Siklus Reproduksi BAGIAN KE-4

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Siklus Reproduksi BAGIAN KE-4"

Transkripsi

1 BAGIAN KE-4 Siklus Reproduksi Sesudah mempelajari materi ke-4 ini mahasiswa diharapkan dapat : Mengenal batasan pengertian pubertas, siklus birahi, tahaptahap siklus birahi berikut perubahan-perubahannya. Dapat memahami peranan hormon dalam siklus birahi, ovulasi, birahi setelah beranak dan kebuntingan hewan. 43

2 4.1. Pubertas Hewan jantan dan betina secara teknis dikatakan mencapai pubertas jika telah mampu menghasilkan gamet dan menunjukkan perilaku sebagai manifestasi karakteristik seksual. Pubertas pada dasarnya merupakan hasil pengaruh yang berlangsung berangsur antara peningkatan aktifitas gonadotropin dan kemampuan gonad untuk secara simultan mengatur steroidogenesis dan gametogenesis. Pada kondisi normal, pubertas akan tercapai sekitar 3-4 bulan pada kelinci, 6-7 bulan pada kambing, domba dan babi, 12 bulan pada sapi, bulan pada kuda, minggu pada ayam jantan, minggu pada ayam betina, 6-7 minggu pada puyuh jantan dan 5-7 minggu pada puyuh betina. Pada hewan selain yang sudah disebutkan, tentunya umur pubertas akan berlain-lainan. Usia tercapainya pubertas lebih erat hubungannya dengan berat tubuh dibanding dengan umur. Pada sapi perah, pubertas tercapai saat mencapai % berat dewasa, sapi potong % berat dewasa dan lain-lain spesies akan memiliki berat pencapaian pubertas yang berbeda. Kandungan nutrisi makanan berpengaruh pada usia tercapainya pubertas. Jika pertumbuhan dipercepat dengan overfeeding, hewan akan mencapai pubertas pada umur yang lebih muda, sebaliknya jika pertumbuhan diperlambat dengan underfeeding, maka pubertas akan terlambat atau tertunda. Faktor sosial dan iklim, terutama photoperiod akan mempengaruhi atau mengubah usia pubertas. Pada kondisi alami, dimana reproduksi tampak sebagai fenomena musiman, usia pubertas tergantung pada musim kelahiran (berlaku di daerah yang memiliki 4 musim). Puncak effisiensi reproduksi tidak tampak pada saat pertamakali estrus (ejakulasi) atau saat pubertas. Terdapat suatu kenaikan perlahan dari rendah sampai tinggi sejalan dengan bertambahnya umur, yang kemudian sampai puncak dan seterusnya akan menurun Siklus Birahi Hewan betina pada umumnya memiliki waktu tertentu dimana ia mau dan bersedia menerima pejantan untuk aktifitas kopulasi. Waktu tersebut dikenal sebagai masa birahi (estrus). Estrus datang secara siklis atau periodik, berlangsung selama waktu tertentu tergantung pada jenis hewannya. Interval antara timbulnya satu periode birahi ke 44

3 permulaan periode birahi berikutnya dikenal sebagai satu siklus birahi. Interval-interval ini disertai suatu seri perubahan-perubahan fisiologik di dalam saluran kelamin betina. Terdapat sebuah pertanyaan mengenai asal usul mengapa terjadi birahi atau estrus. Akal budi manusia berusaha untuk menerangkan bagaimana aktivitas birahi itu bisa terjadi. Pertama, adanya unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh berupa alat-alat reproduksi beserta kelenjar-kelenjar hormon dengan pusatnya di otak. Kedua, rangsangan dari luar tubuh yang ditangkap oleh panca indera. Rangsangan dari luar akan tertangkap apabila alat dalam tubuh telah siap dan masak untuk aktifitas seksual. Karena panca indera merupakan alat komunikasi yang umum, maka harus ada pusat penerima yang berfungsi untuk membedakan rangsangan mana yang harus disalurkan ke seksual, serta rangsangan mana yang harus disalurkan ke pusat yang lain yang bukan seksual. Pusat yang mengintegrasikan semua bentuk rangsangan itu adalah hipotalamus, dan hipotalamus pulalah yang menyalurkan pesan- pesan dari indera itu ke pusat-pusat yang lain. Pusat-pusat tersebut terutama ke hipopisa dan beberapa pusat motoris dan korteks di otak. Rangsangan dari luar untuk betina-betina di daerah tropik belum jelas diketahui, tetapi dugaan kuat adalah berasal dari kondisi sekitar dan adanya pejantan dekat betina tersebut. Sedang betina-betina di daerah iklim dingin rangsangan itu dapat berupa perubahan panjang pendeknya hari. Untuk domba terjadi pada bulan-bulan Nopember- Desember dimana siang hari makin lama makin jadi pendek, sedang pada kuda musim birahinya terjadi pada bulan-bulan dimana siang hari berubah menjadi makin panjang. Tetapi kesemuanya itu harus mendapat dukungan oleh adanya persiapan alat reproduksi dalam tubuh. Bila alat reproduksi dalam tubuh belum siap, maka rangsangan itu tidak mendapat respon. Jika alat reproduksi telah siap maka respon yang pertama adalah terbentuknya hormon seks yaitu hormon-hormon yang berasal dari gonad (testosteron, estrogen dan progesteron). Jika hormon-hormon seks telah beredar dalam darah, terjadilah gejala birahi. Untuk domba diketahui bahwa jika alat reproduksi belum disensitifkan oleh progesteron, estrogen (hormon birahi) tidak mendapat tanggapan apaapa dari alat reproduksi tersebut. Karena itu ada fenomena pada domba iklim sedang yang disebut silent heat atau birahi tenang. Berahi tenang ini menghasilkan ovulasi, tetapi birahi itu sendiri tidak terlihat dari luar, sedang domba betina yang mengalami birahi tenang itu tidak ingin kawin dan pejantannya juga tidak tahu bahwa betina tersebut sedang birahi. Pada birahi berikutnya dimana pada bekas ovulasi birahi yang lalu telah terbentuk 45

4 progesteron, terjadilah gejala birahi yang ditandai adanya pembengkakan vulva, betina mendekati pejantan dan sebagainya hingga terjadi perkawinan. Ovulasi tanpa estrus ditemukan pada domba saat dekat sebelum mulai dan sesudah berakhirnya musim perkembangbiakan. Kejadian ini lebih sering ditemukan pada dombadomba yang mendapat makanan yang kurang memenuhi syarat dibandingkan dengan domba-domba yang memperoleh cukup ransum, terutama pada pertengahan pertama musim perkembangbiakan. Silent heat lebih banyak ditemukan pada hewan muda dibanding hewan tua. Ovulasi tenang ditemukan pada semua ternak, ditandai oleh adanya perpanjangan periode siklus birahi, sampai dua atau tiga kali normal. Pada sapi sesudah partus banyak ditemukan ovulasi tanpa adanya birahi untuk beberapa periode. Hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Penyerentakan birahi adalah membirahikan sejumlah betina secara serentak dengan obat-obatan penekan birahi atau dengan obat-obatan perangsang birahi. Tujuan penyerentakan birahi adalah memanipulasi proses reproduksi pada sejumlah hewan betina, hingga mereka mengalami peristiwa birahi secara bersamaan. Obat yang dikenal untuk maksud ini, misalnya progesteron, PGF. dan sebagainya. Karena proses alamiah dimanipulasikan maka sudah barang tentu sifatnya kurang wajar, karena itu daerah yang diserentakkan banyak yang tidak menghasilkan telur hingga perkawinannya banyak yang tidak diikuti oleh terjadinya kebuntingan (angka konsepsi rendah). Sedemikian jauh PGF. merupakan obat yang sampai saat ini terbaik daripada yang lain, tetapi angka konsepsinya masih dibawah 50%. Berdasar pada jarak antara musim kelamin dengan musim kelamin berikutnya atau berdasarkan jarak antara birahi dan birahi berikutnya,beberapa jenis hewan dapat digolongkan menjadi monoestrus dan poliestrus. Monoestrus merupakan golongan hewan yang dalam satu tahun hanya satu kali menunjukkan gejala birahi. Termasuk ke dalam golongan ini misalnya: anjing, kucing, singa, harimau dan hewan-hewan mamalia liar yang hidup dihutan. Poliestrus adalah golongan hewan yang dalam satu tahun menunjukkan beberapa kali gejala birahi. Termasuk dalam golongan ini misalnya: sapi, kerbau, babi, domba, kambing. Dalam keadaan tidak bunting atau sedang menyusui anak,gejala birahi akan terjadi secara periodik dengan interval waktu tertentu. 46

5 4.3. Tahap-tahap Siklus Birahi Lama siklus birahi pada hewan mamalia yang tidak di domestikasi bervariasi dari 16 sampai 24 hari (biri-biri: hari; sapi, kambing, domba: hari, kuda: hari), tergantung pada species dan juga sedikit bervariasi diantara individu satu spesies. Variasi tersebut juga terjadi pada waktu atau saat ovulasi, dimana pada biri-biri dan sapi, ovulasi akan terjadi jam setelah birahi, babi: jam setelah birahi dan kuda 4-6 hari setelah birahi. Siklus birahi atau estrus, secara lengkap dibagi menjadi 4 tahap. Pentahapan ini lebih dimaksudkan untuk memudahkan bagi kita mempelajari siklus birahi tersebut. Sebenarnya batas yang tegas diantara tahap-tahap tersebut tidak ada, karena sifat proses ini berlangsung secara kontinyu (bila normal). Birahi, adalah periode dimana betina bersedia untuk menerima pejantan dan diestrus ditandai oleh dihasilkannya progesteron, dimana pada waktu itu hewan betina tidak mau menerima pejantan sama sekali. Dua periode lainnya yaitu sebelum birahi disebut proestrus dan sesudah birahi disebut metestrus dapat dikenali pada beberapa spesies. Tanda-tanda proestrus dan metestrus sering dapat menolong untuk menentukan waktu yang pasti terjadinya estrus. Lamanya waktu dari tahap-tahap dalam siklus birahi pada beberapa jenis hewan dapat dilihat pada Lampiran. Pada sementara orang, siklus estrus dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pertumbuhan folikel (follikulogenesis) disebut juga fase folikel dan tahap pertumbuhan sel-sel lutein atau disebut juga fase luteal. Prinsip fase folikel meliputi fase proestrus dan estrus sedang fase luteal meliputi fase metestrus dan diestrus. Pembagian tersebut didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan folikel di dalam ovarium untuk persiapan ovulasi sedang fase luteal didasarkan atas terbentuknya korpus luteum yang akan menghasilkan hormon progesteron sehingga fase ini dikenal juga sebagai fase progestasional Perubahan-perubahan yang Terjadi selama Siklus Birahi. Selama siklus estrus, terjadi perubahan-perubahan baik yang tampak dari luar maupun yang tidak tampak dari luar. Perubahan-perubahan yang tampak dari luar biasanya digunakan untuk penentuan saat terjadinya estrus. Perubahan yang tidak tampak dari luar karena terjadi pada alat-alat reproduksi bagian dalam sehingga sukar digunakan untuk penentuan ada tidak nya estrus. Perubahan-perubahan tersebut semuanya bersifat 47

6 sambung menyambung satu sama lain, sehingga akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Perubahan-perubahan luar yang tampak sewaktu proestrus merupakan fase persiapan, biasanya pendek terjadi perubahan tingkah laku (biasanya sedikit gelisah dan memperdengarkan suara-suara tertentu atau malah diam saja). Pada alat kelamin luar mulai tampak tanda-tanda peningkatan jumlah peredaran darah. Pada fase ini hewan belum mau menerima pejantan untuk kopulasi tetapi kemungkinan tingkah laku birahi sudah mulai tampak. Estrus merupakan fase terpenting dalam siklus birahi oleh karena pada fase inilah hewan betina mau dan bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Ciri-ciri yang tampak dari luar adalah hewan tampak gelisah, nafsu makan turun atau bahkan hilang sama sekali, bergerak menghampiri pejantan dan sering menaiki individu lain. Pada bagian alat kelamin luar (vulva) tampak kemerah-merahan sebagai akibat banyaknya aliran darah dan tampak mengeluarkan mukus (tanda ini lebih tampak pada hewan muda dibanding hewan tua. Metestrus merupakan fase setelah estrus selesai. Gejala luar sebenarnya tidak terlalu tampak, namun seringkali gejala-gejala sisa estrus masih tampak. Bedanya dengan estrus adalah meskipun gejala birahi masih dapat dilihat, akan tetapi hewan betina sudah menolak pejantan untuk aktifitas kopulasi. Diestrus merupakan fase yang ditandai oleh tidak adanya aktifitas kelamin dan hewan akan tampak tenang. Fase ini merupakan fase terpanjang selama siklus. Perubahan-perubahan dalam alat reproduksi selama siklus birahi dapatlah disarikan pada Tabel XVI Peranan Hormon dalam Siklus Birahi Jenis-jenis hormon yang berperan secara langsung dalam siklus birahi adalah hormon-hormon gonadotropin (FSH, LH dan LTH), estrogen dan progesteron. Terdapat juga suatu zat yang berpengaruh dalam hal ini adalah prostaglandin. Siklus birahi dimulai dari saat tercapainya pubertas dan secara normal akan berlangsung periodik dalam interval waktu tertentu. Pada manusia siklus birahi akan berhenti bila sudah tercapai masa menopause. Siklus birahi dimulai dengan adanya sekresi FSH dari adenohipopisa yang merangsang terjadinya perkembangan folikel ovarium dimulai dari folikel primer. Folikel primer 48

7 yang berkembang dapat berjumlah lebih dari satu dan menjadi matang semua, sehingga pada saat ovulasi dapat menghasilkan lebih dari satu ova (telur). Tabel 4.1. Perubahan-perubahan Organ Reproduksi selama Siklus Birahi Fase Proestrus Estrus Metestrus Diestrus Perubahan Alat Reproduksi Pada ovarium terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer s/d folikel sekunder(2-3 hari sebelum estrus). Pada tuba fallopii dan uterus terjadi peningkatan vaskularisasi Kelenjar endometrium tumbuh memanjang Servix merelax dan dalam lumen servix mulai memproduksi lendir kelenjar-kelenjar lendir Pada ovarium pertumbuhan folikel telah menjadi masak dan dinding folikel menjadi tipis dan menonjol keluar dari permukaan ovarium karena isi folikel telah mencapai maximal. Terjadinya ovulasi tinggal menunggu saat saja (tergantung spesiesnya). Pada ovarium terjadi pembentukan korpus haemorhagicum dibekas tempat folikel de graaf yang baru selesai melepaskan ovum. Pada fase ini ovum biasanya sudah berada pada tuba fallopii. Kelenjar endometrium semakin mamanjang dan dibeberapa tempat berkelokkelok. Servix telah menutup dan kelenjarnya telah berubah sifat produknya dari cair menjadi kental (untuk sumbat lumen servix). Pada saat awal diestrus kelenjar endometrium masih tumbuh terus tetapi pada pertengahan diestrus apabila tidak terjadi kebuntingan maka kelenjar tersebut akan mengalami degenerasi menjadi seperti keadaan semula. Pada fase ini corpus luteum telah menjadi matang dan pengaruh hormon progesteron menjadi sangat nyata. Pada keadaan kebuntingan tak terjadi, corpus luteum akan mengalami degenerasi sehingga mengakibatkan hormon progesteron turun (sampai tinggal sedikit) dan selanjutnya terjadi pertumbuhan kembali sel-sel folikel ovarium dan akhirnya kembali ke proestrus Bersamaan dengan sekresi FSH, dalam jumlah kecil disekresikan pula LH dari adenohipopisa. Secara bersama-sama kedua macam hormon ini akan menyebabkan pematangan folikel (perlu diketahui LH equivalent dengan ICSH pada hewan jantan). Selama perkembangan folikel, sel-sel granulosa penyusun folikel (sel theca interna) akan mulai mensintesis dan mensekresikan hormon kelamin betina yaitu estrogen (estradiol). Estrogen akan berpengaruh pada perangsangan perkembangan kelenjar mammae (susu), menyebabkan perkembangan lapisan myometrium dan endometrium uterus yang kemudian menjadi kelenjar susu dan mengalami vaskularisasi yang ekstensif. Dinding vagina mengalami penandukan dan kelenjar mammae mulai membesar (pada manusia peristiwa ini sedikit sekali diketahui). 49

8 Peningkatan konsentrasi estrogen dalam peredaran darah merangsang pelepasan LH secara besar-besaran dari adenohipopisa (surge of LH-positive feed back). LH dalam jumlah cukup besar diperlukan pada saat-saat akhir pematangan folikel de graaf dan saat ovulasi yaitu pecahnya folikel dan keluarnya ovum. Saat terjadinya ovulasi berbeda-beda pada setiap jenis hewan. Pada manusia ovulasi biasa terjadi sekitar pertengahan siklus menstruasinya. LH selain berperan pada ovulasi juga merangsang pertumbuhan sel-sel lutein (luteinasi) dari sel-sel folikel (granulosa) yang telah mengalami ovulasi. Pertumbuhan selsel lutein akan menyebabkan terbentuknya corpus luteum. Corpus luteum akan mensintesis dan mensekresikan hormon progesteron. Pelepasan progesteron dipengaruhi oleh hormon luteotropin (LTH/Prolaktin) yang dihasilkan oleh adenohipopisa. Salah satu pengaruh dari progesteron adalah meningkatkan pengaruh negatif feed back estrogen terhadap sekresi FSH oleh adenohipopisa. Apabila kebuntingan tidak terjadi, corpus luteum akan mengalami regresi. Regresi CL tidak disebabkan oleh berkurangnya sekresi luteotropic hormone dari pituitary (LH dan prolaktin), tetapi oleh aktifitas faktor luteolitic yaitu prostaglandin F2 alpha (PGF2 alpha). Pda hewan mamalia domestikasi, uterus memiliki peranan penting dalam produksi PGF2 alpha. Kadar yang tinggi dari PGF2 alpha pada vena uterin diketahui terjadi selama regresi sel-sel lutein berlangsung. Dengan degenerasi dari corpus luteum, maka hambatan pada sekresi gonadotropin FSH dan LH telah tiada sehingga hormon-hormon tersebut kembali disekresikan dan mulailah siklus baru dimana peningkatan kadar FSH dan LH menyebabkan perkembangan folikel lain. Degenerasi corpus luteum juga bisa disebabkan oleh adanya penyuntikan prostaglandin (CL pecah). Perlu dicatat bahwa disamping negatif feed back terhadap hipopisa, progesteron memiliki aksi positive feed back pada kelenjar uterus dan mammae. Fungsi tersebut sebagai persiapan apabila terjadi kebuntingan. Ketika kadar progesteron turun (bila konsepsi dan fertilisasi tidak terjadi), dinding uterus yang telah rimbun oleh adanya perkembangan endometrium akan mengalami keruntuhan dan kelenjar mammae mengecil kembali. Dinding uterus yang runtuh, pada manusia ditandai oleh keluarnya darah saat menstruasi Ovulasi 50

9 Ovulasi merupakan proses keluarnya ovum dari folikel ovarium. Peristiwa ini merupakan puncak dari siklus birahi. Keseluruhan perubahan-perubahan yang terjadi pada alat reproduksi selama siklus birahi merupakan persiapan bagi terjadinya fertilisasi dan kebuntingan (kehamilan). Terjadinya ovulasi sehubungan dengan siklus birahi pada berbagai jenis hewan memiliki waktu yang berbeda-beda. Tabel XVI.2. menunjukkan waktu ovulasi, panjang siklus birahi dan lama birahi pada beberapa jenis hewan Birahi setelah Beranak Kadar progesteron yang tinggi dibutuhkan selama kebuntingan. Progesteron disekresikan oleh korpus luteum dan pada beberapa spesies (biri-biri, sapi) juga dihasilkan oleh plasenta. Sekresi progesteron yang terus menerus akan menekan kejadian birahi dan pada sebagian besar hewan mamalia termasuk penekanan kejadian ovulasi. Pada kuda, ovulasi tenang (silent ovulation) dapat terjadi selama bulan kedua kebuntingan dan menghasilkan corpus luetum yang akhirnya juga memiliki fungsi mencukupi kebutuhan kadar progesteron selama kebuntingan. Tabel 4.2. Panjang siklus birahi, lama birahi dan Waktu ovulasi Jenis hewan Lama Siklus(hari) Saat bersedia kawin/lama birahi Kuda hari Sapi jam Babi hari Domba jam Kambing jam Marmot jam Harmster 4 20 jam Mencit jam Tikus / 15 jam Wanita 28 kontinu Anjing hari Rubah hari Kelinci - - Cerpelai hari Musangjinak - - Kerbau hari Kera (Macaca.sp) hari (diambil dari beberapa sumber). Waktu Ovulasi sehari sebelum sampai sehari sesudah birahi jam ssd akhir birahi jam ssd. birahi mulai jam ssd birahi mulai 9-19 jam ssd birahi mulai 10 jam ssd birahi mulai jam ssd birahi mulai 2-3 jam ssd birahi mulai. 8 atau 10 jam ssd birahi mulai. siklus hari ke hari ssd birahi mulai 1-2 hari ssd birahi mulai 10,5 jam ssd kopulasi jam ssd kawin 30 jam ssd kawin jam sesudah estrus terjadi Rata-rata pada hari ke 12 atau 13 siklus estrus 51

10 PARTENOGENESIS Partenogenesis merupakan salah satu dari tiga bentuk reproduksi pada hewan. Jika sel somatik mengalami reproduksi secara vegetatif dikenal sebagai reproduksi aseksual tetapi jika gamet yang haploid bersatu membentuk sigot yang diploid dikenal sebagai reproduksi seksual. Pada beberapa jenis hewan, fertilisasi tidak terjadi dan telur berkembang menjadi individu baru, perkembangan semacam ini dikenal sebagai partenogenesis dan individu yang mengalaminya dikenal sebagai partenot. Terdapat berbagai tipe partenogenesis yang diklasifikasikan berdasarkan dua hal yaitu berdasar sifat reproduksinya dan penentuan kelaminnya. Berdasarkan sifat reproduksinya, terdapat lima (5) kelompok partenogenesis yaitu Tychopartenogenesis, obligat partenogenesis, Fakultatif partenogenesis, incomplete parthenogenesis dan artificial partenogenesis. Sedangkan berdasar penentuan jenis kelamin terdapat tiga (3) kelompok yaitu Arrhenotoky, Thelytoky, dan Deuterotoky atau amphitoky. Tychopartenogenesis atau accidental parthenogenesis merupakan partenogenesis yang terjadi secara eksidental atau tak terprogram misalnya pada ulat sutera (Bombyx mori). Obligat partenogenesis adalah terdapat pada hewan yang reproduksinya selalu secara partenogenesis artinya partenogenesis merupakan satu-satunya cara untuk memperbanyak diri. Fakultatif partenogenesis sifat ini terdapat pada hewan yang telurnya dapat berkembang baik secara partenogenesis maupun secara seksual. Artinya hewan tersebut memiliki dua sifat reproduksi. Pada umumnya faktor lingkungan sangat berperan apakah hewan yang bersangkutan akan bereproduksi secara partenogenesis atau seksual. Incomplete parthenogenesis sifat ini ditandai oleh telur mulai berkembang secara partenogenesis sampai pada stadium embrio tertentu dan kemudian perkembangan tersebut terhenti sebelum menjadi individu baru. Artificial partenogenesis sebenarnya telur memiliki potensi untuk dapat berkembang secara mandiri, namun demikian pada umumnya membutuhkan stimulus tertentu dapat berupa kimiawi, mekanik, perubahan temperatur dan lain-lain. Stimulus-stimulus tersebut kemudian dikenakan pada telur dengan bantuan teknologi manusia Arrhenotoky sifat partenogenesis ditandai oleh berkembangnya telur secara partenogenesis menjadi hewan jantan, sedangkan telur yang tidak mengalami partenogenesis (seksual) akan menjadi betina. Thelytoky sifat partenogenesis yang ditandai oleh berkembangnya telur secara partenogenesis menjadi hewan betina, sedangkan telur yang tidak partenogenesis (seksual) akan menjadi jantan. Deuterotoky atau amphitoky merupakan sifat partenogenesis yang ditandai oleh berkembangnya baik jantan maupun betina dari individu partenot. GYNOGENESIS dan ANDROGENESIS Merupakan sifat proses reproduksi yang mirip dengan partenogenesis akan tetapi tinjauannya lebih kepada materi genetik yang dikandung anak serta adanya proses fertilisasi. Pada Gynogenesis, anak yang dihasilkan hanya memiliki genetik yang berasal dari induk betina saja dan sebaliknya pada Androgenesis anak yang dihasilkan memiliki kandungan genetik berasal dari induk jantan saja. Sedangkan proses fertilisasi disini hanya berperanan dalam merangsang terjadinya proses perkembangan. Peristiwa gynogenesis secara laboratoris telah pula dilaksanakan yaitu terhadap ikan Mas dan Tawes. Setelah beranak, progesteron turun sampai kadar yang tak terdeteksi dan birahi serta ovulasi dapat terjadi lagi. Babi menunjukkan birahi 48 jam setelah beranak tetapi tidak diikuti ovulasi. Pada kuda birahi yang disertai oleh ovulasi terjadi 1-3 minggu setelah beranak. Pada sapi, domba dan kambing serta biri-biri, silent ovulation dapat 52

11 terjadi 2-3 minggu setelah beranak sedangkan siklus estrus yang fertil akan terjadi pada fase berikutnya. Phase silent ovulation dikenal sebagai periode infertil (post partum anestrus). Fertilitas terbukti rendah pada estrus pertama setelah beranak, terutama pada hewan-hewan yang muda. Pada sapi fertilitas maximal akan tercapai hari setelah beranak. Pada babi, fertilitas selama menyusui rendah tetapi setelah habis masa menyusui, fertilitas akan segera naik dalam beberapa hari Kebuntingan Hewan Pada hewan betina yang bersifat vivipar, selama siklus reproduksi normalnya akan mengalami peristiwa bunting. Kebuntingan akan terjadi apabila ada pertemuan antara sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel gamet betina (ova) di dalam alat reproduksi betina. Secara ringkas tabel 11 berikut akan memberi gambaran perjalanan spermatozoa dari tempat pembentukannya untuk sampai fertilisasi terjadi pada hewan mamalia. 53

12 Tabel 4.3. Ringkasan Fakta Physiologik Transport Spermatozoa Dalam Saluran Reproduksi Jantan dan Betina Hewan Mamalia Tempat Fenomena Physiologik Mekanisme Yang Ada Saluran Reproduksi jantan 1. Spermatozoa yang disimpan di kauda epididimis mengalami pematangan. 2. Saat ejakulasi spermatozoa yang dilepaskan Neuromuskuler Metabolik tercampur dengan sekresi kelenjar tambahan Vagina 3. Semen dideposisi dalam beberapa kali gelombang ejakulasi 4. Semen tercampur dengan sekret dari vagina dan cervik Aktifitas motorik kopulasi Cervik Uterus 5. Spermatozoa bergerak melalui mukus cervik 6. Spermatozoa abnormal tersaring saat melalui cervik 7. Kripta cervik dapat menjadi tampungan atau hambatan spermatozoa yang menyebabkan penurunan jumlah 8. Spermatozoa dipisahkan dari seminal plasma dan di transportasikan ke oviduk. 9. Permukaan plasma spermatozoa terambil 10. Perubahan-perubahan metabolik dan kapasitasi Biophisik Biokimia Mekanik (kinocilia dari epithelium) Kontraksi myometrium Aglutinasi spermatozoa Phagositosis spermatozoa oleh leucosit Enzymatik. 11. Acrosomal proteinase (trypsin enzym) di nonaktifkan oleh Trypsin inhibitor dari seminal plasma. Uterotubalj 12. Seleksi jumlah spermatozoa Mekanik unction Isthmus 1. Jumlah spermatozoa diturunkan Ampulaisthmus 1.Kontrol transport telur dalam oviduk. Neural 2.Perubahan plasma membran spermatozoa (reaksi Biokimia junction akrosom), kapasitasi spermatozoa. Ampula 1. Motilitas spermatozoa naik dalam cairan oviduk Mekanik untuk dapat melewati corona radiata dan zona pelucida 2. Pembelahan reduksi gamet selesai Metabolik 3. Akrosomal proteinase dilepaskan Enzymatik 4. Seleksi spermatozoa pada permukaan telur Biophisik. Fimbriae 1.Banyak spermatozoa hilang menuju/jatuh ke Motilitas sperma rongga peritoneum (rongga perut) (Sumber : Hafez ESE, 1980). Terdapat beberapa kemungkinan usia spermatozoa dan ova pada saat fertilisasi yang akan mempengaruhi fertilitas. Pada Tabel 12. secara ringkas disajikan masa fertil spermatozoa dan ova pada beberapa jenis hewan, yang tentunya pada hewan yang lain akan berlainan pula. 54

13 Tabel 4.4. Perkiraan Masa Fertil Spermatozoa dan Ova serta Waktu Perkembangan Embrio Spesies Fertile life (jam) Hari sesudah Ovulasi Spermatozoa Ova 2 sel 8 sel masuk blastosis Sapi Kuda Manusia Kelinci Kambing Babi (jam) 1 1 1, ,5 2,5 2,5 2,5 3-3, Uterus Konsep "fertile life" apabila diberlakukan pada spermatozoa berarti masa hidup fertil selama dalam saluran reproduksi betina. Pada Ova berarti masa hidup fertil dimulai sejak diovulasikan (Sumber : Anne Mclaren in Hafez, ed. 1980). Sesudah fertilisasi terjadi, zygot akan bergerak menuju ke uterus untuk implantasi. Selama dalam perjalana, zigot terus mengalami perkembangan sehingga saat sampai di Uterus sudah terdiri atas banyak sel. Sebelum implantasi terjadi, embrio bebas mengapung di dalam rongga uterus. Pada manusia transisi ini terjadi dalam waktu 6-8 hari, mencit 5 hari, marmut 6 hari, kelinci 7 hari dan kucing 13 hari setelah ovulasi. Pada saat ini embrio mendapatkan nutrisi dari "susu uterus" (dihasilkan kelenjar-kelenjar uterus) melalui mekanisme diffusi. Pada Tabel 13 disajikan perkiraan waktu implantasi zygot pada uterus pada beberapa spesies hewan. Implantasi merupakan suatu langkah menuju pembentukan membran embrionik yang menghubungkan embrio dengan sirkulasi darah induk yng ditandai dengan pelekatan atau pertautan antara embrio dengan dinding uterus induk. Implantasi akan mengakibatkan adanya peralihan cara embrio mendapatkan nutrisinya dari semula secara diffusi (embriotrofik) ke Hemotrofik dengan terbentuknya plasenta. Terjadinya implantasi akan menandai awal dari masa kebuntingan. Selama masa bunting, siklus menstruasi (pada manusia) atau siklus estrus (hewan) akan terhenti. 55

14 Tabel 4.5. Perkiraan Waktu Implantasi Zygot Pada Uterus*) Spesies Sapi Kambing Babi Kuda Mencit (mus musculus) Tikus (Rattus n.) Marmut Kelinci Hamster Anjing Kucing Kera (Macaca, sp) *) diambil dari beberapa sumber. Implantasi Selesai hari sesudah ovulasi hari sesudah ovulasi hari sesudah ovulasi hari sesudah ovulasi 4-5 hari sesudah fertilisasi 5-6 hari sesudah fertilisasi 6-7,5 hari sesudah fertilisasi 7-7,5 hari sesudah kawin 5-6 hari sesudah fertilisasi hari sesudah fertilisasi hari sesudah fertilisasi hari sesudah fertilisasi Pada kebuntingan muda, jaringan tubuh embrio paling luar mengalami perubahan morfologi menjadi amnion, allantois, chorion dan kantung kuning telur. Amnion adalah bagian yang menyelubungi embrio di dabgian paling dalam, chorion adalah bagian yang menyelubungi embrio paling luar sedangkan allantois adalah bagian di antara amnion dan chorion. Reptilia dan burung merupakan hewan ovipar. Telur reptilia dan burung dibungkus oleh kerabang (shell). Kerabang tersebut bersifat porous (berpori) yang memungkinkan adanya sirkulasi udara. Di bawah kerabang terdapat lapisan chorion yang menghambat evaporasi berlebihan. Membran kedua adalah amnion yang menyelubungi seluruh embrio kecuali bagian sisi ventral. Di dalam membran amnion terdapat cairan amnion yang merupakan tempat embrio berkembang. Dua membran lain terletak disisi ventral embrio dan berhubungan langsung dengan saluran pusar yaitu allantois dan kantung kuning telur. Fungsi allantois adalah dalam pertukaran gas/udara pernafasan embrio serta penyimpanan zat-zat buangan sisa metabolisme sampai saat akan penetasan terjadi. 56

15 Tabel 4.6. Klasifikasi Plasenta Spesies Tipe Plasenta Bentuk Jaringan Kehilangan jaringan Saat Melahirkan Babi Kuda Kambing Domba Sapi Anjing Kucing Kera Manusia Diffusa Diffusa Cotyledonaria Cotyledonaria Cotyledonaria Zonaria Zonaria Discoidal Discoidal Epitheliochorial Epitheliochorial Syndesmochorial Syndesmochorial Syndesmochorial Endotheliochorial Endotheliochorial Hemochorial Hemochorial Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Deciduata (sedang) Deciduata (sedang) Deciduata (banyak) Deciduata (banyak) Plasenta merupakan tenunan tubuh dari embrio dan induk yang terjalin untuk keperluan penyaluran makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk. Terutama pada kuda, selain fungsi transportasi, plasenta berfungsi sebagai endokrin yang menghasilkan hormon PMSG (Pregnant Mare's Serum Gonadotropin). Lama kebuntingan bervariasi pada setiap hewan yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap lama bunting yaitu (1). faktor induk (umur), (2). fetus (jenis kelamin, banyak dan fungsi endokrin fetus), (3). Genetik (spesies, bangsa), (4). lingkungan (nutrisi makanan, temperatur dan musim). Pada Tabel 15 tersajikan perkiraan rata-rata lama kebuntingan (hari) pada beberapa mamalia. Tabel 4.7. Perkiraan Rata-Rata Lama Kebuntingan (hari) Spesies Rata-rata Lama Bunting (hari) 57

16 Sapi perah Ayrshire 278 Brown Swiss 290 ( ) Dairy Shorthorn 282 Friesien 276 ( ) Guernsey 284 Holstein Friesien 279 ( ) Jersey 279 ( ) Swedish-Friesien 282 ( ) Zebu (Brahman) 292 ( ) Sapi potong Aberdeen-Angus 279 Hereford 285 ( ) Shorthorn 283 ( ) Kambing 148 ( ) Babi Babi domestikasi 114 ( ) Babi liar ( ) Kuda Arabian 337 ( ) Belgian 335 ( ) Clydesdale 334 Morgan 344 ( ) Percheron ( ) Shire 340 Thoroughbred 338 ( ) Kelinci Mencit (Mus musculus) Tikus (Rattus norvegicus) Marmut (Guinea pig) Hamster Anjing 63 (53-71) Kucing 65 (60-69) Kerbau 316 ( ) Kera (Macaca spp) Manusia (Sumber : Hafez, ESE. 1980). Daftar Bacaan Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia. Hoar,W.S. (1984). General and Comparative Physiology. Third edition. Prentice Hall of India. New Delhi. Nalbandov, A.V. (1976). Reproductive Physiology of Mammals and Birds Partodihardjo, S. (1982). Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Bandung. Tienhoven, Ari Van. (1983). Reproductive Physiology of Vertebrate. Second Edition. Cornell University Press. Ithaca and London. Smith dan Mangkoewidjaja. (1989). Pemeliharaan Hewan-Hewan Laboratorium di Daerah Tropik. 58

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II FAAL KELAHIRAN BAB II FAAL KELAHIRAN A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah Faal kelahiran ini meliputi kelahiran seperti terjadinya inisiasi partus, tahapan partus, adaptasi perinatal dan puerpurium. Pokok bahasan ini

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Fertilisasi: Proses bersatunya/fusi antara sel kelamin betina (oosit)

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA Oleh: Kustono Diah Tri Widayati Alat reproduksi betina terletak pada cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulangtulang sacrum, vertebra coccygea

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN

BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN BAB III PROSES REPRODUKSI HEWAN BETINA A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah proses reproduksi meliputi pengertian mengenai proses reproduksi hewan betina mulai dan pubertas yang meliputi umur pubertas dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reproduksi Ternak Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB V INDUKSI KELAHIRAN

BAB V INDUKSI KELAHIRAN BAB V INDUKSI KELAHIRAN 5.1 Pendahuluan Induksi kelahiran merupakan suatu proses merangsang kelahiran dengan mengunakan preparat hormon dengan tujuan ekonomis. Beberapa alasan dilakukannya induksi kelahiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)

MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT) MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT) (19 May 2017) Menangani Anjing Betina pada Masa Birahi (Heat) Tidak hanya anjing jantan, anjing betina juga mengalamibirahi. Siklus birahi pada anjing merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tipe Babi Pada pokoknya babi bisa dibedakan menjadi tiga tipe (Sihombing, 2006) : 1). Lard type (babi tipe lemak) Termasuk kelompok babi tipe lemak ialah yang memili ciri-ciri

Lebih terperinci

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Rencana Kegiatan dan Pembelajaran Mingguan (RKPM) a. Kuliah Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Dosen Pengampu I Pendahuluan 1. Pengertian reproduksi 2. Peranan proses reproduksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA PENGARUH HORMON SEKSUAL TERHADAP WANITA Oleh : Rini Indryawati. SPsi UNIVERSITAS GUNADARMA November 2007 ABSTRAK Hormon adalah getah yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dan langsung diedarkan oleh darah.

Lebih terperinci

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian 2 2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan akan mempermudah dalam menentukan waktu yang tepat

Lebih terperinci

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN

BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN BAB IV DIAGNOSA KEBUNTINGAN 4.1 Pendahuluan Deteksi kebuntingan secara dini merupakan hal penting untuk diperhatikan selain karena besar pengaruhnya terhadap aktivitas atau siklus kehidupan ternak tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - sbl2reproduksi

- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - sbl2reproduksi - - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl2reproduksi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana

Lebih terperinci

TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF

TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF ANGGOTA KELOMPOK : 1. ANNISA SALIZA 2. REGYTA ANUGRAH MAHAPUTRI SAMUEL 3. TYAS AYU FADILLAH 4. WIRA YUDA KHOIRUL A 5. WIWID SEKAR U 6. YOHANES JUAN BAGUS

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH J.Agroland () : 9-98, September 006 ISSN : 085 6X FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH Oleh : Ridwan ) ABSTRACT The research aims to know and give information regarding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENGANTAR ENDOKRINOLOGI UMUM

BAGIAN 1 PENGANTAR ENDOKRINOLOGI UMUM BAGIAN 1 PENGANTAR ENDOKRINOLOGI UMUM Pada bagian ini, sesudah dipelajari diharapkan mahasiswa mampu mendiskripsikan dan menjelaskan tentang a. Sejarah Perkembangan Endokrinologi b. Pengertian dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reproduksi melalui berbagai cara, sesuai dengan jenis dan tingkat perkembangannya. Makin banyak hambatan yang dialami suatu organisme didalam reproduksinya, makin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA GENITALIA EKSTERNA..... GENITALIA INTERNA..... Proses Konsepsi Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi korona radiata mengandung persediaan nutrisi Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metafase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah

Lebih terperinci

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci