengan jumlah yang tetap maka akhirnya akan tercapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang semakin menurun. Gambar 2 menjelaskan aktivitas produksi dari dua petani yang diwakili simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar x i dan menghasilkan output sebesar y i, sedangkan petani j menggunakan input sebesar x j dan menghasilkan output sebesar y j. Berdasarkan output batas, terlihat bahwa output frontier petani i melampaui fungsi produksi f(xβ) sedangkan nilai output frontier petani j berada di bawah fungsi produksi f(xβ). Hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel v i bernilai positif. Sebaliknya, aktivitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana variabel v j bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Output frontier yang tak teramati tersebut dapat berada di atas atau di bawah bagian deterministik dari model stochastic frontier, sedangkan output yang teramati hanya dapat berada di bawah bagian deterministik dari model stochastic frontier. Output yang teramati dapat berada di atas fungsi deterministik frontiernya apabila random error bernilai positif dan lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya y i > exp(x i β) jika v i > u i ) (Coelli et al. 2005) Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Dalam usahatani, peranan hubungan input atau faktor produksi dengan output merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Peranan input bukan saja dapat dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat, tetapi juga dapat ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Petani yang rasional akan bersedia menambah input tertentu selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dibandingan dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh penambahan sejumlah input tersebut. Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (2005) mengungkapkan bahwa efisiensi terdiri atas dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. 27

44 Efisiensi teknis memperlihatkan kemampuan usahatani atau perusahaan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari penggunaan sejumlah faktor produksi tertentu. Sementara efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan usahatani atau perusahaan dalam menggunakan faktor produksi secara proporsional pada tingkat harga dan teknologi tertentu. Penggabungan efisiensi teknis dan efisiensi alokatif akan menghasilkan efisiensi ekonomi. Gambar 3 menunjukkan hubungan efisiensi teknis dan alokatif dengan pendekatan input. Garis SS menunjukkan kurva isoquant yang menghubungkan titik-titik kombinasi optimum dari sejumlah input satu (x 1 ) dengan input lainnya (x 2 ) untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Sedangkan garis AA menunjukkan kurva isocost yaitu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi penggunaan input satu (x 1 ) dengan input lainnya (x 2 ) yang didasarkan pada tersedianya biaya modal. x 2 /y S P A R Q Q S O A x 1 /y Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif Sumber: Coelli et al. (2005) Titik Q pada kurva merupakan titik yang efisien secara teknis karena titik tersebut berada pada kurva isoquant. Jarak sepanjang QP adalah inefisiensi teknis, sehingga sejumlah faktor produksi sepanjang garis tersebut dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah produk yang dihasilkan. Secara matematis, efisiensi teknis (TE) ditulis sebagai TE i = 0Q/0P. Notasi i menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input. Nilai TE i menunjukkan derajat efisiensi teknis yang dapat dicapai dimana 28

45 besaran nilainya berkisar antara 0 dan 1. Jarak sepanjang RQ pada kurva adalah inefisiensi alokatif yang menunjukkan biaya yang dapat dikurangi untuk mencapai efisiensi alokatif. Adapun nilai efisiensi alokatif dirumuskan sebagai AE i = 0R/0Q. Efisiensi ekonomis dicapai pada saat kurva isocost bersinggungan dengan kurva isoquant. Efisiensi ekonomis ditunjukkan oleh titik Q yang merupakan perpaduan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Selain itu kurva QQ juga merupakan kurva isoquant yang menunjukkan kondisi efisien secara penuh. Secara matematis efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut : EE = TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = 0R/0P Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien dapat menyebabkan senjang produktivitas antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas riil yang dihasilkan petani. dalam menangani masalah tersebut diperlukan penelitian untuk mengetahui sumber-sumber inefisiensi tersebut (Soekartawi 2002). Sumbersumber inefisiensi dapat diuji melalui dengan dua alternatif pendekatan (Daryanto 2002, diacu dalam Khotimah (2010). Pendekatan pertama adalah prosedur dua tahap, yang mana tahap pertama terkait pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan dan tahap kedua merupakan pendugaan terhadap regresi dimana skor efisiensi (ineifisiensi duaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap, dimana efek inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi. Model inefisiensi yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (2005). Dalam mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel u i yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (μ, σ 2 ). Nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis dapat diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut : μ = δ 0 + Z it δ + w it dimana Z it pada perhitungan tersebut adalah variabel penjelas, δ adalah parameter skalar yang dicari, dan w it adalah variabel acak. 29

46 Konsep Pendapatan Usahatani Usahatani merupakan kegiatan ekonomi sehingga analisis pendapatan usahatani sangat penting dilakukan untuk mengukur keberhasilan kegiatan ekonomi tersebut. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi atau disebut juga sebagai biaya. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai, dihitung dari selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan pengeluaran tunai usahatani (farm payment) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda. Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi nilai penjualan hasil, nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga, dan jumlah penambahan inventaris. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya atau besarnya tidak tergantung pada faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produksi yang diperoleh, contohnya pajak. Sementara biaya tidak tetap atau biaya variabel besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh, meliputi biaya untuk sarana produksi. Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur pendapatan usahatani adalah analisis R/C atau return cost ratio. Analisis R/C akan menunjukkan 30

47 besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Selain itu, nilai R/C juga dapat menjadi alat ukur kelayakan suatu usahatani. Suatu usahatani dikatakan layak jika usahatani tersebut memperoleh balas jasa yang sesuai atau dengan kata lain penerimaan usahatani yang diperoleh dapat menutupi semua pengeluaran usahatani. Nilai R/C lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya. Sebaliknya nilai R/C lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya. Jika nilai R/C sama dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat sehingga diperoleh keuntungan normal. Nilai R/C dapat dihitung atas biaya tunai (riil) dan biaya total Kerangka Pemikiran Operasional Paprika merupakan salah satu komoditi eksklusif yang bersifat komersial. Permintaan akan komoditi yang berasal dari Amerika Latin ini sangat tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Menjamurnya restauran-restauran dan hotel yang menyajikan menu makanan asing di dalam negeri, memberikan peluang pasar yang begitu lebar bagi komoditi paprika. Sementara untuk pasar luar negeri, paprika sebagian besar diekspor ke Singapura. Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua merupakan sentra produksi paprika hidroponik di Kabupaten Bandung Barat. Hampir seluruh petani paprika di desa tersebut membudidayakan paprika di bawah naungan (protected cultivation) berupa rumah plastik dengan menggunakan sistem hidroponik. Peluang pasar paprika Desa Pasirlangu sangat besar karena diserap oleh pasar dalam negeri dan juga ekspor. Permintaan paprika untuk ekspor mencapai 10 ton per minggu, sementara petani di Desa Pasirlangu baru mampu memenuhi pasokan paprika sebanyak 4-6 ton. Pemenuhan permintaan paprika yang tinggi di Desa Pasirlangu masih terkendala oleh keterbatasan produksi. Salah satu penyebab keterbatasan produksi paprika di Desa Pasirlangu adalah produktivitas rata-rata paprika yang belum optimal. Menurut Gunadi (2006), berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian 31

