P U T U S A N Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "P U T U S A N Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009"

Transkripsi

1 P U T U S A N Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (selanjutnya disebut Komisi ) yang memeriksa dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999 ) berkaitan dengan Penetapan Harga Fuel Surcharge Dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik yang dilakukan oleh: (1) Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), berkedudukan di Gedung Manajemen Garuda Indonesia Lantai 3 Area Perkantoran Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng 19120, Indonesia; (2) Terlapor II, PT Sriwijaya Air, berkedudukan di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 68 Blok C 15-16, Jakarta Pusat 10730, Indonesia; (3) Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), berkedudukan di Gedung Merpati, Jalan Angkasa Blok B.15, Kavling 2-3, Jakarta Pusat 10720, Indonesia; (4) Terlapor IV, PT Mandala Airlines, berkedudukan di Jalan Tomang Raya Kavling 33-37, Jakarta Barat 11440, Indonesia; (5) Terlapor V, PT Riau Airlines, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 438 Pekanbaru, Riau 28125, Indonesia; (6) Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services, berkedudukan di Boutique Office Park, Benyamin Suaeb Blok A11/12, Kemayoran, Jakarta Pusat 10630, Indonesia; (7) Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia;

2 (8) Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia; (9) Terlapor IX, PT Metro Batavia, berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 15, Jakarta Pusat 10120, Indonesia; (10) Terlapor X, PT Kartika Airlines, berkedudukan di Wisma Intra Asia, Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H. Nomor 58, Jakarta Selatan 12870, Indonesia; (11) Terlapor XI, PT Linus Airways, terakhir diketahui berkedudukan di Grand Boutique Centre, Jalan Mangga Dua Raya Blok C Nomor 4, Jakarta Utara 14430, Indonesia; (12) Terlapor XII, PT Trigana Air Service, berkedudukan di Komplek Puri Sentra Niaga, Jalan Wiraloka Blok D , Kalimalang, Jakarta Timur 13620, Indonesia;( (13) Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, berkedudukan di Office Management Building, 2 nd Floor, Soekarno-Hatta International Airport Jakarta 19110, Indonesia; telah mengambil Putusan sebagai berikut: Majelis Komisi: Setelah membaca surat-surat dan dokumen-dokumen dalam perkara ini; Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (selanjutnya disebut LHPP ); Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (selanjutnya disebut LHPL ); Setelah membaca Tanggapan/Pembelaan/Pendapat para Terlapor; Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut BAP ); TENTANG DUDUK PERKARA 1. Menimbang bahwa berdasarkan data dan informasi yang berkembang di masyarakat, Sekretariat Komisi melakukan monitoring terhadap pelaku usaha 2

3 yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 terkait dengan pemberlakuan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan; Menimbang bahwa setelah melakukan kegiatan monitoring terhadap pelaku usaha, Sekretariat Komisi menyimpulkan adanya kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran yang disusun dalam bentuk Resume Monitoring; Menimbang bahwa setelah melakukan Kegiatan Pemberkasan terhadap Resume Monitoring, Sekretariat Komisi menyusun dan menyampaikan Berkas Laporan Dugaan Pelanggaran kepada Komisi untuk dilakukan Gelar Laporan; Menimbang bahwa berdasarkan Rapat Gelar Laporan, Komisi menilai Laporan Dugaan Pelanggaran layak untuk dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan; Menimbang bahwa selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 118/KPPU/PEN/IX/2009 tanggal 28 September 2009 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 28 September 2009 sampai dengan tanggal 06 November 2009 (vide bukti A1); Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 221/KPPU/KEP/IX/2009 tanggal 28 September 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A2); Menimbang bahwa selanjutnya Sekretaris Jenderal Sekretariat Komisi menerbitkan Surat Tugas Nomor 970/SJ/ST/IX/2009 tanggal 28 September 2009 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan (vide bukti A3); Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan dan Salinan Laporan Dugaan Pelanggaran kepada para Terlapor (vide bukti A4 s/d A27); Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan adanya bukti awal yang cukup terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor dan merekomendasikan kepada Komisi untuk melanjutkan pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan yang dituangkan dalam bentuk LHPP (vide bukti A43);---- 3

4 10. Menimbang bahwa berdasarkan rekomendasi Tim Pemeriksa, selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor: 136/KPPU/PEN/XI/2009 tanggal 09 November 2009 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU/I/2009 terhitung sejak tanggal 09 November 2009 sampai dengan tanggal 05 Februari 2010 (vide bukti A45); Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 247/KPPU/KEP/XI/2009 tanggal 09 November 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A46); Menimbang bahwa selanjutnya Sekretaris Jenderal Sekretariat Komisi menerbitkan Surat Tugas Nomor 1174/SJ/ST/XI/2009 tanggal 09 November 2009 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A47); Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Pemeriksaan Lanjutan dan Salinan LHPP kepada para Terlapor (vide bukti A48 s/d A60); Menimbang setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009, Tim Pemeriksa Lanjutan menilai perlu dilakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan, maka Komisi menerbitkan Keputusan Komisi No. 60/KPPU/KEP/II/2010 tanggal 08 Februari 2010 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 08 Februari 2010 sampai dengan 23 Maret 2010 (vide bukti A76); Menimbang bahwa untuk melaksanakan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan No. 61/KPPU/KEP/II/2010 tanggal 08 Februari 2010 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2010 (vide bukti A77); Menimbang bahwa selanjutnya Sekretaris Jenderal Sekretariat Komisi menerbitkan Surat Tugas Nomor 147/SJ/ST/II/2010 tanggal 08 Februari 2010 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A75);

5 17. Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan kepada para Terlapor (vide bukti A80 s/d A92); Menimbang bahwa dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan serta perpanjangannya, Tim Pemeriksa telah mendengar keterangan dari para Terlapor, para Saksi dan Pemerintah; Menimbang bahwa identitas dan keterangan Terlapor dan para Saksi, telah dicatat dalam BAP yang telah diakui kebenarannya serta masing-masing telah ditandatangani oleh yang bersangkutan (vide bukti B1 s/d B35); Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa telah mendapatkan, meneliti dan menilai sejumlah surat dan atau dokumen, BAP serta bukti-bukti lain yang telah diperoleh selama pemeriksaan dan penyelidikan; Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan yang memuat fakta-fakta sebagai berikut (vide bukti A121): Tentang Profil dan Pangsa Pasar Para Terlapor; (1) Bahwa berikut disampaikan profil singkat para Terlapor dalam perkara ini: Tabel 1 Profil PT Garuda Indonesia (Persero) Nama perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) (GA) - Terlapor I Tahun berdiri 1950 Pemegang saham (2008) + persentase saham Pemerintah RI (96%) PT Angkasa Pura I (1,52%) PT Angkasa Pura II (2,48%) Direksi (2008) Komis oaris (2008) Direktur Utama: Emirsyah Satar Direktur: Agus Priyanto, Achirina, Ari Sapari, Elisa Lumbantoruan, Eddy Purwanto, Hadinoto Soedigdo Komisaris Utama: Hadiyanto Komisaris: Abdul Gani, Adi Rahman Adiwoso, Wendy Aritenang, Sahala Lumban Gaol. Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas 51 pesawat 5

6 penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1-2 jam) Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) Rincian rute domestik ( 3 s/d 4 jam) Rincian rute domestik (> 3 jam) B (405 seats): 3 pesawat A (293 seats): 6 pesawat B NG (180 seats): 4 pesawat B (124 seats): 19 pesawat B (104 seats): 14 pesawat B (92 seats): 5 pesawat 72 rute JKT-PLM, PLM-JKT, JKT-JOG, JOG-JKT, JKT- SOC, SOC-JKT, JKT-SRG, SRG-JKT, MES-BTJ, BTJ-MES, SUB-DPS, DPS-SUB JKT-PKU, PKU-JKT, JKT-PDG, PDG-JKT, JKT- BTH, BTH-JKT, JKT-PNK, PNK-JKT, JKT-BDJ, BDJ-JKT, JKT-SUB, SUB-JKT, JKT-DPS, DPS- JKT, JKT-PKY, PKY-JKT, JKT-AMI, AMI-JKT, BIK-DJJ, DJJ-BIK, DJJ-TIM, TIM-DJJ, JOG-DPS, DPS-JOG, DPS-UPG, UPG-DPS, UPG-MDC, BPN-MDC, MDC-BPN, BPN-UPG, UPG-BPN. JKT-MES, MES-JKT, JKT-BPN, BPN-JKT, JKT- BTJ, BTJ-JKT, JKT-UPG, UPG-JKT, UPG-BIK, BIK-UPG, BPN-DPS, DPS-BPN. JKT-MDC, MDC-JKT, JKT-BIK, BIK-JKT, DJJ- UPG, UPG-DJJ, DPS-TIM, TIM-DPS. JKT-DJJ, DJJ-JKT, JKT-TIM, TIM-JKT, DJJ- DPS, DPS-DJJ, TIM-UPG, UPG-TIM. Keterangan Merupakan BUMN yang didirikan untuk mendapatkan keuntungan dan memberikan kontribusi terhadap penerimaan Negara juga memiliki kewajiban yang terkait dengan kemanfaatan umum (public service obligation), yaitu dengan melayani rute-rute penerbangan sesuai kebutuhan masyarakat umum meskipun tidak selalu menguntungkan secara komersial. Merupakan penerbangan dengan kategori pelayanan dengan standard maksimum (full service) mulai dari prejourney, pre-flight, in-flight, post flight dan post journey. (vide bukti C1.1) Nama perusahaan Tabel 2 Profil PT Sriwijaya Air Tahun berdiri 2003 PT Sriwijaya Air (SJ) - Terlapor II Pemegang saham (2008) + persentase saham Hendry Lie (40.04%) Candra Lie (31.99%) Johannes Bundjamin (19.81%) Andy Halim (5.16%) Harwick Budiman Lahunduitan (2%) 6

7 Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam) Fandy Lingga (1%) (vide C2.1) Direktur Utama: Chandra Lie Direktur:, Harwick Budiman Lahunduitan, Gabriella, Bambang Haryono, Toto Nursatyo, Eddy Suwanto (vide bukti C2.2) Komisaris Utama: Hendry Lie Komisaris: Soenaryo Yosopratomo, Andy Halim, Johannes Bundjamin, Fandy Lingga (vide bukti C2.2) 23 pesawat Boeing (125 seats) Boeing (141 seats) Boeing (166 seats) 88 rute CGK-TKG, TKG-CGK, PGK-PLM, PLM-PGK, BPN-BDJ, BDJ-BPN, BPN-PLW, PLW-BPN, BTH-DJB, DJB-BTH, CGK-TJQ, TJQ-CGK, BTJ- MES, MES-BTJ, MES-PKU, PKU-MES, CGK- PLM, PLM-CGK, CGK-SRG, SRG-CGK, UPG- PLW, PLW-UPG, KDI-UPG, UPG-KDI, SUB- SRG, SRG-SUB. CGK-SOC, SOC-CGK, CGK-PGK, PGK-CGK, BDJ-SUB, SUB-BDJ, BPN-TRK, TRK-BPN, BDO-SUB, SUB-BDO, CGK-BKS, BKS-CGK, CGK-DJB, DJB-CGK, BTH-MES, MES-BTH, BPN-UPG, UPG-BPN, SUB-BPN, BPN-SUB, CGK-SUB, SUB-CGK, CGK-MLG, MLG-CGK, GTO-UPG, UPG-GTO, CGK-PNK, PNK-CGK, PDG-MES, MES-PDG, CGK-TNJ, TNJ-CGK, CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-PKY, PKY-CGK, UPG-SUB, SUB-UPG, CGK-BDJ, BDJ-CGK, CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU, PKU-CGK, UPG, AMQ, AMQ-UPG. BPN-CGK, CGK-BPN, KOE-SUB, SUB-KOE, CGK-MES, MES-CGK, UPG-CGK, CGK-UPG, SUB-MDC, MDC-SUB, SUB-AMQ, AMQ-SUB, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-AMQ, AMQ- CGK. Tabel 3 Profil PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) Nama perusahaan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) (MZ) - Terlapor III Tahun berdiri 1962 Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Pemerintah Republik Indonesia (96,8%) PT Garuda Indonesia (4,2%) 7

8 Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Direktur Utama: Bambang Bhakti Direktur Niaga: Tharian Direktur Operasi: Nikmatullah Taufiquzzaman Direktur Teknik: Hotlan Siagian Dirkeu & Adm: Robby Eduardo Quento Komisaris Utama: H. Muhammad Said Didu Komisaris: Danang Soty Baskoro, Abhy Widya, Adi Rahman Adiwoso, Eddy Suryanto Hariyadhi Dwi Hardono 22 pesawat (9 pesawat jet, 2 pesawat fokker dan 11 propeller) Boeing (160 seats): 1 Boeing (134 seats): 5 Boeing (117 seats): 3 Fokker 100 (108 seats): 2 CN 235 (38 seats): 1 Cassa 212 (24 seats): 3 DHC-6 (18 seats): 4 MA-60 (56 seats): rute JET: DPS-AMI, AMI-DPS, KOE-MOF, TKG- CGK, CGK-TKG, MOF-TMC, MOF-WGP, TMC- MOF, MOF-KOE, WGP-MOF, BMU-DPS, DPS- BMU, KDI-UPG, MKW-SOQ, SOQ-MKW, UPG- KDI, DPS-SUB, SUB-DPS. PROPELLER: RTG-ENE, AMI-DPS, DPS-AMI, BIK-ZRI, DBO-LUV, LUV-DBO, ZRI-BIK, TTE- LAH, LAH-TTE, GTO-UOL, PSJ-PLW, UOL- GTO, PLW-PSJ, ENE-KOE, EWE-TIM, KOE- ENE, LWE-KOE, MES-SBQ, MKQ-WNX, MKW-NTI, SBQ-MES, TIM-EWE, WNX-MKQ, NTI-MKW, FKQ-KNG, KOE-LWE. JET: BPN-UPG, DJJ-BIK, DPS-TMC, PLW- UPG, UPG-BPN, AMI-SUB, SUB-AMI, UPG- PLW, DJJ-TIM, TMC-DPS, BIK-DJJ, TIM-DJJ, BDO-SUB, SUB-SMQ, UPG-LUW, WGP-DPS, DJJ-MKQ, DPS-WGP, LUW-UPG, MKQ-DJJ, SMQ-SUB, SUB-BDO, DJJ-MKW, UPG-KOE, MKW-DJJ, KOE-UPG, CGK-SUB, SUB-CGK, SUB-UPG, UPG-SUB, CGK-SMQ, SMQ-CGK, DPS-KOE, KOE-DPS, BDO-BTH, BTH-BDO, CGK-BDJ, BDJ-CGK, UPG-MDC, DPS-CGK, MDC-UPG, UPG, JOG, CGK-DPS, JOG-UPG, SUB-BMU, BMU-SUB, SUB-TMC, TMC-SUB, DIL-DPS, DPS-DIL, TTE-UPG, UPG-TTE. PROPELLER: AMI-BMU, BMU-AMI, GNS- MES, KOE-LKA, LKA-KOE, MES-GNS, MES- SNX, SNX-MES, BJW-KOE, KOE-BJW, BIK- NBX, FKQ-SOQ, ILA-NBX, KEI-MKQ, MKQ- KEI, NBX-ILA, SOQ-FKQ, GBE-TTE, NBX-BIK, TTE-GBE, PLW-TLI, TLI-PLW, KOE-RTG, 8

9 Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) Rincian rute domestik ( > 3 jam) PLW-UOL, MDC, TTE, TTE-MDC, MKQ-ZEG, UOL-PLW, NTI-SOQ, DJJ-LII, LII-DJJ, SOQ- NTI, GTO-PSJ, MDC-WDA, NBX-LII, WDA- MDC, PSJ-GTO, KNG-MKW, LII-NBX, MKQ- TMH, TMH-MKQ, ZEG-MKQ, KNG-SOQ, LUW-MDC, MDC-LUW, MDC-MNA, MNA- MDC, SOQ, KNG, TLI-TRK, TRK-TLI, DPS- LBJ, LUW-PLW, PLW-LUW, LBJ-DPS, DJJ- TMH, TMH-DJJ, EWE-MKQ, KSX-KOE, MKQ- EWE, KOE-KSX JET: BDO-DPS, DPS-BDO, SUB-WGP, WGP- SUB, CGK-UPG, SOQ-UPG, UPG-CGK, UPG- SOQ, SUB-KDI, KDI-SUB, SUB-KOE, KOE- SUB, SUB-PLW, PLW-SUB, CGK-BMU, BMU- CGK, JOG-KDI, KDI-JOG, MKW-UPG, UPG- MKW, DJJ-MDC, KUL-SUB, MDC-DJJ, SUB- KUL, SUB-LUW, LUW-SUB, UPG-BIK, CGK- TMC, TMC-CGK, JOG-PLW, PLW-JOG, SUB- DIL, DIL-SUB, BIK-UPG, TIM-UPG, SUB-MOF, MOF-SUB, JOG-LUW, LUW-JOG, CGK-WGP, WGP-CGK, UPG-TIM. PROPELLER: ENE-DPS, DPS-ENE, AMQ- LUV, LUV-AMQ, AMQ-SXK, SXK-AMQ, MDC- PLW, PLW-MDC, JET: CGK-KDI, KDI-CGK, SUB-MDC, MDC- SUB, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-PLW, PLW- CGK, JOG-MDC, MDC-JOG, SUB-TTE, TTE- SUB, CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-DIL, DIL- CGK, JOG-TTE, TTE-JOG, UPG-DJJ, AMI-KUL, KUL-AMI, SUB-SOQ, SOQ-SUB, CGK-MOF, MOF-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, JOG-SOQ, SOQ-JOG, SUB-MKW, MKW, SUB, CGK-TTE, TTE-CGK, SUB-BIK, BIK-SUB, JOG-MKW, MKW-JOG, JOG-BIK, BIK-JOG, CGK-SOQ, SOQ-CGK, SUB-TIM, TIM-SUB, JOG-TIM, TIM-JOG, CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-BIK, BIK-CGK, SUB-DJJ, DJJ-SUB, CGK-TIM, TIM- CGK, JOG-DJJ, DJJ-JOG, CGK-DJJ, DJJ-CGK, JOG-MKQ, MKQ-JOG, CGK-MKQ, MKQ-CGK. Keterangan Merupakan BUMN yang berperan dalam pengembangan potensi ekonomi dan transportasi wilayah terpencil di Indonesia melalui operasional penerbangan perintis sejumlah 112 rute. Sistem operasional penerbangan: Long Haul Multi Leg Operating cost dan maintenance cost relatif tinggi karena menggunakan pesawat tua. Tabel 4 Profil PT Mandala Airlines Nama perusahaan PT Mandala Airlines (RI) Terlapor IV 9

10 Tahun berdiri 1969 Pemegang saham (2009) + persentase saham PT Cardig International Aviation (51%) Indigo Indonesia Investment S.a.r.l. (49%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam) Direktur Utama: Diono Nurjadin Direktur: Steve Wilks, Michael Hamelink, Wan Hasmar, Cor Blokzijl, Ai Ling Ng Komisaris Utama: Nurhadjono Nurjadin Komisaris: Joseph Dharmabrata, Sukardi, William Augustus, Jozsep Janos Varadi, Lim Liang Song 11 pesawat Airbus A320 (180 seats) Airbus A319 (144 seats) 50 rute JAKARTA SEMARANG, SEMARANG- JAKARTA, SURABAYA-DENPASAR, DENPASAR-SURABAYA, PEKANBARU- BATAM, BATAM-PEKANBARU JAKARTA PADANG, PADANG-JAKARTA, JAKARTA PEKANBARU, PEKANBARU- JAKARTA, JAKARTA BATAM, BATAM- JAKARTA, JAKARTA SURABAYA, SURABAYA-JAKARTA, JAKARTA DENPASAR, DENPASAR-JAKARTA, JAKARTA JOGJAKARTA, JOGJAKARTA- JAKARTA, JAKARTA BENGKULU, BENGKULU-JAKARTA, JAKARTA PONTIANAK, PONTIANAK-JAKARTA, JAKARTA JAMBI, JAMBI-JAKARTA, JAKARTA PANGKALPINANG, PANGKALPINANG-JAKARTA, MEDAN- PADANG, PADANG-MEDAN, SURABAYA- BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-SURABAYA, SURABAYA BANJARMASIN, BANJARMASIN-SURABAYA, SURABAYA KUPANG, KUPANG-SURABAYA, JOGJAKARTA BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, SURABAYA KUPANG, KUPANG-SURABAYA, JOGJAKARTA BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, JOGJAKARTA BANJARMASIN, BANJARMASIN- JOGJAKARTA, JOGJAKARTA DENPASAR, DENPASAR-JOGJAKARTA, TARAKAN- BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-TARAKAN. JAKARTA BALIKPAPAN,BALIKPAPAN- JAKARTA, SURABAYA-BATAM, BATAM- SURABAYA. 10

11 Nama perusahaan Tabel 5 Profil PT Riau Airlines Tahun berdiri 2002 PT Riau Airlines (RAL) - Terlapor V Pemegang saham (2009) + persentase saham Pemprov Riau (50.6%) Pemkab Natuna (7.1%) Pemkab Bengkalis (6.0%) Pemkab Kerinci (4.5%) Pemkab Nias (4.5%) Pemko Dumai (4.1%) Pemda Rokan Hulu (4.1%) Pemkab Kampar (3.8%) Pemkab Kuantan Singingi (2.4%) Pemkab Lingga (2.3%) Pemko Pekanbaru (2.0%) Pemkab Pelalawan (1.8%) Pemko Batam (1.5%) Pemkab Indragiri Hilir (1.8%) Pemkab Rokan Hilir (0.8%) Pemko Tanjung Pinang (0.8%) Pemprov Bengkulu (0.8%) Pemprov Bangka Belitung (0.8%) Pemprov Lampung (0.8%) Pemkab Indragiri Hulu (0.4%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Direktur Utama: Teguh Triyanto Direktur Produksi: Maman Syaifurohman Direktur Keuangan: Fizan Noor Djailani Direktur Komersial: Revan Mezano Komisaris Utama: Drs. Hj. Wan Syamsur Yus Komisaris: Thamrin Nasution 7 pesawat Fokker 50 (50 seats): 5 pesawat Bae AVRO RJ (111 seats): 2 pesawat 32 rute PEKANBARU TJ. PINANG PP, PEKANBARU BATAM PP, PEKANBARU DUMAI PP, PEKANBARU MALAKA PP, PEKANBARU MEDAN PP, PEKANBARU SINGKEP PP, BATAM - TJ. PINANG PP, BATAM-SINGKEP PP, TJ. PINANG NATUNA PP, TJ. PINANG SINGKEP PP, TJ. PINANG MATAK PP, GUNUNG SITOLI MEDAN PP, NATUNA BATAM PP Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam) PEKANBARU CENGKARENG PP, 11

12 Keterangan CENGKARENG DUMAI PP, TJ. PINANG CENGKARENG PP Merupakan perusahaan daerah (BUMD) yang didirikan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah Sumatera (benefit oriented). Merupakan satu-satunya perusahaan yang melakukan penerbangan antar pulau di Kepulauan Riau (rute perintis). Biaya operasional masih disubsidi oleh Pemerintah Daerah. Nama perusahaan Tabel 6 Profil PT Travel Express Tahun berdiri 2003 PT Travel Express (XN) - Terlapor VI Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Tommy Limbunan (50%) Shirly Goenawang (50%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Tommy Limbunan Shirly Goenawang Boeing (125 seats): 2 pesawat Dornier D328 (32 seats): 4 pesawat 68 rute MANOKWARI JAYAPURA PP SORONG-MANOKWARI PP Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam) JAKARTA MAKASSAR PP, JAKARTA TERNATE PP, SURABAYA MAKASSAR PP, MAKASSAR-SORONG PP JAKARTA-SORONG PP, JAKARTA MANOKWARI PP, JAKARTA JAYAPURA PP, SURABAYA SORONG PP, SURABAYA MANOKWARI PP, SURABAYA JAYAPURA PP, SURABAYA TERNATE PP, MAKASSAR MANOKWARI PP, MAKASSAR JAYAPURA PP, MAKASSAR TERNATE PP, SORONG JAYAPURA PP, SORONG- JAKARTA PP, MANOKWARI- JAKARTA PP, JAYAPURA JAKARTA PP, SORONG- SURABAYA PP, MANOKWARI SURABAYA PP, JAYAPURA-SURABAYA PP. Keterangan Fokus beroperasi di daerah Indonesia bagian timur. Memberlakukan fuel surcharge secara flat untuk semua zona waktu terbang. 12

13 Tabel 7 Profil PT Lion Mentari Airlines Nama perusahaan PT Lion Mentari Airlines (JT) Terlapor VII Tahun berdiri 1999, beroperasi tahun 2000 Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Rusdi Kirana (45%) Kusnan Kirana (55%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik (Per 15 Januari 2009) Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) Keterangan Rusdi Kirana Kusnan Kirana 49 pesawat Boeing : 2 pesawat Boeing ER (220 seats): 32 pesawat Boeing (158 seats): 9 pesawat Boeing (149 seats): 2 pesawat MD-90 (161 seats): 4 pesawat 98 rute CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK, PGK-CGK, CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SOC, SOC-CGK, CGK-SRG, SRG-CGK, JOG-SUB, SUB-JOG, MES-BTJ, BTJ-MES, PKU-BTH, BTH-PKU, SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-DPS, DPS-SUB, UPG-KDI, KDI-UPG, UPG-PLW, PLW-UPG, MES-PKU, PKU-MES. CGK-BDJ, BDJ-CGK, CGK-BKS, BKS-CGK, CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-DJB, DJB-CGK, CGK-DPS, DPS-CGK, CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU, PKU-CGK, CGK-PNK, PNK-CGK, CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-UPG, UPG-DPS, JOG-DPS, DPS-JOG, SUB-BDJ, BDJ-SUB, SUB- BPN, BPN-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPG- AMQ, AMQ-UPG, UPG-GTO, GTO-UPG, UPG- MDC, MDC-UPG. CGK-AMI, AMI-CGK, CGK-AMQ, AMQ-CGK, CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-BTJ, BTJ-CGK, CGK-DJJ, DJJ-CGK, CGK-GTO, GTO-CGK, CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK, CGK-PLW, PLW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK, DPS-MDC, MDC-DPS, SUB-AMQ, AMQ-SUB, SUB-BTH, BTH-SUB, SUB-KDI, KDI-SUB, SUB-KOE, KOE-SUB, SUB-PLW, PLW-SUB, UPG-DJJ, DJJ-UPG. PT Lion Mentari Airlines merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Wings Abadi Airlines. 13

14 Tabel 8 Profil PT Wings Abadi Airlines Nama perusahaan PT Wings Abadi Airlines (IW) Terlapor VIII Tahun berdiri 2002, beroperasi 2003 Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Kusnan Kirana (50%) Rusdi Kirana (50%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Direktur: Achmad Komisaris Utama: Kusnan Kirana Komisaris: Rusdi Kirana 12 pesawat ATR72-500: 3 pesawat MD-80: 6 pesawat DHC8-300: 3 pesawat 74 rute Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) AMBON-FAK-FAK, FAK-FAK-AMBON, AMBON-NABIRE, NABIRE-AMBON, FAK- FAK-KAIMANA, KAIMANA-FAK-FAK, KAIMANA-NABIRE, NABIRE-FAK-FAK, JOGJA-SURABAYA, SURABAYA-JOGJA, JOGJA-BANDUNG, BANDUNG-JOGJA, MAKASSAR-KENDARI, KENDARI- MAKASSAR, MAKASSAR-PALU, PALU- MAKASSAR, MANADO-MELONGUNANE, MELONGUNANE-MANADO, MANOKWARI- FAK-FAK, FAK-FAK-MANOKWARI, MANOKWARI-KAIMANA, KAIMANA- MANOKWARI, MEDAN-PEKANBARU, PEKANBARU-MEDAN, MEDAN- GUNUNGSITOLI, GUNINGSITOLI-MEDAN, NABIRE-JAYAPURA, JAYAPURA-NABIRE, SEMARANG-SURABAYA, SURABAYA- SEMARANG, SORONG-KAIMANA, KAIMANA-SORONG, SURABAYA- MATARAM, MATARAM-SURABAYA, SURABAYA-DENPASAR, DENPASAR- SURABAYA, TERNATE-LABUHA, LABUHA- TERNATE. Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) AMBON-TUAL, TUAL-AMBON, AMBON- SORONG, SORONG-AMBON, AMBON- KAIMANA, KAIMANA-AMBON, AMBON- BAU-BAU, BAU-BAU-AMBON, MANOKWARI-NABIRE, NABIRE- MANOKWARI, SORONG-NABIRE, NABIRE- SORONG, FAK-FAK-JAYAPURA, JAYAPURA- FAK-FAK, KAIMANA-JAYAPURA, JAYAPURA-KAIMANA. Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) MANADO-SORONG, SORONG-MANADO, AMBON-MANOKWARI, MANOKWARI- 14

15 Keterangan AMBON, SEMARANG-DENPASAR, DENPASAR-SEMARANG, SURABAYA-PALU, PALU-SURABAYA, SURABAYA-BANDUNG, BANDUNG-SURABAYA. PT Wings Abadi Airlines merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Lion Mentari Airlines. Nama perusahaan Tabel 9 Profil PT Metro Batavia PT Metro Batavia (7P) - Terlapor IX Tahun berdiri 2001, mulai beroperasi 2002 Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Yudiwan Tansari (72,7%) Alice (6%) Irene Yudiawan (6%) Liauw Tjhai Djun (13,6%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Direktur Utama: Yudiawan Tansari Direktur: Alice Komisaris Utama: Liauw Tjhai Dun Komisaris: Irene Yudiawan 36 pesawat Boeing (120 seats) Boeing (144 seats) Boeing (168 seats) Airbus A-319 (144 seats) Airbus A-320 (180 seats) Airbus A-330 (293 seats) 132 rute CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK, PGK-CGK, CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SRG, SRG-CGK, CGK-TKG, TKG-CGK, CGK-MLG, MLG-CGK, BDJ-BPN, BPN-BDJ, BPN-TRK, TRK-BPN, BTH-PKU, PKU-BTH, BTH-PDG, PDG-BTH, PDG-MES, MES-PDG, PLW-BPN, BPN-PLW, SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-JOG, JOG-SUB, SUB-PKY, PKY-SUB, SUB-PLW, PLW-SUB, UPG-KDI, KDI-UPG. CGK-BDJ, BDJ-CGK, CGK-BKS, BKS-CGK, CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-DJB, DJB-CGK, CGK-DPS, DPS-CGK, CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU, PKU-CGK, CGK-PKY, PKY-CGK, CGK-PNK, PNK-CGK, CGK-SUB, SUB-CGK, CGK-PLW, PLW-CGK, BDJ-SUB, SUB-BDJ, BPN-JOG, JOG-BPN, BPN-MDC, MDC-BPN, BPN-BEJ, BEJ-BPN, BTH-MES, MES-BTH, BTH-PNK, PNK-BTH, JOG-PNK, PNK-JOG, MKW-DJJ, DJJ-MKW, PNK-PKU, PNK-SUB, 15

16 Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) SUB-PNK, SUB-BPN, BPN-SUB, SUB-TRK, TRK-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPG-GTO, GTO-UPG. CGK-AMQ, AMQ-CGK, CGK-AMI, AMI-CGK, CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-DJJ, DJJ-CGK, CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK, CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK, CGK-GTO, GTO-CGK, CGK-TTE, TTE-CGK, CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-SOQ, SOQ-CGK, SOQ-MKW, MKW-SOQ, SUB-MDC, MDC-SUB, SUB-MES, MES-SUB, SUB-PNK, PNK-SUB, SUB-LUW, LUW-SUB, SUB-GTO, GTO-SUB, UPG-PNK, PNK-UPG, UPG-DJJ, DJJ-UPG, UPG- LUW, LUW-UPG, UPG-SOQ, SOQ-UPG. (vide bukti C9.7) Nama perusahaan Tabel 10 Profil PT Kartika Airlines Tahun berdiri 2000 Pemegang saham (2008) + persentase saham Direksi (2008) Komisaris (2008) Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam) PT Kartika Airlines (KAE) - Terlapor X Yayasan Kartika Eka Paksi PT Intan Asia Corpora PT Karunia Yohanes Mulia Kim Yohanes Mulia Direktur: Odang Kariana (non aktif per 1 Maret 2010) Komisaris Utama: Kim Yohanes Mulia Komisaris: Abdul Wachid, Armien Soegito 2 pesawat Boeing (124 seats) 16 rute BTH-DJB, DJB-BTH, BTH-PLM, PLM-BTH, MDC-TTE, TTE-MDC CGK-BTH, BTH-CGK, BTH-MES, MES-BTH, BTH-PKP, PKP-BTH, UPG-MDC, MDC-UPG CGK-UPG, UPG-CGK 16

17 Nama perusahaan Tabel 11 Profil PT Linus Airways Tahun berdiri 2005 PT Linus Airways - Terlapor XI Keterangan Tidak beroperasi sejak 27 April Telah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan pada tanggal 1 Juni Apabila dalam jangka waktu satu tahun tidak beoperasi, maka Departemen Perhubungan dapat mencabut Surat Ijin Usaha Penerbangan PT Linus Airways. Selama pemeriksaan perkara berlangsung, Tim Pemeriksa tidak pernah mendengar keterangan maupun memperoleh dokumen dari PT Linus Airways. Tabel 12 Profil PT Trigana Air Service Nama perusahaan PT Trigana Air Service (TGN) Terlapor XII Tahun berdiri 1990 Pemegang saham (terakhir) + persentase saham Triputra Yusni Prawiro (50%) Capt. Rubijanto Adisarwono (50%) Direksi Komisaris Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Direktur Utama: Capt. Rubijanto Adisarwono Wakil Direktur: Erwin Asmar Direktur: Capt. Imam Hadikartiwa, Aries Munandar, Capt. Beni Sumaryanto, LH. Freddy Chan, Eko B. Gunarto Triputra Yusni Prawiro Scheduled Flight :10 pesawat ATR 42 (50 seats): 7 pesawat ATR 72 (72 seats): 3 pesawat Cargo dan charter: 9 pesawat Fokker F27 (4250 kgs): 2 pesawat Twin Otter DHC-6 (18 seats, 1500 kgs): 3 pesawat DHC-4 Caribou (3900 kgs): 1 pesawat Hercules L-382 ( kgs): 1 pesawat Cessna 206B (5 seats, 400 kgs): 2 pesawat 40 rute Nunukan-Tarakan, Nunukan-Tj. Selor, Nunukan- Berau, Nunukan-Balikpapan, Nunukan-Samarinda, 17

18 Samarinda-Berau, Samarinda-Tarakan, Samarinda- Nunukan, Samarinda-Balikpapan, Samarinda-Tj. Selor, Berau-Samarinda, Berau-Tarakan, Berau-Tj. Selor, Berau-Nunukan, Balikpapan-Nunukan, Balikpapan-Tarakan, Balikpapan-Tj. Selor, Balikpapan-Kota Baru, Balikpapan-Banjarmasin, Kota Baru-Balikpapan, Kota Baru-Banjarmasin, Banjarmasin-Kota Baru, Banjarmasin-Balikpapan, Tj. Selor-Berau, Tj. Selor-Balikpapan, Tj. Selor- Samarinda, Tj. Selor-Tarakan, Tj. Selor-Nunukan, Ternate-Buli, Buli-Ternate, Mataram-Denpasar, Denpasar-Mataram. Rincian rute domestik (1-2 jam) Berau-Balikpapan, Balikpapan-Berau, Sanana- Ternate, Ternate-Sanana, Langgur-Ambon, Ambon-Langgur, Ambon-Saumlaki, Saumlaki- Ambon Keterangan Saat ini tidak memiliki pesawat jet, semua pesawat propeller yang melayani rute-rute perintis di daerah Indonesia bagian timur. Tabel 13 Profil PT Indonesia Air Asia Nama perusahaan PT Indonesia Air Asia (QZ) Terlapor XIII Tahun berdiri 1999, beroperasi 2005 Pemegang saham (2008) + persentase saham Pin Harris (20%) Sendjaja Widjaja (21%) AA International Limited (49%) PT Persindo Nusaperkasa (10%) Direksi (2008) Komisaris (2008) Jenis dan jumlah pesawat serta kapasitas penumpang masing-masing Jumlah rute domestik Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam) Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam) Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam) Keterangan Direktur Utama: Dharmadi Direktur: Titus Iskandar, Widijastoro Nugroho, Poedjiono, Moeharjanto Sasono, Perbowoadi Komisaris Utama: Pin Harris Wakil Komisaris Utama: Sendjaja Widjaja Komisaris: Anthony Francis Fernandes, Kamarudin bin Meranun, Johny Gerard Plate Airbus A320 (180 seats) : 9 pesawat Boeing (145 seats): 5 pesawat 12 rute CGK-JOG, JOG-CGK CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-BDO, BDO-DPS, CGK-DPS, DPS-CGK CGK-MES, MES-CGK, BDO-MES, MES-BDO Penerbangan dengan kategori pelayanan low cost carrier (no frills). 18

19 (2) Bahwa berikut rincian jumlah penumpang masing-masing para Terlapor: Tabel 14 Jumlah penumpang masing-masing Terlapor Tahun Maskapai Penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) 6,297,351 6,987,870 6,956,437 7,371,046 7,665,390 7,991,395 PT Sriwijaya Air 690,344 2,345,885 3,139,529 3,577,413 4,272,876 5,324,187 PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) 2,511,213 1,843,094 1,701,137 2,653,853 2,477,173 2,601,754 PT Mandala Airlines 2,187,454 2,373,413 1,678,920 1,731,979 3,449,218 2,848,825 PT Riau Airlines 97, , , ,456 PT Travel Express 265, , , , , ,999 PT Lion Mentari Airlines 4,927,834 5,447,769 6,638,264 6,536,276 9,147,942 9,398,234 PT Wings Abadi Airlines 118,362 1,784,728 2,021,888 2,351,703 2,328,508 3,217,218 PT Metro Batavia 1,510,589 1,974,748 3,971,214 5,314,485 4,771,272 6,466,793 PT Kartika Airlines 97, ,093 89, , ,410 PT Trigana Air Service 627, , , ,647 PT Indonesia Air Asia 10, ,367 1,505,715 1,768,025 1,503,672 2,313,859 (3) Bahwa berikut adalah pangsa pasar atau market share para Terlapor tersebut di atas berdasarkan persentase jumlah penumpang: Tabel 15 Pangsa Pasar di antara Para Terlapor Tahun Maskapai Penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) 34.00% 29.26% 24.15% 22.63% 20.68% 19.16% PT Sriwijaya Air 3.73% 9.82% 10.90% 10.98% 11.53% 12.76% PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) 13.56% 7.72% 5.91% 8.15% 6.68% 6.24% PT Mandala Airlines 11.81% 9.94% 5.83% 5.32% 9.31% 6.83% PT Riau Airlines 0.00% 0.00% 0.34% 0.56% 0.63% 0.73% PT Travel Express 1.43% 1.36% 0.70% 0.79% 0.72% 0.58% PT Lion Mentari Airlines 26.61% 22.81% 23.05% 20.07% 24.69% 22.53% PT Wings Abadi Airlines 0.64% 7.47% 7.02% 7.22% 6.28% 7.71% PT Metro Batavia 8.16% 8.27% 13.79% 16.32% 12.88% 15.50% PT Kartika Airlines 0.00% 0.41% 0.91% 0.27% 0.65% 0.56% 1 Data jumlah penumpang tahun 2004 s/d 2008 diperoleh dari Departemen Perhubungan. Jumlah penumpang tahun 2009 diestimasi dari trend perkembangan jumlah penumpang tahun 2004 s/d

20 Maskapai Penerbangan PT Trigana Air Service 0.00% 0.00% 2.18% 2.26% 1.90% 1.83% PT Indonesia Air Asia 0.06% 2.94% 5.23% 5.43% 4.06% 5.55% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 21.2 Tentang Kronologis Pemberlakuan Fuel Surcharge; (4) Bahwa berdasarkan Hasil Risalah Rapat tentang Pengenaan Fuel Surcharge tanggal 5 Februari 2008 antara Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Sekret aris INACA dan 11 (sebelas) maskapai penerbangan, pengertian fuel surcharge didefinisikan sebagai suatu tambahan biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi harga avtur pada perhitungan biaya pokok; (5) Bahwa berdasarkan keterangan dari Departemen Perhubungan, belum ada dasar hukum diberlakukannya fuel surcharge, namun terdapat peraturan yang mengatur tentang pungutan terkait dengan tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi yaitu: a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (selanjutnya disebut KM 8 Tahun 2002 ); b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (selanjutnya disebut KM 9 Tahun 2002 ); (6) Bahwa Pasal 1 ayat (3) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: Tarif penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa Raharja (Persero), asuransi tambahan lainnya yang dilaksanakan secara sukarela dan tarif jasa pelayanan penumpang pesawat udara yang dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; (7) Bahwa Pasal 1 ayat (4) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: Setiap pungutan yang akan dikaitkan dengan tarif angkutan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Perhubungan ;

21 (8) Berdasarkan ketentuan tersebut, INACA telah mengirimkan surat-surat kepada Menteri Perhubungan, antara lain: a. Surat Nomor: INC-1001/A/16/X/2004 tanggal 22 Oktober 2004 perihal Permohonan Pengenaan Surcharge Atas Kenaikan BBM Penerbangan; b. Surat Nomor: INC-1001/A/28/V/2005 tanggal 12 Mei 2005 perihal Kelangsungan Usaha Perusahaan Penerbangan Nasional; c. Surat Nomor: INC-1001/A/31/VI/2005 tanggal 7 Juni 2005 perihal Usulan Pengenaan Fuel Surcharge; d. Surat Nomor: INC-1001/A/39/X/2005 tanggal 11 Oktober 2005 perihal Permohonan Izin Pengenaan Fuel Surcharge Atas Kenaikan Harga BBM;--- (9) Bahwa pengajuan usulan pemberlakuan fuel surcharge oleh INACA tersebut didasari pada kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, sehingga harga avtur yang dijual oleh PT Pertamina mengalami kenaikan sedangkan daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat isian penumpang pesawat terbang domestik (load factor) mengalami penurunan; (10) Bahwa menanggapi surat-surat dari INACA tersebut, Ditjen Perhubungan Udara telah menyampaikan surat kepada Menteri Perhubungan yaitu Ref. Surat Nomor: AU/6076/DAU.1705/04 perihal permohonan pengenaan fuel surcharge atas kenaikan BBM penerbangan; (11) Bahwa selanjutnya Ditjen Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada INACA melalui Ref. Surat Nomor: AU/5581/DAU.1952/05 tanggal 31 Oktober 2005 perihal pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur. Dalam menyetujui pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur tersebut, Ditjen Perhubungan Udara meminta INACA untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil evaluasi Ditjen Perhubungan Udara, bahwa harga jual rata-rata saat ini masih di bawah tarif batas atas, sehingga kenaikan harga avtur masih memungkinkan harga jual sampai dengan setinggi-tingginya sama dengan tarif batas KM 9 Tahun 2002; b. Pangsa biaya avtur yang dijadikan patokan untuk masing-masing rute penerbangan berbeda karena dipengaruhi faktor jarak tempuh;

22 c. Harga avtur yang dijadikan patokan untuk pengenaan fuel surcharge adalah harga bulan Juni 2005 (harga avtur patokan tarif referensi); d. Pengenaan fuel surcharge dapat dipahami dan sudah berlaku di penerbangan internasional sebagai akibat kenaikan avtur, namun perlu dipertimbangkan pelaksanaannya dengan cermat secara bersama; e. Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket; f. Pengenaan fuel surcharge diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan; g. INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus sanggup dan mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut; (12) Bahwa INACA akhirnya mengeluarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 April 2006 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal INACA dan 9 (sembilan) perusahaan angkutan udara niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Srwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero); (13) Bahwa berdasarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tersebut, pelaksanaan fuel surcharge mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 dengan besaran yang diberlakukan pada setiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp ,- (duapuluh ribu rupiah) per penumpang; (14) Bahwa menanggapi laporan INACA mengenai penerapan fuel surcharge yang akan diberlakukan mulai tanggal 10 Mei 2006, atas nama Menteri Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/2563/DAU- 0857/06 tanggal 9 Mei 2006, menyampaikan kepada INACA untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket;

23 b. INACA harus mempunyai patokan harga avtur sebagai dasar perhitungan besaran fuel surcharge dan tata cara serta mekanisme penerapan fuel surcharge; c. Pengenaan fuel surcharge disarankan diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan; d. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang menerapkan fuel surcharge agar dapat melaksanakan dengan cermat dan seksama dalam memberikan pemahaman kepada calon penumpang supaya tidak menimbulkan permasalahan di lapangan; e. INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut; f. INACA agar melaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara setiap terjadi perubahan besaran fuel surcharge, termasuk apabila ada perubahan lainnya yang terkait dengan fuel surcharge; (15) Bahwa besaran fuel surcharge sebesar Rp ,- (dua puluh ribu) tersebut dibuat dengan berpatokan pada harga avtur rata-rata yang naik ke posisi Rp 5.600/liter sejak 1 Mei 2006; (16) Bahwa setelah INACA menetapkan fuel surcharge sebesar RP ,- (duapuluh ribu rupiah) yang mulai berlaku sejak 10 Mei 2006, KPPU mengadakan pertemuan dengan INACA pada tanggal 16 Mei 2006, kemudian memberikan masukan kepada INACA dengan mengirimkan Surat Nomor 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006, yang intinya agar INACA mencabut penetapan mengenai fuel surcharge dan mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan; (17) Bahwa selanjutnya berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA;

24 (18) Bahwa Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/830/DAU.150/08 tanggal 15 Februari 2008 perihal Surat Edaran Pemberlakuan Besaran Fuel Surcharge Pada Penumpang Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri Kelas Ekonomi, meminta laporan kepada para perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk melaporkan secara tertulis setiap perubahan besaran fuel surcharge yang diberlakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Laporan tersebut dilampiri dasar perhitungan termasuk harga avtur yang dipergunakan sebagai referensi; (19) Bahwa pada tanggal 4 Agustus 2008, Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada para perusahaan angkutan udara niaga berjadwal melalui Surat Nomor: AU/4603/DAU.1056/08 perihal Formula Penetapan Fuel Surcharge yang menindaklanjuti hasil pertemuan pada tanggal 07 Juli 2008 yang membahas mengenai kesepakatan formula perhitungan fuel surcharge dengan metode zoning yang terbagi menjadi 5 zona berdasarkan waktu tempuh yaitu zona 1 (< 1 jam), zona 2 (1 s/d 2 jam), zona 3 (2 s/d 3 jam), zona 4 (3 s/d 4 jam), zona 5 (> 4 jam); (20) Bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan sedang melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002.; (21) Bahwa berdasarkan Risalah Rapat tentang Pembahasan Tindak Lanjut Revisi KM 8 Tahun 2002 dan KM 9 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi tanggal 4 Februari 2010, diperoleh informasi antara lain sebagai berikut: a. Dasar perhitungan harga avtur adalah sebesar Rp ,-/liter yang diambil berdasarkan harga pasar avtur terakhir Rp 7.459,-/liter, untuk mengantisipasi kenaikan harga avtur di masa yang akan datang; b. Formulasi perhitungan revisi besaran tarif batas atas berdasarkan pada jenis pesawat udara yang terbaru yaitu Boeing , Boeing , Boeing , Boeing yang sudah dibandingkan dengan formulasi perhitungan dari badan usaha angkutan udara;

25 c. Dalam penentuan asumsi yang dipakai dalam formulasi perhitungan tarif batas atas baik load factor, harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan lain-lain telah disesuaikan oleh pemerintah dengan kondisi yang ada dan dibandingkan dengan formulasi perhitungan dari badan usaha angkutan udara; d. Kenaikan tarif batas atas sebesar 5% s/d 10% dari biaya operasi pesawat, dimana 10% adalah beban yang dikenakan kepada masyarakat; (22) Bahwa konsekuensi jika Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut diberlakukan, maka fuel surcharge sudah tidak ada lagi karena asumsi harga avtur sudah diubah yaitu sebesar Rp ,- (sepuluh ribu rupiah) per liter yang sudah diperhitungkan dalam perhitungan tarif batas atas tersebut; (23) Bahwa sampai saat laporan ini dibuat, Revisi KM No. 8 Tahun 2002 dan Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut belum ditanda-tangani oleh Menteri Perhubungan sehingga belum berlaku secara efektif; Tentang Formula Perhitungan Harga Tiket; (24) Bahwa berdasarkan Pasal 2 KM 8 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam negeri kelas ekonomi merupakan tarif jarak yang didasarkan pada perkalian tarif dasar, jarak terbang serta dengan memperhatikan faktor daya beli; (25) Bahwa berdasarkan Pasal 126, Pasal 127 dan Pasal 128 UU 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi terdiri dari tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surcharge). Hasil perhitungan komponen-komponen tersebut merupakan batas atas tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang ditetapkan oleh Menteri. Namun untuk tarif penumpang pelayanan non ekonomi angkutan udara niaga berjadwal ditentukan berdasarkan mekanisme pasar; (26) Bahwa formula perhitungan harga tiket yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut: Tabel 16 25

26 Formula Perhitungan Harga Tiket Para Terlapor Maskapai Penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) PT Mandala Airlines PT Riau Airlines PT Travel Express PT Lion Mentari Airlines PT Wings Abadi Airlines PT Metro Batavia PT Kartika Airlines PT Linus Airways PT Trigana Air Service Formula Perhitungan Harga Tiket Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp ,-) + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Administration Fee (Rp 5000,-) FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS + Biaya administrasi (Rp 4.000,-) Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) (sekarang) Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 5.000,-) + FS Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS N/A Basic fare + PPN + IWJR (Rp ,-) + FS PT Indonesia Air Asia Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS (10 Mei 2006 s/d 11 November 2008) Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Convenience Fee (sekarang) (27) Bahwa dalam menetapkan basic fare, masing-masing Terlapor menerapkan pricing strategy berdasarkan sub classes2, dimana besar kecilnya basic fare ditentukan oleh waktu pembelian tiket. Semakin dekat waktu pembelian tiket dengan jadwal keberangkatan, maka harga tiket yang dijual relatif semakin mahal; (28) Bahwa sub classes yang diberlakukan oleh masing-masing maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut: Subclasses merupakan diferensiasi harga dalam suatu penerbangan yang dikelompokkan dalam satu paket kelas tertentu. 26

27 Tabel 17 Kategorisasi Sub Classes oleh Para Terlapor Maskapai Penerbangan Jumlah Sub Classes Inisial SubClasses (Ekonomi) (termahal termurah) PT Garuda Indonesia (Persero) 8 Y, M, L, K, N, Q, B, V PT Sriwijaya Air 18 Y, S, W, B, H, K, L, M, N, Q, T, V, G, E, X, R, P, E PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) 10 Y, S, W, B, H, K, L, M, N, Vi C3.11) PT Mandala Airlines 12 W, S, H, L, N, P, T, U, V, R, J, A, I PT Riau Airlines 18 Y, Z, N, A, B, C, D, E, F, G, H, P, Q, L, R, S, T, V PT Travel Express 21 JOW, OOW, UOW, ZOW, FOW, GOW, COW, IOW, NOW, YOW, HOW, KOW, LOW, MOW, SOW, WOW, TOW, VOW, QOW, XOW, POW PT Lion Mentari Airlines 14 Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M, N, Q, T, V PT Wings Abadi Airlines 14 Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M, N, Q, T, V PT Metro Batavia 16 Y, D, H, M, L, B, Q, V, T, S, R, X, N, P, W, Z PT Kartika Airlines 16 C, D, W, Z, R, I, S, M, L, H, K, T, G, B, V, Q PT Linus Airways N/A N/A PT Trigana Air Service 16 YA, YB, YC, YD, YE, YF, YG, YH, YI, YJ, YK, YL, YM, YN, YO, YP PT Indonesia Air Asia N/A N/A (29) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dan 19 UU tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN yang dipungut oleh maskapai penerbangan adalah 10% (sepuluh persen) dikali dasar pengenaan pajak (DPP) yaitu seluruh biaya yang diminta/dibebankan oleh perusahaan penerbangan kepada konsumen; (30) Bahwa berdasarkan praktek yang dilakukan oleh maskapai penerbangan selama ini, PPN yang dikenakan kepada penumpang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari basic fare yang diperhitungkan sebagai DPP;

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv INTISARI... v ABSTRACT

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv INTISARI... v ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv INTISARI... v ABSTRACT... vi MOTTO... vii HALAMAN PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

Home Delivery & Domestic Courier Service

Home Delivery & Domestic Courier Service Home Delivery & Domestic Courier Service Profil Perusahaan PT EVAN Ekspres Indo adalah sebuah perusahaan Jasa Pengiriman dokumen dan paket yang berdiri pada tanggal1 Oktober 2017 berdasarkan Akta Pendirian

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N No. 613 K/PDT.SUS/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. kita baru saja membenahi kondisi perekonomian yang cukup pelik,

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. kita baru saja membenahi kondisi perekonomian yang cukup pelik, BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Mandala Airlines didirikan pada tanggal 17 April 1969 saat negara kita baru saja membenahi kondisi perekonomian yang cukup pelik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2016 KEMENHUB. Tarif. Angkutan Udara Niaga. Pelayanan Kelas Ekonomi. Batas Atas. Batas Bawah Penumpang. Formulasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG A. Dasar Hukum Penetapan Tarif Angkutan Penumpang Undang-undang pengangkutan Indonesia menggunakan istilah orang untuk pengangkutan penumpang.

Lebih terperinci

DAFTAR TARIF PENGIRIMAN KALIMANTAN

DAFTAR TARIF PENGIRIMAN KALIMANTAN CAHAYA ABADI EXPRESS JL. Kapuk Kamal Raya, Pusat Bisnis Pluit Blok F2 No 16, Jakarta 14460 Phone Cell : 0812.8771.1805 Email : info@pengirimanmurah.com Website : www.pengirimanmurah.com DAFTAR TARIF PENGIRIMAN

Lebih terperinci

DAFTAR NAMA NAMA BANDAR UDARA DI INDONESIA

DAFTAR NAMA NAMA BANDAR UDARA DI INDONESIA DAFTAR NAMA NAMA BANDAR UDARA DI INDONESIA INTERNASIONAL Ket: Bandar udara internasional memiliki 2 jenis penerbangan, yaitu penerbangan internasional dan penerbangan domestik. NO WILAYAH KOTA BANDAR UDARA

Lebih terperinci

PATRANS CARGO PATRANS CARGO

PATRANS CARGO PATRANS CARGO FREIGHT FORWADING, LAND TRUCKING, AIR CARGO SERVICE PT. PELITA ABADI TRANS Profil PT. PELITA ABADI TRANS didirikan pada tanggal, 20 April 2012 dengan nama PT. PELITA ABADI TRANS sesuai dengan akte notaris

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Dampak Pengoperasian Perusahaan Angkutan Udara PT. Pasific Royale Airways Terhadap Persaingan Jasa Angkutan Udara The Effect Of Airline Company Operation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya bidang teknologi dan perubahan pola kehidupan manusia yang semakin cepat membuat begitu banyak aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia Bisnis penerbangan di Indonesia semakin terlihat menjanjikan. Pengguna jasa penerbangan di negara kita

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL Yth. (Daftar terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- 7 /PB/2018 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN DANA DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia

Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia Daftar Kecelakaan Pesawat di Indonesia http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=278102 Senin, 29 Desember 2014, 05:03:00 SEKARANG INI 28 Desember 2014 Airbus A320-200 milik Air Asia dengan rute

Lebih terperinci

P U T U S A N Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2009

P U T U S A N Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2009 P U T U S A N Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2009 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (selanjutnya disebut Komisi) yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 Ayat (1) Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. (Daftar terlampir) SURAT EDARAN NomorSE- 2./PB/2018 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN DANA DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan penerbangan adalah Perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan udara yang mengangkut penumpang, barang, pos, dan kegiatan keudaraan lainnya

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2014 KEMENHUB. Biaya Tambahan. Tarif. Kelas Ekonomi. Angkutan Udara. Dalam Negeri. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 2 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan No.1864, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Perwakilan. Orta. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

POSITION PAPER KPPU TERHADAP FUEL SURCHARGE MASKAPAI PENERBANGAN

POSITION PAPER KPPU TERHADAP FUEL SURCHARGE MASKAPAI PENERBANGAN POSITION PAPER KPPU TERHADAP FUEL SURCHARGE MASKAPAI PENERBANGAN 1. Latar Belakang Fuel surcharge merupakan sebuah komponen tarif baru dalam maskapai penerbangan yang ditujukan untuk menutup biaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anisa Rosdiana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Laju pertumbuhan yang sangat pesat mencapai 1,5 persen pertahun atau 3,5 juta jiwa, terhitung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.538,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 10/PER/M.KOMINFO/03/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka meningkatkan kelancaran dan kesinambungan pelayanan angkutan udara perintis serta kondisi perkembangan sosial di masyarakat, perlu menmjau kembali

Lebih terperinci

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016.

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016. 1 KATA PENGANTAR Pemantauan dan Evaluasi Kinerja diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Lebih terperinci

2 Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3925); 3. Peraturan Presiden No

2 Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3925); 3. Peraturan Presiden No No.501, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Perintis. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 14 TAHUN 2014 TENTANG TARIF ANGKUTAN UDARA PERINTIS TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Citilink Indonesia Profil Perusahaan Gambar 1.1 Logo Citilink

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Citilink Indonesia Profil Perusahaan Gambar 1.1 Logo Citilink BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Citilink Indonesia 1.1.1 Profil Perusahaan Citilink adalah Unit Strategi Bisnis (USB) yang mandiri dari PT. Garuda Indonesia Airlines. Citilink lebih ditujukan untuk

Lebih terperinci

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Pangsa Pasar Penumpang Maskapai Lion Air di Bandara Pattimura Ambon Passenger Market Share of Lion Air in Pattimura Airport Ambon Lukiana Pusat Litbang Perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Hurriyati (2005, p.49) : untuk bauran pemasaran jasa mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER-61/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K/2001

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring pesatnya kemajuan teknologi, segala sesuatu semakin mudah dilakukan, misalnya untuk mengakses informasi sangat mudah dilakukan dan cepat dilakukan semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bersamaan dengan pulihnya perekonomian Indonesia setelah krisis pada tahun 1997, Industri Penerbangan pun mengalami perkembangan yang signifikan. Indikasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri jasa di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Terkait dengan pertumbuhan industri jasa, di sisi lain juga semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain:

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Narasumber : Ibu Audrey Progastama Petriny, PR Manager AirAsia

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2016

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-15.9-/215 DS689-2394-8-376 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi udara merupakan pilihan transportasi yang strategis untuk dapat melancarkan arus pergerakan barang dan mobilitas individu mengingat bahwa Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/03/Th. XIX, 01 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 DEFLASI 0,09 PERSEN Pada 2016 terjadi deflasi sebesar 0,09 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PUBLIC EXPOSE. PT. PELAYARAN TEMPURAN EMAS, TBK. Your Preferred Shipping Line

PUBLIC EXPOSE. PT. PELAYARAN TEMPURAN EMAS, TBK. Your Preferred Shipping Line PUBLIC EXPOSE PT. PELAYARAN TEMPURAN EMAS, TBK. Your Preferred Shipping Line HASIL RUPST 1. Menyetujui Laporan Tahunan Perseroan dan mengesahkan Laporan Keuangan Audit Konsolidasi Perseroan dan Entitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/5/2010 TANGGAL : 24 Mei 2010 DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/5/2010 TANGGAL : 24 Mei 2010 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 24/M-DAG/PER/5/2010 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN I : INSTANSI PENERBIT SKA LAMPIRAN II : INSTANSI PENERBIT SKA YANG MELAKSANAKAN PENERBITAN SKA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

Nomor : B. 1243/42.0/TU.330/X/ Oktober 2011 Lampiran : 1 (satu) berkas. Hal : Ralat Jadwal Apresiasi BUSKIPM TA. 2011

Nomor : B. 1243/42.0/TU.330/X/ Oktober 2011 Lampiran : 1 (satu) berkas. Hal : Ralat Jadwal Apresiasi BUSKIPM TA. 2011 Nomor : B. 1243/42.0/TU.330/X/2011 28 Oktober 2011 Lampiran : 1 (satu) berkas. Hal : Ralat Jadwal Apresiasi BUSKIPM TA. 2011 Yth.: Daftar Nama Terlampir Di Tempat. Menindaklanjuti surat kami Nomor: B.1215/42.0/TU.210/X/2011

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 363 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 363 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA MOR : KP 363 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN TARIF DAN PENUMPANG PELAYANAN KELAS EKOMI ANGKUTAN

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan P.T. Sriwijaya Air atau lebih dikenal dengan nama Sriwijaya Air adalah perusahaan penerbangan swasta nasional yang saat ini eksis meramaikan dunia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 30/04/Th. XIX, 01 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2016 INFLASI 0,19 PERSEN Pada terjadi inflasi sebesar 0,19 persen dengan Indeks Harga Konsumen ()

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai BAB I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai maskapai Low Cost Carrier (LCC) dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya.

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka meningkatkan ke1ancaran dan kesinambungan pe1ayanan angkutan udara perintis, perlu meninjau kembali tarif angkutan udara perintis sebagaimana

Lebih terperinci

Pemetaan Kebutuhan Tenaga Pendidik/Dosen Tahun 2013

Pemetaan Kebutuhan Tenaga Pendidik/Dosen Tahun 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA WILAYAH IX Jl. Bung KM. 9 Tamalanrea Makassar - Sulawesi Selatan Telp. (0411) 586201-596202 Fax. (0411) 586241 Website : www. Kopertis9.or.id

Lebih terperinci

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.89, 2015 KEMENHUB. Alokasi. Ketersediaan Waktu Terbang. Bandar Udara. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN

Lebih terperinci

ENTERING AND EXITING INDONESIA ON A FREE VISA

ENTERING AND EXITING INDONESIA ON A FREE VISA ENTERING AND EXITING INDONESIA ON A FREE VISA AIRPORTS you can arrive and depart from (29 in total): 1. Aceh, Maimun Saleh Airport (SBG) 2. Aceh, Sultan Iskandar Muda International Airport (BTJ) 3. Bali,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/01/Th. XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2015 INFLASI 0,96 PERSEN Pada 2015 terjadi inflasi sebesar 0,96 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN DAN KEBUTUHAN INFORMASINYA

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN DAN KEBUTUHAN INFORMASINYA BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN DAN KEBUTUHAN INFORMASINYA 3.1 Tentang Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan Pada tahun 1998, PT. Gapura Angkasa didirikan untuk pertama kali di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Papua Barat No. 53/11/91 Th. XI, 01 November BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2007 TANGGAL : 20 Juli 2007

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2007 TANGGAL : 20 Juli 2007 DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2007 TANGGAL : 20 Juli 2007 A. LAMPIRAN I : Formulir Isian untuk Memperoleh Angka Pengenal Importir B. LAMPIRAN II : Formulir Isian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Gambar 1.1 Logo PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Sumber: Garuda Indonesia, 2015

BAB I PENDAHULUAN. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Gambar 1.1 Logo PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Sumber: Garuda Indonesia, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri baik produk maupun jasa di Indonesia semakin bertumbuh dengan cepat seiring dengan munculnya pesaing pesaing baru dengan modal

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur Bulan Oktober 2017 No. 85/64/Th.XX, 1 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST 009 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA HAJI TAHUN 1438

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM (dalam ribuan rupiah) RUPIAH MURNI NO. SATUAN KERJA NON PENDAMPING PNBP PINJAMAN

Lebih terperinci

Analisis Permintaan Pelayanan Taksi Argometer di Bandar Udara Juanda Surabaya ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN ANGKUTAN DI BANDARA JUANDA. Tabel 5.1.

Analisis Permintaan Pelayanan Taksi Argometer di Bandar Udara Juanda Surabaya ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN ANGKUTAN DI BANDARA JUANDA. Tabel 5.1. ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN ANGKUTAN DI BANDARA JUANDA Bandara Juanda terletak di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Bandara Internasional Juanda, adalah bandar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1 Sumber dari 2 Sumber dari

1 PENDAHULUAN. 1 Sumber dari  2 Sumber dari 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu kurang lebih 237 juta orang 1, dengan total wilayahnya sebesar 5,2 juta kilometer

Lebih terperinci

KEBUTUHAN FREKUENSI PENERBANGAN RUTE JAKARTA JOGYAKARTA JAKARTA PT INDONESIA AIR ASIA

KEBUTUHAN FREKUENSI PENERBANGAN RUTE JAKARTA JOGYAKARTA JAKARTA PT INDONESIA AIR ASIA KEBUTUHAN FREKUENSI PENERBANGAN RUTE JAKARTA JOGYAKARTA JAKARTA PT INDONESIA AIR ASIA MB Tampubolon Eddy Suhaedi Robby Ariyanto STMT Trisakti STMT Trisakti STMT Trisakti stmt@indosat.net stmt@indosat.net

Lebih terperinci

Oleh : BAGUS DWIPURWANTO

Oleh : BAGUS DWIPURWANTO EVALUASI LOAD FACTOR PADA BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUJUAN SURABAYA JAKARTA DAN SURABAYA DENPASAR Oleh : BAGUS DWIPURWANTO 3106 100 016 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN UMUM DARI BANDARA INTERNATIONAL LOMBOK KE KOTA MATARAM

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN UMUM DARI BANDARA INTERNATIONAL LOMBOK KE KOTA MATARAM PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN UMUM DARI BANDARA INTERNATIONAL LOMBOK KE KOTA MATARAM Artyas Ebtadi (3106 100 720) Dosen Pembimbing : Ir. Hera Widyastuti, MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembangnya industri penerbangan di Indonesia saat ini memberikan suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Kesempatan muncul

Lebih terperinci

mempengaruhi eksistensi maskapai penerbangan di Indonesia pada umumnya, karena setiap pelaku usaha di tiap kategori bisnis dituntut untuk memiliki

mempengaruhi eksistensi maskapai penerbangan di Indonesia pada umumnya, karena setiap pelaku usaha di tiap kategori bisnis dituntut untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Observasi Setiap manusia di dunia memiliki kebutuhan dan keinginan dalam usaha untuk mempertahankan hidup, namun sering kali manusia tidak suka memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2002:83).

BAB I PENDAHULUAN. ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2002:83). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.pelayanan adalah

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.316, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Biaya operasi Penerbangan. Tarif Penumpang. Formulasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- /PB/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENCAIRAN

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009 DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TANGGAL : 16 September 2009 A. LAMPIRAN I : Formulir Isian untuk Memperoleh Angka Pengenal Importir Umum (Dinas Provinsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar

Lebih terperinci

KAJIAN PENGATURAN SLOT PENERBANGAN DI BANDARA SENTANI JAYAPURA

KAJIAN PENGATURAN SLOT PENERBANGAN DI BANDARA SENTANI JAYAPURA KAJIAN PENGATURAN SLOT PENERBANGAN DI BANDARA SENTANI JAYAPURA Efendy Tambunan 1 dan Novalia Cicilia Manafe 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Indonesia, Jl. Sutoyo, Cawang, Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan pemakaian bahan bakar (Fuel Burn off) pesawat Untuk mencari jumlah pemakaian bahan bakar pada pesawat diperoleh dengan perhitungan Fuel Burn Off: Burn

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.09-0/AG/2014 DS 2461-5774-5715-7500 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG TARIF BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI KELAS EKONOMI DI JALAN DENGAN MOBIL BUS UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda

Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda Sidang Tugas Akhir Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Berbasis Sistem Dinamik Untuk Mengevaluasi Kebutuhan Kapasitas Bandara Juanda Diajukan oleh : Febru Radhianjaya 2507 100 117 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURA T EDARAN Nomor SE- 21 /PB/2016 TENTANG BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci

PROPOSAL. Olimpiade Pasar Modal Nasional 2013 Tingkat SMA/MA

PROPOSAL. Olimpiade Pasar Modal Nasional 2013 Tingkat SMA/MA PROPOSAL Olimpiade Pasar Modal Nasional 2013 Tingkat SMA/MA 0 Month Day Year PROPOSAL OLIMPIADE PASAR MODAL NASIONAL (OPMN) 2013 Tingkat SMA/MA Latar Belakang Kegiatan sosialisasi, edukasi, dan kompetisi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL JALAN JENDERAL A.YANI JAKARTA 13230, KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 44/09/91 Th. XI, 04 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada terjadi deflasi sebesar -0,62 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI JALAN JENDERAL A. YANI JAKARTA 13230 KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON

Lebih terperinci

TIME TABLE. Efektif: 17 November PT. TransNusa Air Services. SURABAYA Ngagel Jaya No. 53A Surabaya. Telp. (031) (H) TGN 503 TGN 503

TIME TABLE. Efektif: 17 November PT. TransNusa Air Services. SURABAYA Ngagel Jaya No. 53A Surabaya. Telp. (031) (H) TGN 503 TGN 503 TIE TABE Efektif: 17 November 2008 KANTOR PUSAT Jl. Jend. Sudirman No. 68 Telp. (0380) 822 555 (H) Fax. (0380) 832 573 SURABAA Ngagel Jaya No. 53A DENPASAR Jln. Sunset Road No. 100 C Telp. (031) 5047 555

Lebih terperinci

KEMENTERIAN AGAMA RI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

KEMENTERIAN AGAMA RI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA RI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM Jl. Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Telp: 021-34833027, 3811654,Fax: 3811436 Website: www.ditjen.pendis.go.id Email: ketenagaandiktis@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakat. Dalam mendukung peran pelaku

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakat. Dalam mendukung peran pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami perkembangan di segala bidang, salah satunya di bidang ekonomi. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran pelaku usaha, karena mereka berperan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 16 FEBRUARI 2017)

PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL SOSIALISASI SIWAS DARI PENGADILAN TINGGI ( PER TANGGAL 16 FEBRUARI 2017) 1 PT Banda Aceh Lengkap 2 PT Medan Lengkap 3 PT Padang Lengkap 4 PT Pekanbaru Lengkap Notulen dikirim tanggal 2 Februari 2017 jam 16:58 WIB 5 PT Jambi Belum Lengkap - 6 PT Palembang Lengkap 7 PT Bangka

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Gabungan 2 Kota No. 68/10/21/Th. XII, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU Perkembangan /Inflasi Gabungan 2 Kota September

Lebih terperinci

No.73/11/33/Th.XI, 01 November 2017

No.73/11/33/Th.XI, 01 November 2017 Perkembangan Statistik Transportasi Jawa Tengah Bulan September 2017 No.73/11/33/Th.XI, 01 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Transportasi Udara penumpang penerbangan domestik yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Yth. Para Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (terlampir) SURAT EDARAN Nomor SE- It /PB/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 Selama September 2017, terjadi deflasi sebesar 0,01 persen di Kalimantan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 68 / PMK. 06 / 2006 TENTANG PELAKSANAAN UJI COBA REKENING PENGELUARAN BERSALDO NIHIL PADA BANK UMUM MITRA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA DALAM RANGKA

Lebih terperinci