Analisis Cluster Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Cluster Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur"

Transkripsi

1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 1 Analisis Cluster Kabupaten/Kota Berdasarkan Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Siti Machfudhoh, Nuri Wahyuningsih Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya nuri@matematika.its.ac.id Abstrak Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi global sekarang ini mengalami perlambatan, walaupun demikian ekonomi jawa timur menurut hasil penelitian dari Badan Pusat statistik Jawa Timur masih tumbuh stabil secara umum jika diukur dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), tetapi hanya pada beberapa daerah saja yang mengalami pertumbuhan ekonomi. Sangat disayangkan jika dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi produksi (sektor) dari setiap daerah kurang maksimal. Untuk mencegah terjadinya ketimpangan antar daerah perlu dilakukan pengelompokan daerah berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan sehingga pembangunan daerah pun akan semakin berkembang. Oleh karena itu, pada paper ini dilakukan metode clustering untuk mengetahui potensi daerah berdasarkan sektor-sektornya, sehingga kebakan yang akan dilakukan kedepannya pun dapat dilakukan secara tepat. Di sisi lain, paper ini juga bertujuan untuk membandingkan metode yang terbaik dari beberapa metode dalam pengelompokan hirarki (single linkage, complete linkage, average linkage, metode ward) dan non hierarki (k-means). Perbandingan metode dinilai berdasarkan icdrate, dimana dengan 4 kelompok Ward mampu memberikan hasil pengelompokan terbaik. Kata kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Metode Clustering, Ward. P I. PENDAHULUAN ertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi[1]. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) adalah pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun, untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. Di tengah perlambatan ekonomi global, ekonomi Jawa Timur tercatat masih tumbuh stabil dan mengalami percepatan dibandingkan ekonomi kawasan Sumatera atau daerah lain di Jawa. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada pada 01 sebesar 7,7%, lebih baik dibanding 011 sebesar 7,%. Pencapaian ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi secara nasional yang pada 01 sebesar 6,3%[]. Sangat disayangkan jika dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi produksi (sektor) dari setiap daerah kurang maksimal. Untuk mencegah terjadinya ketimpangan antar daerah maka dilakukan pengelompokan daerah berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan sehingga pembangunan daerah pun akan semakin berkembang. Dalam analisis statistik, sektor-sektor yang ada dinyatakan sebagai variabel. Untuk meringkas data dengan peubah banyak, akan digunakan analisis cluster untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik diantara objek-objek tersebut. Sebagai hasilnya akan terbentuk kelompok-kelompok dengan ciri khas tiap kelompok. Karena itu, dalam paper ini penulis ingin membahas tentang analisis cluster Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan variabel Sembilan sektor yang ada di Jawa Timur untuk mengetahui pengelompokan kabupaten/kota sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dapat berkembang secara signifikan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Multivariat Analisis multivariat merupakan analisis beberapa variabel dalam hubungan tunggal atau banyak hubungan. Analisis multivariat juga didefinisikan sebagai analisis dimana masalah yang diteliti bersifat multidimensional dan menggunakan tiga atau lebih variabel [7]. Jika terdapat sebanyak n objek dan p variabel, maka observasi objek ke-i dan variabel ke-j yang dinotasikan x dengan i = 1,,, n dan j = 1,,, p dapat ditampilkan pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Hubungan Beberapa Variabel dan Beberapa Objek Var 1 Var Var j Var p Objek 1 x 11 x 1 x 1j x 1p Objek x 1 x x j x p Objek i x i1 x i x x ip Objek n x n1 x n x nj x np B. Analisis Faktor Alasisis faktor merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk mendefinisikan struktur yang mendasar pada antar variabel. Analisis faktor dapat menggambarkan variabel yang saling berkorelasi dengan kuantitas random yang disebut sebagai faktor[6].

2 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) Beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum dilakukan analisis faktor adalah adanya korelasi antar variabel dan adanya kecukupan sampel. Pengujian dapat dilakukan dengan barlett Tess of Spericity seperti pada persamaan berikut : Hipotesa : H 0 : R = 1 (matriks korelasi sama dengan matriks identitas) H 1 : R 1 (matriks korelasi tidak sama dengan matriks identitas) p 5 Bartlett ln R n 1 6 R : nilai determinan dari matriks korelasi n : banyaknya pengamatan p : banyaknya variabel Kriteria pengujian : Tolak H 0 jika uji Bartlett > X p +1 p atau P-value < ( ) maka variabel-variabel saling berkorelasi, hal ini berarti terdapat hubungan antar variabel, sehingga layak dilakukan analisis faktor. Selanjutnya, untuk kecukupan sampel dilakukan uji Kaizer-Meyer-Olkin (KMO). Dimana diharapkan nilai KMO lebih besar dari 0.5 agar dapat dilakukan analisis faktor[5]. Hipotesa: H 0 Data Layak untuk dianalisis H 1 Data tidak layak dianalisis r i j i j KMO r a i j r : korelasi antara variabel i dan j a : korelasi parsial antara variabel i dan j Kriteria pengujian: H 0 ditolak jika nilai KMO < 0.5 Jadi dapat disimpulkan bahwa data tidak cukup untuk dilakukan analisis faktor. C. Calinski-Harabasz Pseudo F-statistic Pseudo F-statistic adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk menentukan banyaknya kelompok yang optimum. Rumus Pseudo-F ditulis dalam persamaan berikut[6]: R c 1 Pseudo F 1 R n c SST SSW R SST n c c SST = x k x k p i=1 j =1 k=1 n c c p SSW = x k x j k i=1 j =1 k=1 D. Metode Hierarki Metode hierarki merupakan metode pengelompokan yang hasilnya disajikan secara bertingkat atau berjenjang dari n, n 1,,1 kelompok[3]. Fungsi jarak yang seringkali digunakan adalah jarak Euclid, yang didefinisikan sebagai jarak antara observasi ke-i dan ke-k. Rumus jarak Euclid dari objek ke-i menuju objek ke-h dirumuskan pada persamaan: p d i, h = x ik x i = 1,,, n k=1 hk ; ( ) k = 1,,, p ; i h Beberapa macam metode hierarki penggabungan (agglomerative) berdasarkan linkage diantaranya sebagai berikut[7] : 1. Single Linkage Metode ini membentuk kelompok-kelompok dari individu dengan menggabungkan jarak paling pendek terlebih dahulu atau kemiripan yang paling besar. Pada awalnya, dipilih jarak terpendek dalam D = d i,h yang sudah dihitung sebelumnya dengan jarak Euclid dan menggabungkan objek-objek yang bersesuaian untuk membentuk suatu c kelompok. Dirumuskan pada persamaan: d (ih)g = min d ig, d hg. Complete Linkage Complete linkage membentuk kelompok-kelompok dari individu dalam cluster berada paling jauh satu sama lainnya. Langkah pertama yaitu menghitung jarak antar objek dengan menggunakan jarak Euclid seperti pada persamaan () dan didapatkan jarak untuk objek i dengan objek lain h yang dinotasikan dengan D = d i,h kemudian dipilih jarak terjauh dan menggabungkan objek-objek yang bersesuaian. Metode ini dirumuskan sebagai berikut : d (ih )g = max d ig, d hg ( 3 ) 3. Average Linkage Metode ini memperlakukan jarak antara dua cluster sebagai jarak rata-rata antara semua pasangan individu. Sama dengan metode sebelumnya, langkah pertama yaitu menghitung jarak antar objek dengan rumus jarak Euclid dan didapatkan jarak antara objek i dengan objek h, D = d i,h. Untuk memperoleh penggabungan (aglomerasi) objek satu dengan lainnya dirumuskan sebagai berikut : i g d ig d (ih)g = ( 4 ) N (ih ) N g 4. Ward s Method Pengelompokan metode Ward adalah memperkecil total jumlah eror kuadrat dalam kelompok. Jika cluster sebanyak c maka SSE merupakan jumlahan dari ESS c. ESS = ESS 1 + ESS + + ESS c Saat semua cluster bergabung menjadi satu kelompok dari N item, maka nilai ESS dirumuskan : n ESS = (x j x) (x j x) j =1 E. Metode Non Hierarki Berlawanan dengan metode hierarki, prosedur pengelompokan non hierarki ini tidak dilakukan secara bertahap dan jumlah kelompoknya juga ditentukan terlebih dahulu. Metode yang tergolong pengelompokan non hierarki diantaranya k-means.

3 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 3 Pengelompokan dengan menggunakan metode k-means didasarkan pada nilai fungsi keanggotaannya. Fungsi keanggotaannya didasarkan pada jarak minimum antar objek dengan pusat cluster (centroid). Algoritma k-means bertujuan untuk meminimasi fungsi objektif yang merupakan fungsi error kuadrat. Misal ada n objek dan p variabel. Jarak antara objek ke-i dan kelompok ke-l dihitung menggunakan jarak Euclid kuadrat dirumuskan persamaan: p D[i, l] = j =1 X i, j X l, j i = 1,,, n ; j = 1,,, p ( 5 ) X(i, j) : nilai antara objek ke-i terhadap variabel ke-j X l, j : rata-rata variabel ke-j terhadap kelompok ke-l D[i, l(i)]:jarak Euclid antara objek ke-i dan rata-rata cluster dari cluster objek (centroid). F. Internal Cluster Dispersion Rate (icdrate) Perbandingan metode pengelompokan dapat diukur dengan menghitung rata-rata persebaran internal cluster terhadap partisi secara keseluruhan. Metode ini sering digunakan dalam menaksir akurasi dari algoritma pengelompokan. Semakin kecil nilai icdrate, semakin baik hasil pengelompokannya. Perhitungan internal cluster dispersion rate (icdrate) sebagai berikut : icdrate = 1 R G. Multivariate Analisis of Varians (MANOVA) MANOVA adalah teknik yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua populasi atau lebih. Uji MANOVA dilakukan setelah data memenuhi asumsi-asumsi [] : 1. Matriks varians kovarians antar perlakuan identik/homogen.. Setiap populasi memiliki distribusi multivariat normal (Multivariate Normal Distribution). Uji pengaruh perlakuan (Uji MANOVA) : Hipotesis : H 0 μ 1 = μ = = μ c = 0 H 1 minimal 1 pasang μ j 0 (j = 1,,, c) Statistik uji : n j g i 1 Λ > F g i Λ n c 1,n n c (α); Dimana Λ = W B+W Kriteria pengujian : H 0 ditolak jika F hitung > F nc 1,n n c (α)., maka terdapat perbedaan perlakuan antar kelompok. Tabel MANOVA Sumber variasi Df Sum of squares Perlakuan K-1 B Residual Total K j=1 K j=1 n j K n j 1 W B + W H. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Jawa Timur sebagai salah satu provinsi Indonesia mempuyai daerah yang sangat potensial dalam pembangunan nasional, mempunyai wilayah yang luasnya terdiri dari km berupa daratan dan.833,85 km lautan. Jawa Timur terdiri dari 38 kabupaten/kotamadya, yakni 9 kabupaten dan 9 kotamadya. Jawa Timur merupakan daerah berpotensi untuk perkembangan sehingga keadaan ekonomi Jawa Timur sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi tingkat provinsi dapat dihitung dari PDRB, yang dilihat dari tiga sisi yaitu produksi, pendapatan dan pengeluaran. Penyajian pendapatan regional dibedakan atas dasar harga berlaku dan konstan. Dimana pendekatan produksi meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor listrik,gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewahan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. A. Deskripsi Statistik III. PEMBAHASAN Secara statistik pada tahun 01, deskripsi mengenai Pertumbuhan Ekonomi beserta sektor-sektor yang mempengaruhinya di provinsi Jawa Timur dapat diketahui berdasarkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebarannya. Dengan menggunakan ukuran pemusatan ini maka akan diketahui secara rata-rata pertumbuhan ekonomi dan faktorfaktornya di Jawa Timur. Tabel 3. Deskripsi Statistik PDRB ADHK (dalam jutaan rupiah) Jawa Timur yang Diterbitkan pada Tahun 01 Standar Variabel Minimum Maximum Rata-rata Deviasi SP SPP SIP SLGA SK SPHR SPK SKPJ SJ Diantara beberapa keberagaman tertinggi ditunjukkan oleh tabel 3, keberagaman tertinggi ditunjukkan oleh sektor pertanian yaitu sebesar ,7543 dimana terdapat kabupaten /kota dengan nilai sangat kecil dan sangat besar pada sektor pertanian. B. Analisis Faktor Sebelum mengelompokkan objek berdasarkan faktorfaktor, perlu dilakukan reduksi variabel. Hal ini ditujukan untuk mengatasi adanya korelasi antar variabel yang dapat mengganggu proses pembentukan kelompok. Adanya korelasi antar variabel dapat diketahui melalui pengujian independensi dengan tes Barlett. Hipotesa: H 0 ρ = I (matriks korelasi sama dengan matriks identitas) H 1 ρ I (matriks korelasi tidak sama dengan identitas) X hitung = 454,963

4 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 4 = X 0,05, 7 χ tabel = 50,99846 Karena X hitung > χ tabel atau 454,963 > 50,9984,dan p value < α seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. maka H 0 diterima sehingga antar variabel prediktor bersifat dependen, dan dapat dilakukan analisis faktor. Tabel 4. Uji Kelayakan Analisis Faktor Keterangan Nilai KMO measure of sampling adequacy Bartlett s Test Sebelumnya melakukan analisis faktor perlu dilakukan pemeriksaan kecukupan sampel untuk dikatakan bahwa analisis faktor layak dilakukan. Hipotesa : H 0 : Jumlah data cukup secara statistik H 1 : Jumlah data tidak cukup secara statistik Statistik uji : KMO = 0,861 Karena nilai KMO >0,5 maka H 0 diterima, jadi data cukup secara statistik, dan layak dianalisis. Ekstraksi variabel dilakukan dengan metode principal component dengan analisis matrik korelasi untuk memudahkan dalam interpretasi. Berdasarkan Gambar 1, terdapat dua nilai eigen yang lebih dari 1 dan dari Sembilan variabel asli dapat diwakili oleh dua faktor sebesar 84,188%. yang optimal pada masing-masing metode hirarki ini didasarkan pada nilai statistik Pseudo F yang optimal. Tabel 4. Loading Factor Variabel Loading Factor 1 SP SPP SIP SLGA SK SPHR SPK SKPJ SJ Pseudo F-statistic Pada Gambar dapat diketahui banyaknya kelompok yang optimal dalam setiap pengelompokan berdasarkan nilai Pseudo F terbesar, single linkage menunjukkan bahwa dengan 4 kelompok akan memberikan hasil yang optimal, sedangkan complete linkage sebanyak 3 kelompok, average linkage sebanyak 3 kelompok dan ward sebanyak 4 kelompok. Sebelum melakukan proses clustering dengan metode hierarki, ditentukan terlebih dahulu ukuran kesamaan antar objek sebagai berikut, Gambar 1. Diagram Eigenvalue dan komulatif Sembilan variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi cukup direduksi menjadi faktor. Berdasarkan nilai loading factor, dapat diperoleh variabelvariabel apa saja yang tereduksi menjadi suatu faktor. Pada Tabel 4 terlihat bahwa variabel prosentase faktor 1 merupakan faktor baru yang SIP, SLGA, SK, SPHR, SPK, SKPJ, dan SJ, dan dapat dinamakan sebagai faktor Sektor sekunder dan tersier. Selain itu, SP dan SPP memiliki korelasi yang cukup kuat pada loading faktor, sehingga dapat mewakili faktor dan dapat dinamakan faktor sektor primer. Kedua faktor tersebut merupakan pencerminan dari kesembilan masalah sektor-sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Score factor yang diperoleh dari analisis faktor akan menjadi nilai pada setiap faktor. Sehingga pengelompokan akan dilakukan pada kedua score factor tersebut. C. Metode Hierarki Sebelum melakukan proses clustering dengan metode hierarki, ditentukan terlebih dahulu banyaknya kelompok Gambar. Nilai Pseudo F untuk Single Linkage, Complete Linkage, Average Linkage dan ward pada simulasi -5 cluster. Menentukan Ukuran Antar Dua Objek Jarak tiap kabupaten/kota dihitung dengan jarak Euclid. Data yang digunakan adalah data 9 sektor pada 38 kabupaten/kota di Jawa Tmur yang telah di reduksi menjadi factor score. Untuk menentukan jarak antara kabupaten/kota dilakukan perhitungan dengan rumus jarak Euclid () berikut: d 1, = 0,3949 0, ,618,6336 = 3,4817 d 1,3 = 0,3949 0, ,618 0,654 = 0,87848 d 38,39 = 5,7035 0,85 + 0,859 0,4383 = 6, Semakin kecil nilai jarak antara dua objek, maka semakin mirip kedua objek tersebut. Setelah mendapatkan jarak Euclid dari satu objek ke objek yang lain, maka dilanjutkan dengan membuat cluster.

5 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 5 3. Single Linkage Berdasarkan hasil nilai Pseudo F yang telah dilakukan sebelumnya maka didapat kelompok yang paling optimal pada single linkage yaitu dengan 4 kelompok. Maka, didapat keanggotaan kabupaten /kota pada setiap kelompok diantaranya sebagai berikut, Kelompok 1 : Pacitan, Sampang, Lumajang, Tulungagung, Blitar, Kediri, Sumenep, Jombang, Trenggalek, Situbondo, Nganjuk, Bangkalan, Probolinggo, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Bondowoso, Pamekasan, kota Blitar, kota Pasuruan, kota Batu, kota Probolinggo, kota Mojokerto, kota Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, sidoarjo, kota Kediri, kota Malang, Malang, Gresik, Jember, dan Banyuwangi. Kelompok : Tuban dan Bojonegoro. Kelompok 3 : Ponorogo. Kelompok 4 : Surabaya. 4. Complete Linkage Langkah-langkah proses clustering dengan metode complete linkage hampir sama seperti single linkage. Yang membedakan yaitu proses clustering pada complete linkage berdasarkan jarak maksimum atau terjauh dengan menggunakan persamaan (3). Banyaknya kelompok yang memiliki nilai statistik Pseudo F terbesar dengan menggunakan complete linkage adalah sebanyak 3 kelompok. Maka dengan melihat anggota dari masingmasing cluster didapatkan : Kelompok 1 : Pacitan, Sampang, Sumenep, Tulungagung, Blitar, Lumajang, Kediri, Jombang, Trenggalek, Situbondo, Nganjuk, Bangkalan, Probolinggo, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Bondowoso, Pamekasan, kota Blitar, kota Pasuruan, kota Batu, kota Probolinggo, kota Mojokerto, kota Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, sidoarjo, kota Kediri, kota Malang, dan Ponorogo. Kelompok : Malang, Gresik, Jember, Banyuwangi, Tuban, dan Bojonegoro. Pada pengelompokan diatas terlihat bahwa kelompok terbentuk dari kelompok pada Single Linkage dan beberapa anggota kelompok 1. Selain itu, seperti pada metode sebelumnya kota Surabaya membentuk cluster sendiri. 5. Average Linkage Nilai Pseudo F tertinggi pada metode average linkage menunjukkan bahwa kelompok optimalnya adalah 3 seperti pada Gambar. Dimana, kelompok 1 terdiri dari 35 kabupaten/kota, kelompok terdiri dari kabupaten/kota dan kelompok 3 terdiri dari 1 kabupaten/kota yaitu Surabaya sendiri seperti pada clustering sebelumnya. Hasil Pengelompokan dengan Average Linkage menunjukkan bahwa memang pengelompokan dengan Average Linkage hampir sama dengan single Linkage, tetapi kabupaten Ponorogo bergabung pada kelompok 1. Seperti yang terlihat pada hasil berikut, Kelompok 1: Pacitan, Sampang, Sumenep, Tulungagung, Blitar, Lumajang, Kediri, Jombang, Trenggalek, Situbondo, Nganjuk, Bangkalan, Probolinggo, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Bondowoso, Pamekasan, kota Blitar, kota Pasuruan, kota Batu, kota Probolinggo, kota Mojokerto, kota Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, sidoarjo, kota Kediri, kota Malang, Malang, Gresik, Jember, Ponorogo dan Banyuwangi. Kelompok : Tuban dan Bojonegoro. 6. Ward s Method Berdasarkan nilai pseudo F terbesar menghasilkan nilai optimal adalah dengan kelompok sebanyak 4. Dimana masing-masing kelompok terdiri dari 7,, 1 dan 8 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dalam tiap kelompok dan perbedaan yang tinggi antar kelompok. Kabupaten/kota yang tergolong dalam tiap kelompok, diantaranya sebagai berikut. Kelompok 1 : Pacitan, sampang, Sumenep, Malang, Gresik, Jember, dan banyuwangi. Kelompok : Bojonegoro dan Tuban. Kelompok 3 : Kota Surabaya Kelompok 4 : Ponorogo, sidoarjo, Tulungagung, kota Malang, kota Blitar, kota Pasuruan, Lumajang, Trenggalek, Kediri, Blitar, Jombang, Situbondo, Nganjuk, Bangkalan, Probolinggo, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Bondowoso, Pamekasan, kota Batu, kota Probolinggo, kota Mojokerto, kota Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, dan kota Kediri. D. Nonhierarchical Clustering Prosedur pengelompokan nonhierarki tidakdilakukan secara bertahap, dimana salah satu metode nonhierarki adalah k-means. 1. Membagi item-item (objek) kedalam k cluster. Berdasarkan nilai Pseudo F didapat kelompok optimal yaitu 3 yang dadikan sebagai pusat (centroid). Centroid ditentukan sebarang objek. Nilai centroid dari tiap cluster adalah : c 1 = (0.117; ) c = 0.875;.6335 c 3 = (5.7036; 0.859) c 1 (centroid cluster 1) adalah nilai kedua variabel dari objek Kab Tuban. c (centroid cluster ) adalah nilai kedua variabel dari objek Kab Ponorogo. c 3 (centroid cluster 3) adalah nilai kedua variabel dari objek Kota Surabaya. Dari proses ini diperoleh anggota tiap cluster sebagai berikut : Kelompok 1 : Pacitan, Sampang, Sumenep, Banyuwangi, Jember, Bojonegoro, Tuban, Gresik, dan Malang. Kelompok : Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Bangkalan, Pamekasan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, dan kota Batu.. Selanjutnya menghitung kembali centroid baru yang merupakan rataan kedua variabel pada tiap cluster. Nilai centroid baru dari tiap cluster adalah : c 1 = 0.085; c = ( 0.97; 0.38)

6 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 6 c 3 = (5.7036; 0.859) Dari proses ini diperoleh anggota tiap cluster sebagai berikut : Kelompok 1 : Pacitan, Banyuwangi, Bojonegoro, Tuban, Jember, Gresik, dan Malang. Kelompok : Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, dan kota Batu. Karena terdapat dua objek pada cluster 1 yang berpindah ke cluster maka harus mencari centroid baru. 3. Menghitung kembali centroid baru yang merupakan rataan kedua variabel pada tiap cluster yang baru terbentuk. Nilai centroid baru dari tiap cluster adalah : c 1 = ; 1.68 c = ( 0.36; 0.348) c 3 = (5.7036; 0.859) dari nilai centroid rataan masing-masing kelompok yang baru didapatkan anggota sebagai berikut : Kelompok 1 : Banyuwangi, Jember, Bojonegoro, Tuban, Gresik, dan Malang. Kelompok : Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Pacitan, Kediri, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, dan kota Batu. Dari hasil pengelompokan yang baru ternyata masih ada satu anggota atau objek yang berpindah kelompok, sehingga harus dilakukan pembentukan centroid baru. 4. Menghitung kembali centroid baru yang merupakan rataan kedua variabel pada tiap cluster yang baru terbentuk. Nilai centroid baru dari tiap cluster adalah : c 1 = 0.974; c = ( 0.411; 0.946) c 3 = (5.7036; 0.859) Dari nilai centroid rataan ketiga seperti pada Lampiran G masing-masing kelompok yang baru didapatkan anggota sebagai berikut : Kelompok 1 : Banyuwangi, Jember, Bojonegoro, Tuban, Gresik, dan Malang. Kelompok : Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Pacitan, Kediri, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, dan kota Batu. E. Pemilihan Metode Terbaik Kebaikan hasil pengelompokan dapat dilihat dari penyebaran internal dalam kelompok atau disebut dengan internal cluster dispersion rate (icdrate). Semakin kecil nilai icdratenya. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui banyak kelompok yang optimum untuk setiap metode memberikan keragaman yang berbada dengan metode lainnya. Adanya keragaman antar kelompok merupakan kriteria yang dapat menentukan tingkat kebaikan suatu metode pengelompokan. Tabel 5 Pemilihan Metode Terbaik Metode BKO Icdrate Single Linkage 4 0,18693 Complete Linkage Average Linkage Ward 4 0,14760 K-Means Jika diperhatikan, maka metode Ward yang dapat memberikan hasil pengelompokan terbaik diantara keempat metode lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai icdratenya yang terkecil yaitu sebesar Secara visual, dapat diketahui bahwa peta yang dihasilkan dari metode ward seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Pengelompokan Kabupaten/Kota Jawa Tmur dengan Ward F. Evaluasi Hasil Pengelompokan Evaluasi dilakukan dengan MANOVA, dimana harus memenuhi variabel dependen berdistribusi multiaviat normal dan matrik varian-kovarian bersifat homogen. Dalam tugas akhir ini, pemeriksaan berdistribusi normal multivariat pada variabel dependen dapat diketahui dengan uji asumsi variabel dependen berdistribusi multivariate normal. Hipotesis : H 0 : Residual berdistribusi normal multivariat : Residual tidak berdistribusi normal multivariat H 1 d i = ( εi ε ) T Σ 1 ( εi ε ) ; i = 1,,..,38 Diperoleh kondisi d i χ tabel = terhadap 3 sampel atau 84.1% dari sampel keseluruhan, atau dengan kata lain d i χ tabel = χ 1 q, terhadap lebih dari 50% sampel, maka H 0 diterima sehingga residual data dikatakan berdistribusi normal multivariat. Selain berdistribusi multivariate normal, homogenitas matrik varians-kovarians juga harus dipenuhi dengan Box M. Hipotesis : H 0 1 = H 1 minimal ada satu i dan j yang berbeda, dengan i j X hitung = (1 c 1 ) 1 j =1 1 v j ln S i ln S pool v j j =1

7 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 7 = 3,319 χ tabel = χ 0.05,1 = 3,84146 karena χ hitung = 3,319 < χ tabel = 3,84146 atau seperti yang terlihat pada Tabel 6, maka H 0 diterima yang berarti matriks varian-kovarian residual yang dikelompokkan adalah homogen dapat disimpulkan residual identik dan variabel dependen mempunyai matriks varian-kovarian sama pada kelompok variabel bebas kabupaten. Tabel 6 Uji Homogenitas Keterangan Nilai Box s M 3,319 Uji F 0,966 P-value 0,408 Kedua asumsi sebagai prasyarat dalam melakukan uji perbedaan kelompok dengan MANOVA telah terpenuhi. Dalam pengujian perbedaan kelompok dengan MANOVA Hipotesis : H 0 μ 1 = μ = 0 H 1 minimal ada satu μ dan μ j 0, dengan i j Λ W = B + W = 0, dengan i= dan j=4 pada distribusi sampling multivariate normal berlaku F hitung = n j j 1 1 Λ j 1 Λ = 74, F tabel = F 0,05;6,66 =,39479 Karena F hitung > F tabel yaitu 74, >,39479 maka H 0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antar kelompok kabupaten/kota di Jawa Timur. Oleh karena itu, adanya pengelompokan ini perlu dilakukan karena permasalahan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. 4.7 Karakteristik Tiap Kelompok Penggujian hasil MANOVA menunjukkan bahwa terdapat rata-rata pada 4 kelompok yang terbentuk oleh metode Ward, maka perlu diketahui karakteristik dari setiap kelompoknya berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh pada bertumbuhan Ekonomi Jawa Timur. Dari dekskripsi pada Tabel 4.10 dapat diketahui variabelvariabel yang berpengaruh dalam 4 kelompok, secara umum diketahui bahwa sektor-sektor yang ada di Jawa Timur memiliki karakteristik yang berbeda tiap kelompoknya. Perbedaan tampak pada kelompok 1 yang memiliki rata-rata tinggi pada sektor pertanian (SP), selain itu kelompok 1 juga memiliki nilai yang tinggi pada sektor industri (SIP) pengolahan dan sektor perdagangan,hotel, dan restoran (SPHR) disbanding kelompok dan 4, walaupun demikian tetap tidak bisa melebihi prosentase kelompok 3 yang memang mendominasi beberapa perekonomian Jawa Timur. Berdasarkan karakteristik tersebut, kelompok 1 lebih cenderung dinamakan daerah pertanian dan industri. Pada kelompok dari hasil deskripsi statistik ternyata memiliki nilai sektor pertambangan dan penggalian (SPP) yang sangat tinggi dibanding dengan kelompok lain, tetapi kelompok memiliki prosentase yang cukup rendah pada sektor industri pengolahan (SIP) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK), maka dari karakteristik tersebut menunjukkan bahwa daerah pada kelompok memiliki pertumbuhan pada pertambangan migas, non migas dan penggalian, walaupun pertambangan dan penggalian memiliki peranan penting dalam penggerakkan ekonomi terutama sektor industri pengolahan tetapi industri didaerah tersebut kurang berkembang. Hal ini dikarenakan sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh rendah sehingga sangat berpengaruh pada pergerakan aktivitas semua sektor ekonomi didaerah tersebut dan dapat dikatakan sebagai daerah pertambagan dan penggalian. Tabel 4.10 Deskripsi Statistik untuk setiap kelompok Variabel Cluster SP rata-rata S.Deviasi SPP rata-rata S.Deviasi SIP rata-rata S.Deviasi SLGA rata-rata S.Deviasi SK rata-rata S.Deviasi SPHK rata-rata S.Deviasi SPK rata-rata S.Deviasi SKPJ rata-rata S.Deviasi SJ rata-rata S.Deviasi Prosentase sektor pertanian (SP) dan sektor pertambangan dan penggalian (SPP) pada kelompok 3 sangat rendah dibanding 3 kelompk lainnya, tetapi pada 7 sektor lainnya sangat mendominasi dibanding kelompok lain, bahkan ada yang mencapai rata-rata 55,84% pada sektor konstruksi (SK), selain tu sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK) dan sektor listrik, gas, dan air bersih (SLGA) juga sangat tinggi disusul dengan sektor pendagangan, hotel, dan restoran (SPHR), sektor keuangan, persewaan dam jasa (SKPJ), sektor jasa-jasa (SJ) dan trakhir sektor industri dan pengolahan (SIP) dengan prosentase yang masih cukup tinggi yaitu 1,85%. Dari hasil deskripsi diatas dapat dikatakan bahwa kelompok 3 memiliki pertumbuhan yang sangat pesat pada sektor konstruksi, semakin tingginya pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk turut berpengaruh terhadap kebutuhan properti baik sebagai konsumsi atau investasi seperti pembangunan apartemen, ruko dan hypermarket sehingga mempercepat pertumbuhan sektor konstruksi. Selain itu pertumbuhan pada pengangkutan dan komunikasi sangatlah mempengaruhi perekonomian secara umum, sehingga dapat mendorong pertumbuhan sektor lainnya, tak terkecuali pada industri, tetapi hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya lahan untuk pertanian sehingga mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan ekonomi dibidang pertanian. Berdasar-

8 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No.1, (013) (301-98X Print) 8 kan karakteristik tersebut kelompok 3 dapat dinamakan daerah pusat perekonomian jawa timur. Terlihat pada prosentase hasil deskripsi statistik, bahwa kelompok 4 memang kurang mendominasi pada setiap sektor yang ada, bahkan cenderung rendah dibeberapa sektor seperti sektor listrik, gas, dan air bersih (SLGA), sektor konstruksi (SK) dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa (SKPJ) yang memiliki prosentase terendah dibanding 3 kelompok lain. Walaupun demikian, kelompok 4 memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh beda dengan kelompok 1, seperti sektor industri dan pengolahan (SIP), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (SPHR) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK). sehingga masyarakatnya pun lebih dominan pada penghasilan ekonomi dari sektor tersebut. Dari hasil terskripsi diatas kelompok 4 sesuai dengan karakteristiknya dapat dinamakan sebagai daerah sedang pada perdagangan, industri dan jasa. IV. KESIMPULAN Hasil analisis dan pmbahasan yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis cluster dari 38 kabupaten/kota berdasarkan PDRB ADHK dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok.. Hasil pengelompokan digolongkan menjadi beberapa daerah berikut: a. Kelompok 1 daerah pertanian dan industri : Pacitan, Sampang, sumenep, Malang, Gresik, Jember, dan Banyuwangi. b. Kelompok pertambangan dan penggalian: Bojonegoro dan Tuban. c. Kelompok 3 daerah pusat perekonomian : Kota Surabaya d. Kelompok 4 daerah sedang pada perdagangan, industri dan jasa : Ponorogo, sidoarjo, Tulungagung, kota Malang, kota Blitar, kota Pasuruan, Lumajang, Trenggalek, Kediri, Blitar, Jombang, Situbondo, Nganjuk, Bangkalan, Probolinggo, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Bondowoso, Pamekasan, kota Batu, kota Probolinggo, kota Mojokerto, kota Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, dan kota Kediri. 3. Karakteristik dari setiap cluster yaitu : a. Kelompok 1 : daerah dengan sektor pertanian (SP) tinggi, tetapi memiliki sektor pertambangan dan penggalian (SPP) dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (SPHR) rendah. b. Kelompok : daerah dengan sektor pertambangan dan penggalian (SPP) tinggi, sektor pertanian (SP) sedang dan tetapi memiliki pendapatan rendah pada sektor industri pengolahan (SIP), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (SPHR), sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK) dan sektor jasa-jasa (SJ). c. Kelompok 3 : daerah rendah pada sektor perdagangan (SP) dan sektor pertambangan dan penggalian (SPP), tetapi sangat tinggi pada 7 sektor lainnya yaitu sektor sektor konstruksi (SK), industri pengolahan (SIP), sektor listrik, gas, dan air bersih (SLGA), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (SPHR), sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (SKPJ) dan sektor jasajasa (SJ). d. Kelompok 4 : daerah rendah pada sektor listrik, gas, dan air bersih (SLGA), sektor konstruksi (SK) dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (SKPJ), dan sedang pada sektor industri pengolahan (SIP), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (SPHR) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (SPK). V. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim Pertumbuhan Ekonomi Diakses tanggal Agustus 013. [] Adhi, Robert Pertumbuhan Ekonomi Jatim Melampaui Nasional Diakses tanggal Agustus 013 [3] Lazulfa, Indana Analisis Cluster Kabupaten/Kota di Jawa Timur Berdasarkan Tingkat Pencemaran Udara. FMIPA ITS. [4] Rochmi, Arinda Pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur Berdasarkan Kesamaan Nilai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka dengan Metode Hirarkhi dan Non Hirarkhi. FMIPA ITS. [5] Turrohmah, Hamimah. 01. Analisis Faktor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur. FMIPA ITS [6] Santoso, Singgih Statistik Multivariat, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [7] Kuncoro, M Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Qonitatin Nafisah, Novita Eka Chandra Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Nama : Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Dimas Okky S. (1307030006) Dosen Pembimbing : Dr.Dra.Ismaini Zain, MSi PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Partisipasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia.

Universitas Negeri Malang   Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia. 1 PERBANDINGAN JUMLAH KELOMPOK OPTIMAL PADA METODE SINGLE LINKAGE DAN COMPLETE LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE: Studi Kasus pada Data Pembangunan Manusia Jawa Timur Yuli Novita Indriani 1, Abadyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,,

ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,, 1 ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,, Universitas Negeri Malang E-mail: desypurwaningyas@ymail.com Abstrak: Dengan

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS Muhammad Aqik Ardiansyah Fatah Nurdin 1310 Hamsyah 030 076 1310 030 033 08 Januari 2014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

ANALISIS CLUSTER DENGAN METODE K-MEANS (TEORI DAN CONTOH STUDY KASUS)

ANALISIS CLUSTER DENGAN METODE K-MEANS (TEORI DAN CONTOH STUDY KASUS) ANALISIS MULTIVARIAT ANALISIS CLUSTER DENGAN METODE K-MEANS (TEORI DAN CONTOH STUDY KASUS) Oleh : Rizka Fauzia 1311 100 126 Dosen Pengampu: Santi Wulan Purnami S.Si., M.Si. PROGRAM STUDI SARJANA JURUSAN

Lebih terperinci

Kata kunci : Strategi T3, C-means, Fuzzy c-means

Kata kunci : Strategi T3, C-means, Fuzzy c-means PERBANDINGAN PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR PENCAPAIAN STRATEGI T3 UNTUK SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN METODE C-MEANS DAN FUZZY C-MEANS 1 Finda Qori ah dan 2 Sony Sunaryo

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Sebelum melakukan segmentasi, kita membutuhkan data-data tentang jawa timur sebagaiuntuk dijadikan acuan. Berikut data-data yang dapat dijadikan sebagai acuan. Segmentasi

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Gangga Anuraga Dosen Program Studi Statistika MIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail : ganuraga@gmail.com

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Peramalan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur

Peramalan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) D-65 Peramalan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur Retno Dyah Handini, Agus Suharsono

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus konomi 2016 No. 35/05/35/Th. XV, 24 Mei 2017 BRTA RSM STATSTK BADAN PUSAT STATSTK PROVNS JAWA TMUR Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS 1 Nurul Komariyah (1309 105 013) 2 Muhammad Sjahid Akbar 1,2 Jurusan Statistika FMIPA

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan Lampiran. Data Dana Perimbangan DANA PERIMBANGAN (Dalam Ribuan) No Daerah 2009 200 20 202 203 Kab. Bangkalan 628,028 64,037 738,324 870,077,004,255 2 Kab. Banyuwangi 897,07 908,07 954,894,70,038,299,958

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (016) 337-350 (301-98X Print) D-45 Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel Nur Fajriyah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI (NET) MINYAK TANAH Dl PANGKALAN MINYAK TANAH Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel

Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) D-65 Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel Almira Qattrunnada Qurratu ain dan Vita Ratnasari Jurusan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada akhir abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang

Lebih terperinci

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Oleh : Nita Indah Mayasari - 1305 100 024 Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Jawa Timur Angka Rawan Pangan 19,3 % STATUS EKONOMI SOSIAL Rumah Tangga Pedesaan Rumah Tangga Perkotaan Perbedaan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 2010

PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 2010 PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 00 Luthfi Kurnia Hidayati Dra. Lucia Aridinanti, MS MahasiswaJurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menguji hubungan signifikan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Peneliti mengambil penelitian di Provinsi Jawa Timur yang terdiri atas 29 (dua puluh sembilan) kabupaten dan 9 (sembilan) kota yang telah dikelompokkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Profil Provinsi Jawa Timur Jawa Timur sudah dikenal sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, baik dari

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR

TESIS ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Agribisnis oleh : BUDI SETYONO NIM. 201210390211011

Lebih terperinci

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-81 Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya Miftakhul Huda dan Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH Perhatian! 1. Format Kartu Kendali Validasi Proses Visitasi di bawah ini, mohon di print oleh asesor sebanyak 16 set (sesuai kebutuhan/jumlah sasaran visitasi). Selanjutnya tiap-tiap sekolah/ madrasah

Lebih terperinci

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Timur Perekonomian di berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur terbentuk dari berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 41 2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.1.2.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG TIM PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA INVESTASI NON PMDN / PMA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kota dan kabupaten yaitu 29 kabupaten dan 9 kota dengan mengambil 25 (Dua

Lebih terperinci

SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur

SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur R.A. Norromadani Yuniati 1, Farizi Rahman Jurusan Teknik Bangunan Kapal 1, Jurusan

Lebih terperinci

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 ) LAMPIRAN 1 LUAS WILAYAH,, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH RUMAH JIWA / RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN DESA+KEL. PENDUDUK (km 2 ) TANGGA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR EKUITAS ISSN 1411 0393 Akreditasi No.395/DIKTI/Kep/2000 PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR Budiyanto *) ABSTRAK Kesempatan dan kemudahan kemudahan

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber : BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8667540 Pes. 104, Fax. 031-8673119 E-mail : meteojuanda@bmg.go.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA

ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA IKO PUTRI TYASHENING 1311 030 013 Dosen Pembimbing : Dr Santi Wulan Purnami, MSi PENDAHULUAN PENDAHULUAN RUMUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN

ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN 1 ANALISIS KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIERARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASAR INDIKATOR KESEHATAN, dan, Universitas Negeri Malang Email: lina_ninos26@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH IX (GEDUNG KEUANGAN NEGARA II)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH IX (GEDUNG KEUANGAN NEGARA II) DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH IX (GEDUNG KEUANGAN NEGARA II) Jalan Dinoyo No.11 Telepon : (031) 561 5364 Lantai V-VI (031) 561 5385 Kotak Pos 804 Surabaya

Lebih terperinci

Pengelompokkan Kabupaten / Kota di Jawa Timur berdasarkan Faktor-Faktor penyebab Perceraian Tahun 2010

Pengelompokkan Kabupaten / Kota di Jawa Timur berdasarkan Faktor-Faktor penyebab Perceraian Tahun 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR Pengelompokkan Kabupaten / Kota di Jawa Timur berdasarkan Faktor-Faktor penyebab Perceraian Tahun 2010 LOGO Oleh : Luthfi Kurnia Hidayati (1309106007) Pembimbing : Dra. Lucia Aridinanti,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Keadaan Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa dan merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa. Letaknya pada

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Seminar Hasil Tugas Akhir Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Mega Pradipta 1309100038 Pembimbing I : Dra. Madu Ratna, M.Si Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci