BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manufacturing Resource Planning (MRP II) MRP (Material Requirement Planning) telah digunakan secara meluas pada industri-industri manufaktur dan menghasilkan pengurangan persediaan secara ratarata sebesar 20-30%. Keberhasilan konsep dasar MRP tersebut mengakibatkan perluasan aplikasinya pada bidang lain selain produksi. (A.H Nasution, p 144) Aplikasi-aplikasi tersebut memperluas peran konsep MRP lebih dari sekadar proses penentuan kebutuhan material. Fenomena ini melahirkan konsep baru yang disebut Perencanaan Sumber Daya Manufaktur (Manufacturing Resource Planning, MRP II). MRP II meliputi perencanaan strategi keuangan sebagaimana perencanaan produksi melalui penggunaan kemampuan simulasi untuk menjawab permasalahan apa yang terjadi jika faktor penyebab berubah (what-if). Melynk dan kawan-kawan (1983) menjabarkan ciri-ciri utama MRP II sebagai berikut : (A.H Nasution, p 145) 1. MRP II adalah sistem dari atas ke bawah (a top down system), dimulai dari formulasi perencanaan strategi bisnis yang diformalkan dan dikemukakan kembali sebagai strategi-strategi fungsional. 2. MRP II menggunakan basis data umum untuk mengevaluasi alternatif-alternatif kebijaksanaan yang mungkin. Data manufaktur dapat dikonversikan menjadi data

2 17 keuangan, dan prosedur-prosedur formal diadakan untuk menjaga keakuratan perubahan data. Kemampuan what-if digunakan sebagai kebiasaan dalam mengevaluasi perencanaan alternatif. Sistem ini mampu untuk mengolah data detail dalam kebutuhan sumber daya untuk proses evaluasi. 3. MRP II adalah sistem perusahaan secara keseluruhan (a total company system), dimana kelompok-kelompok fungsional berinteraksi secara formal seperti biasanya dan membuat keputusan-keputusan bersama. 4. MRP II adalah sistem nyata bagi pengguna (user-transparent). Penggunaan pada seluruh tingkatan harus mengerti dan menerima logika dan realisme dari sistem tersebut dan tidak bekerja di luar sistem yang diformalkan. MRP II merupakan suatu sistem terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II mengkoordinasikan pemasaran, manufakturing, pembelian, dan rekayasa melalui pengadopsian rencana produksi serta melalui penggunaan satu data base terintegrasi guna merencanakan dan memperbaharui aktivitas dalam sistem industri modern secara keseluruhan. Pada dasarnya, dalam sistem MRP II perencanaan produksi dikembangkan dari perencanaan strategik bisnis yang melibatkan manajemen puncak dari perusahaan industri itu. (Gaspersz, 1998, p 20) Dalam sistem MRP II, departemen produksi diharapkan untuk memproduksi pada tingkat produksi yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen dari manajemen

3 18 industri itu. Departemen pemasaran kemudian akan memasarkan produk pada tingkat produksi yang telah ditetapkan itu. 2.2 Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam Sistem MRP II Pada dasarnya perencanaan manufakturing (manufacturing planning) mencakup perencanaan terhadap output dan input dari operasi manufakturing yang dikelompokkan dalam dua jenis perencanaan, yaitu perencanaan prioritas (priority planning) yang berkaitan dengan perencanaan output dan perencanaan kapasitas (capacity planning) yang berkaitan dengan perencanaan input. Perencanaan prioritas menentukan produk-produk atau prioritas-prioritas dari operasi manufakturing untuk memenuhi permintaan pasar, seperti: produk apa yang dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan, bilamana dibutuhkan, termasuk spesifikasi kualitas, dan lain-lain. Sedangkan perencanaan kapasitas menentukan sumber-sumber daya (input) atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi manufakturing untuk memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan, membandingkan kebutuhan produksi dengan kapasitas yang tersedia, dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Perencanaan kapasitas mencakup kebutuhan sumber-sumber daya manufakturing seperti : jam mesin, jam tenaga kerja, fasilitas peralatan, ruang untuk tempat penyimpanan (warehouse space), energi dan sumber-sumber daya keuangan. Dalam sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena perencanaan material ditangani oleh fungsi perencanaan prioritas melalui penjadwalan produksi induk (master production

4 19 scheduling, MPS) dan perencanaan kebutuhan material (material requirement planning, MRP). (Gaspersz, 1998, p 125) Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain: 1. Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya 2. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) 3. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) 4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta Operations Sequencing

5 20 Hierarki Tingkat Perencanaan Strategik Perencanaan Strategik Bisnis Manejemen Permintaan Perencanaan Prioritas Perencanaan Produksi Perencanaan Kapasitas Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) Tingkat Perencanaan Taktikal Penjadwalan Produksi Induk (MPS) Rough-Cut Capacity Planning (RCCP) Tingkat Perencanaan Operasional Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) Tingkat Pelaksanaan Dan Pengendalian Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) Pengendalian Kapasitas Operations Sequencing Outgoing Products Pengendalian Input/Output Keteranga n : = Hubungan dua arah, termasuk umpan balik MPS = master Production Scheduling CRP = Capacity Requirements Planning MRP = Material Requirements Planning PAC = Production Activity Control Sumber : Vincent Gaspersz (2000, p 127) Gambar 2.1 Hierarki Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam Sistem MRP II Perencanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufakturing secara keseluruhan guna memnuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat manufakturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan atau lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus konsisten dengan Rencana Bisnis, yang dalam sistem MRP II merupakan input bagi proses Perencanaan Produksi. (Gaspersz, 2004, p 128)

6 21 Perencanaan produksi sebagai suatu perencanaan taktis adalah bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi yang dimiliki, dan lainnya. Keterlibatan menejemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran, dan keuangannya. Dari sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaianpenyesuaian kapasitas apa saja yang perlu dilakukan. Dari sudut pandang pemasaran, perencanaan produksi menentukan berapa jumlah produk yang akan disediakan untuk memenuhi permintaan. Dari sudut pandang keuangan, perencanaan produksi mengidentifikasikan besarnya kebutuhan dana dan memberikan dasar dalam pembuatan anggaran. (A.H Nasution, 2003, p 63) Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk peramalan produk tersebut juga harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan spare-part dan servis, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis.

7 22 Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompok-kelompok produk sebagaimana yang telah diperkirakan dalam peramalan permintaan. Kapasitas kotor harus dipertimbangkan selama periode perencanaan agregat tersebut. Hal ini berarti manajemen harus membuat penyesuaian kapasitas jangka menengah bila tingkat produksi tidak dapat mencapai permintaan yang ada. Bila kecenderungan terjadinya kondisi tersebut berlangsung dalam jangka yang lama, manajemen harus mengubah strategi sumber daya-nya. (A.H Nasution, 2003, p 64) Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) merupakan suatu proses yang mengevaluasi Rencana Produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang seperti: tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia. Pada tingkat RRP, produk-produk sering diagregasikan ke dalam kelompok atau famili dari itemitem serupa, dan suatu item typical dalam kelompok digunakan untuk menghitung beban (load) untuk kelompok secara keseluruhan. Apabila sumber-sumber daya itu telah tersedia, rencana produksi dapat dilaksanakan. Namun apabila sumber-sumber daya itu tidak cukup, rencana produksi harus diubah, atau mencari tambahan sumber daya itu. Apabila sumber daya yang direncanakan dan dibutuhkan adalah sama, Rencana Produksi dianggap layak untuk diteruskan ke tingkat hirarki berikut, yaitu: MPS untuk dilaksanakan. (Gaspersz, 1998, p 128)

8 Penjadwalan Produksi Induk (MPS) MPS menguraikan Rencana Produksi untuk menunjukkan kuantitas produk akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu (biasanya mingguan apabila menggunakan sistem MRP II atau harian apabila menggunakan sistem JIT) sepanjang horizon perencanaan taktis (biasanya satu tahun). Apabila Rencana Produksi menunjukkan tingkat produksi untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas spesifik dari produk akhir dalam periode waktu spesifik. (Gaspersz, 1998, p 128) MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisikan informasi tentang kapan produksi harus diselesaikan. MPS semakin berperan pada sistem manufaktur yang besar. Semakin besar sistem tersebut, maka masalah perencanaan dan pengendaliannya menjadi semakin sulit, karena banyaknya jenis item yang diproduksi. (A.H Nasution, 2003, p 64) Berikut adalah contoh tabel MPS dan keterangannya; Tabel 2.1 Contoh Tabel MPS Item No : - Description : Lead Time : Safety Stock : On Hand : Demand Time Fences : Planning Time Fences : Periode Past Due Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled Kapasitas Produksi Terpasang (KPT)

9 24 Keterangan untuk tabel diatas adalah : 1. Item no. menyatakan kode komponen atau material yang dirakit. 2. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merelease atau memproduksi suatu end item. 3. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada ditangan sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 4. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 5. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 6. Demand Time Fences ( DTF ) adalah periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. 7. Planning Time Fences ( PTF ) adalah periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya. MPS biasanya dinyatakan sebagai Firmed Planned Order (FPO) dalam PTF. PTF sering ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif. Waktu tunggu kumulatif merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi produk sejak awal, yang merupakan jalur waktu terpanjang dari puncak (end items) ke bawah (raw materials) dalam struktur produk.

10 25 8. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari perencanaan agregat. 9. Actual Order ( AO ) merupakan jumlah pesanan yang telah diterima sebelumnya. 10. Projected Available Balance ( PAB ) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB t DTF = PAB t 1 + MS t - AO t PAB DTF 1 PTF = PAB t-1 + MS t - AO t atau F t yang paling besar 11. Available to Promise ( ATP ) memberikan informasi berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pemesanan pelanggan. ATP tidak boleh minus. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales. ATP = ATP t -1 + MS t - AO 12. Master Schedule ( MS ) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat yang akan diproduksi. 13. Kapasitas produksi Terpasang ( KPT ) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat yang akan diproduksi Rough Cut Capacity Planning (RCCP) RCCP kemudian dibuat untuk menganalisis kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik kritis dari proses produksi berdasarkan MPS yang telah dibuat. Perencanaan RCCP menitik beratkan pada operasi-operasi khusus seperti perakitan

11 26 akhir, pengecatan, atau proses penyelesaian akhir untuk menentukan titik-titik dimana kemacetan mungkin terjadi. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan apakah sumber daya yang direncanakan adalah cukup untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit procduct loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resource, atau bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work center). RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. (Gaspersz, 1998, p 128) Apabila proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau material, komponen dan subassemblies, yang dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP mengindikasikan ada masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah satu menjadwalkan ulang pesanan-pesanan pelanggan (customer orders) atau melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada. (Gaspersz, 1998, p 129) Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) MRP mengembangkan pesanan-pesanan yang direncanakan untuk bahan baku, komponen, dan subassemblies yang dibutuhkan untuk memnuhi MPS. MRP juga merekomendasikan penjadwalan ulangterhadap open orders apabila due dates dan

12 27 need dates tidak sama. MRP menggunakan inventori dan Bills of Materials (BOM) sebagai tambahan pada MPS untuk dijadikan input. (Gaspersz, 2004, p 129) Teknik perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning, MRP) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung (dependent) pada item-item di tingkat (level) yang lebih tinggi. Kebutuhan pada item-item yang bersifat tergantung merupakan hasil dari kebutuhan yang disebabkan oleh penggunaan item-item tersebut dalam memproduksi item yang lain, seperti dalam kasus di mana bahan baku dan komponen assembling yang digunakan untuk memproduksi produk jadi. Sebagai contoh, ada hubungan tiga roda untuk satu becak yang diproduksi. Jadi, permintaan untuk produk akhir (becak) mungkin bersifat kontinyu dan tidak tergantung (independent), tetapi permintaan untuk item level yang lebih rendah, yaitu roda becak adalah bersifat tergantung pada kondisi berapa jumlah becak yang akan diproduksi. Sifat kebutuhan yang tergantung ini tidak terjadi secara acak, tetapi terjadi secara lumpy karena adanya penerapan jadwal produksi berdasarkan lot-lot. Meskipun itemitem yang bersifat tergantung mungkin dibutuhkan secara kontinyu, item-item tersebut lebih ekonomis bila diproduksi secara lot-lot. (A.H Nasution, 2003, p 127) Lumpy demand dapat digambarkan sebagai pola yang tidak teratur dan tidak kontinyu dimana sejumlah besar permintaan dibutuhkan waktu dan hanya sedikit ataupun tidak sama sekali pada suatu waktu yang lain. (A.H Nasution, 2003, p 128)

13 28 Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP, yaitu: 1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus diselesaikan atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada Jadwal Induk Produksi. 2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri. 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Jika penjadwalan masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, berarti perusahaan tidak memapu memenuhi permintaan konsumen, sehingga perlu dilakukan pembatalan atas permintaan konsumen tersebut. (A.H Nasution, 2003, p 129)

14 29 Sistem MRP memerlukan syarat pedahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut: 1. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih) Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebgai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan di tangan (OH). Kebutuhan bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol. 2. Lotting (Penentuan ukuran lot) Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L). 3. Offseting (Penentuan waktu pemesanan) Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut. 4. Explosion Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item (komponen) pada level yang lebih rendah daristruktur produk yang tersedia. (A.H Nasution, 2003, p )

15 30 Berikut merupakan contoh tabel MRP dan keterangannya; Tabel 2.2 Contoh Tabel MRP Part No : Description : BOM UOM : On Hand : Lead Time : Order Policy : Safety Stock : Lot Size : Period PastDue Gross Requirements Scheduled Receipts Projected Available Balance 1 Net Requirement Planned Order Receipts Planned Order Release Projected Available Balance 2 Keterangan dari Tabel 2.2 diatas adalah : 1. Item no. menyatakan kode komponen atau material yang dirakit. 2. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merelease atau memproduksi suatu end item. 3. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang dirakit. 4. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada ditangan sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya.

16 31 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan dalam memesan barang. 8. Lot size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item kuantitasnya sama dengan MPS. Untuk komponen kuantitasnya diturunkan dari Planned Order Release induknya. 10. Schedule Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Projected Available Balance 1 ( PAB 1 ) menyatakan kuantitas material yang ada ditangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB 1 dapat dihitung dengan PAB1 = (PAB 2 ) t-1 - (Gross Requirement) t + (Schedule Receipts) t 12. Net requirement menyatakan jumlah bersih dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi induk MPS. Net Requirement = (PAB 1 ) t + Safety Stock 13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada periode tertentu. 14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus direlease atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika ketika dibutuhkan oleh induk itemnya.

17 Projected Available Balance 2 ( PAB 2 ) menyatakan kuantitas material yang ada ditangan sebagai persediaan pada periode akhir. PAB2 = (PAB 1 ) t-1 - (Gross Requirement) t + (Schedule Receipts) t + (Planned Order Receipts) t atau, PAB2 = (PAB 1 ) t + (Planned Order Receipts) t Menurut Browne (1996, p 359) banyak alasan yang ditemukan untuk performa yang buruk dari sistem MRP pada prakteknya. Beberapa dari ini berhubungan dengan kebutuhan untuk memperluas pengetahuan pada pemikiran MRP dan adanya kebutuhan komitmen dari top management untuk memastikan kesuksesan. Alasan lain, lebih merupakan permasalahan teknis dalam kenyataan, dan mencakup; Lead Times (Waktu tunggu) : MRP mengasumsikan waktu tunggu produksi diketahui dan pasti. Setiap produk diberikan waktu tunggu produksi yang telah ditetapkan. Waktu tersebut adalah estimasi, dan tidak beruntungnya, pengguna MRP seringkali memperlakukan mereka (waktu tunggu) merupakan angka yang sangat tepat. Design / Quality : Bagian dari perancangan desain lingkungan produksi dan perhatian pada permasalahan kualitas tidak diberikan oleh instalasi sistem MRP. Sistem MRP cenderung mengasumsikan bahwa lingkungan ada sebagaimana adanya sekarang, dan tidak akan berubah. Ini memberikan peningkatan kebutuhan untuk perancangan desain produk pada koordinasi aktual dari subsistem.

18 33 Infinite Capacity : MRP mengasumsikan kapasitas tidak terbatas. Sebagai contoh, ketika MPS diturunkan, semua sumber daya yang digunakan pada lantai produksi diasumsikan dapat memenuhi setidaknya kapasitas yang sesuai untuk memenuhi penjadwalan yang ada. JIT pada penjadwalan produksinya akan membatasi kapasitas. Pada JIT, kartu Kanban digunakan untuk mengendalikan kapasitas Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected available capacity untuk open manufacturing orders dan planned manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan menggunakan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakan-tindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja, mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan atau melakukan alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan yang direncakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk dilaksanakan.

19 Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta Operations Sequencing PAC mengembangkan jadwal jangka pendek yang terperinci dengan menggunakan component due dates dari MRP dan detailed routings. Jadwal PAC biasanya dalam bentuk hari, atau kadang-kadang jam, dan cenderung mencakup waktu dari satu sampai tiga bulan. PAC melibatkan perencanaan, pengeluaran, dan pengendalian pesanan-pesanan manufakturing. Pengendalian Input/Output memantau kuantitas dari pekerjaan yang datang pada pusat kerja dan yang meninggalkan pusat kerja itu. Perencana produksi membandingkan aktual pekerjaan yang tiba dan banyaknya yang diselesaikan, kemudian mengambil tindakan korektif seperti menambah jam kerja lembur (overtime), mentransfer pekerja di antara pusat-pusat kerja, alternate routings terhadap transfer beban ke pusat kerja lain, atau melakukan splitting dan/atau overlapping operations. Operations Sequencing merupakan suatu teknik simulasi untuk perencanaan jangka pendek dan priority dispatching dari pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan pada setiap pusat kerja, berdasarkan pada kapasitas sekarang, prioritas, routings, dan informasi lain. PAC mewakili pelaksanaan dan pengendalian dari rencana-rencana manufakturing yang telah dikembangkan dalam tingkat perencanaan yang lebih tinggi. Pada level ini, pekerjaan benar-benar secara aktual diselesaikan, juga

20 35 memberikan umpan balik yang bermanfaat untuk digunakan oleh tingkat yang lebih tinggi dalam meningkatkan proses perencanaan mereka. (Gaspersz 1998, p 127) Sistem Just in Time mempunyai pengaruh dalam penerapan PAC. Hal itu dikemukakan Vollman di dalam bukunya Manufacturing Planning & Control Systems. Sistem formal pada pengendalian lantai produksi tidak penting lagi di bawah JIT. Order Release dapat diselesaikan dengan Kanban atau metodologi sistem tarik lainnya, dan persediaan Work in Process di dalam pabrik dibatasi. Penjadwalan yang mendetail juga tidak diperlukan lagi, karena pesanan mengalir melewati sel-sel dengan jalan yang sudah diketahui, dimana pekerja mengetahui urutan operasi. Penjadwalan detail untuk pekerja dan peralatan bukan lagi permasalahan sejak sistem JIT itu sendiri menentukan penjadwalan. Tidak lagi dibutuhkan pendokumentasian data atau pengawasan, sejak JIT pada dasarnya mengasumsikan hanya dua jenis persediaan, bahan baku dan produk jadi. Penerimaan produk jadi digunakan untuk mengurangi kebutuhan bahan baku dari persediaan. (Vollman, 1997, p168). 2.3 Just In Time Menurut Browne (1996, p 243) lead time atau throughput time untuk sebuah batch melewati lantai produksi biasanya jauh lebih besar dibandingkan waktu proses aktual yang diminta untuk sebuah batch. Menurut Browne (1996, p 244) JIT mengusulkan tata letak berdasarkan produk yang melakukan banyak reduksi pada throughput time untuk batch individu dengan mengurangi waktu antrian. Pada tingkat produksi, layout berdasarkan produk mengurangi throughput time dengan

21 36 memfasilitasi aliran yang sederhana untuk batch di antara operasi dan stasiun-stasiun kerja.pada level stasiun kerja, JIT mengurangi throughput time dengan menerapkan U-Shaped Layout. Usaha JIT dalam mengurangi throughput time dapat dilihat dari usahanya dalam mengurangi waktu antrian. Beragam teknik digunakan untuk mengurangi waktu tunggu, dan salah satunya adalah dengan lot produksi dan lot transfer yang kecil. Menurut Browne (1996, p 245) pada sistem manufaktur JIT, satu unit diproduksi dalam setiap waktu siklus dan pada akhir dari waku siklus, sebuah unit pada setiap proses pada lini secara simultan akan dikirim ke proses selanjutnya. JIT, dalam memisahkan lot produksi dari lot transfer dalam situasi lot produksi adalah besar, bertujuan untuk berpindah dari sistem produksi berbasis batch menuju sistem produksi alir. Menurut Krajewski (2007 p 338) sebuah lot (produksi) merupakan jumlah unit yang diproses bersama. Lot yang kecil akan memiliki keuntungan dalam mengurangi rata-rata tingkat persediaan dibandingkan dengan lot yang besar. Lot kecil akan melewati sistem lebih cepat disbanding dengan lot besar. Dengan tambahan, jika terdapat unit yang rusak, lot besar akan menyebabkan waktu tunggu yang lebih lama, karena keseluruhan lot harus diperiksa untuk menemukan unit-unit yang harus dikerjakan ulang. Pada akhirnya, lot kecil akan membantu mencapai beban kerja yang seragam pada sistem. Lot besar akan menghabiskan ruang besar pada kapasitas di stasiun kerja dan karenanya penjadwalan yang kompleks. Lot kecil dapat dikatakan lebih efektif, memungkinkan penjadwal untuk secara efisien mengutilisasikan kapasitas.

22 37 Menurut Krajewski (2007, p 339) meskipun lot kecil memberikan keuntungan pada operasi, hal itu memiliki kelemahan dalam menaikkan frekuensi setup. Menurut Nahmias (2001, p358) ide yang mendasari JIT, yaitu; 1. Persediaan Work in Process (WIP) dikurangi pada level minimum. Jumlah persediaan WIP yang diperbolehkan adalah perhitungan dengan seberapa ketat JIT diterapkan. Lebih sedikit WIP yang direncanakan dalam sistem, langkah-langkah yang dibutuhkan dalam proses akan lebih seimbang. 2. JIT merupakan sistem tarik. Produksi pada tiap tahap dimulai hanya jika ada permintaan. Aliran informasi pada sistem JIT diproses secara berurutan dari level ke level. 3. JIT lebih luas daripada batasan-batasan pada lantai produksi. 4. Keuntungan dari perluasan JIT 5. Pendekatan JIT membutuhkan komitmen serius yang sama dari top management dan pekerja. Menurut Stevenson (1996, p685) sistem JIT memiliki beberapa keuntungan penting, yang menarik perhatian dari perusahaan tradisional. Keuntungan utama tersebut adalah : 1. Mengurangi tingkat persediaan in process, produk pembelian, dan produk jadi. 2. Mengurangi kebutuhan area. 3. Meningkatkan kualitas produk dan mengurangi scrap dan pengerjaan ulang

23 38 4. Mengurangi waktu tunggu manufaktur 5. Fleksibilitas yang tinggi dalam merubah product mix. 6. Melancarkan aliran produksi dengan lebih sedikit gangguan, yang disebabkan oleh permasalahan kualitas Konsep Dasar Sistem Kanban Sistem Kanban merupakan alat implementasi dari metode Just In Time (JIT), yang dikenal sebagai sistem tarik (push system). Menurut Render (2001, p 390) JIT mempercepat proses produksi, sehingga memungkinkan produk dapat lebih cepat diantarkan ke konsumen dan persediaan barang dalam proses pun menurun jumlahnya. Penurunan barang dalam proses ini memungkinkan aset yang sebelumnya disimpan menjadi persediaan dapat dimanfaatkan secara lebih produktif. Sistem Kanban merupakan penerapan JIT pada lantai produksi. Sistem tarik merupakan kebalikan dari sistem dorong (push system), yang telah kita kenal penerapannya dalam sistem MRP (Material Requirement Planning). Menurut Vincent Gaspersz (1998, p.56), pada dasarnya dalam sistem dorong kita akan memindahkan material dan membuat produk dengan cara mendorong material itu sepanjang proses. Aktivitas ini akan berlangsung terus menerus meskipun usatpusat kerja (work centers) tidak mengkonsumsi material pada tingkat yang sama dengan material yang didorong dari proses sebelum (preceding processes). Apabila kita menggunakan sistem dorong (push system), sekali sistem itu beroperasi akan sangat sulit untuk menghentikan proses karena dinamika dari sistem itu. Pekerja yang

24 39 terlibat dalam sistem dorong akan tidak bereaksi secara cepat terhadap perubahan tiba-tiba dalam permintaan untuk suatu part. Konsep di atas akan berbeda dengan sistem tarik (pull system), karena dalam sistem tarik proses sesudah (subsequent process) akan meminta atau menarik material dari proses sebelum (preceding process) berdasarkan kebutuhan aktual dari proses sesudah (subsequent process). Menurut Monden (1995, p.22) dengan demikian, selama satu bulan tidak perlu dikeluarkan jadwal produksi secara serentak untuk semua proses. Sebaliknya hanya lini rakit akhir yang perlu diberitahu mengenai berubahnya jadwal. Di banyak fasilitas produksi, sistem ini telah dimodifikasi agar, walaupun disebut kanban, kartu itu tidak ada. Di beberapa kasus, ruang kosong di lantai merupakan tanda bahwa diperlukan lot bahan baku berikutnya. Di kasus-kasus lainnya, digunakan semacam tanda, seperti bendera atau kain untuk mengisyaratkan bahwa saat itu adalah waktu bagi batch berikutnya Pengertian Kanban Menurut Monden (1995, p.23) kanban adalah suatu alat untuk mencapai produksi JIT. Kanban berupa suatu kartu yang biasanya ditaruh dalam amplop vinil berbentuk empat persegi panjang. Dua jenis kanban yang sering digunakan ialah: Kanban pengambilan dan Kanban perintah-produksi. Suatu Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara Kanban perintah-produksi menspesifikasikan jenis

25 40 dan jumlah produk yang harus dihasilkan proses terdahulu.kanban perintah-produksi sering disebut Kanban dalam pengolahan atau secara sederhana, Kanban produksi. Menurut Gaspersz (1998, p 57) pada dasarnya kanban tarik (withdrawal kanbans) bergerak di antara pusat-pusat kerja (work centers) dan digunakan sebagai alat yang sah untuk memindahkan parts atau material dari satu pusat kerja ke pusat kerja lain. Dalam sistem Kanban, Kanban tarik (withdrawal kanbans) harus selalu mengikuti aliran material dari satu proses ke proses yang lain (dari proses sebelum ke proses sesudahnya). Suatu kanban tarik harus menspesifikasikan nomor part (part number) dan tingkat revisi, lot size, dan proses routing (routing process). Kanban tarik harus menunjukkan nama proses sebelum (preceding process) beserta lokasinya dan proses sesudah (subsequent process) beserta lokasinya. Sekali kanban tarik memperoleh parts, kartu itu harus tetap melekat bersama parts itu sepanjang waktu. Kanban tarik berfungsi untuk mengambil material atau parts, sedangkan kanban produksi (production kanban) berfungsi sebagai alat yang sah untuk mengeluarkan pesanan produksi kepada proses sebelum (preceding process) agar membuat atau memproduksi parts lagi. Rumus Perhitungan Kanban; Titik Pesan Ulang = penggunaan rerata selama waktu pemesanan + sediaan pengaman - pesanan telah diberikan tetapi belum diterima Pesanan yang diberikan tetapi belum diterima biasanya nol. (Monden, 2000, p 35) Jumlah Kanban (Sipper, 1998, p 553) L = t p + t w

26 41 DL(1+ α) n = C n n p t = = Dt Dt p w (1+ α) C (1+ α) C Dengan : n = jumlah P dan T-Kanban untuk material yang ditentukan n p = jumlah P- Kanban untuk material yang ditentukan n t = jumlah T- kanban untuk material yang diten D = permintaan per unit waktu, biasanya dalam hari (D merupakan rerata permintaan) L = rata-rata waktu tunggu untuk Kanban, dalam fraksi desimal dari satu hari t p = rata-rata waktu proses per kontainer, dalam fraksi desimal dari satu hari t w = rata-rata waktu tunggu selama proses produksi ditambah waktu transportasi per kontainer, dalam fraksi desimal dari satu hari C = kapasitas kontainer, dalam unit produk (biasanya tidak lebih dari 10% dari permintaan harian) α = koefisien pengaman (tidak lebih dari 10%)

27 42 Sumber : Monden Yasuhiro (1995, p 23) Gambar 2.2 Contoh Kanban Pengambilan Sumber : Monden Yasuhiro (1995, p 24) Gambar 2.3 Contoh Kanban Produksi Aturan Umum Operasi Kanban Menurut Krajewski (2007, p 345) aturan pengoperasian untuk sistem kanban satu kartu adalah sederhana dan dirancang untuk memfasilitas aliran material sembari mengendalikan level persediaan.

28 43 1. Setiap kontainer harus memiliki kartu 2. Lini perakitan selalu menarik material dari sel fabrikasi. Sel fabrikasi tidak pernah mendorong material ke lini perakitan karena cepat atau lambat, material akan disediakan yang belum dibutuhkan untuk produksi. 3. Kontainer dari material tidak pernah dipindahkan dari area penyimpanan tanpa kanban terlebih dahulu diletakkan pada pos penerimaan kanban. 4. Kontainer harus selalu terisi dengan jumlah material yang sama. Penggunaan dari kontainer yang tidak standar atau kontainer yang diisi tidak teratur akan merusak aliran produk dari lini perakitan. 5. Hanya material yang tidak rusak yang dapat dikirim ke lini produksi untuk menghasilkan penggunaan material dan jam kerja yang terbaik. Peraturan ini menekankan kembali pernyataan membangun kualitas pada sumber daya, yang merupakan karakteristik penting dalam lean system. 6. Total produksi tidak boleh melebihi jumlah yang diminta pada kanban dalam sistem Cara Kerja Sistem Kanban Menurut Monden (1995, p 29), berbagai langkah yang menggunakan Kanban adalah: 1. Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan Kanban pengambilan yang disimpan dalam pos Kanban pengambilan (yakni, kotak atau berkas penerima) bersama palet kosong (peti kemas) yang ditaruh

29 44 di atas forklift atau jip. Ia melakukannya secara teratur pada waktu yang telah ditentukan. 2. Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di Gudang A, pembawa itu melepaskan Kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit fisik dalam palet (perhatikan bahwa tiap palet mempunyai satu lembar Kanban) dan menaruh Kanban ini dalam pos penerima Kanban. Ia juga meninggalkan palet kosong di tempat yang ditunjuk oleh orang yang ada pada proses terdahulu. 3. Untuk tiap Kanban perintah-produksi yang dilepaskannya, di tempat itu ia menempelkan satu Kanban pengambilan. Ketika menukarkan kedua jenis Kanban itu, dengan hati-hati ia membandingkan Kanban pengambilan dengan Kanban perintah-produksi untuk melihat konsistensinya. 4. Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, Kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos Kanban pengambilan 5. Pada proses terdahulu, Kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari pos penerima Kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah diproduksikan. 6. Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan Kanban perintah produksi di dalam pos. 7. Ketika diolah, unit fisik dan Kanban itu harus bergerak secara berpasangan.

30 45 8. Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan Kanban perintah produksi ditaruh dalam Gudang A, sehingga pembawa dari proses berikutnya dapat mengambilnya kapan saja. Sumber : Monden Yasuhiro (1995, p 29) Gambar 2.4 Langkah Penggunaan Kanban Mengukur Performa Kanban Menurut Everett (1996, p 579) dengan memilih kontainer dan kapasitasnya, persediaan dapat dengan hati-hati dan secara visual dikendalikan di antara dua stasiun kerja yang berhubungan. Dengan mengurangi jumlah kartu yang disirkulasikan di antara dua stasiun kerja yang berhubungan, persediaan WIP dapat mencapai nol dan material yang dibutuhkan akan tiba tepat pada waktunya. Produksi yang berjalan

31 46 dengan sedikit persediaan, adalah tujuan utama dalam perencanaan dan pengendalian produksi sistem tarik Dua metode yang umum dalam mengukur performa dari proses manufakturing adalah flow through time (waktu tunggu manufakturing) dan level persediaan WIP. Flow through time (waktu tunggu manufakturing) merupakan jumlah waktu yang diperlukan sebuah unit produk untuk dapat melewati keseluruhan proses, dari awal hingga selesai (dalam rata-rata). Pada sistem Kanban, kedua pengukuran ini minimum tergantung kepada jumlah lot. Sebagai contoh, jika sistem Kanban menggunakan 25 stasiun kerja dan ukuran lot adalah 4, maka rata-rata jumlah WIP akan mendekati 100 unit produk. Jika waktu siklus untuk beban yang diseimbangkan adalah dua menit untuk setiap unit (dengan adanya variasi) : satu unit produk akan melewati keseluruhan sistem dalam 200 menit. 2.4 Integrasi Sistem MRP II dan Sistem Kanban Menurut Gaspersz (1998, p50) MRP II adalah sistem yang didesain khusus untuk mengelola semua sumber daya industri manufaktur. Pada sisi lain sistem Just in Time (JIT) merupakan konsep filosofi perbaikan terus menerus, dengan cara memproduksi output yang diperlukan, pada waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi, dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien. (Gaspersz, 1998, p 52). Dalam hal ini MPS dan MRP yang diturunkan dari sistem MRP II akan digunakan sebagai alat yang menerjemahkan perencanaan penjualan ke dalam kadwal produksi

32 47 dan kebutuhan material. Informasi ini kemudian diberitahukan kepada bagian pembelian untuk merencanakan pembelian berdasarkan prinsip-prinsip pembelian JIT (Just in Time Purchasing) dan bagian produksi untuk menentukan kebutuhan parts harian (daily parts requirement). Berdasarkan kebutuhan aktual harian ini, diterapkan sistem (pull system) menggunakan Kanban untuk memindahkan material atau parts pada lini produksi (production line). Dengan demikian sistem terintegrasi MRP II dan JIT menunjukkan bahwa sistem MRP II merupakan perencanaan dari atas ke bawah (top-down planning). Output dari sistem MRP II dapat digunakan untuk meramalkan kebutuhan material bulanan pada basis proses demi proses. Informasi ini dapat diberikan kepada pekerja yang bertanggung jawab pada masing-masing pusat kerja (work center). Bagaimanapun juga, pekerja yang berada dalam pusat-pusat kerja harus menggunakan informasi ini hanya sebagai ramalan (production forecast), sedangkan komitmen output aktual harus berdasarkan pada permintaan aktual dari kanban tarik (withdrawal kanbans). (Gaspersz, 1998, p 52). Integrasi MRP II dan Kanban menggambarkan adanya integrasi antara push system dan pull system. Menurut Sipper (1998, p 594) sistem dorong dan tarik tidak saling terpisah dab tidak mengalami konflik yang penting satu sama lain. Garis di antara keduanya tidak setajam seperti yang cenderung dipercaya banyak orang. Lebih jauh, keduanya dapat berjalan bersama dengan membangun sebuah sistem hibrid, yang dibangun di atas kekuatan mereka masing-masing. Sesunggunya, banyak perusahaan

33 48 manufakturing yang telah maju mempraktekan pendekatan hibrid ini. Mereka menggunakan Kanban atau sistem lain yang sama, bersamaan dengan MRP II. Sistem hibrid harus diterapkan secara berbeda pada situasi yang berbeda. Sebagai contoh, pada lingkungan manufaktur dengan aliran yang seragam, MRP II berperan sebagai perencanaan material, dan metode tarik mengendalikan lantai produksi. Pada repetitive batch manufacturing dengan waktu tunggu yang stabil, pesanan yang dikeluarkan dapat dikendalikan baik dengan MRP II maupun dengan sistem tarik, tetapi perencanaan material harus diatasi dengan MRP II. Menurut Vollman (1997, p 377) pada sebagian besar kasus kebutuhan untuk integrasi meningkat pada perusahaan yang sudah menerapkan sistem MRP dan sedang dalam proses untuk mengimplementasikan beberapa aspek dari JIT. Tekanan untuk menyesuaikan dengan standar kelas dunia, penggunaan dari perbandingan secara global, persaingan yang mengintimidasi, kesemuanya merupakan alasan perlunya perubahan besar dalam melaksanakan manufakturing. Dimanapun ketika ada kombinasi dari MRP dan JIT pada lantai produksi, kita harus bergerak maju dan mundur di dalam sistem. Sebuah sel JIT di tengah-tengah proses yang berada di bawah pengendalian MRP harus dikomunikasikan dengan sistem MRP. Harus ada penyerahan dari MRP ke JIT pada permulaan dari proses JIT dan ditransfer kembali ke MRP pada akhirnya. (Vollman, 1997, p378) MRP dapat dianggap sebagai teknik perencanaan dan penjadwalan, dan Just in Time (JIT) dapat dianggap sebagai cara menggerakkan bahan baku secara cepat. Keduanya dapat diintegrasikan secara efektif. Tahap pertama adalah mengurangi

34 49 paket MRP dari harian menjadi mingguan atau bahkan jam-jaman. Paket ini berarti unit waktu dalam sistem MRP. Kedua, rencana penerimaan yang menjadi bagian rencana pemesanan perusahaan dalam suatu sistem MRP dikomunikasikan melalui area perakitan untuk tujuan produksi dan digunakan pada produksi berurut. Ketiga persediaan bergerak dalam pabrik dengan dasar JIT. Keempat pada saat produk selesai diproduksi, produk dipindahkan ke persediaan seperti biasa. (Render, 2001, p 367) Menurut Nahmias (2001, p 397) pada akhirnya permasalahannya bukanlah pada pemilihan antara MRP dan JIT, tetapi untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kedua teknik tersebut. 2.5 Simulasi Pengertian Simulasi Simulasi menurut Harrell (2000, p5) adalah imitasi dari sistem dinamis menggunakan model komputer yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memperbaiki performa sistem. Pada prakteknya, simulasi biasanya ditampilkan menggunakan software simulasi komersial, seperti ProModel yang memiliki konstruksi permodelan yang dirancang dengan spesifik untuk menggambarkan sifat dinamis dari sistem. Statistik kinerja dikumpulkan selama simulasi dan secara otomatis dirangkum untuk analisa. Dengan penekanan akan persaingan yang ketat dalam hal waktu (time based competition), metode tradisional trial and error untuk mengambil keputusan tidak

35 50 lagi cukup. Menurut Solberg kemampuan untuk mengaplikasikan pembelajaran trial and error untuk menyesuaikan performa sistem manufakturing menjadi hampir tidak berguna di lingkungan di mana perubahan terjadi lebih cepat dari pelajaran yang dapat dipelajari. Ada kebutuhan yang besar untuk metode prediksi formal yang didasarkan atas pengertian akan sebab dan akibat. (Harrell, 2000, p 6) Menurut Harrell (2000, p7) kekuatan dari simulasi terletak pada kenyataan bahwa simulasi menyediakan metode analisis yang tidak hanya formal dan dapat diprediksi, tetapi juga mampu untuk secara akurat mengevaluasi performa dari sistem yang bahkan lebih kompleks. Hal yang penting pada pasar kompetisi sekarang ini adalah melakukan yang benar dari pertama, pelajaran yang dapat diambil menjadi jelas : jika pada kali pertama anda tidak sukses, anda mungkin perlu mensimulasikannya. Improvement yang secara tradisional memakan waktu berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun untuk mencapai penyesuaian yang baik, dapat diperoleh dalam waktu hari atau bahkan jam. Karena simulasi berjalan dalam waktu yang dipadatkan, minggu dalam sistem operasi dapat disimulasikan hanya dalam beberapa menit, atau bahkan detik. Karakteristik dari simulasi yang membuatnya menjadi alat perencanaan dan pembuat keputusan yang powerful, dapat disimpulkan sebagai berikut; Menangkap ketergantungan dalam sistem Menghitung untuk variabilitas dalam sistem Sanggup untuk memodelkan berbagai sistem Menunjukkan perilaku overtime

36 51 Lebih murah, lebih cepat, dan tidak mengakibatkan gangguan, dibanding dijalankan pada sistem aktual Menyediakan informasi dalam beberapa pengukuran performansi Secara visual menarik perhatian orang Menyediakan hasil yang mudah untuk dimengerti dan dikomunikasikan Jalannya waktu dipadatkan, nyata ataupun waktu tunggu. Mendorong perhatian untuk lebih mendetail di dalam perancangan Elemen Sistem Dalam Simulasi Sistem dalam didefinisikan sebagai kumpulan dari elemen-elemen yang difungsikan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Point utama pada definisi ini mencakup kenyataan bahwa (1) sebuah sistem terdiri dari banyak elemen, (2) elemen-elemen ini saling berhubungan dan saling bekerja sama, dan (3) sebuah sistem ada untuk tujuan mencapai tujuan yang spesifik. Dari perspektif simulasi, sebuah sistem dapat dikatakan terdiri dari entiti (entity), aktivitas (activities), sumber daya (resources), dan kendali (controls). (Harrell, 2000, p 25) Entities Entities merupakan items yang diproses di dalam sistem, seperti produk, konsumen, dan dokumen. Entities yang berbeda dapat memiliki karakteristik yang

37 52 berbeda, seperti biaya, bentuk, prioritas, kualitas, atau kondisi. Entities dapat dibagi lagi menjadi, Manusia atau animasi (konsumen, pasien, dsb) Benda mati (komponen, dokumen, dsb) Tidak berbentuk (panggilan, surat elektonik, dsb) Activities Activities merupakan tugas yang dilakukan di dalam sistem, yang baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan bagian dari proses suatu entities. Contoh dari entities termasuk, melayani pelanggan, memotong komponen dengan mesin, atau memperbaiki potongan peralatan. Activities biasanya memakan waktu dan seringkali mengikutsertakan penggunaan sumber daya. Activities dapat diklasifikasikan sebagai; Entity processes (check-in, treatment, inspeksi, fabrikasi, dsb) Entity and resource movement (perjalanan forklift, menaiki elevator, dsb) Resource adjustments, maintenance, and repairs (setup mesin, perbaikan mesin, dsb) Resources Resources adalah pelaku yang melakukan aktivitas. Mereka menyediakan fasilitas pendukung, peralatan, dan personil yang melakukan aktivitas. Sementara resources memfasilitasi entity processing, resources yang tidak memadai dapat membatasi

38 53 proses dengan membatasi tingkat dimana proses dapat dilakukan. Resources dapat diklasifikasikan menjadi; Manusia atau animasi (operator, dokter, bagian perbaikan, dsb) Benda mati (peralatan, perlengkapan, lantai produksi, dsb) Tidak berbentuk (informasi, tenaga listrik, dsb) Controls Controls mengatur bagaimana, di mana, dan kapan aktivitas dilaksanakan. Controls memasukkan perintah ke dalam sistem. Pada level tertinggi, controls terdiri dari jadwal, perencanaan, dan kebijakan. Pada level terendah, controls merupakan prosedur tertulis dan logika pengendalian mesin. Pada keseluruhan level, controls menyediakan informasi dan logika keputusan untuk bagaimana sistem beroperasi Membangun Model Dalam ProModel Menurut Harrell (2000, p142) model simulasi merupakan penggambaran komputer mengenai bagaimana elemen dari sebuah sistem khusus berperilaku dan berhubungan Elemen Struktural Objek dari sebuah model menggambarakn elemen struktural dalam sistem, seperti mesin, pekerja, unit produksi, dan area produksi. ProModel secara sederhana mengklasifikasikan klasifikasi objek, sebagai berikut;

39 54 Entities item yang diproses di dalam sistem Locations tempat di mana enitities diproses atau disimpan Resources pekerja yang digunakan di dalam proses entities Paths Lintasan perjalanan dari entities dan resources di dalam sistem Elemen Operasional Elemen operasional mendefinisikan sifat dari elemen fisik yang berbeda di dalam sistem dan bagaimana mereka berhubungan. Ini mencakup routings, operations, arrivals, entity and resource movement, task selection rules, resource schedules, dan downtimes and repairs. Kebanyakan dari elemen operasional dari sebuah model dapat didefinisikan menggunakan konstruksi yang disediakan secara spesifik untuk memodelkan elemn tersebut. Peraturan operasional untuk masing-masing dapat dipilih dari menus. Berikut adalah elemen operasional yag terdapat dalam ProModel; 1. Routings Mendefinisikan urutan aliran entities dari lokasi ke lokasi. Beberapa peraturan (rules) yang dapat digunakan untuk menyeleksi lokasi selanjutnya dalam routing decision, mencakup; Probabilistic entities dijalankan ke beberapa lokasi tergantung pada probabilitasnya First Available entities menuju pada lokasi yang pertama kali tersedia

40 55 By Turn pemilihan lokasi selanjutnya akan dirotasi sesuai dengan lokasi pada daftar Most available capacity entities akan memilih lokasi dengan kapasitas yang paling tersedia Until full entities akan menuju sebuah lokasi sampai penuh, dan kemudian berpindah ke lokasi lain sampai penuh, dan seterusnya Random entities akan secara acak dari daftar lokasi User Condition entities akan memilih dari daftar lokasi sesuai dengan kondisi yang didefinisikan oleh pengguna 2. Entity Operations Entity operations mendefinisikan apa yang terjadi pada sebuah entity ketika memasuki suatu lokasi. 3. Entity Arrivals Entity arrivals mendefinisikan waktu, kuantitas, frekuensi, dan lokasi dari entities yang memasuki sistem. 4. Entity and Resource Movement Entities berpindah di dalam sistem dari lokasi ke lokasi untuk diproses. Dan resource juga berpindah ke lokasi-lokasi yang berbeda, jika terdapat permintaan.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Pemecahan 62 3.2 Penjelasan Flow Chart Metodologi Pemecahan Masalah Dari flow chart metodologi pemcahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap pendahuluan sebelum memasuki bagian pengolahan data. Data yang dibutuhkan untuk pengolahan terlebih dahulu didokumentasikan.

Lebih terperinci

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP MODUL 11 MRP adalah suatu teknik yang menggunakan BOM (bill of materials), inventory dan master schedule untuk mengetahui kebutuhan suatu part pada suatu waktu. Struktur MRP MRP membutuhkan data dari Bill

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Material Requirement Planning (MRP) Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk memecahkan masalah yang diuraikan pada sub bab 1.2 diperlukan beberapa terori pendukung yang relevan. 2.1 Inventory Control Pengawasan persediaan digunakan untuk mengatur tersedianya

Lebih terperinci

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT CAPACITY PLANNING Modul ke: Definisi Kapasitas, Manajemen Kapasitas, Capacity Planning Factors, Bill of Capacity, dan Capacity Requirement Planning. Fakultas Pascasarjana Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT.,

Lebih terperinci

INTEGRASI PERENCANAAN PRIORITAS DAN KAPASITAS SISTEM MRP II DENGAN SISTEM KANBAN MENGGUNAKAN PROMODEL

INTEGRASI PERENCANAAN PRIORITAS DAN KAPASITAS SISTEM MRP II DENGAN SISTEM KANBAN MENGGUNAKAN PROMODEL INTEGRASI PERENCANAAN PRIORITAS DAN KAPASITAS SISTEM MRP II DENGAN SISTEM KANBAN MENGGUNAKAN PROMODEL Budi Aribowo 1 ; Natasari 2 1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Al Azhar Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Teguh Baroto (2002, p14), perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 60 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah : 1. Data Kapasitas Produksi Adapun kapasitas produksi reguler perhari untuk satu lini produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1. Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Pipa PVC Pada bab ini ditampilkan data-data penjualan pipa PVC yang diambil pada saat pengamatan dilakukan. Data yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Nastiti (UMM:2001) judul: penerapan MRP pada perusahaan tenun Pelangi lawang. Pendekatan yang digunakan untuk pengolahan data yaitu membuat Jadwal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan BAB 3 METODOLOGI Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan beberapa metode yang masuk dalam kategori praktek terbaik untuk melakukan pengurangan jumlah persediaan barang

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Manajemen Persediaan Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot Dinar Nur Affini, SE., MM. Program Studi Manajemen Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Definisi MRP adalah suatu teknik yang dipakai untuk merencanakan pembuatan/pembelian komponen/bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan MPS. MRP ini merupakan hal

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1 Landasan Teori Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning) merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 24 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan mengunakan alat-alat yang telah disiapkan. Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Arti dan Peran Persediaan Persediaan sesungguhnya memiliki arti yang penting bagi perusahaan, baik yang berorintasi perdagangan, industri jasa maupun industri

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung pengolahan data yang dilakukan ataupun sebagai input dari setiap metode-metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Manajemen Permintaan Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) Pokok Bahasan: I. MPS II. Hubungan Production Plan dengan MPS III. Contoh MPS IV. Available to Promise (ATP) V. Perubahan MPS & Time Fences VI. Projected

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Oleh: Mega Inayati Rif ah, S.T., M.Sc. Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No. 28, Komplek Balapan, Yogyakarta PART 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penyusunan tugas akhir ini dibutuhkan beberapa landasan teori sebagai acuan dalam penyusunannya. Landasan teori yang dibutuhkan antara lain teori tentang Sistem Informasi, teori

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pengertian manajemen menurut T H Handoko (2005, hal 3) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas dimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan manajemen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Studi Pendahuluan Dalam memulai penelitian ini, mula-mula dilakukan studi pendahuluan yang terdiri dari studi lapangan dan studi kepustakaan

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Definisi MRP adalah suatu teknik yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Industri Modern 2.1.1 Konsep Deming tentang Sistem Industri Modern (Gazperz,Vincent.1998) Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus-menerus (continuous

Lebih terperinci

RPS TIN303 Sistem Produksi Ir. Roesfiansjah Rasjidin, MT., PhD.

RPS TIN303 Sistem Produksi Ir. Roesfiansjah Rasjidin, MT., PhD. RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER GANJIL 2016/2017 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL Mata kuliah : SISTEM PRODUKSI Kode MK : TIN303 Mata kuliah prasyarat : PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

Material Requirements Planning (MRP)

Material Requirements Planning (MRP) Material Requirements Planning (MRP) Pokok Bahasan: I. Tujuan MRP II. Input & Output MRP III. Contoh Logika MRP & Struktur Produk IV. Contoh MRP Kereta Dorong V. Sistem Informasi MR Kuliah ke-4: Rabu,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Biegel (referensi 3), persediaan adalah bahan yang disimpan di dalam gudang yang kemudian akan digunakan untuk kelangsungan suatu proses produksi (bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia industri menyebabkan terjadinya persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Kualitas merupakan faktor dasar konsumen terhadap

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA Erlina P Teknik Industri FTI-UPNV Jawa Timur Abstraks Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim, M.Sc Oleh:

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero Rizky Saraswati 1), dan I Wayan Suletra 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM)

Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM) Petunjuk Sitasi: Eunike, A., Herdianto, B., & Setyanto, N. W. (2017). Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM).

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Komponen-komponen: 1. Sistem penjadwalan produksi menghasilkan master jadwal produksi yang mencakup lead time terpanjang ditambah waktu produksi terpanjang. 2. Sistem

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Yang Dihasilkan PT. Harapan Widyatama Pertiwi adalah perusahaan yang memproduksi pipa berdasarkan pesanan (make to order), tetapi ada pula beberapa produk yang diproduksi

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaam 2.1.1 Teknik Industri Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk Laporan Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suati pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi Sistem informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan pengolah transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Penelitian Sampai saat ini Indonesia masih menyandang status sebagai negara berkembang. Dengan status tersebut, bangsa Indonesia masih

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pendahuluan Sistem produksi merupakan suatu mata kuliah yang menggambarkan mengenai aktivitas-aktivitas dalam perencanaan produksi dan suatu ilmu khusus yang ada dalam jurusan

Lebih terperinci

MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2013 MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI TI 3002 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II Laboratorium Sistem Produksi Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Bandung TI 3002 Praktikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem informasi adalah data yang dikumpulkan, dikelompokkan dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah satu kesatuan informasi yang saling terkait dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Produksi Toyota. Sistem produksi Toyota dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation dan telah dipakai oleh banyak perusahaan Jepang sebagai ekor dari krisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Di dalam melakukan suatu kegiatan dan analisis usaha atau produksi bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI 4.1 Landasan Teori Jadwal induk produksi (master production schedule, MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana

Lebih terperinci

SIKLUS PRODUKSI. A. Definisi Siklus Produksi

SIKLUS PRODUKSI. A. Definisi Siklus Produksi SIKLUS PRODUKSI A. Definisi Produksi produksi adalah serangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan pengolahan data yang berkaitan dengan proses pembuatan produk dan terjadi secara terus-menerus. Keberadaan

Lebih terperinci

USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA

USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA Fajar Riyadi PT AT-Indonesia Email: fajarriyadisuyadinata@gmail.com

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis . Mata Kuliah Semester PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis : IV Pertemuan Ke : 13 Pokok Bahasan Dosen : Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING)

PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING) BAB PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING) TUJUAN: Setelah memahami materi ini Mahasiswa diharapkan dapat:. Memahami perencanaan terhadap dependent demand.. Mengetahui manfaat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Pengembangan Kerangka Kerja Secara garis besar terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini. Langkah-langkah tersebut yaitu studi

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi Pengantar Manajemen Produksi & Operasi 1 Manajemen Operasi Manajemen Operasi bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau jasa dalam organisasi. Manajer operasi mengambil keputusan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen Modul ke: Manajemen Persediaan Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB Fakultas FEB Christian Kuswibowo, M.Sc Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi MRP didasarkan pada permintaan dependen.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 126 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah 127 1 PENGUMPULAN DATA - Data spesifikasi produk - Data bahan baku - Data jumlah mesin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Persediaan 2.1.1.1 Definisi serta Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Persediaan (inventory) didefinisikan sebagai sumber daya yang di simpan

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi SAP ERP

Perencanaan Produksi SAP ERP Materi #8 Perencanaan Produksi SAP ERP 2 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sales Forecasting 3 Peramalan Penjualan dapat menggunakan data tahun lalu dikombinasikan dengan target keuangan dan inisiatif marketing

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori 2.1. Manajemen Operasional Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2010:4), manajemen operasi adalah serangkaian aktifitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat) 102 BAB V ANALISA HASIL 5.1 Peramalan Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyeksi trend yang terdiri dari linier trend model, quadratic trend model, exponential growth curve trend

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ Fakultas FEB Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Proses dalam MRP Bill of material (BOM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis di Indonesia saat ini sangat pesat. Hal itu ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis yang ada di perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Menurut Teguh Baroto (2002, p13), produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Data penjualan grout tipe Fix pada PT.Graha Citra Mandiri mulai dari Januari 2004 sampai dengan Oktober 2006 ditunjukkan pada

Lebih terperinci

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya)

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Dira Ernawati Teknik Industri FTI UPN Veteran Jatim

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Robbins dan Coulter (2012:36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI KOMPETENSI MATA KULIAH Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu: Memahami pengembangan sistem pengendalian produksi dan umpan balik informasi perkembangan

Lebih terperinci

Week 11 SIA SIKLUS PRODUKSI. Awalludiyah Ambarwati

Week 11 SIA SIKLUS PRODUKSI. Awalludiyah Ambarwati Week 11 SIA SIKLUS PRODUKSI Awalludiyah Ambarwati Production Methods Continuous Processing creates a homogeneous product through a continuous series of standard procedures. Batch Processing produces discrete

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi bisnis. Dalam pabrik (manufacturing), persediaan dapat terdiri dari: persediaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL 2011 Antono, Enty, Agus 32 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL Antono Adhi, Enty Nur Hayati, Agus Setiawan Dosen Fakultas Teknik Universitas Stikubank Semarang DINAMIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mancanegara. Perusahaan ini berada di JL. Raya Moh Toha Km 5/23

BAB I PENDAHULUAN. maupun mancanegara. Perusahaan ini berada di JL. Raya Moh Toha Km 5/23 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT KYODA MAS MULIA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan spare part yang memiliki pasar sasaran baik untuk domestik maupun mancanegara. Perusahaan

Lebih terperinci

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP) PERENCANAAN DAN PENJADWALAN AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL PERIKANAN DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) (Studi Kasus Di UD. Retro Gemilang Internasional Sidoarjo) 2009 Adib Fahrozi

Lebih terperinci

APLIKASI JUST IN TIME PADA PERUSAHAAN INDONESIA

APLIKASI JUST IN TIME PADA PERUSAHAAN INDONESIA APLIKASI JUST IN TIME PADA PERUSAHAAN INDONESIA APLIKASI JUST IN TIME (JIT) PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA 1. Pengertian Metode Just In Time (JIT) Manufaktur JIT adalah suatu sistem berdasarkan tarikan permintaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: MANAJEMEN PERSEDIAAN Merencanakan Kebutuhan Barang Persediaan dengan Economic Order Quantity Fakultas EKONOMI DAN BISNIS M. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM Program Studi Manajemen PERSEDIAAN Pengertian

Lebih terperinci

MEMPRODUKSI BARANG DAN JASA (PRODUCING GOODS AND SERVICES) Gambar 11.1 Proses Transformasi Sumber Daya

MEMPRODUKSI BARANG DAN JASA (PRODUCING GOODS AND SERVICES) Gambar 11.1 Proses Transformasi Sumber Daya MEMPRODUKSI BARANG DAN JASA (PRODUCING GOODS AND SERVICES) A. MANAJEMEN OPERASI/PRODUKSI Manajemen Operasi (atau produksi) adalah pengarahan dan pengendalian suatu proses secara sistematis untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal, tetapi mencakup kawasan regional dan global. Oleh karena itu, setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Definisi Dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut

Lebih terperinci

Material Requirements Planning (MRP) & ERP

Material Requirements Planning (MRP) & ERP Chapter 14 Material Requirements Planning (MRP) & ERP Dependent demand: permintaan dari suatu barang berhubungan dan dipengaruhi oleh permintaan terhadap barang lain. MRP: sebuah tehnik yang digunakan

Lebih terperinci

Wita Anggraita P, 2 Widia Juliani, 3 Pratya Poeri Suryadhini 1,2,3. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University

Wita Anggraita P, 2 Widia Juliani, 3 Pratya Poeri Suryadhini 1,2,3. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University Usulan Perbaikan Sistem Untuk Mengurangi Penumpukan Work In Process dan Lead Time Produksi Pada Lantai Produksi Bagian Medium Prismatic Machines Di PT. Dirgantara Indonesia 1 Wita Anggraita P, 2 Widia

Lebih terperinci

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N K E L O M P O K S O Y A : A H M A D M U K T I A L M A N S U R B A T A R A M A N U R U N G I K A N O V I I N D R I A T I I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N S A L I S U B A K T I T R I W U L A N D

Lebih terperinci

Lab. Teknik Industri Lanjut LEMBAGA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI. p j UNIVERSITAS GUNADARMA

Lab. Teknik Industri Lanjut LEMBAGA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI. p j UNIVERSITAS GUNADARMA Enterprise Resource Planning Visual Manufacturing ERP Infor Visual Alur Part Maintenance Modul Dengan menggunakan Visual Manufacturing Unit Of Measure, Vendor, Shop Resource, maintenance Engineering Master

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi Menurut Gaspertz (2001), produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO

SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN

BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN 4.1 Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data yang dilakukan pada perusahaan bertujuan untuk melakukan proses pengolahan data dan memecahkan masalah di perusahaan. Proses pengumpulan

Lebih terperinci