Identifikasi Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) Pada Oosit Sapi Yang Dimaturasi Secara In Vitro Dengan Metode Elektroforesis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Identifikasi Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) Pada Oosit Sapi Yang Dimaturasi Secara In Vitro Dengan Metode Elektroforesis"

Transkripsi

1 Jurnal Ilmu Peternakan, Desember 2008, hal ISSN Vol. 3 No.2 Identifikasi Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) Pada Oosit Sapi Yang Dimaturasi Secara In Vitro Dengan Metode Elektroforesis (Identification of Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) from Bovine Oocytes in Vitro Maturation with Elektroforesis Method) Widjiati, Epy. M. L. 1), Zaenal. Mustakim 2), Lianny Nangoi 3) Fakultas Kedokteran Hewan Unair Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo Surabaya widjiati@yahoo.com ABSTRACT The aim of this research was to identification of protein Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) isolated from oocytes dominant follicles in in vitro maturation. Bovine ovary obtained from a slaughterhouse was aspired in its ovary dominant follicles. The oocytes were matured in Tissue Culture Medium 199 (TCM 199) then culture for 22 hours at 38,5 ºC in incubator CO2. Twenty two hours after being culture, the GDF-9 protein identification were examined using Sodium Dodecyl Sulphonate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE). Several protein fractions were obtained from the result of research. Based on calculation of regression equation resulting from protein marker to determine the molecular weight of GDF-9 protein. Eight protein fractions were determined, they are : 177 kda, 137 kda, 100 kda, 73 kda, 51 kda, 41 kda, 38 kda, 27 kda, 20 kda. Protein appearing in the protein band the molecular weight of 51 kda was identified as GDF-9 protein playing role in maturation process. Key word : GDF-9, oocyte, maturation, SDS PAGE PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak, banyak teknik yang dikembangkan. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak tersebut adalah dengan In Vitro Fertilitation (IVF). Namun kendala yang dialami saat ini adalah tingkat keberhasilan IVF masih belum mampu memproduksi embrio in vitro dengan kualitas optimum. Masalah tersebut perlu dikaji secara molekuler reproduksi, mengingat pada proses maturasi oosit banyak protein diduga berperan dan sampai saat ini sintesis dan fungsi protein tersebut secara molekuler masih belum banyak diketahui (Pawshe et al., 1996). Selain hormon ternyata diketahui ada peran growth factor selama proses maturasi oosit. Oleh karena itu, selama proses maturasi banyak protein yang berperan dalam proses pematangan oosit seperti; Insulin-like Growth Factor (IGF), IGF-Binding Protein (IGFBP), Epidermal Growth Factor (EGF), Transforming Growth Factor Alfa (TGFα), Transforming Growth Factor Beta (TGFβ), Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9). Sampai saat ini sintesis dan fungsi protein tesebut secara molekuler masih belum banyak diketahui (Widjiati dan Rimayanti, 2002). Growth Factor merupakan faktor lokal berperan dalam peningkatan proliferasi dan diferensiasi sel granulosa, sehingga menyebabkan terjadinya ekspansi kumulus, peran sesungguhnya dari faktor lokal oosit ini belum banyak dikaji secara mendalam. Oleh karena itu,

2 Vol. 3, 2008 IDENTIFIKASI GROWTH DIFFERENTIATION 65 penting untuk mengetahui peran sitokin ini dalam proses folikulogenesis dan maturasi oosit (Widjiati, 2007). Growth factor mempunyai pengaruh penting dalam meningkatkan sekresi protein pada cairan folikel, hal ini disebabkan karena growth factor berperan dalam meningkatkan transpor asam amino melintasi membran sel serta meningkatkan pengikatan asam-asam amino sehingga membentuk protein (Frandson, 1992). Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) merupakan salah satu growth factor yang mempengaruhi berbagai fungsi sel ovari termasuk sintesis DNA pada membrane sel granulosa dan proses penurunan camp sehingga proses meiosis dapat belangsung (Vitt et al., 2002). Growth Differentiation Factor-9 juga berfungsi sebagai regulator pada pertumbuhan dan diferensiasi pada jaringan embrional maupun jaringan dewasa. Growth Differentiation Factor-9 disintesis oleh sel somatik ovum yang secara langsung berefek pada pertumbuhan dan fungsi oosit. Keberadaan dan peran GDF-9 pada oosit sangat dibutuhkan pada proses maturasi dan folikulogenesis ovarium. Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) adalah suatu glikoprotein yang termasuk dalam Subfamili dari (TGF-β) yang disekresi oleh oosit dengan berat molekul 51kDa. Seperti ligan-ligan family Transforming Growth Factor-β (TGF-β) lainnya, ligan GDF-9 diketahui berhubungan dengan serine kinase. Growth Differentiation Factor-9 mempunyai kemampuan untuk merangsang proliferasi sel granulosa dan menghambat diferensinya. Growth Differentiation Factor-9 berperan dalam proses pematangan sel telur yang merupakan ligan spesifik reseptor TGF-β. Sekresi GDF-9 akan memacu sekresi TGF-β sehingga akan menghalangi tranfer camp dari granulosa ke oosit akibatnya camp dalam oosit turun dan proses maturasi dapat berjalan. Kekurangan GDF-9 akan mengganggu proses pematangan sel telur. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui profil GDF- 9 yang selama proses maturasi, karena sangat mempengaruhi kualitas oosit sebagai bank oosit untuk sumber produksi embrio yang dihasilkan secara in vitro. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama tiga bulan mulai bulan Juli- September 2007 di laboratorium In Vitro Fertilitation (IVF) Fakultas Kedokteran Hewan Unair dan laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Bahan penelitian Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ovarium sapi yang di peroleh dari Rumah Potong Hewan. Media kimia yang diperlukan antara lain : Tissue Culture Media 199 (TCM-199), NaCl fisiologis dan Diionized Water (DW), Gentamisin Sulfat, Glutamin, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), Mineral Oil, Bovine Serum Albumin (BSA), Phosphat Buffer Salin (PBS). Alat penelitian Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain adalah : gunting, pinset, spuite disposible 5 cc, jarum ukuran 18 G, cawan petri disposible, erlemeyer, pipet pasteur, pipet ependorf, tabung ependrof, alat centrifuge, freezer, incubator CO 2, gelas ukur, mikroskop

3 66 WIDJIATI DKK Jurnal Ilmu Peternakan inverted, refrigerator, elektroforesis, elektro buffer. Tahapan Penelitian Koleksi Oosit Ovarium sapi yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH). Oosit diambil secara aspirasi dengan menggunakan jarum ukuran 18 G yang dihubungkan dengan spuit 5 ml berisi 1 ml TCM. Pengambilan sampel oosit berdasarkan diameter permukaan, yaitu folikel dominan dengan ukuran 6-8 mm. Maturasi Oosit Untuk proses maturasi oosit dipergunakan Tissue Culture Medium 199 (TCM 199). Sepuluh sampai dua puluh oosit berdasarkan ukurannya dikultur dalam 100 ul medium tetes dan ditutup dengan mineral oil. Pematangan oosit dilakukan pada suhu 38,5ºC didalam inkubator CO 2 5% selama 22 jam (Pawshe et al., 1996). Isolasi Protein Oosit yang telah dimaturasi Isolasi protein yang dilakukan adalah sebagai berikut : sampel oosit yang telah dikoleksi diambil sebanyak 200µL ditambah larutan Phospate Buffer Saline Tween (PBST) yang mengandung 0.05 M Phenyl Metil Sulfonil Flouride (PMSF) sampai lima kali volume sampel. Sampel oosit yang telah diencerkan kemudian dilakukan sonifikasi selama 10 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi rpm pada suhu 4 C selama 15 menit untuk memisahkan antara endapan dan supernatan. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan etanol absolut dengan perbandingan 1:1, kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator selama 12 jam. Selanjutnya disentrifugasi 6000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit untuk memisahkan endapan dan supernatan. Endapan yang diperoleh dimasukkan ke dalam freezer selama lima menit. Endapan yang dihasilkan tersebut kemudian ditambah Tris Cl 50µL dan disimpan di freezer sebelum digunakan sebagai bahan isolat Fraksi Protein Oosit. Preperasi Protein Growth Differention Factor 9 dengan SDS PAGE Elektroforesis adalah gerakan partikel (koloid) yang bermuatan listrik melalui suatu gel karena pengaruh medan listrik (Aulanni am, 2004). Elektroforesis ini dapat digunakan untuk menentukan titik isoelektrik dan berat molekul dari protein. Sampel protein yang berasal dari oosit ditambah dengan larutan buffer kemudian disimpan pada suhu - 10ºC. Selanjutnya menyiapkan separating gel pada alat SDS-PAGE yaitu memasukan larutan gel ke dalam alat pembentuk gel menggunakan pipet. Tambahkan butanol kurang lebih 1ml dan biarkan selama 30 menit dan keluarkan comb. Sampel protein µl dimasukan ke dalam lubang cetakan pada stacking gel. Selanjutnya plate yang telah berisi sampel dimasukan ke alat biorab dan anoda dihubungkan pada reservoir bawah dan katoda dihubungkan pada reservoir atas. Power supply dihubungkan dengan arus listrik 30 ma. Tahap pewarnaan yang dipakai adalah larutan staining diletakkan dalam cawan petri dan ditunggu dalam lima menit sambil digoyangkan sampai terlihat warna. Tahap pencucian menggunakan larutan destaining yang membutuhkan waktu lebih lama yaitu sampai jel terlihat jernih. Kemudian hasil elektroforesis difoto atau discan.

4 Vol. 3, 2008 IDENTIFIKASI GROWTH DIFFERENTIATION 67 HASIL PENELITIAN Hasil identifikasi protein GDF-9 dari oosit sapi yang telah dimaturasi dilakukan dengan metode SDS-PAGE, sehingga didapatkan hasil yang dinyatakan dalam satuan berat molekul yaitu kda. Hasil SDS-PAGE ditampilkan dengan pewarnaan commasie blue R-250. S S M S M A B Gambar 1. Hasil analisis protein dengan metode SDS-PAGE. Keterangan : A : sebelum pemurnian protein. B : setelah pemurnian protein. S : sampel berasal dari oosit sapi yang dikoleksi dari dominan folikel. M : marker. Menurut Aulanni am (2004), penentuan molekul relatif dilakukan dengan bantuan protein standar (marker). Untuk menentukan molekul relatif protein dilakukan dengan menghitung nilai Retardation Factor (Rf) dari masing-masing pita dengan rumus : Rf = Jarak pergerakan protein dari tempat awal Jarak peergerakan warna dari tempat awal

5 68 WIDJIATI DKK Jurnal Ilmu Peternakan Tabel 1. Penghitungan persamaan regresi protein marker. No Marker A B Rf Mr marker (log Y Da) Mr marker (kda) 1 15,9 mm 118 mm 0,134 5, ,3 mm 118 mm 0,188 5, mm 118 mm 0,263 4, ,5 mm 118 mm 0, mm 118 mm 0,441 4, mm 118 mm 0,559 4, mm 118 mm 0,703 4, mm 118 mm 0,8305 4, mm 118 mm 1 4, Tabel 2. Perhitungan standarisasi protein marker. No Marker A B Rf Mr marker (log Y Da) Mr marker (kda) 1 15,9 mm 118 mm 0, ,0 2 22,3 mm 118 mm 0, , mm 118 mm 0, ,8 4 40,5 mm 118 mm 0, , mm 118 mm 0, , mm 118 mm 0, , mm 118 mm 0, , mm 118 mm 0, , mm 118 mm ,9 Keterangan : A : jarak pergerakan protein dari tempat awal B : jarak pergerakan warna dari tempat awal Penghitungan molekul relatif dari pita-pita protein (Gambar 1) yang terdapat pada gel dilakukan dengan jalan membandingkan antara molekul relatif dari marker dengan Rf. Selanjutnya dibuat kurva standar dengan nilai logaritma molekul relatif sebagai sumbu y. Molekul relatif GDF-9 dari oosit yang dimaturasi secara in vitro ditentukan berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan dari analisis Statistical Program for Social Science 13 (SPSS 13) dari marker protein adalahy= x X 2-874X 3 artinya garis yang dibentuk akan melewati titik-titik dari Rf dan log marker, sedang Y adalah nilai logaritma masa molekul relatif.

6 Vol. 3, 2008 IDENTIFIKASI GROWTH DIFFERENTIATION 69 Tabel 3. Perhitungan Massa Molekul Relatif (Mr). No Oosit yang Dimaturasi Secara In Vitro A B Rf Mr sampel (log Y Da) Mr sampel (kda) 1 17 mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, mm 118 mm 0, Keterangan : A : jarak pergerakan protein dari tempat awal B : jarak pergerakan warna dari tempat awal Berdasarkan penghitungan persamaan regresi dari marker protein untuk menentukan massa molekul relatif protein didapatkan 9 fraksi protein yaitu : 177kDa, 137kDa, 100kDa, 73kDa, 51kDa, 41kDa, 38kDa, 27kDa, 20kDa. Hasil yang di dapat dari penghitungan massa molekul relatif sampel, maka pita protein dengan berat molekul 51kDa sebagai protein GDF-9 yang berasal dari oosit yang telah dimaturasi secara in vitro. PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan identifikasi protein GDF-9 menggunakan metode elektroforesis dengan Sodium Dodecyl Sulphonat Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) yang merupakan standar metode pengujian terhadap molekul relatif protein, struktur sub unit dan kemurnian protein. Teknik ini digunakan karena sederhana, murah, dan sampel yang digunakan relatif sedikit (Rantam, 2003). Metode SDS-PAGE dilakukan dengan menentukan perbedaan letak pita pada gel yang dibandingkan dengan marker protein yang berkisar antara kDa. Marker yang digunakan adalah marker medium karena molekul relatif berkisar antara 0-200kDA Preparasi sampel diambil dari oosit yang dimaturasi secara in vitro dengan metode SDS-PAGE 12%. Perhitungan berat molekul dari pita-pita protein pada gel poliakrilamid dengan jalan membandingkan molekul relatif dari marker. Hasil didapatkan beberapa pita protein yaitu protein dengan molekul relatif 177kDa, 137kDa, 100kDa, 73kDa, 51kDa, 41kDa, 38kDa, 27kDa, 20kDa. Pada proses maturasi banyak protein yang berperan hal ini dapat terlihat pada band hasil SDS-PAGE. Dari beberapa protein diatas, protein dengan molekul relatif 51kDa diidentifikasi sebagai protein GDF-9 yang berperan pada proses maturasi secara in vitro karena protein tersebut berasal dari oosit dan dengan bantuan persamaan regresi dapat ditentukan molekul relatifnya. Oosit yang dikoleksi dari folikel sangat kecil menunjukan tingkat keberhasilan maturasi dan fertilisasi yang rendah diakibatkan oleh faktor intrinsik oosit (Yang dan Roy., 2001). Growth Differentation Factor-9 mempengaruhi berbagai sel ovari termasuk sintesis DNA pada membran sel granulosa (Jayawardana et al., 2006). Growth Differentation Factor-9 mereduksi camp yang distimulasi FSH pada proses steroidogenesis sehingga proses meiosis

7 70 WIDJIATI DKK Jurnal Ilmu Peternakan dapat berlangsung. Growth Differentation Factor-9 memungkinkan terjadinya ekspansi kumulus komplek dan peningkatan reseptor LH dalam sel granulosa dan memproduksi asam hialuronat yang dapat diindikasi pada oosit yang telah matang (Vitt et al., 2000). Kerja biologis dari GDF-9 diperantai oleh reseptor tipe I dan II TGF β bersama dengan kerja serine kinase yang diikuti dengan faktor phosphorylasi intrasel (Mazerbourgh et al., 2003). Efek GDF-9 tergantung pada konsentrasi dan dosis ng/ml adalah dosis maksimal yang dibutuhkan (Oja et al., 2003). Pada tikus betina sangat membutuhkan GDF-9 yang berperan pada perkembangan folikel primer sampai pada saat ovulasi oosit (Elvin et al., 2000). Efek GDF-9 pada sel target dimediasi melalui beberapa pathway paralel dan berlawanan dengan pathway yang mengaktifasi gonadotropin pada tahapan folikulogenesis. Sekresi dari GDF-9 berperan dalam proses pengaturan, pertumbuhan dan deferensiasi sel pada ovarium mamalia (Oja et al., 2003). Protein yang telah diidentifikasi melalui SDS-PAGE belum tentu mengandung protein yang diinginkan, oleh karena itu perlu uji spesifik untuk mengetahui secara spesifik protein yang dikehendaki. Salah satu uji spesifik yang digunakan adalah dengan uji Western blotting (Aulanni am, 2004). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 fraksi protein GDF-9 yang diisolasi dari oosit sapi yang telah dimaturasi secara in vitro. Berdasarkan persamaan regresi linear dari marker protein maka dapat diketahui molekul relatif protein GDF-9 adalah 51 kda. Saran Untuk membuktikan bahwa band protein 51 kda adalah GDF-9 perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan western blotting. DAFTAR PUSTAKA Aulanni am Prinsip dan Teknik Analisis Biomolekul. Edisi I. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Press. Malang Elvin, J. A., Yan and M. M. Matzuk Oocyte-expressed TGF-β superfamily members in female fertility. J. Mol Cell Endoc. 159:1-5. Frandson, R.D Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke empat terjemahan B. Srigondo dan K. Prasno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta: 683. Jayawardhana, B. C., S. Takashi, N. Hiromi, K. Etsushi, T. Masafumi and M. Akio Hormonal regulation of expression growth differentiation factor-9 (GDF-9) reseptor typei and type II genes in vitro the bovine ovarian follicle. J. Repro. 131(3):545. Mazerbourg, S., C. Klein, A. J. Hsueh, N. Kaivo- Oja, O. Ritvos, D. G. Motterhead and O. Korchynski Growth differtiation factor-9 signaling is mediated by type I receptor, activin receptor-like kinase 5. J. Mol Endoc 18 : Oja. N. K., B. Jonas, K. Meerit, K. Janne, V. Ursula, C. Mark, V. Kaisa, P. K. Janne, M. O. Vesa, H. Masayu, M. Aristidis, P. G. Nigel, T. D. Peter, J. W. H. Aaron and R. Olli Growth differentiation factor-9 smad2 activation and inhibin b production in cultured human granulose luteal-cells. J. Clin Endoc and Metab 88 : Pawshe, C. H., A. Palanisamy, M. Taniju, S. K. Jain and S. M. Totey Comparison of Carious Maturation Treatments on In Vitro Maturation. J. Theriog. 46: Rantam, F. A Metode Immunologi. Cetakan pertama. Airlangga University Presss. Surabaya.

8 Vol. 3, 2008 IDENTIFIKASI GROWTH DIFFERENTIATION 71 Stephanie, A. P., J. Carolina, Jorgez, and M. M. Matzuk Growth differentiation factor 9 regulates expression of the bone morphogenetic protein antagonist gremlin. J. Biol. Chem. 31: Vitt UA, S. Mazerbourg, C. Klein and A. J. W. Hsueh Bone morphogenetic protein receptor for growth differentiation factor-9. Biology of Reproduction. 67: Widjiati Induksi maturasi oosit secara in vitro oleh TGF β asal oosit kumulus kompleks. [Disertasi]. Universitas Brawijaya. Malang. Widjiati dan Rimayanti Seleksi diameter folikel terhadap morfologi embrio kambing tahap satu sel dan angka fertilisasi in vitro. Lembaga Penilitian Universitas Airlangga, Surabaya. Yang P. And S. K. Roy Epidermal growth factor modulates transforming growth factor receptor mesenger RNA and protein levels in hamster prenatal follicles in vitro. J. Biol. Reprod. 65:

UJI SPESIFISITAS PROTEIN GDF-9 DENGAN METODE WESTERN BLOTTING PADA OOSIT SAPI DARI FOLIKEL PREANTRAL

UJI SPESIFISITAS PROTEIN GDF-9 DENGAN METODE WESTERN BLOTTING PADA OOSIT SAPI DARI FOLIKEL PREANTRAL ARTIKEL ILMIAH UJI SPESIFISITAS PROTEIN GDF-9 DENGAN METODE WESTERN BLOTTING PADA OOSIT SAPI DARI FOLIKEL PREANTRAL Oleh: E L I Z A 060513491 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE Nurul Isnaini Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak Penelitian tentang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000

Lebih terperinci

Veterinaria Medika Vol 7, No. 2, Juli 2014

Veterinaria Medika Vol 7, No. 2, Juli 2014 Veterinaria Medika Vol 7, No. 2, Juli 2014 Uji Spesifisitas dengan Dot lotting terhadap Epidermal Growth Factor (EGF) yang Diisolasi dari Oosit Kumulus Komplek Sapi Setelah Dimaturasi Secara In Vitro Spesifisity

Lebih terperinci

PROFIL PROTEIN HIPOFISA SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) BETINA FASE FOLIKULER DAN LUTEA. Nurul Isnaini dan Moh Nur Ihsan ABSTRAK

PROFIL PROTEIN HIPOFISA SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) BETINA FASE FOLIKULER DAN LUTEA. Nurul Isnaini dan Moh Nur Ihsan ABSTRAK PROFIL PROTEIN HIPOFISA SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) BETINA FASE FOLIKULER DAN LUTEA Nurul Isnaini dan Moh Nur Ihsan Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro

Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro ISSN : 1411-8327 Peran Transforming Growth Factorβ terhadap Tingkat Kematangan dan Kejadian Apoptosis Oosit Sapi pada kultur In Vitro THE ROLES OF TRANSFORMING GROWTH FACTOR β ON IN VITRO MATURATION AND

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI

Lebih terperinci

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Teguh Suprihatin* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column

s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column METODE SDS- PAGE Oleh: Susila Kristianingrum susila.k@uny.ac.id SDS-PAGE Trx-STS Trx-CHS s i p s i p 97 66 45 60 K 31 22 14 s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column Langkah SDS-PAGE

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 14 bulan, dimulai dari bulan Juni 2009 sampai Agustus 2010 bertempat di Laboratorium Riset Anatomi dan Laboratorium Embriologi,

Lebih terperinci

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK Beni,V, Marhaeniyanto, E 2) dan Supartini, N Mahasiswa PS Peternakan, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE S.N Rahayu dan S. Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Prof.Dr..Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Elektroforesis : pergerakan partikel terdispersi secara relatif

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Lampiran 1 Prosedur Rotofor Lampiran 1 Prosedur Rotofor Kalibrasi Membran Ion Membran ion terdiri dari membran kation yang berkorelasi dengan elektrolit H 3 PO 4 0,1 N terpasang pada elektroda anoda sebagai pembawa ion positif, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 49 7. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 1.1. Pembuatan Reagen Bradford Commasive Blue sebanyak 0,01 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% kemudain ditambah asam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan 39 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan buffer Asetat 20 mm ph 5,4. Larutan buffer asetat 10

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen IPTP Laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (Laboratorium Terpadu Analisis Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan selesai pada bulan November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi II, Departemen

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL PROTEIN DAUN YAKON

ANALISIS PROFIL PROTEIN DAUN YAKON ANALISIS PROFIL PROTEIN DAUN YAKON (Smallanthus sonchifolius) YANG TERLIBAT DALAM PENGATURAN KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN SDS-PAGE DAN BIOINFORMATIKA YAKON LEAF PROTEIN PROFILE ANALYSIS (Smallanthus sonchifolius)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika

Lebih terperinci

3 METODE. Bahan. Alat

3 METODE. Bahan. Alat 9 3 METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 14 bulan, yaitu dari April 2013 sampai Mei 2014 di Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Seafast Center, Pusat Studi Satwa Primata

Lebih terperinci

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan diantaranya N2 cair, alkohol 70 %, yodium tinkture, kapas dan tissue.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan diantaranya N2 cair, alkohol 70 %, yodium tinkture, kapas dan tissue. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan 10 sampel darah sapi Pasundan bahan yang digunakan diantaranya N2 cair, alkohol 70 %, yodium tinkture,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas sel yang dipapar etanol pada kultur sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Pengaruh Corpus Luteum Dan Folikel Dominan Terhadap Kualitas Morfologi Oosit Sapi Bali-Timor (Influence Of Corpus Luteum And Dominan Follicle On Oocyte Morphology Of Bali-Timor Cattle) Hermilinda Parera

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kurva Standar Protein Larutan Bardfrod Commasive blue ditimbang sebanyak 0,01 gram kemudian dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% dan ditambah dengan 10 ml asam fosfor. Larutan selanjutnya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan meliputi tahu dari pasar, bahan untuk solubilisasi, bahan untuk analisis metode Kjeldahl dan metode Bradford, dan bahan untuk analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr 46 47 Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr Tris base dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian

Lebih terperinci

Efisiensi isolat protein metode presipitasi dengan Aseton

Efisiensi isolat protein metode presipitasi dengan Aseton 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Efisiensi isolat protein 7.1.Perhitungan efisiensi isolat protein Efisiensi isolat protein dihitung berdasarkan perbandingan berat isolat protein dengan ekstrak protein awal sebelum

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Avian Influenza-zoonosis Research

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL The Effect of the Follicle Size and Follicle Number Per Ovary on Oocyte Quality of Local Goat Arman Sayuti 1, Tongku Nizwan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 22 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksploratorif. Penelitian ini merupakan penelitian in vitro pada spesimen jaringan mukosa mulut normal dan sel galur kanker

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

Male immunocontraception Based on Protein Membrane Sperm. Aulanni am Laboratory of Biochemistry Faculty Of Sciences BRAWIJAYA UNIVERSITY

Male immunocontraception Based on Protein Membrane Sperm. Aulanni am Laboratory of Biochemistry Faculty Of Sciences BRAWIJAYA UNIVERSITY Male immunocontraception Based on Protein Membrane Sperm Aulanni am Laboratory of Biochemistry Faculty Of Sciences BRAWIJAYA UNIVERSITY Presented, Konggres PANDI, 2009 Fertilization involves cell-cell

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (SEL EPITHEL MULUT DAN DARAH) PRAKTIKUM ISOLASI PROTEIN DARI DARAH PRAKTIKUM PCR,ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE OLEH : Yuni Rahmayanti Ade Putra Sinaga

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Unair

ADLN - Perpustakaan Unair BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan populasi kuda di Indonesia belum mencapai keadaan yang menggembirakan bahkan Di Jawa Timur pada tahun 2001 terjadi penurunan populasi ternak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci