BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan menjadi sumber penghasilan, pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga serta menjadi bagian penting dari perlindungan dan kekayaan alam (Rojas 1989). Selanjutnya Awang (2004) mengatakan bahwa kasus Indonesia umumnya dan pulau Jawa khususnya antara hutan dan masyarakat sekitar hutan merupakan 2 hal yang saling terkait. Masyarakat sekitar hutan sangat tergantung kepada produksi dan jasa hasil hutan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi telah membawa konsekuensi pada eksploitasi sumberdaya hutan demi kebutuhan pembangunan LSM, sehingga kemudian muncul program baru di lingkup Perhutani di Jawa yang disebut sebagai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Keluarga dan rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dam akses atas sumbersumber fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simateuw 2001). Dengan berubahnya pola pengelolaan hutan dari Timber Based Management menjadi Community Based Forestry, menjadikan peran perempuan semakin penting. Kedekatan perempuan dengan sektor pangan dan sumberdaya lahan menjadikan posisi perempuan semakin kuat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Molnar dan Schreiber (1989) diacu dalam Suharjito (1994) memberikan beberapa catatan bagaimana proyek kehutanan dapat memaksimumkan penghasilan suatu investasi dengan melibatkan wanita. Pertama, jika preferensi produk dan jenis bagi wanita turut dipertimbangkan, mereka akan lebih bersemangat untuk bekerjasama dalam mencapai sasaran-sasaran proyek secara keseluruhan. Kedua, jika kegiatankegiatan direncanakan seputar jadwal wanita mereka akan lebih mempunyai waktu untuk dicurahkan pada kegiatan tersebut. Ketiga, rumah tangga yang 6

2 dikepalai wanita (atau rumah tangga tanpa pria dewasa) mungkin merupakan persentase terbesar di wilayah proyek. Jika mereka dapat bertingkat kehadiran penghasilan proyek akan meningkat. Keempat, wanita dapat membangkitkan pendapatan rumah tangga secara signifikan jika bahan baku untuk industri rumah tangga tersedia Peran Perempuan dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga dan Pengambilan Keputusan Tiap anggota rumah tangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasanya. Untuk itu dia dihadapkan pada dua pilihan, apakah bekerja (mencari nafkah) atau tidak bekerja. Apabila bekerja berarti dia akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih maka waktu santai (leisure) akan lebih banyak mempunyai nilai guna daripada pendapatan (Mangkuprawira 1984) Salah satu unit dalam masyarakat adalah rumah tangga, dimana di dalamnya tercakup individu-individu yang melakukan dan membutuhkan berbagai proses dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Perolehan penghasilan (uang) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan pangan, sandang, papan dan sebagainya merupakan proses yang biasanya dilakukan oleh suami. Mubyarto (1998) menyatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Pada umumnya peranan perempuan adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu penghasilan perempuan bisa mengentaskan keluarga dari kemiskinan. Kegiatan perempuan (istri) di bidang kerja nafkah dapat memberikan sumbangan pendapatan rumah tangga dan berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangganya. Keadaan ini dapat dilihat dengan menelaah hubungan antara curahan tenaga kerja laki-laki/perempuan dalam rumah tangga dan mencari nafkah dengan pendapatan yang diperolehnya, namun banyak sedikitnya curahan jam kerja dalam melakukan kerja nafkah tidak menggambarkan banyak sedikitnya pendapatan kerja yang diperlukannya. Menurut Hadjar (1992) diacu dalam Ridwan (1997), keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan 7

3 rumah tangga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pengambilan keputusan jumlah anak. Wiryono (1994) diacu dalam Ridwan (1997) menyatakan bahwa besarnya kontribusi pendapatan yang diterima perempuan terhadap ekonomi rumah tangga berpengaruh pula pada pola pengambilan keputusan suami istri dalam berbagai kegiatan rumah tangga. Sajogyo (1985) mengemukakan bahwa untuk setiap jenis keputusan rumah tangga dikelompokan dalam lima tingkatan yang berkisar dari dominasi oleh istri (keputusan dibuat seorang diri oleh istri) sampai kepada dominasi oleh suami (keputusan dibuat oleh suami deorang diri) seperti berikut ini: a. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami b. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh lebih besar daripada istri c. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif besar) d. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar e. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan bahkan keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki (Tobing et al. 2005). Menurut Anwar (1996) diacu dalam Sulistyani (2002), hasil analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya perempuan menunjukan bahwa masih terdapat diskriminasi gender dalam tingkatan keluarga maupun masyarakat berupa keterbatasan perempuan dalam akses pendidikan, diskriminasi dalam kesempatan bekerja dan perolehan upah yang menyebabkan produktivitas perempuan menjadi rendah. Dengan semakin tingginya tingkat emansipasi perempuan dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan dan 8

4 pekerjaan, maka perempuan bekerja sudah merupakan kelayakan selama tidak mengganggu tugas wajibnya sebagai pekerja domestik Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Menurut Awang (2000) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan system sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi. Pihak lain yang berkepentingan dalam PHBM adalah pihak-pihak diluar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan tujuan PHBM seperti tertuang pada pasal 4 ialah : a. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap berkelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan b. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan secara simultan. 9

5 Prinsip-prinsip dasar Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang tertera di dalam keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 adalah : a. Prinsip keadilan demokratis b. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan c. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami d. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban e. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan f. Prinsip kerjasama kelembagaan g. Prinsip perencanaan partisipatif h. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur i. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator j. Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah. Kegiatan yang dilaksanakan PHBM terdiri dari kegiatan yang berbasis pada lahan hutan dan kegiatan berbasis bukan lahan hutan, yang dilakukan di dalam kawasan hutan Negara serta dapat dikembangkan diluar kawasan hutan Negara. Sistem kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan Perhutani dilaksanakan dengan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang merupakan organisasi non-pemerintah berbasis desa. Anggota LMDH adalah semua masyarakat desa hutan yang bersangkutan. Kepengurusan LMDH disusun sesuai dengan kebutuhan. LMDH bersifat modern karena disahkan melalui pejabat akta notaris dan merupakan lembaga yang dibentuk atas usul Perhutani Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana 2006). Penilaian dalam penelitian ini erat kaitannya dengan persepsi yang menurut Robbins (1996), persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Menurut Tody (1984) diacu dalam Desiyani (2003), persepsi dipengaruhi oleh ciri karakteristik individu yang berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, 10

6 pekerjaan, status lamanya dalam suatu pekerjaan, jumlah anggota yang menjadi beban tanggungan, asal daerah dan jenis pekerjaan. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus adalah sudut pandang penilaian dari segi ilmu komunikasi dimana penilaian didefinisikan sebagai proses menentukan nilai dalam hal ini adalah kegiatan PHBM dan pengaruhnya terhadap peran perempuan dalam PHBM. Persepsi terhadap hutan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, adat istiadat, dan kebiasaan serta ketergantungannya terhadap hutan dan kehutanan. Masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap hutan baik ketergantungan terhadap hasil hutan berupa kayu sebagai bahan bangunan, kayu bakar, daun jati, lahan usaha dan lain-lain. Dengan demikian persepsi mereka terhadap hutan pada umumnya baik dalam artian bahwa hutan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun persepsi yang baik terhadap hutan tidak selalu diikuti dengan persepsi yang baik terhadap kehutanan, dalam hal ini terhadap Perum Perhutani. Bagi masyarakat yang dalam kehidupannya banyak tergantung pada kegiatan Perum Perhutani pada umumnya mempunyai persepsi yang baik pula (Suharjito & Darusman 1998). 11

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur) JOHN SANDI LEMBONG DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PERUM PERHUTANI (PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA) GEDUNG MANGGALA WANABAKTI BLOK VII LT. 8-11 JI. Gatot Subroto, Senayan, P.O. Box 19/Jkwb Jakarta Pusat (10270) KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi ekologi dan sosial yang tinggi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) Menimbang: a. Bahwa pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara mempunyai konstitusi yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang digunakan oleh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lahan untuk areal pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya menjadi lebih

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lahan untuk areal pemukiman dan fungsi-fungsi lainnya menjadi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat desa sekitar hutan tidak bisa dipisahkan dari keberadaan hutan tempat mereka menggantungkan hidupnya. Tingginya angka kemiskinan dan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR Oleh : INDAH SUSILOWATI L2D 305 134 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa terus meningkat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 9941 jiwa/km 2 (BPS, 2010) selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 41 tahun 1999 pasal 2 dan 3 harus berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun terakhir pengelolaan hutan di Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi politik yang masih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Profil Perum Perhutani 4.1.1 Visi Misi Perum Perhutani Perum Perhutani adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia Australia dan samudra Pasifik Hindia dikaruniai sumber daya alam berupa hutan alam tropis yang memiliki

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS)

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS) KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS) Menimbang : a. Surat Dewan Pengawas No. 14/042.4/Can/Dwas/2006

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pembangunan sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan merupakan orientasi sistem pengelolaan hutan yang mempertahankan keberadaannya secara lestari untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu indikator dari pemberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN

1 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi Negara Indonesia adalah masalah kependudukan, Indonesia memiliki penduduk yang begitu besar dari tahun ke tahun, begitu

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan komponen alam yang memiliki banyak fungsi, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, hutan didefinisikan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU, BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). 123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal 1) Karakteristik Narasumber a. Nama : b. Umur : c. Jenis Kelamin : d. Pendidikan : e. Jabatan : 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Wanita pengusung sisingaan sebagaimana data yang telah diperoleh

Lebih terperinci

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) DESA CABAK TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Teori Curahan Waktu Kerja Istri Nelayan. sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pencari nafkah, dilakukan dalam

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Teori Curahan Waktu Kerja Istri Nelayan. sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pencari nafkah, dilakukan dalam BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Curahan Waktu Kerja Istri Nelayan Menurut Kharisun (2014) Secara umum wanita mempunyai peran baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pencari nafkah, dilakukan dalam

Lebih terperinci