48 Tanaman Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal hingga mencapai 8-9 kilogram per meter persegi. Namun pada kenyataannya produktivitas tertinggi paprika hidroponik yang mampu dicapai oleh petani di Desa Pasirlangu hanya sebesar 5,7 kilogram per meter persegi atau 57 ton per hektar (Laporan Profil Desa Pasirlangu 2011). Kesenjangan antara produktivitas riil dan produktivitas potensial yang diharapkan diduga karena para petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu masih menghadapi kendala di lapang khususnya terkait dengan penggunaan faktor produksi. Dalam penelitian ini akan dianalisis pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi atau input terhadap produksi paprika hidroponik dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Variabel-variabel independen yang dimasukkan ke dalam model pendugaan fungsi produksi paprika hidroponik adalah luas lahan greenhouse, jumlah benih, nutrisi, insektisida, fungisida, pupuk daun, pupuk pelengkap cair, dan tenaga kerja. Namun, dalam pendugaan model fungsi produksi, variabel luas lahan hanya digunakan sebagai pembobot pada variabel dipenden (produksi) dan independen lainnya sehingga variabel dependen dan semua variabel independen dibagi dengan luas lahan untuk melihat produksi paprika hidroponik per satuan lahan dan penggunaan input-input produksi per satuan lahan. Selanjutnya, dilakukan dianalis inefisiensi teknis yang bertujuan untuk mengetahui efek inefisiensi teknis pada model. Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis pada usahatani paprika hidroponik yaitu umur petani, pengalaman usahatani paprika, pendidikan formal, umur bibit, dummy keikutsertaan dalam kelompok tani, dummy status usahatani, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy kredit bank. Hasil analisis fungsi produksi stochastic frontier akan memberikan gambaran tingkat efisiensi dari masingmasing petani yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam pengkombinasian input-input usahatani yang optimal. Pada penelitian ini juga akan dianalisis bagaimana penggunaan faktorfaktor produksi akan mempengaruhi struktur biaya yang terbentuk serta pendapatan usahatani paprika hidroponik yang diterima. Analisis pendapatan 32

49 dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan analisis R/C. Kerangka operasional penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Permintaan pasar terhadap paprika hidroponik yang tinggi menuntut hasil produksi yang maksimal Desa Pasirlangu sebagai sentra penghasil paprika yang berperan penting sebagai komoditi ekspor dan sumber pendapatan masyarakat Pemenuhan permintaan pasar paprika hidroponik Desa Pasirlangu masih terkendala dengan keterbatasan produksi Produktivitas paprika hidroponik Desa Pasirlangu belum optimal Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu? Analisis Efisiensi Teknis (Fungsi Produksi Stochastic Frontier) Analisis Pendapatan Usahatani: 1. Pendapatan Usahatani 2. Analisis R/C Efisiensi Teknis Pendapatan Usahatani Rekomendasi Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional 33

50 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan pertimbangan bahwa Desa Pasirlangu merupakan sentra produksi paprika hidroponik di Kabupaten Bandung Barat yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April hingga Mei Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer dikumpulkan dari petani responden melalui pengamatan dan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuisioner yang meliputi karakteristik petani responden dan karakteristik usahatani. Data primer berupa karakteristik petani responden seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani paprika, dan lain sebagainya digunakan untuk mendapat gambaran umum mengenai petani paprika di Desa Pasirlangu. Data mengenai karakteristik usahatani seperti penggunaan faktor produksi, produksi paprika dalam satu musim tanam, dan pertanyaan lain digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani paprika di tempat penelitian. Data sekunder digunakan sebagai data penunjang pada penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari artikel, jurnal, buku, literatur internet, serta dari berbagai instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Desa Pasirlangu, serta beberapa sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini Metode Pengambilan Sampel Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebanyak 60 orang petani paprika hidroponik, berdasarkan aturan umum secara statistik yaitu 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat memprediksi populasi yang diteliti. Pengambilan responden untuk penelitian dilakukan dengan metode

51 purposive sampling. Purposive sampling dapat diartikan pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan dimana pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu (Soekartawi 2006). Penelitian ini berfokus untuk melihat efisiensi teknis petani pada tingkat teknologi tertentu sehingga petani yang menjadi sampel adalah petani yang menggunakan sistem fertigasi manual dan membudidayakan paprika dengan sistem hidroponik (menggunakan arang sekam sebagai media tanamannya). Penentuan sampel tidak dilakukan secara acak karena tidak tersedia sampel frame petani paprika di lokasi penelitian Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh diolah dan dinalisis dengan metode kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan keragaan petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Pada pengolahan data, jumlah total sampel sebanyak 60 petani diseleksi menjadi 59 petani karena jumlah 59 petani inilah yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excel, Minitab 14, dan Frontier Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada kerangka pemikiran, dalam penelitian ini variabel dependen (produksi) dan seluruh variabel independen yang digunakan dibagi dengan luas lahan, sehingga dalam model sudah tidak terdapat variabel luas lahan. Model persamaan penduga fungsi produksi frontier dari usahatani paprika hidroponik adalah sebagai berikut: Ln Y = ln B + 2 ln Nut + 3 ln Ins + 4 ln Fu + 5 ln Pd + 6 ln Pc + 7 ln TK + v i - u i dimana: Y = jumlah produksi paprika hidroponik per luas lahan (kg/m 2 ) B = jumlah benih per luas lahan (biji/m 2 ) 35

52 Nut = jumlah nutrisi per per luas lahan (liter/m 2 ) Ins = jumlah insektisida per luas lahan (liter/m 2 ) Fu = jumlah fungisida per luas lahan (liter/m 2 ) Pd = jumlah pupuk daun per luas lahan (kg/m 2 ) Pc = jumlah pupuk cair per luas lahan (liter/m 2 ) TK = jumlah tenaga kerja per luas lahan (HOK/m 2 ) 0 = intersep j = koefisien parameter penduga, dimana j= 1,2,3,...,7 0< j <1 (diminishing return) u i = efek inefisiensi teknis dalam model v i = variabel acak v i - u i = error term total Nilai koefisien yang diharapkan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 > 0. Nilai koefisien positif memiliki arti dengan meningkatnya jumlah input yang digunakan dalam produksi maka akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale). Produksi berada pada kondisi decreasing return to scale jika j < 1, dan sebaliknya produksi berada pada kondisi increasing return to scale jika j > 1. Pada produksi yang memiliki kondisi contant return to scale, maka j = 1. Namun fungsi Cobb-Douglas hanya beroperasi pada daerah I (increasing return to scale) dan daerah II (decreasing return to scale) (Beattie et al. 1985) Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis berikut: Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai TE i y i exp x i exp x i u i exp x i exp u i TE i adalah efisiensi teknis petani ke-i, y i adalah fungsi output deterministik (tanpa error term), dan exp (-u i ) adalah nilai harapan (mean) dari u i. Nilai efisiensi teknis berkisar antara nol dan satu, berbanding terbalik dengan nilai 36

53 efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah ouput dan input tertentu (cross section data). Pada penelitian ini, model efek inefisiensi yang digunakan mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Coelli et al. (2005). Variabel u i yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N ( i, 2 ). Parameter distribusi ( i ) efek inefisiensi teknis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: i = δ 0 + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 2 + δ 3 Z 3 + δ 4 Z 4 + δ 5 Z 5 + δ 6 Z 6 + δ 7 Z 7 + δ 8 Z 8 + w it dimana faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani paprika hidroponik adalah: Z 1 = umur petani (tahun) Z 2 = pengalaman usahatani paprika (tahun) Z 3 = pendidikan formal (tahun) Z 4 = umur bibit (hari) Z 5 = dummy keikutsertaan dalam kelompok tani Z 6 = dummy status usahatani Z 7 = dummy status kepemilikan lahan Z 8 = dummy kredit bank w it = error term Nilai koefisien parameter yang diharapkan δ 1 > 0 dan δ 2, δ 3, δ 4, δ 5, δ 6, δ 7, δ 8 < 0. Adapun hipotesis yang diajukan untuk model inefisiensi teknis adalah sebagai berikut: 1. Semakin tua umur petani diduga akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis karena dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik akan semakin melemah. 2. Semakin lama pengalaman petani dalam menjalani usahatani paprika diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis karena pengalaman akan memberikan pembelajaran bagi para petani dalam melakukan usahatani. 3. Semakin lama pendidikan formal petani diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis karena petani dengan tingkat pendidikan yang lebih 37

54 tinggi diduga akan lebih mudah dalam mengadopsi teknologi dan menyerap informasi tentang input-input produksi. 4. Semakin tua umur bibit diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis karena bibit berumur tua akan mencegah peluang terjadinya kematian pada tanaman. 5. Dummy keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis. Nilai satu untuk petani anggota kelompok dan nol untuk petani bukan anggota kelompok. Petani anggota kelompok akan memperoleh banyak informasi melalui penyuluhan sehingga diduga akan lebih efisien. 6. Dummy status usahatani diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis. Nilai satu untuk petani dengan status usahatani paprika sebagai pekerjaan utama dan nol untuk petani dengan status usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan. Petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama akan memiliki curahan waktu yang lebih banyak untuk mengelola usahataninya sehingga diduga akan lebih efisien. 7. Dummy status kepemilikan lahan diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis karena akan mempengaruhi keseriusan petani dalam menjalankan usahatani. Nilai satu untuk petani dengan lahan bagi hasil dan nol untuk petani dengan lahan milik sendiri. Petani dengan status kepemilikan lahan bagi hasil diduga akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih tinggi sehingga akan lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani dengan lahan bagi hasil. 8. Dummy kredit bank diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis. Nilai satu untuk petani yang memperoleh kredit bank dan nol untuk petani yang tidak memperoleh kredit bank. Petani yang memperoleh kredit bank akan memiliki kemampuan menggali modal yang lebih banyak untuk membiayai faktor produksi sehingga diduga akan lebih efisien. Pengujian inefisiensi teknis dapat dilakukan dengan metode statistik. Hasil pengujian Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter dalam bentuk sebagai berikut: s 2 = v 2 + u 2 dan = u 2 / s 2 38

55 dimana s 2 adalah varians dari distribusi normal, v 2 adalah varians dari v i, dan u 2 adalah varians dari u i. Nilai parameter ( ) merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam residual error ( ) yang nilainya berkisar antara nol dan satu Uji Hipotesis Pengujian parameter fungsi produksi stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis model dilakukan dengan dua tahap. Tahap yang pertama dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter input-input produksi ( i ). Tahap kedua dilakukan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimated (MLE) untuk menduga keseluruhan parameter 2 faktor produksi ( i ), intersep ( 0 ), serta varians dari kedua komponen error ( v dan u 2 ) pada taraf nyata sebesar. Hipotesis pertama : H 0 : = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =... δ 8 = 0 H 1 : = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =... δ 8 > 0 Hipotesis nol berarti efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika hipotesis ini diterima maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji yang digunakan adalah uji chi-square, dengan persamaan : LR = -2 {ln[l(h 0 )/L(H 1 )]} Dimana L(H 0 ) dan L(H 1 ) masing-masing adalah nilai fungsi likelihood dari hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Kriteria uji : LR galat satu sisi > 2 restriksi (table Kodde dan Palm) maka tolak H 0 LR galat satu sisi < 2 restriksi (table Kodde dan Palm) maka terima H 0 Hipotesis Kedua : H 0 : δ 1 = 0 H 1 : δ 1 0 ; i = 1,2,3,...,n Hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masingmasing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh terhadap inefisiensi di dalam proses produksi. 39

56 Uji Statistik yang digunakan : Kriteria uji : t-rasio = i 0 S i t-tabel = t (α, n-k-1) t-rasio > t-tabel t (α, n-k-1) : tolak H 0 t-rasio < t-tabel t (α, n-k-1) : terima H 0 dimana: k n = jumlah variabel bebas = jumlah pengamatan (responden) S (δ i ) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai yaitu pendapatan yang diperoleh atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu pendapatan yang memperhitungkan semua input milik keluarga yang juga dianggap sebagai biaya (Soekartawi 2002). Secara matematis, penerimaan total, biaya, dan pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut: TR = P y x Y TC = TFC + TVC dimana : π tunai π total TR total = TR total TC tunai = TR total (TC tunai + Bd) = Total penerimaan usahatani (Rupiah) TC tunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah) π = Pendapatan (Rupiah) Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rupiah) P y Y TVC TFC = Harga output (Rupiah) = Jumlah output (Kg) = Total biaya variabel (Rupiah) = Total biaya tetap (Rupiah) 40

57 Analisis R/C digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani paprika hidroponik. R/C membandingkan penerimaan kotor dengan pengeluaran usahataninya. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut: R/C atas Biaya Tunai = Total Penerimaan Total Biaya Tunai = TR TC tunai R/C atas Biaya Total = Total Penerimaan Total Biaya = TR TC tunai Bd Analisis R/C digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan kotor yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu usahatani. Apabila R/C > 1, berarti usahatani dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, jika R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak efisien Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani paprika hidroponik yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini: 1. Produksi paprika hidroponik per luas lahan atau produktivitas paprika hidroponik (Y) adalah jumlah panen total paprika hidroponik (paprika hijau, merah, dan kuning) dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu kilogram per meter persegi (kg/m 2 ). Harga hasil produksi paprika (P y ) adalah harga rata-rata di tingkat petani pada saat panen berdasarkan jenis paprika. 2. Benih per luas lahan (B) adalah jumlah benih paprika yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu biji per meter persegi (biji/m 2 ). 3. Nutrisi per luas lahan (Nut) adalah jumlah cairan nutrisi campuran (larutan pekat dengan air) yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter persegi (liter/m 2 ). 4. Insektisida per luas lahan (Ins) adalah jumlah racun pencegah hama tanaman paprika yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu 41

58 musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter persegi (liter/m 2 ). 5. Fungisida per luas lahan (Fu) adalah jumlah racun pencegah penyakit tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter persegi (liter/m 2 ). 6. Pupuk daun per luas lahan (Pd) adalah jumlah pupuk daun yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu kilogram per meter persegi (kg/m 2 ). 7. Pupuk cair per luas lahan (Pc) adalah jumlah pupuk pelengkap cair yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter persegi (liter/m 2 ). 8. Tenaga kerja per luas lahan (TK) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam kegiatan usahatani paprika hidroponik dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu Hari Orang Kerja per meter persegi (HOK/m 2 ). Perhitungan HOK mengabaikan jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam keluarga atau luar keluarga. 9. Umur petani (Z 1 ) adalah usia petani paprika hidroponik pada saat penelitian berlangsung yang diukur dalam satuan tahun. 10. Pengalaman berusahatani (Z 2 ) adalah lamanya petani dalam mengusahakan usahatani paprika yang diukur dalam satuan tahun. 11. Pendidikan formal (Z 3 ) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh petani yang diukur dalam satuan tahun. 12. Umur bibit (Z 4 ) adalah umur bibit paprika hidroponik yang digunakan petani pada saat dipindahkan di greenhouse tanam yang diukur dalam satuan hari. 13. Keikutsertaan dalam kelompok tani (Z 5 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani anggota kelompok dan nol untuk petani yang bukan anggota kelompok. 14. Status usahatani (Z 6 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama dan nol 42

59 untuk petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan. 15. Status kepemilikan lahan (Z 7 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang mengusahakan paprika hidroponik pada lahan bagi hasil dan nol untuk petani yang mengusahakan paprika hidroponik pada lahan milik sendiri. 16. Kredit bank (Z 8 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang memperoleh kredit bank dan nol untuk petani yang tidak memperoleh kredit bank. 43

60 V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Pasirlangu Gambaran umum Desa Pasirlangu meliputi keadaan geografi dan administratif, kependudukan, serta sarana dan prasarana Keadaan Geografi dan Administratif Desa Pasirlangu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Desa Pasirlangu ke ibukota kecamatan relatif dekat, yaitu 5 kilometer, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 34 kilometer, dan jarak ke ibukota provinsi yaitu 25 kilometer. Batas wilayah administratif Desa Pasirlangu adalah sebagai berikut: Utara : Kabupaten Purwakarta Timur : Desa Tugu Mukti, Kecamatan Cisarua Selatan : Desa Cimanggu, Kecamatan Ngamprah Barat : Desa Cipada, Kecamatan Cisarua Luas wilayah Desa Pasirlangu mencapai hektar, dengan bentang wilayah yang berupa perbukitan seluas 710 hektar dan lereng gunung seluas 355 hektar. Ditinjau dari ketinggiannya Desa Pasirlangu berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata C, dan curah hujan rata-rata per tahun adalah mm. Menurut penggunaan lahan di Desa Pasirlangu, 88,08 hektar luas lahan digunakan sebagai lahan pemukiman, 10 hektar digunakan sebagai lahan persawahan, 7 hektar digunakan sebagai lahan perkebunan, 1 hektar digunakan sebagai lahan kuburan, 58 hektar digunakan sebagai lahan pekarangan, 1,56 hektar digunakan sebagai lahan perkantoran, dan 899,36 hektar digunakan sebagai prasarana umum lainnya. Sebesar 10 hektar lahan persawahan, seluruhnya merupakan sawah irigasi setengah teknis. Sementara lahan kering untuk tegalan atau ladang sebesar 467,49 hektar. Lahan pertanian di Desa Pasirlangu banyak ditanami jenis tanaman sayuran, buah-buahan, serta padi dan palawija. Beberapa komoditas sayuran yang ditanam di desa ini adalah labu siam, paprika, cabe, tomat, kubis, mentimun, buncis, brokoli, dan terong. Jenis sayuran yang paling banyak ditanam adalah labu siam dengan luas lahan sekitar 74 hektar dan paprika dengan luas lahan sebesar 26

61 hektar. Meskipun luas lahan paprika lebih kecil dibandingkan dengan labu siam, tetapi paprika menjadi komoditas unggulan di Desa Pasirlangu karena memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian di desa ini sekitar keluarga. Sebagian besar termasuk dalam kelompok yang memiliki tanah kurang dari 1 hektar yaitu sebanyak keluarga, 27 keluarga lainnya memiliki tanah 1,0-5,0 hektar, dan hanya 2 keluarga yang memiliki tanah 5,0-10 hektar Kependudukan Jumlah penduduk di Desa Pasirlangu pada tahun 2011 berjumlah jiwa, yang terdiri dari orang penduduk laki-laki dan orang penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak kepala keluarga. Mata pencaharian penduduk Desa Pasirlangu sebagian besar dari sektor pertanian. Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Pasirlangu Tahun 2011 No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Petani ,55 2 Buruh Tani ,22 3 PNS 23 0,89 4 Pengrajin Industri Rumah Tangga 7 0,27 5 Pedagang 29 1,13 6 Peternak 1 0,04 7 Montir 5 0,19 8 Perawat Swasta 1 0,04 9 TNI 7 0,27 10 POLRI 4 0,16 11 Pensiunan 9 0,35 12 Pengusaha Kecil dan Menengah 7 0,27 13 Karyawan Perusahaan Swasta 13 0,50 14 Karyawan Perusahaan Pemerintah 3 0,12 Jumlah ,00 Sumber : Laporan Profil Desa Pasirlangu (2011) 45

62 Dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 25 penduduk tidak pernah sekolah, 650 penduduk belum sekolah, penduduk sedang sekolah, penduduk tamat SD/sederajat, 191 penduduk pernah SD tetapi tidak tamat, 825 penduduk tamat SMP, 103 penduduk pernah SMP tetapi tidak tamat, 438 penduduk tamat SMA, dan 50 penduduk pernah SMA tetapi tidak tamat. Sementara itu penduduk yang melanjutkan ke perguruan tinggi/sederajat jumlahnya tidak terlalu banyak seperti tamat D1 berjumlah 5 penduduk, tamat D2 berjumlah 2 penduduk, tamat D3 sebanyak 12 penduduk, tamat S1 sebanyak 51 penduduk, dan tamat S2 sebanyak 2 penduduk Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana umum yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan di Desa Pasirlangu antara lain : Sarana Pemerintah Desa Sarana jalan/perhubungan Sarana perekonomian (kios dan warung) Jasa transportasi Sarana pendidikan Sarana dan prasarana kesehatan Sarana ibadah Prasarana olah raga 5.2. Karakteristik Responden Karakteristik petani responden diklasifikasikan berdasarkan usia, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal (penyuluhan), status usahatani, pengalaman usahatani, modal, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Keragaan karakteristik tersebut diduga akan mempengaruhi keputusan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Usia petani responden di lokasi penelitian berada di antara usia tahun. Berdasarkan distribusi usia petani responden pada Tabel 7 terlihat bahwa sebagian besar petani responden yang melakukan usahatani paprika hidroponik adalah petani yang berusia kurang dari 45 tahun (64,40 persen). Sebanyak 35,60 persen lainnya berusia lebih dari sama dengan 45 tahun. Hal tersebut 46

63 menunjukkan bahwa mayoritas petani responden berada dalam usia produktif. Petani responden dengan usia produktif umumnya memiliki kemampuan fisik dan kinerja yang baik sehingga dapat bekerja lebih optimal. Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2012 Kelompok Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) < , , , , ,39 > ,69 Total ,00 Usia merupakan salah satu karakteristik petani yang diduga mempengaruhi efisiensi teknis dalam usahatani paprika hidroponik. Pertambahan umur akan mempengaruhi kondisi fisik petani yang berakibat pada penurunan kinerja petani tersebut. Petani yang sudah termasuk dalam ketegori tua atau usia lanjut diduga memiliki tingkat efisiensi teknis yang lebih rendah karena berkaitan dengan kemampuan mengalokasikan input-input produksi. Sebaliknya petani yang berusia muda atau produktif diduga akan lebih efisien secara teknis. Pendidikan formal merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi petani paprika dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan penyerapan informasi dan penerapan teknologi paprika hidroponik yang diperkenalkan. Seluruh petani responden di lokasi penelitian sudah menjalankan pendidikan formal, dengan tingkat tertinggi S2 dan tingkat terendah yaitu Sekolah Dasar. Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani responden merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 37,29 persen. Sementara petani responden lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing sebesar 27,87 persen dan 22,95 persen. 47

64 Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Lulusan SD 22 37,29 Lulusan SMP 17 28,81 Lulusan SMA 13 22,03 Diploma 2 3,40 S1 4 6,78 S2 1 1,69 Total ,00 Selain pendidikan formal, pendidikan non-formal seperti penyuluhan juga sangat penting dan berpengaruh dalam mengembangkan pengetahuan petani paprika karena dengan dengan semakin berkembangnya zaman maka petani juga dituntut untuk mengikuti perkembangan ilmu pertanian dari waktu ke waktu serta dapat berinovasi. Penyuluhan yang pernah diperoleh para petani responden di antaranya mengenai Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Good Agricultural Practices (GAP), praktek penerapan teknologi baru, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah petani responden atau sebesar 66,10 persen responden telah mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan penyuluh setempat. Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan Tahun 2012 Pernah Mengikuti Jumlah (orang) Persentase (%) Penyuluhan Ya 39 66,10 Tidak 20 33,90 Total ,00 Tidak semua petani responden menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai mata pencaharian atau sumber penghasilan utama, tetapi ada juga sebagian kecil responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai penghasilan sampingan. Sebanyak 54 orang responden atau 91,53 persen responden mengandalkan penghasilan utama dari usahatani paprika hidroponik, 48

65 sedangkan responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan hanya berjumlah 5 orang atau 8,47 persen. Petani responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan, memiliki pekerjaan utama sebagai pegawai negeri ataupun wiraswasta. Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Tahun 2012 Status Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) Pekerjaan Utama 54 91,53 Pekerjaan Sampingan 5 8,47 Total ,00 Perbedaan status usahatani tersebut akan mempengaruhi keputusan manajerial dalam melakukan kegiatan usahatani paprika hidroponik sehingga akan mempengaruhi efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Petani responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama akan memiliki curahan waktu yang lebih banyak untuk usahataninya, sedangkan petani responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan memiliki curahan waktu lebih sedikit untuk usahataninya sehingga lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja dari luar. Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Paprika Tahun 2012 Pengalaman Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) Paprika (tahun) , , , ,12 Total ,00 Tabel 11 menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani paprika yang dijalankan. Paprika sendiri sudah lama dikembangkan di Desa Pasirlangu. Lamanya pengalaman usahatani paprika yang dijalankan oleh petani responden beragam, yaitu sebanyak 32,20 persen memiliki pengalaman 6-49

66 10 tahun, sebanyak 28,81 persen memiliki pengalaman tahun, dan sebanyak 27,12 persen yang memiliki pengalaman lebih dari 16 tahun. Seorang petani akan semakin banyak memperoleh pelajaran seiring dengan semakin lamanya pengalaman yang ia miliki. Pengalaman dan pelajaran yang dimiliki tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan agar dapat menghasilkan produksi yang lebih baik. Modal yang digunakan petani responden dalam menjalankan usahatani paprika selain berasal dari modal sendiri dan pinjaman dari keluarga/saudara juga dapat berasal dari kredit bank. Kredit bank yang diambil petani biasaya berasal dari BRI dan BPR. Dari Tabel 12 terlihat bahwa petani responden yang memperoleh kredit dari bank jumlahnya lebih sedikit dibandingkan yang tidak memperoleh kredit bank, yaitu sebesar 18,64 persen. Akan tetapi, petani yang memperoleh kredit bank akan memiliki kemampuan menggali modal yang lebih banyak untuk membiayai faktor-faktor produksi dan mengembangkan usahataninya. Selain itu, petani yang memperoleh kredit bank juga memiliki tanggung jawab untuk dapat mengembalikan pinjaman beserta beban bunga sehingga dalam menjalankan usahataninya dituntut agar dapat berproduksi dengan lebih efisien. Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Perolehan Kredit Bank Tahun 2012 Memperoleh Kredit Bank Jumlah (orang) Persentase (%) Ya 11 18,64 Tidak 48 81,36 Total ,00 Lahan usahatani sangat berkaitan erat dengan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani paprika yang dijalankan. Luas greenhouse paprika yang berada di Desa Pasirlangu berbeda-beda tergantung dari luas lahan yang dikuasai oleh petani. Sebagian besar petani responden memiliki lahan seluas m 2 yaitu sebanyak 32,20 persen. Sementara petani lainnya tersebar dengan luas lahan yang berbeda-beda. Terdapat 3 orang responden atau 5,08 persen yang memiliki lahan dengan luas lebih dari 1 hektar. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan yang dikuasainya dapat dilihat pada Tabel

67 Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Greenhouse Tahun 2012 Luas Lahan (m 2 ) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , , , , ,08 Total ,00 Status kepemilikan lahan petani paprika yang menjadi responden berbedabeda. Sebagian besar petani responden memiliki lahan sendiri yaitu sebanyak 49 orang atau 83,05 persen dari total responden yang ada. Di lokasi penelitian juga terdapat petani responden yang menggarap pada lahan bagi hasil. Petani yang memiliki status kepemilikan lahan bagi hasil yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 16,95 persen dari total responden. Status kepemilikan lahan dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahtani dimana petani yang berusahatani paprika hidroponik menggunakan lahan bagi hasil diduga akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar. Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2012 Status Kepemilikan Lahan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Lahan milik 49 83,05 Lahan bagi hasil 10 16,95 Total , Budidaya Paprika Hidroponik Proses budidaya paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, terdiri dari proses persiapan greenhouse dan lahan, penyemaian dan pembibitan, penanaman, pemeliharaan serta panen dan pasca panen. 51

68 Persiapan Greenhouse dan Lahan Greenhouse merupakan sarana produksi utama dalam usahatani paprika karena karakteristik tanaman yang rentan terhadap kondisi cuaca yang tidak menentu sehingga membutuhkan rumah khusus sebagai naungan. Terdapat dua jenis greenhouse dalam budidaya paprika yaitu greenhouse penyemaian dan pembibitan serta greenhouse penanaman. Umumnya greenhouse penyemaian dan pembibitan dibuat lebih sederhana dibandingkan dengan greenhouse penanaman. Persiapan greenhouse meliputi pembangunan greenhouse dan pembuatan bedengan untuk greenhouse penanaman. Konstruksi greenhouse di Desa Pasirlangu terbuat dari bambu seperti yang terlihat pada Gambar 5a. Bagian atap ditutupi oleh plastik UV yang berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk sehingga suhu dan kelembaban di dalam greenhouse tetap terjaga. Sementara bagian dinding ditutupi oleh plastik poly ethylene dan kasa polynet. Rata-rata ketinggian greenhouse tanam mencapai 7 meter, yaitu setinggi 4 meter diukur dari dasar lantai hingga dinding atas dan setinggi 3 meter diukur dari dinding atas hingga atap. Sementara luas greenhouse disesuaikan dengan jumlah tanaman yang akan masuk. Pendirian greenhouse harus memperhatikan kekokohan bangunan dan pertukaran udara dalam greenhouse. Instalasi yang harus ada dalam greenhouse antara lain tangki penampung air serta nutrisi karena sumber kehidupan utama untuk jenis tanaman hidroponik adalah air atau nutrisi. a b Gambar 5. Bangunan Greenhouse Budidaya di Desa Pasirlangu (a) dan Bedengan yang Ditutupi Mulsa (b) 52

69 Pada bagian dalam greenhouse penanaman dibuat bedengan-bedengan dimana polybag akan diletakkan di atasnya. Bedengan dibuat dengan lebar 100 cm, tinggi cm, dan jarak antar bedengan cm, sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan lahan. Bedengan ini sengaja dibuat lebih tinggi dari lantai agar air yang keluar dari polybag akan mengalir sehingga daerah sekitar perakaran tidak akan tergenang oleh air dan mencegah pembusukan akar. Seperti yang terlihat pada Gambar 5b, bedengan juga ditutupi oleh plastik mulsa untuk menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi menghasilkan gulma dan bibit penyakit. Sebelum penanaman, petani melakukan persiapan lahan yang meliputi sanitasi dan sterilisasi greenhouse. Sanitasi dilakukan dengan membuang sisa tanaman yang masih ada dan gulma di dalam greenhouse untuk menghindari penularan penyakit dari tanaman lama. Sementara sterilisasi dilakukan dengan menyemprotkan bahan kimia sejenis lysol dan gramoxone untuk membunuh bibit penyakit yang dapat menyerang tanaman paprika. Untuk musim tanam berikutnya, secara rutin dilakukan pencucian polybag tanam, plastik mulsa, dan atap greenhouse. Pencucian atap greenhouse bertujuan untuk membersihkan plastik UV dari lumut agar tidak menghalangi sinar matahari yang masuk Penyemaian dan Pembibitan Varietas benih paprika merah yang umumnya digunakan oleh petani paprika Desa Pasirlangu adalah Edison, sedangkan benih paprika kuning yang digunakan adalah Sunny dan Capino. Baik varietas paprika merah dan kuning semuanya merupakan benih hibrida F1. Proses penyemaian benih paprika dilakukan dalam greenhouse khusus dengan ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 16 meter persegi. Sebelum penyemaian, benih terlebih dahulu direndam dalam air hangat selama kurang lebih 60 menit untuk merangsang perkecambahan. Setelah direndam, benih kemudian dikeringkan di tempat teduh. Setelah kering, benih dimasukkan satu per satu ke dalam tray yang telah berisi arang sekam basah. Setelah itu, tray ditutup oleh plastik mulsa hitam perak sampai sekitar 10 hari. Selama benih disemai, petani harus selalu mengontrol suhu, tingkat kelembaban, dan kebasahan media 53

70 arang sekam. Suhu yang baik untuk penyemaian berkisar C dengan tingkat kelembaban antara persen. Gambar 6. Penyemaian dan Pembibitan Paprika Hidroponik Benih akan mulai berkecambah setelah berumur 10 hari. Umumnya dari semua benih yang disemai, hanya sekitar 90 persen benih yang berhasil berkecambah. Rata-rata jumlah benih yang disemai oleh responden untuk lahan seluas m 2 adalah sebanyak benih, sehingga potensi bibit yang mungkin dihasilkan yaitu kurang lebih sebanyak bibit. Jika telah berkecambah, bibit sudah dapat dipindahkan ke polybag kecil dan diletakkan di tempat yang terang. Selama proses pembibitan, petani harus tetap melakukan penyiraman (tergantung cuaca dan keadaan media arang sekam) dan pengendalian hama seperti thrips Penanaman Rata-rata umur bibit yang digunakan oleh petani responden adalah yang berumur 30 hari. Sementara rekomendasi umur bibit dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran yaitu yang berumur sekitar enam minggu setelah semai. Bibit yang ditanam sebaiknya adalah bibit yang sehat atau tidak terserang hama dan penyakit serta memiliki daun sebanyak 5-8 helai. Media tanam yang akan ditanami bibit terlebih dahulu dibasahi dengan nutrisi kurang lebih sebanyak 500 ml per polybag. Agar bibit tidak patah dan tidak merusak daerah perakaran, maka saat pemindahan ke polybag tanam bibit dilepas dari polybag kecil bersama medianya dengan hati-hati. Bagian bawah polybag penanaman sebelumnya diberi lubang sebanyak 5-10 lubang agar air yang diberikan tidak tergenang untuk mencegah pembusukan akar. Dalam satu polybag biasanya hanya berisi satu 54

71 tanaman dengan jarak antar tanaman yaitu sekitar 30 x 30 cm. Rata-rata populasi tanaman paprika petani responden yaitu 3,48 pohon per m Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan bagian penting dari tahap budidaya yang akan menentukan keberhasilan produksi paprika. Pemeliharaan tanaman paprika meliputi penyiraman dan pemupukan, pengajiran, pembentukan dan pemilihan batang produksi, pewiwilan, dan pengendalian hama dan penyakit Penyiraman dan pemupukan Penyiraman dan pemupukan atau pemberian larutan nutrisi merupakan kegiatan yang sangat vital dalam menunjang pertumbuhan paprika hidroponik. Hal ini disebabkan dalam media tanam arang sekam yang digunakan tidak ada penunjang air dan makanan layaknya tanah. Pemberian air dan pupuk dilakukan secara bersamaan dalam bentuk larutan nutrisi. Sistem tersebut disebut juga fertigasi. Sistem fertigasi yang dilakukan oleh petani responden dan sebagian besar petani paprika hidroponik yang ada di Desa Pasirlangu masih manual, yaitu masih menggunakan selang. Nutrisi yang digunakan untuk tanaman paprika terdiri atas dua campuran yaitu pupuk A dan B yang dijual sepaket dan dikenal dengan sebutan pupuk AB Mix. Dalam pupuk AB MIX terkandung unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman seperti KNO3, KH2PO4, K2O, MgSO4, CaNO3, SO4, Tenso Fe, MnSO4, H3BO3, CuSO4, dan MO. Dalam penggunaannya, paket pupuk A dan B masing-masing dilarutkan dalam drum terpisah hingga menjadi 100 liter larutan pekat. Untuk menghasilkan larutan nutrisi yang siap siram, dari masing-masing larutan pekat A dan B diambil 5-7 liter dan diencerkan dengan liter air. a b Gambar 7. Pupuk AB Mix (a) dan Tangki Penampung Nutrisi (b) 55

72 Pemberian nutrisi pada tanaman paprika dilakukan setiap hari dengan frekuensi pemberian nutrisi yang dianjurkan sebanyak dua kali per hari pada saat cuaca normal. Dari 59 orang responden, terdapat 12 orang atau 20,34 persen responden yang memberikan nutrisi hanya satu kali per hari ditambah satu kali penyiraman dengan air biasa. Volume pemberian nutrisi diberikan secara berpola sesuai dengan umur tanaman. Tanaman muda diberi nutrisi sebanyak 400 ml per tanaman per hari, tanaman yang sudah mulai berbunga diberi nutrisi sebanyak 600 ml per tanaman per hari, dan tanaman yang sudah memasuki usia produktif atau berbuah diberi nutrisi sebanyak ml per tanaman per hari. Untuk tanaman yang menjelang dibongkar maka pemberian nutrisi diturunkan kembali menjadi 400 ml per tanaman per hari. Akan tetapi, para petani responden sebenarnya tidak dapat memastikan secara tepat jumlah nutrisi yang diberikan untuk setiap tanaman karena terkendala oleh sistem fertigasi manual yang mereka gunakan. Rata-rata pupuk AB Mix yang dihabiskan responden untuk satu musim tanam pada greenhouse m 2 atau pohon adalah sekitar 25 paket atau jika dikonversi yaitu sekitar liter larutan nutrisi siap pakai. Selain nutrisi, beberapa petani paprika di Desa Pasirlangu juga memberikan pupuk daun dan pupuk pelengkap cair untuk tanaman paprika. Pupuk daun yang digunakan antara lain Growmore yang berbentuk padat, dosis pemakaiannya yaitu 1 gram per liter air. Sementara pupuk pelengkap cair yang digunakan antara lain Trubus dan Atonic dengan dosis pemakaian 1 ml per liter air. Pupuk daun biasanya dicampurkan bersama dengan larutan pekat pupuk B, sedangkan pupuk pelengkap cair digunakan secara terpisah. Akan tetapi pemberian kedua jenis pupuk ini bersifat kondisional, dapat disesuaikan dengan kondisi tanaman paprika di lahan. Dalam satu musim tanam, rata-rata pupuk daun yang dibutuhkan per m 2 adalah sebanyak 1,81 kg dan pupuk pelengkap cair sebanyak 2,82 liter Pengajiran Pengajiran tanaman paprika dilakukan saat usia 14 hari setelah tanam. Tali yang akan digunakan untuk pengajiran telah diikatkan pada kawat yang melintang. Ujung atas tali ajir diikatkan pada kawat yang melintang di bagian langit-langit greenhouse, sedangkan bagian bawah tali diikatkan pada kawat yang 56

73 melintang di dekat perakaran tanaman. Pengajiran dilakukan dengan melilitkan tali penyangga tersebut pada batang tanaman paprika. tali penyangga Gambar 8. Tanaman Paprika yang Dililitkan Tali Pelilitan harus dilakukan secara rutin karena batang tanaman akan terus tumbuh tinggi. Selain itu lilitan juga harus sesuai, tidak terlalu kencang agar tidak merusak tanaman dan tidak terlalu longgar agar tanaman tidak roboh. Pengajiran bertujuan agar tanaman dapat tumbuh tegak lurus dan kokoh seperti yang terlihat pada Gambar Pemilihan dan Pembentukan Batang Produksi Pemilihan dan pembentukan batang produksi dilakukan pada saat tanaman paprika berumur hari. Dari tiga atau empat cabang yang tumbuh pada ujung batang utama, maka hanya dipilih dua cabang saja yang akan tetap dipelihara. Cabang yang dipilih adalah cabang yang kokoh dan membentuk sudut paling lebar. Cabang yang dibuang dipatahkan secara manual dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu. Pemilihan cabang dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman optimal sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki kuantitas dan kualitas yang baik Pewiwilan Pewiwilan dilakukan dengan melakukan pemangkasan terhadap tunas air dan cabang yang tidak dipelihara, pemangkasan daun dan mahkota bunga, serta penjarangan buah. Pewiwilan atau pemangkasan perlu dilakukan agar nutrisi yang 57

74 diberikan tidak terbagi kepada bagian tanaman yang memang tidak memerlukannya. Dengan kata lain, dengan adanya kegiatan pewiwilan maka nutrisi yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan tepat sehingga produksi lebih optimal. Kegiatan pewiwilan ini harus dilakukan secara rutin dan kontinyu. Proses pemangkasan terhadap tunas air dan cabang yang tidak dipelihara serupa dengan proses pemilihan cabang produksi utama yaitu memilih dua dari tiga atau empat cabang yang tumbuh di bagian ketiak daun, sedangkan pemangkasan daun dilakukan dengan membuang daun yang sudah tua atau terkena penyakit seperti embun tepung yang menyebabkan daun menjadi putih dan busuk. Sementara pemangkasan mahkota bunga dilakukan dengan membuang mahkota bunga yang menjadi tempat persembunyian bagi hama thrips. Pemangkasan tunas air yang tidak dipelihara dapat dilihat pada Gambar 9. pemangkasan tunas air satu dari tiga tunas air Gambar 9. Proses Pemangkasan Tunas Air yang Tidak Dipelihara Kegiatan pewiwilan selanjutnya adalah penjarangan buah. Kegiatan penjarangan buah akan menghasilkan buah yang terseleksi dengan baik. Buah yang sebaiknya tidak dipelihara adalah buah yang tumbuh di dekat cabang utama karena jika buah tersebut dibiarkan maka sebagian besar nutrisi akan terserap oleh buah tersebut sehingga dapat menghambat pertumbuhan batang dan mengganggu pertumbuhan buah lainnya. Selain itu jika ada dua buah yang tumbuh secara berdempetan maka harus dipilih salah satu saja, yaitu yang memiliki pertumbuhan lebih baik. Adapun buah yang sudah terserang hama juga sebaiknya tidak perlu dipelihara karena hanya akan menghasilkan buah yang berkualitas rendah. 58

75 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman paprika tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama yang menjadi musuh utama petani paprika adalah thrips yaitu berupa serangga kecil. Sementara jenis penyakit yang menyerang tanaman paprika sebagian besar disebabkan oleh jamur, seperti embun tepung serta busuk akar dan batang. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap hama dan penyakit sejak dini, serta pengendalian secara kimia dan mekanik. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprotkan pestisida pada tanaman yang terkena serangan hama dan penyakit, sedangkan pengendalian mekanik dilakukan dengan memasang kertas perangkap berwarna kuning untuk hama thrips dan juga dengan membuang tanaman yang sudah terjangkit penyakit dan berpotensi untuk mati. Jenis insektisida yang umumnya digunakan antara lain Demolish, Agrimec, Supmax, Tracer, dan Buldok. Petani di Desa Pasirlangu biasa mencampurkan dua jenis insektisida secara bersamaan karena penggunaan dua jenis insektisida dinilai lebih efektif untuk mengendalikan hama thrips dibandingkan dengan hanya menggunakan satu jenis insektisida. Dosis insektisida yang digunakan adalah 0,5-1 ml per liter air per jenis pestisida, sebagai contoh dalam satu liter air petani dapat mencampurkan 0,5 ml Demolish dengan 1 ml Buldok atau 0,5 ml Supmax dengan 1 ml Buldok. Jenis insektisida pencampur yang selalu dipakai adalah Buldok, sedangkan insektisida utama yang digunakan selalu berganti-ganti setiap kegiatan penyemprotan. Penggunaan insektisida yang berganti-ganti dilakukan agar hama thrips tidak menjadi kebal terhadap satu jenis insektisida tertentu. Penyemprotan insektisida rutin dilakukan setiap satu minggu sekali. Ratarata insektisida yang dibutuhkan oleh responden dalam satu kali penyemprotan adalah sebanyak 294,98 ml untuk satu greenhouse dengan luas 1.000m 2 atau tanaman. Jika serangan hama sedang tinggi penyemprotan insektisida dapat dilakukan hingga dua kali dalam seminggu. Selain disemprotkan ke tanaman paprika, petani juga menyemprotkan insektisida pada greenhouse untuk mencegah penyebaran hama yang tersebar melalui lubang kasa pada dinding greenhouse. 59

76 Selain insektisida, petani juga menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit pada tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur. Jenis fungsisida yang umumnya digunakan petani adalah Score dan Amistartop dengan dosis pemakaian 0,25-0,5 ml per liter air. Sama seperti pupuk daun, penggunaan fungisida juga bersifat kondisional yaitu dapat disesuaikan dengan kondisi tanaman di lapang. Dalam satu musim tanam, rata-rata kebutuhan fungisida untuk lahan seluas m 2 adalah sebanyak 909,32 ml. Penyemprotan fungsida dapat dilakukan bersamaan dengan penyemprotan insektisida maupun secara terpisah Panen dan Pasca Panen Tanaman paprika dapat berproduksi rata-rata hingga 8 bulan dalam satu kali periode tanam dan dapat dipanen secara kontinu selama tanaman masih produktif. Beberapa jenis paprika yang dihasilkan oleh petani Desa Pasirlangu diantaranya paprika hijau, paprika merah, dan paprika kuning. Paprika hijau merupakan jenis paprika merah atau kuning yang belum berubah warna (buah muda). Paprika dapat dipanen hijau setelah berusia 70 hari setelah tanam dan baru dapat dipanen warna 100 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan memotong bagian tangkai buah dengan hati-hati tanpa menggunakan peralatan khusus. Gambar 10. Paprika Hidroponik yang Dihasilkan di Desa Pasirlangu Jumlah paprika yang akan dipanen hijau atau warna biasanya disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Buah yang siap panen ditandai dengan daging buah yang sudah keras, persentase warna buah yang sudah mencapai 90 persen untuk panen warna merah dan kuning, serta ukuran dan bobot yang sudah mencapai ideal. Ukuran ideal untuk paprika yang akan dipanen yaitu yang memiliki diameter 75-60

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(l)merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI SKRIPSI ROSANA PODESTA S H34050480 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk. Pertanian, 2003). Adapun jenis-jenis paprika ada banyak, antara lain wonder bell,

Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk. Pertanian, 2003). Adapun jenis-jenis paprika ada banyak, antara lain wonder bell, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paprika dengan nama latin Capsicum Annuum var Grossum ini termasuk ke dalam jenis hortikultura sayuran yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor hortikultura Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data yang telah penulis lakukan dalam penelitian tentang Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga

PENDAHULUAN. dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada pola pangan harapan. Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu terus dikembangkan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Pasirlangu Gambaran umum Desa Pasirlangu meliputi keadaan geografi dan administratif, kependudukan, serta sarana dan prasarana. 5.1.1. Keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dicapai dengan sekelompok input tertentu dan teknologi yang dianggap tetap.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas BA PUSAT STATISTIK DEPARTEMEN PERTANIAN LAPORAN TANAMAN SAYURAN BUAH-BUAHAN SEMUSIM RKSPH-SBS (Isian dalam Bilangan Bulat) PROPINSI : BANTEN 3 6 Bulan JANUARI 1 KAB./KOTA : LEBAK 2 Tahun 217 1 7 Luas Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Salah satu jenis usaha agribisnis hortikultura yang cukup banyak diusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci